BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t18122.pdfterbagi menjadi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t18122.pdfterbagi menjadi...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai macam
suku, budaya, adat istiadat, dan agama yang dipeluk penduduknya. Tetapi
warga negara indonesia dapat hidup berdampingan dengan adanya
perbedaan tersebut, termasuk dalam perbedaan agama. Agama adalah
pedoman hidup manusia yang diyakini sebagai kepercayaan atau iman
seseorang terhadap pencipta-Nya, yang didalamnya terdapat norma-norma
dan nilai-nilai untuk menjaga tingkah laku manusia. Salah satu diantara
keanekaragaman agama yang ada di Indonesia adalah agama islam.
Namun, dewasa ini semakin banyak orang yang menganut agama islam
tetapi dengan pemahaman islam yang berbeda-beda pula, seperti halnya
jama’ah Ahmadiyah, LDII, NII dan lain-lain sebagainya yang digolongkan
kedalam aliran sesat dari ajaran agama islam. Sesuai dengan hadist nabi
Muhammad SAW, yaitu :
“sesungguhnya umatku berpecah-belah menjadi 73 golongan, satu golongan didalam surga dan 72 golongan didalam neraka” (HR. Ibnu majah, no.3993; Ibnu Abi ‘Ashim, no.63; dan Al Laikai, 1/101). (Sumber:http://www.adriandw.com/sesat.htm, diakses tanggal 11 maret 2011).
Penduduk yang menganut agama islam di Indonesia juga tidak hanya
terbagi menjadi penganut Nahdatul Ulama atau yang lebih dikenal dengan
2
NU dan Muhammadiyah saja, namun ada pula masyarakat yang
mempelajari agama islam dalam Manhaj Salafi.
Manhaj adalah metode beragama, sedangkan salaf secara bahasa
arab artinya adalah setiap amalan shalih yang telah lalu, segala sesuatu
yang terdahulu, setiap orang yang terdahulu, setiap orang yang
mendahului mu, yakni nenek moyang atau kerabat (Qamus Al Muhith,
Fairuz Abadi). Sedangkan secara istilah, yang dimaksud dengan salaf
adalah tiga generasi awal umat islam yang merupakan generasi terbaik,
seperti yang disebutkan oleh rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, yaitu :
“sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian
sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim).
(Sumber : http://konsultasisyariah.com_diakses tanggal 17 maret 2011).
Manhaj salafi tidak sama seperti Muhammadiyah ataupun NU, seperti
yang disebutkan oleh Ummu Dzilqornain dalam wawancara pada 15 Maret
2011, yaitu :
“Sebagian orang mengira Salafi adalah sebuah sekte, aliran sebagaimana Jama’ah Tabligh, Ahmadiyah, Naqsabandiyah, LDII, dll. Atau sebuah organisasi massa sebagaimana NU, Muhammadiyah, PERSIS, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, dll. Ini adalah salah kaprah. Salafi bukanlah sekte, aliran, partai atau organisasi massa, namun salafi adalah manhaj (metode beragama), sehingga semua orang di seluruh pelosok dunia di manapun dan kapanpun adalah seorang salafi jika ia beragama Islam dengan manhaj salaf tanpa dibatasi keanggotaan.”
3
Dalam Manhaj Salafi, ada pula perbedaan penampilan dari jamaah
wanitanya, yaitu jamaah wanita dari manhaj salafi ada yang menggunakan
burkuk. Burkuk dalam bahasa Arab berarti penutup kepala perempuan
yang hanya memperlihatkan kedua mata dari balik kain. Kemudian dalam
istilah bahasa Indonesia lebih dikenal dengan cadar.
Fenomena wanita bercadar telah banyak ditemui di Indonesia yang
tersebar diberbagai daerah, termasuk di Yogyakarta. Namun keberadaan
wanita-wanita bercadar tersebut kenyataannya tidak langsung dapat
diterima oleh masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan
sikap mereka (wanita bercadar) yang tertutup dan tidak berbaur dengan
lingkungan sekitarnya yang menyebabkan mereka terkesan menjaga jarak
dan berkelompok. Alasan lainnya yaitu karena adanya perbedaan
pandangan mengenai cadar dari sisi agama. Di Indonesia, cadar masih
dianggap sebagai sesuatu yang aneh, namun ada pula yang menganggap
cadar sebagai budaya dari negara timur tengah. Seperti halnya wanita-
wanita Indonesia yang berada di Mesir, mereka menggunakan cadar
dengan alasan untuk melindungi diri dari debu dan panas, melindungi diri
dari laki-laki hidung belang, dan agar lebih dihormati orang Mesir, bukan
sebagai prinsip dari ideologi mereka meskipun ada pula yang
menggunakan cadar berdasarkan anjuran agama walaupun dalam jumlah
yang minoritas. (sumber : http://www.linglung.web.id/?p=164 diakses
tanggal 27 april 2011). Di negara Timur banyak alasan yang digunakan
oleh wanita-wanita timur untuk bercadar. Salah satu alasannya yaitu
4
menghindari pinangan raja-raja yang mencari istri didesa-desa pada jaman
dahulu. Banyak pendefinisian tentang wanita bercadar di Indonesia, ada
yang mengatakan bahwa wanita bercadar tersebut memposisikan diri elitis
dan sulit untuk berkomunikasi. Sehingga masyarakat kita sulit untuk
menerima mereka dikalangan pluralisme bangsa kita.
(Sumber : http://www.pabelan.s5.com/featurepp43100.htm diakses tanggal
17072011)
Wanita dalam mahaj salafi juga memiliki karakter sendiri, yaitu
selain menggunakan cadar, mereka juga mengenakan pakaian yang
berwarna gelap dan pekat yang disebut dengan jubah. Warna-warna yang
digunakan antara lain yaitu warna hitam, biru dongker, coklat tua, hijau
tua dan ungu tua. Wanita bercadar tidak menggunakan pakaian berwarna
cerah, ini disebabkan karena dari sudut pandang agama, warna-warna
cerah dapat menarik perhatian mata orang lain yang kemudian ditakutkan
akan menjadi fitnah. Alasan mereka untuk mengenakan cadar pun
bermacam-macam, ada yang mengenakan cadar karena aturan dalam
syari’at agama, namun ada pula yang berdasarkan keinginan pribadi. Hal
ini sesuai dengan ungkapan dari Ummu Sufyan Allumbukiyah pada
wawancara 15 maret 2011.
“bercadar adalah keinginan saya sejak duduk dibangku kuliah, bagi saya bercadar adalah lambang kebebasan. Saya tidak harus bekerja dikantor layaknya wanita lain, saya bebas pergi kemana saja (tentu saja bersama suami atau mahram saya) tanpa takut ada yang menganggu saya dijalanan, saya bebas menjalankan sesuatu yang menjadi prinsip saya”.
5
Dalam hal berkomunikasi, jamaah salafi juga sering menggunakan
kosakata bahasa arab dalam kesehariannya. Seperti panggilan Ummu
yang berarti ibu-nya, yang biasanya digunakan untuk memanggil wanita
yang sudah menikah dan sudah memiliki anak. Ukhti yang artinya saudara
perempuan. Umm (baca : um) yang artinya ibu, digunakan ketika sedang
berbicara dengan wanita yang telah menikah dan memiliki anak. Umm
merupakan singkatan dari Ummu. Dan Anti yang berarti anda (untuk
perempuan). Selain itu, jamaah salafi juga memiliki perbedaan cara
berkomunikasi dengan masyarakat pada umumnya. Mereka memiliki cara
tersendiri dalam berhubungan dengan mahram, ahwat dan bukan
mahramnya. Pada umumnya, wanita bercadar hanya boleh membuka
cadarnya didepan mahromnya saja, yaitu suami, orang tua, dan
keluarganya saja. Jika bertemu dengan orang lain yang bukan mahromnya
mereka tetap harus mengenakan cadarnya sebagai penutup wajah yang
dianggap merupakan aurat dan perhiasan yang harus mereka jaga, yang
hikmahnya untuk menjaga kesucian hati wanita dan laki-laki.
Keunikan lain dari gaya komunikasi mereka adalah ketika mereka
berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahromnya, maka mereka hanya
berlalu saja, tidak ada pembicaraan atau sapaan jika tidak ada keperluan.
Lain halnya jika behadapan dengan wanita, mereka akan bertegur sapa
dengan lebih leluasa. Hal ini sesuai dengan ungkapan Otty Diah Ummu
Zaidan pada wawancara tanggal 18 maret 2011.
6
“Untuk komunikasi sesama wanita, tentu saja beda dengan laki-laki, dengan wanita kita tidak perlu hijab atau pembatas dalam berkomunikasi, hanya saja saya memilih siapa saja teman yang bisa saya ajak bergaul, apakah dia membawa kebaikan bagi saya atau tidak. Kalau dengan laki-laki, tentu saja kita tidak bisa bebas berbicara seperti dengan wanita, karena islam mengatur pergaulan dengan lawan jenis, ya berbicara seperlunya, setelah itu kita sudahi. Kalau bertemu dijalan dengan sesama wanita, ya salam atau say hello atau sekedar senyum. Kalau dengan laki-laki ya berlalu saja kalau tidak ada perlu, kalau bertamu, tamu laki-laki diruang tamu dengan suami, sedangkan tamu wanita didalam bersama saya, yang jelas tidak campur baur / ikhtilath, ditempat pengajian kalau ustadznya laki-laki ya ada hijab atau pembatas atau yang wanita diruang lain”.
Adanya perbedaan cara dalam gaya berkomunikasi pada manhaj
salafi inilah, yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti mengenai
gaya komunikasi antara wanita bercadar dari manhaj salafi dengan
masyarakat umum. Alasan lain dari pemilihan manhaj salafi sebagai objek
penelitian ini yaitu karena cukup banyaknya masyarakat yang mempelajari
dan mendalami ilmu salaf, khususnya di wilayah Yogyakarta. Dimana
ajaran agama yang dipelajari pada manhaj salafi merujuk kepada ajaran
Nabi dan Salafus Shalih, dengan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber
utama ajaran mereka. Selain itu, perbedaan tampilan dan kegiatan
keagamaan yang terlihat berkelompok menyebabkan masyarakat menjadi
antipati terhadap wanita bercadar juga menjadi faktor pemilihan penelitian
ini.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka peneliti merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas
sebagai berikut.
Bagaimana gaya komunikasi antara wanita bercadar dari Manhaj Salafi
dengan masyarakat umum ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan
secara rinci mengenai.
Gaya komunikasi antara wanita bercadar dari Manhaj Salafi dengan
masyarakat umum.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian mengenai gaya komunikasi wanita
bercadar dalam manhaj salafi adalah :
1. Manfaat Teoritis
- Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta memberikan
sumbangan sebagai referensi terhadap pengembangan dan
pendalaman ilmu komunikasi, khususnya dalam bidang gaya
komunikasi.
8
2. Manfaat Praktis
- Bagi masyarakat
Sebagai tambahan refrensi bagi masyarakat yang sedang
mempelajari Manhaj Salafi.
- Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah ilmu dan wawasan bagi mahasiswa
Ilmu Komunikasi khususnya dalam kajian gaya komunikasi.
- Bagi Manhaj Salafi
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi refrensi bacaan, dan
sebagai bahan evaluasi bagi individu dari Manhaj Salafi.
E. Kerangka Teori
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi
dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Carl I. Hovland, ilmu
komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara
tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat
dan sikap. Definisi tersebut, menunjukkan bahwa yang dijadikan objek
studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan
juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik
(public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik
memainkan peranan yang amat penting. Sedangkan definisi dari
komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain
9
(communication is the process to modify the behavior of other
individuals). Akan tetapi, seseorang akan dapat mengubah sikap,
pendapat, atau perilaku orang lain apabila komunikasinya itu memang
komunikatif seperti yang telah diuraikan diatas (Effendy, 1994 : 10).
Menurut Deddy Mulyana (2001 : 67-69), komunikasi dianggap
telah berlangsung bila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain,
baik perilaku verbal maupun perilaku nonverbalnya. Dalam konteks
ini, komunikasi adalah suatu proses personal karena makna atau
pemahaman yang kita peroleh pada dasarnya bersifat pribadi.
Penafsiran anda atas perilaku verbal dan nonverbal orang lain yang
anda kemukakan kepadanya juga mengubah penafsiran orang lain
tersebut atas pesan-pesan anda, dan pada gilirannya mengubah
penafsiran anda atas pesan-pesannya, begitu seterusnya. Pandangan ini
disebut komunikasi sebagai transakasi, yang lebih sesuai untuk
komunikasi tatap muka yang memungkinkan pesan atau respons verbal
dan nonverbal bisa diketahui secara langsung. Komunikasi pada
dasarnya adalah suatu proses yang dinamis yang secara sinambung
mengubah pihak-pihak yang berkomunikasi. Sama halnya menurut
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar (Mulyana, 2001 : 69) yaitu komunikasi adalah proses
pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. Dimana mereka
mendefinisikan komunikasi sebagai proses karena komunikasi
merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan,
10
pertukaran, dan perpindahan yang terdapat kontinuitas dari setiap
unsurnya.
2. Gaya Komunikasi
Dalam berkomunikasi, setiap orang memiliki cara yang berbeda-
beda dalam menyampaikan pesannya terhadap lawan bicaranya, begitu
pula sebaliknya saat menerima pesan dari lawan bicaranya. Hal ini
disebabkan oleh beberapa hal, seperti keadaan lingkungan yang
mempengaruhi prilakunya saat bertindak, keadaan diri, bahasa dan
lain-lain sebagainya. Cara-cara dalam menyampaikan pesan saat
berkomunikasi inilah yang disebut dengan gaya komunikasi.
Gaya komunikasi merupakan ciri khas seseorang dalam
berkomunikasi, baik dalam mengungkapkan sikapnya dengan bahasa
(verbal) maupun dalam bentuk perilaku atau tindakan (Non verbal)
(Effendy, 1990:348). Dominasi gaya komunikasi seseorang tergantung
pada keadaan komunikasinya yang berasal dari pola sikap, yaitu :
1. Gaya pasif adalah gaya komunikasi yang lebih memilih untuk
menuruti apapun respon orang lain demi menghindari konflik
terbuka. Gaya ini biasanya digunakan untuk menghadapi situasi
yang sulit atau tidak menyenangkan dengan orang lain
(perbedaan pendapat, tidak senang terhadap prilaku orang lain,
membutuhkan bantuan, tetangga sangat berisik, dan
sebagainya). Gaya pasif ini sangat tidak menguntungkan dalam
perkembangan hubungan selanjutnya, apapun bentuk
responnya. Hal lain yang harus diperhitungkan oleh orang yang
biasa menggunakan gaya pasif adalah akibatnya terhadap
11
konsep diri. Secara pelan tapi pasti, hambatan dalam
mengekspresikan pikiran dan perasaan ini akan mengikis
konsep diri orang yang bersangkutan. Bila konsep diri negatif,
akibatnya individu tersebut menjadi mudah merasa cemas,
kurang dapat menghargai diri sendiri, dan menjadi kurang
percaya diri.
2. Gaya agresif adalah gaya komunikasi yang berusaha
mendominasi dalam interaksi dengan orang lain dan bertindak
menyerang orang lain, baik secara fisik atau verbal.
3. Gaya asertis adalah gaya komunikasi yang mengembangkan
hubungan interpersonal yang bersifat memberi (menyatakan
kebutuhan, perasaan dan pikiran secara langsung, jujur dan
dalam kesempatan yang tepat), dan sekaligus juga menerima
(mendengarkan secara aktif apa yang menjadi kebutuhan,
pikiran, dan perasaan orang lain). Tujuan dari gaya asertif
adalah : (a) membuat proses komunikasi berjalan dengan
efektif, dan (b) membangun hubungan yang setara, saling
menghormati. Perilaku asertif juga merupakan bentuk
pemecahan masalah (problem solving). Ciri khas dari
pemecahan masalah yang asertif adalah negosiasi.
12
Menurut Gamble dalam Communication Works (2005 : 286-
288) ada tiga macam gaya komunikasi, yaitu :
1. Gaya Nonassertif : gaya komunikasi ini lebih menunjukkan
perasaan takut dan bimbang kepada perilaku yang mengingkari
diri dan gaya komunikasi ini lebih tidak efektif karena dapat
memberikan keuntungan kepada orang lain.
2. Gaya Agresif : gaya yang menyatakan perasaan dan harga diri,
dan berjuang memperoleh keuntungan orang lain dengan cara
tidak adil atau berbuat curang.
3. Gaya Asertif : merupakan sikap yang mampu mengekspresikan
perasaan dan harga diri yang berdasarkan pikiran yang etis.
Pikiran tersebut adalah pikiran yang menghargai dan
menganggap bahwa melanggar hak asasi orang lain adalah tidak
benar sehingga dalam mengekspresikan diri ataupun
diperlakukan dengan memberi perhatian martabat dan rasa
hormat.
Sedangkan gaya komunikasi menurut Ponijan Liaw dalam
Understanding Your Commmunications Style (2009 : 64-79) terbagi
menjadi tiga kebiasaan, yaitu :
1. Agresif : orang dengan tipe agresif sangat menekan dan
merupakan pendengar yang buruk. Mereka pemarah dan
penguasa atas orang lain, juga sangat buruk ketika
berkomunikasi dengan pihak lain karena kata-kata atau kalimat
13
mereka kerap membuat kuping orang lain merah dan dalam
jangka panjang dapat menghilangkan kesabaran dan toleransi
orang lain.
2. Pasif : orang bertipe pasif sangat tidak aktif dan terkesan
sangat sungkan. Mereka tidak menyukai peperangan dan selalu
mencari jalan damai agar riak pertempuran tidak menimbulkan
pertikaian yang tidak berkesudahan. Meraka juga kurang berani
menyatakan keinginan secara terbuka. Sering pula memohon
maaf untuk sesuatu yang belum tentu mereka lakukan secara
keliru. Mereka juga tidak memiliki ketegasan dan keberanian
saat menatap lawan bicara. Sering membosankan lawan bicara
karena tidak menerapkan variasi suara untuk memperindah
ujaran.
3. Asretif : orang-orang bertipe asertif lebih mengedepankan
kesamaan yang dimiliki semua orang. Mereka lebih
menerapkan sifat inklusif dan akomodatif dari pada eksklusif.
Mereka menyukai hal-hal yang tidak berat sebelah, yang
mencakup kedua belah pihak. Hal ini diutamakan untuk
mendapatkan keputusan yang lebih komperhensif.
14
Ponijan Liaw juga membagi karakter seseorang berdasarkan
dengan sifat dasarnya, ciri-cirinya yaitu sebagai berikut :
1. Gaya Agresif : pendengar yang buruk, sulit menerima
pandangan orang lain, suka mendominasi pembicaraan.
mencapai tujuan sering dengan pengorbanan orang lain,
merendahkan orang lain, tidak pernah merasa bersalah,
menunjuk dan menggoyang-gorangkan jari tangan,
mengernyitkan dahi, mengedipkan mata secara kritis,
membelalak, melotot, postur kaku, kritis, keras, suara
berteriak, mengancam, menyerang.
2. Gaya Pasif : tidak langsung, selalu setuju, tidak banyak
bicara, pemaaf, tidak mengungkapkan keinginan dan
perasaan sendiri, mengizinkan orang lain membuat
keputusan, tidak mendapatkan yang diinginkan, banyak
mengeluh, menghindari konflik, senyum dan anggukan
sebagai tanda persetujuan, mata menunduk, postur tidak
tegak, suara pelan dan menurut.
3. Gaya Asertif : pendengar yang aktif, menetapkan batasan
dan harapan, mengatakan pendapat sebagai hasil observasi
bukan penilaian, mengungkapkan diri secara langsung dan
jujur, memperhatikan perasaan orang lain, tidak
menghakimi, mengamati sikap dari pada menilainya,
memercayai diri dan orang lain, memiliki kesadaran diri,
15
terbuka, fleksibel dan akomodatif, punya selera humor yang
baik, proaktif dan inisiatif, melakukan tindakan yang sesuai
untuk mencapai tujuan tanpa melanggar hak-hak orang lain,
gerak-gerik yang alami, ekspresi wajah menarik, kontak
mata langsung, percaya diri, volume suara yang sesuai,
bernegosiasi, mengkonfrontir masalah pada saat terjadi,
tidak ada perasaan negatif, antusiasme, mantap, terus
memotivasi, tahu dimana mereka berdiri.
Dalam Interpersonal Skills in Organizations (De Janazs, 2002 : 91-
92), membagi gaya komunikasi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Passive communication includes indirectness, avoiding conflict being easily persuaded/buillied, being overly concerned about pleasing others, and screening or with holding your thougths and feelings to the extent that the person with whom you're communicatting has no idea of your real opinion on the matter being addressed. we use passive communication when we are fearful of losing someone's affection or have low self-esteem, or when we have decided the issue isn't worth talking a stand. frowning, crying, wishpering under our breath, or simply saying nothing are all ways we demonstrate passive communication. usually the primary purpose of responding passively to a person or situasion is to avoid confrontation at all costs. passive communication is usually not recommended, as it results in you seldom getting what you really want. it can be useful, however, if avoidance is truly desirable, such as when you're in an organization where you have chosen not to speak up about everything with which you disagree. (Komunikasi pasif mencakup ketidaklangsungan, menghindari konflik dengan meyakinkan, yang menyenangkan orang lain, dan menyaring atau mengendalikan sejauh mana perasaan anda disaat berkomunikasi dengan orang lain atas kebenaran pendapat dalam suatu inti materi yang dibahas. Kita menggunakan komunikasi pasif ketika kita takut kehilangan kasih sayang seseorang atau rendah diri, atau ketika kita telah memutuskan suatu masalah tidak layak dibicarakan sendiri.
16
mengerutkan kening atau cemberut, menangis, menarik napas dalam-dalam, atau tidak mengatakan apapun adalah cara-cara kita menunjukkan komunikasi pasif. Biasanya tujuan utama tanggapan pasif pada orang atau pada suatu keadaan adalah untuk menghindari konfrontasi di semua urusan.Komunikasi pasif biasanya tidak dianjurkan, karena menyebabkan anda jarang mendapatkan apa yang anda inginkan. Dapat berguna, namun, jika penghindaran tersebuut benar-benar diinginkan, seperti ketika anda berada di sebuah organisasi di mana anda telah memilih untuk tidak berbicara apapun tentang sesuatu yang tidak anda setujui).
2. Aggresive communication includes exerting control over others, humiliating others, dominating, being pushy, always needing to be right, using absolute terms, and blaming others. we respond aggresively when we want to be in control, are insecure, are afraid, don't value the opinions of others, or have unresolved anger. the purpose of aggresive behavior is to win or dominate-to prove one is right and others are wrong. aggresvie communication is usually not recommended, as it results in a win-lose situation where you get your way at the expense of someone else's. it can be appropriate, however, if you are in an extreme situation that dictates the need for an aggresive response, such as directions in crisis management or a physical attack. (Komunikasi agresif termasuk komunikasi yang mengendalikan orang lain, menghina orang lain, mendominasi, memaksa, selalu merasa benar, menggunakan istilah mutlak dan menyalahkan orang lain. Kita menanggapi agresifitas ketika kita merasa berada didalam kontrol, tidak aman, takut, tidak menghargai pendapat orang lain, atau memiliki amarah yang tak terselesaikan. Tujuan perilaku agresif adalah untuk menang atau mendominasi untuk membuktikan satu benar dan yang lain salah. Komunikasi agresif biasanya tidak dianjurkan, karena menyebabkan situasi menang-kalah yang anda dapatkan dengan mengorbankan orang lain. Hal ini bisa tepat, namun, jika anda berada dalam situasi ekstrim yang menyatakan anda butuh untuk merespon agresif, seperti dalam mengatur krisis manajemen atau serangan fisik).
3. Assertive communicationis usually the most approprite communication style. there are times when we all feel somewhat passive or even aggresive. but for the most part, it's a good odea to learn to be firm about your needs and to insist on those needs getting met. have you ever had a roommate who ate your food wore your clothes whitout asking? a boss who whouldn't give you a much-deserved raise? how did you handle this? assertive communication will provide you with the ability to pass on information accurately and intelligenty to accomplish objectives while still having respect for others and not having them feel "put
17
down". (Komunikasi asertif biasanya gaya komunikasi yang paling disetujui. Ada kalanya kita semua merasa agak pasif atau bahkan agresif. Tetapi untuk sebagian besar, itu adalah ide yang baik untuk belajar bersikap tegas tentang kebutuhan anda dan bersikeras untuk mendapatkan kebutuhan tersebut terpenuhi. apakah anda pernah punya teman sekamar yang memakan makanan atau mengenakan pakaian anda tanpa bertanya? Atasan yang tidak memberikan kenaikan gaji yang sangat layak? Bagaimana anda menangani hal ini? Komunikasi asertif akan memberikan anda kemampuan untuk menyampaikan informasi secara akurat dan cerdas untuk mencapai tujuan sementara, masih memiliki rasa hormat bagi orang lain dan tidak membuat mereka merasa "merendahkan")
Menurut Guddykunst dalam Culture and Interpersonal
Communication (1988 : 100-113), ada beberapa gaya komunikasi
yang berkaitan langsung dengan cara menyampaikan pesan, yaitu
gaya komunikasi verbal. Gaya komunikasi verbal antara lain :
a. Gaya Langsung dan Tidak Langsung.
Gaya komunikasi langsung merupakan gaya komunikasi
seseorang yang menyampaikan apa yang ia rasakan,
pikirkan, dan inginkan secara langsung apa adanya secara
verbal atau secara eksplisit.
Sedangkan gaya komunikasi tidak langsung yaitu
menggunakan ungkapan tertentu, meskipun untuk
menyatakan keinginan atau pendapat yang sama.
18
b. Gaya Elaborate dan Succinct
Gaya elaborate atau gaya rumit merupakan gaya
komunikasi dengan banyak ungkapan ekspresi, berlawanan
dengan succint atau ringkas. Succinct atau ringkas
merupakan gaya komunikasi yang tidak banyak
menggunakan ekspresi, biasanya diselingi dengan jedah
atau diam.
c. Gaya Personal dan Kontekstual
Gaya personal atau kontekstual merupakan gaya
berkomunikasi yang dilandaskan pada orientasi
komunikasi. Gaya personal memusatkan komunikasi pada
satu orang, atau individu tertentu, sedangkan pada gaya
kontekstual lebih berpusat pada peran seseorang
berkomunikasi dalam menjalin hubungan.
d. Gaya Instrumental dan Affective
Gaya komunikasi instrumental merupakan gaya komunikasi
yang berorientasi pada manfaat penggunaan bahasa oleh si
pengirim pesan atau lebih mengarah pada tujuan
berkomunikasi. Sedangkan gaya affective merupakan gaya
komunikasi yang berorientasi pada manfaat penggunaan
19
bahasa oleh si penerima pesan atau lebih menekankan pada
proses pertukaran pesan tersebut.
Ada pula macam-macam dari gaya komunikasi nonverbal,
sehingga sulit untuk dikelompokkan dalam kategori yang sederhana.
Setiap individu memiliki gaya penyampaian dan penerimaan yang
berbeda-beda, selain pengaruh yang ada, perbedaan ini juga
dipengaruhi konteks komunikasi nonverbal itu sendiri. Oleh karena
itu, untuk gaya komunikasi nonverbal, kembali pada beberapa hal
sebagai referensinya, yaitu : lingkungan, gaya nonverbal tersebut
misalnya dialek seseorang, hal lainnya yaitu privacy regulation atau
peraturan dan hak pribadi seseorang yang berlaku, proxemix atau jarak
dan ruang dalam berkomunikasi, haptics atau prilaku menyentuh,
chronemix atau kebiasaan dalam pemanfaatan waktu, communication
apprehenshion atau ketakutan dan kecemasan seseorang dalam
berkomunikasi termasuk tipe kepribadian seseorang, dan
communicator style atau gaya khas seseorang penyampai pesan. Gaya-
gaya komunikasi nonverbal tersebut muncul dan terlihat dari
penggunaan isyarat atau tanda-tanda nonverbal yang digunakan dalam
berkomunikasi. Isyarat atau tanda nonverbal tersebut akan lebih
terlihat dalam komunikasi langsung atau tatap muka.
20
3. Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Dalam Human Communication Konteks-konteks komunikasi
(Tubbs dan Moss, 1996 : 240-241), selain latar belakang orang
berkomunikasi, simbol dan kesan yang muncul dalam berkomunikasi
merupakan bagian yang penting. Simbol-simbol yang dimunculkan
oleh komunikator berpengaruh pada kesan yang terbentuk. Simbol
merupakan lambang sebagai bentuk pesan yang disampaikan oleh
komunikator, sedangkan kesan merupakan penilaian atau anggapan
yang muncul tentang hal yang muncul pertama kali. Oleh karena itu,
bagaimana seseorang menyampaikan pesan dapat mempengaruhi
proses penerimaan pesan, sehingga banyak muncul stereotype
disekitar kita.
a. Komunikasi verbal
Tubbs dan Moss (1996 : 243) menyatakan bahwa pesan
verbal merupakan semua jenis komunikasi lisan yang
menggunakan satu kata atau lebih, begitu pula menurut Alder dan
Rodman dalam Human Communication menyatakan bahwa verbal
communication adalah tindakan komunikasi yang menggunakan
kata-kata. Dalam pesan verbal, lebih menyampaikan pikiran atau
gagasan mengenai suatu hal, berbeda dengan pesan nonverbal
yang lebih mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan
kepribadian, perasaan dan emosi.
21
b. Komunikasi Non Verbal
Pesan nonverbal merupakan semua jenis pesan yang
disampaikan tanpa kata-kata atau selain dari kata yang kita
gunakan, sehingga komunikasi nonverbal adalah semua proses
komunikasi yang pesannya tidak disampaikan dengan kata-kata.
Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal antara lain yaitu intonasi,
ekspresi, gerakan, penampilan dan lainnya.
Dalam Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2004 : 101-
110), nonverbal dapat dikelompokkan kedalam beberapa bentuk,
antara lain :
1. Kinesics : yaitu kode nonverbal yang ditunjukkan oleh
gerakan-gerakan badan. Gerakan-gerakan badan bisa
dibedakan atas lima macam, yakni :
a. Emblems yaitu isyarat yang punya arti langsung pada
simbol yang dibuat oleh gerakan badan. Misalnya
mengangkat jari V yang artinya viktory atau menang,
mengangkat jempol berarti yang terbaik untuk orang
Indonesia, tetapi terjelek bagi orang India.
b. Illustrators adalah isyarat yang dibuat dengan
gerakan-gerakan badan untuk menjelaskan sesuatu,
misalnya besarnya barang atau tinggi rendahnya suatu
obyek yang dibicarakan.
22
c. Affect displays adalah isyarat yang terjadi karena
adanya dorongan emosional sehingga berpengaruh
pada ekspresi muka, misalnya tertawa, menangis,
tersenyum, sisnis dan sebagainya.
d. Regulators adalah gerakan-gerakan tubuh yang terjadi
pada daerah kepala, misalnya mengangguk tanda
setuju atau menggeleng tanda tolak.
e. Adaptory adalah gerakan badan yang dilakukan
sebagai tanda kejengkelan. Misalnya menggerutu,
mengepalkan tinju keatas meja dan sebagainya.
2. Gerakan Mata ( Eye gaze) : mata adalah alat komunikasi
yang paling berarti dalam meberikan isyarat tanpa kata.
ungkapan “pandangan mata mengundang” atau lirikan
matanya memiliki arti adalah isyarat yang ditimbulkan oleh
gerakan-gerakan mata.
3. Sentuhan (Touching) : adalah isyarat yang dilambangkan
dengan sentuhan badan. Menurut bentuknya sentuhan badan
dibagi menjadi tiga macam, yakni :
a. Kinesthetic adalah isyarat yang ditunjukkan dengan
bergandengan tangan satu sama lain, sebagai simbol
keakraban atau kemesraan.
b. Sociofugal adalah isyarat yang ditunjukkan dengan
jabat tangan atau saling merangkul.
23
c. Thermal adalah isyarat yang ditunjukkan dengan
sentuhan badan yang terlalu emosional sebagai tanda
persahabatan yang begitu intim. Misalnya menepuk
punggung karena sudah lama tidak bertemu.
4. Paralanguage : adalah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan
atau irama suara sehingga penerima dapat memahami sesuatu
dibalik apa yang diucapkan. Misalnya “datanglah” bisa
diartikan betul-betul mengundang kehadiran kita atau hanya
sekedar basa-basi saja.
5. Diam : berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga
sebagai kode nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard
menyatakan bahwa diam tidak semata-mata mengandung arti
bersikap negatif, tetapi bisa juga melambangkan sikap positif.
6. Postur tubuh : Well dan Siegel membagi bentuk tubuh
menjadi tiga macam, yaitu : pertama tubuh bertipe
ectomorphy dilambangkan sebagai orang yang punya sikap
ambisius, pintar, kritis dan sedikit cemas. Kedua tubuh bertipe
mesomorphy dilambangkan sebagai pribadi yang cerdas,
bersahabat, aktif dan kompetitif. Ketiga tubuh bertipe
endomorphy digambarkan sebagai pribadi yang humoris,
santai dan cerdik.
24
7. Kedekatan dan Ruang (Proximity and spatial) : proximity
adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua
obyek yang mengandung arti.
8. Artifak dan Visualisasi : artifak adalah hasil kerajinan
manusia (seni), baik yang melekat pada diri manusia maupun
yang ditunjukkan untuk kepentingan umum. Selain untuk
kepentingan estetika, juga untuk menunjukkan status atau
identitas diri seseorang atau suatu bangsa. Misalnya baju, topi,
pakaian dinas, cincin, gelang, alat transportasi, alat rumah
tangga, arsitektur, monumen, patung dan sebagainya.
9. Warna : warna juga memberi arti terhadap suatu obyek.
Misalnya bendera-bendera nasional yang sering dilambangkan
dengan warna-warni.
10. Waktu : waktu mempunyai arti sendiri dalam kehidupan
manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu
pekerjaan seringkali melihat waktu. Misalnya membangun
rumah, menanam padi, melaksanakan perkawinan, membeli
sesuatu dan sebagainya.
11. Bunyi : bunyi-bunyian yang dilakukan sebagai tanda isyarat
yaitu bersiul, bertepuk tangan, bunyi terompet, letusan
senjata, beduk, tambur, sirine, dan sebagainya yang
dimaksudkan untuk mengatasi jarak yang jauh dan
menyatakan perintah untuk orang banyak.
25
12. Bau : bau juga menjadi kode nonverbal. Selain digunakan
untuk melambangkan status seperti kosmetik, bau juga bisa
dijadikan sebagai penunjuk arah. Misalnya posisi bangkai,
bau karet terbakat dan semacamnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah
untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki.
Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan
interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku dalam masyarakat serta
situasi-situasi tertentu, temasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,
sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang
berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Secara harfiah, metode deskriptif merupakan metode penelitian
untuk mebuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga metode
ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar belaka. Disini kerja
26
peneliti bukan saja memberikan gambaran terhadap fenomena-fenomena,
tetapi juga menerangkan hubungan, menguji hipotesa-hipotesa, membuat
prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang
ingin dipecahkan (Nazir, 1988 : 63-64).
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini direncanakan dapat berlangsung
pada bulan Juni 2011 di Yogyakarta.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data melalui
tanya jawab dengan daftar pertanyaan yang berisi pokok-pokok
masalah terhadap pihak-pihak yang sengaja dipilih. Jenis
wawancara yang digunakan adalah wawancara tak berstruktur,
jenis fleksibel, susunan pertanyaan dan kata-kata dalam tiap
pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara. Wawancara ini
mirip percakapan informal dan menemukan apa yang orang
pikirkan dan rasakan mengenai peristiwa (Mulyana, 2001:180).
27
b. Observasi
Penelitian ini dilakukan dengan jalan pengamatan langsung
dilapangan. Dalam penelitian ini pengamatan dilakaukan secara
aktif, yaitu : bertindak aktif tidak hanya mengamati, tetapi
dalam keadaan tertentu berbicara, berkelakar, dan sebagainya,
peran aktif demikian sangat diharapkan untuk mendapatkan
data (Moleong, 1999:132). Meskipun diyakini betapapun
banyaknya informasi yang dikatakan informan, tetapi tidak
akan mampu menggambarkan situasi secara keseluruhan.
Tetapi observasi tetap perlu dilakukan untuk mengamati
peristiwa-peristiwa secara alamiah. Observasi yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu : dengan partisipan, peneliti ikut
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Observasi dilakukan untuk cross data wawancara data tertulis
dengan situasi rill/yang sebenarnya terjadi (Moleong,
1999:136). Dari observasi ini yang menunjukkan data yang
sama dengan wawancara dan data tertulis, diyakini peneliti,
akumulasi data dapat dipertanggungjawabkan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data-data yang berupa tulisan, gambar,
rekaman, video dan lainnya. Data tersebut dapat berupa
dokumen resmi atau dokumen lain yang berkaitan dengan
28
subjek penelitian tersebut, baik data primer yaitu data yang
ditulis langsung oleh pelaku peristiwa atau data sekunder, yaitu
data yang dilaporkan orang lain yang langsung berhubungan
dengan kelompok tersebut. Dokumnetasi tersebut juga
berfungsi sebagai salah satu acuan dalam menentukan validitas
data (Moleong, 1999 :144).
4. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah orang-orang yang dapat memberikan
informasi selengkapnya, yang berkaitan dengan informasi masalah
tersebut (Nasution, 1992:99). Informan penelitian adalah orang yang
dianggap dan dipercaya dapat memberikan informasi mengenai
penelitian, yaitu wanita-wanita bercadar dari Manhaj Salafi dan
masyarakat umum atau orang-orang disekitarnya yang berhubungan
secara langsung dengan wanita-wanita bercadar dari Manhaj Salafi.
Wanita-wanita bercadar dari manhaj salafi yang di jadikan informan
tersebut antara lain yaitu Lia ummu Usamah ‘Aliyyah, Otty Diah
ummu Zaidan dan Amin Hidayati ummu Fathimah. Sedangkan yang
dijadikan sebagai informan dari orang-orang disekitar wanita-wanita
bercadar diatas adalah orang yang berhubungan secara langsung
dengan mereka, informan-informan tersebut antara lain yaitu Kiki
sebagai teman pengajian Lia ummu Usamah ‘Aliyyah, Mamik Purwati
29
sebagai tetangga Otty Diah ummu Zaidan, dan Ibu Sri sebagai tetangga
Amin Hidayati ummu Fathimah.
5. Teknik Pengambilan Data Informan Penelitian
Teknik yang digunakan adalah teknik Snowball Sampling
(pengambilan sampel seperti bola salju), yaitu teknik yang dimulai dari
beberapa orang yang memenuhi kriteria untuk dijadikan anggota
sampel, dimana mereka menjadi sumber informasi tentang orang lain
yang juga dapat dijadikan anggota sampel, sampai jumlah anggota
sampel yang diinginkan terpenuhi (Irawan Soehartono, 1995:63)
Informan dalam penelitian ini yaitu wanita-wanita bercadar yang
merupakan kelompok bermanhaj salafi yang tidak mudah ditemui,
sehingga teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
Snowball Sampling.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis, lisan
atau perilaku yang dilakukan dari orang-orang yang terlibat dalam
penelitian ini (Moleong, 2002:103).
30
a. Pengumpulan Data.
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data sesuai dengan teknik-
teknik pengumpulan data yang digunakan. Yaitu dengan
menggunakan teknik berupa wawancara mendalam, observasi, serta
dokumentasi dan studi pustaka untuk mengumpulkan data.
Pengumpulan data ini diperoleh pada saat penelitian.
b. Reduksi Data
Setelah mendapatkan data-data, maka data tersebut dibaca,
dipelajari dan ditelaah secara seksama, kemudian diambil sesuai
kebutuhan peneliti. Langkah selanjutnya kemudian melakukan
pemilahan, pengkategorian, penyederhanaan dan pemusatan data
yang ada dilapangan yang relevan dengan permasalahan penelitian
(mereduksi data). Reduksi data ini dilakukan dengan jalan
membuat abstraksi, yaitu usaha untuk membuat rangkuman yang
inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga
tetap didalamnya.
c. Penyajian Data
Langkah selanjutnya adalah menggambarkan fenomena atau
keadaan sesuai dengandata yang telah direduksi dalam bentuk
deskriptif naratif.
d. Kesimpulan
Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan dari hasil
pemikiran dengan jalan melakukan perbandingan mengenai
31
kenyataan dilapangan dengan teori berdasarkan data yang telah
didapat.
7. Uji Validitas Data
Teknik yang digunakan dalam uji validitas data dalam penelitian
ini yaitu Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi yamg
digunakan adalah triangulasi sumber. Menurut Patton (dalam Moleong,
2002:178) triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda dalam metode kualitatif.
Triangulasi sumber dapat dicapai dengan jalan sebagai berikut :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang sperrti rakyat biasa, orang yang
berpendididkan menengah atau tinggi, orang berada, orang
pemerintahan.
32
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isu suatu dokumen yang
berkaitan.
Teknik triangulasi sumber yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara. Teknik ini dipilih karena dilihat lebih tepat atau cocok dengan
tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan data yang valid sebagai
sumber data penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini secara keseluruhan akan disajikan dalam
sistematika penulisan yang terbagi menjadi empat bab, yaitu :
Bab satu, berisi dengan pendahuluan yang memuat uraian yang
akan menggambarkan permasalahan yang akan diteliti. Bab ini memuat
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, kerangka teori yang memuat teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan penelitian untuk dijadikan landasan dalam
penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab dua, berisi gambaran tentang wanita bercadar bermanhaj salafi
dalam sejarah dan fakta.
Bab tiga, akan membahas tentang hasil penelitian yakni penyajian
data dan pembahasan dari data yang diperoleh dan dianalisa sehingga
dapat dihasilkan suatu kesimpulan.