BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan...

17
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad serah terima antara pria dan wanita untuk membentuk keluarga yang abadi serta menjadi pasangan yang dapat hidup dengan bahagia. 1 Ada suatu pernyataan yang dicetuskan menurut Zakiyyah Darajat beserta teman-temannya yang memberikan arti dari perkawinan sebagai”akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah atau tazwij atau semakna keduanya”. 2 Perkawinan merupakan salah satu aspek yang penting dalam keberlangsungan kehidupan manusia, bagi setiap manusia normal perkawinan itu menjadi kebutuhan dasar (basic demand). Jika seseorang hidup tanpa perkawinan, kehidupannya kurang sempurna serta menyalahi fitrahnya sebagai manusia. Sebagaimana Allah SWT, yang telah menciptakan seluruh makhluk yang berada di muka bumi ini saling berpasang-pasangan. 3 Adapun hal ini sesuai dengan Q.S Az- Zariyat ayat 49, yaitu: ٤٩ - َ َ ُ وْ نَ وَ ِ ْ ُ ّ ِ َ ْ ءٍ َ َ ْ َ زَ وْ َ ﯿْ ِ َ َ ُ ْ “Dan segala sesuatu yang telah kami ciptakan itu berpasang-pasangan agar kalian mengingat (kebesaran Allah)”. 4 Dari makhluk yang telah diciptakan berpasang-pasangan inilah Allah SWT menjadikan manusia berkembang biak untuk melanjutkan kehidupan dari keturunan ke keturunan selanjutnya. 5 Perkawinan merupakan ibadah paling lama dan unik dalam pelaksanaanya, penyatuan ikatan suci tersebut dilakukan antara pria 1 Sohari,Sahrani, Fikih Munakahat”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), hlm. 8. 2 Zakiyyah Darajat, dkk., Ilmu Fiqh”, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), Jilid II hlm. 48. 3 Mardi Candra, “Aspek Perlindungan Anak Indonesia (Analisis tentang Perkawinan di Bawah Umur)”, (Jakarta: Kencana, 2018), cet. Ke-1, hlm. 22-23. 4 Quran Kemenag RI 5 Abdul Rahman Ghazaly, “Fiqh Munakahat”, cet. Ke-8, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2019), hlm. 9.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan adalah akad serah terima antara pria dan wanita untuk

membentuk keluarga yang abadi serta menjadi pasangan yang dapat hidup dengan

bahagia.1 Ada suatu pernyataan yang dicetuskan menurut Zakiyyah Darajat beserta

teman-temannya yang memberikan arti dari perkawinan sebagai”akad yang

mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz nikah

atau tazwij atau semakna keduanya”.2

Perkawinan merupakan salah satu aspek yang penting dalam

keberlangsungan kehidupan manusia, bagi setiap manusia normal perkawinan itu

menjadi kebutuhan dasar (basic demand). Jika seseorang hidup tanpa perkawinan,

kehidupannya kurang sempurna serta menyalahi fitrahnya sebagai manusia.

Sebagaimana Allah SWT, yang telah menciptakan seluruh makhluk yang berada di

muka bumi ini saling berpasang-pasangan.3 Adapun hal ini sesuai dengan Q.S Az-

Zariyat ayat 49, yaitu:

٤٩ - مكلعل نیجوز انقلخ ءيش لك نمو نوركذت

“Dan segala sesuatu yang telah kami ciptakan itu berpasang-pasangan agar kalian mengingat (kebesaran Allah)”.4

Dari makhluk yang telah diciptakan berpasang-pasangan inilah Allah SWT

menjadikan manusia berkembang biak untuk melanjutkan kehidupan dari

keturunan ke keturunan selanjutnya.5 Perkawinan merupakan ibadah paling lama

dan unik dalam pelaksanaanya, penyatuan ikatan suci tersebut dilakukan antara pria

1 Sohari,Sahrani, “Fikih Munakahat”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2010), hlm. 8. 2 Zakiyyah Darajat, dkk., “Ilmu Fiqh”, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), Jilid II

hlm. 48. 3 Mardi Candra, “Aspek Perlindungan Anak Indonesia (Analisis tentang Perkawinan di

Bawah Umur)”, (Jakarta: Kencana, 2018), cet. Ke-1, hlm. 22-23. 4 Quran Kemenag RI 5 Abdul Rahman Ghazaly, “Fiqh Munakahat”, cet. Ke-8, (Jakarta: Prenadamedia Grup,

2019), hlm. 9.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

dan wanita perlu memperhatikan kematangan dan kemampuan fisik dan mental,

apabila hal tersebut diperhatikan akan menentukan salah satunya terhadap

keberhasilan dalam berumah tangga.

Adapun rukun dan syarat sahnya perkawinan, yaitu adanya calon mempelai

suami, calon mempelai istri, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan qobul. Menurut

Hukum Islam perkawinan dianggap sah apabila telah terpenuhi rukun dan syarat

sahnya perkawinan, namun tidak demikian apabila perkawinan tersebut

dihubungkan dengan ketentuan yang telah diatur pada Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan Pasal 7 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

“Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun”.

Dapat diartikan, apabila seseorang yang hendak melaksanakan perkawinan

harus berdasarkan Undang-Undang yang berlaku, yaitu 19 tahun baik pria dan

wanita. Diperkuat juga dalam pasal 15 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam sebelum

dilakukannya Judicial Review yang menyatakan bahwa: “Untuk kemaslahatan

keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai

yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan

calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.

Bila merujuk kepada Al-Quran dan Hadits, tidak akan ditemukan aturan

mengenai batasan usia minimal bagi seseorang untuk dapat melaksanakan

perkawinan. Tetapi dalam agama Islam memahami istilah “ba’ah” atau

kemampuan menjadi acuan bagi orang yang hendak melaksanakan perkawinan.

Istilah ba’ah dalam perkawinan, yaitu kemampuan dalam berbagai soal, seperti

kemampuan memberikan nafkah lahir dan batin terhadap istrinya, atau juga

kemampuan menahan amarah terhadap diri sendiri. Apabila kemampuan itu mampu

dimiliki, maka syariat Islam memperbolehkan bagi orang tersebut untuk

melaksanakan perkawinan. Tetapi, apabila belum mampu, hendaklah berpuasa

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

dahulu sebab dengan berpuasa dapat meredakan hasratnya.6 Sebagaimana

Rasulullah SAW bersabda:

جوزتیلف ةءابلا مكنم عاطتسا نم بابشلا رشعم ای صلى الله عليه وسلم الله لوسر انل لاق صلى الله عليه وسلم دوعسم نب الله دبع نع

ءاجو ھل ھنإف موصلاب ھیلعف عطتسی مل نمو جرفلل نصحأو رصبلل ضغأ ھنإف

“Wahai sekalian para pemuda, siapa diantara kalian yang telah mempunyai kemampuan maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang belum mampu, maka hendaklah baginya berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat meredakan nafsunya” (HR. Bukhari-Muslim).7 Adanya pembatasan usia minimal ini diharapkan tujuan perkawinan dapat

terealisasikan dengan baik, terhindar dari perpisahan serta dapat memperoleh anak

cucu yang diharapkan, yaitu sehat jasmani dan rohani, karena apabila perkawinan

dijalankan oleh pasangan yang telah memiliki kemampuan baik lahir maupun

bathin setidaknya dalam menghadapi suatu permasalahan tidak akan emosi

berlebihan dan dapat menyelesaikan dengan kepala dingin. Selain itu juga, dengan

pembatasan usia minimal perkawinan dapat menahan naiknya kelahiran anak serta

pertambahan masyarakat.8 Selain itu juga dapat menurunkan banyak resiko pada

ibu dan anak.

Dikalangan masyarakat Indonesia, batasan usia minimal perkawinan pada

Undang-Undang Perkawinan ini memang menimbulkan pro dan kontra sehingga

masyarakat mengalami dilematika apalagi setelah diubahnya batasan usia minimal

perkawinan menjadi 19 tahun bagi pria dan wanita. Dengan adanya perubahan

menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 mengenai batasan usia minimal

perkawinan khususnya pada Pasal 7 ayat (1) yang semula batasan usia minimal bagi

perempuan 16 (enam belas) tahun setelah dirubah menjadi 19 (sembilan belas)

tahun, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan perkawinan usia dini yang telah

ditentukan masih tetap akan terjadi, karena realitas yang terjadi di masyarakat

6 A, Zuhdi Muhdlor, “Memahami Hukum Perkawinan” , (Bandung: al-Bayan, 1995), cet.

Ke-2, hlm. 23. 7 HR. Al-Bukhari (no. 5066) Kitab an-Nikaah. 8 Ahmad Rofiq, “Hukum Perdata Islam di Indonesia”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),

hlm. 59.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

cukup bertolak belakang dengan peraturan yang diharapkan sebagai solusi yang

dapat menyelesaikan permasalahan terhadap perkawinan usia dini, serta berbagai

masalah yang berhubungan dengan permasalahan perkawinan.

Dalam prakteknya, masih ada cerita masyarakat di Indonesia yang

melakukan perkawinan dibawah usia, dan bertolak belakang dengan apa yang telah

ditentukan dalam Undang-Undang. Sebagaimana yang terjadi di Kecamatan

Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat, informasi ini diperoleh langsung dari

Bapak Ruhyan Soleh selaku Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan

Sindangkerta. Menurutnya bahwa di wilayah Kecamatan Sindangkerta masih

ditemukan pasangan calon pengantin yang kurang usia dari ketentuan dalam

Undang-Undang.9 Namun jumlah tersebut tidak signifikan jika dibandingkan

dengan yang melakukan perkawinan diatas usia yang telah ditentukan oleh

pemerintah, yaitu sebanyak 467 pasang.

Bahwa ternyata setelah melakukan penelitian memang belum ada sosialisasi

secara besar-besaran, tetapi dengan melihat jumlah perkawinan yang terjadi di

Kantor Urusan Agama Kecamatan Sindangkerta bahwa masih banyak yang

melakukan perkawinan diatas usia daripada yang melakukan perkawinan dibawah

usia sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang

Perubahan Usia Perkawinan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang,

walaupun masih ada faktor-faktor yang menjadi penghambat tingkat kesadaran

hukum masyarakat.

Indonesia merupakan negara hukum, supaya suatu peraturan itu berjalan

sebagaimana mestinya salah satunya yaitu, dengan meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat supaya mematuhi suatu peraturan perundang-undangan yang belaku

khususnya mengenai batasan minimal usia perkawinan.

Untuk mengatasi kesadaran hukum masyarakat mengenai batasan usia

minimal perkawinan supaya perkawinan dibawah usia berkurang bahkan tidak

terjadi lagi perlunya berbagai elemen untuk membantu meningkatkan kesadaran

9 Hasil Wawancara Bersama Bapak Ruhyan Soleh pada tanggal 16 Oktober 2020.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

hukum pada masyarakat baik dari pemerintah, pendidik, tokoh agama dan

masyarakat itu sendiri.

Kesadaran hukum yang bagus dapat dilihat dari masyarakat yang mematuhi

suatu peraturan yang berlaku.10 Oleh karena itu, apakah masyarakat di Kecamatan

Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat sudah memiliki tingkat kesadaran hukum

yang baik ataukah belum?

Dari masalah di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut hal tersebut,

penulis mengambil judul penelitian “Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat di

Kecamatan Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat Sejak Pemberlakuan

Perubahan Usia Perkawinan Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa faktor pendukung kesadaran hukum masyarakat sejak pemberlakuan

perubahan usia perkawinan menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan?

2. Bagaimana faktor penghambat kesadaran hukum masyarakat sejak

pemberlakuan perubahan usia perkawinan di Kecamatan Sindangkerta,

Kabupaten Bandung Barat?

3. Bagaimana tingkat kesadaran hukum masyarakat di Kecamatan Sindangkerta

Kabupaten Bandung Barat sejak pemberlakuan perubahan usia perkawinan

menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan?

10 Hamda Sulfinadia, “Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat Studi Atas

Pelanggaran Peraturan Perundang-undangan Tentang Perkawinan”, (Sleman: CV Budi Utama, 2020), hlm. 10.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor pendukung kesadaran hukum masyarakat sejak

pemberlakuan perubahan usia perkawinan menurut Pasal 7 Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1

Tentang Perkawinan.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat kesadaran hukum masyarakat sejak

pemberlakuan perubahan usia perkawinan di Kecamatan Sindangkerta,

Kabupaten Bandung Barat.

3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat di Kecamatan

Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat sejak pemberlakuan perubahan usia

perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Diharapkan dapat berguna dalam perkembangan ilmu hukum keluarga

khususnya kajian kepenghuluan dalam bidang batasan usia minimal

perkawinan.

b. Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi masyarakat di bidang

hukum keluarga.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan pengetahuan mengenai kondisi sosial yang terjadi di masyarakat

pasca pemberlakuan peraturan ini.

b. Diharapkan dapat menjadi bahan tambahan bagi mahasiswa yang akan

melakukan penelitian berhubungan dengan batasan usia minimal perkawinan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

E. Tinjauan Pustaka

Adapun skripsi yang membahas tentang Batas Usia Perkawinan sudah

sangat banyak diantaranya yaitu:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nisa Ikhlasiyah, “Tinjauan

Yuridis Terhadap Penetapan Batas Minimal Usia Dalam Perkawinan Menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dihubungkan Dengan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak”. Hasil

penelitiannya mengungkapkan bahwa bagaimana tinjauan yuridis dan sosiologis

kepada anak yang melakukan perkawinan dibawah batas usia yang telah diatur.

Tujuannya agar mengetahui tinjauan yuridis dan sosiologis kepada anak yang

melakukan perkawinan dibawah usia yang telah ditentukan kemudian dihubungkan

dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan

perlindungan bagaimana terhadap anak yang melaksanakan perkawinan dibawah

usia yang telah ditentukan. 11

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ujang Firmansyah, “Implementasi

Mashlahah Mursalah dalam Pembatasan Usia Nikah Menurut Undang-Undang

Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak Serta Harmonisasinya”. Hasil penelitiannya

mengungkapkan bahwa terdapat poin-poin kemaslahatan atau kebaikan dalam

kedua peraturan mengenai pembatasan usia perkawinan, yaitu salah satunya supaya

terhindar dari perceraian.12

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Rizel Juneldi, “Analisis Pasal 7 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Menurut Perspektif Hukum

11 Nisa Ikhlasiyah, “Tinjauan Yuridis Terhadap Penetapan Batas Minimal Usia Dalam

Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak”, Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, (2018).

12 Ujang Firmansyah, “Implementasi Mashlahah Mursalah dalam Pembatasan Usia Nikah Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Serta Harmonisasinya”, Thesis Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, (2014).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

Perkawinan Islam”. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa apa yang

melatarbelakangi perubahan batasan usia minimal dari Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, khususnya pada

Pasal 7 ayat (1). Sebagaimana kita mengetahui di Undang-Undang Perkawinan

sebelumnya terdapat adanya diskriminasi antara seorang laki-laki dan seorang

perempuan mengenai boleh melakukan perkawinan. Dan apabila ditinjau dari

perspektif hukum perkawinan Islam bahwasannya tidak ada nash yang jelas

mengatur mengenai batasan usia minimal dapat melakukan perkawinan. Namun,

dengan adanya perubahan mengenai penambahan usia dapat melakukan

perkawinan tidak lain hanya untuk kemaslahatan khususnya bagi kedua pihak.13

F. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan suatu pernyataan mengenai konsep

pemecahan suatu masalah yang telah dirumuskan atau diidentifikasi.14

1. Teori Kesadaran Hukum

Kesadaran hukum merupakan proses psikis yang ada di dalam diri

manusia yang kemungkinan tampak dan kemungkinan pula tidak tampak.

Penekanan kesadaran hukum adalah nilai-nilai mengenai fungsi hukum itu

sendiri dan bukan suatu penilaian hukum terkait peristiwa yang nyata pada

masyarakat tertentu.

Kesadaran hukum memiliki hubungan dengan kepatuhan pada hukum.

Semakin bagusnya kesadaran hukum pada seseorang, maka bagus pula

kepatuhan terhadap hukumnya. Tetapi apabila kesadaran hukumnya rendah,

maka akan terjadi pelanggaran hukum, dengan bermacam bentuk pelanggaran,

serta kerugian bagi pihak yang melanggar.Pemahaman dan pengetahuan pada

masyarakat terhadap hukum akan berpengaruh terhadap kesadaran hukum.15

13 Rizel Juneldi, “Analisis Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Menurut Perspektif Hukum Perkawinan Islam”, Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, (2020).

14 Iwan Hermawan, “Metode Penelitian Pendidikan (Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed Methode”, (Kuningan: Hidayatul Quran, 2019), Cetakan Pertama, hlm. 126.

15 Hamda Sulfinadia, Op. Cit. hlm. 12.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

Kesadaran hukum merupakan unsur mental yang berada di dalam diri

setiap manusia. Kesadaran hukum dapat diukur dengan beberapa indicator,

yaitu: pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikaf hukum, pola perilaku

hukum, dan rasa terikat serta terdorong untuk melaksanakan demi hukum.16

Adapun kepatuhan seseorang dapat dilihat dari Firman Allah SWT

dalam Quran Surat An-Nisa ayat 59, yaitu:

ª ىلا هودرف ءيش يف متعزانت ناف مكنم رملاا ىلواو لوسرلا اوعیطاو ª اوعیطا اونما نیذلا اھیای

٥٩ - لایوأت نسحاو ریخ كلذ رخلاا مویلاو ±اب نونمؤت متنك نا لوسرلاو

“Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul utusan Allah (Muhammad), dan ulil amri (pemerintah) diantara kamu. Maka, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul Allah (Haditsnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang deminikan itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”17

Ayat ini menyeru kepada orang-orang yang beriman supaya mematuhi

terhadap aturan Allah SWT hadits Rasulullah SAW. dan ulil amri atau

pemerintahlm. Salah satu aturan yang dibuat oleh pemerintah, yaitu mengenai

Batasan minimal usia perkawinan yang terdapat dalam Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

2. Teori Ijma

Dalam Langkah penentuan minimal usia perkawinan atas dasar

maslahah mursalahl. Namun apabila dikaitkan dengan sifatnya, yaitu ijtihadi

karena batasan minimal usia perkawinan tidak dijelaskan dalam nash.18

Ijtihad merupakan suatu kegitan yang mana dilakukan oleh ahli fikih

guna mendapatkan hukum tingkat zanny. Gerbang ijtihad untuk orang yang

16 Hamda Sulfinadia, Op. Cit. hlm. 10. 17 Quran Kemenag RI 18 Ibid, hlm. 188.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

memahami fiqh terbuka luas dengan pertimbangan bahwasannya hukum-

hukum yang ada pada nash terbatas, sedangkan aktivitas manusia itu terus

menerus tanpa ada batas maka tidak mungkin dikembalikan dari yang tanpa

batas terhadap yang terbatas.19

Ijma merupakan metode ijtihad dengan cara bermusyawarah untuk

menghasilkan mufakat yang dilakukan oleh semua mujtahid setelah Nabi

Muhammad SAW wafat dalam suatu masalah yang belum diketahui hukumnya

di dalam nash baik Al-Quran maupun Hadits. Definisi ijma menurut jumhur

ulama, yaitu:

يعرش مكح ىلع ھتافو دعب روصعلا نم رصع ف م.ص دمحم ةمأ نم نیدھتجملا قافتا وھ عامجلإا

“Ijma adalah kesepakatan para mujtahid dari umat Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya pada suatu masa terhadap sesuatu hukum syara”20

Mewujudkan rumah tangga sejahtera adalah impian setiap

pasangan yang akan membangun sebuah rumah tangga. Aspek penting yang

akan berpengaruh terhadap rumah tangga seseorang salah satunya, yaitu dari

segi usia. Maka dari itu pemerintah berani membuat aturan mengenai batasan

minimal usia perkawinan, aturan tersebut bertujuan agar terciptanya maslahat

bagi kedua kedua belah pihak yang hendak membangun rumah tangga.

Dalam arti luas perkawinan dapat diartikan sebagai suatu

kesepakatan antara seorang pria dan seorang wanita saling memautkan diri

untuk membangun rumah tangga sebagai satu keluarga.21 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mendefinisikan perkawinan sebagai

ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal dengan

bersandar pada Ketuhanan Yang Maha Esa.22

19 Juhaya S.Praja, “Teori Hukum dan Aplikasinya”, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011),

hlm. 69. 20 Abdullah, Safe”i, “Ushul Fiqh”, (Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan UIN SGD

Bandung, 2018), Cet. Ke- 1, hlm. 115-116. 21 Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi Pusat Kajian Hukum,

Gender, Masyarakat-Fakultas Hukum, UGM ICJR, Kalyanamitra, Ecpat Indonesia, “Naskah Akademik RUU Perubahan UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, (Jakarta: Ecpat Indonesia, 2019), hlm. 6.

22 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

Masyarakat di Indonesia pada umumnya institusi keluarga dan

perkawinan dianggap hal yang penting. Namun dari tujuan perkawinan itu

sendiri diartikan dengan bermacam-macam makna, tidak selalu sama dengan

yang diharapkan dalam Undang-Undang Perkawinan. Perihal ini terlihat masih

banyaknya pelaksanaan perkawinan dengan tujuan yang sangat luas, misalnya

kepentingan orang tua dalam menstabilkan ekonomi supaya dapat menaikkan

status sosial pasangan atau keluarga. Segi ekonomi tidak hanya menjadi alasan

dari pasangan yang akan melakukan perkawinan melainkan alasan utama dari

pihak keluarga pasangan untuk menikahkan anak atau kerabat keluarganya.

Aspek tersebut dapat mempengaruhi terhadap peristiwa terjadinya praktik

perkawinan pada anak usia dini dan perkawinan yang tidak dicatat.23

Pengaturan batasan minimal usia perkawinan seperti yang telah

diatur di dalam Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dianggap berlawanan dengan UUD

Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan HAM (Hak

Asasi Manusia), khususnya hak anak. Pasal 7 tersebut memberi anggapan

bahwa dibolehkannya perkawinan dini. Hal ini diperkuat dengan adanya

Putusan MK Nomor 22/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa Pasal 7 ayat

(1) frasa usia “16 (enam belas) tahun” Undang-Undang tentang Perkawinan

berlawanan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum

mengikat. Dalam Amar Putusan menyatakan bahwa MK memerintahkan

pembentuk Undang-Undang dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun

sejak putusan tersebut ditetapkan untuk melakukan perubahan terhadap

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.24

Kini, pengaturan mengenai batasan usia minimal perkawinan yang

dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019

Pasal 7 ayat 1 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

23 Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi Pusat Kajian Hukum,

Gender, Masyarakat-Fakultas Hukum, UGM ICJR, Kalyanamitra, Ecpat Indonesia, Op. Cit. hlm. 6. 24 Ibid, hlm. 2.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya diizinkan

apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun.”25

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 baru disahkan pada tangga

14 Oktober 2019, sedangkan baru diundangkan pada tanggal 15 Oktober 2019.

Batasan minimal usia boleh melakukan perkawinan pada Undang-Undang

tersebut, yaitu pada usia 19 (sembilan belas) tahun. Terkait Undang-Undang

tentang Perkawinan yang baru diamandemen pada 2019 karena hal ini

merupakan salah satu pengembangan hukum Islam dan batasan usia merupakan

ijtihadi. Para ulama berbeda pendapat karena dalam Al-Quran tidak dijelaskan

batasannya usia berapa begitu juga dalam Hadits sama. Ini merupakan lahan

ijtihad para ulama.

Di dalam hukum Islam atau dalam hukum positif itu perlunya

unifikasi hukum atau keseragaman hukum, harus dilihat dari berbagai aspek

salah satunya secara psikologis, sosiologis dan aspek-aspek yang lain. Oleh

karena itu, undang-undang tentang Perkawinan baru diamandemen pada tahun

2019.

25 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Batas minimal usia perkawinan

UU No 1/1974 ttg Perkawinan

UU No 16/2019 ttg Perubahan atas UU No

1

/1974

Naskah akademik perubahan

usia perkawinan

L/P

19 Tahun Pendukung Penghambat

Kesadaran

Masyarakat

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

G. Langkah-langkah Penelitian

a. Metode Penelitian

Istilah “deskriptif” berasal dari istilah bahasa Inggris to describe yang

berarti memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi,

situasi, peristiwa, kegiatan dan lain-lain. Penelitian deskriptif adalah penelitian

yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang

sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.26

Metode penelitian deskriptif , yaitu sebuah metode yang digunakan untuk

menggambarkan beragam fenomena dan fakta-fakta yang ada di masyarakat

dengan menggali secara lebih dalam terhadap pemberlakuan perubahan usia

perkawinan menurut pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.27 Kemudian

metode ini dikembangkan dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis, yaitu

dengan memaparkan data (deskriptif analisis) tentang kesadaran hukum masyarakat

terhadap pemberlakuan perubahan usia perkawinan menurut Pasal 7 Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

1 Tentang Perkawinan.

b. Lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang penulis pilih di Kecamatan Sindangkerta Kabupaten

Bandung Barat. Alasan penulis memilih lokasi ini karena masih ada masyarakat

yang mengetahui dan memahami tentang perubahan terkait batasan usia minimal

perkawinan yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tentang Perkawinan, pada saat hendak

mendaftarkan perkawinannya di KUA.

26 Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2019), hlm. 3.

27 Beni Ahmad Saebani, “Metode Penelitian Hukum”, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), hlm. 57.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

c. Sumber Data

Sumber data di dalam penelitian adalah subjek yang dari mana data itu dapat

diperoleh. Apabila dalam penelitian menggunakan kuesioner ataupun wawancara

dalam pengumpulan datanya, maka sumber data itu disebut dengan responden,

yaitu orang yang memberi jawaban atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti, baik pertanyaan secara tertulis maupun secara lisan.

Apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa

berupa benda, gerak atau proses terjadinya sesuatu. Apabila peneliti menggunakan

dokumentasi, maka dokumen atau catatlah yang menjadi sumber data.28

Sumber data ada dua macam yaitu primer dan sekunder:

1. Sumber Primer

Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang

diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek

yang sudah jelas dapat dipercaya serta dapat dipertanggung jawabkan

kebenarannya, dalam hal ini subjek penelitian (informan) yang berkenaan

dengan masalah yang diteliti.29

Sumber data primer, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan

Sindangkerta, Pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Sindangkerta,

Tokoh Masyarakat, dan Masyarakat di Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten

Bandung Barat.

2. Sumber Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

grafis, (seperti table, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-foto, film,

28 Suharsimi Arikunto, Op. Cit. hlm. 172. 29 Ibid, hlm. 22.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

rekaman video, rekaman suara, dan lain-lain yang dapat memperkaya sumber

data primer.30 Sumber data sekunder, yaitu Al- Quran, Hadits, Undang-Undang

Perkawinan, buku, karya ilmiah, dan internet yang berkaitan dengan penelitian

ini.

d. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian merupakan jawaban atas

pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskandan

pada tujuan yang telah ditentukan. Maka dari itu, jenis data tersebut diklasifikasi

harus sesuai dengan butir-butir pertanyaan yang telah diajukan, dan terhindar dari

jenis data yang tidak relevan dengan pertanyaan tersebut walaupun dapat saja

dijadikan penambahan sebagai pelengkap.31

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka.32

Data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu jenis data kualitatif. Data-data

yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan litelatur baik dari

buku-buku atau karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penelitian ini.

Menurut teori penelitian kualitatif, agar penelitiannya berkualitas, maka data yang

dikumpulkan haruslah lengkap, yaitu baik dari data primer dan data sekunder.33

e. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data itu tergantung pada jenis dan sumber data yang

diperlukan.34 Adapun teknik pengumpulan data yang akan dipakai dalam penelitian

ini, yaitu:

30 Suharsimi Arikunto, Op. Cit. hlm. 22. 31 Cik Hasan Bisri, “Penuntun Penyusunan Rencana Penelitian dan Penulisan Skripsi

Bidang Ilmu Agama Islam”, (Jakarta: PT. RajaGrapindo Persada, 2003), hlm. 63. 32 Ibid, hlm. 161. 33 Ibid, hlm. 21-22. 34 Cik Hasan Bisri, Op. Cit. hlm. 65.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

1. Pengamatan

Pengamatan (observasi) merupakan suatu teknik dalam pengambilan

data secara langsung terhadap keadaan atau fenomena yang terdapat

dilapangan. Di dalam penelitian pengamatan (observasi) dpat dilakukan

dengan tes, kuesioner, rekaman gambar, rekaman suara.

2. Wawancara

Wawancara atau dapat juga disebut interviu adalah sebuah

percakapan yang dilakukan antara pemberi jawaban (narasumber) dan

penanya, dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada narasumber untuk

memperoleh informasi. Adapun narasumber penelitian, yaitu Kepala Kantor

Urusan Agama Kecamatan Sindangkerta, Pegawai Kantor Urusan Agama

Kecamatan Sindangkerta, Tokoh Masyarakat di Kecamatan Sindangkerta,

Tokoh Agama di Kecamatan Sindangkerta dan Masyarakat di Kecamatan

Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi asal katanya dari dokumen, yang artinya barang-

barang tertulis.35 Studi Dokumentasi merupakan metode untuk pengumpulan

data, yang data tersebut bersumber dari buku-buku, karya ilmiah, dokumen,

atau internet yang dapat membantu penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data kualitatif berbentuk deskriptif, sehingga apabila data

semua terkumpul, selanjutnya melakukan analisis. Adapun untuk melakukan

analisis ada beberapa tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Menelaah data yang telah dikumpulkan, data disini bersumber dari Al-

Quran, Hadits, Undang-Undang, buku-buku, jenis tulisan ilmiah dan

rekaman yang berkaitan dengan penelitian ini.

35 Suharsimi Arikunto, Op. Cit. hlm. 201.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan …digilib.uinsgd.ac.id/41447/4/4_bab1.pdf · 2021. 8. 4. · BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah

b. Mengklasifikasikan data, yaitu dengan data-data yang sudah ada kemudian

dilakukan klasifikasi menurut jenis data yang dibutuhkan sesuai dengan

pertanyaan yang diajukan dalam rumusan masalah dan tujuan penelitian.

c. Analisis data, setelah diklasifikasikan, kemudian dilakukan analisis dengan

menghubungkan data-data dengan teori-teori.