BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Manusia selalu berhubungan satu sama lain untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain disebut muamalah. 1 Muamalah pada dasarnya itu halal, namun masih mungkin dalam muamalah tersebut mengandung unsur yang haram. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberi pedoman hidup yang menyeluruh, meliputi bidang aqidah, yaitu pedoman tentang bagaimana seharusnya kepercayaan atau berkeyakinan. Islam menganjurkan agar pemeluknya berusaha atau berniaga dengan cara yang halal dan menghindari yang haram. Sebaik-baiknya perdagangan (jual beli) adalah berdasarkan pada syariat Islam. Jual beli termasuk mata pencaharian yang lebih sering dipraktikkan para sahabat Rasulullah SAW dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya. 2 Aktivitas berusaha dan bekerja sangat dipengaruhi oleh kondisi suatu daerah dimana masyarakat hidup berdampingan dengan masyarakat lainnya. 1 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 11 2 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 2

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat

hidup dalam masyarakat. Manusia selalu berhubungan satu sama lain

untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam

bermasyarakat. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan

perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain disebut muamalah.1

Muamalah pada dasarnya itu halal, namun masih mungkin dalam

muamalah tersebut mengandung unsur yang haram.

Islam sebagai agama yang sempurna telah memberi pedoman

hidup yang menyeluruh, meliputi bidang aqidah, yaitu pedoman tentang

bagaimana seharusnya kepercayaan atau berkeyakinan. Islam

menganjurkan agar pemeluknya berusaha atau berniaga dengan cara

yang halal dan menghindari yang haram. Sebaik-baiknya perdagangan

(jual beli) adalah berdasarkan pada syariat Islam. Jual beli termasuk

mata pencaharian yang lebih sering dipraktikkan para sahabat

Rasulullah SAW dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya.2

Aktivitas berusaha dan bekerja sangat dipengaruhi oleh kondisi suatu

daerah dimana masyarakat hidup berdampingan dengan masyarakat

lainnya.

1Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 11

2Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 2

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

2

Kenyataan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia hidup dan

bermukim di daerah pedesaan dan menggantungkan hidup mereka di

sektor perdagangan dan pertanian. Tak terkecuali masyarakat di Desa

Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora, mereka bekerja sebagai

pedagang dengan sistem jual beli dan petani yang bekerja dilahan

sendiri maupun lahan milik orang lain.

Secara umum, Al-Qur’an memberikan penjelasan kepada kita,

bahwa untuk memperoleh rezeki tidak boleh dengan cara yang batil,

seperti yang dikemukakan dalam Q.S An-Nisa (4) ayat 29:

تكون تجارة يا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن

كان بكم رحيما عن تراض منكم ول تقتلوا أنفسكم إن للا

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”.

Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa Allah itu

menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, seperti yang

digambarkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) ayat 279:

با ل يقومون إل كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من الذين يأكلون الر

م الر البيع وحر با وأحل للاه با المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الر

ومن عاد به فانتهى فله ما سلف وأمره إلى للاه ن ر فمن جاءه موعظة م

فأولـئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri

melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

3

lantaran(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,

adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jua

beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli

dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya”.3

Sunnah Nabi Muhammad SAW juga mengemukakan bahwa

jual beli itu harus didasarkan pada suka sama suka, ini berarti dalam

jual beli tidak ada unsur keterpaksaan. Jual beli terjadi karena satu

pihak memiliki barang dan pihak lain ada yang membutuhkan, seperti

halnya praktik jual beli ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan

Kecamatan Japah Kabupaten Blora ini. Masyarakat desa tersebut tetap

melakukan jual beli ulat ungker, meskipun secara lahiriyah ulat tersebut

termasuk binatang yang menjijikkan.

Seperti contoh ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang

terdapat ulat didalamnya. Beliau lantas berkata “Menjauhi sayuran

semacam itu lebih aku sukai. Namun, jika tidak sampai mengotori

(menjijikkan), maka aku pun mau.”4

Permasalahan menjijikkan itu bersifat sangat relatif, dimana

antara satu orang dengan orang yang lain berbeda-beda dalam

memberikan penilaian tergantung pada kebiasaan, pengalaman,

3Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., hlm. 14

4http://imron-rosidi.blogspot.co.id/2013/01/hukum-ulat-entung-dan-sejenisnya.html

diakses pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 20.21 WIB.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

4

menjadikan ulat-ulat ungker ini sebagai objek jual beli yang mana ulat

ungker itu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diperjualbelikan lalu

dikonsumsi sebagai bahan makanan yang bernilai gizi.

Atas dasar itulah, peneliti tertarik untuk menelusuri dan meneliti

keabsahan akad jual beli ulat ungker tersebut. Apakah praktik jual beli

ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan itu sudah sesuai dengan syarat

dan rukun jual beli atau belum.

Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah

tentang bagaimana “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual

Beli Ulat Ungker (Studi Kasus Di Desa Padaan Kecamatan Japah

Kabupaten Blora)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka

pokok permasalahan yang hendak dikaji dalam studi ini adalah praktik

jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten

Blora.

Agar permasalahan tersebut dapat dipahami secara lebih jelas dan

mudah, maka perlu dirumuskan kembali dalam bentuk pertanyaan dasar

sebagai berikut:

Apakah praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora sesuai dengan Hukum Islam ?

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

5

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang teruraikan dalam rumusan

masalah diatas adalah sebagai berikut:

Untuk menjelaskan praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan

Kecamatan Japah Kabupaten Blora ditinjau dari Hukum Islam.

D. Manfaat Penelitian

Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan banyak

manfaat, terutama secara akademis maupun praktis serta masyarakat

luas.

Dari segi akademis, penelitian ini bermanfaat untuk:

1. Bagi peneliti: peneliti dapat memperoleh pengalaman dan wawasan

tentang praktik jual beli ulat ungker yang ditinjau dari Hukum

Islam serta sebagai sarana pengembangan dan pelatihan diri dalam

penyampaian serta penerapan ilmu pengetahuan yang telah

diperoleh.

2. Bagi akademisi: sebagai bahan informasi atau rujukan bagi berbagai

kalangan yang hendak melakukan penelitian selanjutnya atau untuk

mengetahui secara mendalam bagaimana praktik jual beli ulat

ungker yang ditinjau dari Hukum Islam.

Dalam hal kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan mampu

memberi manfaat bagi:

Masyarakat luas: penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pertimbangan atau masukan oleh masyarakat luas

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

6

selaku penjual maupun pembeli ulat ungker tentang praktik jual beli

yang sesuai dengan Hukum Islam.

E. Kajian Pustaka

Sejauh yang penyusun ketahui, penulis tidak banyak

menemukan literatur yang membahas mengenai jual beli ulat ungker.

Dari beberapa literatur itu yang mempunyai kemiripan dari jenis skripsi

yang penulis buat diantaranya:

1. Asma’ul Husna (Skripsi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung, 2015), Tinjauan

Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ulat (Studi Kasus di Desa

Tawangrejo Wonodadi Blitar).

Dalam skripsi tersebut memaparkan pembahasan mengenai

kajian fikih yang dari zaman ke zaman mengalami perkembangan

termasuk dalam hal muamalah, seperti jual beli yang banyak

mengalami perkembangan baik dari segi cara, bentuk, model, maupun

barang yang diperjualbelikan. Skripsi tersebut membahas bentuk dan

objek jual beli yang beragam, salah satunya jual beli ulat yang terjadi di

Desa Tawangrejo Wonodadi Blitar. Masyarakat desa menjual ulat

untuk suplemen pakan burung. Pelaksanaan jual beli ulat di Desa

Tawangrejo dilakukan berdasarkan adat kebiasaan, yaitu dilihat,

ditimbang dan dibayar. Menurut peneliti skripsi tersebut, jual beli ini

diperbolehkan karena obyeknya mempunyai manfaat yaitu sebagai

suplemen pakan burung bahkan bisa juga diberikan sebagai pakan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

7

tambahan untuk ayam yang dapat memberikan tambahan protein yang

cukup tinggi sehingga dapat mengurangi persentase pakan konsentrat

yang mahal, sehingga dapat menurunkan biaya pakan. Dalam skripsi

tersebut, peneliti tidak menemukan pembahasan mengenai jual beli ulat

yang bertujuan untuk dikonsumsi oleh masyarakat (pembeli). Skripsi

tersebut hanya membahas tentang jual beli ulat yang bertujuan untuk

suplemen pakan burung. Akan tetapi dalam skripsi tersebut peneliti

dapat mengambil gambaran bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap

jual beli ulat secara umum dan kaitannya dengan apa yang hendak

peneliti teliti.

2. Hendra (Skripsi Program Studi Muamalah Fakultas Syari’ah UIN

Raden Fatah Palembang, 2015), Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual

Beli Cacing Lumbricus Rubellus Di Desa Lebung Gajah Kecamatan

Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Dalam penelitiannya menjelaskan mengenai pelaksanaan jual

beli cacing Lumbricus Rubellus dan tinjauan Hukum Islam terhadap

jual beli cacing Lumbricus Rubellus. Masalah utama penelitian tersebut

adalah bagaimana pelaksanaan jual beli cacing Lumbricus Rubellus di

Desa Lebung Gajah karena cacing merupakan binatang yang tidak

pernah diperjualbelikan di zaman Rasulullah SAW. Menurut

penelitiannya, jual beli cacing yang terjadi di Desa Lebung Gajah

selama jual beli cacing ini tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan

tidak ada mudharat didalamnya maka jual beli ini dihukumi boleh

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

8

(mubah), meskipun jual beli ini tidak pernah terjadi di zaman

Rasulullah SAW. Dalam skripsi ini ada kesamaan materi yang akan

penulis bahas, yaitu tentang jual beli yang tidak pernah terjadi pada

zaman Rasulullah SAW. Dengan begitu, peneliti dapat mengambil

gambaran dari apa yang telah di paparkan dalam skripsi ini mengenai

jual beli yang tidak pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW.

Perbedaan skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis bahas

terletak pada obyeknya, skripsi diatas membahas jual beli cacing

sedangkan penulis akan membahas tentang jual beli ulat ungker.

3. Mahpi (Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2001), Jual Beli Cacing Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i.

Dalam skripsi ini lebih menekankan pada hukum jual beli

cacing dalam pandangan Madzhab Syafi’i dengan kesimpulan bahwa

jual beli cacing itu halal, walaupun hukum jual beli cacing sendiri oleh

Madzhab Syafi’i tidak disebutkan secara spesifik hanya disebutkan

syarat-syarat barang yang diperjualbelikan, dengan metode

penelitiannya yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Letak

perbedaannya pada obyek yang diperjualbelikan, yang mana dalam

skripsi Mahpi terkait tentang jual beli cacing dalam perspektif Madzhab

Syafi’i dengan kesimpulan jual beli cacing itu diperbolehkan. Meskipun

jual beli cacing sendiri dalam Madzhab Syafi’i tidak disebutkan secara

spesifik. Persamaannya terletak pada metode penelitiannya, yaitu sama-

sama menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

9

Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa

objek pembahasan yang akan diteliti oleh peneliti belum pernah diteliti

sebelumnya. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan

penelitian dengan cara pandang yang berbeda. Adapun peneliti dalam

penelitian ini akan lebih mengkaji pada jual beli ulat ungker yang

ditinjau berdasarkan perspektif Hukum Islam.

F. Kerangka Teori

a. Definisi Jual Beli

Jual beli menurut bahasa Arab disebut al-Bai’ yang secara

bahasa berarti tukar menukar. Dalam buku yang lain, kata jual beli

mengandung satu pengertian yang berasal dari bahasa Arab, yaitu

al-Bai’ yang jamaknya adalah buyu’i.5

M. Ali Hasan dalam bukunya mengemukakan bahwa

pengertian jual beli menurut bahasa ialah:

Jual beli (al-Bai’) artinya “menjual, mengganti dan

menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain)”. Kata al-Bai’ dalam

bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu

beli. Dengan demikian kata al-Bai’ berarti kata “jual” sekaligus

juga berarti kata “beli”.6

5Imam Ahmad bin Husain, Fathu al-Qorib al-Mujib, (Surabaya:al-Hidayah), hlm. 30

6M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), ed.I, (Jakarta:

2003), Cet. I hlm. 113

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

10

Sementara itu Wahbah al-Zuhaily mengartikan jual beli

secara bahasa dengan arti “menukar sesuatu dengan sesuatu yang

lain.”7

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual

beli adalah sebagai berikut:

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang

dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang

lain atas dasar saling merelakan.

2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai

dengan aturan Syara’.

3. Saling tukar menukar harta, saling menerima, dapat dikelola

dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan Syara’.

4. Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang

khusus (dibolehkan).

5. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling

merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada

penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta maka

jadilah penukaran hak milik secara tetap.8

7Ihsan, Ghufron,dkk. Fiqh Muamalat. (Jakarta: Prenada Media Grup. 2008), hlm. 67

8Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), hlm. 67-69

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

11

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jual beli

ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang

mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu

menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan

perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati.

a. Dasar Hukum Jual Beli

Ada beberapa dalil hukum disyariatkannya jual beli, yaitu

sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 275

با ل يقومون إل كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من الذين يأكلون الر

با م الر البيع وحر با وأحل للاه المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الر

به فانتهى فله ما سلف ن ر ومن عاد فمن جاءه موعظة م وأمره إلى للاه

فأولـئك أصحاب النار هم فيها خالدون

Artinya:

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan

lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,

adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual

beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli

dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya

larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),

maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang

kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

12

Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 282

يضار كاتب ول شهيد وإن وأشهدوا إذا تبايعتم ول

بكل تفعلوا فإنه فسوق وللا ويعلمكم للا بكم واتقوا للا

شيء عليم

Artinya:

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah

penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang

demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada

dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah

Maha Mengetahui segala sesuatu”.

Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa: 29

أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تجارة يا

كان بكم رحيما عن تراض منكم ول تقتلوا أنفسكم إن للا

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah

Maha Penyayang kepadamu”.

2. Hadits

Terdapat beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang

menyatakan sebagai berikut:

" إنما البيع عن تراض ")رواه ابن ماجه(

Artinya:

“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.”

(HR Bukhari)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

13

Dalam Ash-Shahihain dari hadits Hakim bin Hizam dan Ibnu

Umar r.a, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:

قا فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما ، وإن ا لبيعان بالخيار ما لم يتفر

كذبا وكتما محقت بركة بيعهما

Artinya:

“Penjual dan pembeli masih boleh melakukan khiyar sepanjang

keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (aib

masing-masing), maka akan transaksi jual beli mereka akan diberkahi

untuk mereka berdua. Tapi jika keduanya berdusta dan menutupi (aib

barang), maka berkah transaksi jual beli mereka berdua akan

dihapuskan.”

Dalam hadits Abu SaidAl-Khudri r.a, bahwa Nabi Muhammad

SAW bersabda:

يقين د دوق المين، مع النبيين والص التاجر الص

Artinya:

“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para

nabi dan orang-orang yang jujur (di surga).”

3. Ijma’

Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang tentang

kebolehan hukum jual beli. Ijma’ ini memberikan hikmah bahwa

kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam

kepemilikan orang lain dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan

diberikan dengan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai

timbal baliknya.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

14

4. Akal

Sesungguhnya kebutuhan manusia yang berhubungan dengan

apa yang ada ditangan sesamanya tidak ada jalan lain untuk saling

timbal balik kecuali dengan melakukan akad jual beli. Maka akad jual

beli ini menjadi perantara kebutuhan manusia terpenuhi.9

b. Rukun Jual Beli

Rukun jual beli itu ada tiga, yaitu:

1. Pelaku transaksi yaitu penjual dan pembeli.

2. Objek transaksi, yaitu harga dan barang.

3. Akad (transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua

belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi,

baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, unsur jual beli ada

tiga, yaitu:

1. Pihak-pihak.

2. Objek.

3. Kesepakatan (Ijab Qabul)10

c. Syarat-Syarat Jual Beli

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad jual beli,

yaitu:

1. Syarat-syarat bagi orang yang akan melakukan akad

9Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., hlm.14-15

10

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta:Prenada Media Group,2012), hlm. 102

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

15

2. Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad

3. Syarat-syarat sah ijab qabul

d. Bentuk-Bentuk Jual Beli

Ditinjau dari hukum Islam dan sifat jual beli, jumhur ulama

membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang

dikategorikan sah dan tidak sah.11

Adapun ulama Hanafiyah membaginya menjadi jual beli sah

(sahih), batal (batil), dan rusak (fasid) adalah sebagai berikut:

a. Jual beli Sahih

b. Jual beli Batil

c. Jual beli Fasid

e. Akad

a. Pengertian akad

Akad secara etimologi berarti ikatan antara dua perkara, baik

ikatan secara nyata maupun ikatan secara ma’nawi, dari satu segi

maupun dari dua segi.

Akad secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari dua

segi, yaitu:

1. Pengertian umum

2. Pengertian khusus

b. Rukun-rukun akad

Menurut jumhur fuqaha, rukun akad terdiri dari:

11Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm. 66-67

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

16

1. Menyatakan untuk mengikatkan diri (sighah al-‘aqd)

2. Pihak-pihak yang berakad

3. Objek akad

c. Unsur-unsur akad

Adapun unsur-unsur adalah sebagai berikut:

1. Sighat akad

2. Syarat-syarat ijab qabul

d. Dalam mahdzab Hanafi tingkat kebatalan dan keabsahan suatu akad

itu dibedakan menjadi empat peringkat, tingkat-tingkat tersebut

adalah:

1. Akad bathil

2. Akad fasid

3. Akad maukuf

4. Akad nafiz ghair lazim12

e. Bebas mengemukakan syarat dalam akad

Ulama fiqih telah menetapkan bahwa akad yang telah

memenuhi rukun dan syarat mempunyai kekuatan hukum yang

mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Menurut

ulama az-Zahri semua syarat yang telah disepakati oleh kedua belah

pihak yang berakad apabila tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-

Sunnah adalah batal. Sedangkan menurut jumhur ulama fiqih pada

12Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.

244

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

17

dasarnya pihak-pihak yang berakad itu mempunyai kebebasan

untuk menentukan syarat-syarat tersendiri dalam suatu akad.13

f. Berakhirnya akad

Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh, kematian

atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad mauquf.

a. Berakhirnya akad karena fasakh.

b. Berakhirnya akad karena kematian.

c. Berakhirnya akad karena tidak adanya izin dari pihak lain.

Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang

tidak mengizinkan atau meninggal dunia sebelum dia memberi

izin.

f. Khiyar

Secara etimologi, kata khiyar merupakan bentuk mashdar

yang berasal dari ikhtiyar yang berarti memilih, terbebas dari aib,

dan melaksanakan pemilihan.14

Khiyar ada empat macam, yaitu:

1. Khiyar Majlis

2. Khiyar Syarat

3. Khiyar ‘Aib

4. Khiyar Ru’yah

13Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Ed. I, (Jakarta: 2003),

Cet. I hlm. 108-109

14Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan

Implementasi), (Yogyakarta: Gajah Mada University, 2010), hlm, 51

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

18

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian secara

rinci satu subjek tunggal, satu kumpulan dokumen, atau satu

kejadian tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif

yang dilakukan di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora

guna mendapatkan data-data yang butuhkan.

2. Pendekatan Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif

yaitu penelitian yang mengamati suatu objek penelitian dan

kemudian menjelaskan apa yang diamatinya.15

Data deskripsi

berupa kata-kata dalam bentuk tulisan dalam artian peneliti akan

menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai fakta

praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah

Kabupaten Blora.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi yang menjadi tempat penelitian penulis terdapat di Desa

Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora. Penulis mengambil

lokasi ini karena di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora

tempat berlangsungnya praktik jual beli ulat ungker. Praktik jual beli

ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan Kecamatan Japah

15Morissan, Metode penelitian Survei (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 37

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

19

Kabupaten Blora sudah berlangsung sejak lama, sehingga dari

situlah penulis tertarik menjadikan Desa Padaan Kecamatan Japah

Kabupaten Blora sebagai tempat penelitian.

4. Sumber Data

Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data, yakni

data primer dan sekunder.16

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang menjadi sumber data utama.

Data tersebut diambil langsung dari sumber obyek penelitian

tanpa sebelumnya diolah oleh pihak lain. Dalam hal ini, dalam

bentuk hasil wawancara dengan masyarakat pencari ulat ungker

yang sekaligus berperan sebagai penjual, dan wawancara dengan

Kepala Desa Padaan dan masyarakat yang menjadi pembeli ulat

ungker tersebut, serta wawancara dengan ahli kesehatan disekitar

Kabupaten Blora tentang pendapat mereka tentang praktik jual

beli ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan Kecamatan Japah

Kabupaten Blora. Dokumentasi dalam hal ini berupa foto-foto

kegiatan masyarakat saat mencari ulat ungker, dan foto-foto saat

masyarakat melakukan transaksi jual beli ulat ungker di Desa

Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.

16Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: PT. Hanindita Offset,1986), hlm. 55.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

20

b. Data Sekunder

Data yang didapat tidak secara langsung dari obyek penelitian.

Data tersebut merupakan data yang sudah diolah dan

dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara dan metode.

Dalam hal ini berupa buku-buku yang terkait tentang jual beli,

jurnal, situs internet dan hal-hal yang menjadi penunjang dalam

pembuatan skripsi yang berkaitan dengan pokok bahasan.

5. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara (interview) ialah suatu cara pengumpulan data

dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh

pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan

jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat

perekam (tape recorder).17

Wawancara dalam penelitian ini

dimaksudkan agar mendapat informasi dan data lapangan yang

berupa hasil wawancara yang didapat secara langsung dari

Kepala Desa Padaan serta masyarakat Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora yang dianggap valid dan tidak didapat

dari dokumentasi. Bentuk wawancara yang akan penyusun

lakukan ialah wawancara terstruktur dan wawancara tidak

terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan supaya beberapa

pertanyaan yang akan diajukan lebih teratur dan tidak melebar

17Irawan Soehartono, “Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang

Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya” (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 1998),

hlm. 67

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

21

kepertanyaan yang tidak diperlukan. Sedangkan wawancara

yang tidak terstruktur hanya sebagai pelengkap, karena

dimungkinkannya ada pertanyaan yang perlu ajukan diluar

pertanyaan yang sudah disiapkan dan dirasa perlu. Wawancara

ini dilakukan agar memperoleh data hasil wawancara yang akan

penyusun teliti terkait tentang praktik jual beli ulat ungker di

Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.

b. Observasi

Observasi langsung yaitu alat pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara

sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi dilakukan

dengan mengamati segala aktivitas yang terjadi di Desa Padaan

Kecamatan Japah Kabupaten Blora. Baik kegiatan yang

dilakukan saat masyarakat mencari ulat ungker, hingga

kegiatan saat masyarakat melakukan transaksi jual beli ulat

ungker tersebut, maupun aktivitas lain yang mendukung dengan

penelitian penyusun. Tujuan dari observasi ini ialah untuk

mendeskripsikan kegiatan yang terjadi, setting, orang-orang

yang terlibat didalam kegiatan, waktu kegiatan, dan makna yang

diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang

bersangkutan.18

18Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka cipta, 1996), hlm. 58

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

22

Dengan menggunakan metode ini, penyusun dapat

memperoleh data hasil mengamati aktivitas yang terjadi di Desa

Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora untuk mengetahui

tentang praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora.

c. Dokumentasi

Dokumentasi ialah sebuah cara dimana peneliti mencari

data mengenai hal-hal yang berupa data hasil wawancara dengan

Kepala Desa Padaan serta masyarakat Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora yang melakukan praktik jual beli ulat

ungker, dan foto-foto masyarakat Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora yang melakukan praktik jual beli ulat

ungker. Penggunaan metode dokumentasi diperlukan untuk

melengkapi data-data yang penyusun perlukan, sehingga dapat

diketahui informasi yang berkaitan dengan praktik jual beli ulat

ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.

6. Analisis Data

Dalam menganalisis data hasil penelitian peneliti

menggunakan metode evaluatif. Peneliti akan mengambarkan

tentang praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan

Japah Kabupaten Blora, selanjutnya peneliti akan memberikan

penilaian menurut Hukum Islam tentang praktik jual beli ulat

ungker tersebut.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

23

H. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah yang

sistematis agar hasilnya dapat diperoleh secara optimal.

Pembahasan ini dituangkan dalam beberapa bab yang akan

dipaparkan sebagai berikut:

Bab pertama, menguraikan tentang pendahuluan yang

meliputi latar belakang masalah yaitu pokok dasar permasalahan

kemudian ditemukan rumusan masalah, setelah itu dilanjutkan

tujuan dan manfaat penelitian. Selain itu terdapat pula kajian

pustaka yang merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian

sebelumnya tentang pelaksanaan jual beli ulat, juga dijelaskan letak

perbedaan antara karya terdahulu dengan skripsi penyusun

mengenai penelitian tersebut. Kemudian kerangka teori yang

merupakan arah pemikiran analisis lalu metode penelitian dan

sistematika pembahasan.

Bab kedua, penyusun mencoba memaparkan tentang tinjauan

umum mengenai praktik jual beli yang didalamnya memuat sub

bab, diantaranya: gambaran umum praktik jual beli. Dalam

gambaran umum praktik jual beli memuat beberapa pemaparan,

yaitu: definisi jual beli, dasar hukum jual beli, rukun-rukun jual

beli, syarat-syarat jual beli, bentuk-bentuk jual beli, akad, serta

khiyar.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya

24

Bab ketiga, membahas tentang tinjauan praktik jual beli ulat

ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora, yang

berisi tentang bagaimana praktik akad dan praktik cara pembayaran

terhadap jual beli ulat ungker itu berlangsung di Desa Padaan

Kecamatan Japah Kabupaten Blora.

Bab keempat, memaparkan hasil analisis dari penelitian

praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah

Kabupaten Blora. Hasil analisis dari pelaksanaan penelitian yang

telah dilaksanakan di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten

Blora.

Bab kelima, diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan

mengenai pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan

saran-saran untuk pengembangan studi lebih lanjut.