BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/58684/3/Bab I.pdflarangan dari...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang berkodrat
hidup dalam masyarakat. Manusia selalu berhubungan satu sama lain
untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dalam
bermasyarakat. Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan
perbuatan dalam hubungannya dengan orang lain disebut muamalah.1
Muamalah pada dasarnya itu halal, namun masih mungkin dalam
muamalah tersebut mengandung unsur yang haram.
Islam sebagai agama yang sempurna telah memberi pedoman
hidup yang menyeluruh, meliputi bidang aqidah, yaitu pedoman tentang
bagaimana seharusnya kepercayaan atau berkeyakinan. Islam
menganjurkan agar pemeluknya berusaha atau berniaga dengan cara
yang halal dan menghindari yang haram. Sebaik-baiknya perdagangan
(jual beli) adalah berdasarkan pada syariat Islam. Jual beli termasuk
mata pencaharian yang lebih sering dipraktikkan para sahabat
Rasulullah SAW dibandingkan dengan mata pencaharian lainnya.2
Aktivitas berusaha dan bekerja sangat dipengaruhi oleh kondisi suatu
daerah dimana masyarakat hidup berdampingan dengan masyarakat
lainnya.
1Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2000), hlm. 11
2Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 2
2
Kenyataan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia hidup dan
bermukim di daerah pedesaan dan menggantungkan hidup mereka di
sektor perdagangan dan pertanian. Tak terkecuali masyarakat di Desa
Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora, mereka bekerja sebagai
pedagang dengan sistem jual beli dan petani yang bekerja dilahan
sendiri maupun lahan milik orang lain.
Secara umum, Al-Qur’an memberikan penjelasan kepada kita,
bahwa untuk memperoleh rezeki tidak boleh dengan cara yang batil,
seperti yang dikemukakan dalam Q.S An-Nisa (4) ayat 29:
تكون تجارة يا أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن
كان بكم رحيما عن تراض منكم ول تقتلوا أنفسكم إن للا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.
Al-Qur’an juga telah menegaskan bahwa Allah itu
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, seperti yang
digambarkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) ayat 279:
با ل يقومون إل كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من الذين يأكلون الر
م الر البيع وحر با وأحل للاه با المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الر
ومن عاد به فانتهى فله ما سلف وأمره إلى للاه ن ر فمن جاءه موعظة م
فأولـئك أصحاب النار هم فيها خالدون
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
3
lantaran(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jua
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.3
Sunnah Nabi Muhammad SAW juga mengemukakan bahwa
jual beli itu harus didasarkan pada suka sama suka, ini berarti dalam
jual beli tidak ada unsur keterpaksaan. Jual beli terjadi karena satu
pihak memiliki barang dan pihak lain ada yang membutuhkan, seperti
halnya praktik jual beli ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan
Kecamatan Japah Kabupaten Blora ini. Masyarakat desa tersebut tetap
melakukan jual beli ulat ungker, meskipun secara lahiriyah ulat tersebut
termasuk binatang yang menjijikkan.
Seperti contoh ketika Imam Ahmad mendapati sayuran yang
terdapat ulat didalamnya. Beliau lantas berkata “Menjauhi sayuran
semacam itu lebih aku sukai. Namun, jika tidak sampai mengotori
(menjijikkan), maka aku pun mau.”4
Permasalahan menjijikkan itu bersifat sangat relatif, dimana
antara satu orang dengan orang yang lain berbeda-beda dalam
memberikan penilaian tergantung pada kebiasaan, pengalaman,
3Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., hlm. 14
4http://imron-rosidi.blogspot.co.id/2013/01/hukum-ulat-entung-dan-sejenisnya.html
diakses pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 20.21 WIB.
4
menjadikan ulat-ulat ungker ini sebagai objek jual beli yang mana ulat
ungker itu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk diperjualbelikan lalu
dikonsumsi sebagai bahan makanan yang bernilai gizi.
Atas dasar itulah, peneliti tertarik untuk menelusuri dan meneliti
keabsahan akad jual beli ulat ungker tersebut. Apakah praktik jual beli
ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan itu sudah sesuai dengan syarat
dan rukun jual beli atau belum.
Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah
tentang bagaimana “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual
Beli Ulat Ungker (Studi Kasus Di Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
pokok permasalahan yang hendak dikaji dalam studi ini adalah praktik
jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten
Blora.
Agar permasalahan tersebut dapat dipahami secara lebih jelas dan
mudah, maka perlu dirumuskan kembali dalam bentuk pertanyaan dasar
sebagai berikut:
Apakah praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora sesuai dengan Hukum Islam ?
5
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang teruraikan dalam rumusan
masalah diatas adalah sebagai berikut:
Untuk menjelaskan praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan
Kecamatan Japah Kabupaten Blora ditinjau dari Hukum Islam.
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan banyak
manfaat, terutama secara akademis maupun praktis serta masyarakat
luas.
Dari segi akademis, penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Bagi peneliti: peneliti dapat memperoleh pengalaman dan wawasan
tentang praktik jual beli ulat ungker yang ditinjau dari Hukum
Islam serta sebagai sarana pengembangan dan pelatihan diri dalam
penyampaian serta penerapan ilmu pengetahuan yang telah
diperoleh.
2. Bagi akademisi: sebagai bahan informasi atau rujukan bagi berbagai
kalangan yang hendak melakukan penelitian selanjutnya atau untuk
mengetahui secara mendalam bagaimana praktik jual beli ulat
ungker yang ditinjau dari Hukum Islam.
Dalam hal kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan mampu
memberi manfaat bagi:
Masyarakat luas: penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pertimbangan atau masukan oleh masyarakat luas
6
selaku penjual maupun pembeli ulat ungker tentang praktik jual beli
yang sesuai dengan Hukum Islam.
E. Kajian Pustaka
Sejauh yang penyusun ketahui, penulis tidak banyak
menemukan literatur yang membahas mengenai jual beli ulat ungker.
Dari beberapa literatur itu yang mempunyai kemiripan dari jenis skripsi
yang penulis buat diantaranya:
1. Asma’ul Husna (Skripsi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung, 2015), Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ulat (Studi Kasus di Desa
Tawangrejo Wonodadi Blitar).
Dalam skripsi tersebut memaparkan pembahasan mengenai
kajian fikih yang dari zaman ke zaman mengalami perkembangan
termasuk dalam hal muamalah, seperti jual beli yang banyak
mengalami perkembangan baik dari segi cara, bentuk, model, maupun
barang yang diperjualbelikan. Skripsi tersebut membahas bentuk dan
objek jual beli yang beragam, salah satunya jual beli ulat yang terjadi di
Desa Tawangrejo Wonodadi Blitar. Masyarakat desa menjual ulat
untuk suplemen pakan burung. Pelaksanaan jual beli ulat di Desa
Tawangrejo dilakukan berdasarkan adat kebiasaan, yaitu dilihat,
ditimbang dan dibayar. Menurut peneliti skripsi tersebut, jual beli ini
diperbolehkan karena obyeknya mempunyai manfaat yaitu sebagai
suplemen pakan burung bahkan bisa juga diberikan sebagai pakan
7
tambahan untuk ayam yang dapat memberikan tambahan protein yang
cukup tinggi sehingga dapat mengurangi persentase pakan konsentrat
yang mahal, sehingga dapat menurunkan biaya pakan. Dalam skripsi
tersebut, peneliti tidak menemukan pembahasan mengenai jual beli ulat
yang bertujuan untuk dikonsumsi oleh masyarakat (pembeli). Skripsi
tersebut hanya membahas tentang jual beli ulat yang bertujuan untuk
suplemen pakan burung. Akan tetapi dalam skripsi tersebut peneliti
dapat mengambil gambaran bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap
jual beli ulat secara umum dan kaitannya dengan apa yang hendak
peneliti teliti.
2. Hendra (Skripsi Program Studi Muamalah Fakultas Syari’ah UIN
Raden Fatah Palembang, 2015), Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual
Beli Cacing Lumbricus Rubellus Di Desa Lebung Gajah Kecamatan
Tulung Selapan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Dalam penelitiannya menjelaskan mengenai pelaksanaan jual
beli cacing Lumbricus Rubellus dan tinjauan Hukum Islam terhadap
jual beli cacing Lumbricus Rubellus. Masalah utama penelitian tersebut
adalah bagaimana pelaksanaan jual beli cacing Lumbricus Rubellus di
Desa Lebung Gajah karena cacing merupakan binatang yang tidak
pernah diperjualbelikan di zaman Rasulullah SAW. Menurut
penelitiannya, jual beli cacing yang terjadi di Desa Lebung Gajah
selama jual beli cacing ini tidak bertentangan dengan Hukum Islam dan
tidak ada mudharat didalamnya maka jual beli ini dihukumi boleh
8
(mubah), meskipun jual beli ini tidak pernah terjadi di zaman
Rasulullah SAW. Dalam skripsi ini ada kesamaan materi yang akan
penulis bahas, yaitu tentang jual beli yang tidak pernah terjadi pada
zaman Rasulullah SAW. Dengan begitu, peneliti dapat mengambil
gambaran dari apa yang telah di paparkan dalam skripsi ini mengenai
jual beli yang tidak pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
Perbedaan skripsi diatas dengan skripsi yang akan penulis bahas
terletak pada obyeknya, skripsi diatas membahas jual beli cacing
sedangkan penulis akan membahas tentang jual beli ulat ungker.
3. Mahpi (Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2001), Jual Beli Cacing Dalam Perspektif Madzhab Syafi’i.
Dalam skripsi ini lebih menekankan pada hukum jual beli
cacing dalam pandangan Madzhab Syafi’i dengan kesimpulan bahwa
jual beli cacing itu halal, walaupun hukum jual beli cacing sendiri oleh
Madzhab Syafi’i tidak disebutkan secara spesifik hanya disebutkan
syarat-syarat barang yang diperjualbelikan, dengan metode
penelitiannya yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Letak
perbedaannya pada obyek yang diperjualbelikan, yang mana dalam
skripsi Mahpi terkait tentang jual beli cacing dalam perspektif Madzhab
Syafi’i dengan kesimpulan jual beli cacing itu diperbolehkan. Meskipun
jual beli cacing sendiri dalam Madzhab Syafi’i tidak disebutkan secara
spesifik. Persamaannya terletak pada metode penelitiannya, yaitu sama-
sama menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.
9
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa
objek pembahasan yang akan diteliti oleh peneliti belum pernah diteliti
sebelumnya. Oleh karena itu, penulis merasa perlu untuk melakukan
penelitian dengan cara pandang yang berbeda. Adapun peneliti dalam
penelitian ini akan lebih mengkaji pada jual beli ulat ungker yang
ditinjau berdasarkan perspektif Hukum Islam.
F. Kerangka Teori
a. Definisi Jual Beli
Jual beli menurut bahasa Arab disebut al-Bai’ yang secara
bahasa berarti tukar menukar. Dalam buku yang lain, kata jual beli
mengandung satu pengertian yang berasal dari bahasa Arab, yaitu
al-Bai’ yang jamaknya adalah buyu’i.5
M. Ali Hasan dalam bukunya mengemukakan bahwa
pengertian jual beli menurut bahasa ialah:
Jual beli (al-Bai’) artinya “menjual, mengganti dan
menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain)”. Kata al-Bai’ dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu
beli. Dengan demikian kata al-Bai’ berarti kata “jual” sekaligus
juga berarti kata “beli”.6
5Imam Ahmad bin Husain, Fathu al-Qorib al-Mujib, (Surabaya:al-Hidayah), hlm. 30
6M.Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), ed.I, (Jakarta:
2003), Cet. I hlm. 113
10
Sementara itu Wahbah al-Zuhaily mengartikan jual beli
secara bahasa dengan arti “menukar sesuatu dengan sesuatu yang
lain.”7
Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual
beli adalah sebagai berikut:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang
dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang
lain atas dasar saling merelakan.
2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai
dengan aturan Syara’.
3. Saling tukar menukar harta, saling menerima, dapat dikelola
dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan Syara’.
4. Tukar menukar benda dengan benda lain dengan cara yang
khusus (dibolehkan).
5. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling
merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada
penggantinya dengan cara yang dibolehkan.
6. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta maka
jadilah penukaran hak milik secara tetap.8
7Ihsan, Ghufron,dkk. Fiqh Muamalat. (Jakarta: Prenada Media Grup. 2008), hlm. 67
8Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002), hlm. 67-69
11
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jual beli
ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan disepakati.
a. Dasar Hukum Jual Beli
Ada beberapa dalil hukum disyariatkannya jual beli, yaitu
sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 275
با ل يقومون إل كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من الذين يأكلون الر
با م الر البيع وحر با وأحل للاه المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الر
به فانتهى فله ما سلف ن ر ومن عاد فمن جاءه موعظة م وأمره إلى للاه
فأولـئك أصحاب النار هم فيها خالدون
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat
berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya”.
12
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 282
يضار كاتب ول شهيد وإن وأشهدوا إذا تبايعتم ول
بكل تفعلوا فإنه فسوق وللا ويعلمكم للا بكم واتقوا للا
شيء عليم
Artinya:
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang
demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa: 29
أيها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تجارة يا
كان بكم رحيما عن تراض منكم ول تقتلوا أنفسكم إن للا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.
2. Hadits
Terdapat beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang
menyatakan sebagai berikut:
" إنما البيع عن تراض ")رواه ابن ماجه(
Artinya:
“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.”
(HR Bukhari)
13
Dalam Ash-Shahihain dari hadits Hakim bin Hizam dan Ibnu
Umar r.a, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
قا فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما ، وإن ا لبيعان بالخيار ما لم يتفر
كذبا وكتما محقت بركة بيعهما
Artinya:
“Penjual dan pembeli masih boleh melakukan khiyar sepanjang
keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menjelaskan (aib
masing-masing), maka akan transaksi jual beli mereka akan diberkahi
untuk mereka berdua. Tapi jika keduanya berdusta dan menutupi (aib
barang), maka berkah transaksi jual beli mereka berdua akan
dihapuskan.”
Dalam hadits Abu SaidAl-Khudri r.a, bahwa Nabi Muhammad
SAW bersabda:
يقين د دوق المين، مع النبيين والص التاجر الص
Artinya:
“Pedagang yang jujur lagi amanah akan bersama dengan para
nabi dan orang-orang yang jujur (di surga).”
3. Ijma’
Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang tentang
kebolehan hukum jual beli. Ijma’ ini memberikan hikmah bahwa
kebutuhan manusia berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam
kepemilikan orang lain dan kepemilikan sesuatu itu tidak akan
diberikan dengan begitu saja, namun harus ada kompensasi sebagai
timbal baliknya.
14
4. Akal
Sesungguhnya kebutuhan manusia yang berhubungan dengan
apa yang ada ditangan sesamanya tidak ada jalan lain untuk saling
timbal balik kecuali dengan melakukan akad jual beli. Maka akad jual
beli ini menjadi perantara kebutuhan manusia terpenuhi.9
b. Rukun Jual Beli
Rukun jual beli itu ada tiga, yaitu:
1. Pelaku transaksi yaitu penjual dan pembeli.
2. Objek transaksi, yaitu harga dan barang.
3. Akad (transaksi), yaitu segala tindakan yang dilakukan kedua
belah pihak yang menunjukkan mereka sedang melakukan transaksi,
baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, unsur jual beli ada
tiga, yaitu:
1. Pihak-pihak.
2. Objek.
3. Kesepakatan (Ijab Qabul)10
c. Syarat-Syarat Jual Beli
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad jual beli,
yaitu:
1. Syarat-syarat bagi orang yang akan melakukan akad
9Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli..., hlm.14-15
10
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta:Prenada Media Group,2012), hlm. 102
15
2. Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad
3. Syarat-syarat sah ijab qabul
d. Bentuk-Bentuk Jual Beli
Ditinjau dari hukum Islam dan sifat jual beli, jumhur ulama
membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang
dikategorikan sah dan tidak sah.11
Adapun ulama Hanafiyah membaginya menjadi jual beli sah
(sahih), batal (batil), dan rusak (fasid) adalah sebagai berikut:
a. Jual beli Sahih
b. Jual beli Batil
c. Jual beli Fasid
e. Akad
a. Pengertian akad
Akad secara etimologi berarti ikatan antara dua perkara, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara ma’nawi, dari satu segi
maupun dari dua segi.
Akad secara terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu:
1. Pengertian umum
2. Pengertian khusus
b. Rukun-rukun akad
Menurut jumhur fuqaha, rukun akad terdiri dari:
11Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,2006), hlm. 66-67
16
1. Menyatakan untuk mengikatkan diri (sighah al-‘aqd)
2. Pihak-pihak yang berakad
3. Objek akad
c. Unsur-unsur akad
Adapun unsur-unsur adalah sebagai berikut:
1. Sighat akad
2. Syarat-syarat ijab qabul
d. Dalam mahdzab Hanafi tingkat kebatalan dan keabsahan suatu akad
itu dibedakan menjadi empat peringkat, tingkat-tingkat tersebut
adalah:
1. Akad bathil
2. Akad fasid
3. Akad maukuf
4. Akad nafiz ghair lazim12
e. Bebas mengemukakan syarat dalam akad
Ulama fiqih telah menetapkan bahwa akad yang telah
memenuhi rukun dan syarat mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Menurut
ulama az-Zahri semua syarat yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak yang berakad apabila tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah adalah batal. Sedangkan menurut jumhur ulama fiqih pada
12Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), hlm.
244
17
dasarnya pihak-pihak yang berakad itu mempunyai kebebasan
untuk menentukan syarat-syarat tersendiri dalam suatu akad.13
f. Berakhirnya akad
Berakhirnya akad dapat disebabkan karena fasakh, kematian
atau karena tidak adanya pihak lain dalam hal akad mauquf.
a. Berakhirnya akad karena fasakh.
b. Berakhirnya akad karena kematian.
c. Berakhirnya akad karena tidak adanya izin dari pihak lain.
Akad akan berakhir apabila pihak yang mempunyai wewenang
tidak mengizinkan atau meninggal dunia sebelum dia memberi
izin.
f. Khiyar
Secara etimologi, kata khiyar merupakan bentuk mashdar
yang berasal dari ikhtiyar yang berarti memilih, terbebas dari aib,
dan melaksanakan pemilihan.14
Khiyar ada empat macam, yaitu:
1. Khiyar Majlis
2. Khiyar Syarat
3. Khiyar ‘Aib
4. Khiyar Ru’yah
13Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), Ed. I, (Jakarta: 2003),
Cet. I hlm. 108-109
14Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan
Implementasi), (Yogyakarta: Gajah Mada University, 2010), hlm, 51
18
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini
adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian secara
rinci satu subjek tunggal, satu kumpulan dokumen, atau satu
kejadian tertentu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
yang dilakukan di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora
guna mendapatkan data-data yang butuhkan.
2. Pendekatan Penelitian
Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif
yaitu penelitian yang mengamati suatu objek penelitian dan
kemudian menjelaskan apa yang diamatinya.15
Data deskripsi
berupa kata-kata dalam bentuk tulisan dalam artian peneliti akan
menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai fakta
praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi tempat penelitian penulis terdapat di Desa
Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora. Penulis mengambil
lokasi ini karena di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora
tempat berlangsungnya praktik jual beli ulat ungker. Praktik jual beli
ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan Kecamatan Japah
15Morissan, Metode penelitian Survei (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 37
19
Kabupaten Blora sudah berlangsung sejak lama, sehingga dari
situlah penulis tertarik menjadikan Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora sebagai tempat penelitian.
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis sumber data, yakni
data primer dan sekunder.16
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang menjadi sumber data utama.
Data tersebut diambil langsung dari sumber obyek penelitian
tanpa sebelumnya diolah oleh pihak lain. Dalam hal ini, dalam
bentuk hasil wawancara dengan masyarakat pencari ulat ungker
yang sekaligus berperan sebagai penjual, dan wawancara dengan
Kepala Desa Padaan dan masyarakat yang menjadi pembeli ulat
ungker tersebut, serta wawancara dengan ahli kesehatan disekitar
Kabupaten Blora tentang pendapat mereka tentang praktik jual
beli ulat ungker yang terjadi di Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora. Dokumentasi dalam hal ini berupa foto-foto
kegiatan masyarakat saat mencari ulat ungker, dan foto-foto saat
masyarakat melakukan transaksi jual beli ulat ungker di Desa
Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
16Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta: PT. Hanindita Offset,1986), hlm. 55.
20
b. Data Sekunder
Data yang didapat tidak secara langsung dari obyek penelitian.
Data tersebut merupakan data yang sudah diolah dan
dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara dan metode.
Dalam hal ini berupa buku-buku yang terkait tentang jual beli,
jurnal, situs internet dan hal-hal yang menjadi penunjang dalam
pembuatan skripsi yang berkaitan dengan pokok bahasan.
5. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara (interview) ialah suatu cara pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh
pewawancara (pengumpul data) kepada responden, dan
jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam dengan alat
perekam (tape recorder).17
Wawancara dalam penelitian ini
dimaksudkan agar mendapat informasi dan data lapangan yang
berupa hasil wawancara yang didapat secara langsung dari
Kepala Desa Padaan serta masyarakat Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora yang dianggap valid dan tidak didapat
dari dokumentasi. Bentuk wawancara yang akan penyusun
lakukan ialah wawancara terstruktur dan wawancara tidak
terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan supaya beberapa
pertanyaan yang akan diajukan lebih teratur dan tidak melebar
17Irawan Soehartono, “Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang
Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial lainnya” (Bandung: PT. Remaja RosdaKarya, 1998),
hlm. 67
21
kepertanyaan yang tidak diperlukan. Sedangkan wawancara
yang tidak terstruktur hanya sebagai pelengkap, karena
dimungkinkannya ada pertanyaan yang perlu ajukan diluar
pertanyaan yang sudah disiapkan dan dirasa perlu. Wawancara
ini dilakukan agar memperoleh data hasil wawancara yang akan
penyusun teliti terkait tentang praktik jual beli ulat ungker di
Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
b. Observasi
Observasi langsung yaitu alat pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi dilakukan
dengan mengamati segala aktivitas yang terjadi di Desa Padaan
Kecamatan Japah Kabupaten Blora. Baik kegiatan yang
dilakukan saat masyarakat mencari ulat ungker, hingga
kegiatan saat masyarakat melakukan transaksi jual beli ulat
ungker tersebut, maupun aktivitas lain yang mendukung dengan
penelitian penyusun. Tujuan dari observasi ini ialah untuk
mendeskripsikan kegiatan yang terjadi, setting, orang-orang
yang terlibat didalam kegiatan, waktu kegiatan, dan makna yang
diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang peristiwa yang
bersangkutan.18
18Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka cipta, 1996), hlm. 58
22
Dengan menggunakan metode ini, penyusun dapat
memperoleh data hasil mengamati aktivitas yang terjadi di Desa
Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora untuk mengetahui
tentang praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora.
c. Dokumentasi
Dokumentasi ialah sebuah cara dimana peneliti mencari
data mengenai hal-hal yang berupa data hasil wawancara dengan
Kepala Desa Padaan serta masyarakat Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora yang melakukan praktik jual beli ulat
ungker, dan foto-foto masyarakat Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora yang melakukan praktik jual beli ulat
ungker. Penggunaan metode dokumentasi diperlukan untuk
melengkapi data-data yang penyusun perlukan, sehingga dapat
diketahui informasi yang berkaitan dengan praktik jual beli ulat
ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
6. Analisis Data
Dalam menganalisis data hasil penelitian peneliti
menggunakan metode evaluatif. Peneliti akan mengambarkan
tentang praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan
Japah Kabupaten Blora, selanjutnya peneliti akan memberikan
penilaian menurut Hukum Islam tentang praktik jual beli ulat
ungker tersebut.
23
H. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah yang
sistematis agar hasilnya dapat diperoleh secara optimal.
Pembahasan ini dituangkan dalam beberapa bab yang akan
dipaparkan sebagai berikut:
Bab pertama, menguraikan tentang pendahuluan yang
meliputi latar belakang masalah yaitu pokok dasar permasalahan
kemudian ditemukan rumusan masalah, setelah itu dilanjutkan
tujuan dan manfaat penelitian. Selain itu terdapat pula kajian
pustaka yang merupakan tinjauan dari penelitian-penelitian
sebelumnya tentang pelaksanaan jual beli ulat, juga dijelaskan letak
perbedaan antara karya terdahulu dengan skripsi penyusun
mengenai penelitian tersebut. Kemudian kerangka teori yang
merupakan arah pemikiran analisis lalu metode penelitian dan
sistematika pembahasan.
Bab kedua, penyusun mencoba memaparkan tentang tinjauan
umum mengenai praktik jual beli yang didalamnya memuat sub
bab, diantaranya: gambaran umum praktik jual beli. Dalam
gambaran umum praktik jual beli memuat beberapa pemaparan,
yaitu: definisi jual beli, dasar hukum jual beli, rukun-rukun jual
beli, syarat-syarat jual beli, bentuk-bentuk jual beli, akad, serta
khiyar.
24
Bab ketiga, membahas tentang tinjauan praktik jual beli ulat
ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten Blora, yang
berisi tentang bagaimana praktik akad dan praktik cara pembayaran
terhadap jual beli ulat ungker itu berlangsung di Desa Padaan
Kecamatan Japah Kabupaten Blora.
Bab keempat, memaparkan hasil analisis dari penelitian
praktik jual beli ulat ungker di Desa Padaan Kecamatan Japah
Kabupaten Blora. Hasil analisis dari pelaksanaan penelitian yang
telah dilaksanakan di Desa Padaan Kecamatan Japah Kabupaten
Blora.
Bab kelima, diakhiri dengan penutup yang berisi kesimpulan
mengenai pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya dan
saran-saran untuk pengembangan studi lebih lanjut.