BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.walisongo.ac.id/6568/2/BAB I.pdfdari Allah SWT.4...

17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Dalam menjalankan kehidupannya manusia hidup bermasyarakat, saling berinteraksi, tolong-menolong dengan yang lainnya serta saling bermu’amalah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya guna mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Oleh karenanya manusia dituntut untuk saling bekerja sama dan bergotong-royong dalam usaha mencapai tujuannya. Allah SWT berfirman : Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah,, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.walisongo.ac.id/6568/2/BAB I.pdfdari Allah SWT.4...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup

sendiri. Dalam menjalankan kehidupannya manusia hidup

bermasyarakat, saling berinteraksi, tolong-menolong dengan yang

lainnya serta saling bermu’amalah dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya guna mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Oleh

karenanya manusia dituntut untuk saling bekerja sama dan

bergotong-royong dalam usaha mencapai tujuannya. Allah SWT

berfirman :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

melanggar syi'ar-syi'ar Allah,, dan jangan

melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan

(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan

binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)

2

mengganggu orang-orang yang mengunjungi

Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan

keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah

menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu.

dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada

sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi

kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat

aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah

kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,

dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa

dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada

Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.

(Q.S Al-Maidah [5] : 2)

Diantara sekian banyak aspek kerja sama dan

perhubungan manusia, maka ekonomi perdagangan termasuk

salah satu diantaranya. Bahkan aspek ini amat penting

peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup

manusia. Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam

memenuhi hajat hidupnya jika tidak bekerja sama dengan

orang lain.1

Allah SWT telah memberikan telah memberikan

kebebasan kepada umat-Nya untuk mencari keuntungan

sebesar-besarnya baik sebagai individu maupun kelompok

bisnis. Akan tetapi dalam menjalankan aktivitas ekonominya

seorang muslim dibatasi dengan prinsip-prinsip syariah dalam

melakukan pemanfaatan terhadap sumber daya alam untuk

1Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang menurut Islam, Bandung: CV.

Diponegoro, 1984, h. 13-14

3

mencegah tindakan-tindakan yang bertentangan dengan

ketentuan syariat Islam dalam kegiatan mu’amalahnya.2

Salah satu kegiatan dalam mu’amalah yang dilakukan

masyarakat adalah jual beli. Jual beli adalah salah satu cara

perpindahan kepemilikan yang dihalalkan hukum Islam. Ia

termasuk salah satu sebab kepemilikan (alas hak

kepemilikan), yaitu al-Ikhrazulmubahat (menguasai barang

yang belum ada pemiliknya), al-uqud (kontrak-kontrak) yang

didalamnya termasuk jual beli dan Khalafiyah (penggantian).

Al-Qur’an mengatur tijarah (bisnis) yang didalamnya

termasuk jual beli, agar pelaksanaannya dilakukan atas dasar

saling rela. Al-Qur’an menggambarkan kekeliruan pandangan

kaum jahiliyah yang menyamakan jual beli dengan riba. Jual

beli ditegaskan dalam al-Qur’an sebagai lawan riba. Jual beli

dinyatakan halal sedangkan riba dinyatakan haram.3

Islam menghalalkan jual beli yang termasuk juga

bisnis. Namun tentu saja orang yang menjalankan bisnis

secara Islam, harus menggunakan tata cara atau aturan main

sebagaimana seharusnya seorang muslim berusaha dalam

dunia bisnis agar mendapatkan berkah dari Allah SWT di

dunia maupun akhirat. Aturan bisnis Islam menjelaskan

berbagai etika yang harus di lakukan oleh para pebisnis

2 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema

Insani, 1997, h. 51 3 Nur Fatoni, Dinamika Relasi Hukum dan Moral dalam Konsep

Jual Beli, Semarang: IAIN Walisongo, 2012,h. 1-2

4

muslim dan diharapkan bisnis tersebut akan maju dan

berkembang pesat lantaran selalu mendapatkan keberkahan

dari Allah SWT.4

Macam-macam jual beli ditinjau dari hukum dan

sifatnya, pertama jual beli shahih adalah jual beli yang

terpenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, jual beli fasid adalah

jual beli yang sebagian rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.

Kedua jenis jual beli tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu

jual beli yang diharamkan dan jual beli yang dibolehkan.

Contoh jual beli shahih yang diharamkan antara lain mencegat

para pedagang sebelum sampai ke pasar. Sedangkan contoh

jual beli fasid yang diharamkan antara lain jual beli hablil

habalah. Jual beli hablil habalah adalah menjual daging unta

dengan harga tempo sampai unta tersebut melahirkan

anaknya.5

Allah SWT berfirman :

4 Johan Arifin, Etika Bisnis Islami, Semarang: Walisongo Press,

2009, h. 153 5 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta : Amzah, 2010, h.

209-212

5

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu

saling memakan harta sesamamu dengan jalan

yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang

Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

dan janganlah kamu membunuh dirimu;

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu”. (Q.S An-Nisaa [4]: 29)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-

aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak,

kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang

demikian itu) dengan tidak menghalalkan

berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum

menurut yang dikehendaki-Nya”. (Q.S Al-

Maidah [5]: 1)

Ayat tersebut menegaskan bahwa dalam menjalankan

aktivitas mu’amalah yang terpenting adalah unsur kerelaan

kedua belah pihak dalam menjalankan akadnya. Tidak

menggunakan cara-cara yang batil yang tidak sesuai dengan

prinsip-prinsip syari’ah. Cara-cara yang batil seperti

kebohongan, penipuan, yang dapat merugikan pihak lain.

Serta dalam menjalankan akad dalam transaksi haruslah

dijalankan sebagaimana yang telah disepakati oleh kedua

belah pihak.

6

Dari sekian banyak bentuk jual beli, terdapat salah

satu sistem jual beli yang disebut jual beli tebasan. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa menebas,

artinya memotong, merambah tumbuh-tumbuhan yang kecil-

kecil, semak-semak, meretas, membuat jalan di hutan,

membuka hutan untuk ditanami, menetak, memarang,

memborong hasil tanaman seperti padi, buah-buahan dan

sebagainya semuanya ketika belum dipetik.6 Jadi jual beli

tebasan merupakan jual beli secara borongan (spekulatif),

yaitu jual beli yang dilakukan tanpa menimbang, mengukur

maupun menakar objek yang akan diperjualbelikan.

Di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,

Kabupaten Grobogan jual beli tebasan merupakan jual beli

yang lazim digunakan dalam menjual padi. Ukuran yang

digunakan adalah per seprapat. Seprapat adalah ukuran rata-

rata petak sawah di Kecamatan Purwodadi yaitu seluas

kurang lebih 1670 m2,

atau kurang lebih 1/6 hektar.7 Akan

tetapi luas sawah bisa saja kurang atau bahkan lebih luas dari

rata-rata luas diatas.8

Untuk mekanisme sistem tebasan, penebas akan

langsung datang ke sawah untuk melihat padi yang akan

6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 2005, 7 Wawancara dengan Bapak Budiyono, Kepala Dinas Pertanian

Kecamatan Purwodadi, Sabtu, 28 November 2015. 8 Wawancara dengan Bapak Sutris, Ketua Gapoktan (Gabungan

Kelompok Tani) Desa Waru karanganyar, Sabtu, 8 November 2015

7

ditebas. Hal tersebut dilakukan kurang lebih selama 1-2

minggu sebelum padi benar-benar menguning dan siap untuk

dipanen. Dalam menentukan harga, penebas akan mengukur

terlebih dahulu luas sawah menggunakan langkah kaki.

Setelah itu baru penebas akan bernegosiasi dengan penjual

untuk menentukan harga. Setelah harga disepakati, maka

penebas akan memberikan uang panjar (DP) sebagai tanda

jadi untuk transaksi tersebut. Besaran uang panjar berkisar

antara Rp 200.000 sampai dengan Rp 300.000. Pelunasan

akan dilakukan ketika padi siap panen. Untuk masalah harga,

satuan yang digunakan dalam penentuan harga tebasan adalah

Rupiah/seprapat. Untuk harga sendiri, rata-rata harga yang

diberikan per seprapat adalah Rp 3.000.000 sampai Rp

4.000.000 tergantung dari luas sawah, dan kualitas padi yang

meliputi subur atau tidaknya padi, serta kerapatan jarak

tanam.9

Akan tetapi, dengan berbagai alasan bisa saja harga

yang disepakati diawal kontrak berbeda dengan realisasi di

akhir kontrak, atau bahkan terjadi gagal kontrak. Sebagai

contoh, ketika kontrak awal penjual dan penebas harga yang

disepakati adalah Rp 4.000.000 tetapi karena alasan tertentu

penebas hanya membayarkan Rp 3.800.000. Alasan tersebut

biasanya karena cuaca yang tidak menentu (sering hujan)

maka harga jual padi menjadi turun. Perbedaan harga antara

9 Ibid

8

kontrak awal dengan realisasi pembayaran di akhir kontrak

tersebut biasanya diselesaikan secara kekeluargaan agar tidak

menimbulkan perselisihan antara penebas dengan penjual

(petani). Atau bisa juga bila terjadi gagal kontrak maka

penebas tidak jadi membeli padi tanpa ada pemberitahuan

pembatalan pembelian terlebih dahulu kepada penjual. Dan

uang yang dijadikan tanda jadi kontrak menjadi milik

penjual10

. Dalam konteks tersebut, maka ada salah satu pihak

yang dirugikan yaitu pemilik sawah.

Dalam menentukan kontrak kedua belah pihak tidak

menggunakan perjanjian tertulis, hanya menyatakannya

melalui lisan, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gagal

kontrak maka pihak penjual (petani) tidak bisa berbuat

banyak, hanya bisa menerima pembatalan kontrak secara

sepihak dari pihak pembeli.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“Praktek Jual Beli Padi menggunakan Sistem Tebasan

Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus di Desa Waru

Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten

Grobogan)”.

10

Wawancara dengan Bapak Purwoto, Sabtu, 28 November 2015.

9

B. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang diatas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana praktek jual beli padi menggunakan sistem

tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,

Kabupaten Grobogan ?

2. Bagaimana praktek jual beli padi menggunakan sistem

tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi,

Kabupaten Grobogan dalam Perspektif Ekonomi Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian:

a. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan

sistem tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan

Purwodadi, Kabupaten Grobogan.

b. Untuk mengetahui praktek jual beli padi menggunakan

sistem tebasan yang ada di Desa Waru Karanganyar,

Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogal dalam

Perspektif Ekonomi Islam.

2. Manfaat hasil penelitian

a. Bagi akademis: penelitian ini diharapkan bisa memberi

manfaat secara akademis untuk perkembangan ilmu

pengetahuan terkait dengan sistem jual beli tebasan dalam

perspektif Ekonomi Islam.

b. Bagi pelaku transaksi jual beli padi menggunakan sistem

tebasan di Desa Waru Karanganyar: penelitian ini

10

diharapkan bisa memberi manfaat bagi pelaku transaksi

jual beli padi menggunakan sistem tebasan di Desa Waru

Karanganyar agar dalam menjalankan bisnisnya selalu

berpedoman pada prinsip Ekonomi Islam sehingga dalam

transaksi tersebut tidak hanya mendatangkan manfaat bagi

para pelakunya, tetapi juga mendapatkan keberkahan dari

Allah SWT.

D. Tinjauan Pustaka

Yusuf Nizar dalam skripsinya yang berjudul “Jual Beli

Mendong Secara Tebasan Perspektif Hukum Islam (Studi di

Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota

Tasikmalaya)” menyimpulkan bahwa akad jual beli tebasan di

Kelurahan Cibeureum Kota Tasikmalaya dapat diterima menurut

Hukum Islam karena telah memenuhi semua rukun dan syaratnya

, serta sejalan dengan maqasyid asy-syariah, yaitu untuk keadilan

dan kemaslahatan seluruh umat manusia dengan memberikan

salah satu kemudahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dengan demikian, akad jual beli mendong secara tebasan di

Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum masih sejalan

dengan Hukum Islam dan boleh dilakukan.11

Anna Dwi Cahyani dalam skripsinya yang berjudul

“Jual Beli Bawang Merah dengan Sistem Tebasan di Desa

11

Yusuf Nizar, “Jual Beli Mendong Secara Tebasan Perspektif

Hukum Islam (Studi di Kelurahan Margabakti Kecamatan Cibeureum Kota

Tasikmalaya), Skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 85

11

Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan

Sosiologi Hukum Islam)” menyimpulkan bahwa terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi transaksi jual beli secara

tebasan, yaitu : transaksinya lebih mudah, tidak berbelit-belit,

lebih efektif karena tidak perlu repot memanen, hemat biaya

serta pembayarannya dilakukan diawal menjadi faktor-faktor

yang mempengaruhi adanya jual beli bawang merah

menggunakan sistem tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan

Dukuh Puri Tegal. Selain itu dalam transaksi tersebut juga

sudah memenuhi syarat dan rukun akad. Apabila terjadi

potongan harga maka diselesaikan dengan cara yang

transparan.12

Dini Widya Mulyaningsih dalam skripsinya yang

berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Ganti

Rugi Dalam Jual Beli Tebasan (Studi Kasus Ganti Rugi Pada

Jual Beli Padi Tebasan Di Desa Brangsong Kec. Brangsong

Kab. Kendal)” menyimpulkan bahwa praktek pemotongan

harga tidak sesuai dengan hukum Islam dikarenakan gagal

panen adalah hal diluar jangkauan kedua belah pihak yakni

penjual dan pembeli. selain itu dalam akad jual beli

hendaknya dilakukan atas dasar kerelaan, bukan karena unsur

keterpaksaan, sungkan, tidak enak hati karena bertetangga dan

12

Anna Dwi Cahyani, “Jual BeliBawang Merah dengan Sistem

Tebasan di Desa Sidapurna Kecamatan Dukuh Puri Tegal (Sebuah Tinjauan

Sosiologi Hukum Islam)” skripsi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2010,

h.81-82

12

sebagainya. Dalam hal ini petani menjual padi secara tebasan

lebih banyak berdasarkan keterpaksaan dan sebagai pihak

yang lemah.13

Irfatun Na’imah dalam skripsinya yang berjudul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Dengan

Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran

Kabupaten Lamongan)” menyimpulkan bahwa jual beli

tebasan di desa Sekaran merupakan adat yang sudah lama dan

jual beli tersebut menguntungkan kedua belah pihak serta

lebih banyak mendatangkan manfaat dari pada mudharatnya,

serta membantu perekonomian dalam rangka menaikkan taraf

hidup masyarakat desa Sekaran.14

Siti Malikatul Choiriyah dalam skripsinya yang

berjudul “Jual Beli Kelapa Secara Tebasan Perspektif

Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan

Sendangsari Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman

Yogyakarta) menyimpulkan bahwa jual beli tebasan tersebut

masih sejalan dengan hukum Islam dari kacamata Sosiologi,

hanya perlu menghindari mekanisme yang dapat merugikan

kedua belah pihak demi kemaslahatan bersama, serta perlu

13

Dini Widya Mulyaningsih, Analisis Hukum Islam Terhadap

Praktek Ganti Rugi Dalam Jual Beli Tebasab (Studi Kasus Ganti Rugi Pada

Jual Beli Padi Tebasan di Desa Brangsong Kec. Brangsong Kab. Kendal),

Semarang: IAIN Walisongo Semarang, 2011, h. 64-65) 14

Irfatun Na’imah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan

Dengan Sistem Tebasan di Desa Sekaran Kecamatan Sekaran Kabupaten

Lamongan, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012, h. 70

13

menekankan prinsip kejujuran serta transparansi kualitas

barang agar tidak ada manipulasi.15

Dari beberapa tinjauan pustaka diatas lebih membahas

sistem tebasan dari segi Hukum Ekonomi Islam maupun

Sosiologi Hukum Islam serta membahas faktor-faktor yang

mempengaruhi masyarakat memilih jual beli secara tebasan.

Sedangkan dalam skripsi yang peneliti buat akan membahas

model jual beli padi menggunakan sistem tebasan yang ada di

Desa Waru Karanganyar, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten

Grobogan serta meninjau model jual beli tebasan tersebut

dalam perspektif Ekonomi Islam.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian menguraikan tentang jenis penelitian,

metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis

data.

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian lapangan

(field research) dengan pendekatan kualitatif. Menurut

Bogdan dan Taylor yang dikutip Jusuf Soewadji penelitian

kualitatif diartikan sebagai salah satu prosedur penelitian yang

15

Siti Malikatul Choiriyah, Jual Beli Kelapa Secara Tebasan

Perspektif Sosiologi Hukum Islam (Studi di Desa Bandan Kelurahan

Sendangsari Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman

Yogyakarta,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008, h. 88

14

akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan

dan prilaku orang-orang yang diamati.16

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data seharusnya ditulis secara lengkap, dari

mana data itu diperoleh. Untuk penelitian yang bersifat library

research, sumber data diambil dari buku-buku rujukan atau

penelitian-penelitian mutakhir baik yang sudah dipublikasikan

maupun belum diterbitkan. Sumber data terdiri dari data

primer dan data sekunder.

Dalam penelitian yang bersifat field research, data

penelitian berupa data primer dan sekunder, Data primer yaitu

data yang berasal langsung dari sumber data yang

dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung

dengan permasalahan yang diteliti. Data ini diperoleh dari

hasil wawancara (interview) atau kuesioner penelitian. Dalam

hal ini data primer dapat diperoleh melalui wawancara dengan

petani, penebas, maupun makelar (broker). Sedangkan data

sekunder yaitu data yang tidak didapatkan secara langsung

oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang atau pihak lain,

misalnya berupa dokumen laporan–laporan, buku-buku, jurnal

penelitian, artikel dan majalah ilmiah yang masih berkaitan

dengan materi penelitian.

16

Soewadji Jusuf, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: Mitra

Wacana Media, 2012, h.51

15

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian

kualitatif, bisa digunakan dengan beberapa teknik,

diantaranya:

a. Wawancara (Interview)

Wawancara (Interview) dapat dilakukan

secara tatap muka (face to face) antara peneliti dan

yang diteliti maupun dengan menggunakan media

komunikasi. Interview adalah sebuah dialog yang

dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk

memperoleh informasi dari terwawancara

(interviewed). Dalam hal ini peneliti akan

melakukan wawancara langsung dengan penjual

maupun pembeli tentang informasi yang dibutuhkan

peneliti.

Dalam teknik wawancara ini instrumen yang

digunakan sebagai pengumpul data berupa pedoman

wawancara yaitu berupa pertanyaan-pertanyaan

yang sistematis dan terarah. Metode ini digunakan

peneliti dalam mencari data secara langsung yang

berkenaan dengan sistem tebasan.

b. Dokumentasi (Documentation)

Dokumentasi adalah teknik atau metode

pengumpulan data dengan cara mengambil data dari

dokumen-dokumen yang ada baik berupa catatan,

16

transkrip, buku-buku, jurnal ilmiah, koran, majalah,

website dan lain-lain.

c. Observasi (Observation)

Observasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan

secara sistematis. Menurut Kartono pengertian

observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis

tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis

dengan jalan pengamatan dan pencatatan.17

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bersifat deskriptif analitis, yaitu

data yang dikumpulkan lebih mengambil bentuk kata-kata

atau gambar daripada angka-angka. Hasil penelitian

tertulis berisi kutipan-kutipan dari data untuk

mengilustrasikan dan menyediakan bukti presentasi,

transkip wawancara, catatan lapangan, dokumen-

dokumen, memo, foto dan dokumen resmi lainnya.18

Sedangkan analitis digunakan untuk menganalisis praktek

jual beli secara tebasan dalam perspektif Ekonomi Islam.

17

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta:PT Bumi

Aksara, 2013, h. 47 18

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta:

Rajawali Pers, 2012, h.3

17

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini akan dibagi

menjadi lima bab, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Berisi uraian mengenai alasan-alasan yang menjadi

latar belakang dalam penelitian ini, rumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti, yaitu tentang teori-teori

mengenai mekanisme Jual Beli dalam Islam

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum objek

penelitian yaitu Jual Beli Padi menggunakan Sistem

Tebasan di Desa Waru Karanganyar, Kecamatan

Purwodadi, Kabupaten Grobogan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan tentang hasil dan pembahasan

mengenai penelitian yang telah dilakukan.

BAB V PENUTUP

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.