BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.unwahas.ac.id/1725/2/BAB I.pdf · 2019. 10....

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan kekayaannya berupa beragam suku, budaya, ras, etnis, warna kulit, bahasa, agama dan lain sebagainya menyebabkan Indonesia disebut sebagai salah satu negara multikultural terbesar di dunia. 1 Keragaman ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas. Indonesia mempunyai ribuan pulau yang tersebar diseluruh penjuru nusantara baik itu pulau besar maupun kecil. Populasi penduduknya kurang lebih 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda. 2 Selain itu, masyarakatnya juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam, seperti Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha, Konghucu dan beragam aliran kepercayaan lainnya. Kesadaran akan multikulturalisme menjadi suatu hal yang sangat penting. Pasalnya keragaman ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam kehidupan bermasyarakat seperti, korupsi, kolusi, nepotisme, perseturuan politik, kemiskinan, kekerasan, separatisme, perusakan lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak- hak orang lain. 3 Yang menjadi tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini ialah konflik dan kekerasan dalam masyarakat. Beberapa tahun terakhir, terjadi puluhan kasus konflik dan kekerasan, seperti kasus Ambon, Papua, Aceh dan lain sebagainya. Penciptaan manusia yang beragam ini, baik dalam dimensi bangsa, suku, jenis kelamin dan sebaginya telah ditegaskan Allah Swt dalam firman- Nya. Tujuan agung dari penciptaan manusia yang beragam itu adalah supaya 1 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadlan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, h. 3 2 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia (Diakses pada tanggal 29 November 2017 pukul 00.17 WIB) 3 Op.Cit., h. 4

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.unwahas.ac.id/1725/2/BAB I.pdf · 2019. 10....

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Indonesia dengan kekayaannya berupa beragam suku, budaya, ras,

    etnis, warna kulit, bahasa, agama dan lain sebagainya menyebabkan

    Indonesia disebut sebagai salah satu negara multikultural terbesar di dunia.1

    Keragaman ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis

    yang begitu beragam dan luas. Indonesia mempunyai ribuan pulau yang

    tersebar diseluruh penjuru nusantara baik itu pulau besar maupun kecil.

    Populasi penduduknya kurang lebih 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang

    menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda.2 Selain itu, masyarakatnya

    juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam, seperti Islam, Kristen,

    Khatolik, Hindu, Budha, Konghucu dan beragam aliran kepercayaan lainnya.

    Kesadaran akan multikulturalisme menjadi suatu hal yang sangat

    penting. Pasalnya keragaman ini dapat menimbulkan berbagai persoalan

    dalam kehidupan bermasyarakat seperti, korupsi, kolusi, nepotisme,

    perseturuan politik, kemiskinan, kekerasan, separatisme, perusakan

    lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-

    hak orang lain.3 Yang menjadi tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini

    ialah konflik dan kekerasan dalam masyarakat. Beberapa tahun terakhir,

    terjadi puluhan kasus konflik dan kekerasan, seperti kasus Ambon, Papua,

    Aceh dan lain sebagainya.

    Penciptaan manusia yang beragam ini, baik dalam dimensi bangsa,

    suku, jenis kelamin dan sebaginya telah ditegaskan Allah Swt dalam firman-

    Nya. Tujuan agung dari penciptaan manusia yang beragam itu adalah supaya

    1 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk

    Demokrasi dan Keadlan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, h. 3 2 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia (Diakses pada tanggal 29

    November 2017 pukul 00.17 WIB) 3 Op.Cit., h. 4

    https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia

  • 2

    manusia dapat saling mengenal. Sebagaimana yang termaktub dalam Surat

    Al-Hujurat ayat 13 berikut ini.

    ٰٓاَيُّهَاالنَّاسُ مُُْاِنَّاُي ك نَُُْخلَْقن ىوََُُّذَكرُ ُمِّمُُْا ْنث ك ْىبًاَُوَجَعْلن قَبَآئِلَُُش ع ُاِنَُُُّۗ ُُلِتََعاَرف ْىاُوَّ

    مُْ ك مُُِْعْنَدللاُُِاَْكَرَمك (٣١.ُ)َُخبِْيرُ َُعلِْيمُ ُللاَُُاِنَُُُّۗ ُُاَْتق

    “Artinya: “Wahai manusia sungguh, kami telah menciptakan kamu

    dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan

    kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling

    mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

    ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,

    Maha teliti.” (Q.S. Al- Hujurat: 13)4

    Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Swt telah menciptakan

    manusia dengan beragam bangsa, suku dan lain sebagainya dengan tujuan

    agar manusia saling mengenal satu sama lain. Taaruf dalam ayat diatas

    mengandung sebuah isyarat dari Allah supaya manusia mampu untuk hidup

    damai di antara berbagai keragaman tersebut. Saling mengenal dapat pula

    dipahami dengan saling memahami antar keragaman. Keragaman tersebut

    tidaklah menjadikan pembeda di hadapan Allah. Karena yang paling mulia

    dihadapan Allah hanyalah kadar ketaqwaan seseorang.

    Adanya konflik dan kekerasan yang diulas pada bagian awal di atas

    disebabkan oleh beragam persoalan, seperti faktor kesenjangan ekonomi,

    perebutan kekuasaan, ataupun persaingan antar agama.5 Namun, dari sebagian

    besar konflik dan kekerasan yang terjadi, agama dianggap sebagai salah satu

    faktor pemicu utama sebab terjadinya konflik dan kekerasan tersebut.

    Berbagai persoalan yang timbul akibat kurangnya kesadaran akan

    keberagaman yang ada di Indonesia menjadi tantangan besar, khususnya bagi

    dunia pendidikan. Konflik dan kekerasan tidak bisa diselesaikan secara tuntas

    dengan pendekatan keamanan semata. Pendekatan pendidikan mempunyai

    kontribusi yang sangat besar dalam memberikan solusi penyelesaian konflik

    4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, Jakarta:

    Suara Agung, 2014, h. 1074 5 Ngainun Naim & Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,

    Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011, h. 15

  • 3

    karena pendidikan dapat membangun kesadaran secara sistematis terhadap

    pentingnya kehidupan yang rukun dan damai.6

    Menurut Darmaningtyas, pendidikan merupakan usaha sadar dan

    sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik.7 N.

    Drijarkara seorang pakar filsafat Indonesia, mendefinisikan pendidikan

    sebagai suatu perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antar pribadi,

    dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses pemanusiaan manusia muda,

    dalam arti terjadi proses hominisasi (proses menjadikan seseorang sebagai

    manusia) dan humanisasi (proses pengembangan kemanusiaan manusia).8

    Sedangkan pengertian pendidikan Islam secara sederhana diartikan

    sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam

    sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadits serta pemikiran

    para Ulama.9 Ahmad Tafsir seorang guru besar Pendidikan Islam IAIN Sunan

    Gunung Jati Bandung, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan

    terhadap seseorang agar berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran

    Islam.10

    Dalam hal ini bimbingan yang dimaksud ialah mengarahkan segala

    potensi yang dimiliki peserta didik dalam rangka menuju ke arah

    kesempurnaan. Atau dalam pembahasan filsafatnya disebut sebagai insan

    kamil atau manusia paripurna.

    Pendidikan multikultural sebagai salah satu alternatif dalam

    memberikan solusi atas persoalan tersebut. Menurut Andersen dan Cusher,

    pendidikan multikultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman

    kebudayaan.11

    Pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan

    sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan/ Sunatullah), sehingga manusia mampu

    menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.

    6 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 15

    7 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 28

    8 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 30

    9 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di

    Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010, h. 173 10

    Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Op.Cit., h. 32 11

    Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 175

  • 4

    Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di

    Indonesia yang pada umumnya menyelenggarakan berbagai satuan

    pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupunn madrasah mempunyai

    tanggung jawab besar dalam menerapkan pendidikan Islam yang memuat

    nilai-nilai multikulturalisme dalam kegiatan kesehariannya. Berbicara tentang

    pesantren tentunya tidak lepas dari kyai dan santri yang ada didalamnya.

    Sebagai lembaga sosial, pesantren memiliki keterlibatan dalam

    menangani masalah-masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah kehidupan

    masyarakat yang plural atau dapat dikatakan juga bahwa pesantren bukan saja

    sebagai lembaga pendidikan dan dakwah tetapi lebih jauh dari pada itu.

    Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi atau lembaga pendidikan

    pesantren tergantung pada kemampuan pemimpin dalam mengantisipasi

    perubahan eksternal, terutama menjalin keharmonisan hubungan dengan

    masyarakat di lingkungan pondok pesantren.

    Seorang kyai sebagai tokoh sentral dalam lembaga pendidikan Islam

    pada sebuah pesantren mempunyai pengaruh besar dalam implementasi nilai-

    nilai pendidikan multikultural di lingkungannya. Kyai merupakan figur yang

    berperan dalam memacu perubahan di dalam pondok pesantren dan

    masyarakat sekitarnya. Kedudukan kyai adalah pemegang pesantren yang

    menawarkan perubahan sosial keagamaan baik melalui interpretasi agama

    maupun perilaku keagamaan santri.12

    Kepemimpinan kyai dalam sebuah pesantren mempunyai tugas dan

    fungsi yang unik. Hal ini dikarenakan kyai sebagai pemimpin lembaga

    pendidikan Islam yang tidak sekedar menyusun kurikulum, peraturan, sistem

    evaluasi, sekaligus sebagai pendidik dan pengajar terkait ilmu agama,

    melainkan bertugas pula sebagai pembina dan pendidik umat. Hingga saat ini

    kepemimpinan kiai dalam ponok pesantren menjadi fenomena yang menarik

    12

    Mashur, Kepemimpinan Kyai dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Karakter di

    Pesantren Al Urwatul Wutsqo Jombang, Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam, Jombang:

    STIT Al-Urwatul Wutsqo, 4 Maret 2017, Vol 1 No. 1.

  • 5

    untuk dikaji perkembangannya di masyarakat. Karena eksistensi pondok

    pesantren di nilai sangat tepat dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini.

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim (PPLWH) merupakan

    pondok pesantren yang santri-santrinya merupakan mahasiswa Universitas

    Wahid Hasyim Semarang (UNWAHAS) itu sendiri. Para santri Pondok

    Pesantren Luhur Wahid Hasyim terdiri dari ratusan santri dengan latar

    belakang daerah yang berbeda dan sangat beragam. Para santri berasal dari

    berbagai daerah dalam negeri yaitu dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada

    yang berasal dari luar negeri yaitu Thailand dan Afganistan. Hal ini

    menggambarkan bahwa pesantren ini mampu mewadahi keragaman.

    Pesantren ini sebagai pondok pesantren mahasiswa Universitas Wahid

    Hasyim Semarang tentunya tidak lepas dari bagaimana kehidupan sosial

    santri di kampus. Dimana mahasiswa yang kuliah di kampus ini terdiri dari

    ribuan mahasiswa yang berasal dari beragam daerah, suku, agama dan lain

    sebagainya. Tidak sedikit mahasiswa yang berasal dari Papua dengan

    keyakinan yang berbeda dari mayoritas mahasiswa yang ada di kampus ini.

    Selain itu banyak pula mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara

    seperti Thailand, Malaysia, dan Afganistan.

    Adapun kehidupan santri Pondok Pesantren Luhur Wahid Haysim

    Semarang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang ada. Namun, mahasiswa

    Afghanistan yang berada di asrama putri Pondok Pesantren Luhur Wahid

    Hasyim Semarang memperoleh fasilitas yang lebih mewah jika dibandingkan

    dengan santri yang lainnya, yaitu seperti satu kamar yang ditempati satu

    orang dengan fasilitas AC, almari, oven, dan berbagai perlengkapan lainnya.

    Sedangkan mahasiswa Thailand yang pada awalnya mereka hanya mau

    menempati kamar sesuai keinginan mereka akhirnya berkenan untuk

    menempati kamar yang dipersiapkan oleh pengurus pondok. Adanya

    fenomena tersebut dapat berdampak pada kecemburuan pada santri-santri

    lainnya yang dapat memicu konflik.

    Berangkat dari latar belakang masalah tersebutlah, peneliti memiliki

    ketertarikan untuk meneliti lebih dalam lagi tentang “Optimalisasi Peranan

  • 6

    Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang ”.

    B. Alasan Pemilihan Judul

    1. Pendidikan Islam multikultural merupakan pendidikan Islam yang

    mengajarkan keragaman, menghendaki adanya beragam perbedaan dalam

    kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.

    2. Pendidikan Islam multikultural diharapkan mampu mewujudkan Islam

    yang rahmatan lil ‘alamin serta menjadikan peserta didik menjadi warga

    negara yang menjunjung tinggi perbedaan dalam kehidupan yang

    beragam.

    3. Lembaga pendidikan Islam mempunyai peranan penting dalam

    membentuk generasi bangsa yang menghendaki adanya perbedaan

    budaya, suku, ras, agama, etnis dan lain sebagainya demi terciptanya

    kehidupan berbangsa yang damai.

    4. Kyai sebagai tokoh sentral dalam sebuah lembaga pendidikan Islam

    berupa pondok pesantren mempunyai peranan penting dalam

    mengoptimalkan pendidikan Islam multikultural.

    C. Telaah Pustaka

    Penulis membuat skripsi ini dengan mengambil berbagi rujukan dari

    hasil penelitian yang berkaitan dengan “Optimalisasi Peranan Kiai dalam

    Menunjang Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok

    Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang”, yaitu sebagai berikut:

    Pertama, skripsi yang ditulis oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i yang

    berjudul “Pendidikan Agama Islam Multikultural (Telaah Terhadap Buku

    Pendidikan Agama Berwawasan Multiultural Karya Zakiyuddin

    Baidhawy)”.13

    Hasil skripsinya menunjukkan bahwa menurut Zakiyuddin

    Baidhawy, pendidikan agama perlu menggunakan paradigma multikultural

    13

    Mukhlis Hidayat, Pendidikan Agama Islam Multikultural (Telaah Terhadap Buku

    Pendidikan Agama Berwawasan Multiultural Karya Zakiyuddin Baidhawy) (Skripsi), Yogyakarta:

    Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009.

  • 7

    sebagai landasan utama penyelenggaraan proses belajar mengajar.

    Menurutnya pendidikan agama Islam multikultural sebagai alternatif baru

    pendidikan agama yang mengusung pendekatan dialogis untuk menanamkan

    kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan. Nilai-nilai utama

    yang harus ditekankan dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama

    Islam multikultural yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun rasa

    saling percaya, saling memahami, terbuka dalam berfikir, apresiasi dan

    interdependendsi, resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.

    Tinjauan skripsi yang disusun oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i secara

    garis besar persamaannya terdapat pada penekanan pentingnya pendidikan

    agama Islam berwawasan multikultural. Perbedaannya terdapat pada metode

    pendekatan penelitian yang digunakan yaitu metode hermeunitik dengan

    pendekatan filosofis, dimana penliti berusaha menafsirkan makna konsep

    pendidikan agama berwawasan multikultural yang di gagas oleh Zakiyuddin

    Baidhawy. Sedangkan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan ialah

    pendekatan studi fenomenologi terhadap kyai di pondok pesantren, dimana

    kyai memiliki peran sebagai pemimpin sekaligus pendidik di pesantren yang

    mempunyai pengaruh besar terhadap internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam

    multikultural di pondok pesantren.

    Kedua, skripsi yang disusun oleh Ahmad Zainal Ubab yang berjudul

    “Startegi Kyai dalam Pengembangan Pesantren di Lingkungan Komunitas

    Non Muslim Tionghoa (Studi Kasus di Pondok Pesantren Kauman Kec.

    Lasem Kab. Rembang).14

    Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diantara

    strategi yang dilakukan kyai dalam mengembangkan pondok pesantrennya

    melalui beberapa hal. Dari aspek pendidikan, kiai menggunakan strategi

    dengan tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf) dan

    mengembangkan pendidikan life skill santri. Kemudian dari aspek sosial, kyai

    menggunakan strategi dengan tetap menjunjung tinggi toleransi bertetangga

    14

    Ahmad Zainal Ubab, Startegi Kyai dalam Pengembangan Pesantren di Lingkungan

    Komunitas Non Muslim Tionghoa (Studi Kasus di Pondok Pesantren Kauman Kec. Lasem Kab.

    Rembang) (Skripsi), Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo, Tanggal

    05 Desember 2013.

  • 8

    dengan masyarakat Tionghoa sekitar pesantren dan peduli dengan masyarakat

    sekitar tanpa membeda-bedakan ras dan keyakinan.

    Tinjauan skripsi yang disusun oleh Ahmad Zainul Ubab memiliki

    letak persamaan, yaitu terdapat pada peranan seorang kyai dalam sebuah

    pesantern terkait dengan hubungan sosial kemasyarakatan yang plural.

    Perbedaannya terdapat pada pendekatan penelitian yang digunakan yaitu

    sosiologis paedagogik, dimana peneliti berusaha untuk mengungkap strategi

    yang digunakan kyai untuk mengembangkan pondok pesantren melalui aspek

    pendidikan dan interaksi sosial pesantren dengan masyarakat sekitar. Yang

    menjadi fokus utama penelitian tersebut berupa strategi pengembangan

    pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat Tionghoa. Sedangkan

    pendekatan penelitian yang dilakukan peneliti disini ialah pendekatan studi

    fenomenologis, dimana peneliti berusaha mengungkap peranan seorang kyai

    dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam berbasis multikultural di

    tengah kehidupan santri yang beragam, baik itu lintas agama dan budaya.

    Dalam hal ini yang menjadi fokus peneliti berupa usaha yang dilakukan kyai

    dalam peranannya sebagai pemimpin dan pendidik di pesantren serta

    pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat sekitar.

    Ketiga, disertasi yang disusun oleh M. Anang Sholikhudin dengan

    judul “KH. M. Sholeh Bahruddin dan Implementasi Multikulturalisme dalam

    Sistem Pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan”.15

    Hasil penelitiannya

    menyatakan bahwa implementasi multikulturalisme Kyai Sholeh dalam

    sistem pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan terlihat dari visi misi,

    statuta, renstra, dan rancangan induk penelitian kampus yang menekankan

    pada nilai religius-pluralis. Adapun implementasi multikulturalisme dalam

    sistem pendidikan kampus didukung oleh adanya ajaran tarekat. Sedangkan

    faktor penghambatnya berasal dari kyai dan pesantren lain di Pasuruan yang

    mempunyai model pendidikan yang tidak sama.

    15

    M. Anang Sholikhuddin, KH. M. Sholeh Bahruddin dan Implementasi

    Multikulturalisme dalam Sistem Pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan (Tesis), Surabaya:

    UIN Sunan Ampel, Tanggal 08 Juni 2017.

  • 9

    Tinjauan disertasi yang disusun oleh M. Anang Sholikhuddin

    memiliki letak kesamaan berupa pendekatan penelitian yang digunakan ialah

    studi fenomenologis terhadap kyai terkait dengan pendidikan multikultural di

    tengah-tengah keberagaman. Sedangkan perbedaannya terdapat pada fokus

    penelitiannya yaitu lebih menekankan pada implementasi multikulturalisme

    K.H.M. Soleh Bahruddin dalam sistem pendidikan kampus yang

    digambarkan melalui visi misi kampus dan lain sebagainya. Sedangkan

    penelitain yang dikaji peneliti berfokus pada optimalisasi peranan kyai dalam

    menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren.

    Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka yang dipaparkan diatas,

    peneliti melihat ada perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan

    penelitian yang akan peneliti kaji. Peneliti bermaksud mengungkapkan

    bagaimana optimalisasi peranan kyai dalam menunjang keberhasilan

    pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren mahasiswa yang

    memiliki latar belakang berbeda dan beragam. Hal ini berbeda dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i yang hanya

    memfokuskan pada telaah buku Pendidikan Agama Islam Berwawasan

    Multikultural karya Zakiyuddin Baidhawy.

    Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

    Ahmad Zainal Ubab yang menitikberatkan pada strategi yang dilakukan kyai

    dalam mengembangkan pondok pesantren di lingkungan masyarakat

    Tionghoa. Berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Anang

    Sholikhudin yang menitikberatkan penelitiannya pada implementasi

    pendidikan multikulturalisme di kampus yang di integrasikan dengan tenaga

    kependidikan di kampus.

    D. Penegasan Istilah

    Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman, maka penulis

    memberikan penegasan istilah terkait dengan penelitian yang berjudul

    “Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan

    Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang”

  • 10

    1. Optimalisasi

    Istilah optimalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal

    dari kata optimal yang mempunyai arti terbaik atau tertinggi, optimalisasi

    adalah suatu proses meninggikan atau meningkatkan.16

    Maka dapat

    diartikan bahwa optimalisasi merupakan suatu proses dalam sebuah

    pekerjaan yang dilakukan dengan cara terbaik untuk mencapai hasil yang

    diinginkan.

    2. Peranan Kyai

    Peranan adalah jabatan yang dilakukan, atau pekerjaan yang

    dilakukan.17

    Secara umum, kyai dimaknai sebagai penyebutan kepada

    seseorang yang dihormati yang memiliki ilmu keagamaan. Kyai juga

    diartikan sebagai seorang ahli yang berfokus pada bidang keagamaan.18

    Peranan kyai yang dimaksudkan penulis ialah peran seorang ahli agama

    sebagai tokoh sentral dalam lembaga pendidikan Islam, yaitu di pondok

    pesantren.

    3. Pendidikan Islam

    Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk

    mengembangkan seluruh potensi manusia baik lahir maupun batin agar

    terbentuknya pribadi muslim yang seutuhnya.19

    4. Multikultural

    Secara etimologi istilah multikultural berasal dari kata multi

    (banyak, ragam, aneka) dan kultur (budaya).20

    Dengan demikian

    multikultural dapat diartikan sebagai keragaman budaya sebagai wujud

    dari keragaman latar belakang seseorang.21

    5. Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang

    16

    Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 628 17

    W. J. S. Porwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

    1986, h. 675 18

    Sayfa Auliya Achdsti, Kyai dan Pembangunan Institusi Sosial, Yogyakarta: Pustaka

    Pelajar, 2015, h. 29 19

    Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, Jakarta:

    Prenadamedia Group, 2014, h.11 20

    Choirul Huda, Op.Cit., h. 75 21

    Ainurrofiq Dawam, Emoh Sekolah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press, 2003, h.

    100

  • 11

    Pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam

    tradisional di mana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah

    bimbingan seorang (atau lebih) guru atau kyai.22

    Jadi yang dimaksud di atas adalah bagaimana upaya kyai dalam

    mengoptimalkan peranannya dalam menunjang keberhasilan Pendidikan

    Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim

    Semarang.

    E. Fokus Penelitian

    Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diawal, yang menjadi

    fokus penelitian yang akan dikaji oleh penulis yaitu sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pandangan kyai tentang pendidikan Islam multikultural di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang ?

    2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan kyai dalam menunjang

    keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur

    Wahid Hasyim Semarang ?

    3. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung kyai dalam

    optimalisasi pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur

    Wahid Hasyim Semarang ?

    F. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat:

    a. Mengetahui pandangan kyai tentang pendidikan Islam multikultural di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    b. Mengetahui usaha yang dilakukan dalam optimalisasi peranan kyai

    dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    22

    Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya

    mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2015, h. 79

  • 12

    c. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam

    optimalisasi peranan kyai dalam pendidikan Islam multikultural di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    G. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat yang diharapkan setelah dilakukannya penelitian ini yakni:

    1. Secara Teoritik

    Penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan keilmuan

    Fakultas Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam

    Universitas Wahid Hasyim Semarang.

    2. Secara Praktis

    a. Bagi Peneliti

    1) Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pendidikan Islam

    multikultural di lembaga pendidikan Islam, khususnya dalam

    peranan seorang kyai sebagai pimpinan pondok pesantren.

    2) Memberikan pengetahuan dan pengalaman secara langsung

    mengenai bagaimana peranan kyai dalam internalisasi nilai-nilai

    multikultural dalam pendidikan pondok pesantren.

    b. Bagi Kyai

    1) Sebagai sumbangan informasi betapa pentingnya peranan kyai dalam

    menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di sebuah

    pondok pesantren.

    2) Menambah wawasan tentang betapa pentingnya pendidikan Islam

    multikultural di pondok pesantren.

    c. Bagi Pondok Pesantren

    1) Memberikan kontribusi keilmuan dalam bidang pendidikan.

    2) Menjadikan masukan bagi kyai dan ustadz tentang pentingnya

    peranannya dalam internaliasasi nilai-nilai pendidikan multikultural

    dalam pendidikan Islam di pondok pesantren.

  • 13

    H. Metode Penelitian

    Metode penelitian merupakan cara yang ditempuh seorang peneliti

    untuk mencapai hasil yang dituju. Adapun untuk mencapai tujuan penelitian

    ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

    1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

    Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian

    yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,

    peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang

    secara individual maupun kelompok.23

    Penelitian ini dikategorikan

    sebagai penelitian lapangan (field reseac). Field Reseach atau penelitian

    lapangan, yaitu suatu penelitian yang dilakukan di kancah atau medan

    tempat dimana terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.24

    Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian kualitatif karena lebih

    menekankan pada proses-proses pendidikan dan sosial yang terjadi di

    Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang. Terutama proses

    yang terkait dengan peranan kyai dalam pendidikan Islam multikultural

    di pesantren ini.

    2. Subjek dan Objek Penelitian

    Subjek penelitian merupakan sumber, tempat mendapatkan

    keterangan dalam penelitian. Subjek penelitian berarti orang atau siapa

    saja yang menjadi sumber penelitian.25

    Yang menjadi subjek dalam

    penelitian ini adalah kyai dan santri di Pondok Pesantren Luhur Wahid

    Hasyim Semarang. Sedangkan objek penelitian ini adalah peranan kyai

    dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok

    Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang serta faktor penghambat dan

    faktor pendukung peranan kyai dalam menunjang keberhasilan

    23

    Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2010, h. 60 24

    Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 2000, h. 20 25

    Suharsimi Arikunto, Proses Penelitian: Suatu Pendekatan Proses, Jakarta: Bima

    Aksara, 1989, h. 102

  • 14

    pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid

    Hasyim Semarang.

    3. Jenis dan Sumber Data

    Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subyek

    darimana data diperoleh. Sumber data penelitian dikelompokkan

    menjadi:

    a) Data Primer

    Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari subyek

    penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat

    pengambilan data langsung pada subyek sebagai informasi yang

    dicari. Dalam hal ini, peneliti memperoleh data secara langsung,

    mengamati dan mencatat kejadian peristiwa melalui observasi

    (pengamatan), interview (wawancara) serta dokumentasi. Dalam

    penelitian ini yang menjadi data primer yaitu pengasuh Pondok

    Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, ustadz, pengurus, dan para

    santri Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    b) Data Sekunder

    Data sekunder ialah data yang diperoleh melalui pihak lain,

    tidak langsung diperoleh dari subyek penelitian.26

    Dalam hal ini

    peneliti memperoleh data dari data-data yang telah ada dan

    mempunyai keterkaitan dengan masalah yang akan diteliti lebih lanjut

    melalui literatur dan bibliografi.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk memperoleh data yang relevan dengan fokus penelitian,

    maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai meliputi :

    a) Metode wawancara

    Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

    informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

    26

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Bima

    Aksara, 1989, h. 107

  • 15

    dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.27

    Metode

    wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah

    wawancara terstruktur.

    Metode wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data

    penelitian terkait peranan kyai dalam menunjang pendidikan Islam

    multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    b) Metode Observasi

    Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau

    cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan

    terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.28

    Adapun yang akan

    diamati peneliti meliputi fenomena-fenomena sosial, dan gejala-gejala

    alam yang dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini, peneliti

    sebagai pengamat partisipan, yang artinya peneliti merupakan bagian

    yang integral dari situasi yang dipelajarinya, sehingga kehadirannya

    tidak mempengaruhi situasi tersebut dalam kewajarannya.29

    Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran

    yang nyata berkaitan dengan fokus apa yang diteliti berkenaan dengan

    kondisi objektif Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.

    c) Metode Dokumentasi

    Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

    Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

    monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap

    dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif.30

    Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang latar

    belakang Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, yang

    meliputi sejarah singkat berdirinya, visi misi, tujuan, struktur

    27

    Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Bandung : CV Alfabeta, 2012, h.

    231 28

    Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., h. 220 29

    S. Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, Bandung: Jemmars, 1991, h. 146 30

    Suharsimi Arikunto, Op.Cit., h. 131

  • 16

    organisasi, keadaan kyai dan santri, serta keadaan sarana dan

    prasarana yang tersedia.

    5. Metode Analisis Data

    Analisis data adalah suatu rangkaian kegiatan penelaahan,

    pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah

    fenomena memiliki sebuah nilai sosial, akademis dan ilmiah. Analisis

    data kualitatif itu meliputi komponen kegiatan, yakni:

    a. Reduksi Data (Data Reduction)

    Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,

    perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul

    dari catata-catatan tertulis di lapangan.31

    Menurut S. Nasution, reduksi

    data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

    pada hal-hal yang penting, mencari tema atau polanya, sehingga data

    lebih mudah untuk dikendalikan.32

    Reduksi data pada penelitian ini dilakukan ketika data-data

    yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi telah

    terkumpul, maka data tersebut perlu dikerucutkan yang berfokus pada

    peranan kyai dalam pendidikan Islam berbasis multikultural di pondok

    pesantren serta faktor penghambat dan faktor pendukung yang ada,

    kemudian membuang data-data yang tidak diperlukan, sehingga data

    tersebut bisa terarah dan mudah dipahami.

    b. Penyajian Data (Data Display)

    Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu penyajian

    data. penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,

    bagan, hubungan antar kategori, dan dengan teks yang bersifat naratif.

    Penyajian data di sini dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun

    yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan.

    c. Penarikan Kesimpulan (verification)

    31

    Matthew Miles & Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta : UI Press,

    1992, h. 15-19 32

    S. Nasution, Op.Cit., h. 129

  • 17

    Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan merupakan

    temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau berupa

    gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau

    gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini masih

    sebagai hipotesis, dan dapat menjadi teori apabila didukung oleh data-

    data kuat yang lain.33

    Pada bagian ini hanyalah sebagian dari satu

    kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga

    diverifikasi selama penelitian berlangsung.

    Berdasarkan penjelasan diatas, langkah penarikan kesimpulan

    akan dilakukan dengan mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang

    sering timbul, yang mengarah pada optimalisasi peranan kyai dalam

    menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok

    Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang dan diakhiri dengan

    menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.

    6. Metode Keabsahan Data (Triangulasi)

    Untuk memperoleh data yang valid maka diperlukan uji

    keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif, kredibilitas data akan di

    periksa dengan teknik-teknik, salah satunya yaitu triangulasi.34

    Trangulasi merupakan pengecekan data dengan cara pemeriksaan ulang.

    Triangulasi dilakukan untuk meningkatkan derajat keterpercayaan dan

    akurasi data. Triangulasi dilakukan dengan tiga startegi, yaitu triangulasi

    sumber, metode, dan waktu. Artinya peneliti memperoleh data yang sama

    dengan menggunakan berbagai metode dalam jangka waktu yang

    berbeda dan sumaber yang berbeda. Triangulasi ini peneliti gunakan

    untuk mengecek beberapa data yang bersumber selain dari pengasuh

    pondok pesantren dan santri.

    33

    Sugiyono, Op.Cit., h. 345 34

    Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada,

    2012, h. 102-110

  • 18

    I. Sistematika Penyusunan Skripsi

    Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam

    membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif,

    secara garis besar sebagai berikut:

    1. Bagian Awal

    Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul,

    persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian

    tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan

    daftar lampiran.

    2. Bagian Isi

    Dalam bagian ini meliputi lima bab yang terdiri dari:

    Bab I: Pendahuluan; Dalam bab ini terdiri dari beberapa sub bab:

    Latar belakang masalah, alasan pemilihian judul, telaah pustaka, fokus

    penelitian, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

    penelitian, dan sistematika penyusunan skripsi.

    Bab II: Tinjauan Umum tentang Peranan Kyai dan Pendidikan

    Islam Multikultural. Dalam bab ini terbagi kedalam tiga sub bab, yaitu

    sub bab pertama, membahas tentang Kyai yang meliputi (1) Pengertian

    Kyai, (2) Peran Kyai. Sub bab kedua, membahas tentang Pendidikan

    Islam yang meliputi (1) Pengertian Pedidikan Islam, (2) Sumber atau

    Dasar Pendidikan Islam, (3) Tujuan Pendidikan Islam, (4) Fungsi

    Pendidikan Islam. Sub bab ketiga, tentang Pendidikan Islam

    Multikultural yang meliputi (1) Pengertian Multikultural, (2)

    Karakteristik Pendidikan Islam Multikultural, (3) Tujuan Pendidikan

    Islam Multikultural.

    Bab III: Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang

    Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur

    Wahid Hasyim Semarang. Dalam bab ini membahas tentang (1)

    Gambaran umum Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, (2)

    Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan

  • 19

    Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim

    Semarang.

    Bab IV: Analisis Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang

    Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur

    Wahid Hasyim Semarang. Dalam bab ini merupakan analisis hasil

    penelitian. Subab pertama: Analisis Pandangan Kyai tentang Pendidikan

    Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim

    Semarang. Subab kedua: Analisis Peranan Kyai dalam Menunjang

    Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur

    Wahid Hasyim Semarang. Subab ketiga: Analisis Faktor Pendukung dan

    Faktor Penghambat Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang

    Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondokk Pesantren

    Luhur Wahid Hayim Semarang.

    Bab V: Penutup; Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-

    saran dan kata penutup.

    3. Bagian Akhir

    Dalam bagian ini memuat tentang daftar pustaka, lampiran-

    lampiran, dan daftar riwayat hidup dari peneliti.