BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.unwahas.ac.id/1725/2/BAB I.pdf · 2019. 10....
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.unwahas.ac.id/1725/2/BAB I.pdf · 2019. 10....
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia dengan kekayaannya berupa beragam suku, budaya, ras,
etnis, warna kulit, bahasa, agama dan lain sebagainya menyebabkan
Indonesia disebut sebagai salah satu negara multikultural terbesar di dunia.1
Keragaman ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis
yang begitu beragam dan luas. Indonesia mempunyai ribuan pulau yang
tersebar diseluruh penjuru nusantara baik itu pulau besar maupun kecil.
Populasi penduduknya kurang lebih 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang
menggunakan hampir 200 bahasa yang berbeda.2 Selain itu, masyarakatnya
juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam, seperti Islam, Kristen,
Khatolik, Hindu, Budha, Konghucu dan beragam aliran kepercayaan lainnya.
Kesadaran akan multikulturalisme menjadi suatu hal yang sangat
penting. Pasalnya keragaman ini dapat menimbulkan berbagai persoalan
dalam kehidupan bermasyarakat seperti, korupsi, kolusi, nepotisme,
perseturuan politik, kemiskinan, kekerasan, separatisme, perusakan
lingkungan dan hilangnya rasa kemanusiaan untuk selalu menghormati hak-
hak orang lain.3 Yang menjadi tantangan terbesar bangsa Indonesia saat ini
ialah konflik dan kekerasan dalam masyarakat. Beberapa tahun terakhir,
terjadi puluhan kasus konflik dan kekerasan, seperti kasus Ambon, Papua,
Aceh dan lain sebagainya.
Penciptaan manusia yang beragam ini, baik dalam dimensi bangsa,
suku, jenis kelamin dan sebaginya telah ditegaskan Allah Swt dalam firman-
Nya. Tujuan agung dari penciptaan manusia yang beragam itu adalah supaya
1 M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadlan, Yogyakarta: Pilar Media, 2005, h. 3 2 https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia (Diakses pada tanggal 29
November 2017 pukul 00.17 WIB) 3 Op.Cit., h. 4
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_bangsa_di_Indonesia
-
2
manusia dapat saling mengenal. Sebagaimana yang termaktub dalam Surat
Al-Hujurat ayat 13 berikut ini.
ٰٓاَيُّهَاالنَّاسُ مُُْاِنَّاُي ك نَُُْخلَْقن ىوََُُّذَكرُ ُمِّمُُْا ْنث ك ْىبًاَُوَجَعْلن قَبَآئِلَُُش ع ُاِنَُُُّۗ ُُلِتََعاَرف ْىاُوَّ
مُْ ك مُُِْعْنَدللاُُِاَْكَرَمك (٣١.ُ)َُخبِْيرُ َُعلِْيمُ ُللاَُُاِنَُُُّۗ ُُاَْتق
“Artinya: “Wahai manusia sungguh, kami telah menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling
mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Maha teliti.” (Q.S. Al- Hujurat: 13)4
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Swt telah menciptakan
manusia dengan beragam bangsa, suku dan lain sebagainya dengan tujuan
agar manusia saling mengenal satu sama lain. Taaruf dalam ayat diatas
mengandung sebuah isyarat dari Allah supaya manusia mampu untuk hidup
damai di antara berbagai keragaman tersebut. Saling mengenal dapat pula
dipahami dengan saling memahami antar keragaman. Keragaman tersebut
tidaklah menjadikan pembeda di hadapan Allah. Karena yang paling mulia
dihadapan Allah hanyalah kadar ketaqwaan seseorang.
Adanya konflik dan kekerasan yang diulas pada bagian awal di atas
disebabkan oleh beragam persoalan, seperti faktor kesenjangan ekonomi,
perebutan kekuasaan, ataupun persaingan antar agama.5 Namun, dari sebagian
besar konflik dan kekerasan yang terjadi, agama dianggap sebagai salah satu
faktor pemicu utama sebab terjadinya konflik dan kekerasan tersebut.
Berbagai persoalan yang timbul akibat kurangnya kesadaran akan
keberagaman yang ada di Indonesia menjadi tantangan besar, khususnya bagi
dunia pendidikan. Konflik dan kekerasan tidak bisa diselesaikan secara tuntas
dengan pendekatan keamanan semata. Pendekatan pendidikan mempunyai
kontribusi yang sangat besar dalam memberikan solusi penyelesaian konflik
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Latin Terjemah Indonesia, Jakarta:
Suara Agung, 2014, h. 1074 5 Ngainun Naim & Achmad Syauqi, Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,
Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2011, h. 15
-
3
karena pendidikan dapat membangun kesadaran secara sistematis terhadap
pentingnya kehidupan yang rukun dan damai.6
Menurut Darmaningtyas, pendidikan merupakan usaha sadar dan
sistematis untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik.7 N.
Drijarkara seorang pakar filsafat Indonesia, mendefinisikan pendidikan
sebagai suatu perbuatan fundamental dalam bentuk komunikasi antar pribadi,
dan dalam komunikasi tersebut terjadi proses pemanusiaan manusia muda,
dalam arti terjadi proses hominisasi (proses menjadikan seseorang sebagai
manusia) dan humanisasi (proses pengembangan kemanusiaan manusia).8
Sedangkan pengertian pendidikan Islam secara sederhana diartikan
sebagai pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran Islam
sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadits serta pemikiran
para Ulama.9 Ahmad Tafsir seorang guru besar Pendidikan Islam IAIN Sunan
Gunung Jati Bandung, mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan
terhadap seseorang agar berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran
Islam.10
Dalam hal ini bimbingan yang dimaksud ialah mengarahkan segala
potensi yang dimiliki peserta didik dalam rangka menuju ke arah
kesempurnaan. Atau dalam pembahasan filsafatnya disebut sebagai insan
kamil atau manusia paripurna.
Pendidikan multikultural sebagai salah satu alternatif dalam
memberikan solusi atas persoalan tersebut. Menurut Andersen dan Cusher,
pendidikan multikultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman
kebudayaan.11
Pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan
sebagai keniscayaan (anugerah Tuhan/ Sunatullah), sehingga manusia mampu
menyikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan semangat egaliter.
6 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 15
7 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 28
8 Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Ibid., h. 30
9 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2010, h. 173 10
Ngainun Naim & Achmad Sauqi, Op.Cit., h. 32 11
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010, h. 175
-
4
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang ada di
Indonesia yang pada umumnya menyelenggarakan berbagai satuan
pendidikan baik dalam bentuk sekolah maupunn madrasah mempunyai
tanggung jawab besar dalam menerapkan pendidikan Islam yang memuat
nilai-nilai multikulturalisme dalam kegiatan kesehariannya. Berbicara tentang
pesantren tentunya tidak lepas dari kyai dan santri yang ada didalamnya.
Sebagai lembaga sosial, pesantren memiliki keterlibatan dalam
menangani masalah-masalah sosial yang terjadi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat yang plural atau dapat dikatakan juga bahwa pesantren bukan saja
sebagai lembaga pendidikan dan dakwah tetapi lebih jauh dari pada itu.
Kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi atau lembaga pendidikan
pesantren tergantung pada kemampuan pemimpin dalam mengantisipasi
perubahan eksternal, terutama menjalin keharmonisan hubungan dengan
masyarakat di lingkungan pondok pesantren.
Seorang kyai sebagai tokoh sentral dalam lembaga pendidikan Islam
pada sebuah pesantren mempunyai pengaruh besar dalam implementasi nilai-
nilai pendidikan multikultural di lingkungannya. Kyai merupakan figur yang
berperan dalam memacu perubahan di dalam pondok pesantren dan
masyarakat sekitarnya. Kedudukan kyai adalah pemegang pesantren yang
menawarkan perubahan sosial keagamaan baik melalui interpretasi agama
maupun perilaku keagamaan santri.12
Kepemimpinan kyai dalam sebuah pesantren mempunyai tugas dan
fungsi yang unik. Hal ini dikarenakan kyai sebagai pemimpin lembaga
pendidikan Islam yang tidak sekedar menyusun kurikulum, peraturan, sistem
evaluasi, sekaligus sebagai pendidik dan pengajar terkait ilmu agama,
melainkan bertugas pula sebagai pembina dan pendidik umat. Hingga saat ini
kepemimpinan kiai dalam ponok pesantren menjadi fenomena yang menarik
12
Mashur, Kepemimpinan Kyai dalam Mengembangkan Pendidikan Berbasis Karakter di
Pesantren Al Urwatul Wutsqo Jombang, Jurnal Studi Manajemen Pendidikan Islam, Jombang:
STIT Al-Urwatul Wutsqo, 4 Maret 2017, Vol 1 No. 1.
-
5
untuk dikaji perkembangannya di masyarakat. Karena eksistensi pondok
pesantren di nilai sangat tepat dalam menghadapi era globalisasi sekarang ini.
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim (PPLWH) merupakan
pondok pesantren yang santri-santrinya merupakan mahasiswa Universitas
Wahid Hasyim Semarang (UNWAHAS) itu sendiri. Para santri Pondok
Pesantren Luhur Wahid Hasyim terdiri dari ratusan santri dengan latar
belakang daerah yang berbeda dan sangat beragam. Para santri berasal dari
berbagai daerah dalam negeri yaitu dari Sabang sampai Merauke, bahkan ada
yang berasal dari luar negeri yaitu Thailand dan Afganistan. Hal ini
menggambarkan bahwa pesantren ini mampu mewadahi keragaman.
Pesantren ini sebagai pondok pesantren mahasiswa Universitas Wahid
Hasyim Semarang tentunya tidak lepas dari bagaimana kehidupan sosial
santri di kampus. Dimana mahasiswa yang kuliah di kampus ini terdiri dari
ribuan mahasiswa yang berasal dari beragam daerah, suku, agama dan lain
sebagainya. Tidak sedikit mahasiswa yang berasal dari Papua dengan
keyakinan yang berbeda dari mayoritas mahasiswa yang ada di kampus ini.
Selain itu banyak pula mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara
seperti Thailand, Malaysia, dan Afganistan.
Adapun kehidupan santri Pondok Pesantren Luhur Wahid Haysim
Semarang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang ada. Namun, mahasiswa
Afghanistan yang berada di asrama putri Pondok Pesantren Luhur Wahid
Hasyim Semarang memperoleh fasilitas yang lebih mewah jika dibandingkan
dengan santri yang lainnya, yaitu seperti satu kamar yang ditempati satu
orang dengan fasilitas AC, almari, oven, dan berbagai perlengkapan lainnya.
Sedangkan mahasiswa Thailand yang pada awalnya mereka hanya mau
menempati kamar sesuai keinginan mereka akhirnya berkenan untuk
menempati kamar yang dipersiapkan oleh pengurus pondok. Adanya
fenomena tersebut dapat berdampak pada kecemburuan pada santri-santri
lainnya yang dapat memicu konflik.
Berangkat dari latar belakang masalah tersebutlah, peneliti memiliki
ketertarikan untuk meneliti lebih dalam lagi tentang “Optimalisasi Peranan
-
6
Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang ”.
B. Alasan Pemilihan Judul
1. Pendidikan Islam multikultural merupakan pendidikan Islam yang
mengajarkan keragaman, menghendaki adanya beragam perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan.
2. Pendidikan Islam multikultural diharapkan mampu mewujudkan Islam
yang rahmatan lil ‘alamin serta menjadikan peserta didik menjadi warga
negara yang menjunjung tinggi perbedaan dalam kehidupan yang
beragam.
3. Lembaga pendidikan Islam mempunyai peranan penting dalam
membentuk generasi bangsa yang menghendaki adanya perbedaan
budaya, suku, ras, agama, etnis dan lain sebagainya demi terciptanya
kehidupan berbangsa yang damai.
4. Kyai sebagai tokoh sentral dalam sebuah lembaga pendidikan Islam
berupa pondok pesantren mempunyai peranan penting dalam
mengoptimalkan pendidikan Islam multikultural.
C. Telaah Pustaka
Penulis membuat skripsi ini dengan mengambil berbagi rujukan dari
hasil penelitian yang berkaitan dengan “Optimalisasi Peranan Kiai dalam
Menunjang Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok
Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang”, yaitu sebagai berikut:
Pertama, skripsi yang ditulis oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i yang
berjudul “Pendidikan Agama Islam Multikultural (Telaah Terhadap Buku
Pendidikan Agama Berwawasan Multiultural Karya Zakiyuddin
Baidhawy)”.13
Hasil skripsinya menunjukkan bahwa menurut Zakiyuddin
Baidhawy, pendidikan agama perlu menggunakan paradigma multikultural
13
Mukhlis Hidayat, Pendidikan Agama Islam Multikultural (Telaah Terhadap Buku
Pendidikan Agama Berwawasan Multiultural Karya Zakiyuddin Baidhawy) (Skripsi), Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009.
-
7
sebagai landasan utama penyelenggaraan proses belajar mengajar.
Menurutnya pendidikan agama Islam multikultural sebagai alternatif baru
pendidikan agama yang mengusung pendekatan dialogis untuk menanamkan
kesadaran hidup bersama dalam keragaman dan perbedaan. Nilai-nilai utama
yang harus ditekankan dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama
Islam multikultural yaitu belajar hidup dalam perbedaan, membangun rasa
saling percaya, saling memahami, terbuka dalam berfikir, apresiasi dan
interdependendsi, resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.
Tinjauan skripsi yang disusun oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i secara
garis besar persamaannya terdapat pada penekanan pentingnya pendidikan
agama Islam berwawasan multikultural. Perbedaannya terdapat pada metode
pendekatan penelitian yang digunakan yaitu metode hermeunitik dengan
pendekatan filosofis, dimana penliti berusaha menafsirkan makna konsep
pendidikan agama berwawasan multikultural yang di gagas oleh Zakiyuddin
Baidhawy. Sedangkan pendekatan penelitian yang peneliti gunakan ialah
pendekatan studi fenomenologi terhadap kyai di pondok pesantren, dimana
kyai memiliki peran sebagai pemimpin sekaligus pendidik di pesantren yang
mempunyai pengaruh besar terhadap internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam
multikultural di pondok pesantren.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Ahmad Zainal Ubab yang berjudul
“Startegi Kyai dalam Pengembangan Pesantren di Lingkungan Komunitas
Non Muslim Tionghoa (Studi Kasus di Pondok Pesantren Kauman Kec.
Lasem Kab. Rembang).14
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diantara
strategi yang dilakukan kyai dalam mengembangkan pondok pesantrennya
melalui beberapa hal. Dari aspek pendidikan, kiai menggunakan strategi
dengan tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik (salaf) dan
mengembangkan pendidikan life skill santri. Kemudian dari aspek sosial, kyai
menggunakan strategi dengan tetap menjunjung tinggi toleransi bertetangga
14
Ahmad Zainal Ubab, Startegi Kyai dalam Pengembangan Pesantren di Lingkungan
Komunitas Non Muslim Tionghoa (Studi Kasus di Pondok Pesantren Kauman Kec. Lasem Kab.
Rembang) (Skripsi), Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo, Tanggal
05 Desember 2013.
-
8
dengan masyarakat Tionghoa sekitar pesantren dan peduli dengan masyarakat
sekitar tanpa membeda-bedakan ras dan keyakinan.
Tinjauan skripsi yang disusun oleh Ahmad Zainul Ubab memiliki
letak persamaan, yaitu terdapat pada peranan seorang kyai dalam sebuah
pesantern terkait dengan hubungan sosial kemasyarakatan yang plural.
Perbedaannya terdapat pada pendekatan penelitian yang digunakan yaitu
sosiologis paedagogik, dimana peneliti berusaha untuk mengungkap strategi
yang digunakan kyai untuk mengembangkan pondok pesantren melalui aspek
pendidikan dan interaksi sosial pesantren dengan masyarakat sekitar. Yang
menjadi fokus utama penelitian tersebut berupa strategi pengembangan
pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat Tionghoa. Sedangkan
pendekatan penelitian yang dilakukan peneliti disini ialah pendekatan studi
fenomenologis, dimana peneliti berusaha mengungkap peranan seorang kyai
dalam internalisasi nilai-nilai pendidikan Islam berbasis multikultural di
tengah kehidupan santri yang beragam, baik itu lintas agama dan budaya.
Dalam hal ini yang menjadi fokus peneliti berupa usaha yang dilakukan kyai
dalam peranannya sebagai pemimpin dan pendidik di pesantren serta
pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat sekitar.
Ketiga, disertasi yang disusun oleh M. Anang Sholikhudin dengan
judul “KH. M. Sholeh Bahruddin dan Implementasi Multikulturalisme dalam
Sistem Pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan”.15
Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa implementasi multikulturalisme Kyai Sholeh dalam
sistem pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan terlihat dari visi misi,
statuta, renstra, dan rancangan induk penelitian kampus yang menekankan
pada nilai religius-pluralis. Adapun implementasi multikulturalisme dalam
sistem pendidikan kampus didukung oleh adanya ajaran tarekat. Sedangkan
faktor penghambatnya berasal dari kyai dan pesantren lain di Pasuruan yang
mempunyai model pendidikan yang tidak sama.
15
M. Anang Sholikhuddin, KH. M. Sholeh Bahruddin dan Implementasi
Multikulturalisme dalam Sistem Pendidikan di Universitas Yudharta Pasuruan (Tesis), Surabaya:
UIN Sunan Ampel, Tanggal 08 Juni 2017.
-
9
Tinjauan disertasi yang disusun oleh M. Anang Sholikhuddin
memiliki letak kesamaan berupa pendekatan penelitian yang digunakan ialah
studi fenomenologis terhadap kyai terkait dengan pendidikan multikultural di
tengah-tengah keberagaman. Sedangkan perbedaannya terdapat pada fokus
penelitiannya yaitu lebih menekankan pada implementasi multikulturalisme
K.H.M. Soleh Bahruddin dalam sistem pendidikan kampus yang
digambarkan melalui visi misi kampus dan lain sebagainya. Sedangkan
penelitain yang dikaji peneliti berfokus pada optimalisasi peranan kyai dalam
menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren.
Berdasarkan beberapa tinjauan pustaka yang dipaparkan diatas,
peneliti melihat ada perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan
penelitian yang akan peneliti kaji. Peneliti bermaksud mengungkapkan
bagaimana optimalisasi peranan kyai dalam menunjang keberhasilan
pendidikan Islam multikultural di pondok pesantren mahasiswa yang
memiliki latar belakang berbeda dan beragam. Hal ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mukhlis Hidayat Rifa’i yang hanya
memfokuskan pada telaah buku Pendidikan Agama Islam Berwawasan
Multikultural karya Zakiyuddin Baidhawy.
Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ahmad Zainal Ubab yang menitikberatkan pada strategi yang dilakukan kyai
dalam mengembangkan pondok pesantren di lingkungan masyarakat
Tionghoa. Berbeda pula dengan penelitian yang dilakukan oleh M. Anang
Sholikhudin yang menitikberatkan penelitiannya pada implementasi
pendidikan multikulturalisme di kampus yang di integrasikan dengan tenaga
kependidikan di kampus.
D. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas dan mempermudah pemahaman, maka penulis
memberikan penegasan istilah terkait dengan penelitian yang berjudul
“Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan
Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang”
-
10
1. Optimalisasi
Istilah optimalisasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal
dari kata optimal yang mempunyai arti terbaik atau tertinggi, optimalisasi
adalah suatu proses meninggikan atau meningkatkan.16
Maka dapat
diartikan bahwa optimalisasi merupakan suatu proses dalam sebuah
pekerjaan yang dilakukan dengan cara terbaik untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
2. Peranan Kyai
Peranan adalah jabatan yang dilakukan, atau pekerjaan yang
dilakukan.17
Secara umum, kyai dimaknai sebagai penyebutan kepada
seseorang yang dihormati yang memiliki ilmu keagamaan. Kyai juga
diartikan sebagai seorang ahli yang berfokus pada bidang keagamaan.18
Peranan kyai yang dimaksudkan penulis ialah peran seorang ahli agama
sebagai tokoh sentral dalam lembaga pendidikan Islam, yaitu di pondok
pesantren.
3. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah usaha yang dilakukan untuk
mengembangkan seluruh potensi manusia baik lahir maupun batin agar
terbentuknya pribadi muslim yang seutuhnya.19
4. Multikultural
Secara etimologi istilah multikultural berasal dari kata multi
(banyak, ragam, aneka) dan kultur (budaya).20
Dengan demikian
multikultural dapat diartikan sebagai keragaman budaya sebagai wujud
dari keragaman latar belakang seseorang.21
5. Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang
16
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, h. 628 17
W. J. S. Porwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1986, h. 675 18
Sayfa Auliya Achdsti, Kyai dan Pembangunan Institusi Sosial, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015, h. 29 19
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat, Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014, h.11 20
Choirul Huda, Op.Cit., h. 75 21
Ainurrofiq Dawam, Emoh Sekolah, Yogyakarta: Inspeal Ahimsakarya Press, 2003, h.
100
-
11
Pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional di mana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang (atau lebih) guru atau kyai.22
Jadi yang dimaksud di atas adalah bagaimana upaya kyai dalam
mengoptimalkan peranannya dalam menunjang keberhasilan Pendidikan
Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim
Semarang.
E. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diawal, yang menjadi
fokus penelitian yang akan dikaji oleh penulis yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pandangan kyai tentang pendidikan Islam multikultural di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang ?
2. Bagaimanakah upaya yang dilakukan kyai dalam menunjang
keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur
Wahid Hasyim Semarang ?
3. Apa yang menjadi faktor penghambat dan faktor pendukung kyai dalam
optimalisasi pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur
Wahid Hasyim Semarang ?
F. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat:
a. Mengetahui pandangan kyai tentang pendidikan Islam multikultural di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
b. Mengetahui usaha yang dilakukan dalam optimalisasi peranan kyai
dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2015, h. 79
-
12
c. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam
optimalisasi peranan kyai dalam pendidikan Islam multikultural di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
G. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan setelah dilakukannya penelitian ini yakni:
1. Secara Teoritik
Penelitian ini diharapkan berguna untuk mengembangkan keilmuan
Fakultas Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Wahid Hasyim Semarang.
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pendidikan Islam
multikultural di lembaga pendidikan Islam, khususnya dalam
peranan seorang kyai sebagai pimpinan pondok pesantren.
2) Memberikan pengetahuan dan pengalaman secara langsung
mengenai bagaimana peranan kyai dalam internalisasi nilai-nilai
multikultural dalam pendidikan pondok pesantren.
b. Bagi Kyai
1) Sebagai sumbangan informasi betapa pentingnya peranan kyai dalam
menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di sebuah
pondok pesantren.
2) Menambah wawasan tentang betapa pentingnya pendidikan Islam
multikultural di pondok pesantren.
c. Bagi Pondok Pesantren
1) Memberikan kontribusi keilmuan dalam bidang pendidikan.
2) Menjadikan masukan bagi kyai dan ustadz tentang pentingnya
peranannya dalam internaliasasi nilai-nilai pendidikan multikultural
dalam pendidikan Islam di pondok pesantren.
-
13
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang ditempuh seorang peneliti
untuk mencapai hasil yang dituju. Adapun untuk mencapai tujuan penelitian
ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini ialah penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena,
peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok.23
Penelitian ini dikategorikan
sebagai penelitian lapangan (field reseac). Field Reseach atau penelitian
lapangan, yaitu suatu penelitian yang dilakukan di kancah atau medan
tempat dimana terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.24
Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian kualitatif karena lebih
menekankan pada proses-proses pendidikan dan sosial yang terjadi di
Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang. Terutama proses
yang terkait dengan peranan kyai dalam pendidikan Islam multikultural
di pesantren ini.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber, tempat mendapatkan
keterangan dalam penelitian. Subjek penelitian berarti orang atau siapa
saja yang menjadi sumber penelitian.25
Yang menjadi subjek dalam
penelitian ini adalah kyai dan santri di Pondok Pesantren Luhur Wahid
Hasyim Semarang. Sedangkan objek penelitian ini adalah peranan kyai
dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok
Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang serta faktor penghambat dan
faktor pendukung peranan kyai dalam menunjang keberhasilan
23
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010, h. 60 24
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 2000, h. 20 25
Suharsimi Arikunto, Proses Penelitian: Suatu Pendekatan Proses, Jakarta: Bima
Aksara, 1989, h. 102
-
14
pendidikan Islam multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid
Hasyim Semarang.
3. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subyek
darimana data diperoleh. Sumber data penelitian dikelompokkan
menjadi:
a) Data Primer
Data primer ialah data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat
pengambilan data langsung pada subyek sebagai informasi yang
dicari. Dalam hal ini, peneliti memperoleh data secara langsung,
mengamati dan mencatat kejadian peristiwa melalui observasi
(pengamatan), interview (wawancara) serta dokumentasi. Dalam
penelitian ini yang menjadi data primer yaitu pengasuh Pondok
Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, ustadz, pengurus, dan para
santri Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
b) Data Sekunder
Data sekunder ialah data yang diperoleh melalui pihak lain,
tidak langsung diperoleh dari subyek penelitian.26
Dalam hal ini
peneliti memperoleh data dari data-data yang telah ada dan
mempunyai keterkaitan dengan masalah yang akan diteliti lebih lanjut
melalui literatur dan bibliografi.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan fokus penelitian,
maka teknik pengumpulan data yang akan dipakai meliputi :
a) Metode wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta : Bima
Aksara, 1989, h. 107
-
15
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.27
Metode
wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
wawancara terstruktur.
Metode wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data
penelitian terkait peranan kyai dalam menunjang pendidikan Islam
multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
b) Metode Observasi
Metode observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau
cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.28
Adapun yang akan
diamati peneliti meliputi fenomena-fenomena sosial, dan gejala-gejala
alam yang dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini, peneliti
sebagai pengamat partisipan, yang artinya peneliti merupakan bagian
yang integral dari situasi yang dipelajarinya, sehingga kehadirannya
tidak mempengaruhi situasi tersebut dalam kewajarannya.29
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran
yang nyata berkaitan dengan fokus apa yang diteliti berkenaan dengan
kondisi objektif Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang.
c) Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif.30
Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang latar
belakang Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, yang
meliputi sejarah singkat berdirinya, visi misi, tujuan, struktur
27
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Bandung : CV Alfabeta, 2012, h.
231 28
Nana Syaodih Sukmadinata, Op.Cit., h. 220 29
S. Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, Bandung: Jemmars, 1991, h. 146 30
Suharsimi Arikunto, Op.Cit., h. 131
-
16
organisasi, keadaan kyai dan santri, serta keadaan sarana dan
prasarana yang tersedia.
5. Metode Analisis Data
Analisis data adalah suatu rangkaian kegiatan penelaahan,
pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah
fenomena memiliki sebuah nilai sosial, akademis dan ilmiah. Analisis
data kualitatif itu meliputi komponen kegiatan, yakni:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul
dari catata-catatan tertulis di lapangan.31
Menurut S. Nasution, reduksi
data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, mencari tema atau polanya, sehingga data
lebih mudah untuk dikendalikan.32
Reduksi data pada penelitian ini dilakukan ketika data-data
yang diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi telah
terkumpul, maka data tersebut perlu dikerucutkan yang berfokus pada
peranan kyai dalam pendidikan Islam berbasis multikultural di pondok
pesantren serta faktor penghambat dan faktor pendukung yang ada,
kemudian membuang data-data yang tidak diperlukan, sehingga data
tersebut bisa terarah dan mudah dipahami.
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya yaitu penyajian
data. penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan dengan teks yang bersifat naratif.
Penyajian data di sini dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun
yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Penarikan Kesimpulan (verification)
31
Matthew Miles & Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif, Jakarta : UI Press,
1992, h. 15-19 32
S. Nasution, Op.Cit., h. 129
-
17
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada atau berupa
gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Kesimpulan ini masih
sebagai hipotesis, dan dapat menjadi teori apabila didukung oleh data-
data kuat yang lain.33
Pada bagian ini hanyalah sebagian dari satu
kegiatan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga
diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Berdasarkan penjelasan diatas, langkah penarikan kesimpulan
akan dilakukan dengan mencari pola, tema, hubungan, hal-hal yang
sering timbul, yang mengarah pada optimalisasi peranan kyai dalam
menunjang keberhasilan pendidikan Islam multikultural di Pondok
Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang dan diakhiri dengan
menarik kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.
6. Metode Keabsahan Data (Triangulasi)
Untuk memperoleh data yang valid maka diperlukan uji
keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif, kredibilitas data akan di
periksa dengan teknik-teknik, salah satunya yaitu triangulasi.34
Trangulasi merupakan pengecekan data dengan cara pemeriksaan ulang.
Triangulasi dilakukan untuk meningkatkan derajat keterpercayaan dan
akurasi data. Triangulasi dilakukan dengan tiga startegi, yaitu triangulasi
sumber, metode, dan waktu. Artinya peneliti memperoleh data yang sama
dengan menggunakan berbagai metode dalam jangka waktu yang
berbeda dan sumaber yang berbeda. Triangulasi ini peneliti gunakan
untuk mengecek beberapa data yang bersumber selain dari pengasuh
pondok pesantren dan santri.
33
Sugiyono, Op.Cit., h. 345 34
Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2012, h. 102-110
-
18
I. Sistematika Penyusunan Skripsi
Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam
membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif,
secara garis besar sebagai berikut:
1. Bagian Awal
Bagian awal ini, meliputi: sampul, lembar berlogo, judul,
persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian
tulisan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan
daftar lampiran.
2. Bagian Isi
Dalam bagian ini meliputi lima bab yang terdiri dari:
Bab I: Pendahuluan; Dalam bab ini terdiri dari beberapa sub bab:
Latar belakang masalah, alasan pemilihian judul, telaah pustaka, fokus
penelitian, penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penyusunan skripsi.
Bab II: Tinjauan Umum tentang Peranan Kyai dan Pendidikan
Islam Multikultural. Dalam bab ini terbagi kedalam tiga sub bab, yaitu
sub bab pertama, membahas tentang Kyai yang meliputi (1) Pengertian
Kyai, (2) Peran Kyai. Sub bab kedua, membahas tentang Pendidikan
Islam yang meliputi (1) Pengertian Pedidikan Islam, (2) Sumber atau
Dasar Pendidikan Islam, (3) Tujuan Pendidikan Islam, (4) Fungsi
Pendidikan Islam. Sub bab ketiga, tentang Pendidikan Islam
Multikultural yang meliputi (1) Pengertian Multikultural, (2)
Karakteristik Pendidikan Islam Multikultural, (3) Tujuan Pendidikan
Islam Multikultural.
Bab III: Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang
Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur
Wahid Hasyim Semarang. Dalam bab ini membahas tentang (1)
Gambaran umum Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim Semarang, (2)
Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang Keberhasilan Pendidikan
-
19
Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim
Semarang.
Bab IV: Analisis Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang
Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur
Wahid Hasyim Semarang. Dalam bab ini merupakan analisis hasil
penelitian. Subab pertama: Analisis Pandangan Kyai tentang Pendidikan
Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur Wahid Hasyim
Semarang. Subab kedua: Analisis Peranan Kyai dalam Menunjang
Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondok Pesantren Luhur
Wahid Hasyim Semarang. Subab ketiga: Analisis Faktor Pendukung dan
Faktor Penghambat Optimalisasi Peranan Kyai dalam Menunjang
Keberhasilan Pendidikan Islam Multikultural di Pondokk Pesantren
Luhur Wahid Hayim Semarang.
Bab V: Penutup; Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan, saran-
saran dan kata penutup.
3. Bagian Akhir
Dalam bagian ini memuat tentang daftar pustaka, lampiran-
lampiran, dan daftar riwayat hidup dari peneliti.