BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/24106/2/04._BAB_I.pdf · ditetapkan...

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang pendidikan, yang merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya manusia (SDM). Melalui lembaga ini peran peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, digembleng agar dapat mencapai mutu sesuai target yang ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila diamati kondisi sumber daya manusia, kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas. Agar suatu organisasi memiliki daya saing yang tinggi dalam skala global, maka organisasi tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas tinggi dan dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang bersaing, maka masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif. Pengelolaan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif jika sumber daya manusia memiliki potensi yang tinggi untuk mengelolanya. Pada tatanan tersebut, tugas utama sekolah ialah untuk membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.ums.ac.id/24106/2/04._BAB_I.pdf · ditetapkan...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sekolah merupakan suatu organisasi yang bergerak di bidang

pendidikan, yang merupakan salah satu faktor penentu mutu sumber daya

manusia (SDM). Melalui lembaga ini peran peserta didik, baik secara mental

maupun intelektual, digembleng agar dapat mencapai mutu sesuai target yang

ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila diamati kondisi sumber daya

manusia, kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah.

Kualitas sosial-ekonomi dan gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat

bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.

Agar suatu organisasi memiliki daya saing yang tinggi dalam skala

global, maka organisasi tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara

lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan output yang berkualitas

tinggi dan dengan harga yang bersaing. Untuk menghasilkan output yang

bersaing, maka masa mendatang bukan lagi mengandalkan keunggulan

komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif.

Pengelolaan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif jika sumber

daya manusia memiliki potensi yang tinggi untuk mengelolanya.

Pada tatanan tersebut, tugas utama sekolah ialah untuk membantu

peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun

1

2

kemampuan yang akan menjadikannya berkesanggupan secara efektif untuk

menunaikan tugas-tugas individu dan sosialnya pada saat sekarang dan

mendatang. Untuk mencapai tugas tersebut, maka layanan pendidikan sekolah

akan bersentuhan dengan pelbagai pengetahuan yang tergambar dalam

kurikulum.

Dalam setiap proses pembelajaran, selalu akan ada tiga komponen

penting yang terkait satu sama lain. Tiga komponen penting itu adalah: (1)

kurikulum, materi yang diajarkan; (2) proses, bagaimana materi diajarkan; (3)

produk, hasil dari proses pembelajaran. Ketiga aspek ini sama pentingnya

karena merupakan satu kesatuan membentuk lingkungan pembelajaran. Satu

kesenjangan yang selama ini dirasakan dan dialami adalah kurangnya

pendekatan yang benar dan efektif dalam menjalankan proses pembelajaran.

Selama ini, realisasi pendidikan di lapangan hanya terpaku pada materi dan

hasil belajar tanpa memikirkan dampak dari pembelajaran tersebut (Gunawan,

2004: 1).

Menurut Syah (2004: 144), prestasi belajar dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu (1) faktor internal (faktor dalam diri siswa), yakni keadaan atau

kondisi jasmani dan rohani siswa, dan (2) faktor eksternal (faktor dari luar

siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa; faktor pendekatan belajar,

yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang

digunakan siswa utuk melakukan kegiatan pembelajaran.

3

Keberhasilan proses belajar dapat dilihat dari aspek kognitif, afektif,

dan psikomotor. Aspek kognitif berkaitan dengan kegiatan mental siswa

dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi dan menggunakan

pengetahuan. Aspek psikomotor berkaitan dengan pengalaman nyata siswa

dalam pelajaran yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan

bertindak siswa setelah menerima suatu pengalaman. Sedangkan aspek afektif

terkait dengan bentuk sikap dan nilai siswa. Aspek ini mencakup watak

perilaku siswa, seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.

Hasil penelitian dalam pembelajaran pada dekade terakhir

mengungkapkan bahwa belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan

gembira. Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang

luar biasa terhadap capaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi

kecerdasan intelektual yang selama ini menjadi “primadona” sebagai penentu

hasil belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar. Kecerdasan emosional telah

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektivitas pembelajaran di

samping kecerdasan intelektual (Darmansyah, 2010: 3).

Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari

lingkungannya, akan terjadi berbagai “sentuhan tingkat tingi” pada diri

peserta didik yang membuat mereka lebih aktif dan kreatif secara mental dan

fisik. Kenyamanan yang mereka nikmati akan memberikan kesempatan otak

emosi (memori) untuk menyimpan informasi, baik dalam memori jangka

pendek maupun jangka panjang. Informasi yang masuk ke dalam otak memori

4

yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan mereka untuk

mengingat kembali saat diperlukan. Artinya, kenyamanan dan kesenangan

yang dinikmati peserta didik itu, sangat membantu mereka mencapai

keberhasilan belajarnya secara optimal. Indikasi yang dapat dilihat secara

kasat mata adalah dari wajah mereka yang memancarkan cahaya kesenangan

yang luar biasa. Mereka lebih aktif dan kreatif bertanya, berdiskusi, dan

menjawab berbagai pertanyaan. Mereka mengerjakan tugas-tugas dengan

motivasi tinggi. Mereka merasa waktu pelajaran begitu singkat. Bahkan

pertemuan-pertemuan berikut mereka nantikan dengan antusias dan penuh

harapan. Gurunya pun menjadi idola yang amat disenanginya (Darmansyah,

2010: 4).

Namun, kenyataan yang dihadapi di lapangan ternyata sering tidak

sesuai dengan harapan. Siswa sering menerima stimulus yang kurang dari

lingkungannya. Bahkan, suasana yang tidak menyenangkan itu justru

terkadang datang dari orang yang paling berperan dan berpengaruh dalam

pembelajaran, yaitu guru. Siswa sering dihadapkan pada situasi yang tidak

bersahabat yang diakibatkan dari ketidakmampuan guru memberikan stimulus

yang menyenangkan. Tindakan guru sering membuat mereka stres, jenuh,

bosan dan tidak nyaman dalam pembelajaran. Mereka terpaksa berhadapan

dengan kenyataan yang tidak dapat dielakkan, kecuali interaksi dengan

lingkungan yang kurang menyenangkan (Darmansyah, 2010: 6).

5

Beberapa indikasi ketidaksenangan belajar itu tampak dari gelagat

yang ditunjukkan oleh siswa di dalam kelas. Misalnya, muncul “kebahagiaan”

peserta didik, jika gurunya berhalangan hadir. Para siswa bersorak-sorai,

apabila pada jam tertentu guru tidak dapat mengajar karena berbagai sebab.

Bahkan ada kecenderungan di banyak sekolah di Indonesia, tidak belajar bagi

seorang siswa adalah suatu “keberuntungan”, karena merasa terbebas dari

sebuah kungkungan yang “memenjarakan” mereka (Darmansyah, 2010: 7).

Ketidaksenangan belajar itu akan semakin tinggi, jika karakteristik

mata pelajaran yang diajarkan guru bersangkutan tergolong mata pelajaran

yang dianggap dan dirasakan paling sulit oleh sebagian besar siswa. Artinya,

siswa akan semakin stres, jenuh dan sangat tidak nyaman serta khawatir tidak

mampu mencapai hasil belajar optimalnya, jika belajar dengan guru yang

tidak menyenangkan (Darmansyah, 2010: 8).

Banyak ahli yang menyatakan bahwa munculnya ketidaksenangan

belajar itu disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Namun

disinyalir bahwa ketidaksenangan belajar bagi peserta didik, sebagian besar

disebabkan oleh ketidakmampuan guru dalam menciptakan keriangan dan

kegembiraan dalam pembelajaran. Dampaknya, siswa mempersepsikan

sekolah seperti apa yang dikemukakan Buzan dalam Dryden & Vos (2001:

175): “setelah melakukan penelitian selama 30 tahun tentang asosiasi siswa

terhadap kata “belajar”, saya menemukan sepuluh kata atau konsep, yaitu: (1)

membosankan, (2) ujian, (3) pekerjaan rumah, (4) buang-buang waktu, (5)

6

hukuman, (6) tidak relevan, (7) penahanan, (8) “idih” (yuck), (9) benci, (10)

takut.”

Meskipun terciptanya pembelajaran menyenangkan itu ditentukan

banyak faktor, tetapi guru sering dianggap paling berperan. Oleh karena itu,

gurulah yang seharusnya berupaya untuk meningkatkan kualitas

pembelajarannya, agar peserta didik dapat menikmati pembelajaran secara

menyenangkan (Darmansyah, 2010: 9).

Sebagai seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang

guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan,

tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang

menarik dan bermakna bagi siswanya. Menurut Degeng (dalam Sugiyanto,

2010: 1-2), daya tarik suatu pelajaran (pembelajaran) ditentukan oleh dua hal,

pertama oleh mata pelajaran itu sendiri, dan kedua, oleh cara mengajar guru.

Oleh karena itu, tugas profesional seorang guru adalah menjadikan pelajaran

yang sebelumnya tidak menarik menjadikannya menarik, yang dirasakan sulit

menjadi mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Jika kondisi

tersebut dapat dilaksanakan guru, yaitu siswa secara sukarela untuk

mempelajari lebih lanjut karena adanya kebutuhan, dan belajar bukan sekedar

kewajiban, maka guru sebagai pengajar dapat dikatakan berhasil.

Untuk itu sangat diperlukan strategi pembelajaran yang inovatif yang

dirasa efektif guna melakukan proses pembelajaran yang maksimal. Dalam

sekolah formal jarang sekali ditemukan strategi pembelajaran yang inovatif,

7

guru pada sekolah formal sering hanya menerapkan strategi pembelajaran

yang monoton. Oleh sebab itu, banyak siswa yang merasa perlu menggunakan

alternatif pembelajaran lain di luar sekolah formal guna memenuhi kebutuhan

belajarnya. Sebagai contoh dengan mengikuti bimbingan belajar yang rata-

rata menawarkan strategi pembelajaran yang inovatif dan kreatif. Hal inilah

yang dibutuhkan siswa, agar mereka tidak bosan, dan merasa sebagai subjek

dalam pembelajaran, bukan sebagai objek saja seperti yang selama ini

berkembang dalam pembelajaran klasik yang terpusat pada guru. Sebagai

contoh dalam pembelajaran, guru membacakan teks kitab yang berbahasa

Arab, kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa lokal dan sekaligus

menjelaskan maksud yang terkandung dalam kitab tersebut. Model

pembelajaran seperti ini hampir tidak pernah terjadi diskusi antara guru dan

siswa, siswa hanya sebagai objek dalam pembelajaran saja.

Siswa memerlukan inovasi belajar, karena ini akan mendorong mereka

menuju hasil belajar yang lebih baik. Inovasi dalam strategi pembelajaran

inilah yang antara lain perlu dikembangkan oleh para guru, sehingga kualitas

belajar siswa semakin meningkat.

Sekolah Dasar (SD) Lazuardi Kamila Global Islamic School (GIS)

adalah salah satu lembaga pendidikan Sekolah Dasar berciri Agama Islam

yang menerapkan pendekatan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences)

yang mengakui kepemilikan berbagai kecerdasan yang berbeda-beda dalam

setiap siswa, untuk kemudian menggali dan mengembangkannya.

8

Berdasarkan pendekatan ini, Lazuardi Kamila GIS menganggap semua anak

adalah (berpotensi menjadi) juara, dan karenanya sangat “dermawan” untuk

memberikan “award” kepada semua siswa.

Kegiatan belajar sambil bergerak dan bekerja, serta praktik (hands on

learning), mendapatkan penekanan penting. Begitu pula penggunaan alat

peraga visual. Hal ini dimaksudkan agar proses belajar melibatkan ketiga gaya

belajar: auditori, visual, dan kinestetik (berorientasi gerak).

Pengajaran agama di Lazuardi Kamila GIS, selain dimaksudkan untuk

memberikan keterampilan menjalankan ibadah, diarahkan terutama untuk

menanamkan akhlak mulia kepada para siswanya. Oleh karenanya,

orientasinya lebih kepada ranah afektif (sikap) dan psikomotorik praktis,

ketimbang kognitif. Selain itu, karena SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta

berbasis Islam, maka di dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam juga

menerapkan hafalan surah Al-Qur’an. Dengan adanya hafalan surah Al-

Qur’an yang menyngkut materi pelajaran, maka dapat mempermudah dalam

proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga diharapkan agar dapat

mengamalkan kandungan yang ada di dalam surah tersebut.

Selain itu, pengajaran juga diarahkan kepada penghayatan agama yang

bersikap terbuka dan progresif, yakni sejalan dengan kemajuan zaman, tanpa

mengorbankan prinsip-prinsip agama. Dengan menggunakan multi metode

pembelajaran, teknis pembelajaran dilakukan dengan ceramah, diskusi, role

play, games, simulasi, mind mapping, dan movie learning.

9

SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta yang baru didirikan pada tahun

2006 telah banyak mencetak prestasi, yang mana dapat menunjukkan bahwa

SD tersebut dapat dikatakan berhasil dalam mendidik siswa. Prestasi yang

telah berhasil diraih siswa antara lain: a. Juara II lomba lukis anak (Solo

Autism Awarness 2009), b. 2nd Runner up of retelling story for primary school

grade 3-6 2010 (Point Education Center), c. Juara II lomba lukis sepatu

kategori anak se-Surakarta tahun 2009 (Solo Creative Movement), d. Juara II

olimpiade matematika tingkat SD se-Surakarta tahun 2011, e. Juara II lomba

perkusi (Lazkam Pesta Budaya), f. Juara III cipta alat peraga PAI se-

Kecamatan Banjarsari 2011.

Hal ini menarik untuk diteliti dan dikaji tentang bagaimana penerapan

model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah tersebut. Oleh

karena itu, peneliti mengangkat judul “Model Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila Global Islamic School (GIS)

Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.”

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami istilah dalam

judul skripsi, maka perlu dijelaskan istilah-istilah yang berkaitan dan penting

dalam judul skripsi ini. Adapun istilah-istilah yang perlu penulis jelaskan

adalah sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran

10

Menurut Meyer (dalam Trianto, 2011: 21), model adalah “suatu

objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal.”

Sedangkan pembelajaran adalah “proses, cara, perbuatan menjadikan

orang atau makhluk hidup belajar” (Depdiknas, 2008: 23).

Menurut Trianto (2007: 5), model pembelajaran adalah “kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam melaksanakan aktivitas belajar

mengajar.”

2. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan adalah “proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan

mendidik” (Depdiknas, 2008: 326). Dalam pengertian lain, Pendidikan

Agama Islam (PAI) yaitu usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan

pengasuhan terhadap anak sehingga dapat memahami, menghayati dan

mengamalkan Agama Islam, serta menjadikannya jalan kehidupan, baik

pribadi maupun kehidupan masyarakat (Syafaat, 2008: 16).

Di SD Lazuardi Kamila GIS Surakarta, PAI merupakan salah satu

mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua peserta didik. Di dalam

mata pelajaran tersebut memuat aqidah, akhlak, sejarah Islam, dan fikih.

11

Di dalam penulisan skripsi ini, model pembelajaran yang dimaksudkan

adalah model pembelajaran sebagai sistem, di mana ada beberapa komponen

yang saling terkait antara yang satu dengan yang lain. Komponen tersebut

antara lain: a. Tujuan, b. Materi, c. Metode, d. Media, dan e. Evaluasi.

Berdasarkan penegasan istilah tersebut di atas, maka yang dimaksud

judul penelitian “Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta Tahun pelajaran 2011/2012” adalah

usaha mempelajari dan menyelidiki kegiatan atau proses tentang pelaksanaan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di Sekolah Dasar Lazuardi

Kamila GIS Surakarta.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan

masalah:

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta?

2. Bagaimana peran guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS

Surakarta?

12

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan dan manfaat, antara lain:

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta.

b. Untuk mendeskripsikan peran guru dan murid dalam pembelajaran

PAI.

2. Manfaat Penelitian

Dari rincian permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini,

diharapkan hasil penelitian ini dapat memperoleh manfaat:

1. Manfaat teoritis:

Dapat menambah hazanah pengetahuan di bidang pendidikan,

khususnya yang berkaitan dengan pengembangan model pembelajaran

dan dapat menjadi pijakan bagi peneliti berikutnya pada masa yang

akan datang.

2. Manfaat praktis:

a. Dapat menjadi bahan masukan kepada Sekolah Dasar Lazuardi

Kamila GIS Surakarta, untuk pengembangan Pendidikan Agama

Islam ke depannya.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua instansi

pendidikan, terutama dalam hal model pembelajaran.

13

E. Kajian Pustaka

Tinjauan kepustakaan berupa tinjauan terhadap hasil-hasil penelitian

yang ditemukan dari buku, majalah, maupun yang masih dalam bentuk

skripsi. Namun demikian, tinjauan kepustakaan ini hanya memaparkan hasil

kajian terhadap skripsi-skripsi yang penulis temukan. Adapun penelitian yang

berhubungan dengan permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini di

antaranya:

1. Endrati Satiti Hati (STAIN, 2003) dengan judul Proses Belajar Mengajar

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Madinah

Sukoharjo (Studi Materi dan Metode), menyimpulkan bahwa dalam

materi dan metode Pendidikan Agama Islam untuk usia anak-anak

dibutuhkan sebuah materi dan metode yang menyenangkan sesuai dengan

usia anak-anak sekolah dasar, maka apabila materi dan metode dalam

pembelajaran kurang tepat akan memberikan dampak yang buruk bahkan

fatal untuk perkembangan anak selanjutnya.

2. Desi Iriyani (UMS, 2008) dalam skripsinya yang berjudul Metode

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Anak Tuna Rungu (SLB C),

menyimpulkan bahwa pembelajaran PAI pada anak-anak Tuna Rungu

banyak menggunakan metode dalam menyampaikan materi, yaitu:

metode ceramah dan hafalan, metode demonstrasi, menyanyi/irama dan

latihan.

14

3. Agus Purwanto (UMS, 2006) dengan judul Pelaksanaan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah Dasar Islam Terpadu Ar-Risalah Laweyan

Surakarta (Studi tentang Proses Masalah yang Dihadapi dan

Pemecahannya), menemukan bahwa: yang mempengaruhi pelaksanaan

Pendidikan Agama Islam ada tiga, di antaranya:

a. Kondisi pembelajaran Agama Islam merupakan faktor-faktor yang

mempengaruhi penggunaan metode dalam peningkatan hasil

pembelajaran PAI.

b. Metode pembelajaran PAI yaitu sebagai cara-cara tertentu yang

cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil

pembelajaran PAI yang berada pada kondisi tertentu.

c. Hasil pembelajaran PAI adalah mencakup semua akibat yang dapat

dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan metode

pembelajaran PAI di bawah kondisi pembelajaran yang berbeda.

4. Ita Isdiyanti (STAIN Surakarta, 2006) dengan judul Pelaksanaan Active

Learning dalam Pembelajaran PAI Kelas III SD Islam Al-Azhar 28 Solo

Baru, menyimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar

menggunakan metode ceramah tanpa mengimbangi dengan metode lain,

hal itu menjadi persoalan yang cukup mendasar, yakni tujuan

pembelajaran kurang optimal dan berdampak pada munculnya generasi-

generasi yang pasif, tidak mempunyai kreativitas dalam berpikir, dan

dalam hidupnya mereka akan bergantung pada orang lain. Belajar aktif

15

merupakan langkah tepat, menyenangkan, mendukung dan secara pribadi

menarik hati, di mana siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang

pelajaran tertentu, dan mendiskusikannya dengan yang lain. Pelaksanaan

active learning dalam pembelajaran PAI kelas III SD Islam Al-Azhar 28

Solo Baru dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan membagi siswa

menjadi beberapa kelompok di awal pelajaran, guru memfasilitasi anak

dengan mempersiapkan alat edu game, serta di akhir pelajaran guru selalu

memberikan tugas di lembar kerja. Adapun kendala yang dialami antara

lain, saat kegiatan belajar mengajar berlangsung ada beberapa siswa yang

membuat keributan sehingga siswa lain menjadi terganggu, serta tidak

semua mata pelajaran dapat disampaikan dengan menggunakan metode

permainan.

Berdasarkan berapa penelitian tersebut di atas, tampak ada perbedaan

dalam proses penelitian, baik fokus permasalahan, objek penelitian, maupun

waktu penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut di atas dengan

penelitian penulis. Penelitian ini membahas “Model Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta

Tahun pelajaran 2011/2012.” Oleh karena itu penelitian ini memenuhi unsur

kebaruan.

16

F. Metode Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis akan berpedoman pada

hal-hal penting di bawah ini:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research),

karena peneliti terjun langsung di lapangan pada saat proses penelitian.

Peneliti menggunakan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian,

karena penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Taylor

dalam Moleong, 2007: 4). Dalam penelitian ini yang akan diteliti

adalah penerapan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta tahun pelajaran

2011/2012 serta bagaimana peran guru dan murid pada saat

pembelajaran berlangsung.

2. Penentuan Sumber Data

“Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga

menghasilkan informasi atau keterangan” (Riduwan, 2010: 5).

Pengertian sumber data menurut Marzuki (2002: 55) adalah subjek

dari mana data dapat diperoleh. Dengan adanya sumber data, maka

data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diperoleh. Dalam

penelitian ini sumber data yang digunakan adalah:

17

a. Data primer

Data primer adalah “data yang diperoleh langsung dari

sumbernya; diamati dan dicatat untuk pertama kalinya” (Marzuki,

2002: 55). Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung

dari sumber pertama yaitu guru yang mengajar Pendidikan Agama

Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, untuk

mengetahui metode apa saja yang digunakan dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam, bagaimana penerapan metode-metode

tersebut serta bagaimana peran guru dan murid pada saat proses

pembelajaran berlangsung.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang bukan diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti, berasal dari tangan kedua, ketiga

dan seterusnya (Marzuki, 2002: 56). Adapun data sekunder dari

penelitian ini diperoleh dari buku-buku metode pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian,

yaitu:

a. Observasi

Menurut Patilima (2005: 69) bahwa: “observasi adalah

sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan peneliti

18

turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan

ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa,

tujuan dan perasaan.” Metode observasi digunakan untuk

menyelidiki peristiwa dengan mengamati secara sistematik

terhadap letak dan keadaan daerah serta mengamati kegiatan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Lazuardi

Kamila GIS Surakarta.

b. Interview

Menurut Gulo (2003: 119), interview atau wawancara

adalah “bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan

responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab

dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden

merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.”

Dalam wawancara ini peneliti mewawancarai guru Pendidikan

Agama Islam untuk memperoleh data berupa metode-metode yang

digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam,

bagaimana penerapan metode-metode tersebut, serta peran guru

dan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.

c. Telaah dokumentasi

Menurut Riduwan (2010: 31), telaah dokumentasi

ditujukan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian,

meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan

19

kegiatan, foto-foto, film dokumenter, data yang relevan penelitian.

Adapun data yang digali dengan metode ini antara lain sejarah

berdiri, visi, misi dan tujuan, struktur organisasi, sarana dan

prasarana, keadaan guru, karyawan dan murid, dan kegiatan ekstra

kurikuler di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta.

4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan analisis

deskriptif kualitatif yaitu analisis yang berdasar dan penjelasannya

tanpa angka-angka. Cara pentahapan yang dilakukan secara berurutan

yang terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu: reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan. Pertama, reduksi data yaitu suatu proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,

dan transformasi data yang muncul dari catatan lapangan. Kedua,

penyajian data, yang dimaksud adalah sekumpulan informasi tersusun

yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan berupa teks naratif. Ketiga, penarikan

kesimpulan dari data yang telah disajikan pada tahap kedua dengan

mengambil kesimpulan pada tiap-tiap rumusan (Patilima, 2005: 98-

99).

20

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini secara garis besar ditulis dengan sistematika sebagai

berikut:

BAB I: Pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah, penegasan

istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian, dan sistematika skripsi.

BAB II: Pendidikan Agama Islam, yang memuat pengertian, dasar-

dasar, materi, tujuan, media, dan penilaian (evaluasi) PAI. Model

pembelajaran, yang memuat tentang model pembelajaran sebagai sistem, teori

belajar dan hubungannya dengan model pembelajaran, macam-macam model

pembelajaran, peran guru dan siswa dalam pembelajaran, dan kedudukan

metode pembelajaran.

BAB III: Deskripsi Data Model Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, yang membahas

tentang:

a. Gambaran umum Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS, meliputi: Sejarah

berdiri, letak geografis, visi, misi, dan tujuan, struktur organisasi, keadaan

guru, karyawan dan murid, sarana dan prasarana, kurikulum pembelajaran

dan keunggulan prestasi di luar akademik.

b. Data tentang model pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di

Sekolah Dasar Lazuardi Kamila GIS Surakarta, yang terdiri dari tujuan

pembelajaran, materi, jadwal, dan metode Pendidikan Agama Islam.

21

BAB IV: Analisis Model PembelajaranPAI di SD Lazuardi Kamila

GIS Surakarta tahun pelajaran 2011/2012, berisi analisis data mengenai ragam

model pembelajaran serta peran guru dan siswa saat pembelajaran

berlangsung.

BAB V: Penutup, yang meliputi: kesimpulan, saran-saran, dan kata

penutup.

Pada bagian akhir juga dicantumkan Daftar Pustaka yang dijadikan

literatur oleh penulis.