BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

35
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terdiri dari 17.000 pulau yang di dalamnya didiami oleh lebih dari 300 suku bangsa, heterogenitas suku bangsa tersebut berkaitan dengan persoalan kesehatan (Sciortino, xvi : 1999) . Hal ini bisa terlihat pada persepsi dan kebiasaan serta kepercayaan yang khas atas penyakit dan masalah-masalah kesehatan dalam masyarakat. Kebutuhan akan penyembuhan penyakit, menyebabkan timbulnya usaha-usaha orang untuk mencoba mengatasinya dengan mencari cara pengobatan beserta obat-obatannya. Dengan sendirinya, cara pengobatan yang dianut akan didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang penyakit (Sumirat, 1994 : 1). Definisi tentang sehat, sakit dan penyebab sakit atau penyakit pada setiap suku bangsa tidak sama, bagi suku bangsa yang hidupnya masih terpencil, mereka juga mendefenisikan penyakit secara lokal yang disesuaikan dengan pengalaman dan pemahaman mereka terhadap penyakit. Komunitas yang masih hidup terpencil pada umumnya menghadapi masalah terhadap akses pelayanan kesehatan modern. Hal ini disebabkan oleh hambatan geografis, sosial budaya dan ekonomi. Akibatnya mereka terkendala untuk mengakses pelayanan kesehatan modern.Walaupun sejauh ini pemerintah telah berupaya membangun fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wilayah Indonesia terdiri dari 17.000 pulau yang di dalamnya didiami oleh

lebih dari 300 suku bangsa, heterogenitas suku bangsa tersebut berkaitan dengan

persoalan kesehatan (Sciortino, xvi : 1999) . Hal ini bisa terlihat pada persepsi dan

kebiasaan serta kepercayaan yang khas atas penyakit dan masalah-masalah kesehatan

dalam masyarakat. Kebutuhan akan penyembuhan penyakit, menyebabkan timbulnya

usaha-usaha orang untuk mencoba mengatasinya dengan mencari cara pengobatan

beserta obat-obatannya. Dengan sendirinya, cara pengobatan yang dianut akan

didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang penyakit

(Sumirat, 1994 : 1).

Definisi tentang sehat, sakit dan penyebab sakit atau penyakit pada setiap

suku bangsa tidak sama, bagi suku bangsa yang hidupnya masih terpencil, mereka

juga mendefenisikan penyakit secara lokal yang disesuaikan dengan pengalaman dan

pemahaman mereka terhadap penyakit.

Komunitas yang masih hidup terpencil pada umumnya menghadapi masalah

terhadap akses pelayanan kesehatan modern. Hal ini disebabkan oleh hambatan

geografis, sosial budaya dan ekonomi. Akibatnya mereka terkendala untuk

mengakses pelayanan kesehatan modern.Walaupun sejauh ini pemerintah telah

berupaya membangun fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

2

Puskesmas dan poliklinik desa, serta menempatkan tenaga-tenaga medis seperti

dokter, mantri dan bidan, namun masih juga belum menjangkau daerah-daerah

terpencil. Pada umumnya program pelayanan kesehatan pemerintah baru sampai di

daerah kecamatan. Di Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur

Provinsi Maluku utara, pusat pelayanan kesehatan baru terdapat di ibu kota

kecamatan. Dari Dusun Totodoku yang dihuni oleh komunitas orang Tugutil, untuk

menjangkau fasilitas kesehatan berupa Puskesmas, mereka harus menempuh

perjalanan dengan jaraknya sekitar 17 Km dengan cara jalan kaki.

Orang Tugutilyang hidup terpencil di hutan pedalaman pulau Halmahera1,

secara kuantitas tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan suku bangsa lainnya

yang juga berada di Pulau Halmahera. Persebaran orang Tugutil di pedalaman

Halmahera terdapat di wilayah Halmahera bagian utara dan tengah, yang diperkirakan

tidak lebih dari 1250 sampai 1500 orang, di Halmahera Utara terdapat di Kecamatan

Galela, Tobelo dan Kao. Daerah Halmahera bagian tengah orang Tugutil terdapat di

Kecamatan Wasile, Maba dan Patani (Martodirjo, 1994 : 116).

Berdasarkan data peta persebaran komunitas adat terpencil Kementrian

Republik Indonesia, orang Tugutil tersebar dalam kelompok-kelompok kecil hampir

di seluruh pedalaman Halmahera (Kemensos, 2009 : 264-267). Penyebutan orang

Tugutil dipakai oleh masyarakat pada umumnya, para ahli bahasa, pemerintah daerah,

antropolog dan para peneliti lainnya (Miete, 1936; Huliselan, 1978; Martodirjo, 1993;

1. Pulau Halmahera merupakan pulau terbesar dari 605 pulau di Maluku Utara, luas Pulau Halmahera

sekitar 18.534 km (Sahib, 1978)

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

3

Topatimasang, 2004; FSB Unkhair,2008; Ulaen, 2010). Warga desa yang hidup di

sekitar komunitas Tugutil, menyebut orang Tugutil dengan sebutan Orang Suku atau

Orang Asli(Dinas Sosial Maluku Utara, 2007).

Sementara itu penamaan orang Tugutil dengan berbagai sebutan tersebut tidak

diketahui atau dipahami oleh orang Tugutil sendiri. Orang Tugutil sendiri lebih

senang dan akrab bila disebut dengan (o hongana manyawa atau o honganoka) yang

padanannya dalam bahasa Indonesia berarti “orang rimba”. Orang yang hidup dan

mendiami hutan, sebagai kebalikan dari istilah (o berera manyawa) orang yang hidup

di kampung atau orang pesisir.

Agar bisa membedakan antara kelompok-kelompok orang Tugutil yang

tersebar di pulau Halmahera, biasanya masyarakat menggunakan sebutan nama etnis

(Tugutil) disertai dengan nama lokasi atau wilayah yang ditempatinya. Seperti

Tugutil Dodaga adalah orang Tugutil yang mendiami wilayah Desa Dodaga (Tugutil

Loleba, Tugutil Foli, Tugutil Lina, Tugutil Kusuri dan yang lainnya). Penelitian ini,

dilakukan pada orang Tugutil Totodoku. Lokasi Totodoku berada di wilayah Desa

Dodaga Kecamatan Wasile Timur, Kabupaten Halmahera Timur Propinsi Maluku

Utara.

Orang Tugutil yang mendiami lokasi Totodoku2 tercatat sebagai suku

terasing dalam Program Pemberdayaan Masyarakat Terasing di Indonesia (Kemensos

2. Dalam pemberdayaan suku terasing oleh Departemen Sosial, komunitas-komunitas kecil tersebut

masih diistilahkan dengan sebutan “Lokasi” karena belum dikategorikan sebagai dusun atau anak

desa. Hal ini disebabkan belum terdapat hirarki atau struktur pemerintahan desa dengan

perwakilannya berupa kepala dusun di lokasi tersebut.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

4

RI, 2009 : 265). Pemberdayaan suku terasing oleh Kementerian Sosial Republik

Indonesia, sekarang lebih dikenal dengan istilah Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil (PEKAT). Komunitas Tugutil lokasi Totodoku, semula mendiami hutan

Dodaga pada enam lokasi persebaran yakni Lokasi Totodoku, Lokasi Yangerino,

Lokasi Kowehino, Lokasi Titipa, Lokasi Ngowai dan Lokasi Ricaino. Ke enam lokasi

ini ditempati oleh 23 kepala keluarga dengan jumlah jiwa 77, (Dinas Sosial Maluku

Utara, 2008).

Orang Tugutil Totodoku masih sangat kuat kepercayaan animismenya.

Menurut mereka satu penyakit yang diidap seseorang tidak terlepas dari peran mahluk

halus yang berada di sekitar tempat tinggal mereka, dan dipercayai memiliki kekuatan

untuk melindungi dan juga mencelakai. Gomanga merupakan roh para leluhur yang

sangat diyakini bisa menjaga dan melindungi mereka sebagai anak cucunya. Oleh

karena itu mereka harus terus menjaga keharmonisan hubungan terhadap roh-roh

leluhur mereka. Ritual pengobatan gomatere pada orang Tugutil sampai sekarang

masih dilaksanakan, sebagai salah satu cara pengobatan penyakit yang tidak kunjung

sembuh. Ritual gomatere juga sering dilaksanakan bukan hanya pada fungsi

pengobatan atau penyembuhan, melainkan juga untuk mendiagnosis faktor-faktor

yang menyebabkan seseorang jatuh sakit.

Dari aspek kesehatan, angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)

pada orang Tugutil tergolong cukup tinggi, diakibatkan oleh rendahnya kualitas

kesehatan. Kualitas kesehatan mereka erat kaitannya dengan lingkungan tempat

tinggal dan pola hidup. Perubahan kondisi lingkungan orang Tugutil, salah satunya

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

5

disebabkan oleh pemukiman kembali (resettlement)3 dan menyempitnya lahan hutan

tempat mereka beraktivitas karena masuknya perusahaan-perusahaan pertambangan,

pengolahan kayu dan program transmigrasi. Faktor-faktor tersebut dapat

mempengaruhi pola hidup orang Tugutil, khususnya pada kualitas kesehatan mereka

(WALHI Maluku Utara, 2010 : 20).

Banyak persoalan yang muncul sehubungan dengan terjadinya perubahan

lingkungan pada orang Tugutil, yang pada akhirnya menimbulkan dampak sosial dan

ekonomi cukup berat buat mereka. Hewan buruan dan tanaman hutan yang dulu

mudah diperoleh, kini semakin sulit untuk didapatkan. Sebagai komunitas yang

selama ini menggantungkan hidup sepenuhnya pada kemurahan alam, orang Tugutil

membutuhkan strategi agar bisa bertahan hidup (Survive) dalam lingkungan yang

telah banyak berubah tersebut.

Sebagai sebuah komunitas yang memiliki pengetahuan lokal (local

knowledge), orang Tugutil juga mengenal dan mengembangkan perangkat

kepercayaan, kognisi dan presepsi yang konsisten dengan lingkungan atau konteks

budaya mereka. Dalam hal ini khususnya pada cara-cara untuk mengatasi masalah-

masalah kesehatan dalam komunitas.

3. Akibat dari pola hidup yang menetap, orang Tugutil secara perlahan mulai melepaskan beberapa

kebiasaan yang berhubungan dengan kebiasaan mencari nafkah dan merubah pola makan dan jenis

makanan mereka. Keadaan tersebut diduga menurunkan tingkat kesehatan orang-orang Tugutil

yang dimukimkan. (Huliselan 1978 : 177).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

6

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan apa yang telah dijelaskan pada paragraf-paragraf

sebelumnya, bahwa orang Tugutil di Pulau Halmahera sebagian besar hidup di

pedalaman dan sangat rentan terhadap persoalan kesehatan (penyakit), hal ini dapat

terlihat pada data angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi (Dinas Sosial

Maluku Utara, 2007, 2008, 2009, 2010). Dua hasil penelitian sebelumnya juga

menunjukkan bahwa persoalan kesehatan pada orang Tugutil sangat dipengaruhi oleh

pola hidup dan perubahan lingkungan yang terus terjadi (Huliselan, 1979; Martodirjo,

1994). Dalam rangka penelitian ini dianjukan pertanyaan penelitian, bagaimana

pengetahuan lokal, sikap dan prilaku orang Tugutil dalam upaya-upaya pengobatan

atau penyembuhan penyakit ?. Pertanyaan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ?

2. Bagaimana tindakan yang dilakukan dalam menangani penyakit karena

sebab personalistik dan naturalistik ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian yang telah

dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan

sebuah studi etnomedisin dengan pemahaman analitis-deskriptif mengenai

pengetahuan lokal orang Tugutil di pedalaman Pulau Halmahera tentang penyebab,

pencegahan dan penyembuhan penyakit.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

7

D. Manfaat penelitian

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengetahuan

antropologis mengenai kelompok masyarakat Tugutil di Pulau Halmahera dalam

perspektif kesehatan mereka. Penelitian tentang suku bangsa Tugutil di Pulau

Halmahera oleh beberapa peneliti terdahulu telah dilakukan, namun penelitian yang

lebih spesifik pada sistem medis tradisionalnya, sejauh ini belum pernah dilakukan.

Kajian ini merupakan sebuah langkah awal dalam rangka memahami komunitas suku

bangsa Tugutil dari sisi kesehatannya.

Secara praktis, hasil kajian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai data atau

informasi bagi perencana dan penentu kebijakan dalam merumuskan dan

melaksanakan program-program pembangunan nasional, khususnya yang

berhubungan dengan program perencanaan kesehatan dan pengadaan pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat tradisional dan terpencil.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam proposal penelitian ini akan membicarakan beberapa

literatur dengan kategorisasi yang dianggap membantu dalam memahami sistem

medis tradisional. Di dalam studi-studi antropologi kesehatan khususnya pada kajian

sistem kesehatan tradisional (etnomedisin) menurut George M. Foster dan Barbara G.

Anderson terdapat dua kategori besar, yakni sistem medis personalistik dan sistem

medis naturalistik. Menurut Hughes (1968) etnomedisin merupakan subbagian dari

antropologi kesehatan, yang khusus melakukan studi-studi tradisional mengenai

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

8

pengobatan non-barat, atau mengenai praktik-praktik medis tradisional yang tidak

berasal dari konsep medis modern (1986 : 63-64).

Setiap suku bangsa memiliki sistem pengobatan tradisional yang berkembang

dari kebudayaan sendiri. Sistem pengobatan tradisional bersifat personalistik dan

naturalistik. Sistem personalistik adalah suatu sistem di mana penyakit disebabkan

oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluk supranatural

(mahluk gaib atau dewa), mahluk bukan manusia ( seperti hantu, roh leluhur, atau roh

jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Sedangkan dalam

sistem naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang

bukan pribadi. Dalam sistem naturalistik, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap

atau seimbang dalam tubuh, apabila keseimbangan terganggu maka hasilnya adalah

timbulnya penyakit. (Foster dan Anderson,1986 : 63).

Penelitian Naniek Kasniyah (2002) tentang Symptoms (gejala-gejala)

Diagnosis dan Terapi Pada Penyembuhan Sakit Karena Santet, menggungkapkan

berbagai gejala penyakit dalam masyarakat yang dianggap kehadirannya tidak wajar,

atau tidak seperti penyakit-penyakit lain yang masih bisa terdeteksi. Penyakit yang

muncul karena santet tidak bisa diobati dengan cara-cara biasa, melainkan harus

diobati oleh orang yang memiliki keahlian khusus (dukun dan shaman).

Sistem penyembuhan penyakit karena santet juga menggunakan sistim

diagnosis yang dilakukan oleh shaman, menggunakan cara berkonsultasi dengan

dunia halus dan dilakukan dalam keadaan trance. Pada keadaan trance penyembuh

dapat mendiagnosis gejala sakit yang disebabkan oleh sebab-sebab supranatural,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

9

dalam diagnosis tersebut penyembuh akan mencari tahu “siapa” dan “mengapa” yang

secara logika dapat diterima oleh pasien dan keluarganya. Hasil penelitian ini

menguraikan dengan sangat jelas proses munculnya penyakit dengan etiologi

personalistik serta cara-cara penyembuhannya.

Peran seorang shaman pernah ditulis oleh P.H. Koagow (1980) dengan judul

Shamanisme pada Orang Modole di Daerah Halmahera Utara, mengungkapkan

tentang kepercayaan terhadap roh-roh orang yang telah meninggal (wongemi atau

gomanga) yang dianggap sebagai roh nenek moyangnya. Hal ini menyebabkan

keberadaan seorang shaman (gomatere) begitu penting pada komunitas orang Modole

dalam sistem penyembuhan penyakit, karena gomatere dapat menjadi medium antara

orang yang hidup dan orang yang telah mati4 . Apabila seseorang terserang penyakit,

terdapat kegagalan dalam bercocok tanam atau malapetaka lainnya, dianggap sebagai

bukti kemurkaan dari roh-roh nenek moyang mereka. Untuk itu harus dilakukan

upacara yang dipimpin oleh seorang gomatere untuk memberikan persembahan

kepada wongemi atau gomanga. Apabila terdapat orang yang sakit, hal itu disebabkan

oleh kemarahan roh nenek moyang yang memegang jiwa orang sakit tersebut, disini

seorang gomatere berperan mengambil kembali jiwa atau roh orang yang masih hidup

(gurumini) dari genggaman roh nenek moyang mereka.

4. Gomaterea dalah sebutan untuk shaman pada orang Modole, Tobelo dan Tugutil. Seorang

gomatere bekerja dengan cara membaringkan diri di tempat tidur dan menutupi tubuhnya dengan

sehelai kain, kedua tangannya mengetuk-ngetuk tempat tidur dengan irama tertentu yang dapat

mengundang kehadiran jin, lama-kelamaan tubuh gomatere mulai gemetar (trance) dilanjutkan

dengan proses pengobatan. Gomatere tidak saja dijabat oleh laki-laki akan tetapi bisa juga oleh

wanita.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

10

Tulisan P. H. Koagow tentang shamanisme pada orang Modole di Halmahera

Utara hampir seluruhnya menggunakan studi kepustakaan dan hanya sedikit sekali

data lapangan, sehingga tidak terungkap penyakit-penyakit seperti apa yang diobati

dengan ritual gomatere atau idu-idu. Apakah gomatere atau idu-idu hanya mengobati

penyakit dengan etiologi personalistik ataukah juga penyakit dengan etiologi

naturalistik, tidak dijelaskan. Karena penyakit dengan etiologi personalistik dan

naturalistik memiliki hubungan dan tidak bisa dilihat terpisah pada sistem kesehatan

satu masyarakat yang masih tradisional.

Berkaitan dengan tulisan dari Koagow, Martodirjo (1993) dalam tulisannya

tentang Masyarakat Tugutil di Halmahera juga sedikit menjelaskan tentang sistem

pengobatan penyakit dengan etiologi personalistik. Menurut keyakinan orang Tugutil

bahwa mahluk-mahluk halus yang berada di sekitar lingkungan mereka memiliki

kekuatan sakti yang bersifat gaib. Oleh karena, itu praktek ilmu gaib menjadi bagian

yang tidak terpisahkan dalam kehidupan mereka. Upacara penghormatan terhadap

roh-roh leluhur dilaksanakan setiap saat sesuai dengan kebutuhan, biasanya upacara

dilaksanakan bila ada anggota keluarga yang sembuh setelah menderita sakit berat,

atau bila ada anggota keluarga yang sakit dan tidak kunjung sembuh.

Upacara penghormatan terhadap roh-roh leluhur juga dilaksanakan jika terjadi

wabah penyakit yang menimpa banyak keluarga. Selain itu, untuk kepentingan lain

seperti menghadapi serangan musuh dan juga menyerang musuh. Seorang shaman

pada orang Tugutil disebut o gomatere yang berperan sebagai perantara dengan dunia

mahluk halus yang dianggap berkaitan dengan sumber penyakit. Dalam ritual, o

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

11

gomatere akan menari-nari sampai dirasuki oleh roh leluhur (o gomanga) yang

dianggap sebagai pemilik obat (o houru ma dutu). Tubuh o gomatere sebagai medium

dari roh leluhur akan memberikan keterangan dan petunjuk-petunjuk tentang penyakit

yang diderita, faktor-faktor penyebabnya, jenis obat yang akan diberikan dan cara

pengobatannya.

Masih berkaitan dengan ritual pencegahan dan penyembuhan penyakit

tersebut di atas, penelitian tesis La Ode Aris (2010) di Desa Lohia Kecamatan Lohia

Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara, juga mengkaji tentang Ritual Kaago-ago,

sebagai sebuah ritual pencegahan penyakit pada orang Muna. Ritual ini dilakukan

dua kali dalam satu tahun yang disesuaikan dengan pergantian musim, yaitu sebelum

datangnya musim barat dan musim timur. Orang Muna masih meyakini bahwa

pergantian musim dapat membawa penyakit atau menyebabkan penyakit, oleh karena

itu harus dilaksanakan ritual Kaago-ago untuk pencegahan penyakit. Penyakit

Nomaigo nekawea (berasal dari angin) oleh orang Muna diyakini, bahwasanya

penyakit itu berasal dari angin yang disebabkan oleh agen tertentu berupa mahluk

bukan manusia, dengan demikian ritual tersebut dapat menghindarkan mereka dari

gangguan dalam bentuk menyebarkan penyakit kepada manusia.

Pada penelitian tersebut sangat menonjolkan sistem medis tradisional pada

orang Muna yang begitu personalistik, atas dasar pemaknaan ritual Kaago-ago yang

melatar belakangi pemahaman bahwa setiap penyakit disebabkan oleh mahluk

supranatural, sehingga pengobatannya juga harus menggunakan jasa para dukun atau

shaman. Di dalam penelitian tersebut, belum diungkapkan penyakit-penyakit apa saja

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

12

yang ditimbulkan oleh pergantian musim bila tidak melaksanakan ritual Kaago-ago,

serta belum mengkategorikan penyakit-penyakit yang muncul dan bagaimana cara

pengobatannya.

Sehubungan dengan pelaksanaan ritual-ritual untuk pengobatan penyakit

tersebut, ternyata etiologi penyakit personalistik tidak saja disebabkan oleh agen-agen

yang supranatural, melainkan ada sebab-sebab penyakit yang bersifat

nonsupranatural. Penelitian tesis Yosefina Griapon (2005) tentang Pengetahuan

Lokal, Sikap dan Prilaku Masyarakat Ganyem Terhadap Penyakit di Desa Gemebs

Distrik Nimboran Jayapura, mengkaji tentang penyakit dan proses

penyembuhannya dari pemahaman (perspektif) lokal masyarakat. Pemahaman lokal

terhadap penyakit berhubungan dengan konsep “salah” atau melanggar aturan dalam

melakukan aktivitas keseharian. Munculnya penyakit selalu dikaitkan dengan konsep

salah makan, salah tempat, salah waktu dan salah jalan. Di dalam penelitian ini lebih

banyak difokuskan pada etiologi penyakit secara personalistik dibandingkan dengan

sebab-sebab yang lebih naturalistik. Hal ini disebabkan oleh pandangan masyarakat

Ganyem, bahwasanya penyakit yang diderita oleh warga pada umumnya lebih

bersifat personalistik. Namun demikian ada juga penyakit dalam masyarakat Ganyem

yang penyebabnya bersifat naturalistik, namun tidak dijelaskan lebih detail.

Penyakit dengan etiologi personalistik dan naturalistik proses

penyembuhannya dalam pandangan masyarakat tidak saling terpisah, keduanya

memiliki hubungan yang saling melengkapi. Hal ini bisa terlihat pada penelitian yang

dilakukan Suhadi H.P. dkk (1991) tentang sistem pengobatan tradisional pada orang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

13

Sumbawa. Penyebab penyakit bermacam-macam, ada yang dari Tuhan dan ada yang

dari syetan. Oleh karena itu para dukun dalam pengobatannya selalu memohon

kepada Tuhan dengan membaca mantra pada ramuan obat, kalau penyakit yang

diobati tidak kunjung sembuh berarti penyakit tersebut berasal dari syetan. Dengan

demikian penyembuhannya harus menggunakan cara mengusir syetan terlebih dahulu

dengan keahlian khusus. Penyakit yang dapat segera disembuhkan diyakini barasal

dari Tuhan. Noer Muhammad, dkk (1992) melakukan penelitian tentang pengobatan

tradisional pada masyarakat Pangean di daerah Riau. Hasil penelitian

mengungkapkan bahwa masyarakat Pangean masih sangat percaya terhadap peran

pengobat tradisional dalam mengobati semua jenis penyakit. Hal ini disebabkan oleh

mantra dan ramuan akan disesuaikan dengan jenis penyakit serta penyebab

penyakitnya.

Syahrudin Lubis dkk, (1996) melakukan penelitian tentang Pengobatan

Tradisional Pada Masyarakat Pedesaan daerah Sumatera Utara, tepatnya di Desa

Sibinail Kecamatan Muarasipongi Kabupaten Tapanuli Selatan. Masyarakat Desa

Sibinail melihat persoalan sehat dan sakit dikaitkan dengan aktivitas hidup sehari-

hari. Mereka memandang bahwa sakit dan sehat bukan didasarkan pada penekanan

yang abstrak, akan tetapi orang yang sehat dan sakit adalah orang yang merasakan

ada dan tidak adanya gangguan dalam tubuh ketika melaksanakan aktivitasnya.

Konsepsi masyarakat tentang sakit adalah, jika seseorang mengalami

gangguan dalam tubuhnya tetapi kalau masih mampu untuk bekerja maka tidaklah

dianggap sakit. Masyarakat Desa Sibinail mengenal istilah maido yang padanannya

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

14

dalam bahasa indonesia adalah “kurang enak badan” konsep maido berbeda dengan

konsep sakit, karena diartikan sebagai keadaan dalam diri seseorang yang sifatnya

kurang enak atau kurang bergairah dalam melakukan pekerjaan. Menurut masyarakat

setempat maido dapat dikategorikan sebagai kondisi pra-sakit.

Pandangan masyarakat Sibinail tentang penyakit dapat dikategorikan atas dua

bagian, pertama adalah konsep keseimbangan (equilibrium) bahwa tubuh manusia

terdiri dari empat unsur, yakni unsur tanah (daging), unsur air (cairan tubuh), panas

(api) dan angin (nafas). Kalau seseorang sakit maka ada unsur yang tidak seimbang.

Berdasarkan konsep tersebut, seseorang yang sakit harus diobati dengan berbagai

ramuan yang dalam bahasa setempat disebut pulungan yang bertujuan untuk

menyeimbangkan kembali unsur-unsur yang tidak seimbang.

Pandangan yang kedua berkaitan dengan etiologi penyakit, etiologi penyakit

itu sendiri dibagi menjadi dua bagian, yakni secara fisik dan nonfisik. Faktor fisik

oleh masyarakat diartikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gejala-gejala alam

(seperti angin, panas, dingin, lembab dan basah). Sedangkan faktor non fisik adalah

penyakit yang oleh pandangan masyarakat disebabkan oleh mahluk halus (seperti roh,

setan atau kekuatan gaib lainnya). Untuk pengobatannya harus menggunakan jampi

atau mantra agar bisa mengusir penyakit. Pengobatan tetap menggunakan pulungan,

tetapi menurut mereka ramuan pulungan tidak sebagai penyembuh utama, melainkan

hanya sebagai pembawa (motor) jampi atau mantra ke dalam tubuh. Berdasarkan

pandangan yang kedua ini, umumnya pengobatan berbagai jenis penyakit selalu

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

15

menggunakan jampi, biasanya seorang dukun (dotu) memiliki berbagai jenis jampi

yang sesuai dengan jenis penyakit dan penyebabnya.

Pengobatan tradisional dengan menggunakan metode jampi dan ramuan

ternyata tetap masih dipertahankan, walaupun dalam komunitas tersebut telah

diperkenalkan sistem medis modern. Bahkan pada situasi-situasi tertentu bisa terjadi

penolakan terhadap sistem medis modern dengan berbagai alasan. Erson Sirait (2009)

dalam disertasinya yang mengkaji tentang Sando dan Dokter (Kontestasi Pelayanan

Kesehatan Tradisional dan Modern di Sulawesi Tengah, membicarakan masalah

prilaku masyarakat Kaili Da’a dalam mencari pelayanan kesehatan, yang berawal

dari masalah adanya kelompok masyarakat yang terkendala mengakses pelayanan

kesehatan modern, sehingga mereka mengobati sendiri penyakitnya dengan cara-cara

tradisional berdasarkan pengetahuan yang diwariskan secara-turun temurun. Dari

hasil kajiannya terungkap bahwa, masyarakat Kaili Da‟a lebih cenderung memilih

melakukan penyembuhan penyakitnya dengan berobat sendiri secara tradisional

dengan berbagai alasan, seperti tidak memiliki uang untuk membayar obat, jam

pelayanan Puskesmas yang tidak sesuai dengan kebutuhan, dan juga masih adanya

pemahaman dari masyarakat bahwasanya berobat di Puskesmas merupakan salah satu

alternatif karena masih lebih mengutamakan pengobatan dengan cara tradisional.

Mengadopsi perawatan kesehatan modern masih terdapat hambatan-hambatan

kebudayaan, sosial dan psikologis. Seperti yang dikemukakan oleh Foster , persoalan

biaya-biaya ekonomis dan sosial (economic and social values) merupakan faktor-

faktor yang lebih menonjol dan menentukan penerimaan atau penolakan perawatan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

16

medis modern. Utamanya pada masyarakat tradisional yang sudah relatif lama telah

mengenal dan merasakan faedah dari perawatan medis modern. Pada masyarakat

tradisional (tipe of tribal community) yang belum lama mengenal perawatan

kesehatan modern tetap akan terjadi konflik kepercayaan. (Kalangi, 1994 : 153).

Terkait dengan sistem perawatan kesehatan tradisional dan modern pada

sebuah komunitas, dapat dilihat pada penelitian Myrnawati (1993) yang melakukan

penelitian terhadap prilaku sehat masyarakat terasing pada suku Anak Dalam. Hasil

penelitian tersebut banyak mengemukakan hal-hal yang menyangkut prilaku

masyarakat suku Anak Dalam yang berkaitan dengan persoalan kesehatannya.

Persoalan kesehatan yang dihadapi tidak lepas dari pandangan atau persepsi mereka

tentang kesehatan yang diwujudkan dalam bentuk prilaku (prilaku kesehatan). Dalam

pandangan mereka, apabila seseorang menderita sakit, maka dianggap mendapat sial,

diganggu oleh Dewo. Untuk itu mereka selalu melakukan upacara basale5 pada setiap

ada warga yang sakit keras, agar bisa mendeteksi apakah masih bisa ditolong atau

dibiarkan saja. Menurut kepercayaan mereka seseorang yang akan mati tidak bisa

ditahan oleh siapapun juga.

Sakit karena didera oleh penyakit apapun dianggap sebagai pangkal kesialan,

sehingga harus dijauhi. Tradisi melangun pada suku Anak Dalam merupakan salah

satu cara untuk menghindari berjangkitnya penyakit yang diderita oleh seseorang dan

5. Upacara pengobatan yang dipandu oleh dukun (Tumenggung) untuk memutuskan seseorang yang

sakit masih bisa diobati atau tidak. Apabila sudah tidak bisa diobati maka orang yang sakit tersebut

akan dipindahkan kedalam pondok kecil yang terpisah dari pemukiman induk sampai saatnya

meninggal.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

17

akhirnya meninggal. Sistem pengobatan pada suku Anak Dalam juga menggunakan

ramuan-ramuan yang diramu oleh seorang dukun, namun setiap penyakit yang

diderita tetap dikaitkan dengan etiologi personalistik. Suku Anak Dalam di antaranya

telah ada yang mengenal sistem pengobatan modern (paramedik) namun sering

terjadi penolakan-penolakan karena terdapat berbagai hambatan sosial budaya dan

ekonomi.

Angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) pada suku bangsa

yang masih hidup terpencil (suku terasing) tergolong tinggi, karena dipicu oleh

derajat kesehatan mereka yang tergolong rendah. Hasil penelitian dari Mus Huliselan

(1979) mengungkapkan bahwa, masalah kependudukan pada orang Tugutil yang

mendiami wilayah hutan Dodaga dan Tutuling adalah adanya angka kematian warga

yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan angka kelahiran (Natalitas)6. Diduga

salah satu pemicu angka kematian yang cukup tinggi tersebut adalah menurunnya

derajat kesehatan, karena dilaksanakannya program pemukiman kembali

(Resetlement). Akibat dari program pemukiman tersebut, mereka harus meninggalkan

beberapa kebiasaan yang berhubungan dengan pola mencari nafkah yang berimbas

pada terjadinya perubahan dalam pola dan jenis makanan yang dikonsumsi. Hal

tesebut berdampak pada kesehatan mereka, karena mereka dengan mudah terserang

beberapa penyakit, seperti penyakit kulit, TBC, malaria dan rematik. Anak-anak

sering dihinggapi penyakit cacing dan kekurangan gizi. Dalam kondisi tersebut

6. Hasil pencacahan jiwa tahun 1977 jumlah orang Tugutil di hutan Dodaga dan Tutuling adalah 295

jiwa, dalam satu tahun tercatat angka kematian sebanyak sepuluh orang dan terdapat lima orang

yang lahir (Huliselan, 1979).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

18

tingkat kematian bayi dan anak-anak di bawah usia lima tahun relatif tinggi yang

disebabkan kurangnya perawatan, di samping itu rendahnya tingkat kesehatan dan

gizi makanan, (Martodirjo, 1994).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah ditunjukan sebelumnya,

bahwasanya kajian tentang aspek kesehatan pada sebuah komunitas dari perspektif

antropologi telah banyak dilakukan. Namun dalam penelitian ini saya mencoba untuk

melihat masalah kesehatan pada orang Tugutil melalui sistem pengetahuan mereka.

Berangkat dari pemikiran bahwa manusia beradaptasi dengan lingkungannya melalui

mekanisme kebudayaan yang mereka miliki, oleh karena itu setiap bentuk adaptasi

pada sebuah masyarakat memiliki keunikan. Upaya ini memungkinkan untuk

mengungkap permasalahan dari sudut pandang masyarakat setempat sebagai pelaku

budaya.

E. Kerangka Teori

Kajian pustaka yang telah diuraikan di atas, menjadi acuan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang sistem kesehatan dalam kaitannya dengan sistem

penyembuhan atau pengobatan terhadap penyakit pada sebuah komunitas. Dalam

penelitian ini akan dlihat sistem pengetahuan sebuah komunitas, tentang bagaimana

mengoperasionalisasikan sistem pengetahuan tersebut dalam menghadapi kendala-

kendala kesehatannya.

Penelitian ini, akan mengkaji prilaku pengobatan penyakit karena sebab-

sebab personalistik dan naturalistik pada orang Tugutil di Pulau Halmahera. Selain itu

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

19

juga ingin mengetahui apa yang melatarbelakangi prilaku-prilaku tersebut. Penelitian

akan mengikuti tradisi antropologi kognitif (cognitive anthropology) atau etnosains

(ethnoscience). Dalam etnosains akan memusatkan usahanya untuk menemukan

bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran dan

kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan (Marzali, 1997 : via

Spradley, 1997).

Aliran etnosains adalah sebuah pendekatan dalam antropologi yang berusaha

untuk mengetahui sistem pengetahuan yang mendasari tingkah laku individu dalam

masyarakat (bdk. Ahimsa-Putra, 1985). Selanjutnya, Ahimsa Putra (1985 : 104 – 111)

juga mengatakan bahwa penelitian yang menggunakan pendekatan etnosains lebih

memfokuskan diri pada makna-makna yang diberikan oleh individu-individu

terhadap tindakannya dan juga pada sistem klasifikasi suatu masyarakat. Pendekatan

etnosains tidak mempersoalkan salah atau benar pengetahuan yang dimiliki oleh

suatu masyarakat, menurut pandangan luar (outsider), tetapi mencoba memahami dan

menjelaskan pandangan-pandangan mereka (Ahimsa-Putra, 1985 : 104). Berangkat

dari pemikiran di atas, dan terkait dengan fokus kajian, maka penelitian ini mencoba

untuk memahami bagaimana sebuah komunitas yang masih hidup terpencil

menghadapi tantangan lingkungan (lingkungan kesehatan) sesuai dengan persepsi dan

pengalaman mereka sendiri, maka dibutuhkan pendekatan yang layak terhadap kajian

ini. Untuk itu pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan

etnomedisin.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

20

1. Etnomedisin

Penelitian kesehatan dalam bidang antropologi adalah penelitian yang

menyoroti aspek kesehatan dari perspektif sosial budaya. Dalam antropologi

kesehatan itu sendiri terdapat bagian khusus yang mempelajari sistem medis pribumi

dikenal dengan istilah “etnomedisin”. Menurut Huges (1968), etnomedisin adalah

kepercayaan dan praktik-praktik yang berkenaan dengan penyakit yang merupakan

hasil dari perkembangan kebudayaan asli dan ekplisit, tidak berasal dari kerangka

konseptual kedokteran modern (dalam Foster dan Anderson,1986 : 6). Lieban (1977)

etnomedisin adalah pengobatan rakyat, kalisifikasi penyakit yang berbeda serta terapi

dan pencegahan secara tradisional (Heggenhougen dan Draper, 1990 : 2).

Kajian ini penekanannya pada dua hal, yakni: pengetahuan dan prilaku

masyarakat dalam strategi pencegahan dan penyembuhan penyakit. Menurut George

M. Foster dan Barbara G. Anderson, penyakit merupakan bagian dari lingkungan

manusia, pada satu tingkatan penyakit jelas bersifat biologis, namun pada

kenyataannya faktor sosial, psikologi dan budaya juga memainkan peran dalam

mencetuskan penyakit. Cara-cara perawatan (penyembuhan) adalah benar-benar

merupakan kebudayaan. (1986 : 15).

Menurut Pallegrino (1963) setiap kebudayaan memiliki dan mengembangkan

suatu sistem medis. Sistem medis sangat penting dalam mempertahankan

kelangsungan hidup suatu masyarakat. Oleh karena itu sistem medis dalam sebuah

masyarakat selalu disesuaikan dengan pandangan dari masyarakat yang bersangkutan.

Selanjutnya, bahwa tingkah laku medis dari individu-individu dan kelompok-

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

21

kelompok tidak akan bisa dimengerti jika dilihat secara terpisah dari sejarah

kebudayaan masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan karena sistem medis merupakan

bagian integral dari kebudayaan. (dalam Foster dan Anderson, 1986 : 48-49).

2. Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit

Usaha kesehatan yang dilakukan suatu masyarakat tidak lepas dari

pemahaman masyarakat tersebut terhadap konsep sehat dan sakit. Pendukung

kebudayaan yang berbeda akan menafsirkan dua konsep ini juga secara berbeda.

Bahkan gejala-gejala sakit dan penyakit yang yang sama dapat ditanggapi dan

ditafsirkan secara berbeda oleh kelompok masyarakat yang berbeda (Ahimsa-Putra,

1995 : 3). Di sisi lain, masalah sehat dan sakit merupakan proses kemampuan dan

ketidakmampuan manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis,

psikologis dan sosial budaya.

Dalam upaya untuk menjelaskan konsep sehat dan sakit serta cara

penyembuhannya, kita tidak bisa melepaskan diri dari sistem pengetahuan dan

pemahaman masyarakat tentang hal-hal yang menyebabkan sakit dan bagaimana

munculnya suatu penyakit. Dalam sistem medis tradisional, terdapat perbedaan

makna terhadap konsep sakit (illness) dan penyakit (disease). Terutama pada

penelitian-penelitian yang mengkaji sistem medis tradisional, batasan konsep sakit

dan penyakit menurut suatu masyarakat sangat penting, agar bisa mendapatkan

konsep sehat yang berkembang dalam masyarakat. Pemahaman yang tepat dan jelas

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

22

mengenai konsep sehat, sakit dan penyakit, akan mengantarkan kita untuk

mendapatkan gambaran yang utuh mengenai sistem medis suatu masyarakat.

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit, sifatnya tidaklah

selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subyektif dalam menentukan kondisi

tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit sangat dipengaruhi oleh

unsur pengalaman masa lalu, di samping unsur sosial budaya. Secara ilmiah penyakit

(disease) itu diartikan sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme

sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari lingkungan. Jadi penyakit itu lebih

bersifat obyektif. Sebaliknya, sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap

pengalaman menderita suatu penyakit (Sarwono, 2007 : 31).

Konsep sakit dan penyakit, untuk setiap individu atau kelompok masyarakat

yang berbeda akan menghasilkan pandangan yang berbeda pula. Hal ini akan

berdampak pada upaya penyembuhan dan pencegahan yang dilakukan oleh

masyarakat. Konsep disease dan illness dalam masyarakat, menurut Nanik Kasniah

(2009) dapat dibagi menjadi dua. Yakni “disease without illness and illness without

disease”, seseorang yang secara klinis memang terdapat penyakit di tubuhnya namun

tidak merasakan sakit, dan sebaliknya seseorang yang secara klinis tidak ditemukan

penyakit namun dia merasa sakit sehingga tidak mampu beraktivitas. Dalam

masyarakat yang masih hidup dengan sistem medis tradisional mengaitkan illness

without disease sebagai penyakit yang diakibatkan oleh sebab-sebab supernatural atau

personalistik.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

23

3. Personalistik dan Naturalistik

Dalam sistem medis non barat (non-western medicine system) terdapat dua

sistem medis. Foster dan Anderson mengusulkan untuk pembagian tersebut dengan

istilah personalistik dan naturalistik. Sistem medis personalistik melihat penyakit

(disease) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen aktif, yang dapat berupa mahluk

supranatural (makhluk gaib atau dewa) mahluk yang bukan manusia (hantu, roh

leluhur atau roh jahat) maupun mahuk manusia (tukang sihir atau tukang tenung).

Sistem medis naturalistik, penyakit dijelaskan dengan istilah yang lebih sistemik dan

bukan pribadi. Sistem naturalistik mengakui adanya suatu model keseimbangan

(equilibrium), sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh. Unsur-unsur

dalam tubuh seperti (panas, dingin, cairan tubuh, yin dan yang), berada dalam

keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan

lingkungan sosialnya. Apabila keseimbangan ini terganggu, maka hasilnya adalah

timbulnya penyakit (1986 : 63 - 64). Naturalistik menurut Seijas (1973) penjelasan

seluruhnya didasarkan atas hubungan sebab akibat yang dapat diobservasi, lepas dari

persoalan apakah hubungan yang terbentuk itu keliru atau tidak, disebabkan oleh

observasi yang tidak lengkap atau keliru (1986 : 63 - 64)

Menurut Foster dan Anderson, bahwa sistem-sistem personalistik adalah lebih

kompleks, dalam arti bahwa dua tingkatan kausalitas atau lebih dapat dibedakan, dan

dalam usaha penyembuhan tingkatan ini harus diperhitungkan. Paling sedikit dapat

dibedakan antara agen personal (dukun sihir, hantu atau dewa), dan tekhnik yang

digunakan oleh agen tersebut (pemasukan objek penyakit, racun, pencurian jiwa,

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

24

kesurupan atau ilmu sihir). Selanjutnya, sistem etiologi personalistik dan naturalistik

dapat dibedakan berdasarkan teknik-teknik diagnosis. Dalam personalistik diinginkan

shaman atau dukun sihir memiliki kekuatan besar, untuk dapat mengidentifikasi agen

penyebab, sedangkan diagnosis itu sendiri merupakan hal yang kurang penting dalam

sistem-naturalistik (1986 : 82 - 83).

Pada sebuah komunitas yang belum tersentuh dengan sarana dan fasilitas

kesehatan modern, akan tetap mengandalkan sistem pengobatan tradisonalnya yang

lebih cenderung pada sistem medis personalistik. Penelitian Paul C.Y. Chen di

wilayah komunitas pedeasaan Melayu di Malaysia tentang pemahaman masyarakat

pribumi terhadap penyakit pada anak-anak, masih ditemukan keyakinan-keyakinan

tradisional yang sangat kuat, walaupun dalam masyarakat tersebut telah tersentuh

sistem medis modern. Bagi orang Melayu, penyakit dengan sebab-sebab personalistik

atau supernatural, dianggap sebagai tindakan sadar dan disengaja, di mana kebaikan

dan kejahatan dengan inisiatif sendiri digerakkan oleh manusia. Sebab-sebab

supernatural termasuk aktivitas berbagai macam roh, penggunaan sihir, dan

kemurkaan Tuhan. Sedangkan sebab-sebab fisik (naturalistic) diyakini merupakan

tindakan yang tidak disadari atau tidak diketahui, apalagi penyebabnya seperti cacing

atau kuman (1970 : 33-37).

4. Pencegahan dan Penyembuhan

Di dalam masyarakat masalah kesehatan tidak hanya dipahami sebagai

masalah fisik, karena pada kenyataannya kesehatan tubuh sedikit banyaknya terkait

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

25

dengan hal-hal yang non fisik. Tidak mengherankan bilamana kesehatan fisik yang

terkait dengan kesehatan psikis, banyak dikaitkan dengan kondisi sosial budaya

dalam suatu masyarakat. Upaya penyembuhan penyakit dalam setiap masyarakat

merupakan sebuah gejala yang berbeda. Penyembuhan itu sendiri merupakan sebuah

proses, cara atau perbuatan menjadikan orang yang sakit atau terganggu kesehatannya

menjadi sehat kembali. Menurut Ahimsa-Putra, upaya penyembuhan penyakit itu

sangat bervariasi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya.

Pemahaman semacam inilah yang menjadi salah satu pemicu utama munculnya

kajian-kajian kesehatan dengan perspektif sosial budaya (2005 : 13-14)

Masyarakat di negara-negara maju, sistem kesehatan formalnya dibagi

menjadi sub-sub sistem. Sedangkan dalam masyarakat yang teknologinya lebih

sederhana sistem kesehatannya juga masih sederhana. Walaupun demikian, sistem

kesehatan pada suatu masyarakat yang kompleks maupun masih sederhana menurut

Foster dan Anderson dapat dipecah ke dalam dua kategori besar, yakni sistem teori

penyakit dan sistem perawatan kesehatan. Suatu sistem teori penyakit meliputi

kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta

pengobatan dan teknik-teknik penyembuhannya. Sistem teori penyakit berkenan

dengan kausalitas, penjelasan yang diberikan oleh penduduk mengenai hilangnya

kesehatan dan mengenai gangguan keseimbangan antara unsur panas dingin dalam

tubuh. Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang

melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh.

Fungsi yang terwujudkan dari suatu sistem perawatan kesehatan adalah untuk

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

26

memobilisasi sumber-sumber daya pasien, yakni keluarganya dan masyarakatnya

untuk menyertakan mereka dalam mengatasi masalah tersebut.(1986 : 45-46).

Sistem perawatan kesehatan mengintegrasikan unsur-unsur yang berhubungan

dengan kesehatan yang mencakup pengetahuan dan kepercayaan tentang kausalitas

ketidaksehatan, aturan dan alasan pemilihan dan penilaian perawatan, kedudukan dan

peranan, kekuasaan, latar interaksi, pranata-pranata, dan jenis-jenis sumber serta

praktisi perawat yang tersedia. Sistem perawatan kesehatan memberikan pemahaman

bagaimana pelaku-pelaku dalam masyarakat tertentu memikirkan mengenai

perawatan kesehatan dan cara-cara bertindak dalam kenyataan komponen-komponen

yang dimaksud, untuk memecahkan masalah utama yaitu penyembuhan (Kalangie,

1994 : 25)

5. Kerangka Pemikiran

Mengacu pada uraian-uraian sebelumnya, untuk menganalisis dan

menjelaskan sebab-sebab sakit dalam perspektif lokal, dan strategi penyembuhan

penyakit dengan etiologi personalistik dan naturalistik menurut konsep lokal yang

dijadikan topik dalam penelitian ini. Untuk itu dapat digambarkan dalam kerangka

konsep penelitian sebagai berikut :

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

27

Faktor-Faktor Penyebab Sakit :

Sumber : Paul C.Y. Chen (1970:36).

1. Gejala awal sakit atau Pra-sakit (symptoms) adalah sebagai kondisi atau

gejala-gejala awal dari seseorang (fisik dam psikis) yang memperlihatkan

keadaan tidak seperti biasanya, misalnya : (a). Kehilangan semangat atau

tidak bergairah; (b). Tidak bisa beraktivitas seperti biasanya; (c). Terdapat

prilaku-prilaku menyimpang (incorrect behaviour); (d). Kurang nafsu makan,

dan lain-lain.

Gejala Awal Sakit (symptoms)

1. Tidak bisa bekerja

2. Tidak bergairah

3. Kurang nafsu makan

4. Perbuatan menyimpang

Sebab Naturalistik

1. Makanan Tertentu

2. Panas dan dingin

3. Angin

4. Kuman

5. Matahari dan hujan

Sebab Personalistik

1. Tuhan/jou madutu

2. Roh-roh

leluhur/gomanga

3. Manusia/nyawa

madorou

4. Roh-roh jahat/dilikene

5. Iblis/ hetana

S a k i t

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

28

2. Sebab personalistik (supernatural causes), adalah gejala-gejala penyakit yang

dianggap berasal dari roh-roh halus dengan sifat jahat yang berada di sekitar

tempat tinggal mereka, atau juga berasal dari perbuatan jahat manusia dengan

cara mengirimkan penyakit atau racun melalui media berupa angin, asap, bau-

bauan atau benda-benda keras lainnya.

3. Sebab naturalistik (naturalistic causes) adalah gejala-gejala penyakit yang

mereka pahami secara lebih rasional, atau bisa dijelaskan hubungan sebab

akibatnya (kausalitas). Penyakit yang muncul karena mengkonsumsi makanan

tertentu, unsur panas dan dingin dalam tubuh, hujan dan sinar matahari, angin,

dan trauma fisik (seperti kecelakaan, digigit binatang, terbakar, luka terkena

benda tajam, dan cedera fisik yang lainnya).

4. Sakit (illness) adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan dengan

individu, yang membuat keadaan seseorang menjadi tidak menyenangkan

sehingga menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani,

rohani dan sosial ( Parkins, 1935 : via Maryani dan Mulyani, 2010 : 24)

F. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dasar (basic research). Dalam peta

paradigma penelitian sosial budaya, penelitian ini termasuk pada jenis penelitian

etnosains. Secara epistemologis, penelitian ini dapat dikelompokkan ke dalam

penelitian fenomenologis. Dalam penelitian fenomenologis, fokus kajian mencakup

dua hal, yakni : penelitian tentang prilaku dan kebudayaan (Ahimsa-Putra, 2007 : 41-

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

29

44). Mengacu pada dua hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk

mengkaji sistem pengetahuan dan paraktik atau prilaku pencegahan dan pengobatan

penyakit pada komunitas orang Tugutil di Pulau Halmahera.

Penelitian dengan pendekatan fenomenologis lebih menekankan pada

pandangan warga setempat (emic view). Peneliti harus berusaha masuk pada subyek

yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga bisa dimengerti apa dan bagaimana suatu

pengertian dikembangkan dalam hidup sehari-hari. Karena subyek yang diteliti

dipercaya memiliki kemampuan untuk menafsirkan pengalamannya melalui proses

interaksi (Endraswara, 2006 : 44). Di bawah ini akan disajikan tentang metode yang

akan ditempuh dalam proses penelitian ini.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada komunitas Tugutil penghuni kesatuan

hutan Dodaga Dusun Totodoku Desa Dodaga Kecamatan Wasile Timur Kabupaten

Halmahera Timur Provinsi Maluku Utara. Alasan yang mendasari atas pemilihan

lokasi pada komunitas Tugutil Totodoku, karena komunitas Tugutil Totodoku secara

turun temurun masih kuat mempertahankan adat istiadat warisan leluhurnya yang

dijadikan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life). Di samping itu, komunitas

Tugutil di Dusun Totodoku walaupun sudah mulai tersentuh dengan sistem medis

modern, namun dalam persoalan sistem kesehatannya, mereka masih cenderung

melakukan pencegahan dan pengobatan sendiri penyakitnya dengan cara-cara

tradisional.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

30

2. Pemilihan Informan

Informan adalah orang-orang yang dianggap mengetahui dengan baik dan

benar permasalahan yang ada dalam masyarakat serta bersedia memberikan informasi

kepada peneliti. Pada prinsipnya seorang informan yang baik harus paham terhadap

budayanya,dengan begitu baik tanpa harus memikirkannya. Mereka melakukan

berbagai hal secara otomatis dari tahun ke tahun (Spradley (1997 : 62-63). Menurut

Koentjaraningrat, informan kunci atau informan pangkal adalah orang yang memiliki

pengetahuan luas tentang berbagai sektor dalam masyarakat, dan memiliki

kemampuan untuk mengintroduksikan peneliti kepada informan lain yang merupakan

ahli tentang sektor-sektor masyarakat atau unsur-unsur kebudayaan yang ingin kita

ketahui (1991: 130)

Berdasarkan pendapat tersebut, informan kunci yang dipilih dalam penelitian

ini adalah para tetua adat atau yang dituakan (dimono) dukun (ohouru manyawa atau

hou-houru) dan shaman (ogomatere) yang lebih banyak mengetahui tentang

pencegahan dan penyembuhan penyakit dalam komunitas. Selain itu juga para tokoh

masyarakat di dusun maupun di desa induk, seperti pendeta atau guru agama, kepala

dusun dan kepala desa, camat dan dokter Puskesmas. Informan kunci adalah orang

yang dapat berceritera secara mudah, paham terhadap informasi yang kita butuhkan

dan dengan senang hati memberikan informasi kepada peneliti (Endraswara, 2006:

56).

Komunitas Tugutil di Dusun Totodoku yang menjadi lokasi penelitian

seluruhnya berjumlah 32 kepala keluarga, dengan demikian memungkinkan dalam

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

31

proses pengambilan data seluruhnya bisa dilibatkan dengan menyesuaikan kebutuhan

data. Kalau sampai tidak memungkinkan, informan yang diambil pada setiap keluarga

akan dilakukan melalui proses seleksi. Informan yang dijadikan sebagai unit analisis

dalam penelitian ini adalah tiap kepala keluarga, baik itu terhadap para suami maupun

istri. Karena mereka adalah pengambil keputusan dalam keluarga. keputusan yang

dimaksud adalah keputusan berkaitan dengan penyembuhan atau pengobatan

penyakit dalam keluarga.

Pengumpulan data di lapangan yang pada rencana semula akan melibatkan

seluruh kepala keluarga di Dusun Totodoku, ternyata tidak bisa dilakukan karena

disebabkan oleh warga yang masuk hutan dan meninggalkan lokasi pemukiman

dalam jangka waktu yang lama, dan tidak ada informasi yang pasti kapan mereka

kembali ke pemukiman. Jumlah kepala keluarga yang bisa ditemui dan dijadikan

informan adalah 21 kepala keluarga, di dalamnya sudah termasuk kepala keluarga

yang tergolong sebagai dukun, shaman, dan guru jemaat (pendeta).

3. Pengumpulan Data

Data kualitatif yang dikumpulkan berupa pernyataan-pernyataan mengenai isi,

sifat, ciri, keadaan dari suatu gejala, atau pernyataan mengenai hubungan-hubungan

antara sesuatu dengan yang lain. Sesuatu itu bisa berupa benda-benda fisik, pola-pola

prilaku, gagasan-gagasan, atau nilai-nilai, bisa pula peristiwa-peristiwa yang terjadi di

dalam masyarakat (Ahimsa-Putra, 2007 : 19).

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

32

Terdapat beberapa hal yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: (a).

Sistem pengetahuan masyarakat yang diteliti terhadap lingkungannya (lingkungan

kesehatan). (b). Berbagai bentuk prilaku pemanfaatan sumber daya lingkungan alam

dan sosial oleh masyarakat setempat, dalam rangka mengatasi masalah-masalah

kesehatan yang dihadapi. (c). Cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat setempat

untuk pencegahan dan pengobatan penyakit yang diderita. Metode pengumpulan data

yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : (a). Observasi partisipasi, (b).

Wawancara, dan (c). Dokumentasi. Ketiganya akan dijelaskan sebagai berikut :

(a). Observasi Partisipasi

Metode observasi partisipasi (participant observation) merupakan salah satu

metode utama dalam pengumpulan data yang digunakan. Pengamatan terlibat

dilakukan agar bisa ikut merasakan, melihat dan terlibat dalam aktivitas mereka.

Observasi partsipasi pada satu pihak merupakan “orang dalam” yang merasakan dan

mengalami situasi secara pribadi. Di lain pihak pengamat juga sebagai “orang luar”

yang dapat mengamati situasi dengan sikap yang lebih objektif (Nasution, 1988 : 60 -

61). Pengumpulan data dengan metode partisipasi observasi, diharapkan peneliti

dapat memperoleh data-data empiris dan konkrit tentang aktivitas mereka yang

berkaitan dengan proses pencegahan dan penyembuhan penyakit.

Observasi partisipasi merupakan teknik penelitian yang dicirikan oleh adanya

interaksi sosial yang intensif antara peneliti dengan masyarakat yang diteliti. Peneliti

(observer) menceburkan diri dalam kehidupan masyarakat, bergaul, menyatu dan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

33

sama terlibat dalam pengalaman yang sama (Mantra, 2008 : 30). Data observasi

meliputi berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari warga komunitas. Beberapa di

antaranya adalah kondisi lingkungan alam, pola pemukiman, organisasi sosial,

interaksi antar warga komunitas, serta praktik pencegahan dan penyembuhan

penyakit dalam komunitas. Melalui teknik observasi partisipasi juga akan

menemukan hal-hal yang sebelumnya belum atau tidak diungkapkan oleh mereka

selama proses wawancara.

(b). Wawancara

Wawancara adalah satu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data,

peneliti mendapat keterangan atau pendirian secara lisan dari sasaran penelitian

(responden atau informan). Wawancara sebagai pembantu utama dari metode

observasi. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat atau diperoleh melalui

observasi dapat digali dari wawancara (Notoatmojdo, 2005 : 102). Observasi saja

tidak memadai dalam melakukan penelitian. Karena mengamati kegiatan dan

kelakuan orang saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau dirasakan

orang lain. Itu sebabnya observasi harus dilengkapi dengan wawancara. Dengan

wawancara kita bisa memasuki dunia pikiran dan perasaan responden (Nasution,

1988 : 69).

Data-data wawancara menyangkut topik-topik yang berkaitan dengan

pandangan, persepsi, dan tanggapan-tanggapan dari warga komunitas tentang

lingkungannya (lingkungan kesehatan) yang berkaitan dengan berbagai permasalahan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

34

menyangkut pencegahan dan pengobatan penyakit. Wawancara mendalam akan

dilakukan terhadap informan-informan kunci (key informan).

(c). Dokumentasi

Dokumentasi di sini dimaksudkan untuk melengkapi data-data yang diperoleh

dengan cara observasi dan wawancara. Dokumentasi lebih kepada perolehan data

secara visual dengan peralatan bantu berupa kamera dan video. Peralatan kamera

digunakan untuk mendokumentasikan perilaku atau berbagai praktik yang

berhubungan dengan aktivitas pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta aktivitas

lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian ini.

Teknik dokumentasi juga meliputi kajian terhadap berbagai sumber tulisan:

jurnal, buku, laporan hasil penelitian, dan laporan hasil survey. Selain itu juga

digunakan data atau informasi berupa catatan resmi atau publikasi yang bersumber

dari instansi pemerintah dan swasta: Profil desa, kecamatan, dianas atau instansi

terkait (dinas kesehatan, lingkungan hidup, kehutanan, dan lain-lain).

4. Teknik Analisis Data

Data dari hasil partisipasi observasi dan wawancara dilanjutkan dengan proses

analisis. Analisis adalah proses menyusun data agar bisa ditafsirkan. Menyusun data

berarti menggolongkannya dalam pola, tema atau kategori. Tafsiran dan interpretasi

untuk memberikan makna pada analisis, menjelaskan pola atau kategori dan mencari

hubungan antara berbagai konsep (Nasution, 1988 : 126). Menurut Huberman dan

Miles (Denzin dan Lincoln, 2009) analisis data terdiri dari tiga sub proses yang saling

terkait: reduksi data, penyajian data, dan pengambilan keputusan/verifikasi. Ketiga

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63633/potongan/S2-2013... · didasarkan pada konsep yang dipunyai oleh masyarakat setempat tentang

35

macam analisis tersebut, saling berhubungan dan berlangsung terus selama penelitian

dilakukan. Proses sejak tahap sebelum pengumpulan data, sewaktu proses

pengumpulan data sementara dan analisis awal, serta tahap pengumpulan data akhir.

Reduksi data dilakukan ketika peneliti menentukan kerangka kerja konseptual.

Jika hasil catatan lapangan, wawancara, rekaman, dan data lain yang telah tersedia,

tahap seleksi data berikutnya adalah perangkuman data (data summary), pengkodean

(coding), merumuskan tema-tema, pengelompokan (clustering), dan penyajian secara

tertulis. Tahap penyajian data (data display) adalah tahap di mana peneliti mengkaji

proses reduksi data sebagai dasar pemaknaan, sebagai konstruk informasi padat

terstruktur yang memungkinkan pengambilan kesimpulan. Tahap pengambilan

kesimpulan dan verifikasi ini melibatkan peneliti dalam proses interpretasi, penetapan

makna dari data yang tersaji. Cara yang digunakan adalah merumuskan pola dan

tema, pengelompokan dengan metode triangulasi, menindaklanjuti temuan-temuan

dan cek-silang hasilnya dengan informan.