BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

71
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini banyak terjadi kemajuan luar biasa dalam persediaan informasi dan kecepatan komunikasi dalam berbagai bidang, terutama dalam bisnis atau pemasaran yang tidak lepas dari kedua hal tersebut. Disamping itu, kemajuan tekhnologi membantu perubahan dari pemasaran yang sederhana menjadi maju. Pada mulanya suatu badan usaha yang dibentuk oleh lebih dari satu orang tersebut merupakan kumpulan orang. Dengan menyerahkan sejumlah harta kekayaan mereka kedalam kumpulan tersebut yang menjadi badan usaha, mereka dapat melakukan usaha secara bersama-sama dengan mempergunakan harta kekayaan yang dimasukkan dalam badan usaha tersebut. Dengan penyerahan harta kekayaan tersebut, sesungguhnya orang-orang ini masih bebas untuk mempergunakan harta kekayaan tersebut, selama dan sepanjang diperlukan untuk menjalankan usaha yang telah mereka sepakati secara bersama. 1 Suatu bisnis atau proyek akan memberikan berbagai manfaat atau keuntungan terutama bagi pemilik usaha. Disamping itu keuntungan dan manfaat lain dapat pula dipetik oleh berbagai pihak dengan kehadiran suatu usaha, misalnya bagi masyarakat 1 Gunawan Widjaja, Persekutuan Perdata , (Jakarta: PT. Kencana, 2004 ),h. 5.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini banyak terjadi kemajuan luar biasa dalam persediaan

informasi dan kecepatan komunikasi dalam berbagai bidang, terutama dalam bisnis

atau pemasaran yang tidak lepas dari kedua hal tersebut. Disamping itu, kemajuan

tekhnologi membantu perubahan dari pemasaran yang sederhana menjadi maju.

Pada mulanya suatu badan usaha yang dibentuk oleh lebih dari satu orang

tersebut merupakan kumpulan orang. Dengan menyerahkan sejumlah harta kekayaan

mereka kedalam kumpulan tersebut yang menjadi badan usaha, mereka dapat

melakukan usaha secara bersama-sama dengan mempergunakan harta kekayaan yang

dimasukkan dalam badan usaha tersebut. Dengan penyerahan harta kekayaan

tersebut, sesungguhnya orang-orang ini masih bebas untuk mempergunakan harta

kekayaan tersebut, selama dan sepanjang diperlukan untuk menjalankan usaha yang

telah mereka sepakati secara bersama.1

Suatu bisnis atau proyek akan memberikan berbagai manfaat atau keuntungan

terutama bagi pemilik usaha. Disamping itu keuntungan dan manfaat lain dapat pula

dipetik oleh berbagai pihak dengan kehadiran suatu usaha, misalnya bagi masyarakat

1 Gunawan Widjaja, Persekutuan Perdata , (Jakarta: PT. Kencana, 2004 ),h. 5.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

2

luas, baik yang terlibat langsung dalam proyek maupun yang tinggal disekitar usaha,

termasuk bagi pemeritah.

Keuntungan dengan adanya kegiatan bisnis baik bagi perusahaan, pemerintah

maupun masyarakat antara lain :

1. Memperoleh keuntungan keuangan.

2. Memberi peluang kerja.

3. Manfaat Ekonomi :

a. Menambah jumlah barang dan jasa.

b. Meningkatkan mutu produk.

c. Meningkatkan devisa untuk Eksport.

d. Menghemat devisa untuk barang Import

4. Tersedia sarana dan prasarana

5. Membuka isolasi wilayah.2

Kemudian penetapan harga harus dilakukan dengan seadil-adilnya

maksudnnya adalah kompetitif yaitu ditetapkan setelah perusahaan memonitor harga

yang ditetapkan pesaing. Hal ini dilakukan agar harga tidak terlalu tinggi atau

sebaliknya.3

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan

dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar

2 Kasmir dan Jakfar, Studi kelayakan Bisnis, ( PT Prenada Media, 2003 ),h.16. 3 Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli, Manajemen Pemasaran, ( Jakarta: Prehalindo, 1997 ), h.

171.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

3

harga yang telah dijanjikan, demikianlah rumusan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata. Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan

kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud

dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang

oleh pembeli kepada penjual.4

Crude Palm Oil (CPO) adalah usaha jual beli dan pemasaran yang bergerak di

bidang komoditi hasil bumi minyak kelapa sawit.

Peluang investasi bisnis kelapa sawit di Indonesia, yang peluang investasi

untuk perluasan areal kelapa sawit diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per

tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Dari

sisi peremajaan, peluang investasi adalah berkisar antara 20.000-50.000 ha per tahun

dengan kebutuhan invstasi berkisar antara Rp. 300 – Rp. 750 miliar pr tahun. Pada

lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimnsial dan tingkat

persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan

Industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode

1991-2001.5

Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002)

menunjukan bahwa proyek pasar CPO di pasar international relatif masih cerah. Hal

ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan

4 Gunawan Widjaja Dan Kartini Muljadi, Jual Beli, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004), h. 7.

5 http;//www.mail-archive.com/[email protected]/msg00219.html.h. 1-2.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

4

laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai skitar 3.5%-4.5%

per tahun sampai dengan tahun 2005.

Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan

peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari

sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasi pasar untuk

Negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman.

Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU

(1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta).

Harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga

cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat sangat

cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada

menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada stock dalam

perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar Internasional pada periode

tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga 2001 yang

dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton, sedangkan harga CPO sampai dengan 2005

diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US $ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001).

Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan

adalah 3%-5% pertahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi

domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-maing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta

ton.6

6 http : //www. Mail-archive. Com/agromania yahoogroups.com/msg00219.html.h.3-5.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

5

Melihat dari bisnis CPO yang didalam pemasarannya terdapat beberapa

tindakan penggelapan yang terselubung pada saat pendistribusian dan juga didalam

pemasaran penjualan binis CPO. Didalam pendistribusian dan pemasaran, pihak-

pihak yang terkait dalam kasus penggelapan bisnis CPO antara lain sopir truk tengki

didalam transportasi dan pihak pengelola yang ingin memperoleh sejumlah uang.

Dengan melihat keterangan dan uraian diatas maka penulis merasa tertarik

untuk meneliti dan mengkaji Tindak Pidana Penggelapan dalam Bisnis CPO menrurut

Hukum Islam. Untuk mendapatkan jawaban diatas tersebut maka penulis melakukan

penelitian pada PT Multi Business.

Perusahaan PT. Multi Business bergerak dibidang perdagangan commodity,

hasil bumi khususnya CPO (Crude Palm Oil ). Pada prinsipnya perusahaan ini

didasari dengan jual beli CPO atau minyak sawit untuk pasar commodity local dan

Eksport,7 maka penulis mencoba memberanikan diri untuk mengadakan penelitian

terhadap persoalan ini. Adapun judul yang diajukan penulis dalam penulisan skripsi

ini yaitu “Kajian Hukum Islam Tentang Tindak Pidana Penggelapan Bisnis

Komoditi CPO”.

Dengan melihat karakter yang dimiliki, bisnis islami hanya akan hidup secara

nyata dalam sistem dan lingkungan yang islami pula. Bila bisnis islami hidup dalam

lingkungan yang non islami sebagaimana terjadi saat ini, disadari atau tidak disadari

pelaku bisnis akan mudah terseret dan sukar sekali menghindari hal-hal yang dilarang

7 Leo Krishna Adiputra, Wawancara Direktur PT. Multi Business, Tgl 10 Maret 2007.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

6

oleh agama dan hukum. Sebagai contoh Tindak Pidana Penggelapan Di Dalam Bisnis

CPO.

Dalam jual beli terdapat pemasaran yang tahap perencanaannya merupakan

tahap paling penting. Mengkoordinasikan tindakan agar menghindari dari tindak

penggelapan didalam aktifitas-aktifitas yang tidak efisien. Maka sebuah bisnis harus

merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengontrol segala aktifitasnya secara

spesifik. Karena pemasaran merupakan upaya yang sangat membantu perusahaan

dalam berhubungan dan mempengaruhi lingkungan bisnis.

Didalam hukum perekonomian telah dikenal organisasi perusahaan yang

dijalankan oleh beberapa orang. Badan hukum atau perseroan dianggap dapat

melakukan perbuatan pidana ekonomi yang berdasarkan hubungan kerja atau

hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan tersebut.8

Pada waktu terjadi kemerosotan dan krisis ekonomi, akan timbul masalah

dalam bidang produksi dan perdagangan yang sekaligus terjadi perubahan pasar

penawaran-permintaan, dan perubahan kebutuhan logistik. Dalam keadaan yang

demikian itu pemerintah harus mempengaruhi jalannya proses perekonomian dengan

membuat berbagai perdagangan. Peraturann perekonomian itu berupaya mengatur

produksi, perdagangan, dan logistik barang-barang ekonomi yang apabila terjadi

8 Bambang Poernomo SH, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan diluar Kodifikasi Hukum

Pidana, (Jojakarta: Bina Aksara, 1984), Cet. Pertama, h. 109.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

7

pelanggaran harus diberikan sanksi yang tegas, antara lain ditegakan dengan sanksi

pidana untuk mengatasi keadaan perekonomian tersebut.9

Ajaran Islam mendorong manusia untuk meningkatkan produktifitas semua

sektor yang dihalalkan Allah dalam bidang perdagangan. “ Hai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara

kamu ... QS. An – Nisaa’ : 29.

Islam bukanlah agama yang asing dengan dunia perdagangan, bahkan

Rasulullah SAW adalah seorang pedangang, inilah bukti bahwa sangat menghargai

kegiatan perniagaan. Islam masuk dan tersebar di Indonesia melalui perdagangan.

Sehingga Yusuf Kalla sampai menyatakan bahwa “orang Islam adalah masyarakat

pedagang”. Perdagangan bebas adalah sesuatu mau tidak mau harus dihadapi umat

Islam yang terdapat aspek mu’amalah. Sikap yang baik yang harus diteladani oleh

umat Islam dalam menghadapi perdagangan bebas adalah mencontoh sikap yang

dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam melakukan kegiatan bisnisnya beliau

meletakkan dasar-dasar moral, manajemen dan etos kerja.10

9 Bambang Poernomo SH, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan diluar Kodifikasi Hukum

Pidana, h.103. 10 Yusuf Kalla, Orang Islam Adalah Masyarakat Pedagang, Ekonomi Syari’ah, Ekaba-

Usakti, Vol. 2 No. 3, 2003, h. 7.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

8

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari perbedaan dan menentukan persepsi tentang masalah yang

dibahas, penulis menganggap perlu untuk menyajikan penulisan skripsi ini dengan

membatasi tentang teori Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO yang mencakup

spesifikasi dari CPO, masalah loading dan surat-surat resmi.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan-rumusan masalah penulisan skripsi ini, tertuang dalam

pertanyaan-pertanyan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO ?

b. Bagaimana Tindak Pidana Bisnis CPO Menurut Hukum Islam ?

c. Bagaimana sanksi Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO Menurut Hukum

Islam ?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

9

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

a. Untuk mmahami dan mengerti secara lebih baik tentang jual beli

Bisnis CPO

b. Untuk mengetahui terjadinya kegiatan penggelapan dalam pemasaran

Bisnis CPO sehingga penulis dapat memperoleh Teori dan aplikasinya

Tindak Pidana Penggelapan menurut Hukum Islam

c. Penulis ingin mengetahui, bagaimanakah tinjauan hukum Islam

terhadap Tindak Pidana Pidana Penggelapan dalam binis CPO?

d. Penulis ingin mengetahui, bagaimana sanksi Tindak Pidana

Penggelapan Bisnis CPO Menurut Hukum Islam ?

Sedangkan manfaat penelitian dalam penulisan adalah untuk menambah

wawasan ilmu pengetahuan dan menambah khasanah ilmu yang terdapat dalam

hukum Islam terhadap kasus tindak pidana penggelapan dalam perkembangan

ekonomi khususnya pada bisnis CPO.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

10

D. Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif melalui studi

kasus, yakni berupa: penelitian lapangan dan studi kepustakaan (library reaserch).

Penelitian lapangan digunakan untuk analisa data kulaitatif dan deskriptif. Dilakukan

dengan mengumpulkan data dari PT. Multi Business yang menjadi objek penelitian.

Studi kepustakaan digunakan untuk menunjang pengetahuan Hukum Islam.

Tekhnik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam konteks penelitian yang dilakukan, maka metode pengumpulan data

pada skripsi ini adalah dengan menggunakan : (1) Studi dokumentasi (2)

Wawancara.

3. Tekhnik Analisis Data

Tekhnik analisis ini menggunakan tekhnik analisis kualitatif.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

11

E. Sistematika Penulisan

Agar karya ilmiah tersusun dengan rapi dan sistematis, maka penulis

membagi pembahasan dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut

:

BAB I Pendahuluan.

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan

masalah,tujuan dan manfaat penulisan serta metode penelitian.

BAB II Kerangka teori.

Bab ini terdiri dari tinjauan umum sekilas tentang Tindak Pidana

Penggelapan.

BAB III Tindak Pidana Penggelapan dalam perspektif hukum Islam.

Bab ini terdiri pengertian Tindak Pidana Penggelapan, unsur-unsur

Penggelapan, jenis-jenis Penggelapan dan sanksi Tindak Pidana

Penggelapan perspektif hukum Islam.

BAB IV Analisis Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis

Komoditi CPO.

Bab ini meliputi analisis penggelapan : Pemasaran dalam jual beli,

penetapan harga, distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi Tindak

Pidana Penggelapan dalam tinjauan Hukum Islam.

BAB V Penutup.

Bab ini terdiri dari kesimpulan, saran-saran, daftar pustaka dan lampiran

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

12

BAB II

SEKILAS TENTANG TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

A. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan.

Istilah “penggelapan” sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk

menyebut jenis kejahatan yang diatur didalam buku yang ke II Bab XXIV Kitab

Undang-undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan

“Verduestering” dalam bahasa Belanda.

Istilah “penggelapan” yang dipakai didalam KUHP kita adalah suatu

terjemahan secara harfiah dari itilah “verduestering” , yang sesungguhnya didalam

bahasa Belandanya sendiri telah diberikan arti secara kias.

Kejahatan “penggelapan” itu sendiri, seperti yang dikenal didalam

Wetboek van Strafrecht Belanda dewasa ini dan kemudian diterjemahkan kedalam

bahasa Indonesia dngan istilah “penggelapan” didalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana, dahulu kala berasal dari hukum Germania.

Di dalam hukum Germania dahulu orang memperbedakan kejahatan yang

berupa pencurian dengan kejahatan yang disebut “diebische behalten” atau

“diefachtig be houden” ataupun “menguasai secara jahat”, dimana jenis yang terakhir

ini kemudian ditinjau lagi dari segi sebagaimana seseorang itu mengusai suatu benda,

yaitu apakah orang tersebut menguasai sesuatu benda, yaitu apakah orang tersebut

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

13

mengusai barang yang bersangkutan karena dipercayakan kepadanya ataupun apakah

barang tersbut secara kebetulan berada didalam kekuasaannya.

Dengan demikian kemudian hukum Jerman telah membuat

“unterschlagung” atau “verduestering” sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri,

yang kemudian ternyata dicontoh oleh hukum Belanda.11

Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan (Verduestering),

terdiri dari 6 pasal (372 s/d 377).

Ada beberapa bentuk penggelapan yakni :

1. Penggelapan dalam bentuk pokok (pasal 372);

2. Penggelapan dalam bentuk-bentuk yang diperberat (pasal 374 dan 375);

3. Penggelapan ringan (pasal 373);

4. Penggelapan dalam kalangan keluarga (pasal 376);

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 yang

dirumuskan sebagai berikut :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang

seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan

karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4

tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00.

11 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, (Bandung: Tarsito, 1979).h. 174-176.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

14

Rumusan itu disebut kualifikasi penggelapan. Rumusan diatas tidak memberi

arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang

sebenarnya. Perkataan Verduistering yang kedalam bahasa kita diterjemahkan secara

harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas

(figurlijk ), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membuat

sesuatu menjadi terang atau tidak gelap.

Pada contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena

memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampak sebenarnya penjual ini

menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda

itu dibikinnya menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa

petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak

mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan

untuk menguasai atau memegang sepeda itu.12

12 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Malang: Bayumedia, 2004),h. 69.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

15

B. Jenis-Jenis Penggelapan.

1. Penggelapan dalam bentuk pokok (pasal 372) :

Kejahatan penggelapan didalam bentuknya yang pokok diatur di dalam pasal

372 Kitab Undang-undang Hukum pidana, yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatau

yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana

penjara empat tahun atau pidana paling banyak sembilan ratus rupiah”.

2. Penggelapan dalam bentuk yang diperberat (pasal 374 dan 375) :

“Faktor yang menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, disandarkan

pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda

yang digelapkan”.

a. Penggelapan yang diperberat pertama, ialah yang ada dalam pasal 374 KUHP

merumuskan sebagai berikut :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasanya terhadap benda

disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena suatu pencarian atau karena

mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun”.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

16

Adapun unsur-unsur dari kejahatan penggelapan seperti yang diatur di dalam

pasal 374 KUHP tersebut diatas adalah :

1. pengelapan;

2. dilakukan oleh seseorang;

3. ada dibawah kekuasaannya;

4. benda;

5. dikarenakan :

a. hubungan kerja pribadinya;

b. mata pencariannya atau pekerjaan;

c. mendapat imbalan jasa.13

b. Penggelapan bentuk yang diperberat kedua, diatur dalam pasal 375 yang

rumusannya sebagai berikut :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi benda

untuk disimpan atau yang dilakuakan oleh wali, pengampu, kuasa, atau pelaksana

surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap benda yang dikuasainya

selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”.

Unsur-unsur dari kejahatan penggelapan seperti yang diatur di dalam pasal

375 KUHP tersebut adalah :

1. penggelapan;

2. benda; 13 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h .211.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

17

3. yang berada di bawah kekuasaanya;

4. orang yang melakukan penggelapan itu adalah :

a. seorang kepada siapa benda itu karena terpaksa telah dititipkan;

b. seorang wali;

c. seorang kurator;

d. seorang pelaksana dari sebuah wasiat;

e. seorang pengurus dari sebuah badan amal atau yayasan.14

3. Penggelapan Ringan (pasal 373) :

Penggelapan yang dikualifikasikan sebagai penggelapan ringan dirumuskan

dalam pasal 373, yang berbunyi :

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan

ternak dan harganya tidak lebih dari Rp 250,00 dikenai sebagai penggelapan ringan

dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 900,00”.

Apa sebabnya disebutkan, bahwa yang digelapkan itu haruslah bukan ternak,

karena pencurian ternak merupakan unsur yang memberatkan seperti yang diatur di

dalam pasal 373 KUHP, sehingga Pembentuk Undang-undang memandang ternak itu

sebagai “benda khusus”.

Mr. J.E. JONKERS di dalam bukunya yang berjudul “Geschiedenis van het

Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie”, mengenai “pencurian ternak”, yaitu

disebabkan karena pencurian ternak itu banyak terjadi di Indonesia seehingga banyak 14 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus,h. 214.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

18

kerugian bagi rakyat, sedangkan ternak itu termasuk “milik utama” dari sebagian

harta kekayaan penduduk yang berupa benda bergerak.15

4. Penggelapan dalam kalangan keluarga :

Dalam kejahatan terhdap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan,

penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalm kalangan keluarga maka dapat

menjadi :

1. Tindak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun

terhadap pelaku pembantunya (pasal 367 ayat 1);

2. Tindak pidana aduan. Tanpa ada pengaduan, baik terhadap petindaknya

maupun pelaku pembantunya tidak apat dilakukan penuntutan (pasal 367 ayat

2).

5. Penggelapan yang merupakan tindak pidana korupsi :

Undang-undang No.31 tahun 1999 (yang mengganti undang-undang No.3

tahun 1971) tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan undang-undang

No.20 tahun 2001, disamping memberikan rumusan sendiri tentang perbuatan-

perbuatan tertentu yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, juga

merumuskan tindak pidana korupsi yang mengadopsi dari beberapa pasal dalam

KUHP dengan mengubah (memperberat) ancaman pidanannya. Tindak pidana yang 15 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 209.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

19

ditarik dari dalam KUHP tersebut ialah : tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan

dalam pasal : 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435 KUHP,

dan 220, 231, 421, 422, 429, 430 KUHP.16

Berdasarkan ketentuan undang-undang yang dimaksud dengan tindak pidana

korupsi adalah :

a. barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri

sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang scara langsung atau tidak langsung

dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, atau diketahui atau

patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara.

b. barangsiapa menguntungkan diri sendiri atau badan, menyalah gunakan

kewenangan,

kesempatan-kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang

secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau

perekonomian Negara.

c. barangsiapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388,

415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 Kitab Undang-undang Hukum

Pidana.17

16 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 95.

17 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 242.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

20

6. Penggelapan sebagai delik aduan :

Kejahatan penggelapan sebagai delik aduan itu tersimpul di dalam ketentuan

seperti yang diatur dalam pasal 376 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

berbunyi : “ Ketentuan-ketentuan menurut pasal 367 Kitab Undang-undang Pidana

berlaku juga terhadap kejahatan-kejahatan yang diatur di alam bab ini “.

Dengan adanya ketentuan seperti diatas, berarti jika seorang suami

melakukan sendiri penggelapan atau membantu orang lain melaukan penggelapan

terhadap harta benda istrinya ataupun jika seorang istri melakukan terhadap

suaminya.

7. Penggelapan oleh pegawai negeri didalam jabatanya :

Jenis kejahatan penggelapan ini tidak diatur di dalam bab ke XXIV Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, melainkan diatur secara tersendiri di dalam bab ke-

XXVIII yang mengatur mengenai kejahatan jabatan. Penglapan yang dilakukan oleh

seorang pegawai negeri di dalam jabatannya disebut “Ambtelijke veruistering” atau

penggelapan jabatan.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur soal “Ambtelijke veruistering” itu kita

jumpai di dalam pasal-pasal 415 dan 417 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Penggelapan oleh pegawai negeri itu merupakan suatu kejahatan yang berarti

sendiri dan terhadap kejahatan ini diberikan ancaman hukuman yang lebih berat

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

21

daripada ancaman hukuman terhadap kejahatan penggelapan seperti yang diatur di

dalam pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum pidana.18

C. Unsur-Unsur Penggelapan.

Dalam rumusan tindak pidana penggelapan jika dirinci terdiri dari unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Unsur-unsur objektif, adalah:

a. Perbuatan memiliki (zich toaegenen);

b. Suatu benda (eenig goed );

c. Yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain;

d. Yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;

2. Unsur-unsur subjektif, adalah:

a. Dengan sengaja (opzettelijk );

b. Melawan hukum (wderrchtelijk).19

1. Unsur-Unsur Objek

a. Perbuatan memliki

Perbuatan memiliki yaitu menganggap sebagai milik, atau adakalanya

menguasai secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung

dalam putusannya tanggal 25-2-1958 No. 308 k/Kr/1957 mnyatakan bahwa perkataan

18 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 219-222.

19 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 70.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

22

Zich toaeigenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemah resmi sehingga kata-

kata itu dapat diterjemahkan dengan perkataan mengambil atau memiliki.

Apakah yang dimaksud dengan perbuatan memiliki? Dalam MVT mengenai

pembentukan paal 372 menerangkan bahwa memiliki adalah berupa perbuatan

menguasai suatu benda seolah-olah ia pemilik benda itu. Ia melakukan suatu

perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbutan terhadap benda itu. Menurut

hukum, hanyalah pemilik sajalah yang dapat melakuan sesuatu perbuatan terhadap

benda miliknya.

Mahkamah Agung kita, sebagaimana dalam putusan-putusannya: tanggal 11-

8-1959 No. 69/K/Kr/1959, tanggal 8-5-1957 No. 83/K/Kr/1956, tanggal 19-9-1970

No. 123/K/Sip/1970, yang pada pokoknya menyatakan bahwa “memiliki suatu

benda berarti menguasai sesuatu benda bertentangan dengan sifat dari pada

hak yang dimiliki olehnya atas benda itu”.20

b. Unsur objek kejahatan: sebuah benda

MVT telah membicarakan bahwa Pembentukan pasal 362 diterangkan bahwa

benda yang menjadi objek Pencurian adalah benda-benda bergerak dan berwujud

yang dalam perkmbangan praktik selanjutnya sebagaimana dalam berbagai putusan

pengadilan telah ditafsirkan sedemikian luasnya, sehingga telah menyimpang dari

pengertian semula. Seperti gas dan energi listrik juga akhirnya dapat menjadi objek

pencurian.

20 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 72.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

23

Berbeda dengan objek penggelapan, tidak dapat ditafsirkan lain dari berbagai

benda yang bergerak dan berwujud saja. Perbuatan memiliki terhadap benda yang ada

dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan diatas, tidak mungkin

dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda yang berada

dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan

benda itu, sebagaimana indikatornya adalah apabila ia hendak melakukan perbuatan

terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan

perbuatan lain terlebih dulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan

bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan

benda-benda tetap.21

Dengan mempergunakan “wetshistorische interpretatie” akan nyatalah bagi

kita, bahwa yang dimaksud dengan “benda” atau “goed” oleh pembentuk Undang-

undang adalah “stoffelijk on roerend goed” artinya bahwa perbuatan menguasai bagi

dirinya sendiri sara melawan hak itu harus ditujukan kepada “benda-benda yang

berwujud dan bergerak” maka “benda-benda yang tidak dapat bergerak” dan dengan

sendirinya tidak dapat dijadikan objek dari kejahatan penggelapan.

Juga terhadap benda-benda yang tergolong ke dalam “res nullius” dan “res

derelictae” tidak dapat dilakukan penggelapan, karena benda-benda yang tergolong

dalam “res nullius” itu adalah benda-benda yang tidak dimiliki siapapun, seperti

burung-brung yang hidup dialam bebas. Seangkan yang disebut “res derelictae”

21 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda,h. 76-77.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

24

benda yang telah dilepas hak miliknya oleh yang memiliki benda tersebut, seperti

kaleng-kaleng atau botol-botol yang ada ditempat sampah.22

c. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain

Benda yang tidak ada pemilknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan

hak miliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan

hukum, seperti milik badan negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki

oleh orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik

petindak, dan oleh karena itu dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian.

Orang lain yang dimaksud sebagai pemilik benda yang menjadi objek

penggelapan, tidak menjadi syarat sebagai orang itu adalah korban, atau orang

tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan petindak sendiri

d. Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Terdapat dua unsur, yang pertama berada dalam kekuasaannya, dan kedua

bukan karena kejahatan.

Perihal unsur berada dalam kekuasaannya yaitu suatu benda berada dalam

kekuasaannya seseorang apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan

sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan

terhadap benda itu ia dapat segera melakukan secara langsung tanpa terlebih dulu

harus melakukan perbuatan yang lain, misalnya ia dapat melakukaan perbuatan: 22 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h.180.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

25

menjualnya, menghibahkannya menukarnya dan lain-lain sebagainya, tanpa ia harus

melakukan perbuatan lain terlebih dulu.23

Hubungan kekuasaan atas benda yang bukan miliknya ini tidak mutlak disyaratkan

terhadap benda yang seluruhnya milik orang lain, tetapi cukup menguasai benda yang

sebagian milik orang lain dan sebagian milik sendiri.

Ciri khusus kejahatan penggelapan ini jika dibandingkan dengan pencurian

adalah terletak pada unsur beradanya benda dalam kekuasaan petindak. Adalah tidak

wajar seseorang untuk disebut sebagai mencuri atas milik orang lain yang telah

berada dalam kekuasaanya sendiri.24

Sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang itu tidaklah

selalu harus karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian, sewa menyewa,

perjanjian pinjam meminjam, perjanjian penyimpanaan, perjanjian gadai dan

sebagainya.

Orang dapat mengatakan bahwa sesuatu benda itu telah berada dibawah

kekuasaan seseorang, apabila orang itu telah benar-benar menguasai benda tersebut

secara langsung dan nyata.25

23 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 78-79. 24 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 80.

25 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 181.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

26

2. Unsur-Unsur Subjektif

a. Unsur Kesengajaan

Unsur ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan.

Sebagaimana dalam doktrin, kesengajaan terdiri dari 2 bentuk, yakni kesengajaan dan

kelalaian.

Mengenai willns en wetens ini dapat diterangkan lebih lanjut ialah, bahwa

orang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, berarti ia mnghendaki

mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti nilai perbutan serta sadar akan

akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila dihubungkan dengan

kesengajaan yang terdapat dalam suatu rumusan tindak pidana seperti pada

penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau

adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu serta

menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari

perbuatan.26

Berdasarkan pada keterangan ini, maka kesengajaan petindak dalam

penggelapan harus ditunjukan pada unsur-unsur sebagai berikut:

- melawan hukum,

- perbuatan memiliki,

- suatu benda

- seluruhnya atau sebagai milik orang lain, dan

26 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 81.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

27

- benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.27

b. Unsur Melawan Hukum

Melawan hukum adalah melakukan perbuatan yang mana perbuatan tersebut

bertentangan dengan peraturan dan undang-undang dan barang siapa yang

melanggarnya (melakukan perbuatan yang dilarang) maka dikenakan sanksi yang

telah diatur didalam pasal-pasal KUHP ataupun keputusan hakim.28

Perikatan yang lahir karena undang-undang yang disertai dengan perbuatan

manusia, undang-undang menggolongkan lagi ke dalam dua jenis, yaitu perikatan

yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia yang

diperbolehkan oleh hukum; dan perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai

akibat perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Untuk yang terakhir ini

sering kali disebut dengan istilah perbuatan melawan hukum atau perbuatan

melanggar hukum.29

Dengan demikian maka, apabila seseorang yang menguasai suatu benda karena

mendapat kepercayaan dari pemiliknya untuk menyimpan benda tersebut, akan tetapi

telah dijual kepada orang lain tanpa izin pemiliknya, maka orang tersbut telah

melakukan suatu “wederrechtelijke toeigening” (perbuatan melawan hak).30

.

27 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 82. 28 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 83. 29 Gunawan Widjaja, Persekutuan Perdata, ( Jakarta, PT. Kencana, 2004), h. 2.

30 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 179.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

28

D. Sanksi Tindak Pidana Penggelapan.

Pada tindak pidana penggelapan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum

Pidana (KUHP) terdapat dalam pasal 372, yang berbunyi: “Barangsiapa dengan

sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya sebagian

adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena

kejahatan, diancam karena pengglapan, dengan pidana penjara paling lama empat

tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Pasal 373: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372, apabila yang

digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,

diancam sebagai penggelapan ringan dngan pidana pnjara paling lama tiga bulan atau

denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.

Pasal 374: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya

terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian atau

karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima

tahun”.

Pasal 375: “ Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa

diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus

atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga social atau yayasan, terhadap barang

yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam

tahun”.

Pasal 376: “Ketentuan dalam pasal 367 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang

dirumuskan dalam bab ini”.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

29

Pasal 377: (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kjahatan yang

dirumuskan dalam pasal 372, 374, dan 375, hakim dapat

memerintahkan supaya putusan dapat diumumkan dan

dicabutnya hak-hak brdasarkan pasal 35 No. 1-4.

(2) Jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan pencaharian,

maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian.31

31 Andi Hamzah, KUHP Dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 20005), h.144.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

30

BAB III

TINDAK PIDANA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Hukum Islam.

Pada dasarnya, pengertian dan istilah jinayah mengacu kepada hasil perbuatan

seseorang. Biasanya, pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang.

Dikalangan fuqaha, perkataan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang terlarang

menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqaha menggunakan istilah

tersebut hanya untuk perbuatan-perbuatan yang menggunakan keselamatan jiwa. Selain

itu, terdapat fuqaha yang membatasi istilah jinayah kepada prbuatan-perbuatan yang

diancam dengan hukuman hudud dan qishas serta tidak termasuk perbuatan-perbuatan

yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah

adalah jarimah.32

Hukum tindak pidana menurut Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh

jinayah. Fiqih Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau

perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf (orang yang dibebani kewajiban),

sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-qur’an dan

hadits.33 Tindakan kriminal yang dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang

32 Prof. Dr. H. A. Dzajuli, Upaya Penanggulangan Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.1. 33 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1992), h. 86.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

31

mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan

yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits.

Hukum Pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung

kemashlahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat Islam

dimakud, secara materil mengandung kewajiban asasi bagi stiap manusia untuk

melaksanakannya.

Al-qur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat, shingga disebut al-

bayan (penjelasan). Allah memberikan penjelasan dalam bentuk nash (tekstual) tentang

syariat sesuatu, misalnya orang yang membunuh tanpa hak, sanksi hukum bagi

pembunuh tersebut adalah harus dibunuh oleh keluarga korban atas adanya putusan dari

pengadilan.34

Sistematika penyusunan persoalan-persoalan pidana terdapat dalam bagian

terakhir dari buku-buku fiqih, demikian juga dalam buku-buku fiqih mazhab Maliki

dan Hambali, tetapi buku-buku fiqih dalam mazhab Hanafi, perubahan pembahasan

persoalan ta’zir, pencurian. dipisah letaknya dari pembahasan persoalan jinayah, yang

pertama dibahas pada bagian depan buku fiqih hukum pidana menurut hukum syari’at

islam, ialah ketentuan-ketentuan hukum syari’at islam yang melarang orang untuk

berbuat atau tidak berbuat sesuatu dan terhadap pelanggaran ketentuan hukum

tersebut, dikenakan hukuman yang berupa penderitaan badan atau denda pada

pelanggarnya. Pembatasan ini sebenarnya adalah kurang tepat oleh karena adakalanya

34 Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 1.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

32

hukuman denda (diyat) yang dijatuhkan sebagai akibat dari pelanggaran ketentuan

hukum syari’at, tidaklah diberatkan kepada pelanggarnya, tetapi kepada kerabat yang

bertanggung jawab kepadanya yang dinamakan aqilah, ataupun ketidakmampuan

aqilah tersebut untuk melakukan pembayaran diyat, seperti misalnya dalam

pembunuhan yang dilakukan oleh karena kesalahan.

Selanjutnya kita membatasi diri dengan hukuman penderitaan badan atau

denda yang bersifat keduniaan. Pelanggaran ketentuan syari’at yang mengakibatkan

hukuman akhirat, hanyalah akan kita singgung sejauh ada hubungannya dengan

hukuman-hukuman yang bersifat keduniaan, yakni hukuman pidana sebagaimana

yang kita rumuskan.

Jadi pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan

yang diharamkan adalah tindakkan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ (hukum

islam). Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi

membahayakan agama,jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda.

Oleh karena itu, pembahasan mengenai pencurian dipisahkan dari

pembahasan jinayah, yang hanya membahas kejahatan atau pelanggaran terhadap

jiwa atau anggota badan. Jadi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi

kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang berkaitan

dengan harta benda diatur tersendiri.

Tanpa berusaha memihak aliran yang berbeda, kata jinayah yang berarti

perbuatan jahat, salah, atau pelanggaran sudah inklusif (mencangkup) segala bentuk

kejahatan, baik terhadap jiwa maupun anggota badan. Oleh karena itu, kejahatan

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

33

terhadap harta benda secara otomatis termasuk dalam pembahasan jinayah, tanpa

perlu diadakan pemisahan dalam pembahasan diantara keduanya.

Disamping itu, pengertian jinayah pada awalnya diartikan hanya bagi semua

jenis perbuatan yang dilarang saja. Jadi, melalaikan perbuatan yang diperintahkan

dalam konteks pengertian tersebut bukanlah jinayah. Padahal suatu perbuatan dosa,

perbuatan salah, dan sejenisnya dapat berupa perbuatan ataupun berupa

meninggalkan perbuatan yang diperintahkan melakukannya. Hal ini karena

pelanggaran terhadap peraturan dapat berbentuk mengerjakan suatu perbuatan yang

dilarang (bersifat aktif) atau meninggalkan perbuatan yang berdasarkan hukum harus

dikerjakan (bersifat pasif).35

Disamping itu pengertian jarimah merupakan tindak pidana dengan

pengertian larangan-larangan syara’ yang apabila dikerjakan diancam oleh Allah

dengan hukuman had atau ta’zir. Jarimah biasa dipakai sebagai perbuatan dosa atau

sifat dari perbuatan tersebut. Misalnya, pencurian, pembunuhan, perkosaan, atau

perbuatan yang berkaitan dengan politik atau sebagainya pengertian tersebut identik

dengan sebutan hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Adapun dalam

pemakaian kata jinayah lebih mempunyai makna luas, yaitu ditunjukkan bagi segala

sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditunjukkan

bagi satuan perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang memuat

masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman

35 Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000) h. 13.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

34

yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut fiqih jinayah bukan istilah fiqih

jarimah.36

2.Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Tindak pidana haruslah mengandung tiga macam unsur yakni :

1. Melawan hukum.

2. Pelaku tindak pidana, yakni orang yang melakukan tindak pidana tersebut.

3. Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang dapat dihukum.37

Unsur-unsur yang tersebut ini tidak selamanya dapat terlihat dengan jelas dan

terang didalam perumusan ketentuan-ketentuan hukum syari’at islam yang

berhubungan dengan persoalan pidana dan pengertian-pengertian tersebut kita

kemukakan hanyalah untuk memudahkan pengertian dalam mempelajari dan

membahas persoalan-persoalan hukum pidana menurut hukum syari’at islam.

Melawan hukum atau melawan hak ialah pertentangan dengan ketentuan hukum

syari’at islam dan hukum positif .38 Seorang yang melakukan tindak pidana harus

memenuhi syarat-syarat :

a. Berakal.

b. Cukup umur.

36 Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 15. 37 Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah ,( Jakarta:

Bulan Bintang, 1971), h. 66. 38 Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah, h. 111.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

35

c. Mempunyai kemampuan bebas.39

3 Jenis-Jenis Tindak Pidana.

Pada umumnya para ulama membagi jenis jarimah dalam tiga bagian, berikut

ini;

A. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan syara

sehingga terbatas jumlahnya. Selain ditentukan bentuknya (jumlahnya), juga

ditentukan hukumannya secara jelas, baik melalui Al-Qur’an maupun As-sunah.

Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam jarimah yang menjadi hak Tuhan. Jarimah-

jarimah yang menjadi hak Tuhan adalah jarimah yang menyangkut masyarakat

banyak, yaitu untuk memelihara kepentingan, ketentraman dan keamanan

masyarakat. Pada jarimah ini tidak dikenal pemaafan atas pembuat jarimah, baik oleh

perseorangan yang menjadi korban jarimah ( mujna alaih ) maupun oleh Negara.

Hukuman jarimah ini sangat jelas diperuntukan bagi setiap jarimah. Karena

hanya ada satu macam hukuman untuk setiap jarimah.

Adapun jarimah yang termasuk dalam kelompok hudud menurut, para Ulama,

ada tujuh macam jarimah, yaitu perzinahan, Qaqdzaf, asyrib (minum-minuman

keras), pencurian, hirabah, al-baghyu, dan riddah40.

39 Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah, h. 67. 40 H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 13.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

36

B. Jarimah Qishash/Diyat

Jarimah Qishash/Diyat telah ditentukan jenis maupun besar hukumannya. Jadi

jarimah ini pun terbatas jumlahnya dan hukumanya tidak mengenal batas tertinggi

maupun terendah karena hukuman untuk jarimah ini hanya satu untuk setiap jarimah.

Jarimah Qishash/Diyat menjadi hak perseorangan atau hak adami yang

membuka kesempatan pemaafan bagi sipembuat jarimah oleh orang yang menjadi

korban, wali, atau ahli warisnya. Jadi, dalam kasus jarimah Qishash/Diyat ini, korban

atau ahli warisnya dapat memaafkan perbuatan si pembuat jarimah, meniadakan

qishash dan menggantinya dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali.

Qishash ditunjukan agar pembuat jarimah dijatuhi hukum yang setimpal,

sebagai balasan atas perbutannya itu. Jadi hukuman bunuh hanya dijatuhkan bagi

pembunuh dan pelukaan dijatuhi bagi orang yang melukai. Untuk menjamin

ketertiban dan keamanan yang berkenaan dengan nyawa dan anggota badan lainnya,

qishash dipandang lebih menjamin dari pada jenis hukum lainnya.

Adapun diyat merupakan hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku jarimah

dengan objek yang sama (nyawa dan anggota badan), tapi dilakukan tanpa sengaja.

Jarimah yang termasuk dalam kelomok jarimah Qishash/Diyat terdiri atas

lima macam. Dua jarimah masuk dalam kelompok jarimah qishash yaitu,

pembunuhan sengaja/pelukaan dan penganiyaan sengaja. Adapun tiga jarimah

termasuk dalam kelompok diyat, yaitu pembunuhan tidak disengaja, pembunuhan

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

37

semi sengaja, dan pelukaan (penganiyayaan) tidak sengaja. Disamping itu, diyat

merupakan hukuman pengganti dari hukuman qishash yang dimaafkan.

C. Jarimah Ta’zir

Ta’zir menurut arti katanya adalah at-ta’dib artinya memberi pengajaran.

Dalam fiqih jinayah, ta’zir merupakan suatu bentuk jarimah, yang bentuk atau macam

jarimah serta hukuman jarimah ini ditentukan penguasa. Macam dan hukuman pada

jarimah ini tidak ditentukan sebab jarimah ini berkaitan dengan perkembangan

masyarakat serta kemaslahatannya selalu berubah berkembang dari satu waktu kelain

waktu dan dari satu tempat ketempat lain. Jarimah ta’zir ini juga disebut dengan

jarimah kemalahatan umum. Dalam menangani kasus jarimah ini, hakim diberikan

kekuasaan dan keleluasaan. Dia bebas brijtihad untuk menentukan apa yang hendak

dijatuhkan kepada pembuat jarimah, sesuai dengan macam jarimahnya dan keadaan si

pembuat jarimah.

Adapun jarimah ta;zir yang ditentukan syara diantaranya adalah khianat,

suap-menyuap, memasuki rumah orang lain tanpa izin, makan makanan tertentu,

ingkar janji, menipu timbangan, riba, berjudi dan sebagainya. Namun dmikian,

walaupun bentuk dan hukuman jarimah ta’zir ditentukan syara, namun penerapan

sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.

Dari penjelasan diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa jarimah ta’zir

itu terbagi dalam dua kategori, ta’zir syara dan ta’zir penguasa. Dua bentuk jarimah

ta’zir tersebut memiliki perbedaanya di samping ada kesamaannya. Ta’zir syara

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

38

ditentukan oleh syara dan bersifat abadi, artinya sejak diturunkan oleh pembuat

syari’at dan sampai kapanpun akan dianggap sbagai jarimah. Ini karena jarimah

ta’zir syara sejak awalnya memang telah dianggap sebagai suatu perbuatan maksiat,

yaitu perbuatan yang dilarang karena perbuatan itu sendiri dan melakukannya

dianggap perbuatan maksiat.

Adapun ta’zir penguasa diturunkan oleh penguasa dan bersifat sementara

bergantung pada keadaan dan dapat dianggap jarimah kalau memang diperlukan,

demikian pula, dapat dianggap bukan jarimah kalau memang menghendaki demikian.

Hal ini karena pada dasarnya ta’zir penguasa itu bukan suatu perbuatan yang dilarang

mengerjakannya, namun keadaan menyebabkan perbuatan itu dilarang41.

4. Sanksi Tindak Pidana

Menurut Kamus Bahasa Indonsia S. Wojowasito, hukuman berarti siksaan

atau pembalasan kejahatan. Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah memberikan

definisi hukuman sebagai berikut: “Hukuman adalah pembalasan atas pelanggaran

perintah syara’ yang ditetapkan untuk kemashlahatan masyarakat.”.

Dari definisi tersebut, dapat kita kemukakan bahwa hukuman/sanksi

merupakan balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang

mengakibatkan orang lain menjadi korban akibat perbuatannya.

Islam berusaha mengamankan masyarakat dengan berbagai ketentuan, baik

berdasarkan Al-Qur’an, Hadits Nabi, maupun berbagai ketentuan dari ulil amri atau

41 H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 30-32.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

39

lembaga legislatif yang mempunyai wewenang menetapkan hukuman bagi kasus-

kasus Ta’zir. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya menyelamatkan umat manusia

dari ancaman kejahatan.

Adapun tujuan hukuman, esensi dari pemberian hukuman bagi suatu jarimah

menurut islam adalah pencegahan serta balasan dan perbaikan serta

pengajaran.Sedangkan sanksi tindak pidana, Prof. H. A. Djazuli membaginya

kedalam macam-macam sanksi tindak pidana:

a. Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nash dalam Al-

Qur’an atau Al-Hadts, sanksinya dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan

kafarah. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,

perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang yang menzihar

istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut dengan

hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-

jarimah hudud dan qishsash/diyat yang tidak selesai, dan jarimah

ta’zir itu sendiri.

b. Ditinjau dari sudut kaitan antara hukuman yang satu dengan

hukuman yang lainnya, terbagi menjadi empat macam:

1. Hukuman pokok, seperti hukuman mati bagi pembunuh yang

membunuh dengan sengaja.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

40

2. Hukuman pengganti, seperti hukuman ta’zir dijatuhkan bagi

pelaku karena jarimah had yang didakwakan mengandung unsur

kesamaran atau hukuman diyat dijatuhkan bagi pembunuhan

sengaja yang dimaafkan keluarga korban.

3. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang dikenakan mengiringi

hukuman pokok. Seorang pembunuh pewaris, tidak mendapat

warisan dari harta si terbunuh.

4. Hukuman pelengkap, keberadaannya harus melalui keputusan

tersendiri oleh hakim, seperti pememecatan suatu jabatan bagi

pegawai karena melakukan tindak kejahatan tertentu.

c. Ditinjau dari kekuasan hakim dalam menentukan berat

ringannya hukuman, hukuman terbagi atas dua macam:

1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, artinya hukuman yang

telah ditentukan besar kecilnya.

2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas

tertinggi dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang

dianggap mencerminkan keadilan, hukuman ini termasuk

kelompok ta’zir.

d. Ditinjau dari segi objek yang dilakukannya hukuman terbagi

dalam:

1. Hukuman badan, seperti hukuman potong tangan dan dera.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

41

2. Hukuman terhadap jiwa, seperti hukuman mati.

3. Hukuman terhadap hilangnya kebebasan, seperti pengasingan atau

penjara.

4. Hukuman terhadap harta benda si pelaku jarimah, seperti

penyitaan, diyat dan denda42.

42 .H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h, 66-68.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

42

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM

TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

BISNIS KOMODITI CPO

A. Bentuk Operasional Bisnis Komoditi CPO

Didalam bisnis CPO mempunyai bentuk operasional sebagai berikut:

1. TBS (Tandan Buah Segar)

TBS adalah sebuah hasil dari kelapa sawit murni yang diolah kedalam tungku untuk

proses pemasakan hingga matang menjadi CPO, biasanya dalam proses 5 - 10

ton/jam dalam tungku untuk kapasitas kecil, kapasitas sedang 10 - 30 ton /jam

sedangkan untuk kapasitas besar mencapai 30 - 60 ton/jam.

2. Setelah menjalani proses pemasakan TBS lalu kelapa sawit murni dibawa ke PKS

(Pabrik Kelapa Sawit) yang ada disekitar lahan kelapa sawit, kemudian diolah dan

diproses kembali kedalam tungku yang lebih besar untuk pemanasan proses

kimiawi pemurnian dari CPOnya.

3. Setelah melakukan proses kimiawi maka pagi harinya CPO dibawa dengan truk

tengki kapasitas 6000 - 24000 liter untuk tujuan tengki timbun yang ada didermaga

pelabuhan yang memiliki kapaitas tengki timbun 2500 - 5000 ton.

4. Minyak yang telah masuk ke tengki timbun biasanya diadakan transaksi jual beli

berdasarkan MOU (Memorandum Of Understanding) untuk kespakatan kedua

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

43

belah pihak, MOU tersebut berdasarkan klausula hukum dengan pasal-pasalnya.

Apabila terjadi penyimpangan terhadap pasal tersebut diadakan pinalti berupa uang

jaminan yang distor ke BANK berkisar Rp 500 juta - 1 milyar.

Bentuk operasional CPO secara garis besar baik untuk lokal maupun eksport

pada umumnya mengikuti pada nilai yang telah ditetapkan yang disebut dengan

Rotterdam untuk penetapan nilai eksport (dari negeri Belanda bisa dilihat pada

Internet dan Koran Bisnis Indonesia). Sedangkan untuk lokal mengikuti dari nilai

PTPN (Pertanian Tanam Perkebunan Negara) Yang menetapkan harga adalah

pemrintahan itu berdasarkan perbandingan dari Kurs mata uang Indonsia terhadap

nilai Rotterdam.

Berikut ini adalah perjanjian jual beli CPO:

Perjanjian jual beli CPO (Crude Palm Oil) ini (selanjutnya disbut “perjanjian”) dibuat

dan ditandatangani pada hari kamis, 16 februari 2006 oleh dan antara :

1. PT. MASTERLINK INTERNATIONAL mewakili penjual yang selanjutnya

disebut “Pihak Pertama”.

2. PT. MULTI BUSINESS (Bp.Leonardus dan Bp, Markus) mewakili pembeli

dan selanjutnya disbut “Pihak Kedua”.

3. Pihak Pertama dan Pihak Kedua selanjutnya secara sendiri-sendiri disebut

pihak, dan secara brsama-sama disebut Para Pihak.

Para Pihak sepakat untuk melakukan perkaitan jual beli CPO (Crude Palm Oil)

dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

44

P a s a l 1

Obyek Jual Beli

Para Pihak sepakat untuk melakukan perkaitan jual beli CPO (Crude Palm Oil)

dengan spesifikasi tknis sbagai berikut :

1. FFA (Fre Fat Acid) : 5% max

2. Moisture : 0,45% max

3. Harga : Rp. 3.650,-/ Kg (Include PPN)

4. Review Harga : Pelabuhan Dumai

6. Kontrak selama : 12 Bulan

7. Sistem Pembayaran : COD (CASH ON DLIVRY)

8. Jadwal Loading : Senin 20 Pebruari 2006

P a s a l 2

Hak dan Kewajiban Pihak Kedua

1. Hak-hak yang dimiliki olh Pihak Kedua adalah sebagai berikut :

a. Pihak Kedua berhak menerima barang sesuai dengan kualitas dan

spesifikasi yang dipersyaratkan.

b. Pihak Kedua berhak untuk menguji kualitas CPO sesuai dengan

spesifikasi yang dipersyaratkan.

c. Pihak Kedua berhak untuk mendapatkan konfirmasi pengiriman CPO

secara trtulis dari Pihak Pertama mengenai :

- Jumlah volume CPO yang akan dimuat (loading)

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

45

- Alamat jelas atau lokasi CPO

- Jadwal tentang pengambilan.

2. Kewajiban Pihak Kedua adalah sebagai berikut :

Pihak Kedua wajib membayar kepada Pihak Prtama atas barang yang selesai

ditimbang sesuai dengan loading saat itu.

P a s a l 3

Hak dan Kewajiban Pihak Pertama

1. Pihak Pertama berhak memperoleh pembayaran atas seluruh barang yang

selesai ditimbamng sesuai dngan yang telah diatur dalam perjanjian ini

2. Kewajiban Pihak Pertama adalah sebagai berikut :

Pihak Pertama wajib memberikan informasi secara tertulis kepada Pihak

Kedua mengenai :

- Jumlah volume CPO yang akan dimuat (Loading)

- Alamat jelas atau lokasi (CPO)

- Jadwal tentang pengambilan.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

46

P a s a l 4

Jangka Waktu Perjanjian

1. Perjanjian ini berlaku dan mengikat Para Pihak selama 1 tahun sejak tanggal

perjanjian ini ditandatangani.

2. Perjanjian ini dapat diperpanjang kembali dengan kesepakatan Para Pihak yang

Dilakukan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum habis masa berlakunya.

4. Bila habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang kembali, maka segala

ketentuan dalam perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku dan tidak mengikat

dengan sendirinya.

P a s a l 5

Jumlah dan Tata Cara Pengiriman Barang

1. Pihak kedua membeli CPO dari Pihak Pertama dengan pemberian alokasi jumlah

Volume adalah sebesar 5.000 ton per bulan.

2. Pihak kedua hanya mengakui hasil penimbangan yang dilakukan di Dumai dan

sekitarnya.

3. Pihak Pertama harus menyiapkan kelengkapan administrasi seperti :

a. Kelengkapan

b. Faktur Pajak

4. Pihak Kedua memberikan Surat Tanda Terima Barang Kepada Pihak Pertama.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

47

P a s a l 6

Nilai dan Tata Cara Pembayaran

Pihak Kedua membayar LUNAS pembelian CPO kepada pihak pertama setelah

ditimbang di lokasi penimbangan yang telah ditentukan dan dilakukan dengan Sistem

pembayaran COD (CASH ON DELIVERY).

P a s a l 7

Perselisihan

Perselisihan yang timbul atas pelaksanaan perjanjian ini akan diselesaikan secara

musyawarah.

P a s a l 8

Penutup

1. Setiap perubahan terhadap perjanjian ini harus dilakukan secara tertulis dan

ditanda tangani oleh Para Pihak dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari

perjanjian ini.

2. Pengakhiran dan atau pembatalan perjanjian ini baru dapat dilaksanakan setelah

disepakati oleh para pihak.

Demikianlah, para pihak membuat Perjanjian Jual Beli CPO.43

43 Leo Krishna Adiputra,Wawancara Direktur, PT. Multi Business, Tgl 10 Maret 2007.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

48

Berikut ini adalah penentuan harga : Berdasarkan Keputusan Rapat TIM

Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Petani Propinsi

Lampung yang diselennggarakan pada :

Tanggal : Selasa, 5 juli 2005

Tempat : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung

Jl. Basuki Rachmat N0. 8A Telukbetung

Yang dihadiri oleh perusahaan inti, wakil dari kelompok tani plasma, wakil

dari Koperasi Unit Desa (KUD) petani plasma, dan Instansi terkait maka dapat

ditetapkan sebagai berikut :

1. - Harga rata-rata CPO bulan : Juli 2005 Rp. 3.227.74,-/kg.

- Harga rata-rata Inti sawit bulan : Juli 2005 Rp. 2,218.25,-/kg.

- Indeks propinsi “K” : = 78.79 %.

2. Berdasarkan butir 1 diatas ditetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa

sawit propinsi petani bulan : Juli 2005 adalah Umur Tanaman 3 tahun,

Perhitungan Harga 76.79 % {( 3.227.74 x 15.620%) + (2,218.25 x 3.70 %)},

maka Harga yang ditetapkan adalah Rp. 461.89/Kg.

Demikianlah Hasil Rapat Penentuan Harga Tandan Buah Segar (TBS) yang

dilaksanakan : Telukbetung, 5 Juli 2005, oleh TIM PENETAPAN HARGA

PEMBELIAN TBS PRODUKSI PETANI PROPINSI LAMPUNG, dengan Sekretaris

Tim : Ir. Bambang G. S. MS.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

49

Adapun sistem penjualan CPO pada PT. SHAMELYA UTAMA dengan cara

Tender atau lelang terbuka, sebagai berikut :

PT. SHAMELYA UTAMA

Jakarta, 28 Juli 2005

No. 027/SHU/PROC/VII/05

Kepada Yth.

Bpk. Ronny Sutanto

Business & Deveopment

PT. Buana Indah Mandiri Agung

Di_tempat

Perihal : Prosedur Pembelian CPO

Dengan hormat,

Sehubungan dengan surat Bapak No. : ./BIMA/CPO/VII/05 tgl 20 Juli 2005 prihal

permintaan CPO, dengan ini kami sampaikan bahwa Sistem Penjualan CPO untuk

saat ini dilakukan dengan cara Tender (Lelang Terbuka) yang dilaksanakan pada hari

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

50

Selasa & Kamis setiap minggunya, adapun mengenai harga dilihat dari penawaran

tertinggi dari peserta lelang dan berpatokan pada harga pasar.

Jika bapak berminat mengikuti lelang tersebut, maka Bapak dapat mengirim Bio Data

Perusahaan terlebih dahulu kepada kami untuk dimasukkan sebagai peserta lelang.

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya

diucapkan terima kasih.

Hormat kami,

Syahrul Arifin

Direktur

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

51

Berikut surat permintaan yang yang dikeluarkan oleh PT. Multi Business kepada

pemilik CPO, adalah:

SURAT PRMINTAAN

Kepada Yth,

Pemilik CPO

Cc : Bp. YONGKI

Menindak lanjuti Pembicaraan kami dengan Bp. Yongki, dengan ini kami PT. Multi

Business mendapatkan Order Langsung dari Pabrik untuk mensuplai CPO (Crude

Palm Oil) dengan Spesifikasi sbb :

1. FFA : 5 % maximal

2. Kadar Air : 1 % maxi,al

3. Moisture : 0,45 % WW Max

4. Harga : Rp. 2500 / Kg

5. Volume : 500 TON / minggu = 2000 Ton / bln

6. Lokasi : Bandar Lampung di Tugu

7. Kontrak : Per-Tahun perpanjang dst….

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

52

Demikianlah Spesifikasi yang kami minta, & adapun Sistem Pembayaran adalah

Cash & Carry dengan Transfer Rekening.

Besar harapan kami untuk dapat bekerjasama dengan baik & saling membina serta

membangun kepercayaan.

Hormat kami,

Multi Business

Leonardus

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

53

B. Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bisnis CPO

Berdasarkan poin A Transaksi jual beli terjadinya penggelapan berupa:

1. Tindak pidana penggelapan pada tangki timbun didermaga pelabuhan,

mereka mengambil keuntungan dari nilai pinalti, yang dimaksud

dengan nilai pinalti adalah sebuah transaksi jual beli terjadi

penyimpangan (harga yang ditetapkan Pada transaksi berubah

ditunjukan pada pihak pembeli sedangkan pada pihak penjual CPO

dinaik/diturunkan dalam kadar lemak CPOnya itu biasanya dalam

bentuk FFA (Free Fat Acid) pada umumnya penyimpangan tersebut

sampai kepada lima pembeli. Pada poin pertama ini terjadi pada tengki

dermaga plabuhan melalui kapal laut.

2. Tindak pidana penggelapan CPO melalui jalan darat terdiri dari:

a. Pengencingan (mengurangi volume).

b. Kerjasamanya sopir dengan DLLAJR.

c. Kerjasamanya sopir dengan bajing loncat.

a. Pengencingan

Proses pengencingan (dalam istilah pembisnis CPO) terjadi pada

pemberangkatan CPO mulai dari PKS (Pabrik Kelapa Sawit) sampai dipertengahan

jalan (penyemberangan antara bakauni merak ) pada umumnya pihak sopir

mengencingkan (mengambil jumlah volume) CPO antara 10 - 100 liter/truk tengki

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

54

yang sudah mmpunyai penadah di truk pelabuhan. Untuk menjaga volume truk tengki

biasanya sopir mengganti volume dalam truk tangki, biasanya sopir mengganti

volume CPO dengan air. Hal tersebut diketahui oleh pihak pengelola untuk

mengganti sejumlah materi untuk membayar pungutan-pungutan liar. Proses

pengencingan sangatlah terselubung dimana prakteknya sulit dipertanggung

jawabkan, dikarenakan transaksi atau pengencingan tersebut terjadi didalam

perkebunan yang sangat luas pada saat pengiriman untuk mencapai lokasi tanki

timbun yang berada didermaga pelabuhan.

c. Kerjasamanya sopir dengan DLLAJR

Pada saat diperjalanan terdapat titik yang harus menyerahkan sejumlah uang

bagi DLLAJR, contoh didalam perjalanan terdapat 6 titik. Satu titik Rp 100.000 –

200.000. Namun dalam laporan harga tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga

sejumlah uang yang digelapkan dibagikan pihak sopir dengan DLLAJR. Untuk

laporannya maka pihak DLLAJR membuat keterangan yang tidak sesuai dengan

jumlah harga yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat, hal ini hanya pihak sopir

dan DLLAJR yang mengetahui.

d. Kerjasamanya sopir dengan bajing loncat

Kerjasamanya ini dalam bentuk pengencingan terjadi dipertengahan jalan pada

lahan kelapa sawit sekitar hutan PKS (dari PKS sampai Jalan raya sekitar 15 km),

volume CPO yang digelapakan 7 – 15 liter/truk tengki, perhari hinnga 60 truk.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

55

Peraktek tindak pidana ini sulit sekali dipertanggung jawabkan dan dibuktikan karena

lihainya pihak bajing loncat dan pihak sopir yang telah menguasai keadaan wilayah

sekitar perkebunan dan jalan menuju tanki timbun yang terdapat didermaga

pelabuhan dari pengawasan pihak perusahaan dan pihak aparat pemerintah.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bisnis

CPO

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah:

1. Pada perinsipnya semua pihak yang terkait mulai dari penjual, aparat

premerintah dan sopir truk ingin memproleh keuntungan sejumlah uang yang

sangat besar dalam menjalankan bisnis CPO.

2. Terjadinya tindak pidana penggelapan di karenakan kurangnya kesejahteraan

pada aparat pemerintah maka pihak yang terkait bekerjasama dilapangan

melakukan tindak pidana penggelapan.44

D. Analisis Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO

Melihat dari faktor dan unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana

penggelapan dalam bisnis CPO, terdapat beberapa motif tindak pidana, yaitu seperti

adanya kesepakatan jahat oleh pihak penjual atas proses penjualannya untuk

44Leo Krishna Adiputra, Wawancara Direktur PT. Multi Business, Tgl 10 Maret 2007.

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

56

mendapatkan keuntungan dari niai pinalti, perbuatan mengurangi zat aslinya, unsur

memanipulasi berat timbangan, dan menentangan kepercayaan. Maka dari unsur dan

motif tersebut yang terjadi dalam bisnis CPO merupakan tindak pidana penggelapan

di karenakan objek tersebut dalam kekuasaannya.

Dari sisi tujuan Syar’i (pembuat hukum) yang mnjadi tujuan perumusan

hukum Islam adalah untuk mewujudkan dan memlihara lima sasaran pokok, yaitu

agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, serta harta. Lima hal pokok ini, wajib

diwujudkan dan dipelihara jika sesorang menghendaki kehidupan yang berbahagia di

dunia dan di hari kemudian. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima

pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam.45

Adapun tindak pidana penggelapan merupakan kejahatan terhadap harta

dalam perspektif hukum Islam adalah tindakan kejahatan yang mengancam

eksistensi harta-benda. Tindakan itu merupakan tindakan kejahatan yang bisa

menggoncang stabilitas keamanan terhadap harta dan jiwa masyarakat. Oleh karena

itulah, Al-Qur’an melarang keras tindakan kejahatan tersebut dan menegaskan

ancaman hukuman secara rinci dan berat atas diri pelanggarnya.

Larangan melakukan tindakan kejahatan terhadap harta, adalah satu-satu

upaya untuk melindungi harta di kalangan umat. Di dalam ajaran Islam terdapat

sejumlah upaya untuk mewujudkan dan memelihara harta. Yang secara garis besar

dapat dibagi ke dalam dua kategori:

45 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek, dan Tantangan,

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001),h 107.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

57

Pertama, upaya untuk mewujudkan harta bagi kelanjutan hidup manusia.

Untuk ini, Islam mewajibkan umat manusia berusaha secara halal untuk memperoleh

mencari rezeki (Lihat Al-Qur’an: Ayat 10 Surah Al-jumu’ah, dan ayat 15 Surah Al-

muluk).

Kedua, upaya pemeliharaan harta dari suatu ancaman, dangan melakukan

berbagai cara:

1. Larangan melakukan penipuan dan penzaliman terhadap harta, seperti terdapat

dalam Ayat 188, dan 279 Surah Al-Baqarah.

2. Larangan berfoya-foya dan menghamburkan uang tidak pada tempatnya.

Larangan seperti ini terdapat dalam Ayat 26 dan 27 Surah Al-Isra’.

3. Larangan pencurian dan perampokan dan ancaman berat atas pelakunya,

sebagaimana dinyatakan dalam Ayat 38 dan 33 Surah Al-Maidah.

4. Kewajiban mengganti rugi bagi siapa yang merusak harta orang lain, seperti

disebutkan dalam ayat 194 Surah Al-Baqarah.

5. Disyari’atkan bagi seseorang berjuang untuk mempertahankan hartanya. Hal

ini seperti diajarkan dalam hadits riwayat imam Bukhari: “Barang siapa

terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid”.

6. Dalam praktek utang piutang dianjurkan supaya memakai bukti tertulis dan

saksi, terdapat dalam Ayat 282 Surat Al-Baqarah.46

46 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia: Peluang, Prospek, dan Tantangan, h.

108-109.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

58

Didalam rumusan permasalahan delik penggelapan, timbulnya perselisihan

pendapat, apakah berlaku hukum had pemotongan tangan. Dalam istilah ilmu fiqih,

penggelapan disebutkan sebagai penentangan terhadap kepercayaan ( jahidu wadi’ah,

jahidu ‘arijah). Menurut Ahmad dan Ishaq yang dikutip An Nawawi dalam sejarah

muslim, terhadap delik penggelapan ini berlaku ketentuan hukuman had pemotongan

tangan. Menurut pendapat jumhur ulama, riwayat mengenai penggelapan adalah

ganjil, dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan dasar hukum. Demikian juga

pendapat An Nawawi sendiri dalam Matan Minhadj. Adapun mengenai delik

penggelapan tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Abu Daud dan juga oleh

muslim. Menurut riwayat muslim yang bersumber pada ‘Aisyah, beliau telah berkata

: Ada seorang perempuan Machzumiyah telah meminjam barang dan ia telah

menentangnya (maksudnya tidak mau mengembalikannya, atau menggelapkannya)

maka Nabi Muhammad SAW. telah memerintahkan untuk dipotong tangannya.47

Pengertian meminjam barang dalam riwayat ini, ia penerimaan barang yang

dipercayakan kepada seseorang, dan apabila kepercayaan itu dilanggar, dengan

tindakan pemilikan barang yang dipinjam itu untuk kepentingan diri sendiri atau

orang lain, maka telah terjadi delik djuhudul ‘arijah seperti yang disebutkan didalam

riwayat ‘Aisyah tersebut. Menurut pendapat kita, hadits tersebut merupakan

ketentuan yang jelas, dan tidak pula ada yang membantah mengenai kesahannya,

bahwa atas perbuatan penggelapan juga berlaku ketentuan hukuman had pemotongan

47 Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah, h. 441.. .

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

59

tangan, dan hadits tersebut adalah merupakan dasar hukum yang kuat, sebagai

ketentuan yang mengqiaskan ketentuan Al-Qur’an mengenai pencurian, dengan

tindak mempertimbangkan apakah hadits tersebut, ganjil (syadzah) ataupun tidak.

Akibat dari pada pencurian, menurut ulama-ulama Hanafi, jika pencuri

dipotong tangannya oleh karena seluruh barang curian ataupun sbagiannya, maka ia

tidak mengganti rugi sesuatu dari barang tersebut, dan ia mengganti barang curian itu,

jika ia tidak dipotong tangan. Pendirian ini adalah sama dengan pendirian Abu

Hanifah, seperti yang diutarakan oleh Sarbini Chatib. Menurut imam Malik, jika

pencuri tidak mempunyai apa-apa, ia tidak diwajibkan membayar ganti rugi barang

yang dicurinya. Kalau ia mempunyai banyak harta, ia membayar ganti rugi tersebut,

demikian Malik yang dikutip oleh Syarbini Chatib. Menurut ulama-ulama Syafi’I,

pencuri wajib mengembalikan barang curiannya, didasarkan pada hadits Abu Daud:

terhadap tangan, apa yang diambilnya, sampai ia mengganti rugi. Menurut ulama-

ulama mazhab Syafi’I, pemotongan tangan adalah merupakan hak Allah Ta’ala dan

ganti rugi adalah hak adami, sedangkan hak Allah tidaklah mencegah hak adami dan

tidaklah tercegah orang fakir oleh karena telah menjatuhkan harta orang lain dan

walaupun barang yang dicuri itu tidak memberi manfaat kepada orang kecurian

seperti pada orang yang melakukan pencurian ataupun tidak, diwajibkan membayar

ganti rugi, seperti halnya pada orang yang barangnya dirusakan, dan walaupun harta

orang kecurian itu kembali ketempat simpanannya (semula), tidaklah gugur

pemotongan tangan, dan tidak diganti rugi, demikian yang dikatakan oleh Syarbini

Chatib.

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

60

Adapun tindak pidana penggelapan yang terjadi dalam bisnis CPO terdapat

unsur khianat(menentang kepercayaan), ingkar janji didalam jual beli, menipu

timbangan, kesepakatan jahat dan sebagainya. Dari keterangan tersebut maka tindak

pidana yang terdapat dalam bisnis CPO adalah tindak pidana penggelapan. Maka

unsur-unsur yang terdapat didalamnya merupakan kategori jarimah ta’zir yang

penerapan sanksinya diserahkan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Hakim

dapat memilih rangkaian hukuman atas suatu tindak pidana yang pada dasarnya,

semua jarimah telah memiliki aturan, sedangkan pemberi kekuasaan bagi hakim

adalah memilih hukuman yang sesuai dengan keadaan sehingga akan mencerminkan

isi hukuman itu sendiri dan menerapkan keadilan.

Hukum Islam bersifat elastis dan mengikuti perkembangan zaman yang

termasuk tindak pidana pengglapan yang terdapat dalam bidang bisnis dan ekonomi,

khususnya bisnis CPO yang terdapat tindak pidana penggelapan didalam jual beli.

Disamping itu, untuk jarimah penggelapan yang mempunyai kesamaan dengan

jarimah lain, tidak diperlukan peraturan (asas legalitas) yang khusus. Cukup apabila

jarimah-jarimah tersebut mempunyai kesamaan sifat yang telah ditentukan secara

umum. Oleh karena itu, kemungkinannya jarimah yang berbeda akan mendapat

hukuman yang sama, sebagai contoh jarimah penggelapan dengan jarimah pencurian

yang dasar perbedaanya adalah benda atau objeknya apabila benda tersebut dalam

kekuasaanya maka disebut tindak pidana penggelapan, sedangkan benda tersebut

diluar kekuasannya adalah bentuk tindak pidana pencurian. Hal tersebut merupakan

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

61

dasar perbedaan kedua jarimah. Namun itulah yang dimaksud dengan jarimah ta’zir

bersifat elastis atau fleksibel.

Adapun persamaan kedua jarimah tersebut adalah tindakan mengambil

sesuatu benda atau barang yang bukan milik sipelaku jarimah, sebagai objek jarimah.

Oleh karena itu, ketentuan sanksi perbuatan tersebut diserahkan kepada penguasa dan

hakim akan memilihnya dari rangkaian hukuman yang ada.

Kadar dan batas dari jarimah penggelapan diqiaskan dengan jarimah

pencurian. Kadar dan batas pencurian adalah: tentang batasan atau nisab tersbut,

menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik mengatakan seperempat dinar, sedangkan

Imam Abu Hanifah mengatakan sepuluh dirham atau satu dinar, berdasarkan Hadits

Nabi:

ال في د ينا ر ا و عشر د ر ا همال تقطع يد ا لسا ر ق ا

) رواه البخا ري و مسلم (

Artinya:

“Tidaklah dipotong tangan pencuri, kecuali pada satu dinar atau sepuluh dirham.”

Di samping itu, ada yang mengatakan (seperti Ibnu Rusyd) batasan tersebut

adalah mpat dinar, seperti Hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim,

melalui perawi siti Aisyah:

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

62

ال تقطع يد ا لسا ر ق ا ال في ر بع د ينا ر فصا عدا

)رواه البخا ري و مسلم(

Artinya:

“Janganlah dipotong tangan pencuri, kecuali pada empat dinar atau lebih.”

(H.R.BukhariMuslim)

Mengenai batas tangan yang dipotong, Imam Asy-Syafi’I, Imam Abu

Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Daud Azh-Zhahiri sepakat

bahwa batas tangan yang dipotong adalah dari pergelangan tangan kebawah.

Jadi apabila benda yang digelapkan dalam bisnis CPO mencapai nisab atau

kadar, maka perspektif hukum islam adalah dikenakan hukuman potong tangan

berdasarkan Hadits Nabi, pendapat para imam dan ulama dan termasuk kedalam

jarimah ta’zir yang hukumannya diserahkan kepenguasa dan hakim yang biasanya

memilih hukum mengqiaskan tindak pidana penggelapan kepada pencurian, yang

keduanya memiliki kesamaan unsur jarimah.

Adapun hukuman untuk tindak pidana pencurian, sebagai tolak ukur sanksi

tindak pidana penggelapan, yaitu apabila delik pidana telah dapat dibuktikan maka

pelaku dapat dikenai dua macam hukuman sebagai bahan pertimbangan hakim,

adalah:

1. Penggantian kerugian (Dhaman).

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

63

2. Hukuman potong tangan.48

1. Penggantian Kerugian (Dhaman)

Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-miridnya penggantian kerugian dapat

dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan. Akan

tetapi, apabila hukuman potong tangan dilaksanakan maka pencuri tidak dikenakan

penggantian kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukum potong tangan dan

penggantian kerugian tidak dapat dilakukan sekaligus bersama-sama. Alasannya

adalah bahwa Al-Qur’an hanya menyebutkan hukuman potong tangan untuk tindak

pidana pencurian, sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Maaidah ayat 38, dan

tidak menerangkan penggantian kerugian.

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potangan dapat dilakukan

bersama-sama, Alasan mereka adalah bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang

menyinggung, pertama adalah hak Allah dan kedua hak manusia sebagai pengganti

kerugian.

Menurut Imam Malik dan murid-muridnya, apabila barang yang dicuri sudah

tidak ada dan pencuri adalah orang yang mampu maka ia diwajibkan mengganti

kerugian sesuai dengan nilai barang yang dicuri, disamping ia dikenakan hukuman

potong tangan. Akan tetapi, apabila ia tidak mampu maka ia hanya dijatuhi hukuman

potong tangan dan tidak dikenai penggantian kerugian.

48 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 90.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

64

2. Hukuman Potong Tangan

Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana

pencurian, Ketentuan ini didasarkan pada Firman Allah dalam surah Al-Maaidah ayat

38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan

keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksaan dari Allah.

Dan Allah Maha perkasa lagi bijaksana”.49

49 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 90-91.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

65

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

Dari pembahasan kajian Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana

Penggelapan Dalam Bisnis CPO, maka dapat diambil kesimpulan dan saran-saran

sebagai berikut:

Kesimpulannya adalah:

1. Tindak pidana penggelapan yaitu, barang siapa dengan sengaja dan

melawan hukum mmiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik

orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam

karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahum atau denda

paling banyak Rp. 900,00.

2. Tindak pidana penggelapan didalam bisnis CPO terdapat beberapa motif,

yaitu:

1. Tindak pidana penggelapan yang terjadi pada tangki timbun didermaga

pelabuhan, dengan cara mengambil keuntungan dari nilai pinalti.

2. Tindak pidana penggelapan yang terjadi pada jalur darat:

a. Pengencingan (mengurangi volume).

b. Kerjasamanya sopir dengan DLLAJR.

c. Kerjasamanya sopir dengan bajing loncat.

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

66

3. Tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana dalam bisnis CPO adalah:

Terdapat unsur menentang kepercayaan dan memanipulasi berat

timbangan dan zat dari CPO, maka mengenai delik penggelapan tersebut

diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Abu Daud dan juga oleh muslim. Menurut

riwayat muslim yang bersumber pada ‘Aisyah, beliau telah berkata : Ada

seorang perempuan Machzumiyah telah meminjam barang dan ia telah

menentangnya (maksudnya tidak mau mengembalikannya, atau

menggelapkannya) maka Nabi Muhammad SAW. telah memerintahkan

untuk dipotong tangannya.

Menurut pendapat jumhur ulama, riwayat mengenai penggelapan

adalah ganjil, dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan dasar hukum,

sehingga adanya perbedaan pendapat mengenai tindak pidana penggelapan.

Sedangkan beberapa pendapat para imam dan ulama dan termasuk

kedalam jarimah ta’zir yang hukumannya diserahkan kepenguasa dan

hakim yang biasanya memilih hukum mengqiaskan tindak pidana

penggelapan kepada pencurian, yang keduanya memiliki kesamaan unsur

jarimah yang sanksinya bila mencapai kadar yang telah ditentukan maka

dijatuhui hukuman potong tangan.Batasan tersebut adalah empat dinar,

seperti Hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim, melalui perawi

siti Aisyah:

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

67

ال تقطع يد ا لسا ر ق ا ال في ر بع د ينا ر فصا عدا

) رواه البخا ري و مسلم(

Artinya:

“Janganlah dipotong tangan pencuri, kecuali pada empat dinar atau lebih.”

(H.R.BukhariMuslim)50

4. Sanksi Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO menurut hukum Islam adalah

potong tangan berdasarkan hadits Nabi, yang diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai,

Abu Daud dan juga oleh muslim. Menurut riwayat muslim yang bersumber pada

‘Aisyah, beliau telah berkata : Ada seorang perempuan Machzumiyah telah

meminjam barang dan ia telah menentangnya (maksudnya tidak mau

mengembalikannya, atau menggelapkannya) maka Nabi Muhammad SAW. telah

memerintahkan untuk dipotong tangannya.

50 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 90.

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

68

Sedangkan saran-saran sebagai berikut:

1. Pemerintah seharusnya lebih menegakan dan bersifat tegas demi hukum

mengatasi permasalahan dibidang bisnis dan segala bidang, yang

didalamnya terdapat unsur melawan hukum, serta memecahkan

permasalahan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana

penggelapan dengan melihat faktor-faktor penyebabnya.

2. Dalam perkuliahan seharusnya lebih mengangkat hal-hal yang berkaitan

dengan segala aspek kehidupan yang terdapat tindak pidana penggelapan

termasuk dalam ruang lingkup keluarga yang ditinjau oleh hukum Islam,

tidak hanya seputar pencurian dengan hukuman.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

69

DAFTAR PUSTAKA

Al – Qur’an dan Terjemahannya, Semarang : CV Wicaksana, cet. Ke-1, 1991.

Adiputra Leo Krishna, Wawancara Direktur PT Multi Business, Tgl 10 Maret

2007.

Ali Zainuddin M.A. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, cet

pertama.

Amin Suma Muhammd, Pidana Islam di Indaonsia, Jakarta: Pustaka Firdaus,

2001, cet pertama.

Aminuddin, Membangun sistem Ekonomi Alternatif : Prespektif Islam, Terj,

Surabaya : Risalah Gusti, 1996.

Chazawi Adami, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Malang : Bayumedia, 2004.

Hakim Rahmat, Drs., Hukum Pidana Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Haliaman S.H., Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah,

Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1971.

Hamzah Andi, S.H., KUHP Dan KUHAP, Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005.

http: // www.bisnis.com.

http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg00219.html.

Kasmir dan Jakfar, Studi kelayakan Bisnis, Prenada Media, Kencana, 2003.

Lamintang, S.H. dan Samosir Djisman, S.H., Delik-delik Khusus, Bandung:

Tarsito, 1979.

Majalah Ekonomi Syariah, Ekaba-Usakti, Vol. 2 No. 3, 2003.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

70

Poernomo Bambang, SH., Pertumbuhan Hukum Penyimpangan Diluar Kodifikasi

Hukum Pidana, Jogjakarta :Bina Aksara, 1984.

Rosyada Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Lembaga Studi Islam

dan Kemasyarakatan, 1992.

Schacht Joseph, Pengantar Hukum Islam, Jogjakarta :Islamika, 2003, Cet.

Pertama.

Tanthowi Muhammad, Problematika Pemikiran Muslim, Jogjakarta: Adi

Wacana, 1998.

Teguh Hendra dan Rusli A, Manajemen Pemasaran, Jakarta : Prehalindo, Jilid

I, 1997.

Wardi Muslich Ahmad, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Widjaja Gunawan, Seri Aspek Dalam Bisnis, Jakarta : Kencana, cet. Ke-1, 2004.

Widjaja Gunawan Dan Muljadi Kartini, Jual Beli, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 2004.

.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/18690/1/KARUNIAL... · dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan

71