BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial atau yang biasa disebut dengan
zoon politicon merupakan ciptaan Tuhan yang tidak dapat hidup sendirian
tetapi memerlukan bantuan dan interaksi dengan sesama manusia lainnya.
Dalam kegiatan berinteraksi antara satu manusia dengan manusia lain
tidak selalu berjalan lancar dan tanpa gangguan, terkadang segala macam
bentuk perselisihan akan selalu muncul baik bentuk perselisihan kecil yang
dapat diselesaikan antar individu manusia secara kekeluargaan maupun
bentuk perselisihan besar yang memerlukan bantuan pihak ketiga sebagai
penengah. Untuk dapat menghindari perselisihan, manusia membutuhkan
adanya pedoman atau kaidah yang mengatur bagaimana baiknya
bertingkah laku dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Kaidah hukum
adalah petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana seharusnya kita berbuat,
bertingkah laku, tidak berbuat dan tidak bertingkah laku di dalam
masyarakat1. Kaidah hukum merupakan peraturan-peraturan yang timbul
dari norma hukum yang dibuat oleh penguasa negara2. Kaidah hukum
yang menjadi patokan atau pedoman bersumber dari beberapa hal di
antaranya dari Tuhan, Undang-Undang, Yurisprudensi, Doktrin dan
Traktat.
1 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hal.,3. 2 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesa, Rineka Cipta, Jakarta,
2011, hal., 55.
-
2
Sebagai salah satu sumber hukum, Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 atau yang biasa disebut UUD 1945
sebagai dasar konstitusional Indonesia, dalam Pasal 1 Ayat 3 Undang-
Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa: “Negara Indonesia adalah Negara
hukum”. Ini merupakan sebuah deklarasi tegas bahwa segala hal yang
berkaitan dengan Indonesia harus didasarkan pada hukum. Setiap
perbuatan hukum yang dilakukan oleh antar individu akan menimbulkan
akibat hukum. Seperti pada setiap perselisihan-perselisihan yang terjadi di
antara rakyat Indonesia jika dirasa dengan cara kekeluargaan kurang
mencapai rasa keadilan maka dapat diselesaikan dengan ketentuan hukum
yang berlaku di Indonesia. Karena perselisihan yang terjadi semakin
banyak dan beraneka macam yang harus segera diselesaikan, maka
dibutuhkan suatu wadah atau lembaga khusus bagi para pencari keadilan
yang dapat menampung, menyelesaikan dan mengadili seadil-adilnya
secara tegas. Suatu wadah atau lembaga khusus yang dimaksud ialah
lembaga Peradilan. Hal ini dipertegas dimana Negara Indonesia
merupakan Negara yang menganut prinsip trias politica atau pembagian
kekuasaan yang terdiri atas lembaga legislative, lembaga eksekutif dan
lembaga yudikatif . Legislatif adalah lembaga yang membuat undang-
undang, eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang dan
yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan
Negara secara keseluruhan, dengan kata lain yudikatif adalah lembaga
peradilan. Karena adanya perbedaan masing-masing perselisihan maka
-
3
dibutuhkan lembaga peradilan yang berbeda-beda pula yang
kewenangannya khusus menjadi bagian salah satu lembaga peradilan.
Peradilan adalah segala sesuatu atau sebuah proses yang dijalankan di
Pengadilan yang berhubungan dengan tugas memeriksa, memutus dan
mengadili perkara dengan menerapkan hukum dan/atau menemukan
hukum “in concreto” (hakim menerapkan peraturan hukum kepada hal-hal
yang nyata dihadapkan kepadanya untuk diadili dan diputus) untuk
mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil, dengan
menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal3.
Disimpulkan bahwa peradilan adalah proses untuk mencari dan
menegakkan keadilan sedangkan pengadilan adalah lembaga atau tempat
untuk mencari dan mendapatkan keadilan. Tugas pokok dari Pengadilan
adalah menerima, memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya, perkara-perkara tersebut haruslah
perkara yang merupakan kewenangannya4. Kewenangan khusus yang
dimaksud dari suatu pengadilan yaitu untuk memeriksa, mengadili dan
memutus suatu perkara yang berkaitan dengan jenis dan tingkatan
pengadilan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dari pembagian masing-masing lingkungan dan kewenangannya,
maka antara satu pengadilan dan pengadilan lain memiliki kompetensi
mengenai kekuasaan mengadili yang disebut yurisdiksi.
3https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-
pengadilan, diakses pada tanggal 29 Oktober 2012, pukul 13.35. 4Ibid., hal., 83.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-pengadilanhttps://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548d38322cdf2/perbedaan-peradilan-dengan-pengadilan
-
4
Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 telah mengalami
Amandemen sebanyak 4 (empat) kali yang dilakukan pada tahun 1999,
2000, 2001, dan 2002. Dalam Amandemen ketiga, pada bidang kehakiman
lahirlah lembaga yang kedudukannya sejajar dengan Mahkamah Agung
(MA) yaitu Mahkamah Konstitusi (MK). Hal ini ditegaskan dalam Pasal
24 Ayat (2) UUD 1945 Amandemen Ketiga bahwa: “Kekuasaan
Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung (MA) dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha Negara (TUN), dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”. Dilihat dari rumusan pasal tersebut, bahwa badan-badan
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh dua lembaga yaitu Mahkamah
Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung mengawal undang-
undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, maka semua
jenis konflik, pertentangan, pelanggaran norma yang terdapat dalam
undang-undang dan peraturan perundang-undangan di bawahnya diadili
dan diputus oleh pengadilan dalam lingkungan Mahkamah Agung,
sedangkan Mahkamah Konstitusi mengawal UUD 19455.
Untuk mewujudkan adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka,
maka telah diadakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang
5 Ariesta Carmelia, Peran Pemerintah dan Pengadilan Hubungan Indutrial, Universitas
Brawijaya, Malang, 2014, hal., 14
-
5
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang
diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman, dan sekarang telah diganti menjadi Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Disini akan dibahas
mengenai dua badan pengadilan dalam lingkup peradilan umum yaitu
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Hubungan Industrial.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UU No. 49 Tahun 2009 tentang
Peradilan Umum yang dimaksud dengan Pengadilan yaitu: “Pengadilan
adalah pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di lingkungan peradilan
umum”. Dalam UU No. 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum, selain
mengatur mengenai Pengadilan yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi. Juga mengatur mengenai pengadilan khusus yang dijelaskan dalam
Pasal 1 Ayat 5 UU No. 49 Tahun 2009, yang dimaksud Pengadilan Khusus
yaitu: “Pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa,
mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk
dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang”. Dapat dilihat
bahwa di dalam Pengadilan Negeri Tingkat Pertama di dalamnya juga
terdapat Pengadilan-pengadilan khusus yang kewenangannya atau
kompetensi mengadili harus terpisah sesuai bagian masing-masing.
Pengadilan Negeri merupakan wadah untuk mendapatkan
ketetapan hukum seperti jenis perkara-perkara perdata tertentu. Adapun
perkara-perkara perdata tertentu yang dapat diselesaikan di pengadilan
-
6
negeri seperti perkara perceraian, wanprestasi, pembagian harta,
perjanjian, waris, perbuatan melawan hukum dan tanah. Sementara
pengadilan lain yang berada pada lingkungan peradilan umum juga
memiliki kekhusususan jenis perkara-perkara tertentu yang hanya dapat
diselesaikan oleh pengadilan tersebut di luar pengadilan negeri. Salah
satunya mengenai perkara-perkara ketenagakerjaan yang hanya dapat
diselesaikan melalui pengadilan hubungan industrial. Kewenangan
mengadili atau kompetensi absolute dari Pengadilan Hubungan Industrial
hanya terbatas atau khusus memeriksa, mengadili dan memberikan
putusan terhadap perselisihan hubungan industrial, yakni perselisihan hak,
perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Mengenai masalah ketenagakerjaan, Indonesia memiliki sumber
hukum formal diantaranya6:
1. Undang-Undang
Dua undang-undang yang sangat penting mengatur mengenai masalah
ketenagakerjaan adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
2. Kebiasaan
6 Abdul R. Budiono, Hukum Perburuhan, Cetakan Kedua, Indeks, Jakarta, 2011, hal., 16-20.
-
7
Hukum ketengakerjaan tertulis mengatur sebagian saja dari perilaku
para subjek hukum ketenagakerjaan, sebagian lain perilaku subjek
hukum ketenagakerjaan dijumpai dalam kebiasaan.
3. Keputusan
Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial di dalamnya mengatur bahwa jika bermacam-
macam lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial tidak
berhasil menyelesaikan perselisihan, maka perselisihan itu dapat
diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Lahirnya Pengadilan
Hubungan Industrial lebih memungkinkan pembentukan hukum
ketenagakerjaan lewat putusan.
4. Traktat
Perjanjian internasional memuat peraturan-peraturan hukum yang
mengikat secara umum, sehingga masing-masing Negara sebagai
rechtspersoon terikat oleh perjanjian internasional.
5. Perjanjian
Salah satu jenis perjanjian dalam bidang ketenagakerjaan adalah
perjanjian kerja.
Adanya hubungan kerja yang terjalin antara pekerja dan pengusaha
didasari oleh suatu perjanjian kerja yang telah disepakati bersama. Di
dalam isi perjanjian kerja harus memuat klausula-klausula yang mengatur
tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak. Tanpa adanya suatu
perjanjian kerja tidak mungkin terjalin suatu hubungan kerja yang
-
8
berkekuatan hukum. Berdasarkan Pasal 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan hubungan kerja yaitu: “Hubungan
antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja,
yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah.” Ketiga unsur
tersebut yakni pekerjaan, upah dan perintah harus ada di dalam hubungan
kerja, jika salah satu unsur tidak terdapat maka tidak dapat disebut sebagai
hubungan kerja. Klausula-klausula mengenai unsur pekerjaan apa saja
yang akan dilakukan, klausula-klausula mengenai upah-upah apa saja yang
harus dibayarkan oleh pengusaha dan diterima oleh pekerja/buruh, serta
klausula-klausula mengenai pengusaha sebagai pemberi perintah dalam
hubungan kerja harus dicantumkan ke secara jelas dan padat sehingga isi
perjanjian kerja dapat dipahami oleh pekerja/buruh. Dalam hubungan kerja
agar tidak bersifat menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak
lain harus ada suatu ketentuan baku yang dijadikan dasar pijakan,
ketentuan-ketentuan tersebut salah satunya dibuat oleh pemerintah.
Pemerintah sebagai aparatur Negara mempunyai kewajiban membuat
undang-undang dan ketentuan ketenagakerjaan seadil-adilnya sehingga
kedudukan pengusaha dan pekerja/buruh dapat seimbang. Namun, dalam
hubungan kerja yang terjalin tidak seluruhnya berjalan lancar, berbagai
macam bentuk perselisihan akan silih berganti datang menghiasi.
Perselisihan semacam ini disebut dengan perselisihan hubungan indusrial.
Seperti pada kasus perselisihan yang terjadi antara PT. East West
Seed Indonesia dengan Marno dan PT. Benih Citra Asia. Dimana terjadi
-
9
konflik atau sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Negeri
Cilacap dengan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang. Kasus yang
dilatar belakangi oleh Marno sebagai Tergugat bekerja di PT East West
Seed Indonesia sebagai Penggugat pada 23 April 2001, dari tahun ke tahun
Tergugat mengalami kenaikan jabatan semula dari Assistent Plant Breeder
menjadi Senior Plant Breeder dengan melakukan pemuliaan tanaman
antara lain pada tanaman Semangka Amara; Semangka Palguna;
Semangka Oriana; dan Paria Dulco. Namun, pada tanggal 7 Mei 2012,
Tergugat mengundurkan diri dari PT. East West Seed Indonesia. Untuk
mendapatkan uang pisah dari Penggugat, sesuai dengan Peraturan
Perusahaan PT. East West Seed Indonesia Pasal 40 Angka (1) huruf b
Tahun 2011-2013 dikatakan bahwa:
“Pekerja Mengundurkan Diri
Pegunduran diri tersebut ditunjukkan kepada pimpinan perusahaan
atau Bagian HRD dan harus diajukan minimal 1 (satu) bulan
sebelumnya. Pekerja yang mengundurkan diri akan mendapatkan
uang pisah apabila:
b.1 Mengundurkan diri sesuai prosedur.
b.2 Menandatangani surat pernyataan bermaterai tidak pindah
bekerja pada Perusahaan sejenis atau kompetitior minimal 1 (satu)
tahun setelah tanggal berakir kerja.”
Atas pengunduran dirinya, Tergugat membuat Surat Pernyataan
Tertanggal 28 Mei 2012 sebagaimana dimaksud pada Pasal 40 angka (1)
huruf b poin b.2 Peraturan Perusahaaan yang bermaterai cukup dan
ditandatangani, yaitu:
a. Tidak akan melakukan pemuliaan tanaman yang sama/sejenis
(breeding same crop) yang telah dikerjakan selama di PT. East West
-
10
Seed Indonesia pada perusahaan lain selama jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak tanggal pengunduran diri;
b. Apabila di kemudian hari ingkar terhadap pernyataan yang dibuat
maka bersedia dituntut secara hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Bahwa atas pengunduran diri Tergugat, maka Penggugat memberikan
uang pisah kepada Tergugat sebesar Rp. 53.582.571,- (Lima puluh tiga
juta lima ratus delapan puluh dua ribu lima ratus tujuh puluh satu rupiah)
dengan cara transfer kepada Tergugat.
Bahwa Surat Pernyataan Tertanggal 28 Mei 2012 tersebut
merupakan produk hukum yang dibuat dan ditandatangani Tergugat dalam
keadaan akal dan pikiran yang sehat tanpa pengaruh dan paksaan dari
pihak manapun. Dan merupakan kewajiban yang harus dijalankan
Tergugat untuk mengundurkan diri bekerja dari Penggugat, maka demi
hukum Surat Pernyataan Tertanggal 28 Mei 2012 tersebut patut untuk
dinyatakan sah dan memiliki kekuatan hukum.
Dari surat pernyataan yang dibuat dapat disimpulkan bahwa meskipun
Tergugat telah mengundurkan diri, Tergugat tetap memiliki kewajiban
kepada Penggugat untuk:
a. Tidak bekerja pada Perusahaan sejenis atau competitor minimal 1
(satu) tahun setelah tanggal terhitungnya pengunduran diri. Artinya
kewajiban Tergugat ini baru akan gugur setelah 1 Juni 2013.
-
11
b. Tidak akan melakukan pemuliaan tanaman yang sama/sejenis
(breeding same crop) yang telah dikerjakannya selama di Penggugat
pada perusahaan lain selama jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal
pegunduran diri. Artinya kewajiban Tergugat ini baru akan gugur
setelah 1 Juni 2014.
Setelah Tergugat mengundurkan diri dari perusahaan Penggugat,
Tergugat bekerja pada PT. Benih Citra Asia (Turut Tergugat) yang
merupakan perusahaan sejenis yang bergerak di bidang pemuliaan bibit
tanaman. Beberapa bukti bahwa Marno sedang bekerja di PT. Benih Citra
Asia yaitu dengan adanya Lampiran Keputusan Menteri Pertanian tentang
Pemberian Tanda Daftar Varietas Tanaman Holtikultura atas tanaman
„Paria Varietas MC 698‟ yang diterbitkan pada Februari 2013. Di dalam
Keputusan Menteri tersebut tercantum nama Tergugat sebagai peneliti
„Paria Varietas MC 698‟ yang dimohonkan oleh Turut Tergugat. Dan
Lampiran Keputusan Menteri Pertanian tentang Pemberian Tanda Daftar
Varietas Tanaman Holtikultura atas tanaman „Semangka WM 1410‟ yang
diterbitkan pada bulan Februari 2013. Di dalam Keputusan Menteri
tersebut juga dicantumkan nama Tergugat sebagai peneliti „Semangka
WM 1410‟ yang dimohonkan oleh Turut Tergugat.
Menanggapi gugatan tersebut, Tergugat memberikan jawaban
yang berisi bantahan terhadap seluruh gugatan penggugat pada pokok
perkara. Selain itu, Turut Tergugat juga memberikan jawaban bahwa
menolak dan membantah seluruh isi gugatan penggugat pada pokok
-
12
perkara. Dalam jawabannya, baik Tergugat maupun Turut Tergugat tidak
menggunakan kesempatannya untuk melakukan eksepsi baik eksepsi
prosesual maupun eksepsi material. Tergugat dan Turut Tergugat juga
membuat surat keterangan tertanggal 11 Agustus 2015 bahwa tidak akan
menghadiri persidangan, dengan demikian Tergugat dan Turut Tergugat
tidak mengajukan alat bukti apapun.
Berdasarkan gugatan tersebut, pengadilan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan sah dan berkekuatan hukum Surat Pernyataan yang
dibuat dan ditandatangani Tergugat tertanggal 28 Mei 2012.
3. Menyatakan Tergugat telah wanprestasi terhadap Penggugat.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat
sebesar Rp. 53.582.571 (Lima puluh tiga juta lima ratus delapan
puluh dua ribu lima ratus tujuh puluh satu rupiah).
5. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi putusan atas perkara
ini.
6. Menghukum Tergugat untuk membayar seluruh biaya yang timbul
dalam perkara ini sejumlah Rp. 621.000 (Enam ratus dua puluh satu
rupiah).
7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa dalam kasus
gugatan oleh PT. East West Seed Indonesia kepada Marmo sebagai
-
13
Tergugat dan PT. Benih Citra Asia sebagai Turut Tergugat mengandung
adanya beberapa unsur, yaitu: hubungan kerja antara PT. East West Seed
Indonesia dan Marno, pengunduran diri Marno, pemberlakukan peraturan
perusahaan (PP) pada saat Marno menundurkan diri, dan pelanggaran surat
pernyataan Marno. Beberapa unsur dalam kasus tersebut menimbulkan
persoalan tentang sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan
Negeri Cilacap dengan Pengadilan Hubungan Industrial Semarang,
sehingga menarik untuk diteliti.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
Apakah Pengadilan Negeri Cilacap mempunyai kewenangan untuk
mengadili perkara antara PT. East West Seed Indonesia dengan Marno dan
PT. Benih Citra Asia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dari proposal ini yaitu untuk mengetahui apakah
Pengadilan Negeri Cilacap mempunyai kewenangan mengadili perkara
antara PT. East West Seed Indonesia kepada Marno dan PT. Benih Citra
Asia.
C. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem
-
14
norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari
peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta
doktrin (ajaran)7. Selain itu, menurut Peter Mahmud Marzuki
penelitian hukum normative adalah suatu proses untuk menemukan
suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin
hukum untuk menjawab permasalahan yang dihadapi8.
2. Teknik dan Jenis Pengambilan Data
a. Teknik pengumpulan data pada skripsi ini melalui studi pustaka.
b. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
sekunder. Data Sekunder yang terdiri dari :
1. Bahan Hukum Primer:
- Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan;
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial;
- Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman;
- Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan
Umum;
- Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor
27/Pdt.G/2015/PN Clp.
7Dualisme penelitian hukum,hal., 34.
8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, 2011, Surabaya, hal., 35.
-
15
2. Bahan-bahan hukum sekunder, berupa: Semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi
tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum,
jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan9. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
terdiri atas buku atau jurnal hukum yang berisi mengenai prinsip-
prinsip dasar (asas hukum), pandangan para ahli hukum (doktrin),
hasil penelitian hukum, kamus hukum dan ensiklopedia hukum,
wawancara dengan narasumber seorang ahli hukum untuk
memberikan pendapat hukum tentang suatu fenomena bisa
diartikan sebagai bahan hukum sekunder10
.
9Ibid., hal., 181.
10 Dualisme, Opcit., hal., 43.