BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2006... ·...

37
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ubi kayu terbesar kedua setelah beras. Singkong (Manihot utilisima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon, yang mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi sebanyak 32,4 gr dan kalori 567,0 gr dalam 100 gr singkong. Dengan demikian singkong dapat dipakai sebagai pengganti beras. Pada dasarnya olahan singkong dalam industri dapat digolongkan menjadi 3 yaitu hasil fermentasi singkong (tape atau peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), dan tepung singkong atau tepung gaplek. Salah satu bentuk olahan setengah jadi dari ubi kayu yang banyak diproduksi di Indonesia adalah gaplek. Gaplek merupakan bentuk olahan sementara sebelum diolah menjadi tiwul. Bagian terbesar gaplek yang ada di Indonesia dijadikan produk pangan, salah satunya adalah “Tiwul”. Tiwul merupakan salah satu makanan tradisional yang dijadikan makanan pokok sebagian masyarakat Jawa Tengah, terutama di daerah pegunungan dan pedesaan terpencil, khususnya di daerah Gunung Kidul. Selain itu tiwul instan juga diharapkan dapat didayagunakan untuk persediaan bahan pangan ketika ada bencana, musim paceklik dan lain-lain, sehingga dapat mencukupi kebutuhan zat gizi. Tiwul kaya akan karbohidrat, sebagai makanan jajanan tiwul mempunyai nilai gizi yang rendah khususnya protein, untuk menutupi kekurangan tersebut dalam mengkonsumsi ubi kayu dan hasil olahannya perlu ditambahkan bahan pangan sumber protein tinggi. Untuk itu dilakukan teknik nutrifikasi dalam pengolahan bahan pangan sehingga dapat melengkapi kandungan zat gizi. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah telur dalam bentuk tepung. Sehingga didapatkan produk makanan tradisional yang dapat diterima oleh konsumen, mudah dalam penyiapan, mempunyai mutu gizi yang baik, mempertahankan nilai dan citra makanan tradisional, serta dapat

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdigilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2006... ·...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ubi kayu terbesar

kedua setelah beras. Singkong (Manihot utilisima) disebut juga ubi kayu atau

ketela pohon, yang mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi sebanyak

32,4 gr dan kalori 567,0 gr dalam 100 gr singkong. Dengan demikian

singkong dapat dipakai sebagai pengganti beras. Pada dasarnya olahan

singkong dalam industri dapat digolongkan menjadi 3 yaitu hasil fermentasi

singkong (tape atau peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), dan tepung

singkong atau tepung gaplek.

Salah satu bentuk olahan setengah jadi dari ubi kayu yang banyak

diproduksi di Indonesia adalah gaplek. Gaplek merupakan bentuk olahan

sementara sebelum diolah menjadi tiwul. Bagian terbesar gaplek yang ada di

Indonesia dijadikan produk pangan, salah satunya adalah “Tiwul”. Tiwul

merupakan salah satu makanan tradisional yang dijadikan makanan pokok

sebagian masyarakat Jawa Tengah, terutama di daerah pegunungan dan

pedesaan terpencil, khususnya di daerah Gunung Kidul. Selain itu tiwul instan

juga diharapkan dapat didayagunakan untuk persediaan bahan pangan ketika

ada bencana, musim paceklik dan lain-lain, sehingga dapat mencukupi

kebutuhan zat gizi.

Tiwul kaya akan karbohidrat, sebagai makanan jajanan tiwul

mempunyai nilai gizi yang rendah khususnya protein, untuk menutupi

kekurangan tersebut dalam mengkonsumsi ubi kayu dan hasil olahannya perlu

ditambahkan bahan pangan sumber protein tinggi. Untuk itu dilakukan teknik

nutrifikasi dalam pengolahan bahan pangan sehingga dapat melengkapi

kandungan zat gizi. Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah telur dalam

bentuk tepung. Sehingga didapatkan produk makanan tradisional yang dapat

diterima oleh konsumen, mudah dalam penyiapan, mempunyai mutu gizi yang

baik, mempertahankan nilai dan citra makanan tradisional, serta dapat

2

mengupayakan peningkatan penyediaan kecukupan konsumsi energi dan

protein.

Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang dikurangi

kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan, penghancuran

dan pengayakan. Apabila akan memanfaatkannya harus dilakukan proses

pematangan terlebih dahulu. Tepung telur memiliki umur simpan yang lama

karena berupa tepung yang memiliki kandungan air yang rendah, sehingga

dapat memperlambat proses pembusukan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada pengaruh

penambahan tepung telur terhadap kadar protein dan sifat organoleptik tiwul

instan.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung telur terhadap

produk tiwul instan.

2. Tujuan Khusus

a). Menganalisa protein tepung telur.

b). Menganalisa protein tiwul instan dengan nutrifikasi tepung telur

c). Menguji sifat organoleptik tiwul instan dengan nutrifikasi tepung

telur meliputi rasa, warna, aroma dan tekstur.

D. Manfaat Penelitian

1. Meningkatkan nilai ekonomis ubi kayu (singkong).

2. Menambah anekaragam olahan dari singkong

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penambahan tepung

telur pada tiwul instan.

4. Sebagai alternatif makanan pengganti beras (makanan pokok)

5. Meningkatkan nilai gizi khususnya protein produk tiwul.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Kayu

Tanaman ubi kayu yang dikenal juga dengan nama singkong, ketela

dan lainnya berasal dari Amerika. Saat ini tanaman ubi kayu banyak dijumpai

pada daerah dengan Iklim dan tipe tanah sepanjang negara Tropis. Tanaman

ubi kayu dikenal juga sebagai tanaman tumpang sari.

Hasil yang terbanyak dan terbagus didapat apabila pemanenan

dilakukan pada umur 9 – 12 bulan. Kategori pemanenan adalah bila daun

tanaman ini telah berwarna kekuningan. Umbi yang didapat biasanya

berukuran 30 – 45 cm dengan diameter 5 – 15 cm dan berat 0,9 – 2,3 kg.

Komposisi kimia ubi kayu biasanya bervariasi tergantung dari varietas

disamping faktor luar seperti Iklim, kesuburan tanah dan lain sebagainya.

Komponen pati yang tinggi memungkinkan pati digunakan sebagai sumber

karbohidrat. Kadar pati pada ubi kayu akan sangat dipengaruhi oleh waktu

panen. Kadar amilosa pada ubi kayu adalah sekitar 23%. Kandungan protein

pada ubi kayu sangat rendah dan ubi kayu hanya sedikit mengandung asam

amino yang mengandung gugus sulfur. Asam amino total yang terdapat dalam

ubi kayu adalah 684 mg/100 gr bagian yang dapat dimakan.

TABEL 1

KOMPOSISI KIMIA UBI KAYU

Jumlah Komponen Putih Kuning Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%) Kalsium (mg/100gr) Phosfor (mg/100gr) Vitamin A (SI) Air (%)

34,7 1,2 0,3 33,0 40,0

- 62,5

37,9 0,8 0,3 33,0 40,0 385,0 60,0

Sumber : Suliantri, W.(1990)

4

Ubi kayu mengandung senyawa Sianogenik Glukosida (Linamarin dan

Lotaustralin). Komponen ini apabila terhidrolisa dapat menjadi glukosa,

aseton dan HCN. Berdasarkan kandungan HCN tersebut, ubi kayu dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis diantaranya yang termasuk dalam varietas

manis mempunyai kandungan HCN yang lebih rendah dari 50 gr/kg bahan.

Sedangkan ubi kayu pahit mempunyai kandungan HCN yang lebih besar

daripada 100 gr/kg ubi kayu yang telah dikuliti. Dosis HCN sebesar 50 – 60

mg/50 kg berat laki-laki dewasa dapat menyebabkan kematian apabila

dikonsumsi. Singkong manis kadar HCNnya kurang dari 50 µg/kg menurut

FAO, singkong dengan kadar HCN 50 µg/kg dari berat asal cukup aman untuk

dikonsumsi. Dengan adanya tahap-tahap pembuatan tepung singkong, kadar

HCN berkurang menjadi 10 – 40 µg/kg (Winarno, 1988).

B. Tepung Singkong

Tepung singkong dapat langsung digunakan untuk berbagai jenis

makanan olahan, selain itu juga diarahkan sebagai pemasok industri menengah

atau untuk industri hilir dalam rangka diversifikasi produk olahan, yaitu untuk

industri HFS (High Fructose Syrup), sorbitol, etanol, dan lain-lain, serta dapat

digunakan sebagai tepung campuran pada industri mie, roti, kue-kue, atau

produk-produk makanan lainnya (Departemen Perindustrian, 1990).

Dalam proses pembuatan tepung singkong proses pengeringan

memegang peranan penting. Pengeringan dengan matahari yang terlalu lambat

akan menghasilkan mutu tepung yang kurang baik, khususnya karena

terjadinya proses fermentasi yang akan menyebabkan terjadinya warna yang

lebih gelap dan rasa asam. Untuk memperoleh mutu yang baik, maka

pengeringan secara tepat sangat disarankan. Karena itulah proses pengepresan

(dewatering) sebelum pengeringan merupakan alternatif proses yang bisa

dipilih selalu mempercepat proses pengeringan, proses dewatering ini juga

akan mengurangi kandungan HCN (Prangdimurti, 1991).

Tepung singkong dapat dibuat melalui dua metode yaitu dengan cara

pemotongan dan perajangan atau cara pemarutan dan pemerasan. Kedua cara

itu secara skematis dapat disajikan pada gambar 1.

5

GAMBAR 1

SKEMA PEMBUATAN TEPUNG SINGKONG

PROSEDUR I PROSEDUR II

Sumber : Institut Pertanian Bogor, 1996.

Singkong Segar

Dipotong/dirajang Dicacah/diparut

Dikupas

Dicuci

Dikeringkan/ditepungkan

Pengayakan

Tepung singkong

Singkong Segar

Pemarutan

Pengupasan

Pencucian

Pengurangan kadar air (pengepresan/pemerasan)

Tepung singkong

Penepungan

Penghancuran/penjemuran

Pengayakan

6

Selain untuk mengurangi kadar HCN, pembuatan tepung singkong

terutama pada cara II akan meningkatkan ketahanan terhadap serangan hama.

Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagian kandungan gizi pada tepung

singkong.

Komposisi kimia tepung singkong seperti bahan bakunya (Ubi

singkong) yaitu karbohidrat sebagai komponen utama dengan kadar lemak dan

protein rendah. Adapun komposisi kimia tepung singkong dapat dilihat pada

tabel 2.

TABEL 2

KOMPOSISI KIMIA TEPUNG SINGKONG

Komponen Komposisi

Kadar Air (%)

Karbohidrat (%)

Lemak (%)

Protein (%)

Serat Kasar (%)

Abu (%)

Kadar HCN (ppm)

11,5

83,8

0,9

1,0

2,1

0,7

29

Sumber : Departemen Perindustrian (1989)

C. Tiwul

Produksi ubi kayu di Indonesia sangat tinggi, tetapi bentuk pengolahan

dan pengawetannya masih terbatas. Pengolahan ubi kayu yang paling sering

dijumpai adalah pembuatan gaplek. Dalam pengolahan tepung gaplek yang

banyak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat pedesaan yaitu pembuatan

tiwul.

Didaerah-daerah tertentu tiwul digunakan sebagai makanan pokok

sedangkan diperkotaan , tiwul lebih banyak dijual sebagai makanan jajanan

dengan rasa manis dan biasanya dimakan dengan parutan kelapa, harga

makanan tiwul ini relatif murah. (Yunianta et all, 1997).

7

Tiwul adalah hasil olahan dari tepung ubi kayu melalui proses

tradisional, yang merupakan makanan ½ jadi berstekstur lembut ½ padat yang

merupakan hasil pengukusan tepung gaplek/tepung singkong yang telah

diuleni dengan bantuan sedikit air atau tepung ditambahkan air hingga basah

dan dibentuk butiran-butiran yang seragam dengan ukuran sebesar biji kacang

hijau dan dikukus selama 20 – 30 menit. Tiwul atau tiwul nasi dapat

dikonsumsi langsung sebagai pangan pokok seperti nasi beras padi atau

dicampur dengan parutan kelapa sebagai kudapan. Selain itu tiwul dapat pula

dikeringkan menjadi tiwul instan tradisional yang tahan disimpan lebih dari

satu tahun. (Wargiono, 2003).

Tiwul menurut Ensiklopedia Nasional (1991) adalah makanan dari

gaplek singkong yang ditumbuk atau dihaluskan kemudian dikukus. Makanan

ini biasanya dimakan dengan dicampur sedikit gula jawa atau dengan parutan

kelapa. Walau tiwul sangat rendah dari segi kandungan gizi, karena hanya

mengandung pati, tetapi gizi bisa ditutupi dengan menambah lauk pauk berupa

daging atau sayuran. Tiwul merupakan pilihan dalam upaya mempertahankan

stabilitas ketahanan pangan keluarga bila terjadi defisit pasokan beras (padi).

D. Tiwul Instan

Tiwul instan ini dibuat sebagai produk pengembangan singkong siap

pakai artinya dalam waktu kurang dari 5 menit, singkong yang telah diberi

perlakuan dan ditambahkan air panas saja bisa langsung dikonsumsi.

Tiwul sebagai salah satu makanan yang mudah rusak, karena

kandungan airnya yang cukup tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan

pengolahan lebih lanjut dengan pengeringan atau dibuat produk tiwul instan

diantaranya sebagai makanan pokok. Selain dapat langsung dikonsumsi

sebagai makanan pokok, produk tiwul instan diarahkan sebagai makanan

jajanan. Tiwul instan juga diharapkan dapat didaya gunakan untuk persediaan

bahan pangan ketika ada bencana, musim paceklik dan lain-lain. Untuk

meningkatkan kandungan nilai gizi pada tiwul instan, maka harus

ditambahkan bahan pangan lainnya yang mengandung protein tinggi

(www.kompas.com, 2003).

8

Dua tahap penting dalam pengolahan tiwul instan yaitu gelatinisasi dan

pengeringan.

1. Gelatinisasi

Gelatinisasi menurut Fardiaz (1996) adalah proses perubahan sifat

fisik pati karena adanya air dan pemberian energi, kadang – kadang

tekanan selama waktu tertentu. Pada awal proses gelatinisasi granula pati

yang berisi amilosa dan amilopektin mulai menyerap air. Penyerapan air

meningkat dengan meningkatnya suhu pemanasan yang menyebabkan

granula pati membengkak (swelling). Pada saat membengkak amilosa

mulai berdifusi keluar granula dan akhirnya terbentuk matriks gel setelah

granula runtuh.

Suhu disaat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi. Suhu

gelatinisasi berbeda – beda untuk tiap jenis bahan dan merupakan suatu

kisaran. Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan viscometer, misalnya :

jagung 62 – 70 ºC, beras 68 – 78 ºC, gandum 34,5 – 64 ºC, kentang 58 –

60 ºC, tapioka 52 – 64 ºC (Winarno, 1995).

Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi

molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya

sebelum gelatinisasi. Bahan yang kering tersebut masih mampu meyerap

air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan dalam

pembuatan produk instan (Winarno, 1995).

2. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan

atau mengeluarkan sebagian air tersebut dengan menggunakan energi

panas. Kandungan air bahan dikurangi sampai suatu batas mikroorganisme

tidak dapat tumbuh lagi (Desroisier, 1992).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua yaitu

faktor yang berhubungan dengan udara pengering (yaitu: suhu, kecepatan

volumetric aliran udara pengering dan kelembaban udara) dan faktor yang

berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan (yaitu: ukuran bahan,

kadar air awal dan tekanan parsial di dalam bahan (Taib, dkk., 1988).

9

E. Telur

Telur merupakan sumber protein hewani yang mempunyai nilai zat

gizi tinggi, karena di dalamnya mengandung protein, lemak, hidrat arang, dan

air. Dalam ilmu gizi telur dijadikan patokan untuk membandingkan nilai gizi

bahan makanan lainnya.

Dalam dunia kuliner, telur sangat penting kegunaannya dalam masak-

memasak, karena mudah dimasak, cepat matang, praktis, dan dapat

dihidangkan untuk segala umur. Selain itu telur dapat berfungsi sebagai

pengental, perekat atau pengikat, pelembut atau pengempuk, dan pengembang

suatu masakan serta sebagai penambah aroma dan zat gizi (Tarwotjo, 1998).

Telur merupakan sumber zat gizi yang sangat penting yang dibutuhkan

oleh perkembangan dan pertumbuhan embrio. Protein telur mempunyai nilai

biologis tinggi karena mengandung asam-asam amino yang lengkap

dibandingkan dengan protein hewan lainnya.

Telur mengandung protein yang sangat tinggi, mutu protein, nilai

cerna, dan mutu cerna telur paling baik diantara bahan-bahan makanan

lainnya. Semua bernilai 100% dibandingkan dengan daging mutu proteinnya

hanya 81%, nilai cerna 100% dan mutu cernanya 81%. Ini berarti telur lebih

baik mutunya dari pada daging. Protein telur sangat mudah untuk dicerna,

diserap, dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan

jaringan-jaringan tubuh. Selain itu telur khususnya kuning telur banyak

mengandung vitamin A, D, E dan K. Juga merupakan sumber mineral yang

baik terutama zat besi.

Protein telur terdapat baik pada putih maupun kuning telur. Telur juga

merupakan bahan makanan sumber hewani yang relatif murah dibandingkan

dengan sumber protein hewani yang lain.

Secara umum, telur terdiri atas 3 komponen pokok, yaitu kulit telur

atau cangkang (± 11% dari berat total telur), putih telur (± 57% dari berat total

telur) dan kuning telur (± 32 % dari berat total telur).

Protein telur bernilai biologis tinggi karena merupakan sumber

protein utama. Mutu protein ditentukan oleh komposisi asam aminonya.

Komponen dan kandungan asam amino essensial yang terdapat dalam telur

10

antara lain tryptophan 1,0 mg, isoleucine 3,7 mg, leucine 5,4 mg, lysine 5,4

mg, methionin dan cystine 3,7 mg, phenylalanine dan tyrosin 4,7 mg, threonin

3,1 mg dan valin 3,9 mg (Syarief dan halid, 1993).

Bagian putihnya (albumin) merupakan sumber protein dengan kadar

10 – 11 % sedang bagian kuningnya (yolk) tidak saja merupakan sumber

lemak (35 %) tetapi juga merupakan sumber kalsium dan besi. Meskipun telur

mengandung 74 % air, tetapi telur merupakan sumber yang kaya akan protein

bermutu tinggi. Karena tingginya nilai gizinya, berbagai ahli gizi

menggunakan telur sebagai standar untuk mengukur mutu jenis makanan

lainnya.

Sedangkan kandungan unsur gizi dan kalori dalam telur ayam dapat

dilihat dalam tabel 3.

TABEL 3

KANDUNGAN UNSUR GIZI SERTA KALORI DALAM TELUR AYAM

Kadar per 100 gr Bahan No Unsur Gizi

Putih Telur Kuning Telur

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Energi (Kal)

Air (gr)

Protein (gr)

Lemak (gr)

Karbohidrat (gr)

Mineral (gr)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Besi (mg)

Vitamin A (mg)

Vitamin B (mg)

Vitamin C (mg)

46,00

87,80

10,80

0

0,80

0,60

6,00

17,00

0,20

0

0,01

0

355,00

49,40

16,30

31,90

0,70

1,70

1470

586,00

7,20

600,00

0,27

0

Sumber : Suprapti, (2002)

Protein yang terkandung didalam telur, secara umum sangat

mempengaruhi sifat telur. Adapun sifat telur adalah sebagai berikut :

11

1. Sangat peka terhadap pengaruh asam dan pemanasan (terjadi koagulasi

dan denaturasi)

2. Bila dikocok akan berbuih dan mengembang, namun bila pengocokan

berlebihan maka akan terjadi denaturasi sehingga mengempis kembali.

3. Dalam putih telur mentah dan setengah matang terkandung beberapa jenis

protein diantaranya adalah lysazyne, yang bila dimakan akan terserap

langsung kedalam darah akan berfungsi sebagai zat anti gizi

4. Jenis protein lain yang terdapat dalam telur mentah adalah avidin, avidin

tersebut bersifat racun, dan akan hilang apabila telur tersebut dimasak

(digoreng, direbus, dikukus)

Manfaat telur bagi tubuh manusia selain dikonsumsi sebagai ramuan

obat, lauk pauk juga dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kue,

puding ataupun produk industri pangan lainnya. Telur juga digunakan sebagai

bahan untuk industri lainnya.

Selain manfaat telur banyak, telur juga mempunyai kelemahan yaitu

tidak dapat mempertahankan kesegarannya dalam waktu yang lama. Untuk

dapat mempertahankan kesegaran telur perlu dipelajari terlebih dahulu

struktur, sifat, tanda-tanda kesegaran telur dan akibat dari perlakuan tertentu

serta cara penyimpanannya. Cara penyimpanan telur yang baik dapat

mempertahankan kualitas dan kesegaran telur. Penyimpanan telur menjadi

tepung telur sedikit mengubah nilai gizi telur, tetapi terjadi perubahan warna

kuning telur yaitu karena kandungan karotin.

Dalam bentuk tepung telur lebih memudahkan dalam penyimpanan

dan lebih tahan lama. Tepung telur dibuat dengan cara mengeringkan telur

segar, setelah melalui berbagai proses persiapan pengeringan dapat dilakukan

terhadap putih telur (albumin), kuning telur (yolk), maupun campuran putih

dan kuning telur (whole). Dengan menggunakan “spray dryer”, “drum

dryer”, maupun oven.

F. Tepung Telur

Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang dikurangi

kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan, penghancuran

12

dan pengayakan. Apabila akan memanfaatkannya harus dilakukan proses

pematangan terlebih dahulu. Tepung telur memiliki umur simpan yang lama

karena berupa tepung yang memiliki kandungan air yang rendah, tepung telur

dibuat tanpa adanya pemisahan antara bagian kuning dengan putih telurnya.

Dalam bentuk tepung selain awet, juga diperoleh beberapa keuntungan

antara lain volume bahan jauh lebih kecil sehingga menghemat ruang

penyimpanan, pendistribusian atau pengangkutan lebih mudah dilakukan

(ringan, ringkas atau tidak memakan banyak tempat, dan tidak mungkin

pecah), jangkauan pemasaran lebih luas, penggunaannya lebih beragam dan

dapat ditentukan secara tepat tanpa ada resiko kelebihan atau tersisa (Suprapti,

2002). Adapun komposisi gizi tepung telur dapat dilihat pada tabel 4.

TABEL 4

KOMPOSISI GIZI TEPUNG TELUR

Zat Gizi Kadar

Protein (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

Mineral (%)

Total padatan (%)

Air (%)

48,5

43,5

-

4,5

96,5

3,5

Sumber : Syarief dan Halid, (1993)

Putih telur dalam bentuk kering atau tepung kandungan proteinnya

lebih banyak yaitu sekitar 83 % dibanding dalam bentuk air yang hanya

mengandung 10 – 11 % saja (Deman, 1997). Sifat fungsional dalam

pembuatan tepung telur sangat penting untuk dipertahankan karena akan

menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan

makanan olahan. Daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur

umumnya tidak banyak berbeda dibandingkan dengan keadaan segarnya.

1. Jenis Tepung Telur

Tepung telur dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu tepung putih

telur, tepung kuning telur dan tepung telur utuh (campuran putih telur dan

kuning telur). Tepung putih telur ialah hasil pengeringan cairan putih telur

13

yang bebas kuning telur. Umumnya dikeringkan dengan pengeringan lapis

tipis atau pengeringan busa, karena sifat putih telur yang relatif tidak tahan

panas.

Tepung kuning telur umumnya tidak 100 % terbuat dari kuning

telur, karena sangat sulit memisahkan kuning telur dan putih telur,

biasanya merupakan campuran dari 80 % kuning telur dan 20 % putih

telur. Dalam proses pembuatannya, biasanya digunakan pengering semprot

(spray drier). Sedangkan tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning

dan putih telur dengan proporsi alamiah telur segar.

Indonesia belum mempunyai standar mutu untuk tepung telur,

tetapi parameter-parameter mutu tepung telur yang diutamakan ialah kadar

air (< 5 %), kadar lemak, kadar protein, warna, aroma dan tidak adanya

Salmonella. Kadar gula yang dikehendaki maksimal 0,1 %, karena gula

dapat menyebabkan reaksi pencoklatan selama penyimpanan. Keadaan ini

dapat diatasi dengan mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur

sebelum dikeringkan dengan cara fermentasi menggunakan ragi

Saccharomyces cereviciae, bakteri Streptococcus lactis atau enzim

glukosa oksidase ( Rahardi, 2004)

Pengeringan telur dapat membunuh 99,9 % mikroorganisme

termasuk Salmonella sp, bakteri coliform seperti Proteus sp dan

Pseudomonas sp, juga sebagian besar kapang dan khamir (Syarief dan

Halid, 1993).

2. Penggunaan Tepung Telur

Sebelum digunakan sebagai bahan pangan, umumnya tepung telur

diubah menjadi bentuk cair ledih dahulu agar dapat menghasilkan adanon

yang lunak. Penambahan air dilakukan sampai keadaan seperti cairan yang

dihasilkan dari telur segar.

Tepung putih telur yang dihasilkan dari pengering semprot banyak

dimanfaatkan sebagai pelapis kue, sebagai bahan pada kue yang

memerlukan daya busa tinggi dalam pembuatannya, juga banyak

digunakan dalam industri permen. Untuk tepung kuning telur banyak

digunakan dalam pembuatan roti, kue lapis, donat, kue kering,

14

mayonnaise, mie telur dan lain-lain. Sedangkan tepung telur utuh cocok

digunakan dalam pembuatan mayonnaise, kue, mie telur, telur dadar,

makanan bayi, makanan kaleng lain dan bermacam-macam makanan

ringan (Rahardi, 2004).

3. Teknik Penyimpanan

Telur dalam bentuk tepung mempunyai umur simpan yang relatif

cukup lama walaupun dalam kondisi tropis. Kerusakan yang terjadi selama

penyimpanan ialah perubahan warna, timbulnya aroma atau bau yang

menyimpang dan menurunnya kelarutan tepung telur. Perubahan aroma

disebabkan oleh suhu penyimpanan yang terlalu tinggi. Oleh karena itu

maka tepung telur sebaiknya disimpan dalam kaleng bebas hama dan

dalam keadaan tertutup, kondisi ruang penyimpanan bersih dan bebas

aroma lain, suhu ruang penyimpanan sebaiknya kurang dari 10 ºC. Tepung

telur umumnya mempunyai masa simpan sekitar satu tahun. Semakin

rendah kandungan glukosa dalam tepung telur, daya simpannya akan

semakin meningkat (Rahardi, 2004).

G. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh,

karena protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah

sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C (carbon), H

(hydrogen), O (oxsygen), dan N (nitrogen) yang tidak dimiliki oleh lemak atau

karbohidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan ada jenis

protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga. Fungsi

utama protein bagi tubuh ialah untuk membentuk jaringan baru dan

mempertahankan jaringan yang telah ada. Protein juga dapat digunakan

sebagai bahan bakar apabila kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi dari

karbohidrat dan lemak (Winarno, 2004).

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap

oleh usus dalam bentuk asam amino. Sampai sekarang baru dikenal 24 macam

asam amino endogen. Asam amino endogen dapat dibentuk dalam tubuh

manusia, sedangkan 10 asam amino eksogen tidak dapat dibentuk oleh tubuh

15

manusia, karena itu disebut asam amino esensial, artinya harus didapatkan dari

makanan sehari-hari. Yang tergolong asam amino esensial adalah lisin, leusin,

isoleusin, treonin, motionin, valin, fenilalanin, histidin, dan arginin (Winarno,

1993)

Berdasarkan sumbernya, protein pangan dibedakan menjadi dua yaitu

protein hewani dan nabati. Protein hewani merupakan protein yang

mempunyai nilai biologis tinggi, sedangkan protein nabati kecuali kedelai

umumnya bernilai biologis rendah (Nursanyoto, 1992)

Mutu protein dinilai dari perbandingan asam-asam amino yang

terkandung dalam protein tersebut. Protein yang berasal dari hewani seperti

daging, telur dan susu dapat menyediakan asam-asam amino esensial dalam

suatu perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia, karenanya disebut

protein dengan mutu tinggi. Protein tergolong bermutu rendah apabila terdapat

asam amino pembatas, misalnya pada serealia, asam amino pembatasnya asam

amino metionin (Winarno, 2004).

Disamping peranannya sebagai komponen gizi yang penting, beberapa

protein memiliki kemampuan untuk membentuk gel, buih, serta emulsi.

Demikian juga sebagian protein berperan dalam perbaikan warna dan rasa

melalui reaksi maillard, yaitu reaksi pencoklatan. Meskipun telur mengandung

74 % air, tetapi telur merupakan sumber yang kaya akan protein bermutu

tinggi. Karena tingginya nilai gizi telur, berbagai ahli gizi menggunakan telur

sebagai standar untuk mengukur mutu jenis makanan lainnya. Protein telur,

ovalbumin dan terutama globulin berperan penting dalam pembentukan buih.

Sedangkan ovomusin bertindak sebagai stabilisator segera setelah buih

terbentuk. Protein telur membentuk batas yang elastis diantara udara dan

cairan karena terkoagolasi sebagian. Itulah sebabnya maka udara dapat ditahan

lebih lama, sifat inilah yang dimanfaatkan dalam berbagai kue yang

memerlukan pengembangannya (Winarno, 1993).

Dengan pemanasan protein dapat mengalami denaturasi, artinya

strukturnya berubah dari bentuk anting ganda yang kuat menjadi kendur dan

terbuka, sehingga memudahkan bagi enzim pencernaan untuk mehidrolisis dan

memecahnya menjadi asam-asam amino (Winarno, 1993). Denaturasi dapat

16

merubah sifat protein menjadi sukar larut dan makin kental. Keadaan ini

disebut koagulasi. Koagolasi dapat ditimbulkan dengan pemanasan, asam,

enzim, perlakuan mekanis, garam (Gaman dan Sherrington, 1994).

H. Nutrifikasi

Manusia mendapat sebagian zat gizi yang diperlukan dengan cara

mengkonsumsi berbagai jenis bahan pangan baik yang berasal dari hasil

ternak maupun tanaman yang terdapat didaerah lingkungan hidup mereka.

Untuk menyusun menu dengan gizi yang berkecukupan, tetapi tidak

berlebihan dengan cara :

1. Melakukan kombinasi dari berbagai individu makanan kedalam menu

sehingga memiliki nilai gizi yang lebih seimbang ketimbang bila hanya

terdiri dari satu jenis bahan pangan saja.

2. Melalui nutrifikasi yaitu penambahan mikronutrien kedalam makanan.

Nutrifikasi (restorasi, enrichment dan fortifikasi) pangan yang secara

individu bahan pokok atau diberi pangan dan diberi tambahan

mikronutrien yang diperlukan seperti vitamin, mineral, asam amino,

protein, vitamin A, vitamin B, zat besi, iodium, dan mikronutrien lain.

Sehingga dihasilkan makanan yang bergizi lebih tinggi dengan harga yang

relatif murah.

Penambahan mikronutrien kedalam makanan bukanlah merupakan

konsep baru. Hal itu telah dimulai dalam abad ke 19 di Amerika Selatan ketika

dilakukan pertama kali yaitu penambahan iodium pada garam dapur. Kini

nutrifikasi dapat dilakukan secara cepat dengan biaya yang sangat ekonomis,

fleksibel dan secara sosial diterima dengan baik oleh masyarakat.

Nutrifikasi hanya berakibat kecil terhadap perubahan selera dan rasa

serta dapat memanfaatkan semaksimalnya jenis makanan lokal yang kental

kadar tradisionalnya. Teknik nutrifikasi makanan dilakukan dengan cara

penambahan mikronutrien pada tingkat yang telah disarankan dan dengan

mudah dapat menyesuaikan dengan kebutuhan serta tingkat perkembangan

ilmu gizi saat itu.

17

I. Sifat Organoleptik

Dalam pengujian sifat organoleptik menggunakan uji kesukaan

(hedonik), para panelis diminta memberikan penilaiannya meliputi rasa,

aroma, warna dan tekstur menurut skala hedonik.

1. Rasa

Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup

cecapan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada

lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu senyawa kimia, suhu,

konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Sumber rasa

gurih terutama adalah pada penambahan tepung telur yang dibuat tanpa

adanya pemisahan antara kuning dan putih telur, sedangkan rasa asin

berasal dari garam-garam organik, yang umum adalah NaCl murni. Selain

itu suhu makanan akan mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk

menangkap rangsangan rasa. Makanan yang terlalu panas akan membakar

lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan, sedangkan makanan yang

dingin dapat membius kuncup sehingga tidak peka lagi (Winarno, 2004).

Pada tiwul instan mempunyai rasa gurih yang berasal dari

penambahan tepung telur, dengan adanya proses fermentasi yang

menimbulkan citarasa yang khas pada tiwul instan.

2. Aroma

Istilah aroma diartikan sebagai sensasi bau yang ditimbulkan oleh

rangsangan kimia senyawa volatiel yang tercium oleh syaraf-syaraf

olfaktori yang berbeda di rongga hidung ketika bahan pangan masuk ke

mulut. Sensasi atau rangsangan tersebut senantiasa akan menimbulkan

kelezatan, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat atau daya terima

panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan tertentu.

Aroma pada tiwul instan matang kurang disukai oleh panelis,

namun demikian dengan penambahan tepung telur yang paling kecil (5 %)

panelis agak suka. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada tiwul

instan matang telah melalui proses rehidrasi dan pengukusan, sehingga

volatile pada tepung telur akan berkurang dengan pengukusan.

18

3. Warna

Faktor warna akan tampil lebih dahulu dalam penentuan mutu

bahan makanan dan kadang-kadang sangat menentukan. Suatu bahan

makanan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan

dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau

memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Selain itu

warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.

Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai

dengan adanya warna yang seragam dan merata.

Warna coklat yang terbentuk pada tiwul instan disebabkan karena

reaksi pencoklatan non-enzimatis atau reaksi maillard. Menurut Belitz dan

Grosch (1987) bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi

dengan kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan

protein e-N-de-Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna coklat.

Berdasarkan pernyataan di atas maka semakin tinggi protein pada

tiwul instan berarti semakin banyak asam amino, dalam telur kandungan

asam amino yang tertinggi adalah Leucine dan Lycine (WFP, 1983). Asam

amino ini akan bereaksi dengan gula pada pati tepung singkong, sehingga

dengan adanya peningkatan suhu dalam pengolahan reaksi maillard

berlangsung.

4. Tekstur

Tekstur yang baik dari tiwul instan apabila mempunyai tingkat

kekokohan yang maksimal dan kondisi ini dapat dicapai ketika proses

fermentasi pada tepung telur yang digunakan dalam pembuatan tiwul

instan.

Menurut Winarno (1993), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan

mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari

penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur

atau viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena

dapat mempengarui kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor

olfaktori dan kelenjar air liur.

19

Variabel Independen

Variabel Terkendali

Variabel Dependen

Tiwul instan

Uji organoleptik adalah pengujian secara subyektif yaitu pengujian

penerimaan selera makanan yang berdasarkan uji kegemaran dan analisa

perbedaan untuk menilai secara organoleptik diperlukan beberapa

persyaratan yaitu lingkungan dengan suasana tenang dan bersih, dengan

demikian dapat dengan benar diketahui mutu produk yang dihasilkan

(Soekarto, 1985).

Dalam uji organoleptik indera yang berperan dalam pengujian

adalah indera penglihatan, penciuman, dan pencicip, peraba dan

pendengaran, untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah

indera pendengar, dalam melakukan penilaian, panelis harus dilatih

menggunakan indera untuk menilai sehingga didapat suatu kesan terhadap

mutu rangsangan (Rahayu, 1998).

Dalam penilaian ini dilakukan uji hedonik (kesukaan) yaitu dengan

cara bahan yang akan diuji disiapkan dengan kode, panelis diminta menilai

produk sesuai tingkatan kesukaan, meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur

ikan. Skala penilaian meliputi sangat tidak suka, tidak suka, agak suka,

suka, suka sekali.

J. Kerangka Konsep

K. Hipotesa

Ada pengaruh variasi penambahan tepung telur terhadap kadar

protein dan sifat organoleptik tiwul instan.

Proses pembuatan tepung gaplek

Jumlah tepung telur Penambahan garam Lama Pengukusan

Lama Pengeringan

Sifat Organoleptik pada Tiwul Instan

Kadar Protein Penambahan

Tepung Telur 0%, 5%, 10%, 15%,

20%, 25%

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian melalui eksperimen di bidang

Ilmu Teknologi Pangan.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu

Penelitian dilakukan mulai dari usulan penelitian sampai

dengan pembuatan Karya Tulis Ilmiah pada bulan Juli 2005 sampai

Juni 2006. Sedangkan waktu pengambilan data dilakukan pada bulan

Januari 2006.

b. Tempat

Pembuatan tepung telur, tiwul instan dan uji organoleptik

dilakukan di Laboratorium Gizi. Sedangkan untuk analisa kadar

protein dilakukan di Laboratorium Kimia Fikkes Universitas

Muhammadiyah Semarang.

C. Bahan dan Alat Penelitian

a. Bahan

1). Bahan untuk pembuatan tepung telur adalah telur ayam negeri/ras

yang masih segar, tidak retak, 1% kapur sirih dari berat telur.

2). Bahan untuk pembuatan tiwul instan adalah tepung gaplek

dengan jumlah total 100 gr yang terdiri dari tepung gaplek dan

tepung telur dengan variasi penambahan tepung telur 0%, 5%,

10%, 15%, 20% dan 25% dari berat total tepung.

3). Bahan untuk menguji kadar protein adalah 5 gr sampel (tiwul

instan), 5 gr tepung telur, NaOH 40% 0,02 N, H2SO4 pekat,

K2SO4, ZnSO4, H2C2O4 0,02 N, HCl 0,02 N, HgO 0,5 gr,

Asam Borax 4%, BCG, indikator PP dan indikator mixsture.

21

4). Bahan untuk uji organoleptik adalah tiwul instan dengan variasi

penambahan tepung telur.

b. Alat

1). Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung telur yaitu

waskom, loyang, alat pengocok telur (mixer), pengering kabinet,

alat penghancur, ayakan, timbangan, kantong plastik dan plastik

sealer.

2). Alat yang digunakan dalam pembuatan tiwul instan meliputi

timbangan ayakan, alat penghancur, pisau, waskom, dandang,

kompor, gelas ukur dan pengaduk serta pengering kabinet.

3). Alat yang digunakan untuk menguji kadar protein adalah

seperangkat alat destilasi mikro Kjeldahl, buret, statif, erlen

meyer, gelas ukur, corong, dan mortair.

4). Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah formulir uji

organoleptik, piring penghidang, gelas dan sendok makan.

D. Prosedur Penelitian

Pada penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan

dan penelitian utama.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan tepung telur,

kemudian membuat tiwul instan dengan berbagai variasi penambahan tepung

telur yang maksimal dengan mutu organoleptik (warna, rasa, aroma dan

tekstur) yang tinggi yang dapat diterima oleh konsumen. Dalam pembuatan

tiwul instan bahan yang digunakan terdiri dari tepung gaplek yang merupakan

bahan dasar dan tepung telur sebagai bahan pencampuran atau penambah

dengan berat total tepung 100 gram. Pada penelitian ini, peneliti melakukan

variasi penambahan tepung telur mulai dari 0%, 5%, 10%, 15%, 20%,

25%,dan 30% dari berat total tepung.

Dari hasil penelitian pendahuluan didapatkan bahwa pada penambahan

tepung telur 30% teksturnya lembek, warna kuning dan aroma khas telur

(amis) sangat dominan, sehingga tidak disukai panelis.

22

Berdasarkan hasil tersebut maka variasi penambahan tepung telur yang

digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25%

yang selanjutnya dianalisa kadar protein dan sifat organoleptik dengan scale

hedonic test.

Prosedur yang dilakukan pada penelitian utama dan penelitian

pendahuluan yaitu :

1. Prosedur Pembuatan Tepung Telur (Astawan dan Astawan, 1989)

Skema pembuatan tepung telur dapat dilihat pada gambar 2 :

GAMBAR 2

SKEMA PEMBUATAN TEPUNG TELUR

Sumber : Astawan dan Astawan, 1989

Pembuatan tepung telur dilakukan dengan cara telur yang akan

digunakan dipecah terlebih dahulu kemudian dipisahkan dari kulitnya.

Telur tanpa kulit yang diperoleh ditampung dalam baskom plastik dan

dengan menggunakan hand mixer pada speed 3, supaya campuran putih

Telur

Dipecah

Tepung Telur

Pengayakan (60 mesh)

Dikeringkan ( 4 jam, 55ºC )

Penghancuran

Dikocok ( speed 3, 10 menit ) Kapur sirih 1%

23

dan kuning telur homogen dan untuk memperbesar volume busa. Sambil

dikocok ditambahkan 1% kapur sirih (10 gram dalam 1 kilo gram telur),

yang terlebih dahulu dilarutkan ke dalam air dengan perbandingan 1 : 5

dari berat kapur sirih. Kapur sirih disini berfungsi sebagai penarik air

sehingga mempercepat proses pengeringan dan mengurangi kerusakan

protein karena proses pemanasan (Purbianto dan Ananta, 1987). Kemudian

dituangkan dalam loyang alumunium dengan ketebalan ± 2 cm dan

dikeringkan dalam pengering kabinet pada suhu 60 ºC selama ± 5 jam.

Setelah kering dilakukan penghancuran dengan sendok atau dengan mortir,

dan kemudian diayak dengan ukuran 60 mesh. Hasil ayakan yang

diperoleh (tepung telur halus) ditampung dalam wadah. Sementara, tepung

telur yang tidak lolos ayakan (masih kasar) dihancurkan atau digerus lagi

serta diayak kembali hingga semua tepung telur dapat lolos ayakan dan

mendapatkan ukuran yang seragam.

2. Prosedur Pembuatan Tiwul Instan (Astawan dan Astawan, 1989)

Tiwul instan dibuat dengan bahan dasar tepung gaplek dengan

penambahan tepung telur 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% dari berat

total tepung telur (100 gram). Bahan lain yang digunakan antara lain

adalah garam dapur, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan citarasa

tiwul.

Langkah pertama adalah penimbangan tepung gaplek dan tepung

telur, kemudian dilakukan pencampuran antara tepung gaplek dan tepung

telur serta penambahan larutan garam sebesar 0,05 dalam seratus gram.

Langkah berikutnya adalah pengukusan pada suhu 95 ºC ± 5ºC selama 25

menit, sehingga akan didapatkan tiwul. Kemudian dilakukan pengeringan

pada suhu 60ºC ± 2 ºC selama 16 - 18 jam, dan diikuti dengan proses

penggilingan dan selanjutnya dilakukan pengayakan yang akan

menghasilkan produk tiwul instan mentah. Untuk mendapatkan tiwul

instan matang maka harus dilakukan pengukusan selama 3 – 5 menit.

24

GAMBAR 3

SKEMA PEMBUATAN TIWUL INSTAN

Sumber : Modifikasi Peneliti

Tepung Gaplek Tepung Telur

Penimbangan 100%, 95%, 90%, 85%, 80%, 75%

Pengukusan 95ºC, 25 menit

Penimbangan 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%

Tiwul

Pengeringan 60ºC, 16 – 18 jam j

Penggilingan

Pengayakan

Tiwul Instan Mentah

Tiwul Matang

Pengukusan 3 -5 menit

Larutan garam 0,05% (b/b) Pencampuran

25

3. Prosedur Uji Kadar Protein Metode mikro Kjedahl (Sudarmadji, 2003)

1). Destruksi

Sampel ditimbang 5 gr bahan kering masukkan ke dalam labu

destruksi yang bersih dan kering, ditambahkan katalisator Na2SO4,

HgO 0,5 gr ditambah 2 ml H2SO4 pekat kemudian dipanaskan dalam

ruangan asam dengan kemiringan 45 ºC sampai warna jernih (tidak ada

karbon) lalu didinginkan.

2). Destilasi

Hasil destruksi ditambah dengan aquades sedikit demi sedikit

sambil dimasukkan ke dalam labu destilat, penambahan aquades ± ½

labu destilat. Selanjutnya ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dan

indicator PP 3 tetes, kemudian ditutup dan dipanaskan. Hasil sulingan

ditampung dalam Erlenmeyer yang berisi asam borat yang

ditambahkan indikator mixtur 3 tetes (warna biru). Destilat dihentikan

setelah berubah menjadi warna hijau dengan volume kurang lebih 15

ml, sebelumnya cairan yang keluar dari ujung destilator dites dengan

kertas lakmus atau strip indikator pH, cairan yang keluar tersebut

menunjukkan pH netral maka destilasi telah selesai.

3). Titrasi

Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N dan titik akhir titrasi

ditandai dengan destilat berubah warna biru. Blanko juga dikerjakan

dengan cara yang sama.

Perhitungan :

Kadar N (%)

=sampel Gram

14,007 X N.HCl X Blanko) -Bahan HCl (ml X 100 %

Kadar Protein = Kadar N X F

Keterangan : F: Faktor konversi protein (6,25)

4. Prosedur Uji Organoleptik

Pada pengujian organoleptik ini menggunakan uji penerimaan

yaitu dengan uji kesukaan (hedonik) dan dibutuhkan 20 panelis dari

26

mahasiswa DIII Gizi Fikkes Universitas Muhammadiyah Semarang yang

telah mendapatkan latihan uji organoleptik. Sebelum diujikan, tiwul instan

disiapkan dalam bentuk matang tanpa penambahan bahan lain dengan

diberi kode atau label pada masing-masing perlakuan. Penilaian meliputi

rasa, aroma, warna, dan tekstur dengan skala penilaian :

5 = sangat suka

4 = suka

3 = agak suka

2 = tidak suka

1 = sangat tidak suka

Masing-masing panelis diminta menuliskan penilaian sampel

sesuai dengan kode formulir yang telah tersedia.

E. Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan melalui eksperimen di laboratorium, digunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan variabel bebas penambahan tepung

telur dan variabel tidak bebas kadar protein menggunakan uji organoleptik,

dimana masing-masing percobaan menggunakan taraf perlakuan yang

berbeda. Diantaranya terdiri dari satu faktor yaitu proporsi nutrifikasi tepung

telur yang terbagi menjadi enam level, yaitu 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, 25%

untuk setiap tahap penelitian dilakukan dua kali pengulangan.

Desain Percobaan

Kadar Protein (gr % )

Ulangan

Penambahan

Tepung Telur

(%) I II

Rata – Rata

Kadar Protein

(gr % )

0

5

10

15

20

25

27

F. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dari analisa kadar protein dengan variasi

penambahan tepung telur dianalisa dengan menggunakan analisa statistik uji

ANAVA , apabila menunjukkan perbedaan maka diuji lanjut dengan uji LSD

untuk mengetahui perbedaan masing – masing perlakuan. Sedangkan data uji

organoleptik dianalisa dengan uji Friedman, apabila menunjukkan perbedaan

maka diuji lanjut dengan Wilcoxon. Perhitungan uji ANAVA dan uji

Friedman dengan menggunakan alat bantu komputer program SPSS versi

11.0.

G. Definisi Operasional

1. Tepung Telur

Tepung telur merupakan produk awetan telur mentah, yang

dikurangi kandungan airnya, melalui proses pengocokan, pengeringan,

penghancuran dan pengayakan.

2. Tiwul Instan

Tiwul instan merupakan hasil olahan dari tepung singkong yang

telah dikeringkan, digiling dan dihaluskan, sehingga dapat lebih cepat

dalam penyajian yaitu dengan diperciki air dan dikukus kembali ± 5 menit.

3. Kadar Protein

Kadar protein adalah kandungan protein dalam tiwul instan dengan

variasi penambahan tepung telur yang dinyatakan dalam satuan % dan

diuji dengan menggunakan metode mikro Kjeldahl.

4. Sifat organoleptik

Sifat organoleptik adalah sifat fisik tiwul instan yang meliputi rasa,

aroma, warna dan tekstur yang dinilai oleh panelis dengan kriteria agak

terlatih yaitu dari mahasiswa D III Gizi Fikkes Universitas

Muhammadiyah Semarang sebanyak 20 orang.

5. Nutrifikasi

Nutrifikasi yaitu penambahan tepung telur pada pembuatan tiwul

instan, sehingga mempunyai nilai gizi yang lebih baik khususnya protein.

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini yaitu membuat tiwul instan dengan

berbagai variasi penambahan tepung telur yang bertujuan untuk memperoleh

variasi penambahan tepung telur yang maksimal dengan mutu organoleptik

(rasa, aroma, warna, tekstur) yang dapat diterima oleh panelis. Dalam

pembuatan tiwul instan bahan yang digunakan terdiri dari tepung gaplek yang

merupakan bahan dasar dan tepung telur sebagai bahan penyampuran.

Dari aspek organoleptik hasil penelitian pendahuluan diketahui bahwa

penambahan tepung telur yang masih dapat diterima secara organoleptik

sampai dengan penambahan 25 %. Dengan demikian variasi penambahan

tepung telur yang digunakan pada penelitian utama yaitu 0%, 5%, 10%,15%,

20% dan 25% yang selanjutnya dianalisa kadar protein dan sifat organoleptik

dengan scale hedonik test.

B. Penelitian Utama

Hasil penelitian utama yaitu penambahan tepung telur sebesar 0%, 5%,

10%, 15%, 20% dan 25% masing-masing dianalisa kadar protein dan sifat

organoleptiknya.

1. Kadar Protein Tepung Telur

Hasil analisa kadar protein tepung telur adalah 47,85 %, sebagai

bahan pembanding kadar protein tepung telur menurut Syarief dan Halid

(1993) adalah 48,5%. Sedangkan protein telur segar dalam DKBM sebesar

12,8 gr/100 gr telur. Hal ini menunjukkan bahwa tepung telur kandungan

proteinnya lebih tinggi dari pada telur dalam keadaan segar, karena dengan

berkurangnya kadar air selama pengeringan menyebabkan naiknya

konsentrasi zat gizi di dalam massa yang tertinggal (Desrosier, 1988).

2. Kadar Protein Tiwul Instan dengan Penambahan Tepung Telur

Hasil analisa kadar protein dengan menggunakan metode mikro

Kjeldahl didapatkan kadar protein yang semakin meningkat dengan

29

semakin banyaknya tepung telur pada pembuatan tiwul instan. Rata-rata

hasil analisa kadar protein tiwul instan dengan penambahan tepung telur

dapat dilihat pada gambar 4:

GAMBAR 4

HASIL ANALISIS KADAR PROTEIN TIWUL INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

0.12

1.20

2.24

5.43

4.05

3.06

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

0 5 10 15 20 25

Variasi Penambahan Tepung Telur (%)

Kad

ar P

rote

in

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa yang mempunyai kadar

protein tertinggi yaitu pada perlakuan penambahan tepung telur 25 %,

sebesar 5.43 %, sedangkan kadar protein terendah adalah perlakuan

penambahan tepung telur 0 % (kontrol) yaitu sebesar 0.12 %.

Kecenderungan kenaikan kadar protein tiwul instan ini disebabkan karena

penambahan tepung telur yang semakin tinggi, maka semakin tinggi pula

kadar proteinnya.

Hasil uji statistik ANAVA faktor tunggal dengan menggunakan α 5

% atau 0,05 diperoleh hasil nilai p value 0,000 dan F hitung kadar protein

58.257. Jadi p value lebih kecil dari 0,05 dan F hitung lebih besar dari F

tabel (9,96). Sehingga dengan variasi penambahan tepung telur

berpengaruh terhadap kadar protein.

Untuk membandingkan kadar protein antar taraf perlakuan maka

uji statistik dilanjutkan dengan uji LSD dan hasil yang diperoleh adalah

ada perbedaan yang nyata pada masing-masing perlakuan, kecuali untuk

variasi penambahan 10 % dengan 15 %, dan 15 % dengan 10 % tidak ada

perbedaan yang nyata.

30

3. Hasil Analisa Uji Organoleptik

a). Rasa

Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap rasa tiwul instan

dengan penambahan tepung telur dapat dilihat pada gambar berikut:

GAMBAR 5

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK RASA TIWUL INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

1.401.75

2.252.50

3.253.60

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

Variasi Penambahan Tepung Telur

Nila

i Org

anol

eptik

Ras

a

RASA 1.40 1.75 2.25 2.50 3.25 3.60

0% 5% 10% 15% 20% 25%

Dengan melihat grafik diatas diketahui bahwa, tingkat

kesukaan panelis paling tinggi adalah tiwul instan dengan penambahan

tepung telur 25 %. Hal ini disebabkan dengan penambahan tepung

telur pada pembuatan tiwul instan menghasilkan rasa gurih yang

berasal dari tepung telur itu sendiri.

Dari hasil uji statistik (friedman) diperoleh p value lebih kecil

0.05, ini berarti maka Ha diterima berarti ada pengaruh pada rasa tiwul

instan dengan penambahan tepung telur. Untuk mengetahui perbedaan

rasa pada tiap-tiap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon,

dan didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang nyata antara rasa

variasi 0 % dengan 10 %, 15 %, 20 %, dan 25 %; 5 % dengan 10 %, 15

%, 20 %, dan 25 %; 10 % dengan 20 % dan 25 %; 15 % dengan 20 %

dan 25 %.

31

b). Aroma

Hasil tingkat kesukaan panelis terhadap aroma tiwul instan

dengan variasi penambahan tepung telur dapat dilihat pada gambar 6 :

GAMBAR 6

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK AROMA TIWUL INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

1.702.05

2.352.55

2.95

1.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

Variasi Penambahan Tepung Telur

Nila

i Org

anol

eptik

Ras

a

AROMA 1.50 2.95 2.55 2.35 2.05 1.70

0% 5% 10% 15% 20% 25%

Berdasarkan gambar diatas diperoleh hasil aroma yang

mempunyai skor tertinggi yaitu tiwul instan dengan penambahan

tepung telur sebanyak 5 % dengan kategori mendekati agak suka,

tetapi perlakuan yang lain kurang disukai oleh panelis karena aroma

khas tepung telur yang amis. Sedangkan 0 % (kontrol) tidak disukai

karena aroma khas tepung gaplek yang kurang enak (menurut

komentar panelis agak apek). Aroma pada tiwul instan matang kurang

disukai oleh panelis, namun demikian dengan penambahan tepung

telur yang paling kecil (5 %) panelis agak suka. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena pada tiwul instan matang telah melalui proses

rehidrasi dan pengukusan, sehingga volatile pada tepung telur akan

berkurang dengan pengukusan.

Sedangkan pada uji friedman diperoleh p (value ) 0,000 lebih

kecil 0,05 maka Ha diterima berarti ada pengaruh pada aroma tiwul

instan dengan penambahan tepung telur. Untuk mengetahui perbedaan

aroma pada tiap-tiap perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon,

dan didapatkan hasil bahwa ada perbedaan yang nyata antara aroma

32

variasi 0 % dengan 5 %, 10 %, 15 %, dan 20 %; 5 % dengan 15 %, 20

%, dan 25 %; 10 % dengan 20 % dan 25 %; 15 % dengan 25 %.

c). Warna

Kecenderungan kenaikan tingkat kesukaan panelis terhadap

warna tiwul instan dengan penambahan tepung telur dapat dilihat pada

gambar 7 :

GAMBAR 7

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK WARNA TIWUL INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

1.451.95

2.202.60

3.053.45

0.000.501.001.502.002.503.003.504.00

Variasi Penambahan Tepung Telur

Nila

i Org

anol

eptik

Ras

a

WARNA 1.45 1.95 2.20 2.60 3.05 3.45

0% 5% 10% 15% 20% 25%

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa tiwul instan

dengan penambahan tepung telur 25 % menghasilkan warna kuning

kecoklatan paling disukai oleh panelis dan pada tiwul instan dengan

penambahan tepung telur 20 % mendapatkan nilai tertinggi kedua.

Pada dasarnya tiwul instan mempunyai warna coklat , warna coklat

yang terbentuk pada tiwul instan disebabkan karena reaksi pencoklatan

non-enzimatis atau reaksi maillard. Menurut Belitz dan Grosch (1987)

bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi dengan

kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan

protein e-N-de-Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna

coklat. Tetapi dengan penambahan tepung telur, tiwul instan yang

dihasilkan mempunyai warna coklat kekuning-kuningan yang lebih

menarik. Warna kuning disebabkan karena kandungan pigmen

kriptoxantin sejenis xantofil pada kuning telur.

33

Berdasarkan pernyataan di atas maka semakin tinggi protein

pada tiwul instan berarti semakin banyak asam amino, dalam telur

kandungan asam amino yang tertinggi adalah Leucine dan Lycine

(WFP, 1983). Asam amino ini akan bereaksi dengan gula pada pati

tepung singkong, sehingga dengan adanya peningkatan suhu dalam

pengolahan reaksi maillard berlangsung.

Dari hasil friedman diperoleh bahwa hasil nilai p value 0,000

lebih kecil 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang

berarti ada pengaruh penambahan tepung telur terhadap warna tiwul

instan. Untuk mengetahui perbedaan warna pada tiap-tiap perlakuan

maka dilanjutkan dengan uji wilcoxon. Hasil yang diperoleh ada

perbedaan yang nyata antara warna variasi 0 % dengan 5 %, 10 %, 15

%, 20 %, dan 25 %; 5 % dengan 15 %, 20 %, dan 25 %; 10 % dengan

15 %, 20 %, dan 25 %; 15 % dengan 20 % dan 25 %; 20 % dengan 25

%.

d). Tekstur

Kecenderungan kenaikan tingkat kesukaan panelis terhadap

tekstur dari tiwul instan dengan penambahan tepung telur dapat dilihat

pada gambar 8 :

GAMBAR 8

GRAFIK SIFAT ORGANOLEPTIK TEKSTUR TIWUL INSTAN DENGAN VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG

TELUR

3.203.052.85

2.502.20

1.35

0.000.50

1.001.50

2.002.50

3.003.50

Variasi Penambahan Tepung Telur

Nila

i Org

anol

eptik

Ras

a

TEKSTUR 1.35 2.20 2.50 2.85 3.05 3.20

0% 5% 10% 15% 20% 25%

Berdasarkan gambar diatas diperoleh hasil tekstur yang

disukai yaitu tiwul instan dengan penambahan tepung telur sebanyak

34

25 % karena tekstur tiwul instan lebih lunak. Sedangkan pada

penambahan 0 %, 5 %, 10 %, dan 20 % tiwul instan kurang lunak

sehingga tidak begitu disukai oleh panelis. Tekstur tiwul instan yang

lunak disebabkan karena pengaruh tingkat rehidrasi.

Tingkat rehidrasi tersebut dipengaruhi oleh kadar pati bahan.

Sehingga semakin tinggi kadar pati tingkat rehidrasi semakin tinggi.

Hal tersebut disebabkan karena semakin banyak air yang terserap maka

gaya tarik menarik antara pati dengan molekul air semakin kecil

sehingga membentuk tekstur yang lebih lunak.

Dari hasil friedman diperoleh nilai p value 0,000 lebih kecil

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yang berarti ada

pengaruh penambahan tepung telur terhadap tekstur tiwul instan.

Untuk mengetahui perbedaan tekstur pada tiap-tiap perlakuan, maka

dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Hasil yang diperoleh adalah ada

perbedaan yang nyata antara tekstur variasi 0 % dengan 5 %, 0 %

dengan 10 %, 0 % dengan 15 %, 0 % dengan 20 %, 0 % dengan 25 %,

5 % dengan 15 %, 5 % dengan 20 %, 5 % dengan 25 %, 15 % dengan

20 %.

4. Rekapitulasi Uji Organoleptik

Adapun hasil uji organoleptik secara keseluruhan dapat dilihat pada

gambar 9.

GAMBAR 9

HASIL REKAPITULASI TINGKAT KESUKAAN PANELIS TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK TIWUL INSTAN DENGAN

VARIASI PENAMBAHAN TEPUNG TELUR

2.992.85

2.582.38

2.21

1.43

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

Variasi Penambahan Tepung Telur

Nila

i Org

anol

eptik

RATA-RATA 1.43 2.21 2.38 2.58 2.85 2.99

0% 5% 10% 15% 20% 25%

35

Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis

secara berurutan dengan penambahan tepung telur terhadap tiwul instan

adalah sebanyak 25 %; 20 %; 15 %; 10 %; 5 %; dan 0 %, dengan nilai

organoleptik masing-masing 2.99; 2.85; 2.58; 2.38; 2.21; dan 1.43.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penambahan tepung telur yaitu

variasi 25 % dengan nilai 2.99 memiliki rasa yang gurih, warna coklat

kekuning-kuningan yang menarik, dan tekstur tiwul instan yang lebih

lunak, tetapi ada aroma khas telur (amis). Hal ini agak disukai oleh

panelis, barang kali disebabkan penyajian tiwul yang tidak diberi

tambahan bahan lain seperti kelapa atau gula, sehingga tidak seperti tiwul

yang dijual dipasar. Oleh karena kebiasaan konsumen dalam

mengkonsumsi bahan pangan tersebut akan berpengaruh terhadap

penilaian atau kesukaan.

36

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Hasil analisa kadar protein tepung telur adalah : 47,85 gram %,

2. Hasil analisa kadar protein tiwul instan dengan variasi penambahan tepung

telur 0 % (0, 12 gr %); 5 % (1, 20 gr %); 10 % ( 2,24 gr %); 15 % (3,06 gr

%); 20 % (4,05 gr %); 25 % (5, 43 gr %), maka semakin banyak

penambahan tepung telur semakin tinggi pula kadar proteinnya.

3. Hasil penilaian panelis menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis

terhadap sifat organoleptik yang paling tinggi adalah tiwul instan dengan

penambahan tepung telur sebanyak 25 % yang mempunyai rasa yang

gurih, warna coklat kekuning-kuningan yang menarik, dan tekstur tiwul

instan yang lebih lunak, tetapi ada aroma khas telur (amis). Sedangkan

pada penambahan tepung telur 5% rasanya kurang gurih, teksturnya keras

dan warnanya sangat coklat, tetapi memiliki aroma yang tidak amis.

4. Hasil analisa kadar protein pada tiwul instan menunjukkan bahwa ada

pengaruh variasi penambahan tepung telur terhadap kadar protein tiwul

instan.

5. Hasil uji sifat organoleptik pada tiwul instan menunjukkan bahwa ada

pengaruh penambahan tepung telur terhadap rasa, aroma, warna, dan

tekstur tiwul instan, yang menunjukkan ada perbedaan yang nyata pada

masing-masing perlakuan.

B. SARAN

Untuk meningkatkan kadar protein dan sifat organoleptik pada tiwul

instan serta disukai oleh konsumen, maka dalam pembuatannya dapat

ditambahkan tepung telur sebanyak 25 % dari total tepung karena dari

penilaian panelis untuk rasa, warna dan tekstur menunjukkan hasil yang paling

baik dengan kandungan protein sebesar 5,43 gr %. Penambahan tepung telur

dapat menghasilkan bau amis pada tiwul instan, untuk

37

mengurangi/menyamarkan bau amis tersebut maka dapat ditambahkan

essence atau kurapan.

Produk tiwul instan agar disukai oleh konsumen sebaiknya dalam

penyajiannya diberi tambahan bahan lain seperti kelapa atau gula, sehingga

meningkatkan selera konsumen.