BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Pada beberapa waktu lalu, yayasan merupakan alat yang secara fungsional menjadi sarana untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan sosial, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan. 1 Yayasan dipandang sebagai bentuk ideal untuk mewujudkan keinginan manusia, dan karena itu keberadaannya dirasakan membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan. Oleh karena sifat dan tujuannya membuat yayasan sama sekali berbeda dengan badan hukum atau badan usaha lain, seperti perseroan terbatas, perseroan komanditer, firma, perseketuan perdata, perusahaan dagang, koperasi dan sebagainya, dimana badan-badan tersebut diatas tidak bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan, tetapi semata-mata lebih mementingkan profit atau keuntungan dan atau penghasilan tidak saja kepada karyawan dan pengurus serta pengawas, badan-badan tersebut tetapi juga kepada pemilik modal. 2 Hal tersebut merupakan suatu keniscayaan mengingat badan-badan tersebut merupakan tempat untuk berusaha. 1 Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Yayasan serta Penjelasannya, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm. 5. 2 Ibid, hlm. 6.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan yayasan merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat yang

menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan dan kemanusiaan. Pada beberapa waktu lalu, yayasan merupakan alat

yang secara fungsional menjadi sarana untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan

sosial, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.1 Yayasan dipandang sebagai bentuk

ideal untuk mewujudkan keinginan manusia, dan karena itu keberadaannya

dirasakan membawa manfaat positif dari sisi sosial kemanusiaan.

Oleh karena sifat dan tujuannya membuat yayasan sama sekali berbeda

dengan badan hukum atau badan usaha lain, seperti perseroan terbatas, perseroan

komanditer, firma, perseketuan perdata, perusahaan dagang, koperasi dan

sebagainya, dimana badan-badan tersebut diatas tidak bersifat dan bertujuan sosial,

keagamaan dan kemanusiaan, tetapi semata-mata lebih mementingkan profit atau

keuntungan dan atau penghasilan tidak saja kepada karyawan dan pengurus serta

pengawas, badan-badan tersebut tetapi juga kepada pemilik modal.2 Hal tersebut

merupakan suatu keniscayaan mengingat badan-badan tersebut merupakan tempat

untuk berusaha.

1Sentosa Sembiring, Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia tentang Yayasan serta

Penjelasannya, Nuansa Aulia, Bandung, 2006, hlm. 5. 2Ibid, hlm. 6.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

2

Soebekti menyatakan bahwa “Yayasan adalah suatu badan hukum dibawah

pimpinan suatu badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan tertentu yang

legal”.3 Wirjono Projodikoro, dalam buku Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi

yang berjudul “Hukum Yayasan di Indonesia” berdasarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, berpendapat bahwa

“Yayasan adalah badan hukum yang pada dasarnya mempunyai harta benda atau

kekayaan, yang dengan kemauan pemilik ditetapkan guna mencapai tujuan

tertentu”.4

Yayasan sebagai badan hukum telah diterima dengan yurisprudensi Tahun

1882. Dalam putusannya Hoge Raad, berpendirian bahwa keberadaan yayasan

sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum. Pendapat Hoge Raad ini diikuti

oleh Hooggerechtshof di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dalam putusannya

Tahun 1884. Sejak Tahun 1956 Nederland sudah mengubah dasar hukum yayasan

dengan memasukan ketentuan yayasan ke dalam Burgelijk Wetboeknya yakni Wet

op Stichtingen Stb Nomor 327.5

Setelah kemerdekaan, Indonesia mengakui yayasan sebagai badan hukum

melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni 1973, yang berpendirian bahwa yayasan

merupakan suatu badan hukum. Dalam Putusan Mahkamah Agung Republik

3Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet. 26, PT. Intermasa, Jakarta, 1990, hlm. 36.

4Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, PT Abadi, Jakarta, 2002, hlm. 19. 5Rochmat Soemitro, Hukum Perseroan Terbatas, Yayasan dan Wakaf, Cet. IV, PT Eresco,

Bandung, 2008, hlm. 15.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

3

Indonesia tertanggal Nomor 476K/Sip/1975 tertanggal 8 Juli 1975, Mahkamah

Agung berpendirian bahwa perubahan wakaf menjadi yayasan dapat saja karena

tujuan dan maksudnya tetap.6 Apabila yayasan dapat dikatakan sebagai badan

hukum (rechtspersoon), berarti yayasan adalah subyek hukum. Yayasan sebagai

subyek hukum karena memenuhi hal-hal sebagai berikut:7

1. Yayasan adalah perkumpulan orang

2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan-hubungan

Hukum

3. Yayasan mempunyai kekayaan sendiri

4. Yayasan mempunyai pengurus

5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan

6. Yayasan mempunyai kedudukan (domisili) hukum

7. Yayasan mempunyai hak dan kewajiban

8. Yayasan dapat digugat dan menggugat di muka pengadilan.

Indonesia baru memiliki aturan tentang yayasan semenjak Tahun 2001,

yakni semenjak lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang

Yayasan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

(Selanjutnya disebut Undang-Undang Yayasan).8 Undang-Undang Yayasan ini

dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat

mengenai yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta

mengembalikan fungsi sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan.9

6L&J A Law Firm, Tanya Jawab Hukum Yayasan Pedoman bagi Pembina, Pengawas & Pengurus,

Cet 1, Praninta Offset, Jakarta, 2013, hlm. 2. 7Ibid, hlm. 3.

8Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2001 Nomor 112. 9Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,

Yayasan, Wakaf, PT. Alumni, Bandung, 2004, hlm. 3.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

4

Setelah keluarnya Undang-Undang Yayasan, maka secara otomatis

penentuan status badan hukum yayasan-yayasan yang sudah berdiri sebelum

adanya Undang-Undang Yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada di dalam

Undang-Undang Yayasan tersebut. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas

kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di

bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.10

Pendirian yayasan harus dilakukan dengan akta Notaris, berbahasa Indonesia

dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh

pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu

yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah

berdirinya yayasan tanpa melalui prosedur atau ketentuan undang-undang.11

Disamping pengesahan tersebut yayasan yang telah memperoleh pengesahan dari

Menteri yang berwenang harus diumumkan dalam Lembaran Berita Negara

Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi yayasan

dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktek

perbuatan hukum yang dilakukan yayasan yang dapat merugikan masyarakat.12

10 Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2001. 11

Chatamarrasjid, Undang-Undang Yayasan No.16 Tahun 2001 dan Transparansi Kegiatan Usaha

Yayasan, Cet. 2, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2005, hlm. 9. 12

Ibid, hlm.11.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

5

Dalam ketentuan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Yayasan menyebutkan:

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, yayasan yang telah

didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia; atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan

mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait tetap diakui

sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam jangka waktu paling lambat

3 (tiga) tahun sejak tanggal Undang-Undang ini mulai berlaku, Yayasan

tersebut wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan

Undang-Undang ini”

Berdasarkan Pasal 71 diatas, yayasan yang telah didaftarkan di pengadilan

dan telah diumumkan dalam tambahan berita negara, serta mempunyai izin dari

instansi terkait, tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan yayasan wajib

melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan melakukan perubahan anggaran

dasar, kemudian perubahan tersebut harus diberitahukan kepada Menteri sesuai

dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Apabila yayasan

tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya maka yayasan tersebut dapat

dibubarkan dengan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak

yang berkepentingan.13

Undang-undang memberikan kesempatan kepada yayasan-

yayasan untuk melakukan penyesuaian anggaran dasar paling lambat 3 (tiga) tahun

sejak berlakunya Undang-Undang Yayasan yaitu tanggal 6 Oktober 2008.

Sementara Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Yayasan menyebutkan:

Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan hukum dengan cara

menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan undang-undang ini, dan

13

Lihat Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Lembaran Negara Republik Indonesia

tahun 2004 Nomor 115.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

6

mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1

(satu) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini mulai berlaku.

Berdasarkan Pasal 71 ayat (1) dan (2) diatas terdapat 2 (dua) macam status

hukum untuk yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang

Yayasan, yaitu :

1. Yayasan yang telah berdiri sebelum terbitnya Undang-Undang

Yayasan yang telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan

mempunyai izin melakukan kegiatan usaha dari instansi terkait;

2. Yayasan yang telah berdiri sebelum terbitnya Undang-Undang

Yayasan yang belum didaftarkan di Pengadilan Negeri dan belum

mempunyai izin dari instansi terkait.

Jadi ketentuan Pasal 71 ayat (2) Undang-Undang Yayasan menegaskan

bahwa yayasan lama yang belum terdaftar di Pengadilan Negeri, diumumkan

dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, serta belum mempunyai izin

dari instansi terkait, wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dan mengajukan

permohonan akta pendirian kepada Menteri dengan jangka waktu paling lambat 1

(satu) tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini berlaku yaitu tanggal 6

Oktober 2005, berarti permohonan kepada Menteri paling lambat dilakukan pada

tanggal 6 Oktober 2006. Sedangkan terhadap yayasan yang telah terdaftar di

Pengadilan Negeri, diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik

Indonesia, serta mempunyai izin dari instansi terkait, wajib menyesuaikan

anggaran dasarnya paling lambat 3 (tiga) tahun sejak undang-undang berlaku yaitu

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

7

6 Oktober 2008, kemudian memberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu)

tahun sejak penyesuaian anggaran dasar.

Apabila yayasan tidak melakukan penyesuaian anggaran dasarnya sesuai

dengan ketentuan undang-undang, maka yayasan tersebut tidak dapat

menggunakan kata yayasan didepan namanya serta dapat dibubarkan atas Putusan

Pengadilan atas permohonan Kejaksaaan atau pihak yang berkepentingan. Pihak

yang berkepentingan yang dimaksud dalam hal ini adalah para pihak yang

mempunyai kepentingan langsung dengan yayasan.14

Ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Yayasan tersebut dipertegas kembali

dalam ketentuan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang Yayasan

(selanjutnya disebut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013) yang merupakan

peraturan pelaksana dari Undang-Undang Yayasan tersebut menyebutkan bahwa:

“Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai dengan

ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-

undang tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan harus

melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 Undang-undang”

Berdasarkan ketentuan Pasal 71 Undang-Undang Yayasan dan Pasal 39

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 tersebut, sudah jelas diatur bahwa

14

Lihat Penjelasan Pasal 71 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan,Tambahan Lembaran Berita Negara

Republik Indonesia Nomor 4430.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

8

penyesuaian dan pengajuan permohonan kepada Menteri dapat dilakukan sebelum

jangka waktu yang telah ditetapkan :

1. Untuk yayasan lama yang telah berstatus badan hukum paling

lambat melakukan penyesuaian anggaran dasar tanggal 6 Oktober

2008 dan memberitahukan kepada Menteri paling lambat tanggal 6

Oktober 2009.

2. Untuk yayasan lama yang belum berstatus badan hukum paling

lambat melakukan penyesuaian dan memohon pengesahan tanggal 6

Oktober 2006.

Pasal 36 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 menyebutkan

bahwa:

“Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang dan

tidak diakui sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan Pasal

6 71 ayat (2) Undang-Undang, harus mengajukan permohonan pengesahan

akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15”

Yayasan yang belum diakui sebagai badan hukum sebagaimana bunyi Pasal

71 ayat (2) Undang-Undang Yayasan, diberikan kesempatan untuk mengajukan

permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum.

Padahal jangka waktu penyesuaian anggaran dasar yang diberikan oleh Undang-

Undang Yayasan terhadap yayasan yang sudah lewat, dengan berlakunya

peraturan pemerintah ini yayasan dapat kembali melakukan penyesuaian anggaran

dasari. Sedangkan terhadap yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum akan

tetapi tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar sehingga tidak dapat

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

9

menggunakan kata yayasan didepan namanya serta dapat dibubarkan berdasarkan

Putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan,

diberikan kembali kesempatan untuk melakukan penyesuaian anggaran dasarnya.

Untuk perubahan anggaran dasar yayasan lama yang telah berstatus badan

hukum namun tidak dapat lagi menggunakan kata “yayasan” di depan namanya

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 menambahkan 1 (satu) pasal diantara

Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 yaitu Pasal 37A ayat

(1) yang berbunyi:

Dalam hal perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal

37 ayat (1) dilakukan untuk Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan

kata “Yayasan” di depan namanya maka Yayasan tersebut harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. paling sedikit selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum

penyesuaian Anggaran Dasar masih melakukan kegiatan sesuai

Anggaran Dasarnya; dan

b. belum pernah dibubarkan.

Yayasan yang tetap diakui sebagai badan hukum sebagaimana dimaksud

pada Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Yayasan, kembali diberikan kesempatan

melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan melakukan perubahan anggaran

dasarnya, sehingga yang tadinya yayasan tersebut dianggap sudah tidak ada karena

tidak melakukan penyesuaian anggaran dasar dan tidak dapat menggunakan kata

yayasan didepan namanya, kembali mendapatkan pengakuan sebagai yayasan atau

dengan kata lain yayasan lama dengan identitas baru.

Transparansi menjadi mutlak bagi yayasan sebab bila yayasan tidak

transparan mengelola keuangannya, para pendiri tidak mengetahui perkembangan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

10

yayasan dan tidak dapat memonitornya. Akibatnya organ yayasan memiliki

peluang besar untuk menyelewengkan kekayaan yayasan yang berasal dari

masyarakat atau pemerintah. Laporan tahunan merupakan bagian dari transparansi

keuangan yang menjadi perlindungan hukum bagi pihak ketiga dan jaminan untuk

mencegah adanya manipulasi oleh organ yayasan.

Dalam Undang-Undang Yayasan diwajibkan kepada pengurus untuk

membuat dan menyimpan catatan yang berisi keterangan tentang hak dan

kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha yayasan. Laporan

tahunan yang dibuat oleh Pengurus harus berisikan antara lain, laporan keadaan

dan kegiatan selama tahun sebelumnya serta hasil-hasil yang telah dicapai, dan

laporan keuangan yang terdiri dari laporan posisi keuangan pada akhir periode,

laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.

Berdasarkan uraian di atas maka jika kita berpegang pada ketentuan Pasal 71

Undang-Undang Yayasan maka dengan lewatnya jangka waktu yang ditetapkan

dalam undang-undang berarti yayasan-yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran

dasarnya dengan ketentuan undang-undang tidak dapat lagi melakukan

penyesuaian anggaran dasar dan dengan demikian kedudukan hukum yayasan

tersebut sebagai badan hukum diragukan, dan tidak dapat menggunakan kata

“yayasan” didepan namanya serta dapat dibubarkan melalui putusan pengadilan

atas permohonan Kejaksaan maupun pihak yang berkepentingan, kecuali

dilakukan perubahan kembali atas Pasal 71 Undang-Undang Yayasan tersebut.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

11

Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013,

pemerintah bermaksud memberikan kesempatan kembali kepada yayasan lama

yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang

Yayasan atau yayasan yang sudah tidak lagi dapat menggunakan kata yayasan

didepan namanya, untuk dapat melakukan penyesuaian anggaran dasar dengan

persyaratan sebagaimana ditentukan oleh Peraturan Pemerintah Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Yayasan tersebut. Dengan demikian, yayasan yang

tadinya sudah tidak dapat lagi dilakukan penyesuaian anggaran dasar karena telah

lewatnya jangka waktu penyesuaian yang ditentukan oleh undang-undang,

sekarang kembali dapat melakukan penyesuaian anggaran dasarnya.

Secara hierarki perundangan, perlu diperhatikan apakah peraturan yang lebih

rendah dapat mengesampingkan atau mengubah ketentuan peraturan yang lebih

tinggi. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, kedudukan Peraturan Pemerintah

berada dibawah Undang-Undang. Pasal 7 ayat (1) bahwa jenis dan hierarki

peraturan berturut-turut adalah UUD 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat (Tap MPR), Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perppu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan

Peraturan Daerah (Perda).

Jadi terdapat konflik norma apabila ketentuan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 2 Tahun 2013 diterbitkan untuk tujuan mengesampingkan ketentuan Pasal

71 Undang-Undang Yayasan. Berdasarkan hal tersebut maka bagaimana akibat

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

12

hukum berlakunya Undang-Undang Yayasan serta Peraturan Pelaksananya

terhadap yayasan di Indonesia dan bagaimana akibat hukum terhadap kekayaan

yayasan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana akibat hukum berlakunya Undang-Undang Yayasan serta

Peraturan Pelaksananya terhadap Yayasan di Indonesia?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap kekayaan yayasan dengan berlakunya

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui akibat hukum berlakunya Undang-Undang Yayasan serta

Peraturan Pelaksananya terhadap Yayasan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap kekayaan yayasan dengan

berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya perbendaharaan teori-teori

dibidang ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan Yayasan serta

secara umum dapat berguna dalam membangun fakta yang ada dan

ditemukan dalam penelitian ini.

b. Merupakan bahan penelitian lanjutan, baik sebagai bahan dasar ataupun

sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lebih luas.

2. Secara Praktis

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

13

Penulis dapat mengetahui hal-hal atau permasalahan yang timbul dalam hal

akibat hukum berlakunya Undang-Undang Yayasan serta Peraturan

Pelaksananya terhadap Yayasan di Indonesia dan akibat hukum terhadap

kekayaan yayasan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun

2013, kemudian diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi

dan petunjuk bagi semua pihak baik masyarakat, maupun aparat penegak

hukum.

E. Keaslian Penelitian

Terdapat sejumlah judul penelitian seputar yayasan, baik dalam kajian

yuridis normatif maupun kajian yuridis empiris, namun sepengetahuan peneliti

belum dijumpai penelitian yang membahas dan mengevaluasi kedudukan hukum

yayasan setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan dan Peraturan Pelaksananya.

Judul penelitian yang pernah dibahas mengenai topik yang hampir relatif sama

dengan yang penelitian yang ingin diteliti oleh penulis antara lain :

1. “Sanksi Hukum Terhadap Yayasan Apabila Tidak Menyesuaikan

Perubahan Akta Pendirian Setelah Keluarnya Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 Sebagai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2001 tentang Yayasan”, oleh Amiroel Oemara Syarief, Program

Pascasarjana Program Ilmu Hukum Universitas Andalas Tahun 2015,

dengan rumusan masalah bagaimanakah kedudukan yayasan yang akta

pendiriannya belum disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 dan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

14

bagaimanakah sanksi hukum terhadap yayasan apabila tidak mengubah

akta pendirian setelah keluarnya Undang-Undang Yayasan.

2. “Akibat Hukum Bagi Yayasan Yang Sudah Ada Dengan Berlakunya

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan”, oleh Nyimas Hurmah

Ryzka Suptianah, Program Pascasarjana Magister Kenotariatan

Universitas Andalah Tahun 2010, dengan rumusan masalah

bagaimanakah akibat hukum bagi yayasan yang sudah ada setelah

berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

3. “Penyesuaian Status Hukum Yayasan dan Pelaksanaanya Pada Yayasan

Pendidikan dan Dakwah Islam Wihdatul Ummah di Kabupaten Tanah

Datar”, oleh Putra Airlangga, Program Pascasarjana Magister

Kenotariatan Universitas Andalas Tahun 2014, dengan rumusan masalah

bagaimana proses penyesuaian badan hukum yayasan serta akibat yang

ditimbulkan bagi yayasan yang belum menyesuaikan dengan Undang-

Undang Yayasan, bagaimana tanggung jawab organ yayasan bagi

yayasan yang belum menyesuaikan dengan Undang-Undang Yayasan

apabila terjadi tuntutan hukum sehubungan dengan operasional yayasan,

dan apa saja kendala yang dihadapi yayasan yang belum menyesuaikan

dengan Undang-Undang Yayasan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

15

F. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling

berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi, yang mengemukakan

penjelasan atau suatu gejala. Sedikitnya terdapat 3 (tiga) unsur dalam teori.

Pertama, penjelasan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.

Kedua, teori menganut sistem deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak dari yang

umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata. Ketiga, bahwa teori

memberikan penjelasan atas gejala yang ditemukan. Fungsi dari teori dalam

suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan pada penelitian yang

dilakukan.15

A. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum berarti bahwa dengan adanya hukum setiap orang

mengetahui yang mana dan seberapa haknya dan kewajibannya serta teori

kemanfaatan hukum yaitu terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam

hidup bermasyarakat, karena adanya tertib hukum (rechtsorde).16

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan

apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan

hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya

15

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm. 73. 16

Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak dan Markus Y. Hage, Teori Hukum (Strategi Tertib

Manusia Lintas Ruang dan Generasi), Cet. IV, Genta Publishing, Yogyakarta, 2013, hlm. 45.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

16

aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan

hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa

yang telah diputuskan.

Teori kepastian hukum menegaskan bahwa tugas hukum itu menjamin

kepastian hukum dalam hubungan-hubungan pergaulan kemasyarakatan,

terjadi kepastian yang dicapai oleh karena hukum. Dalam tugas tersimpul 2

(dua) lain yaitu hukum harus menjamin keadilan maupun hukum harus tetap

berguna. Akibatnya kadang-kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk

yang berguna. Ada 2 (dua) macam pengertian kepastian hukum yaitu

kepastian oleh karena hukum dan kepastian dalam atau dari hukum.

B. Teori Jenjang Norma Hukum atau Stuffen Theorie

Dalam kehidupan hukum, suatu kepastian merupakan salah satu aspek

yang penting karena hukum bertujuan untuk memberikan kepastian kepada

masyarakat. Salah satu hal yang berhubungan erat dengan kepastian tersebut

adalah mengenai darimana hukum itu berasal. Kepastian atas usul atau

sumber hukum tersebut menjadi penting karena hukum kini menjadi

lembaga yang semakin formal. Dalam perkembangan yang demikian,

pertanyaan mengenai sumber manakah yang kita anggap sah, menjadi sangat

penting. Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen,

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

17

seorang ahli filsafat hukum, mengemukakan teorinya mengenai jenjang

norma hukum (Stuffen theorie), dimana ia berpendapat bahwa :17

“Norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-

lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana norma yang

lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma

yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi, demikian

seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat

ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu

norma dasar (Grundnorm)”.

Menurut teori jenjang norma (stuffen theorie) ini, dasar negara

berkedudukan sebagai norma dasar (grundnorm) dari suatu negara atau

disebut norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm). Grundnorm

merupakan norma hukum tertinggi dalam negara. Di bawah grundnorm

terdapat norma-norma hukum yang tingkatannya lebih rendah dari

grundnorm tersebut. Norma-norma hukum yang bertingkat-tingkat tadi

membentuk susunan hierarkis yang disebut sebagai tertib hukum.

Dalam identifikasi aturan hukum seringkali dijumpai keadaan aturan

hukum, yaitu kekosongan hukum, konflik antar norma hukum, dan norma

tidak jelas. Menghadapi konflik antar norma hukum, maka berlakulah asas-

asas penyelesaian konflik (asas preferensi), yaitu Lex superior derogate legi

inferiori, Lex spesialis derogate legi generali, lex posterior derogate legi

priori. Yang dimaksud dengan ketiga asas tersebut adalah sebagai berikut18

:

1. Lex superior derogate legi inferiori.

17

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid I, Konstitusi Press, Jakarta, 2006,

hlm. 18. 18

Achmad Ali, Loc.Cit.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

18

Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

tingkatannya mengenyampingkan berlakunya peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah, apabila kedua

peraturan perundang-undangan itu memuat ketentuan yang

saling bertentangan.

2. Lex spesialis derogat legi generali.

Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus

(special) mengeyampingkan berlakunya perundang-undangan

yang bersifat umum (general), apabila kedua peraturan

perundang-undangan itu memuat ketentuan yang saling

bertentangan.

3. Lex posterior derogat legi priori

Peraturan perundang-undangan yang baru

mengeyampingkan berlakunya peraturan perundang-undangan

yang lama, apabila kedua peraturan perundang-undangan itu

memuat ketentuan yang saling bertentangan.

Apabila terdapat 2 (dua) norma atau lebih yang isinya mengatur hal

yang sama tetapi substansinya saling bertentangan antara satu dengan yang

lainnya, salah satu atau lebih dari norma tersebut harus dikesampingkan

sehingga hanya satu norma yang dipilih dan dapat berlaku di masyarakat.19

19

Jimly Asshiddiqie, Loc.Cit.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

19

Untuk memecahkan permasalahan dalam konflik norma tersebut dapat

dilakukan dengan mempergunakan asas preferensi sebagai pisau analisisnya.

C. Teori badan hukum

Menurut Friedmann, teori yang mengkaji dan menganalisa tentang

badan hukum terbagi menjadi lima teori, yaitu teori fiksi, teori konsesi, teori

zweckvermogen, teori kekayaan bersama, dan realis atau organik. Adapun

teori-teori tersebut antara lain :

1. Teori fiksi

Teori fiksi berpendapat bahwa :20

“kepribadian hukum atas kesatuan-kesatuan lain

manusia adalah suatu khayalan. Kepribadian

sebenarnya hanya ada pada manusia. Negara-negara,

korporasi, lembaga-lembaga, tidak dapat menjadi

subjek dari hak-hak dan kepribadian, tetapi diperlukan

seolah-olah badan-badan itu manusia. W. Friedmann

menyebutkan bahwa teori fiksi sama sekali bukan teori,

tetapi hanya rumusan”.

Teori fiksi yang dipelopori oleh Von Savigny ini

menjelaskan bahwasanya badan hukum adalah hanyalah fiksi

hukum, maksudnya adalah bahwa sebenarnya badan hukum itu

semata-mata buatan negara saja, yang sesungguhnya tidak ada,

tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu subjek hukum

yang diperhitungkan sama dengan manusia.

2. Teori Konsesi

20

W.Friedman, Legal Theory (Teori dan Filsafat Hukum Telah Kritis Atas Teori-Teori Hukum),

Susunan, II, dan III, diterjemahkan oleh Muhammad Arifin, Rajawali Pres, Jakarta, 1990, hlm. 213

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

20

Teori ini dikemukakan oleh Gierke, “Teori ini berpendapat

bahwa badan hukum dalam negara tidak memiliki kepribadian

hukum, kecuali diperkenankan oleh hukum, dan ini berarti negara.

Teori ini didukung oleh Von Savigny, Salmond, dan Dicey.21

3. Teori Zweckvermogen

Teori ini berpendapat bahwa milik badan hukum

diperuntukan dan mengikat secara sah pada tujuan-tujuan tertentu,

tetapi tanpa pemilik (tanpa subjek). Teori yang dicetuskan oleh

Brinz juga menggangap bahwa manusia saja yang dapat memiliki

hak-hak. Jimly Asshiddiqie membagi teori zweckvermogen ke

dalam 4 variasi, yaitu:22

a. Teori van het ambtelijk vermogen

Teori ini berpendapat bahwa badan hukum adalah

badan yang mempunyai harta yang berdiri sendiri, yang

dimiliki oleh pengurus harta itu karena jabatannya sebagai

pengurus harta tersebut. Tokoh teori ini adalah Holder dan

Binder.

b. Teori zweckvermogen atau doel vermogens theorie

Teori ini berpandangan bahwa badan hukum adalah

badan yang mempunyai hak atas harta kekayaan tertentu

yang dibentuk bertujuan untuk melayani kepentingan

tertentu. Tokoh teori ini adalah A. Brinz dan F.J van

Heyden.

c. Teori propriete collective

Teori ini berpandangan bahwa dengan adanya

tujuan melayani kepentingan tertentu, bahwa harta

kekayaan dimaksud sah untuk diorganisasikan. Tokoh

dalam teori ini adalah Marcel Planiol.

21

Salim HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Cet. VI, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm.

178. 22

Ibid, hlm. 179.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

21

d. Gezammenlijke vermogens theorie

Menurut teori ini, badan hukum hakikatnya

merupakan hak dan kewajiban anggotanya secara bersama-

sama didalamnya terdapat harta kekayaan bersama yang

tidak dapat dibagi-bagi. Setiap anggota tidak hanya

menjadi pemilik sebagai pribadi untuk masing-masing

bagiannya dalam satu kesatuan yang tidak dapat dibagi itu,

tetapi juga pemilik bersama untuk keseluruhan harta

kekayaan, sehingga masing-masing pribadi anggota adalah

pemilik harta kekayaan, sehingga masing-masing pribadi

anggota adalah pemilik harta kekayaan yang

teroganisasikan dalam badan hukum itu.

4. Teori Kekayaan Bertujuan

Teori yang dicetuskan oleh A. Brinz menyatakan bahwa

hanya manusialah subjek hukum. Meskipun manusia adalah subyek

hukum, posisi sebagai subyek hukum tidak serta merta

menjadikannya pemilik atas kekayaan suatu badan hukum dan hak-

hak yang melekat kepadanya.23

Hal ini terkait dengan pendirian

suatu badan hukum dengan kekayaan yang telah dipisahkan dari

kekayaan pribadinya. Sementara status dari kekayaan badan hukum

pada prinsipnya sudah terikat dengan maksud dan tujuan dari badan

hukum tersebut.

5. Teori Realitas atau Organ

Reaksi dari adanya ajaran teori fiksi adalah munculnya

realitas atau yang lebih dikenal dengan nama teori organ. Pencetus

ajaran teori ini adalah Von Gierke. Menurut teori ini, badan hukum

23

W.Friedman, op.cit, hlm. 214.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

22

merupakan suatu realitas yang nyata bukan fiksi, sama seperti sifat

kepribadian alam manusia didalam pergaulan hukum.24

Inti teori ini

difokuskan pada pribadi-pribadi hukum yang nyata sebagai sumber

kepribadian hukum.

Teori ini sekaligus menggambarkan tidak adanya perbedaan

antara manusia dengan badan hukum. Pengikut ajaran ini di

Belanda yaitu, L.C. Polano yang terkenal dengan ajarannya leer der

volledige (ajaran realitas sempurna).25

Walaupun banyak terdapat

teori tentang badan hukum, tetapi tidak semua teori tersebut cocok

untuk diterapkan pada badan hukum. Teori tersebut haruslah

disesuaikan dengan karakteristik yang dimiliki oleh suatu badan

hukum.

2. Kerangka Konseptual

a. Akibat hukum adalah suatu konsekuensi dari suatu tindakan yang

dikehendaki oleh pelaku yang diatur oleh undang-undang atau segala

konsekuensi yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan

oleh subjek hukum terhadap obyek hukum atau akibat-akibat lain yang

disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang

24

Salim HS, op.cit, hlm. 197. 25

Anwar Borahima, Kedudukan Yayasan di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

2010, hlm. 13.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

23

bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai konsekuensi dari

suatu peristiwa hukum.26

b. Undang-Undang adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama

Presiden.27

Undang-Undang memiliki kedudukan sebagai aturan main

bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur

kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk

negara. Undang-Undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-

kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat dan

hubungan antara keduanya.

c. Peraturan Pemerintah adalah peraturan perundang-undangan di Indonesia

yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang

sebagaimana mestinya.28

Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah

materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam Un dang-

Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagai aturan

”organik” dari pada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak boleh

tumpang tindih atau bertolak belakang.

26

www.hukumonline.com (terakhir dikunjungi pada 29 Maret 2017, Pkl. 19.30 WIB) 27

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Op.Cit. 28

Pasal 1 ayat (5), Ibid.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

24

d. Yayasan menurut Black’s Law Dictionary 29

sebagai berikut :

“Permanent fund established and maintained by contribution

for charitable, educational, religious, research, or other

benevolent purpose. An institution or association given to

rendering financial aid to colleges, schools, hospitals, and

charities and generally supported by gifts for such purposes.

The founding or building of a college or hospital. The

incorporation or endowment of a collage or hospital is the

foundation; and he endows it with land or other property is the

founder.”

Yayasan diartikan seperti tersebut diatas menekankan pada

adanya suatu dana permanen yang dibuat dan dipelihara berdasarkan

kontribusi.

Menurut pendapat C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil,

yayasan adalah Stiching atau suatu badan hukum yang melakukan

kegiatan dalam bidang sosial, kemanusiaan dan keagamaan, serta tidak

mempunyai anggota30

. Sedangkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16

Tahun 2001 dan Undang-Undang Yayasan Nomor 28 Tahun 2004

menyebutkan;

“Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan

tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan,

yang tidak mempunyai anggota”

Dari beberapa pengertian yayasan tersebut diatas maka dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa yayasan (foundation) merupakan

organisasi yang mempunyai kekayaan sendiri dengan maksud dan

29

Bryan A. Gamer dan St. Paul, Black’s Law Dictionary, West Group, Minnesota, 1999. hlm. 13. 30

Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia, Cet. IV, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.

24.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

25

tujuan melakukan kegiatan sosial (amal), keagamaan, kemanusiaan

serta tidak bertujuan untuk mencari keuntungan atau laba.

G. Metode Penelitian

1. Tipe dan Jenis Penelitian

Tipe penelitian karya ilmiah berupa tesis ini adalah penelitian hukum

normatif atau biasa disebut yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertujuan

untuk meneliti asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi hukum,

sejarah hukum dan perbandingan hukum.31

Dalam buku Metode Penelitian

Hukum menurut Soerjono Soekanto, bahwa pada penelitian yuridis normatif

penelitian ini difokuskan untuk mengkaji dan meneliti materi hukum, yaitu

berupa proses penegakan hukum, akibat hukum, perubahan anggaran dasar,

Peraturan Perundang-undangan tentang yayasan dan literatur yang berkaitan

dengan pokok permasalahan yang dibahas. Sedangkan jenis dari penelitian

hukum normatif ini adalah jenis penelitian terhadap tahap sinkronisasi aturan

hukum, dimana aturan yang lebih rendah seharusnya tidak boleh bertentangan

atau mengenyampingkan aturan yang secara hierarki perundang-undangan

berada diatasnya.

Menurut Sutrisno Hadi penelitian atau research adalah usaha untuk

menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,

usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah.32

31

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 105. 32

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I, Andi Press, Yogyakarta, 2000, hlm. 4.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

26

Sedangkan menurut Maria S.W Sumarjono, penelitian merupakan proses

penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang sistematis

dan berencana dengan dilandasi oleh metode ilmiah.

Dengan demikian penelitian yang dilaksanakan tidak lain untuk

memperoleh data yang telah teruji kebenaran ilmiahnya. Namun untuk

mencapai kebenaran ilmiah tersebut ada 2 (dua) buah pola pikir menurut

sejarahnya, yaitu berpikir secara rasional dan berpikir secara empiris atau

melalui pengalaman. Penelitian hukum menurut Ronny Hanitijo Soemitro:33

Dapat dibedakan menjadi penelitian normatif dan sosiologis. Penelitian

normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data

sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan, sedangkan

penelitian hukum kronologis atau empiris terutama meneliti data primer.

2. Metode Pendekatan

Jhonny Ibrahim dalam bukunya Teori dan Metodologi Penelitian

Hukum Normatif menyatakan bahwa nilai ilmiah suatu pembahasan dan

pemecahan masalah terhadap legal isu yang diteliti sangat tergantung kepada

cara pendekatan (approach) yang digunakan.34

Sesuai dengan tipe penelitian

33

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982,

hlm. 25. 34

Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, PT. Bayumedia Publishing,

Malang, 2009, hlm. 79.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

27

yang digunakan yaitu yuridis normatif maka pendekatan masalah yang

dilakukan adalah : 35

1) Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach)

Pendekatan perundang-undangan merupakan suatu hal yang

mutlak dalam penelitian yuridis normatif, karena yang akan diteliti

adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema

sentral suatu penelitian. Pendekatan perundang-undangan dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut

paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

2) Pendekatan Historis (Historis Approach).

Pendekatan historis dilak ukan dalam rangka pelacakan sejarah

lembaga hukum dari waktu ke waktu. Pendekatan ini sangat membantu

peneliti untuk memahami filosofi dari aturan hukum dari waktu ke

waktu. Disamping itu melalui pendekatan demikian penelitian ini juga

dapat memahami perubahan dan perkembangan filosofi yang

melandasi atauran hukum tersebut. Penelitian normatif yang

menggunakan pendekatan sejarah memungkinkan seorang peneliti

untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu

pengaturan hukum tertentu sehingga dapat memperkecil kekeliruan,

baik dalam pemahaman maupun dalam penerapan.

35

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005,

hlm. 93.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

28

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian didapatkan melalui penelitian kepustakaan

(Library Research). Penelitian kepustakaan artinya data yang diperoleh dalam

penelitian ini dilakukan dengan membaca karya-karya ilmiah terkait dengan

permasalahan yang akan dikaji, kemudian mencatat bagian yang memuat

kajian tentang penelitian.36

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder. Data yang sudah diolah dan dan diperoleh dari

penelitian kepustakaan yang berupa buku-buku, jurnal-jurnal hukum, dan

peraturan perundang-undangan. Data sekunder terdiri atas:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang isinya mengikat,

mempunyai kekuatan hukum serta dikeluarkan atau dirumuskan oleh

legislator, pemerintah dan lainnya yang berwenang untuk itu.

2. bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang menjelaskan bahan

hukum primer, bahan hukum yang meliputi buku-buku, literature-

literatur yang menunjang bahan hukum primer.

Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka bahan hukum

yang akan digunakan adalah :

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan hukum yang mengikat, yang merupakan peraturan perundang-

undangan. Bahan hukum primer yang digunakan tentunya peraturan

perundang-undangan yang relevan dengan judul yang penulis pilih. Dari

36

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2007, hlm. 3.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

29

penelitian ini diperoleh bahan-bahan hukum yang mengikat karena

dikeluarkan oleh pemerintah dan berbentuk peraturan hukum yang mengikat

karena dikeluarkan oleh pemerintah dan berbentuk peraturan perundang-

undangan.37

Yang menunjang kelengkapan tulisan ini yaitu :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(Sebelum dan sesudah Perubahan).

2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Yayasan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2008 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Yayasan.

6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan.

7) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Bahan hukum sekunder.

Yaitu merupakan data yang diperoleh dari bahan pustaka (data kepustakaan).

Data sekunder terdiri dari penjelasan maupun petunjuk terhadap data primer

37

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Rajawali Pers,

2005, hlm. 52.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangscholar.unand.ac.id/32857/2/2. BAB I.pdf · melalui yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 124K/Sip/1973 tertanggal 27 Juni ... 26,

30

yang berasal dari berbagai literatur, majalah, jurnal, rancangan undang-

undang, hasil penelitian dan makalah dalam seminar yang berkaitan dengan

penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier

Bahan hukum tersier yakni, bahan-bahan hukum yang memberikan

keterangan atau petunjuk mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan kamus hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Bahan hukum yang bermanfaat bagi penulisan ini diperoleh dengan

cara studi dokumen yaitu, teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan

dengan cara mempelajari bahan-bahan kepustakaan atau data tertulis, terutama

yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, lalu menganalisis isi data

tersebut.

5. Pengolahan Data dan Analisis Bahan Hukum.

Adapun bahan hukum yang telah diperoleh dari penelitian studi

kepustakaan, akan diolah dan dianalisis secara kualitatif, yakni analisa data

dengan cara menganalisis, menafsirkan, menarik kesimpulan sesuai dengan

permasalahan yang dibahas, dan menuangkannya dalam bentuk kalimat-

kalimat. Setelah dianalisis penulis akan menjadikan analisis tersebut menjadi

suatu karya tulis berbentuk karya ilmiah berupa Tesis.