BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

45
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit akibat perubahan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker yaitu adanya paparan karsinogen sehingga terjadi mutasi pada gen-gen regulator yang berfungsi dalam pengaturan sistem homeostasis dalam tubuh (Ruddon, 2007). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dan dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara- negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2008, kanker menjadi penyebab utama kematian di dunia di antaranya adalah kanker paru-paru, kanker lambung, kanker hati, kanker kolon, serta kanker payudara. Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) RS Kanker Dharmais melaporkan bahwa kanker payudara menjadi urutan kedua sebagai penyebab kematian terbesar bagi kaum wanita di Indonesia (Anonim, 2009). Hingga pada tahun 2030 diperkirakan kematian akibat kanker dapat meningkat sekitar 11 juta orang (WHO, 2011). Hal ini disebabkan karena sifat dari sel-sel kanker dapat menyebar kebagian jaringan tubuh yang lain sehingga menyebabkan kematian (DeVita et al., 2011). Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita oleh kaum wanita. Sekitar 1,7 juta wanita didiagnosa menderita kanker payudara hingga menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan data yang dilaporkan oleh

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker merupakan penyakit akibat perubahan pertumbuhan sel-sel

jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya kanker yaitu adanya paparan karsinogen sehingga

terjadi mutasi pada gen-gen regulator yang berfungsi dalam pengaturan sistem

homeostasis dalam tubuh (Ruddon, 2007). Indonesia merupakan salah satu negara

berkembang dan dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data WHO (World Health

Organization) tahun 2008, kanker menjadi penyebab utama kematian di dunia di

antaranya adalah kanker paru-paru, kanker lambung, kanker hati, kanker kolon,

serta kanker payudara. Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) RS Kanker

Dharmais melaporkan bahwa kanker payudara menjadi urutan kedua sebagai

penyebab kematian terbesar bagi kaum wanita di Indonesia (Anonim, 2009).

Hingga pada tahun 2030 diperkirakan kematian akibat kanker dapat meningkat

sekitar 11 juta orang (WHO, 2011). Hal ini disebabkan karena sifat dari sel-sel

kanker dapat menyebar kebagian jaringan tubuh yang lain sehingga menyebabkan

kematian (DeVita et al., 2011).

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang banyak diderita

oleh kaum wanita. Sekitar 1,7 juta wanita didiagnosa menderita kanker payudara

hingga menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan data yang dilaporkan oleh

2

IARC tahun 2013. Penderita kanker payudara di Indonesia mencapai 25.208

penderita per 100.000 jiwa dan sebanyak 43% penderita mengalami kematian

(Green et al., 2008). Pada 50% kasus kanker payudara disebabkan oleh ekspresi

berlebih protein estrogen dan 30% kasus kanker payudara disebabkan oleh

ekspresi berlebih Human Epidermal Receptor-2 (HER-2) (Gibbs, 2000).

Reseptor HER-2 merupakan epidermal growth factor receptor (EGFR),

sehingga dalam jumlah berlebih mampu mempengaruhi proliferasi sel tumor

secara terus menerus (Laskin and Sandler, 2004). Siddiqa et al., (2008)

melaporkan bahwa ekspresi berlebih reseptor HER-2 dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin. Peningkatan

ekspresi survivin, menyebabakan inaktivasi caspase, induktor apoptosis menjadi

inaktif, sehingga mampu memicu terjadinya proliferasi sel kanker payudara secara

terus menerus (Zhong et al., 2009). Penelitian terdahulu melaporkan bahwa

aktivasi reseptor-reseptor yang berperan dalam migrasi dan invasi sel kanker

dapat terjadi akibat ekspresi berlebih reseptor HER-2 (Wolf-Yadlin et al., 2006).

Ekspresi berlebih reseptor HER-2 mampu menginduksi dimerisasi secara spontan

dan terjadi autofosforilasi, dan memicu terjadinya aktivasi focal adhesion kinase

(FAK) sehingga mampu menginduksi terjadinya proses migrasi dan metastasis sel

kanker (Johnson et al., 2010).

Pengobatan yang saat ini banyak digunakan dalam penanganan kasus

kanker payudara yaitu dengan memanfaatkan agen kemoterapi berupa obat

sintesis dan monoclonal antibody seperti Transtuzumab. Transtuzumab memiliki

mekanisme aksi melalui penghambatan dimerisasi reseptor HER-2. Namun,

3

transtuzumab dilaporkan mengalami resistensi dalam penggunaannya (Kute et al.,

2004). Saat ini terjadi perkembangan agen kemoterapi kanker payudara,

khususnya pada sel kanker payudara HER-2 positif. Agen kemoterapi kanker

payudara HER-2 positif yang saat ini banyak digunakan yaitu lapatinib. Lapatinib

merupakan molekul kecil yang memiliki aktivitas sebagai inhibitor tyrosine

kinase (TKI) (Johnston et al., 2006). Namun, saat ini Lapatinib telah resisten

terhadap penanganan kasus kanker payudara HER-2 positif (Mitra et al., 2009).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Natha (2012), bahwa adanya ekspresi berlebih

reseptor HER-2 pada kanker payudara mampu meningkatkan progresi sel tumor

dan resistensinya terhadap agen kemoterapi. Oleh karena itu, penghambatan

terhadap ekspresi reseptor HER-2 menjadi sangat penting.

Salah satu tanaman yang telah diteliti terkait potensinya sebagai agen

sitotoksik pada beberapa sel kanker adalah kayu secang (Caesalpinia sappan L.).

Kandungan senyawa kimia yang terkandung dalam kayu secang seperti

homoisoflavanoid brazilin, brazilein, 4-O-methylsappanol, protosappanin A, dan

caesalpin J memiliki sifat sitotoksik pada beberapa sel kanker (Lim et al., 1996).

Brazilin dan brazilein merupakan senyawa aktif pada kayu secang yang memiliki

kemampuan sebagai antioksidan, antiinflamasi, antibakteri serta antitumor (Liang

et al., 2013). Brazilin dan brazilein telah terbukti mempunyai aktivitas sitotoksik

pada enam kultur sel kanker yaitu HepG2 dan Hep3B (liver), MDA-MB-231 dan

MCF-7 (payudara), A549 (paru-paru), dan Ca9-22 (gingiva) (Yen et al., 2011).

Brazilein mampu menginduksi terjadinya mekanisme apoptosis pada sel kanker

hepar HepG2 (Zhong et al., 2009) dan sel kanker payudara MCF-7 melalui

4

penghambatan ekspresi survivin (Tao et al., 2011). Khamsita (2012) melaporkan

bahwa ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel

kanker payudara MCF-7 dengan nilai IC50 37 µg/mL. Serta ekstrak etanolik kayu

secang mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik agen kemoterapi doxorubicin

dengan nilai kombinasi optimum ekstrak 18 µg/mL dan doxorubicin 25 µM.

Penelitian aktivitas sitotoksik secang terhadap sel kanker payudara telah banyak

diteliti. Namun, pengamatan aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik kayu secang

(Caesalpinia sappan L.) pada sel kanker payudara HER-2 positif belum diteliti.

Oleh karena itu, melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam

pengembangan ekstrak etanolik kayu secang (EEKS) pada sel kanker payudara

bertarget molekuler pada reseptor HER-2 menggunakan sel kanker payudara

MCF-7 yang mengekspresikan HER-2 secara berlebih (MCF-7/HER-2).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanolik kayu secang memiliki aktivitas sitotoksik pada sel

kanker payudara MCF-7/HER-2?

2. Apakah ekstrak etanolik kayu secang mampu menghambat ekspresi reseptor

HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2?

5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi ekstrak etanolik

kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen sitotoksik bertarget

molekuler pada reseptor HER-2.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui aktivitas sitotoksik EEKS terhadap sel kanker payudara MCF-

7/HER-2 serta nilai IC50-nya.

b. Mengkaji pengaruh EEKS terhadap penghambatan ekspresi reseptor HER-2

pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini menjadi sangat penting bagi mahasiswa, institusi dan ilmu

pengetahuan. Bagi mahasiswa dan institusi penelitian ini dapat menjadi salah satu

sarana peningkatan kualitas riset dan menjadi bahan publikasi pada jurnal ilmiah,

sehingga dapat menambah kakayaan informasi dan menjadi landasan untuk

perkembangan penelitian selanjutnya. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini

menjadi penting karena menjadi sumber informasi dan sumber data yang valid

dalam pengembangan ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

sebagai agen sitotoksik pada sel kanker payudara yang bertarget molekuler pada

reseptor HER-2.

6

E. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.)

a. Morfologi dan Klasifikasi

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan bahan alam yang berasal dari

bagian serutan batang kayu kering dari Caesalpinia sappan L.. Tanaman secang

berbentuk pohon kecil dengan ukuran 5-10 m. Tanaman secang memiliki bentuk

batang yang bercabang-cabang, berduri dan letaknya tersebar. Batang bulat dan

berwarna hijau kecokelatan. Daun yang dimiliki merupakan daun majemuk,

menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya

berhadapan dan berwarna hijau. Bunganya majemuk berbentuk malai, keluar dari

ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk tabung, berwarna

kuning. Buah tanaman secang berupa buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4

cm, ujung seperti paruh berisi 3-4 biji, bila masak warnanya hitam. Biji bulat

memanjang, panjang 15-18 mm, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm, warnanya kuning

kecokelatan. Pemanenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun.

Perbanyakan dengan biji atau stek batang. Klasifikasi Caesalpinia sappan L.:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Fabales

Famili : Caesalpiniaceae

Genus : Caesalpinia

Spesies : Caesalpinia sappan L. (Verheij and Coronel, 1992)

7

Caesalpinia sappan L. mempunyai sinonim Biancaea sappan (L.) Tadaro. Nama

umum Caesalpinia sappan L. yaitu secang sedangkan beberapa nama daerahnya

yaitu Seupeng (Aceh); Sopang (Batak); Cacang (Minangkabau); Secang (Sunda);

Kayu secang, Soga Jawa (Jawa); Kaju secang (Madura); Cang (Bali); Sapang

(Makasar) (Verheij and Coronel, 1992).

Secang telah banyak dimanfaatkan sebagai sumber pewarna alami.

Pewarna ini digunakan untuk mewarnai pakaian, dan minuman penyegar. Di

Yogyakarta kayu secang banyak diaplikasikan sebagai wedang secang

dan wedang uwuh. Caesalpinia sappan L. merupakan tanaman obat tradisional

yang diproduksi di Taiwan, China, India, Myanmar, Vietnam, Sri Lanka, dan

Semenanjung Malaya. Secara tradisional, kayu secang digunakan sebagai ramuan

berair dan diresepkan untuk memperbaiki sistem darah, melancarkan menstruasi,

mengurangi rasa sakit dan bengkak, pengobatan deuretik serta penyakit kulit

tertentu (Wang et al., 2011).

Gambar tanaman kayu secang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tanaman Secang (Caesalpinia sappan L.) (A) Pohon Secang, dan (B) Batang Kayu

Secang (BPOM RI, 2008)

(A) (B)

8

b. Kandungan Kimia

Komponen kandungan kimia kayu secang adalah brazilin, brazilein,

protosappanin A, 4-O-methylsappanol, dan caesalpin J (Shimokawa et al., 1985;

Namikoshi et al., 1987; Kim et al., 2012; Lee et al., 2010; Washiyama et al.,

2009).

Struktur kandungan kimia kayu secang dapat dilihat pada Gambar 2:

Gambar 2. Struktur Kandungan Kimia Kayu Secang. Brazilin (A), Brazilein (B),

Protosappanin A (C), 4-O-methylsappanol (D), dan Caesalpin J (E)

c. Potensi dan Penelitian Terdahulu

Ekstrak etanolik kayu secang mengandung senyawa flavonoid, terpenoid,

saponin dan fenolik (Lim et al., 1997). Berdasarkan penelitian terdahulu

melaporkan bahwa senyawa flavonoid dalam kayu secang (Caesalpinia sappan

L.) seperti brazilin dan brazilein terbukti mempunyai efek antiinflamasi,

A

B

C

D

E

9

antioksidan, antimikroba, antivirus, antitumor, antiatherosclerosis, hipoglikemik,

dan lain-lain (Wang et al., 2011; Bae et al., 2005), serta mampu menjaga sistem

homeostasis tubuh dan mampu menginduksi kematian sel pada sel kanker leher

(Badami et al., 2003). Brazilein merupakan bentuk oksidatif dari brazilin yang

memiliki berbagai macam aktivitas biologi, seperti agregasi platelet (Chang et al.,

2013), vasorelaksasi (Sasaki et al., 2010), dan anti alergi pada asma (Lee et al.,

2012). Brazilin juga diketahui dapat menghambat proliferasi sel glioblastoma

(Yen et al., 2010).

Brazilein merupakan termasuk kedalam golongan homoisoflavonoid

tetrasiklik (Yan et al., 2005). Brazilein terbukti memiliki aktivitas sitotoksik

vyang signifikan terhadap sel kanker HepG2 dan Hep3B (liver), MDA-MB-231

dan MCF-7 (payudara), A549 (paru-paru), dan CA9-22 (gingiva) (Yen et al.,

2010). Penelitian lain membuktikan bahwa brazilein juga memiliki aktivitas

antikanker pada sel leukimia K562/AO2 yang mengalami ekspresi berlebih

ABCB1 serta menginduksi apoptosis pada sel tersebut (Tao et al., 2011).

Brazilein merupakan kelompok IAP (Inhibitor of Apoptosis) yang memiliki

kemampuan untuk menghambat ekspresi reseptor survivin, yaitu reseptor yang

memiliki peranan penting dalam regulasi kematian sel, perkembangan siklus sel,

dan divisi sel. Brazilein juga memiliki aktivitas menghambat migrasi dan invasi

sel kanker metastasis MDA-MB-23 melalui inaktivasi jalur PI3K/Akt dan p38

MAPK sehingga menghambat aktivasi NFκB (Hsieh et al., 2013)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh group Cancer

Chemoprevention Research Center (CCRC) terhadap tanaman secang

10

(Caesalpinia sappan L.), dilaporkan bahwa fraksi etil asetat Caesalpinia sappan

L. (FEC) memiliki efek sitotoksik melalui jalur apotosis pada sel kanker payudara

T47D dengan nilai IC50 sebesar 55 µg/mL (Kristiani, 2013), serta kombinasi FEC

dan agen kemoterapi doxorubicin memiliki sinergisitas yang sangat kuat dengan

konsentrasi FEC dan doxorubicin senilai 110 IC50 – 1

10 IC50, 110 IC50 – 1

8

IC50, 18 IC50 – 1

10 IC50, dan 18 IC50 – 1

8 IC50 (Kristiani, 2013). Ekstrak

etanolik kayu secang memiliki efek sitotoksik pada sel kanker kolon WiDr dengan

nilai IC50 senilai 32 µg/mL, dan mampu meningkatkan sensitivitas agen

kemoterapi 5-Fluorourasil pada sel kanker kolon WiDr dengan dosis kombinasi

optimum ekstrak 16 µg/mL (12 IC50) dan 5-Fluorourasil 168,75 µM (Rivanti,

2013). Fraksi brazilein kayu secang mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik

pada sel kanker payudara T47D melalui induksi apoptosis dengan dosis kombinasi

optimum esktrak 1 2 IC50 (34 µg/mL) dan doxorubicin 12 IC50 (201 µg/mL)

(Utomo, 2014). Fraksi etil asetat secang (FES) memiliki aktivitas sitotoksik yang

poten melalui induksi jalur apoptosis pada sel kanker kolon WiDr dengan nilai

IC50 11 µg/mL, dan mampu meningkatkan sensitifitas agen kemoterapi 5-FU

dengan dosis kombinasi optimum ekstrak 1 µg/mL dan 5-FU 50 µM. Induksi

apoptosis pada sel kanker kolon WiDr oleh FES ditunjukkan pada peningkatan

cleaved PARP (Novarina, 2014). Fraksi brazilein kayu secang memiliki efek

sitotoksik melalui induksi apoptosis pada sel kanker payudara T47D dengan nilai

IC50 sebesar 68 µg/mL, serta mampu meningkatkan sensitivitas agen kemoterapi

Cisplatin dengan nilai combination index (CI) sebesar 0,66 (Tirtanirmala, 2014).

Berdasarkan penelitian Laksmiani pada tahun 2013 melaporkan bahwa brazilein

11

mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik doxorubicin pada sel kanker payudara

MCF-7, serta brazilein memiliki potensi dalam menduduki sisi aktif reseptor Pgp,

IKK dan HER-2 berdasarkan uji in silico.

2. Kanker Payudara dan Sel MCF-7/HER-2

Kanker merupakan penyakit seluler akibat proliferasi sel secara terus

menerus dan tidak terkendali. Kanker menjadi istilah umum untuk penyakit yang

mampu mempengaruhi seluruh bagian tubuh. Tumor ganas dan neoplasma

merupakan beberapa istilah lain dari kanker (King, 2000). Beberapa faktor dalam

perkembangan tumor atau ketidakberhasilan dari suatu terapi tumor karena adanya

ketidakseimbangan antara kematian dan proliferasi sel kanker. Kanker terjadi

akibat adanya mutasi gen-gen regulator yang berfungsi untuk mengatur

homeostasis normal seluler. Regulator terbagi menjadi regulator positif

(oncogene) dan negatif (tumor suppressor gene). Regulator positif yang dapat

termutasi dan mengalami peningkatan ekspresi, sehingga dapat memicu proliferasi

sel. Begitu pula pada gen regulator negatif yang dapat mengalami mutasi sehingga

reseptor fungsionalnya menjadi inaktif, sehinga sel kehilangan kontrol untuk

menghentikan aktivasi proliferasi sel yang abnormal, contohnya mutasi gen p53

(DeVita et al., 2011).

Ciri-ciri sel kanker secara umum berdasarkan laporan Hanahan et al., pada tahun

2011 yaitu:

a. Memiliki potensi dalam produksi sinyal pertumbuhan secara mandiri. Secara

normal, sel akan membela jika terdapat sinyal dari luar sel. Namun, pada sel

12

kanker mampu menyediakan sinyal proliferasi secara mandiri sehingga

mampu membelah dan tumbuh secara terus menerus.

b. Memiliki kemampuan dalam menghindari sinyal penghambatan pertumbuhan.

Sel kanker tidak merespon inhibisi kontak, sehingga walaupun telah

bersinggungan dengan sel tetangganya sel kanker akan tetap tumbuh. Sel

kanker juga mengalami kerusakan pada jalur antiprolliferasi sehingga

menganggap tidak ada yang menghambat pertumbuhannya.

c. Secara normal sel yang mengalami kerusakan gen akan memprogram dirinya

untuk mati melalui mekanisme apoptosis. Namun, pada sel kanker dapat

bertahan dari kematian akibat apoptosis karena terjadi kerusakan pada jalur

apoptosis.

d. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis. Proses ini dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan sel akan nutrisi dan oksigen sehingga sel-sel kanker

dapat tumbuh dan menyebar.

e. Sel kanker mengekspresikan telomerase dalam jumlah tinggi sehingga telomer

akan dipertahankan panjangnya. Oleh karena itu, sel kanker tidak akan

mengalami kematian ataupun senescence.

f. Pada sel kanker mampu melakukan proses invasi dan metastasis melalui

proses regulasi secara mandiri karena pada sel kanker terjadi kehilangan E-

chaderin, yaitu suatu molekul yang berperan dalam adhesi sel dengan sel yang

lain. Oleh karena itu, sel kanker mampu melepaskan diri dari koloninya,

kemudian melakukan intravasasi (masuk ke pembuluh darah dan limfa),

transit dalam sistem limfatik dan pembuluh darah, ekstravasasi (keluar dari

13

lumina) dan masuk ke dalam parenkim jaringan yang letaknya jauh,

membentuk nodul kecil sel kanker (mikrometastasis), dan akhirnya tumbuh

menjadi tumor yang makroskopis (kolonisasi).

g. Sel kanker mampu menghindari pengenalan dari sistem imun. Sistem imun

surveillance berespon untuk mengenali dan mengeliminasi tanda-tanda

pembentukan sel kanker yang akan berkembang. Perkembangan sel tumor

yang menginduksi terjadinya kanker ditandai dengan terjadinya defisiensi

sistem imun seperti CD8+

cytotoxic T lymphocytes (CTLs), CD4+Th1 helper T

cells dan natural killer (NK).

h. Sel kanker mampu melakukan regulasi kembali terhadap energetik seluler.

Sehingga melalui kemampuan ini menyebabkan proliferasi secara terus

menerus dan tidak terkontrol, hal ini dapat terjadi karena adanya anomali

metabolisme energi pada sel kanker yang terkait dengan proses glikolisis.

Oleh karena itu, dalam penanganan kasus ini dilakukan pengembangan

melalui inhibitor glikolisis aerobik untuk menurunkan energi metabolisme

yang dibutuhkan oleh pertumbuhan dan pembelahan sel kanker.

i. Sel kanker mengalami ketidakstabilan dan mutasi genom. Gen-gen penjaga

DNA biasanya mengalami kerusakan seiring dengan perkembangan kanker.

Ketidakstabilan genetik dapat menyebabkan kegagalan sel kanker untuk

melakukan apoptosis.

j. Sel kanker mampu memicu terjadinya proses inflamasi. Pada mekanisme kerja

sel-sel imun yang mampu mengenali sel tumor sehingga menimbulkan

peristiwa inflamasi minor pada jaringan non-neoplastik. Inflamasi dapat

14

menyediakan molekul bioaktif pada perkembangan tumor seperti faktor

pertumbuhan sehingga tetap dapat berproliferasi, faktor survival sehingga sel

bersifat immortal, faktor proangiogenik berperan dalam angiogenesis. Dari

pemicuan faktor-faktor tersebut, maka sel-sel normal dapat meningkatkan

kemampuan untuk berproliferasi dan menjadi neoplastik.

Pada tahun 2012, kanker payudara menjadi salah satu penyebab kematian

terbesar bagi kaum wanita diseluruh dunia (WHO, 2014). Berikut merupakan

rangkuman statistik kanker payudara di Indonesia yang diambil dari Pfizer Facts –

The Burden of Cancer in Asia pada tahun 2008:

a. Di negara Asia kecepatan in

b. sidensi kanker payudara terjadi per 100.000 wanita: dengan nilai sebesar

26,1 Indonesia berada di posisi keenam setelah negara Taiwan, Singapura,

Filipina, Jepang dan Malaysia.

c. Di Indonesia jumlah kasus baru kanker payudara yang terjadi pada wanita

berada pada posisi pertama di antara negara-negara Asia dengan nilai

25.208.

d. Di Indonesia kecepatan mortalitas kanker payudara yang terjadi pada wanita

berada pada posisi ketiga dengan nilai 11,3 dibanding negara Filipina dan

Malaysia.

e. Di Indonesia kecepatan prevalensi kanker payudara yang terjadi pada

100.000 per wanita selama lima tahun, dengan nilai 82,3 Indonesia berada

di posisi kelima setelah negara Jepang, Singapura, Filipina dan Malaysia.

15

f. Indonesia berada di posisi kedua dengan nilai 90.611 setelah negara China

untuk jumlah wanita yang sedang menderita dan terdiagnosis kanker

payudara selama lima tahun terakhir.

Kanker payudara adalah jenis kanker dimana terjadi penyerangan pada

membran mukosa dan kelenjar payudara terutama pada ductus (saluran yang

menyalurkan susu) dan lobus (kelenjar susu tempat produksi susu). Kanker

payudara terjadi ketika sel-sel pada payudara tumbuh tidak terkendali dan mampu

menginvasi jaringan tubuh yang lain. Penyakit ini termasuk penyakit yang sangat

kompleks baik secara klinis, morfologi, maupun secara molekuler (Eroles et al.,

2009). Secara molekular kanker payudara terjadi akibat mutasi pada onkogen c-

myc, ERBB2 dan Ras, maupun mutasi pada gen BRCA1 (breast cancer type 1),

BRCA2 (breast cancer type 2), dan gen p53, atau inaktivasi gen p53 yang

mengakibatkan terjadinya kanker payudara karena hilangnya fungsi sebagai gen

tumor supresor (Ruddon, 2007). Proses proliferasi kanker payudara diinisiasi oleh

adanya ekspresi berlebih beberapa reseptor, misalnya estrogen reseptor (ER),

progesteron reseptor (PR) dan c-erbB (HER-2) yang merupakan reseptor

predisposisi kanker payudara (Eccles, 2001). Estrogen merupakan hormon yang

paling berperan dalam karsinogenesis kanker payudara. Estrogen jika berikatan

dengan reseptornya akan menimbulkan transduksi sinyal yang menyebabkan

proliferasi sel dan penghambatan apoptosis. Metabolit quinon merupakan hasil

metabolit estrogen yang bersifat genetoksik sehingga dapat menginisiasi

terjadinya sel kanker. Polimorfisme gen yang mengkode sintesis dan metabolisme

estrogen, seperti cytochrome P450 1B1 (CYP1B1) dan catechol-o-methyl

16

transferase (CMOT) menjadi salah satu faktor resiko lain terjadinya kanker

payudara (Yager et al., 2006).

Salah satu jenis sel kanker payudara yaitu sel kanker payudara MCF-7

yang merupakan jenis sel kanker payudara yang banyak digunakan dalam

penelitian. Sel kanker MCF-7 memiliki karakteristik eskpresi berlebih Pgp (Davis

et al., 2003), eskpresi berlebih Bcl-2 dan tidak mengekspresikan caspase-3

sehingga mampu melakukan proliferasi sel (Simstein et al., 2010). Sel MCF-7

diperoleh dari pleural effusion breast adenocarcinoma seorang pasien wanita

Kaukasian berumur 69 tahun, golongan darah O, dengan Rh positif. Sel MCF-7

termasuk estrogen receptor (ER) positif sehingga sering digunakan dalam studi

kanker payudara dan reseptor estrogen, serta ekspresi berlebih Bcl-2 dan tidak

mengeskpresikan caspase-3. Sel ini bersifat adheren (melekat), dapat tumbuh

dalam media pertumbuhan MEM dengan penambahan 10% FBS dan Penicilin-

Streptomycin 1% (ATCC, 2014).

Sel kanker payudara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sel kanker

payudara MCF-7 ekspresi berlebih HER2 (MCF-7/HER-2). Sel kultur MCF-

7/HER-2 dibuat dengan cara mentransfeksikan pcDNA5/TO-HER-2 yang telah

terkonjugasi dengan gen resisten antibiotik hygromicin dan ditanam didalam

media yang mengandung antibiotik hygromicin. Tujuan konjugasi gen resisten

antibiotik hygromicin yaitu untuk memastikan bahwa sel yang hidup merupakan

sel MCF-7 yang telah tertransfeksi gen HER-2.

17

3. Human Epidermal Receptor-2 (HER-2)

Reseptor HER-2 atau HER-2/neu merupakan anggota dari erbB/epidermal

growth factor receptor (EGFR)/reseptor tirosin kinase kelas I. Gen HER-2

menyandi 185 kDa reseptor sehingga HER-2 juga dikenal sebagai p185HER-2

.

HER-2 mempunyai karakteristik struktur yang terdiri dari ligan ekstraseluler

(extracellular ligand-binding domain), suatu transmembran, tyrosine kinase

domain, dan ujung karboksil terminal. Reseptor HER-2 adalah salah satu dari

empat anggota keluarga HER dari reseptor tirosin kinase transmembran. Jalur

transduksi sinyal HER-2 melalui dimerisasi dan autofosforilisasi dengan reseptor

lain dari anggota HER (HER-1 atau EGFR, HER-3, HER-4). HER-2 berpengaruh

pada proliferasi sel tumor, survival, metastasis, kemampuan menginvasi jaringan

dan angiogenesis (Laskin et al., 2004).

HER-2 memiliki potensi dalam peningkatan reseptor antiapoptosis Bcl-2

dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan PI3K-Akt. Jalur MAP kinase

memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB sehingga terbentuk kompleks

IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan menjadi faktor transkripsi dan masuk

kedalam nukleus sehingga terjadi proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008).

18

Gambar 3. Jalur Sinyal MAP Kinase pada HER-2. Aktivasi HER-2 melalui dimerisasi

(heterodimer atau homodimer) akan mengaktivasi protein downstream sehingga mempengaruhi

proliferasi (Kruser and Wheeler, 2010)

Katalisis transfer fosfat dari ATP ke gugus –OH tirosis pada reseptor

target merupakan mekanisme kerja dari anggota reseptor kinase, yaitu suatu

reseptor transmembran. Aktivasi reseptor tirosin kinase (RTK) terjadi jika berada

dalam konformasi dimer. Dimerisasi RTK menyebabkan terjadinya

autofosforilisasi pada residu asam amino. Proses automerisasi dapat memicu

aktivasi jalur RAS/RAF/MAPK (Konkimalla et al., 2009). Jalur MAP kinase

mampu memfosforilasi IĸB sehingga kompleks IĸB dengan NFĸB menjadi

terlepas dan NFĸB sebagai faktor transkripsi menjadi aktif masuk ke dalam

nukleus dan proliferasi sel terjadi. NFĸB juga mempengaruhi peningkatan

ekspresi Bcl-2 dan survivin suatu reseptor antiapoptosis. Jalur PI3K/Akt mampu

mengaktivasi IKK. IKK akan mendegradasi IĸB, sehingga faktor transkripsi

NFĸB bebas dan terjadi proses seperti sebelumnya sehingga sel akan terus

membelah dan dibutuhkan konsentrasi agen kemoterapi yang lebih tinggi untuk

19

dapat menghambat proliferasi sel (Siddiqa et al., 2008). Oleh karena itu,

penghambatan aktivasi HER-2 pada ATP binding site menjadi target

pengembangan dalam penemuan obat yang bertarget molekuler pada sel kanker

payudara (Vora et al., 2009).

Beberapa contoh obat yang memiliki aktivitas penghambatan tertarget

pada reseptor HER-2 yaitu lapatinib. Lapatinib merupakan suatu small molecule,

yang memiliki BM 581,06 dengan rumus molekul C29H26ClFN4O4S. Lapatinib

bertindak sebagai inhibitor tyrosine kinase (TKI) pada HER1 (EGFR) dan HER-2.

Lapatinib beraksi pada ATP binding site HER1 (EGFR) dan HER-2, sehingga

menghambat terjadinya proses fosforilisasi dan jalur downstream yang mengatur

proliferasi sel seperti ERK1-2 dan PI3K-AKT (Medina and Goodin, 2008).

Namun yang menjadi kendala saat ini, pengobatan kanker payudara HER-2 positif

menggunakan Lapatinib telah mengalami resitensi. Beberapa mekanisme yang

menyebabkan terjadinya resistensi yaitu karena inaktivasi obat oleh enzim

pemetabolisme, pengeluaran obat oleh Pgp, adanya mutasi target obat, serta

adanya ekspresi berlebih reseptor HER-2 (Davis et al., 2003). Oleh karena itu,

dibutuhkan suatu alternatif dalam pengobatan kanker payudara HER-2 positif.

F. Landasan Teori

Berdasarkan penelitian terdahulu dilaporkan bahwa ekstrak etanolik kayu

secang memiliki kandungan senyawa flavanoid seperti brazilein. Brazilein

dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker liver HepG2, dan Hep3B,

sel kanker paru-paru A549, sel kanker gingival CA9-22 dan sel kanker leukemia

20

K562, serta pada sel kanker payudara MCF-7 dan MDA-MB-231. Oleh karena

itu, berdasarkan data-data tersebut maka esktrak etanolik kayu secang memiliki

aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.

Berdasarkan penelitian terdahulu penghambatan aktivasi reseptor HER-2

pada ATP binding site menjadi target molekuler pada pengembangan obat pada sel

kanker payudara HER-2 positif. HER-2 memiliki potensi dalam peningkatan

reseptor antiapoptosis Bcl-2 dan survivin melalui aktivasi jalur MAP kinase dan

PI3K-Akt. Jalur MAP kinase memiliki kemampuan dalam memfosforilisasi IĸB

sehingga terbentuk kompleks IĸB dengan NFĸB sehingga NFĸB lepas dan

menjadi faktor transkripsi dan masuk kedalam nukleus sehingga terjadi proliferasi

sel. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa brazilein memiliki potensi dalam

inaktivasi jalur PI3K/Akt dan p38 MAPK sehingga menghambat aktivasi NFκB.

Oleh karena itu, berdasarkan data-data ini ekstrak etanolik kayu secang mampu

menghambat ekspresi reseptor HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.

G. Hipotesis

1. Ekstrak etanolik kayu secang bersifat sitotoksik terhadap sel kanker payudara

MCF-7/HER-2.

2. Ekstrak etanolik kayu secang mampu menghambat ekspresi reseptor HER-2

pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2.

21

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan eksperimental murni post

test only control group design dengan variabel-variabel sebagai berikut :

a. Variabel bebas : seri konsentrasi EEKS

b. Variabel tergantung : viabilitas sel, ekspresi reseptor HER-2

c. Variabel terkendali : kondisi penelitian seperti suhu dan tekanan

inkubator, lama waktu inkubasi, serta jumlah sel

MCF-7/HER-2 tiap sumuran.

2. Definisi Variabel Operasional

a. Ekstrak etanolik kayu secang diperoleh melalui maserasi menggunakan

etanol 70% kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator.

b. Seri konsentrasi ekstrak etanolik kayu secang yang digunakan pada

perlakuan tunggal selama 24 jam pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2

yaitu 1, 2, 5, 10, 20, 50 µg/mL.

c. Konsentrasi ekstrak etanolik kayu secang yang digunakan pada perlakuan

tunggal selama 24 jam untuk pengamatan eskpresi reseptor HER-2 yaitu ½

IC50 (12,5 µg/mL).

22

d. Viabilitas sel adalah parameter uji sitotoksik yang menunjukkan

kemampuan suatu sel untuk bertahan hidup dan mengeskpresikan potensi

diri.

e. Intensitas pendaran fluoresence pada membran sel kanker payudara MCF-

7/HER-2 adalah parameter terhadap ekspresi reseptor HER-2.

f. Kondisi penelitian adalah kondisi optimal yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan uji in vitro diantaranya suhu dan aliran CO2 inkubator adalah

370C dan 5%, inkubasi dilakukan selama 24 jam.

3. Tahapan Penelitian yang Dilakukan

a. Ekstraksi serbuk kayu secang menggunakan metode maserasi.

b. Uji kandungan senyawa brazilein dalam EEKS dengan metode

Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

c. Uji sitotoksik tunggal menggunakan MTT assay.

d. Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 menggunakan Immunofluoresence

assay.

e. Analisis data.

B. Bahan Penelitian

1. Bahan Uji

EEKS didapatkan dari ekstraksi serbuk kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

yang diperoleh dari B2P2TOOT Tawangmangu, Jawa Tengah. Ekstraksi

dilakukan dengan menggunakan metode maserasi dengan etanol 70%.

Perbandingan serbuk kayu secang dan etanol 70% yang digunakan dalam

maserasi sebesar 1:10, serta dilakukan maserasi selama 5 hari dan dilanjutkan

23

remaserasi selama 3 hari. Filtrat disaring dan diuapkan dengan vacuum rotary

evaporator dan penguapan lebih lanjut menggunakan waterbath hingga

diperoleh ekstrak kental.

2. Bahan untuk Uji Kandungan Senyawa Kimia Brazilein dalam EEKS

dengan Kromatografi Lapis Tipis

Sistem kromatografi meliputi fase diam silika gel 60 F254 dengan sistem fase

gerak menggunakan etil asetat, toluen, dan asam asetat glasial. Pembanding

brazilein yang digunakan diperoleh dari hasil isolasi Lakmiani (2013) yang

telah diuji kemurniannya menggunakan beberapa metode, seperti KLT,

diperoleh 1 spot dengan nilai hRf 87,5 dan metode densitomtri diperoleh

nilai yang sama antara panjang gelombang puncak dominan pada

kromatogram dengan panjang gelombang maksimal isolat yakni 329 nm.

3. Bahan untuk Uji Penghambatan Pertumbuhan Sel dengan MTT assay

dan Penghambatan Ekspresi Reseptor HER-2 Menggunakan

Immunofluoresence assay

a. Sel kanker. Sel kanker payudara yang digunakan merupakan cell line

kanker payudara MCF-7 HER-2 positif (MCF-7/HER-2) yang merupakan

koleksi CCRC, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada dari Prof.

Inouye melalui Prof. Kawaichi, Nara Institute of Science and Technology

(NAIST) Jepang.

b. Medium. Sel MCF-7/HER-2 ditumbuhkan pada media penumbuh lengkap

yang mengandung Dulbeco Modified Eagle Media (DMEM) (Gibco),

Fetal Bovine Serum (FBS) 10% (v/v) (FBS Qualified, Gibco, Invitrogen

24

USA), penisilin-streptomisin 1.5% (v/v) (Gibco Invitrogen, USA),

fungizone (Gibco Invitrogen, USA), (tripsin-EDTA 0,25% (Gibco,

Invitrogen, Canada), Hygromicin 100 µg/mL.

c. DMSO (Merck) digunakan untuk melarutkan stok ekstrak uji.

d. Tripsin-EDTA 0,25% untuk membantu melepas sel yang melekat pada

flask maupun dish.

e. Phosphate Buffer Saline (PBS) sebagai larutan pencuci.

f. Reagen MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difeniltetrazolium bromida]

(Sigma) 5mg/mL dalam medium DMEM.

g. Reagen stopper sodium dodecyl sulphate (SDS)-HCl 0.05%.

h. Pengecatan DAPI.

i. Antibodi primer anti-HER-2.

j. Antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse.

k. Fluoromount.

C. Alat Penelitian

Pada uji in vitro, digunakan oven, autoclave (Hirayama), Laminar Air

Flow Hood (Labconco), inkubator CO2 (Heraeus), inverted microscope (Zeiss

MC 80), Elisa reader (SLT 240 ATC), hemocytometer (Neubauer), cell

counter, penangas air, neraca analitik (Sartorius), mikropipet (Gilson),

sentrifuge (Sorvall), yellow dan blue tip, tissue culture dish (nunclon), tabung

conical (Nunclon), 96-well plate (Iwaki), 6-well plate (Iwaki), shaker (MRK-

RETAC), vortex, eppendorf steril (plasti brand), kamera digital (Canon, Japan),

25

dan PC. Pada pembuatan ekstrak kental menggunakan vacuum rotary

evaporator dan waterbath.

D. Prosedur Penelitian

1. Ekstraksi Kayu Secang

Serbuk serutan kayu secang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Obat Obat Tradisional (B2P2TOOT)

Tawangmangu, Jawa Tengah kemudian dideterminasi di Laboratorium

Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Serbuk

dimaserasi menggunakan etanol 70% dengan perbandingan 1:10 selama 3

hari dan dilanjutkan remaserasi selama 2 hari. Filtrat disaring dan diuapkan

dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak etanolik kental kayu

secang (EEKS) (Anonim, 2010).

2. Uji Kandungan Senyawa Kimia Brazilein dalam EEKS dengan

Kromatografi Lapis Tipis

Pengujian kandungan senyawa kimia EEKS dilakukan menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT). Sistem fase diam digunakan plat silika gel 60

GF254 dan fase gerak etil asetat : toluen : dan asam asetat glasial dengan

perbandingan 7:3:1. Penentuan jenis kandungan senyawa kimia yang dimiliki

ditentukan berdasarkan nilai hRf dan warna spot yang terlihat pada profil

kromatogram sampel dan senyawa pembanding (Chang et al., 2013).

26

3. Sterilisasi Alat

Seluruh alat yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci dengan

sabun, dikeringkan, disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit pada suhu

121oC, dan dikeringkan dalam oven. Pengerjaan uji in vitro dilakukan secara

aseptis dalam LAF yang telah disterilisasi dengan sinar UV selama 30 menit

dan disemprot etanol 70% (Rutala et al., 2008).

4. Pembuatan Medium Kultur DMEM High Glucose

Pembuatan media stok dilakukan dengan cara melarutkan DMEM

dalam aquades. Larutan distirer kemudian dibuffer dengan HCL encer 1 N

hingga pH 7,2-7,4. Selanjutnya larutan disaring dengan filter polietilensulfon

steril 0,2 µm secara aseptis di dalam LAF. Media komplit dibuat dengan

mencampurkan 10 mL FBS 10% (Gibco), 1,5 mL penisilin-streptomisin 1,5%

(Gibco), 0,5 mL fungizone 0,5% (Gibco), Hygromicin 100 µg/mL dan

DMEM Hi Glucose 1640 (Gibco) (De Angelis, 2006).

5. Propagasi, Kultur, dan Pemanenan Sel MCF-7/HER-2

Medium kultur DMEM (Dulbecco’s modified eagle medium) Hi

disiapkan dan dibuat alikuot 3 mL dalam conical tube steril. Sel diambil dari

tangki nitrogen cair, dicairkan pada suhu kamar hingga tepat mencair.

Suspensi sel segera diambil dengan mikropipet 1 mL dan dimasukkan ke

dalam medium kultur yang telah disiapkan tetes demi tetes. Conical tube

ditutup rapat lalu disentrifugasi pada 1000 rpm selama 1 menit. Supernatan

dibuang, pelet ditambah 5 mL medium, disuspensikan perlahan hingga

homogen, kemudian sel dihitung menggunakan hemocytometer. Sel ditransfer

27

ke dalam 2 buah tissue culture dish masing-masing sebanyak 1x106 dan

ditambah medium kultur hingga volume 8 mL. Kondisi sel diamati di bawah

mikroskop lalu diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC dengan aliran 5%

CO2. Setelah kondisi sel diperkirakan akan melekat pada bagian dasar tissue

culture dish yang ditunjukkan dengan adanya perbesaran sitoplasma sel maka

antibiotik hygromicin segerah ditambahkan kedalam media dengan

konsentrasi akhir 100 µg/mL dalam tissue culture dish.

Dilakukan penggantian medium kultur, dilanjutkan dengan subkultur

sel sebanyak 2-3 kali hingga kemudian dapat digunakan untuk tahap

penelitian selanjutnya. Panen sel dilakukan setelah 80% sel konfluen. Sel

diambil dari inkubator CO2 dan diamati di bawah mikroskop. Medium

dibuang dan sel dicuci 2 kali menggunakan PBS. Sel dilepaskan dari dinding

dish dengan menambahkan tripsin-EDTA 0,25% sebanyak 500 µL kemudian

dinkubasi pada suhu ruang selama 30 detik. Diakhir inkubasi, sel ditambah

medium kultur untuk menginaktifkan tripsin-EDTA dan diresuspensi. Setelah

itu, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk memastikan sel telah

terlepas dan tidak menggerombol (terlepas satu-satu). Sel yang telah terlepas

satu-satu di pindah ke tabung conical steril baru dan ditambah 2-3 mL

medium kultur dan diresuspensi kembali. Sebanyak 10 µL sel diambil dan

ditransfel ke dalam hemacytometer dan sel dihitung di bawah mikroskop.

Sejumlah sel yang diperlukan ditransfer ke dalam conical steril yang lain dan

ditambah medium kultur sesuai dengan kepadatan yang dikehendaki. Uji

sitotoksisitas dengan MTT assay digunakan konsentrasi 1x104 sel/sumuran

28

dan untuk uji siklus sel dengan flowcytometry digunakan konsentrasi 2x105

sel/sumuran (Mosmann, 1983).

6. Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak etanolik kayu secang yang telah dilarutkan dalam DMSO

dibuat stok dengan kadar 50 mg/mL dan stok selalu dibuat baru. Stok larutan

uji yang digunakan kemudian diberikan ke sel dalam seri konsentrasi 1-200

µg/mL. Semua larutan dibuat dalam media kultur. Preparasi larutan uji

dilakukan secara aseptis di dalam LAF.

7. Uji Sitotoksik Tunggal

Uji sitotoksik dilakukan dengan menggunakan MTT assay seperti

yang dikemukakan oleh Mosmann pada tahun 1983 yang didasarkan pada

kemampuan enzim dehidrogenase mitokondria pada sel yang hidup untuk

memecah cincin tetrazolium dari MTT yang berwarna kuning pucat menjadi

kristal formazan yang berwarna ungu.

Jumlah sel dihitung dan dibuat pengenceran dengan media kultur

(MK) sesuai dengan kebutuhan. Sel kemudian ditransfer ke dalam sumuran,

masing-masing 100 µL lalu diinkubasi semalam. Media dibuang dan sel

dicuci dengan PBS lalu ditambahkan 100 µL media baru ke dalam sumuran

yang berisi seri kadar larutan uji dan diinkubasi 24 jam. Setelah diinkubasi,

media dibuang dan sel dicuci dengan PBS lalu ditambahkan reagen MTT

dalam MK (5 mg/10 mL) sebanyak 100 µL/sumuran dan diinkubasi 3 jam.

Setelah itu, ditambahkan stopper SDS 10% dalam 0,01 N HCl kemudian

dibaca dengan ELISA reader λ 595 nm dan diperoleh serapan yang

29

menyatakan absorbansi sel MCF-7/HER-2 yang hidup. Persentase sel hidup

dihitung dengan membuat kurva antara persentase sel hidup vs log kadar

sehingga diperoleh harga IC50 senyawa uji terhadap sel MCF-7/HER-2

(Mosmann, 1983).

8. Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 dengan Immunofluoresence assay

Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dengan immunofluoresence

assay. Sel MCF-7/HER-2 yang telah konfluen dipanen dengan tripsin dan

didistribusikan dengan konsentrasi 5 x 104 sel/sumuran ke dalam 24 well

plate dan diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C dan konsentrasi CO2

5% untuk beradaptasi dan menempel di sumuran. Sel MCF-7/HER-2 diberi

perlakuan larutan uji dan diinkubasi kembali selama 15 jam pada suhu 37°C 5

% CO2. Inkubasi dengan 50 µL blocking serum (1% BSA in PBS) selama 30

menit pada suhu kamar. Cuci PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit.

Inkubasi dengan 50 µL antibodi monoklonal primer untuk antigen yang ingin

diamati (HER-2) overnight di tempat gelap pada suhu 40C. Dicuci PBS 3 kali

masing-masing 5 menit. Inkubasi 50 µL dengan antibodi sekunder Alexa 488

anti-mouse selama 1 jam pada suhu kamar di tembat gelap. Cuci PBS 3 kali

masing-masing selama 15 menit. Inkubasi di tempat gelap dengan 50 µL

DAPI selama 10 menit. Cuci ditempat gelap dengan PBS sebanyak 3 kali.

Ditetesi 10 µL mounting solution (fluoromount) pada slide glass dan

dilekatkan cover glass di atasnya secara terbalik. Disimpan di tempat gelap

pada suhu 40C. Dibaca menggunakan mikroskop fluorecens untuk

30

FITC/Alexa (λeks=494nm, λem=518nm) dan DAPI (λeks=341nm,

λem=452nm).

E. Analisis Data

1. Karakterisasi Profil Kromatogram

Analisis bercak hasil elusi EEKS dengan pembanding senyawa

brazilein murni. Nilai homologous Retention factor (hRf) ditentukan dengan

rumus: hRf = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑘 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑐𝑚 )

𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘𝑒𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑐𝑚 )𝑥 100

2. Uji Sitotoksik Tunggal

Data yang diperoleh berupa absorbansi masing-masing sumuran

dikonversi ke dalam persen sel hidup dan dianalisis dengan statistik

menggunakan metode uji korelasi yang diikuti dengan uji signifikansi persen

sel hidup dihitung menggunakan rumus:

% sel hidup = 𝑎𝑏𝑠 .𝑠𝑒𝑙𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛𝑝𝑒𝑟𝑙𝑎𝑘𝑢𝑎𝑛 −𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎

𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑠𝑒𝑙 −𝑎𝑏𝑠 .𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑜𝑙𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑥 100%

Kemudian dihitung konsentrasi IC50 dengan menggunakan metode log

probit untuk mendapatkan linearitas antara log konsentrasi dengan persen sel

hidup. IC50 adalah konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% populasi sel

sehingga dapat diketahui potensi sitotoksisitasnya.

3. Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2

Ekspresi reseptor HER-2 diamati menggunakan mikroskop

fluorescence. Sel yang mengekspresikan reseptor HER-2 pada transmembran

sel akan memberikan pendaran warna hijau jika diamati pada λ FITC/Alexa

31

(λeks=494nm, λem=518nm) dan intisel akan terwarnai pendaran biru jika

diamati pada λ DAPI (λeks=341nm, λem=452nm).

F. Skema Penelitian

Gambar 4. Skema penelitian

32

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tujuan dari penelitian ini untuk mengeskplorasi dan menelusuri potensi

EEKS sebagai agen sitotoksik terhadap sel kanker payudara HER-2 positif (MCF-

7/HER-2). Penelitian ini meliputi evaluasi aktivitas sitotoksik EEKS pada sel

MCF-7/HER-2 secara kuantitatif berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh, serta

dilakukan pengamatan ekspresi reseptor HER-2 sebagai evaluasi dalam

pengamatan lebih lanjut terhadap aktivitas sitotoksik EEKS pada sel kanker

payudara MCF-7/HER-2. Untuk mencapai tujuan penelitian yang diharapkan,

dilakukan identifikasi kandungan senyawa EEKS terlebih dahulu menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT), yang kemudian diikuti dengan uji sitotoksisitas

tunggal EEKS pada sel MCF-7/HER-2 menggunakan MTT assay, dan kemudian

dilanjutkan dengan deteksi ekspresi reseptor HER-2 dengan Immunofluoresence

assay.

1. Determinasi, Ekstraksi, dan Uji Kandungan Senyawa Kimia Serbuk

Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan identitas simplisia uji

dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan simplisia yang akan

digunakan untuk penelitian. Determinasi serbuk batang kayu secang dilakukan di

laboratorium Farmakognosi, Bagian Biologi Farmasi Fakultas Farmasi UGM

Yogyakarta.

33

Hasil determinasi diketahui bahwa sampel serbuk batang kayu yang digunakan

dalam penelitian ini adalah benar merupakan serbuk Caesalpinia sappan L. atau

secang. Surat keterangan hasil determinasi serbuk secang secara mikroskopik

dapat dilihat pada lampiran 1.

Pembuatan ekstrak etanolik kayu secang (Caesalpinia sappan L.)

dilakukan dengan cara maserasi menggunakan etanol 70%. Maserasi adalah

proses penyarian yang dilakukan dengan merendam simplisia dalam labu alas

bulat menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ini tidak melibatkan pemanasan

sehingga tidak berisiko merusak kandungan senyawa aktif yang termolabil dalam

serbuk. Etanol memiliki titik didih 78,4 °C sehingga relatif mudah dalam

pemekatan ekstrak melalui evaporasi. Etanol merupakan pelarut universal yang

memiliki struktur molekul kecil mampu menembus semua jaringan tanaman untuk

menarik senyawa aktif keluar sehingga senyawa aktif dalam kayu secang

khususnya brazilein dapat tersari. Maserasi dilakukan dengan cara merendam 500

gram serbuk batang kayu secang kedalam pelarut etanol 70% sebanyak 5 liter.

Perendaman dilakukan selama 5 hari dan disertai degan penggojogan 2 kali sehari

selama 15 menit. Setelah itu dilakukan remaserasi selama 3 hari dengan kondisi

perlakuan yang sama. Hal ini dimaksudkan agar senyawa yang terkandung dalam

sampel dapat tersari secara maksimal. Filtrat yang diperoleh selanjutnya

dipekatkan melalui penguapan menggunakan vacuum rotary evaporator. Dari 500

gram serbuk simplisia yang diekstraksi didapatkan 115 gram dengan rendemen 23

% b/b ekstrak etanol kental berwarna cokelat pekat. Hasil perhitungan ekstraksi

kayu secang dapat dilihat pada lampiran 2.

34

Uji kandungan senyawa kimia EEKS dianalisis menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT) dengan standar pembanding senyawa brazilein.

EEKS dan brazilein diuji secara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase diam

silika gel 60 GF254 dengan fase geraketil asetat : toluen : dan asam asetat glasial =

7:3:1 v/v.

Hasil uji KLT, pengamatan di sinar tampak, UV 254, dan UV 366 terlihat

seperti pada Gambar 5:

Gambar 5. Profil kromatografi Lapis Tipis EEKS. Hasil Elusi diamati pada (A) sinar tampak,

(B) sinar UV 254 nm, dan (C) sinar UV 366 nm. EEKS dan brazilein dilarutkan dalam etanol 70%

dan dielusi dalam system fase diam silika gel 60 GF254 dan fase gerak etil asetat : toluen : dan

asam asetat glasial = 7:3:1 v/v, dengan jarak elusi 8 cm. Keterangan S adalah Sampel (EEKS) dan

P adalah Pembanding (Brazilein).

(A)

(B)

(C)

hRF

35

Tabel I. Keterangan hRf Spot pada Plat KLT

Nomor

Spot

Sampel (EEKS) Pembanding (Brazilein)

Nilai hRf Warna Nilai hRf Keterangan

1. 60 Cokelat - -

2. 75 Cokelat 75 Cokelat

3. 85 Cokelat 85 Cokelat

Spot pertama pada EEKS terdapat pada hRf 60 yang berwarna cokelat

dengan intensitas yang rendah. Dilihat dari nilai hRf yang kecil, diduga senyawa

tersebut memiliki polaritas yang sangat tinggi, karena lebih terjerap pada fase

diam silika gel yang cenderung lebih bersifat polar karena adanya kandungan

SiOH, dibanding sifat kepolaran fase gerak yang lebih cenderung bersifat semi-

polar. Spot selanjutnya terdapat pada nilai hRf 75 dan memiliki spot berwarna

cokelat dengan intesitas yang sedikit lebih tinggi dibanding spot pada hRf 60.

Spot dengan hRf yang lebih tinggi merupakan senyawa dengan kepolaran yang

lebih rendah. Spot pada hRf 75 diduga memiliki tingkat kepolaran yang lebih

rendah dibanding spot hRf 60, tetapi memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi

dibanding spot ke tiga pada EEKS. Pada spot ke tiga memiliki corak warna yang

sama dengan pembanding yaitu warna cokelat dengan nilai hRf yang sama dengan

pembanding yakni 85. Hal ini menunjukkan bahwa dalam EEKS terdapat senyawa

yang sama dengan pembanding yakni senyawa brazilein. Hal ini dikarenakan

terdapat seyawa yang sama antar kandungan senyawa EEKS dan brazilein, serta

kedua senyawa ini memiliki sifat kepolaran yang sama dengan fase gerak yakni

cenderung bersifat semi-polar sehingga keduanya akan lebih cenderung ikut

terelusi bersama fase gerak.

36

2. Uji Sitotoksik Tunggal Ekstrak Etanolik Kayu Secang terhadap Sel

MCF-7/HER-2

Uji sitotoksisitas ekstrak etanolik kayu secang (EEKS) terhadap sel

MCF-7/HER-2 dilakukan untuk mengetahui potensi aktivitas sitotoksik EEKS

terhadap sel kanker payudara ekspresi berlebih HER-2 menggunakan MTT assay.

Prinsip dasar MTT assay yaitu adanya kemampuan enzim suksinat dehidrogenase

pada sel normal, dalam mereduksi garam tetrazolium MTT (berwarna kuning)

menjadi garam formazan (berwarna ungu). Banyaknya garam formazan yang

terbentuk menggambarkan banyaknya sel hidup. Namun, pada sel kanker yang

telah diberi perlakuan terjadi penurunan aktivitas enzim suksinat dehidrogenase

sehingga dapat menurunkan viabilitas sel. Berdasarkan prinsip ini, kemudian

dapat diperoleh potensi sitotoksik senyawa uji dengan parameter nilai IC50, yaitu

konsentrasi yang menyebabkan penghambatan pertumbuhan sel sebesar 50%

populasi.

37

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

0 10 20 30 40 50 60

via

bil

ita

s se

l(%

)

Konsentrasi (µg/mL)

Hasil uji sitotoksisitas EEKS pada sel MCF-7/HER-2 dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Aktivitas Sitotoksik EEKS pada Sel MCF-7/HER-2. Gambar morfologisel tanpa

dan dengan perlakuan tunggal EEKS yang diinkubasi selama 24 jam. Sel diamati dengan inverted

microscope perbesaran 400x. (A) kontrol sel, (B) EEKS 10 µg/mL, dan (C) EEKS 50 µg/mL.

Grafik hubungan viabilitas sel dan konsentrasi menunjukkan fenomena dose dependent (D). Sel

hidup ditunjukkan dengan tanda panah ( ) sedangkan sel yang mengalami perubahan morfologi

dibandingkan sel yang sehat dimungkinkan sel tersebut mengalami kematian, ditunjukkan dengan

tanda panah putus-putus ( ).

(D)

38

Pada penelitian ini, uji sitotoksik tunggal EEKS dilakukan dengan masa

inkubasi selama 24 jam dan menunjukkan fenomena dose dependent, yaitu terjadi

peningkatan efek sitotoksik seiring dengan peningkatan konsentrasi EEKS yang

digunakan. Perlakuan EEKS tunggal selama 24 jam dengan seri konsentrasi 1, 2,

5, 10, 20, dan 50 μg/mL menunjukkan banyak sel yang yang mengalami

perubahan morfologi. Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 6A-C.

Fenomena tersebut diperkuat dengan pengamatan morfologi sel. Terjadi

perubahan morfologi sel MCF-7/HER-2 seiring dengan peningkatan dosis

perlakuan EEKS. Sel mengalami perubahan ukuran volume sel, kondisi yang

tidak attach, berbentuk bulat tidak beraturan dan terjadi penipisan sitoplasma

dibandingkan dengan ukuran sel normal yang memiliki bentuk sitoplasma yang

cenderung lebih besar.

Nilai IC50 dari perlakuan tunggal EEKS yang diperoleh pada penelitian

ini sebesar 25 μg/mL (Gambar 6D). Perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada

lampiran 3. Nilai IC50 diperoleh dari hasil regresi linier antara konsentrasi

perlakuan dengan persen viabilitas sel dan terdapat nilai koefisien korelasi r. Nilai

koefisien korelasi r menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi senyawa

dengan aktivitas sitotoksik yang ditimbulkannya. Hasil analisis regresi linier

viabilitas sel dengan konsentrasi perlakuan diperoleh persamaan y=-1,538x+89,08

dengan nilai r2 sebesar 0,938. Terdapat hubungan yang linier antara viabilitas sel

kanker MCF-7/HER-2 dengan berbagai konsentrasi perlakuan EEKS. Oleh karena

itu, dapat dikatakan bahwa EEKS memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker

payudara ekspresi berlebih reseptor HER-2 (MCF-7/HER-2). Pengamatan lebih

39

lanjut mengenai aktivitas sitotoksik EEKS terhadap sel kanker payudara MCF-

7/HER-2 yang bertarget molekuler pada reseptor HER-2 dapat dilakukan melalui

pengamatan ekspresi reseptor HER-2 akibat perlakuan EEKS.

3. Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2

Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan untuk menganalisis lebih

lanjut mengenai aktivitas sitotoksik EEKS pada MCF-7/HER-2 yang bertarget

molekuler pada reseptor HER-2. Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan

menggunakan Immunofluoresence assay. Parameter pengamatan dilakukan secara

kualitatif terhadap perubahan intensitas ekspresi reseptor HER-2 yang terletak

pada transmembran sel. Prinsip metode ini yaitu memanfaatkan interaksi antigen

dan antibodi. Pada pengamatan ekspresi reseptor HER-2 menggunakan

pengecatan DAPI dan Alexa 488 anti-mouse. DAPI berfungsi untuk menunjukkan

letak dan jumlah sel. Mekanisme penandaan sel oleh DAPI yaitu melalui

interkalasi DNA pada inti sel. Pengecatan menggunakan antibodi sekunder Alexa

488 anti-mouse ditujukan untuk pengecatan reseptor HER-2 yang terletak pada

transmembran sel melalui prinsip interaksi antigen-antibodi. HER-2 berperan

sebagai antigen yang akan ditandai oleh antibodi primer anti-HER-2 dan

selanjutnya akan ditandai oleh antibodi sekunder Alexa 488 anti-mouse.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekspresi reseptor HER-2 pada sel

MCF-7/HER-2 yang diberi perlakuan EEKS ½ IC50 (12,5 µg/mL) mengalami

penurunan ekspresi reseptor HER-2 dibanding kontrol sel yang tidak diberi

perlakuan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 7:

40

Gambar 7. Hasil Pengamatan Ekspresi Reseptor HER-2 pada Sel MCF-7/HER-2 Setelah

Perlakuan EEKS. Sel sebanyak 5x104/sumuran ditanam dan diinkubasi di atas coverslip dalam 6

well. Perlakuan diberikan setelah 24 jam setelah proses penanaman sel. Konsentrasi EEKS yang

digunakan adalah 12,5 µg/mL. Pengamatan sel menggunakan mikroskop fluorescence dengan

perbesaran 400x. Gambar sel yang ditampilkan merupakan gambar sel pada salah satu sudut

bidang pandang mikroskop fluorescence. Gambar tersebut merupakan hasil screening mengenai

intensitas penghambatan ekspresi HER-2 terhadap beberapa gambar yang diperoleh. Pada gambar

(A) kontrol sel pengecatan DAPI, gambar (B) kontrol sel dengan pengecatan Alexa 488 anti-

mouse, gambar (C) perlakuan EEKS 12,5 µg/mL dengan pengecatan DAPI, dan gambar (D)

perlakuan EEKS 12,5 µg/mL dengan pengecatan Alexa 488 anti-mouse. Perubahan ekspresi

reseptor ditunjukkan dengan panah ( ).

Terjadinya penurunan ekspresi reseptor HER-2 dengan adanya perlakuan EEKS

ditunjukkan dengan adanya penurunan intesistas warna hijau pada transmembran

sel. Oleh karena itu, berdasarkan data ini, bahwa EEKS mampu menurunkan

ekspresi reseptor HER-2 pada sel MCF-7/HER-2.

(A) (B)

(C) (D)

41

B. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengekplorasi potensi bahan alam kayu

secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen sitotoksik sel kanker payudara yang

bertarget secara molekuler pada reseptor HER-2 melalui pemodelan sel MCF-7

ekspresi berlebih reseptor HER-2 (MCF-7/HER-2). Ekspresi berlebih reseptor

HER-2 merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proliferasi sel

kanker payudara dan mampu menginduksi terjadinya proses migrasi dan

metastasis sel kanker (Lasen et al., 2004; Johnson et al., 2010). HER-2 merupakan

salah satu upstream dari berbagai downstream sistem regulasi pada sel.

Berdasarkan penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa kayu secang baik dalam

bentuk ekstrak maupun kandungan aktifnya yakni brazilin dan brazilein terbukti

memiliki aktivitas sitotoksik pada beberapa sel kanker secara in vitro melalui

beberapa jalur (Hsieh et al., 2013). Target brazilein pada berbagai jalur dapat

dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Target Brazilein pada Berbagai Jalur

Pada jalur MAPK, brazilein mampu menghambat fosforilasi dari p38 mitogen-

activated reseptor kinase, sehingga mampu menghambat faktor transkripsi yang

42

terlibat dalam proses prolifersi sel. Pada jalur PI3K/Akt, brazilein dilaporkan

mampu menekan fosforilasi phosphatidylinositide-3-kinase sehingga IKK menjadi

inaktif, dan tidak terjadi degradasi IĸB, maka faktor trankripsi NFĸB menjadi

inaktif sehingga ekspresi protein pada sistem proliferasi sel dapat terhambat

(Konkimalla et al., 2009). Berbagai target penelitian tersebut merupakan

downstream HER-2, sehingga HER-2 menjadi sangat penting untuk diamati. Oleh

karena itu, diperlukan adanya penelitian yang akan mendukung pemanfaatan kayu

secang sebagai substituen ataupun komplemen, pada pengobatan kanker payudara

yang bertarget secara spesifik pada reseptor HER-2.

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian aktivitas sitotoksik ekstrak

etanolik kayu secang (EEKS) pada sel kanker payudara ekspresi berlebih reseptor

HER-2 (MCF-7/HER-2) secara in vitro. Selain itu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai salah satu target sitotoksik EEKS terhadap sel MCF-7/HER-2

yakni melalui penghambatan ekspresi reseptor HER-2. Pada penelitian ini,

brazilein yang merupakan salah satu senyawa aktif dari kayu secang disari dengan

etanol 70% menggunakan metode maserasi. Penyarian menggunakan etanol yang

bersifat polar ditujukan untuk menyari komponen kayu secang, dikarenakan

komponen kayu secang yang mayoritas merupakan senyawa fenolik dan flavanoid

bersifat polar hingga semi-polar. Selanjutnya dilakukan analisis kandungan kimia

dalam ekstrak kayu secang dengan kromatografi lapis tipis. Kandungan senyawa

kimia yang akan diidentifikasi dalam ekstrak etanolik kayu secang adalah

brazilein, sehingga brazilein digunakan sebagai pembanding. Hasil KLT

mengindikasikan adanya senyawa dengan polaritas yang sama antara pembanding

43

brazilein dengan EEKS (Gambar 5). Pada penelitian ini belum dilakukan

standarisasi ekstrak. Akan lebih baik apabila pada penelitian selanjutnya

dilakukan standardisasi ekstrak sehingga reprodusibilitasnya dapat terjaga.

Ekstrak yang sudah didapat kemudian diuji aktivitas sitotoksiknya. Uji

sitotoksik dilakukan selama 24 jam. Hal ini bertujuan mengetahui apakah EEKS

dapat memberikan aktivitas sitotoksik dalam jangka waktu 24 jam terhadap sel

kanker payudara MCF-7/HER-2. Dari hasil regresi linier antara konsentrasi

perlakuan EEKS dengan viabilitas sel diperoleh nilai IC50 sebesar 25 μg/mL

(Gambar 6D). Nilai IC50 yang diperoleh berada di bawah 100 μg/mL, maka dapat

dikatakan bahwa EEKS berpotensi sebagai agen sitotoksik (Teng., 2005). Hal ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa secang memiliki

aktvitas sitotoksik pada berbagai sel kanker. Berdasarkan penelitian sebelumnya

yang telah dilakukan oleh CCRC, brazilein memiliki aktivitas sitotoksik pada

berbagai sel kanker seperti T47D, MCF-7, dan WiDr dengan nilai IC50 sebesar 55

μg/mL, 37 μg/mL, dan 32 μg/mL (Kristiani, 2013; Khamsita, 2012; Rivanti,

2013). Nilai IC50 yang diperoleh pada penelitian sebelumnya jauh lebih besar

dibanding nilai IC50 EEKS pada sel kanker MCF-7/HER-2, maka dapat dikatakan

EEKS memiliki aktivitas sitotoksik yang baik pada sel kanker payudara ekspresi

berlebih reseptor HER-2. Serta berdasarkan penelitian Khamsita (2012) bahwa

EEKS memiliki aktivitas sitotoksik yang lebih baik pada kombinasi dengan agen

kemoterapi.

Pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan untuk menelusuri

aktivitas sitotoksik EEKS pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2 yang bertarget

44

pada reseptor HER-2. Tahapan ini menjadi sangat penting, karena melihat

pengaruh yang sangat besar akibat ekspresi berlebih reseptor HER-2 terhadap

proliferasi sel kanker payudara hingga mampu menginduksi terjadinya proses

migrasi hingga metastasis. Hal ini menjadi salah satu bagian dari penelitian besar

yang sedang dilaksanakan oleh group CCRC mengenai eksplorasi potensi

brazilein dari kayu secang terhadap penghambatan metastasis sel kanker payudara

MCF-7/HER-2. Serta melihat penggunaan lapatinip yang kini dilaporkan telah

mengalami resistensi dalam penanganan kasus kanker payudara MCF-7 HER-2

positif, maka pengamatan pada ekspresi reseptor HER-2 menjadi sangat penting.

Pada penelitian ini, pengamatan ekspresi reseptor HER-2 dilakukan menggunakan

immunofluoresence assay. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dengan adanya

perlakukan EEKS 12,5 µg/mL mampu menurunkan intensitas ekspresi reseptor

HER-2 pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2 dibanding kontrol yang tidak

diberi perlakuan EEKS. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yang

menyatakan bahwa brazilein mampu berinteraksi pada reseptor HER-2

menggunakan studi in silico (docking molecular). Hasil analisis docking yang

dilakukan oleh (Laksmiani et al., 2013) antara brazilein dan ATP pada HER-2

(PDB ID 3PP0), dimana brazilein mampu berinteraksi dengan reseptor HER-2

pada ATP binding site. Interaksi yang terjadi melalui ikatan hidrofobik, dan

menggunakan residu asam amino Tyr 91. Sedangkan, ligan native HER-2

berikatan pada reseptor HER-2 melalui ikatan hidrogen dengan residu asam amino

Glu 43, Tyr 91, Thr 94, Ser 44 dan Asn 135. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa brazilein dari EEKS mampu berinteraksi pada reseptor HER-2 karena

45

adanya situs ikat yang sama yakni residu asam amino Tyr 91. Kemampuan

brazilein dalam berinteraksi pada reseptor HER-2 menjadi salah satu alasan dalam

mekanisme penghambatan aktivasi downstream HER-2, hal ini diperkirakan

karena adanya penghambatan dimerisasi reseptor HER-2 sehingga tidak terjadi

fosforilasi pada reseptor HER-2, akibatnya terjadi penghambatan proliferasi sel

dan penurunan ekspresi reseptor HER-2. Penurunan ekspresi reseptor HER-2

diperkuat dengan adanya penelitian terdahulu yang menyatakan kemampuan

brazilein dalam menginaktivasi NFĸB, sehingga faktor transkripsi NFĸB dalam

inti sel menjadi inaktif kemudian mengakibatkan ekspresi protein yang berperan

dalam proliferasi sel dan eskpresi reseptor HER-2 menjadi terhambat (Konkimalla

et al., 2009; Hsieh et al., 2013).

Secara keseluruhan dari data-data tersebut, diketahui bahwa EEKS

memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara MCF-7/HER-2, serta

mampu menurunkan ekspresi reseptor HER-2 sehingga EEKS dapat

dikembangkan sebagai agen sitotoksik pada terapi kanker payudara yang bertarget

pada reseptor HER-2. Pengkajian kombinasi EEKS juga perlu dilakukan karena

melihat penelitian sebelumnya yang menujukkan aktivitas sitotoksik EEKS yang

lebih baik melalui kombinasi dengan agen kemoterapi. Serta penelusuran

mekanisme molekuler lebih lanjut pada pada pathway HER-2 sehingga kasus

kanker payudara HER-2 positif dapat diatasi.