BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/61439/2/BAB-1.pdf1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semenjak Indonesia menjadi negara merdeka yang telah
diproklamasikan, Para pendiri sepakat bahwa Republik Indonesia menjadi
negara yang berlandaskan pada Hukum yang artinya Hukum tertulis berkaca
kepada penghormatan Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Dasar merupakan
piagam tertulis yang diadakan dengan sengaja dan memuat segala yang
dianggap menjadi asas fundamental dari negara tersebut.1 Di Indonesia, Hak
Asasi Manusia tercantum dalam Pasal 28A dan 28B Ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun
1945)2. Yang mana pada hakikatnya setiap warga Indonesia mendapatkan
kedudukan yang sama baik secara hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
pasal 28A yang bebunyi : “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan diatur dalam pasal 28B Ayat
(2) Undang-Undang dasar 1945 yang berbunyi : “ setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup,tumbuh,dan berkembang serta berhak atas perlindungan
dari kekuasaan dan diskriminasi”3
1 Yeni Handayani, Pengaturan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia Dan Konstitusi Amerika
Serikat, Jurnal RechtsVinding Online, Halaman 1 dan 2 2 Pasal 28A-28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 3 Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
2
Hak Asasi Manusia adalah hak pribadi yang muncul pada manusia
semenjak lahir di dunia sebagai perlindungan Harkat dan martabat, Anak
Merupakan Bagian juga dari Hak Asasi Manusia.
Anak merupakan sebuah cinta yang lahir dalam keadaan suci yang
menjadi karunia terbesar keluarga, bangsa dan negara, sebagai generasi biru
dan sumber daya manusia untuk masa depan suatu bangsa serta berpotensi
dalam pembangunan nasional. Sejatinya, masa depan bangsa di era yang akan
datang bergantung pada potensi anak.4 Untuk itu anak perlu mendapatkan
pengamanan khusus yang berupa perlindungan terhadap kepentingan fisik serta
mental agar terciptanya sumber daya manusia yang mempunyai kualitas serta
dapat menjadi pemimpin dengan memelihara kesatuan dan persatuan bangsa
indonesia sebagai wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
berdasar pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Maka dari itu perlu
bimbingan ekstra demi melangsungkan hidup dan tumbuh kembang anak.5
Sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) N0 36 Tahun
1990 yang mana indonesia adalah salah satu negara yang ikut serta dalam
meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang artinya,secara
hukum negara wajib memenuhi seluruh Hak-hak Anak baik secara
sosial,budaya,politik maupun sipil dan ekonomi.6 sebagaimana dimaksud
4 Anonym, Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai korban Tindak Pidana Persetubuhan,
eprints.ums.ac.id, Di Akses pada tanggal 23 Oktober 2019 5 Ibid, 6 Wagiati Soetodjo,Hukum Pidana Anak, Bandung:PT Refika Aditama 2006, Halaman 5
3
dalam pasal 21 Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak dalam disebutkan “ Negara dan pemerintah berkewajiban dan
bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau
mental.” Yang artinya Perlindungan Hukum bagi anak tidak hanya untuk anak
yang berstatus normal saja melainkan Anak Berkebutuhan Khusus juga
mencakup didalamnya. Tidak semua anak dapat berkembang sebagaimana
mestinya, tidak semua anak dilahirkan didunia dengan kondisi yang baik baik
saja dan normal seperti anak lainnya. Manakala terdapat beberapa anak yang
perkembangannya mengalami suatu hambatan dan gangguan yang akan lebih
sensitive atau rentan untuk mengalami resiko yang menghambat tumbuh
kembang anak tersebut dan harus memperoleh perlindungan yang sama seperti
anak normal lainnya.7
Anak Berkebutuhan Khusus seringkali diartikan sebagai individu yang
dikatakan mempunyai karakteristik berbeda dari anak normal lainnya, secara
khusus biasanya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) ditunjukan dengan adanya
perbedaan dalam karateristif fisik, emosional yang kurang atau lebih, dari anak
normal8 segenerasinya diluar standar normal yang berlaku di masyarakat.
7 Agung Riadin, Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Negeri (Inklusi) Di Kota
Palangka Raya, Anterior Jurnal, Volume 17 , December2017, Halaman 22 8 Ibid
4
Sehingga anak yang digolongkan sebagai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
seringkali mengalami kesulitan dalam meraih kesuksesan karena
kecenderungan yang terjadi secara fisik, psikologis, kognitif sosial adanya
keterlambatan dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dan potensi secara
maksimal. Sehingga untuk mencapai perkembangan yang optimal maka
membutuhkan penanganan yang khusus.9
Salah satu faktor yang sering terjadi dan dialami oleh Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) yakni anak rentan tertipu akibat rayuan manis
dari aktor kriminal. Pastinya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) selalu rentan
terhadap hal-hal negative karena keterbatasan yang dimiliki dan selalu
dimanfaatkan oleh aktor kriminal10 maka dalam hal ini Gerakan Hak Asasi
Manusia memunculkan sebuah pandangan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) mempunyai derajat yang sama dengan anak normal lainnya. Dengan
maksud Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat belajar, bermain dan
menikmati kehidupan dengan sebagaimana mestinya. Maka dari itu dalam
memahami Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat memerlukan
pemahaman sesuai dengan jenis – jenis masing- masing kecacatan.
Seperti dalam kondisi saat ini, sedang meningkat jumlah kasus Tindak
Pidana Persetubuhan sebagaimana Anak Berkebutuhan Khusus yang menjadi
9Admin, Bimbingan Konseling Bagi ABK , https://www.konselingindonesia.com/ diakses tanggal 24
Oktober 2019 10 Syafrudin aziz, Pendidikan seks bagi anak berkebutuhan kuhusus , Jurnal Pendidikan, Volume 2
5
korban tindak pidana persetubuhan yang digunakan sebagai pemuas kaum
birahi. Hal ini sangat mencerminkan bahwa hukum di Indonesia mulai
melemah, 11 berbicara mengenai suatu Tindak Pidana Persetubuhan tentunya
menimbulkan kekawatiran lebih terhadap setiap orang tua yang memiliki buah
hati terutama apabila buah hati dinyatakan sebagai penyandang Anak
Berkebutuhan khusus (ABK). Maraknya kasus Tindak Pidana Persetubuhan
apabila anak berkebutuhan khusus sebagai korbannya tentu saja akan
mengakibatkan banyak hal kerugian baik dalam jangka pendek maupun jangka
Panjang dampak nya akan terkena pada psikologis korban, emosional,
gangguan setres pasca trauma 12 Maka dari itu perlu adanya perlindungan bagi
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak Pidana
Persetubuhan
Bentuk Perlindungan yang dimaksud telah dicantumkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak 13Pasal 59A Poin
D “Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59
ayat (1) dilakukan melalui upaya : pemberian perlindungan dan pendampingan
pada setiap proses peradilan.” Yang berarti, Apabila Anak berkebutuhan
Khusus yang berhadapan dengan hukum sebagai korban Tindak Pidana
11 Sri endah wahyuningsih, Perlindungan Hukum Terhadap Anak sebagai Korban Tindak pidana
kesusilaan dalam hukum pidana positif saat ini, jurnal pembaharuan hukum, Volume III No 2 mei 2016 12 Fathiyah Wardah, Komnas Anak, https://www.voaindonesia.com., Diakses 25 September 2019 13 Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
6
Persetubuhan Aparat wajib memberikan perlindungan dan pendampingan
setiap proses peradilan dari tahap pemeriksaan dan penyidikan hingga sidang
putusan.
Hal yang seperti ini perlu dikaji karena ada beberapa peristiwa hukum
yang berkaitan dengan proses peradilan. Berdasarkan data yang diperoleh
penulis dalam Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) berupa tabel14
sebagai berikut :
Tabel 1
Data Tindak Pidana persetubuhan dengan anak sebagai korban
dalam Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia No Status 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
1. Anak
Berkebutuhan
Khusus sebagai
korban Tindak
Pidana
Persetubuhan
216 412 343 656 218 192 188 0
Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Tentu saja sangat mengahwatirkan, karena dalam perlindungan hukum
bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang telah menjadi Korban Tindak
Pidana Persetubuhan sangat minim terungkap dikarenakan yang menjadi suatu
indikator utama adalah minimnya pengaduan kepada aparat karena suatu alasan
yang memang adanya keterbatasan yang dimiliki oleh Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK)
14 KPAI, Laporan Kinerja KPAI 2017, https://www.kpai.go.id/, Diakses 24 Oktober 2019
7
Seperti halnya di kota malang, masih kerap terjadi tindak pidana
persetubuhan yang dilakukan oleh orang dewasa yang menggunakan anak
sebagai mangsa pemuas nafsunya, hal ini ditandai dengan berbagai jenis
laporan pengaduan di Polres Kota Malang yang lebih spesifiknya di Unit
Perempuan dan anak (PPA)15. Berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis
mengenai tindak pidana persetubuhan di Polres Kota Malang maka dilampirkan
dalam sebuah tabel sebagai berikut :
Tabel.2
Data Tindak Pidana persetubuhan dengan anak sebagai korban di
Polres Kota Malang16 No Status 2016 2017 2018 2019
1 Anak sebagai korban
tindak pidana
Persetubuhan
Tidak ada
rekapan
70 120 Tidak ada
rekapan
2. Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) sebagai
korban tindak pidana
Persetubuhan
Tidak ada
rekapan
12 24 Tidak ada
rekapan
Sumber : Unit Perempuan dan Anak( PPA) Polres Kota Malang
Berdasarkan data yang diperoleh penulis dalam bentuk wawancara
dengan salah satu penyidik unit Perempuan dan Anak( PPA) Polres Kota
Malang, seringkali penyidik menangani kasus tindak pidana persetubuhan yang
mana Anak Berkebutuhan Khusus sebagai Korbannya, jumlah yang tertera
dalam tabel tidaklah jumlah yang kecil yang mana apabila Anak berkebutuhan
Khusus menjadi korban Tindak Pidana Persetubuhan akan mempengruhi
15 PPA merupakan salah satu unit yang digunakan untuk pelayanan terhadap Tindak Pidana Anak dan
Perempuan 16 Ibid,
8
perkembangan mental serta kejiwaan korban. Akan tetapi seringkali kasus yang
menimpa Anak berkebutuhan khusus sebagai Korban Tindak Pidana
Persetubuhan ini tidak terungkap karena di Polres Kota Malang juga mengalami
permasalahan yang sama yakni minimnya pengaduan ke Aparat17 dikarenakan
masih minimnya pengetahuan korban serta pengancaman oleh pelaku
kejahatan.18 untuk menindaklanjuti sebuah permasalahan yang cukup serius ini
maka penyidik mengimbau agar korban Tindak Pidana Persetubuhan selalu
mengungkap sebuah permasalahan ini kepada Aparat. Karena tentu saja Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) yang menjadi korban Tindak Pidana
Persetubuhan sama halnya mempunyai hak untuk diberi perlindungan.
Dalam usaha memperoleh bukti-bukti yang diperlukan guna
kepentingan pemeriksaan suatu perkara pidana19, seringkali para penegak
hukum dihadapkan pada suatu masalah atau hal-hal tertentu yang tidak dapat
diselesaikan sendiri dikarenakan masalah tersebut berada di luar kemampuan
atau keahliannya. Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat
penting diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-
lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. 20
17 Wawancara dengan Penyidik Unit PPA Polres Malang Kota 18 Barda Nawawi Arief, Bunga Rumpai Kebijakan Hukum Pidana ,Bandung,Citra Aditya Bakti, 2002
Halaman 1-2 19 Absori, Hukum Profetik, kritik terhadap paradigma hukum non sistemik, Yogyakarta, Genta Pulishing
Halaman 104 20 Subekti. R, Hukum Pembuktian, Pradya Paramita, Jakarta, 2001. Halaman 71
9
Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian selaku
aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindakan penyidikan yang
dilakukannya yaitu pada pengungkapan Tindak Pidana Persetubuhan. Kasus
yang menyerang kehormatan seseorang dimana dilakukan tindakan seksual
dalam bentuk persetubuhan, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam
penyidikannya. Keterangan ahli yang dimaksud ini yaitu keterangan dari dokter
yang dapat membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan
medis yang sah21 dan dapat dipertanggungjawabkan22 mengenai keadaan
korban, terutama terkait dengan pembuktian adanya tanda-tanda telah
dilakukannya suatu persetubuhan.
Lalu bagaimana jika yang melakukan proses Visum et Repertum (VeR)
adalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan segala kekurangan yang
dimiliki sebagai korban, ditekankan kembali bahwa dapat diketahui anak yang
menjadi korban tindak pidana persetubuhan kemungkinan besar akan
mengalami tekanan psikologis dan mentalnya, dikawatirkannya Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) ketika menjalankan sebuah proses Visum et
Repertum (VeR) akan mengalami dampak yang tidak bisa diduga dalam ingatan
saat mereka bertumbuh besar nantinya, selain itu pula dalam proses Visum et
Repertum (VeR) Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) akan diberikan
21 Monita, Peranan Dokter Forensik dalam Pembuktian Perkara Pidana, https;//media.neliti.com.
Diakses 29 Oktober 2019 22 Martiman Prodjohamidjoyo, Sistim Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003.
Halaman 92
10
peertanyaan oleh dokter forensik tanpa didampingi oleh siapapun karena
memang dalam prosedurnya pada saat proses Visum et Repertum (VeR) tidak
boleh didampingi secara langsung oleh siapapun termasuk orangtua.
Berdasarkan uraian diatas maka dari itu penulis tertarik mengkaji lebih
mendalam terkait permasalahan tersebut. Sehingga penulis menyusun
Penelitian hukum dengan judul : Analisa Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sebagai Korban Tindak Pidana
Persetubuhan Dalam Proses Visum et Repertum (VeR) (Studi kasus di Unit
PPA Polres Kota Malang)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum terhadap Anak
berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak Pidana Persetubuhan
dalam Proses Visum et Repertum (VeR) di Unit Perempuan dan Anak (PPA)
Polres Kota Malang ?
2. Bagaimanakah upaya pemenuhan perlindungan hukum terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan
dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit Perempuan dan Anak (PPA)
Polres Kota Malang ?
3. Apakah kendala yang dihadapi oleh unit Perempuan dan Anak (PPA) Polres
Kota Malang dalam Perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam proses
Visum et Repertum (VeR) dan bagaimana solusinya?
11
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengetahuan yang lebih mengenai problematika perlindungan
hukum serta hak hak anak terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
sebagai korban tindak pidana persetubuhan dalam proses Visum et Repertum
(VeR) di unit Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kota Malang
2. Mengetahui pemenuhan hak hak anak mengenai perlindungan hukum
terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana
persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit Perempuan dan
Anak (PPA) Polres Kota Malang
3. Mengetahui kendala yang dihadapi oleh unit Perempuan dan Anak (PPA)
dalam perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
sebagai korban tindak pidana dalam proses Visum et Repertum (VeR)
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara Teoritis
a. Penulis mengharapkan agar hasil penelitian dapat memberikan
wawasan serta kemahiran yang berfungsi sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan hukum pada khususnya mengenai Perlindungan Hukum
terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai korban Tindak
Pidana Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)
b. Memberikan sebuah dedikasi berupa pemikiran serta suatu bayangan
yang lebih absolut mengenai Perlindungan Hukum terhadap Anak
12
Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana
Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)
2. Manfaat secara praktis
a. Memberikan bahan masukan bagi penulis dalam ruang lingkup yang
akan dibahas dalam sebuah penelitian ini
b. Agar dapat menguraikan keintelektualan dalam membentuk pola pikir
dinamis dalam Perlindungan Hukum terhadap Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) sebagai Korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam
proses Visum et Repertum (VeR)
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian hukum ini terdapat berbagai
klasifikasi yang akan dituangkan oleh penulis sebagai berikut :
1. Bagi Penulis
Harapan dari penulis, hasil dari penelitian ini dapat menambah
keilmuan serta wawasan penulis khususnya terkait perlindungan hukum
terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana
persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA Polres
Malang Kota
2. Bagi Penegak hukum
Sebagai bahan evaluasi agar aparat penegak hukum khususnya Polres
malang Kota dapat melaksanakan tugas dalam memberi pengamanan dalam
13
perlindungan hukum terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai
korban Tindak Pidana Persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR)
3. Bagi Masyarakat
Penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta
informasi kepada masyarakat tentang perlindungan hukum terhadap anak
berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak pidana persetubuhan
dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA Polres Malang Kota
F. Metode Penelitian
Penelitian penulisan hukum ini menggunakan beberapa metode
penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang obyektif. Maka dari
itu penulis memerlukan informasi dan data data yang mendukung pada
penelitian, sehubungan dengan penelitian penulisan hukum maka metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Dalam metode pendekatan, yang digunakan oleh penulis dalam
mengkaju permasalahan adalah pendekatan yuridis sosiologis yang artinya
penelitian terhadap penulisaan hukum yang dilakuka secara sosiologis dan
memperhatikan aspek sosial, dalam hal ini metode pendekatan akan
menitikberatkan pada peraturan perundang undangan yang berlaku sebagai
pedoman pembahasan masalah, juga dikaitkan dengan kenyataan yang ada
14
dalam praktek dan aspek sosial yang berpengaruh23 Pendekatan yuridis
dalam penelitian ini yaitu mengacu pada peraturan perundang undangan
dalam KUHP, KUHAP, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
Tentang Kesehatan yang mengatur penggunaan bantuan orang ahli dalam
tahap penyidikan perkara pidana, dalam hal ini khususnya dokter sebagai
pembuat dokumen Visum et Repertum (VeR). Sedangkan pendekatan
sosiologis digunakan untuk mengetahui bagaimana proses Visum et
Repertum (VeR) yang dilakukan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) dalam penyidikan tindak pidana persetubuhan berdasarkan
ketentuan dalam kenyataan yang terjadi di lapangan.
2. Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh data data yang dibutuhkan oleh penulis maka
penulis melakukan penelitian di Unit Perempuan dan Anak (PPA) Kantor
Kepolisian Resort Kota Malang yang beralamat di Jl Jaksa Agung Suprapto
No 19, Samaan Kecamatan Klojen Kota Malang dikarenakan berdasarkan
data dari Penyidik Unit PPA, Polres Kota Malang pernah menangani kasus
mengenai Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang mana anak tersebut
telah menjadi korban tindak pidana persetubuhan
23 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,1982,hlm.15
15
3. Sumber Data
Dalam penyusunan penulisan hukum ini diperlukan jenis data sebagai
berikut :
a. Data Primer yang merupakan data didapatkan secara langsung dari hasil
wawancara di lapangan. Data jenis ini diperoleh dari sumber data yang
merupakan responden penelitian yaitu :
1) Penyidik di Polres Malang Kota khusunya yang bertugas di Unit
PPA, penulis melakukan wawancara dengan Kanit (Kepala Unit)
dari unit PPA yang bernama Iptu Tri Nawangsari24 dikarenakan
berdasarkan data dari Penyidik Unit PPA, Polres Kota Malang
pernah menangani kasus mengenai Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) yang mana anak tersebut telah menjadi korban tindak pidana
persetubuhan
2) Orang Tua/Wali dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sebagai
Korban Tindak Pidana Persetubuhan
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
atau data yang didapatkan melalui studi kepustakaan,yang terdiri dari :
1) Dokumen-dokumen resmi,arsip arsip yang terdapat di lokasi
penelitian (Polres Malang Kota)
24 PPA adalah suatu unit yang dipergunakan untuk melakukan pelayanan terhadap kasus tindak pidana
kesusilaan dan tindak pidana terhadap perempuan dan anak
16
2) Literatur, peraturan perundang undangan yakni Undang – Undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Perlindungan
Hak Anak Penyandang Disabilitas, Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2017 tentang
Perlindungan Khusus Bagi Anak Penyandang Disabilitas dan hasil
penelitian yang berupa laporan artikel dalam media cetak, jurnal dan
media masa yang berkaitan langsung dengan penelitian
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :
a. Wawancara merupakan serangkaian proses tanya jawab secara lisan
antara pihak pencari informasi atau biasa disebut dengan interviewer
sedangkan pihak yang lain berfungsi sebagai pemberi informasi yang
biasa disebut dengan informan atau responden. Pada penelitian yang
dilakukan ini penulis berkedudukan sebagai interviewer dan responden
adalah penyidik di polres kota malang, khususnya yang pernah
menangani kasus persetubuhan yang mana Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) sebagai korbannya. Teknik wawancara yang diterapkan bersifat
bebas dan terpimpin yaitu wawancara dilakukan dengan menggunkaan
interview guide yang berupa catatan mengenai pokok pokok yang akan
17
ditanyakan, sehingga dalam hal ini masih dimungkinkan adanya
bermacam macam pertanyaan yang disesuaikan dengan kondisi ketika
wawancara dilakukan25
b. Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-bahan
kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari
peraturan perundang-undangan yakni Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang –
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, teori teori
atau tulisan tulisan yang terdapat dalam buku buku literatur ,catatan
kuliah, surat kabar, dan bahan bahan bacaan ilmiah yang mempunyai
hubungan dengan permasalahan ynag diangkat yang berkaitan dengan
perlindungan hukum terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK)
sebagai korban tindak pidana persetubuhan dalam proses Visum et
Repertum (VeR)26
5. Metode Analisa
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif
yaitu berusaha menganalisis data dengan menguraikan dan memaparkan
secara jelas dan apa adanya mengenai obyek yang diteliti. Data data dan
informasi yang diperoleh dari obyek penelitian dikaji dan dianalisis,
25 Ibid, hal 73 26 Soerjono soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 1986, hlm
21
18
dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku dan bertujuan
memecahkan permasalahan yang diangkat. Berdasarkan hasil analisis
tersebut selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan mengenai perlindungan
hukum terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) sebagai korban tindak
pidana persetubuhan dalam proses Visum et Repertum (VeR) di unit PPA
Polres Malang Kota
G. Sistematika Penulisan
Sebuah hasil penelitian yang baik tentunya harus memiliki gambaran
penelitian yang terencana secara berurutan. Disini penulis menyusun kerangka
pembahasan menjadi 4 (empat) bab, yang terdiri dari :
a. BAB I : PENDAHULUAN
Penulis membuat latar belakang masalah yang mana tentunya
menyangkut dnegan judul yang akan diajukan,lalu dilanjutkan dengan
pokok permasalahan yaitu uraian pertanyaan yang mengacu pada latar
belakang,tujuan dan kegunaan secara praktik dan teoritis, juga memuat
uraian terkait sistematika penulisan.
b. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini lebih khusus meninjau terkiat kepustakaan yang
diperlukan oleh penulis yag meliputi uraian deskriptif mengenai teori,
doktrin,pendapat ahli. Serta kajian yuridis yang akan dijadikan dasar pada
penelitian ini
19
c. BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini lebih menekan pada Analisa sumber data hasil penelitian
yang kemudian dikaji melalui kepustakaan serta peraturan perundang
undangan yang berlaku.
d. BAB IV : PENUTUP
Bab ini terdapat dua sub-sub dalam bab penutup yaitu kesimpulan yang
berisikan hasil hasil dari BAB III. Selanjutnya saran yang berisikan
rekomendasi penulis terhadap pihak-pihak yang berkaitan atas
permasalahan yang dikaji/diteliti.