BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai daerah budaya Jawa dan juga
sebagai daerah Pariwisata. Yogyakarta sebagai Kota Wisata ini terdapat
peninggalan-peninggalan sejarah, budaya, dan keadaan alam yang indah serta
keramahan masyarakatnya. Adapun yang dipromosikan dari Yogyakarta antara
lain wisata konvensional (candi, museum, kraton, dan lain-lain), wisata berburu,
wisata gunung, goa, pantai dan wisata budaya (Soedarsono, 1999:45). Wisata
budaya salah satunya adalah kesenian, seni atau kesenian merupakan salah satu
unsur kebudayaan yang universal (Koentjoroningrat, 1990:204).
Dunia Seni Pertunjukan Indonesia (SPI) telah mengalami perkembangan
dan kemajuan secara signifikan (Sumaryono, 2007:vii). Beraneka ragam SPI terus
diupayakan untuk tetap bisa menunjukkan eksistensinya dan memberikan makna
positif bagi kehidupan masyarakatnya. Para seniman melakukan berbagai macam
cara untuk mengoptimalkan pengemasan seni pertunjukan sehingga dapat menarik
wisatawan. Perkembangan kehidupan seni, khususnya seni tari di Yogyakarta
beserta unsur-unsur pendukungnya menarik untuk disimak bersama, terutama
tentang frekuensi pertunjukan tari yang semakin padat dan permintaan pasar yang
semakin banyak. Apalagi jika dikaitkan dengan perkembangan industri pariwisata
yang semakin pesat. Seni pertunjukan sebagai cabang kesenian yang harus
2
ditampilkan meliputi tiga jenis, yakni tari (tradisional, kreasi, dan modern), musik
(tradisional dan modern) dan teater (tradisional dan modern) (Jazuli, 2014:4).
Selain itu, pertunjukan tersebut dapat dijumpai pada paket-paket pertunjukan tari
di beberapa hotel setiap malamnya, ataupun tempat-tempat lain yang secara
khusus menyelenggarakan pertunjukan tari untuk wisatawan.
Seni Pertunjukan yang dipentaskan di Yogyakarta salah satunya adalah
Sendratari Ramayana di Purawisata. Yogyakarta yang terkenal dengan wisata
budayanya, maka pertunjukan seni seperti Sendratari Ramayana menjadi salah
satu daya tarik wisata yang sangat dinantikan. Dahulu, Purawisata lebih dikenal
dengan sebutan Taman Hiburan Rakyat (THR) yang memberikan hiburan rakyat
berupa kesenian-kesenian rakyat, salah satu hiburan rakyat yang ditampilkan di
Purawisata adalah Sendratari Ramayana. Menurut Moeliono, dkk (1988:814)
Sendratari merupakan gabungan dari seni, drama, dan tari yang memiliki arti
drama atau cerita yang disajikan dalam bentuk tarian tanpa adanya dialog,
biasanya diiringi oleh musik (gamelan). Namun disediakan teks dalam
pementasannya.
Sendratari Ramayana merupakan cerita karya Walmiki yang ditulis dalam
bahasa Sansekerta dan terpahat di relief dinding Candi Prambanan. Namun, cerita
tersebut sudah terkenal di Nusantara sejak abad 7-8. Pemahatan pada relief dan
pengubahan ke dalam sastra Jawa Kuno epos yang berasal dari India itu atas
prakarsa raja dimaksudkan sebagai media penyebaran agama Hindu, Somvir
(1998 dalam bdk. Marsono dan Widyarini, 2011:9). Peneliti memilih untuk
membahas Sendratari Ramayana karena cerita yang dituangkan memiliki pesan
3
moral dalam kehidupan serta melestarikan kebudayaan bangsa. Selain itu,
Sendratari Ramayana memiliki daya tarik yang cukup kuat untuk para wisatawan.
Dalam pementasan Sendratari Ramayana, perlengkapan pentas seperti
koreografis, tata busana dan wajah, properti, dan masih banyak lagi dapat menjadi
daya tarik sendiri oleh wisatawan. Selain perlengkapan pentas, dalam
pementasannya Sendratari Ramayana Purawisata di dukung dengan komponen
pendukung yang dapat memberi nilai tambah pada pertunjukan Sendratari yang
diselenggarakan di Purawisata.
Sendratari Ramayana Purawisata ditangani oleh dua manajemen, yaitu
manajemen Purawisata dan manjemen Ramayana. Pihak manajemen Purawisata
lebih menekankan pada pemasaran produk sedangkan pihak Ramayana lebih
menekankan pada pementasan. Pementasan yang dimaksud di sini adalah
bagaimana cara manajemen Ramayana mengemas pertunjukan pada Sendratari
Ramayana. Untuk itu diperlukan strategi-strategi untuk tetap menarik wisatawan
karena pada kenyataannya banyak bermunculan pertunjukan seni yang lain
ataupun produk yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis akan
membahas mengenai Sendratari Ramayana di Purawisata, khususnya
menganalisis komponen daya tarik wisata. Rumusan masalah yang peneliti teliti
yaitu:
4
1.2.1 Bagaimana Sendratari Ramayana dipentaskan di Purawisata sebagai
daya tarik wisata?
1.2.2 Apa saja komponen daya tarik wisata pada seni pertunjukan
Sendratari Ramayana di Purawisata?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti temukan, tujuan dari penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui bagaimana pementasan Sendratari Ramayana di
Purawisata sebagai daya tarik wisata.
1.3.2 Mengetahui komponen daya tarik apa saja yang terdapat pada
pertunjukan Sendratari Ramayana di Purawisata serta merumuskan
komponen daya tarik yang ada.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoretis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan
lebih dalam lagi tentang dunia seni pertunjukan khususnya seni tari pada
Sendratari Ramayana serta memberikan informasi mengenai komponen
daya tarik Sendratari Ramayana. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai
referensi bagi peneliti atau mahasiswa lain untuk mengetahui komponen apa
saja yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata pada pertunjukan seni,
khususnya Sendratari Ramayana di Purawisata.
5
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan, salah satunya adalah
untuk mengetahui kekurangan atau kelebihan pada atraksi (Sendratari
Ramayana), serta komponen lainnya yang mendukung atraksi tersebut di
Purawisata. Dengan mengetahui kekurangan tersebut maka perusahaan
dapat memperbaikinya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh wisatawan
sedangkan kelebihan yang sudah dimiliki dapat dipertahankan sebaik
mungkin. Manfaat lainnya adalah sebagai masukan bagi perusahaan agar
dapat memberikan kualitas yang baik pada pertunjukan Sendratari
Ramayana.
1.5 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini peneliti bagi berdasarkan kesamaan fokus dan
kesamaan lokus. Kesamaan fokus berdasarkan tema atau topik permasalahan yang
dipilih oleh peneliti hampir sama, yaitu tentang daya tarik dan Sendratari
Ramayana sedangkan kesamaan lokus berdasarkan lokasi yang peneliti lakukan
sama, yaitu di Purawisata. Dari penelitian terdahulu yang sudah dilakukan dan
berkaitan dengan judul di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama, Purwa Dhani (2014), Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam penelitian yang berjudul
“Analisis Komponen Daya Tarik Wisata Seni Pagelaran Wayang Kulit Durasi
Singkat di Museum Sonobudoyo Yogyakarta”, memaparkan komponen daya tarik
wisata seni pagelaran wayang kulit durasi singkat di Museum Sonobudoyo
6
Yogyakarta, pembagian ruang di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, sejarah
wayang kulit dan perkembangannya, dan analisis komponen daya tarik wisata seni
pagelaran wayang kulit yang meliputi konsep dasar Pakeliran Padat dalam
pagelaran wayang kulit serta analisis komponen daya tarik.
Kedua, Indah Nuraini (2003), Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan
dan Seni Rupa jurusan Ilmu-ilmu Humaniora Universitas Gadjah Mada dalam
penelitian yang berjudul “Pembentukan Gaya Dalam Sendratari Ramayana
Yayasan Rara Jonggrang Di Panggung Terbuka Prambanan”, memaparkan
pembentukan gaya dalam Sendratari Ramayana, tinjauan historis ramayana,
yayasan Rara Jonggrang, Sendratari Ramayana Rara Jonggrang dan identifikasi
gaya meliputi gerak dan karakter, musik tari, tata rias dan tata busana serta pola
lantai.
Ketiga, Retno Moortrisari Widianingrum (2013), Program Studi Pariwisata
Fakulas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam penelitian yang
berjudul “Analisis Komponen Daya Tarik Wisata Seni Pertunjukan Tari Di
Ndalem Kaneman”, memaparkan analisis komponen daya tarik yang ada di
Ndalem Kaneman sehingga penulis dapat menganalisis komponen daya tarik
wisata apa saja yang dapat dimasukkan dan diterapkan untuk menganalisis
komponen daya tarik wisata seni pertunjukan Sendratari Ramayana di Purawisata.
Keempat, Tejo Sulistyo (2001), Jurusan Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam penelitian yang berjudul “Perubahan
Bentuk Penyajian Sendratari Ramayana Yayasan Rara Jonggrang di Panggung
Terbuka Prambanan”, memaparkan berbagai upaya perubahan beberapa motif
7
gerak dan komposisi iringan dengan harapan agar bentuk penyajian lebih tampak
dinamis dengan bentuk penyajian seperti bentuk garapan tari, tata rias dan busana,
iringan musik, tata teknik pentas, serta perpindahan dari panggung terbuka ke
tempat yang baru dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran panggung
sebelumnya.
Kelima, Sulardi (2014), Jurusan Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam penelitian
yang berjudul “Evaluasi Strategi Komunikasi Pemasaran Pementasan Sendratari
Ramayana Ballet (Studi Deskriptif Kuilitatif Pada Manajemen Ramayana Ballet
Mandira Baruga Purawisata Yogyakarta)”, memaparkan tentang bauran
komunikasi pemasaran dalam menjalankan bisnisnya yang meliputi periklanan,
kehumasan (packaging dan pelayanan), penjualan personal, promosi penjualan,
dan pemasaran langsung, dan komunikasi langsung dari mulut ke mulut.
Selanjutnya mengevaluasi strategi komunikasi pemasaran yang sudah dilakukan
oleh manajemen Ramayana dan Purawisata.
Dilihat dari penelitan-penelitian terdahulu, terlihat bahwa penelitian sesuai
dengan judul “Analisis Komponen Daya Tarik Seni Pertunjukan Sendratari
Ramayana sebagai Daya Tarik Wisata Di Purawisata” belum pernah dikerjakan
oleh siapa pun. Penelitian ini akan membahas mengenai komponen daya tarik
yang ada pada Seni Pertunjukan Sendratari Ramayana sebagai daya tarik wisata di
Purawisata.
8
1.6 Landasan Teori
Pada bagian ini akan dijelaskan kerangka konseptual yang akan digunakan
sebagai acuan untuk menganalisis dalam penelitian mengenai daya tarik wisata
pada Sendratari Ramayana di Purawisata. Kerangka konseptual tersebut
berdasarkan judul yang diangkat yang disesuaikan dengan permasalahan dalam
penelitian, yaitu mengenai seni pertunjukan, daya tarik wisata, dan komponen
pariwisata.
1.6.1 Seni Pertunjukan
Seni merupakan keahlian manusia dalam karyanya yang bermutu,
dilihat dari segi kehalusan atau keindahan. Kesenian merupakan sesuatu
yang hidup senapas dengan mekarnya rasa keindahan yang tumbuh dalam
sanubari manusia dari masa ke masa, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran
rasa menurut Haryono (1999 dalam Sujarno, dkk, 2003:23). Namun
demikian di dalam seni yang dimaksud pertunjukan adalah seni yang
dipentaskan dan dapat dilihat oleh berbagai kalangan masyarakat atau orang
banyak. Dengan kata lain seni pertunjukan adalah suatu seni yang
dipentaskan dan dapat dilihat oleh orang banyak (Sujarno, dkk 2003:vii),
sedangkan Jazuli (2014:4) menjelaskan bahwa seni pertunjukan merupakan
bentuk seni tontonan yang cara penampilannya didukung oleh perlengkapan
seperlunya, berlaku dalam dalam kurun waktu tertentu dan lingkungan
tertentu.
Dalam sebuah pertunjukan, teater merupakan bagian yang sangat
penting. Teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar
9
menggunakan tubuhnya sebagai alat atau media utama untuk menyatakan
rasa dan karsanya, mewujud dalam suatu karya (seni). Di dalam menyatakan
rasa dan karsanya itu, alat atau media tadi ditunjang oleh unsur gerak, unsur
suara dan atau bunyi, serta unsur rupa (Padmodarmaya, 1988:21). Menurut
Soedarsono (1999:125), Seni pertunjukan wisata memiliki ciri-ciri: (1)
tiruan dari tradisi yang telah ada, (2) singkat dan padat penyajiannya, (3)
penuh variasi, (4) tidak sakral, (5) disajikan secara menarik, (6) murah
menurut ukuran kocek wisatawan, dan (7) mudah dicerna oleh wisatawan.
Tari sebagai karya seni masih dibutuhkan kaidah-kaidah tertentu yang
berhubungan dengan nilai-nilai keindahan atau estetika. Menurut
Soerjodiningrat (1943 dalam Hadi, 2007:32) yang disebut tari adalah gerak
seluruh anggota badan bersamaan dengan bunyi suara gamelan, ditata sesuai
dengan irama gending, kesesuaian ekspresi dengan maksud tari. Hadi
(2007:23-80) dalam bukunya Kajian Tari Teks dan Konteks, fenomena tari
dapat dianalisis atau ditelaah baik secara konsep koreografis. Fenomena tari
dianalisis atau ditelaah secara koreografis, artinya ingin mendeskripsikan
atau mencatat secara analisis fenomena tari yang nampak dari sisi bentuk
luarnya saja. Konsep koreografis terdiri atas bentuk gerak, teknik gerak,
gaya gerak, jumlah penari, jenis kelamin dan postur tubuh, struktur ruangan,
struktur waktu, struktur dramatik, dan tata teknik pentas. Analisis tata teknik
pentas sebagai salah satu bagian dari analisis koreografis, merupakan aspek
pendukung kehadiran sebuah bentuk pertunjukan tari. Analisis ini meliputi
10
tata cahaya atau lighting, tata rias wajah dan tata busana, serta properti atau
pelengkap lainnya.
1.6.2 Daya Tarik Wisata
Yoeti (2010:19) berpendapat bahwa daya tarik wisata dapat diartikan
sebagai segala sesuatu yang menarik untuk dilihat atau disaksikan
wisatawan kalau berkunjung pada suatu destinasi pariwisata. Kemudian,
menurut Undang-undang tentang Kepariwisataan No. 10 Tahun 2009, daya
tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan yang
kemudian disebut dengan daerah tujuan wisata.
Middleton (dalam Yoeti, 2010:27-29) membagi daya tarik wisata itu
terdiri atas 4 bagian besar, yaitu (1) Natural Attractions, yaitu daya tarik
wisata yang bersifat alamiah dan terdapat secara bebas yang dapat dilihat
dan disaksikan setiap waktu; (2) Build Attractions, yaitu bangunan-
bangunan dengan asitektur kuno, jembatan, rumah-rumah ibadah (gereja,
masjid, wihara, kuil atau pura), serta gedung-gedung perkantoran bekas
penjajahan Belanda; (3) Cultural Attractions, termasuk kelompok ini, yaitu
peninggalan lama, petilasan, bekas kerajaan, candi, museum; (4) Traditional
Attractions, yaitu tata cara hidup suatu suatu etnis, masyarakat terasing, adat
istiadat, festival kesenian, folklore suatu bangsa.
Yoeti (2010:21) menjelaskan bahwa atraksi wisata adalah sesuatu
yang disuguhkan kepada wisatawan, yang dipersiapkan dalam suatu
11
pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan dan untuk melihat atau
menyaksikan tiap orang harus membayar dalam bentuk karcis masuk.
Atraksi yang baik harus dapat mendatangkan wisatawan sebanyak-
banyaknya, menahan mereka di tempat atraksi dalam waktu yang cukup
lama dan memberi kepuasan kepada wisatawan yang datang berkunjung.
Untuk mencapai hasil itu, syarat-syarat atraksi wisata yang baik menurut
Soekadijo (2000:61), yaitu sebagai berikut.
1. Kegiatan (act) dan objek (artifact) yang merupakan atraksi itu sendiri
harus dalam keadaan yang baik.
2. Karena atraksi wisata itu harus disajikan dihadapan wisatawan, maka
cara penyajiannya (presentasinya) harus tepat.
3. Atraksi wisata adalah terminal dari suatu mobilitas spasial, suatu
perjalanan. Oleh karena itu juga harus memenuhi semua deteminan
mobilitas spesial, yaitu akomodasi, transportasi, dan promosi serta
pemasaran.
4. Keadaan di tempat atraksi harus dapat menahan wisatawan cukup lama.
5. Kesan yang diperoleh wisatawan waktu menyaksikan atraksi wisata
harus diusahakan supaya bertahan selama mungkin.
1.6.3 Komponen Pariwisata
Suwena dan Widyatmaja (2010:83) berpendapat bahwa Daerah
Tujuan Wisata (DTW) merupakan tempat di mana segala kegiatan
pariwisata bisa dilakukan dengan tersedianya segala fasilitas dan atraksi
wisata untuk wisatawan. Dalam mendukung keberadaan DTW perlu ada
12
unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna wisatawan bisa tenang,
aman, dan nyaman berkunjung. Adapun unsur pokok tersebut antara lain:
1. Objek dan daya tarik wisata
2. Prasarana wisata
3. Sarana wisata
4. Tata laksana/infrastruktur
5. Masyarakat/lingkungan
Daerah tujuan wisata hendaknya memenuhi beberapa syarat menurut
Yoeti (1988 dalam Suwena dan Widyatmaja, 2010:84-85), yaitu
ketersediaan (1) sesuatu yang dapat dilihat (something to see); (2) sesuatu
yang dapat dilakukan (something to do); (3) sesuatu yang dapat dibeli
(something to buy). Dengan perkembangan spektrum pariwisata yang
semakin luas, maka syarat tersebut masih perlu ditambah, yakni: (4) sesuatu
yang dinikmati, yakni hal-hal yang memenuhi selera dan cita rasa
wisatawan dalam arti luas; (5) sesuatu yang berkesan sehingga mampu
menahan wisatawan lebih lama atau merangsang kunjungan ulang.
Menurut Cooper, dkk (1993 dalam Sewena dan Widyatmaja, 2010:88-
98) daerah tujuan wisata harus didukung empat komponen utama atau yang
dikenal dengan istilah “4A” yaitu: atraksi (attraction), fasilitas (amenities),
aksesibilitas (acces), dan pelayanan tambahan (ancillary service). Dalam
penelitian ini, peneliti memilih teori Cooper, dkk sebagai acuan peneliti
untuk memudahkan dalam menganalisis komponen daya tarik wisata (studi
kasus Sendratari Ramayana Purawisata) yaitu sebagai berikut.
13
1. Komponen Atraksi (attraction), pada komponen ini Cooper, dkk
menjelaskan bahwa modal kepariwisataan itu mengandung potensi
untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata. Modal atraksi yang
menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu (1) Natural Resources
(alami) seperti: Gunung, Danau, Pantai, dan Bukit; (2) Atraksi wisata
budaya seperti: arsitektur rumah tradisional di desa, situs arkeologi,
benda-benda seni dan kerajinan, ritual atau upacara budaya, festival
budaya, kegiatan dan kehidupan masyarakat sehari-hari,
keramahtamahan, makanan; dan (3) Atraksi buatan seperti: acara
olahraga, berbelanja, pameran, konferensi, festival musik. Untuk
memudahkan peneliti dalam penelitian ini peneliti membagi kategori
yang menjadi tolak ukur bagi sebuah pertunjukan kesenian diantaranya;
berdasarkan durasi waktu pertunjukan, waktu pentas, cerita yang
dibawakan, penyaji pertunjukan, properti panggung, instrumen musik,
tata rias wajah, tata rias busana, koreografi, letak panggung dan
lighting.
2. Komponen Aksesibilitas (acces), pada komponen ini Cooper, dkk
menjelaskan bahwa aksesibilitas merupakan suatu hal vital yang sangat
memengaruhi kunjungan wisatawan. Jika suatu daerah wisata tidak
tersedia aksesibilitas yang mencukupi, maka sangat kecil wisatawan
akan datang mengunjungi daerah wisata tersebut. Untuk menentukan
komponen aksesibilitas, penulis melakukan focus group discussion
(FGD) dengan pengelola Purawisata. Hasil dari FGD yaitu; letaknya
14
stategis karena berada di pusat Kota Jogja, akses mudah, dan ada
konektifitasnya.
3. Komponen Amenitas, pada komponen ini Cooper, dkk menjelaskan
bahwa secara umum fasilitas (amenities) adalah segala macam
prasarana dan sarana yang diperlukan oleh wisatawan selama berada di
daerah tujuan wisata. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah
sesuatu yang dibutuhkan oleh wisatawan sebagai faktor pendukung.
Untuk menentukan komponen amenitas, penulis melakukan focus
group discussion (FGD) dengan pengelola Purawisata. Hasil dari FGD
di antaranya yaitu; memiliki lahan parkir yang luas, fasilitas
antarjemput, tempat duduk penonton, harga tiket pertunjukan, toilet,
dan memiliki restoran terluas di Kota Jogja dengan konsep taman
terbuka yaitu Gazebo Garden Resto.
4. Komponen Ancillary, pada komponen ini Cooper, dkk menjelaskan
bahwa komponen ancillary (pelayanan tambahan) atau sering disebut
juga pelengkap yang harus disediakan oleh pengelola dari suatu objek
wisata, baik untuk wisatawan maupun untuk pelaku wisatawan. Untuk
menentukan komponen amenitas, penulis melakukan focus group
discussion (FGD) dengan pengelola Purawisata. Hasil dari FGD di
antaranya yaitu; pentas dilaksanakan setiap malam tanpa libur, ada
paket dinner performance, melayani early perform, ada escort dari
guest relation Officer (GRO) dengan courtesy yang baik, serta
dikuatkan dengan pemasaran melalui internet.
15
Hasil analisis komponen daya tarik wisata merupakan metode yang
menganalisis dan menjelaskan secara rinci segala sesuatu yang terkandung
dalam suatu objek wisata. Penjelasan tersebut dituangkan dalam tabel
sehingga dapat dengan mudah dipahami apakah komponen tersebut
memiliki daya tarik atau tidak. Untuk bagian yang bernilai plus (+) untuk
yang memiliki daya tarik, minus (-) untuk yang tidak memiliki daya tarik,
dan plus/minus (+/-) yang bersifat netral dalam objek wisata (Marsono,
2011:16).
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Purawisata, Jl. Brigjend Katamso Yogyakarta
pada bulan Februari sampai Mei 2015.
1.7.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif
untuk menjabarkan temuan data. Pengumpulan data berupa data primer
dan data sekunder dengan metode observasi, focus group discussion
(FGD), wawancara demodifikasi dengan metode kuesioner, dan studi
pustaka. Melalui pengumpulan semua data yang telah diperoleh dan
selanjutnya dipelajari untuk mendapatkan kesimpulan sesuai dengan judul
yang diangkat.
1.7.2 Sumber Data
1.7.2.1 Data Primer
16
Data primer adalah infomasi yang diperoleh dari sumber-
sumber primer, yakni yang asli atau informasi dari tangan pertama.
Cara yang paling banyak digunakan untuk mengumpulkan data
adalah metode observasi, fokus group discussion (FGD), wawancara,
maupun metode kuesioner, yakni dengan melakukan komunikasi
dengan pengelola perusahaan maupun responden.
1.7.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah informasi yang diperoleh tidak secara
langsung dari responden, tetapi dari pihak ketiga seperti studi
pustaka, misalnya buku, website, artikel, jurnal, internet dan lain-lain
sesuai dengan penelitian yang dilakukan.
1.7.3 Metode Pengumpulan Data
1.7.3.1 Observasi
Observasi merupakan suatu kegiatan mencari data yang dapat
digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis. Inti
dari observasi adalah adanya perilaku yang tampak dan adanya
tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini dilakukan dengan observasi
langsung di Purawisata pada bulan Februari sampai April 2015
dengan melakukan observasi untuk mencari tahu keadaan yang
sesungguhnya di objek tersebut, seperti halnya mengamati secara
saksama setiap detail perilaku dan kejadian yang terjadi,
menggambarkan lingkungan fisik dengan lebih detail, misalnya
struktur ruangan dan komponen daya tarik yang ada.
17
1.7.3.2 Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang
salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi
untuk tujuan tertentu. Wawancara dilakukan secara langsung untuk
menggali dan mencari informasi secara langsung dari narasumber.
Wawancara dilakukan dengan pengelola Sendratari Ramayana yaitu
Bapak Dahanan selaku pimpinan Sanggar Ramayana Purawisata dan
Bapak Yudhi Merantoro selaku Asst. Manager Marketing bagian
Front Office Purawisata. Kedua, wawancara dilakukan dengan
pengunjung Sendratari Ramayana.
1.7.3.3 Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) merupakan sebuah proses
pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu
permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi
kelompok. FGD yang peneliti lakukan di sini merupakan kelompok
diskusi (kecil) yang digunakan sebagai metode pengumpulan data
dalam penelitian. Tujuan peneliti mengadakan FGD adalah untuk
merumuskan komponen daya tarik berupa komponen aksesibilitas,
amenitas dan ancillary serta memberikan kemudahan dan peluang
bagi peneliti untuk menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan
memahani persepsi, sikap, serta pengalaman yang dimiliki oleh
informan. FGD dilakukan sebanyak satu kali pada tanggal 16 April
2015 dan berlangsung selama dua jam dari pukul 15:00-17:00 WIB
18
yang bertempat di Purawisata. FGD tersebut dihadiri oleh Yudhi
Merantoro selaku Asst. Manager Marketing bagian Front Office,
Edhi Djauhari selaku Asst. Sales Manager Marketing, Prilita
Andarini selaku Sales Marketing Executive dan Devi Eka Aryani
perwakilan dari penari yang berperan sebagai Putri Taman. Dalam
FGD peneliti memposisikan diri sebagai moderator serta ditemani
oleh notulen. Dimana moderator memberikan intruksi kepada peserta
FGD untuk memberikan pendapatnya mengenai apa saja komponen
daya tarik yang ada di Sendratari Ramayana Purawisata serta
memberikan alasannya. Selain itu, moderator juga melakukan
beberapa improviasi pertanyaan seputar komponen daya tarik kepada
peserta. Setelah masing-masing peserta memberikan pendapatnya,
tahap akhir adalah diskusi untuk menentukan komponen daya
tariknya.
Gambar 1.1 Proses Focus Group Discussion
(Sumber: Marhariyanti, 16 April 2015)
19
Hasil dari FGD dengan pengelola Sendratari Ramayana
Purawisata, terdapat beberapa komponen daya tarik yang sudah
disepakati bersama. Komponen daya tarik tersebut dikategorikan
berdasarkan teori yang digunakan pada komponen daya tarik, yaitu
komponen aksesibilitas, amenitas dan ancillary.
1.7.3.4 Metode Kuesioner
Metode kuesioner digunakan untuk mengetahui respon
wisatawan mengenai komponen daya tarik dengan beberapa
pertanyaan mengenai komponen daya tarik wisata yang dituangkan
dalam kuesioner. Metode ini dilakukan dengan modifikasi
wawancara langsung dengan responden untuk menggali dan mencari
informasi dari narasumber. Penulis melakukan penyebaran kuesioner
kepada pengunjung Sendratari Ramayana untuk diisi berdasar hasil
pendapatnya. Setelah itu, penulis menanyakan hasil wawancara
secara langsung kepada wisatawan.
Proses pelaksanaan penyebaran kuesioner ini dilakukan
secara langsung dengan dua tahap. Tahap pertama, pengisian
kuesioner dilaksanakan mulai 15 Maret 2015 sampai 26 Maret 2015
dengan pengunjung Sendratari Ramayana Purawisata berdasarkan
hasil observasi dan pengamatan penulis mengenai komponen atraksi
dan tahap kedua, pengisian kuesioner mulai 25 April 2015 sampai 1
Mei 2015 dengan pengunjung Sendratari Ramayana Purawisata
berdasarkan hasil dari focus group discussion (FGD) mengenai
20
komponen aksesibilitas, amenitas dan ancillary. Hasil kuesioner
selanjutnya direkap dalam bentuk tabel dan disimpulkan.
1.7.3.5 Studi Pustaka
Studi pustaka adalah segala usaha yang dilakukan oleh
peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik
atau masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat
diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-
karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-
ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis
baik tercetak maupun elektronik lain.
1.7.4 Metode Analisis Data
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Data mentah yang diperoleh melalui proses observasi, FGD, dan
wawancara ditinjau ulang berdasarkan permasalahan secara kualitatif
untuk selanjutnya dibuat deskripsi yang dapat menjelaskan rumusan
masalah. Pertanyaan dibuat berdasarkan komponen daya tarik yang paling
menonjol pada objek. Teori Cooper, dkk atau yang dikenal dengan istilah
“4A” yaitu: atraksi (attraction), falititas (amenities), aksesibilitas (acces),
dan pelayanan tambahan (ancillary service) digunakan dalam menganalisis
komponen daya tarik. Untuk menentukan komponen atraksi, penulis
berdasarkan pendapat Hadi (2007:23-80) dalam bukunya Kajian Tari Teks
dan Konteks, yaitu fenomena tari (Sendratari Ramayana) dianalisis secara
konsep koreografis sedangkan untuk menentukan komponen aksesibilitas,
21
amenitas, dan ancillary, penulis melakukan diskusi kelompok (FGD)
kepada pengelola sebagai informan yang nantinya akan digunakan peneliti
dalam bahan pertimbangan dalam menganalisis komponen daya tarik.
Objektivitas data diperoleh melalui cara pemberian penilaian secara
berskala pada daya tarik wisata oleh wisatawan. Peninjauan ulang data
yang diperoleh lalu dilakukan penganalisaan untuk memperoleh
kesimpulan. Selanjutnya analisis komponen daya tarik tersebut dituangkan
dalam tabel yang diberi penjelasan secara kualitatif terhadap hasil
akhirnya. Hasil komponen daya tarik tersebut dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu benilai plus (+) untuk yang memiliki daya tarik, bernilai plus/minus
(+/-) untuk yang bersifat netral, dan minus (-) untuk yang tidak memiliki
daya tarik dalam objek wisata (Marsono, 2011:16).
1.8 Sistematika Penulisan
Sistemtika penulisan penelitian ini terdiri atas empat bagian yang masing
masing dijabarkan sebagai berikut.
Bab I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, ruang lingkup
penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian
pustaka, landasan teori, metode penelitian, metode pengumpulan
data, yang diikuti dengan sistematika penulisan.
Bab II : Gambaran umum yang berisi profil Purawisata dan Ramayana
Purawisata di antaranya sejarah, struktur organisasi, produk
Purawisata, logo perusahaan serta tokoh utama dalam Ramayana.
22
Bab III : Pembahasan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis. Hasil penelitian tersebut berupa bagaimana pementasan
Sendratari Ramayana di Purawisata serta analisis komponen daya
tarik Sendratari Ramayana Purawisata.
Bab IV : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.