BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
BAB I: PENDAHULUAN | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya tulis ilmiah banyak diyakini merupakan karya tulis yang menyampaikan
informasi secara langsung, akurat dan objektif. Tidak sedikit ditemukan buku
panduan penulisan karya ilmiah baik untuk mahasiswa maupun ilmuwan yang
bermaksud untuk menulis karya ilmiah dan mempublikasikannya dalam jurnal ilmiah
yang mendukung pandangan tersebut (lihat, mis., Alley, 1987; Bolsky, 1988; Hacker,
2008; Hedge, 1994; Lipson, 2005; Manser, 2006; Strunk & White, 2000; Taylor,
2005). Sebagai contoh, Hedge (1994: 92) menegaskan bahwa karya tulis ilmiah
memiliki ciri-ciri pokok di antaranya langsung, akurat dan objektif seperti telah
disebutkan di atas, sedangkan Alley (1987: 28) memandang presisi sebagai tujuan
utama karya tulis ilmiah dan oleh karena itu kekaburan dan ketidakjelasan harus
dihindari. Ini mengimplikasikan bahwa bentuk-bentuk lingual seperti, misalnya,
about, appear, may, perhaps dan suggest, yang mengungkapkan kemungkinan dan
ketidakpastian, yang sering juga disebut sebagai hedging devices atau peranti
pembentengan, bukanlah ciri khas karya tulis ilmiah. Booth (1985: 11)
berargumentasi bahwa karya tulis yang banyak dihiasi dengan peranti pembentengan
menunjukkan bahwa karya tulis tersebut belum layak untuk diterbitkan. Oleh sebab
itu, seperti halnya Alley (op. cit.), Bolsky (1988: 61-62) juga menganjurkan agar
BAB I: PENDAHULUAN | 2
ungkapan-ungkapan seperti itu dihindari dan sebagai gantinya digunakan ungkapan-
ungkapan langsung yang menunjukkan secara eksplisit bahwa apa yang disampaikan
tidak akurat. Dengan kata lain, banyak pakar beranggapan bahwa karya tulis ilmiah
merupakan karya tulis yang menyampaikan informasi secara akurat, impersonal, dan
objektif. Oleh sebab itu, pemakaian peranti pembentengan yang sering dikaitkan
dengan kekaburan yang tidak ilmiah (Salager-Meyer, 1994) dan berkonotasi negatif
(Skelton, 1988a) harus dihindari dan bukanlah strategi yang berguna bagi penulis
karya ilmiah. Anggapan tersebut agaknya merefleksikan pandangan tradisional
tentang karya tulis ilmiah, yang oleh Bazerman (1984: 163-164) telah diidentifikasi
memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) ilmuwan harus menjauhkan diri dari laporan-
laporan mengenai hasil karyanya sendiri dan oleh karenanya menghindari semua
pemakaian pronomina persona pertama, (b) karya tulis ilmiah harus objektif dan
akurat, mengikuti matematika sebagai model, (c) karya tulis ilmiah harus
menghindari pemakaian metafora dan segala macam bentuk fantasi retoris untuk
menemukan hubungan yang jelas antara kata dan objek, dan (d) karya tulis ilmiah
harus mendukung klaim-klaim yang dikemukakan di dalamnya dengan bukti empiris
dari alam, terutama bukti eksperimental.
Namun demikian, menarik untuk dicatat bahwa tidak semua pakar dan buku
panduan penulisan karya ilmiah (lihat, mis., Hyland, 1998; Jordan, 1997; Master,
1986; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Skelton, 1988a) mengikuti pandangan
yang ‘miring’ tentang peranti pembentengan seperti tersebut di atas. Bagi Skelton
(1988a: 39), ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kemungkinan, ketidaktepatan
BAB I: PENDAHULUAN | 3
dan kekaburan seperti itu bukan saja boleh digunakan melainkan juga pantas
digunakan dalam karya tulis ilmiah.
Banyaknya pemakaian peranti pembentengan dalam karya tulis ilmiah
sebenarnya telah lama diakui. Bahkan, sebagaimana dilaporkan oleh Shapin (1984),
ilmuwan terkemuka abad ke-17 Robert Boyle pun memanfaatkan ungkapan-
ungkapan yang demikian itu. Menurut Hyland (1998), Boyle dapat dianggap sebagai
tokoh yang membantu menciptakan retorika yang menjadi fondasi bagi komunikasi
ilmiah. Salah satu peranti kebahasaan yang paling penting dari retorika ilmiah ini
adalah apa yang sekarang kita sebut sebagai bentuk-bentuk lingual pembentengan.
Sebagaimana dikutip oleh Shapin (op. cit.: 495), Boyle mengatakan bahwa “in almost
every one of the following essays I (…) speak so doubtingly, and use so often, perhaps,
it seems, it is not improbable, and such other expressions, as argue a diffidence of the
truth of the opinions I incline to (…)” ‘dalam hampir semua esai berikut saya (…)
berbicara dengan penuh keraguan, dan menggunakan dengan begitu sering, mungkin,
tampaknya, bukan tidak mungkin, dan ungkapan-ungkapan lain semacam itu, karena
tidak yakin akan kebenaran gagasan-gagasan yang saya miliki (…)’. Yang dapat
disampaikan secara pasti, menurut Boyle, hanya fakta yang ditemukan, bukan yang
diciptakan. Boyle menegaskan: “I dare speak confidently and positively of very few
things, except of matters of fact” (ibid.: 496) ‘Saya berani berbicara dengan penuh
keyakinan dan secara positif hanya mengenai sangat sedikit hal, kecuali hal-hal yang
faktual sifatnya’.
BAB I: PENDAHULUAN | 4
Satu paragraf contoh di bawah ini, yang dikutip dari bagian Pembahasan dari
sebuah artikel penelitian yang merupakan bagian dari korpus penelitian ini,
memberikan ilustrasi pemakaian pembentengan yang banyak ditemukan dalam karya
tulis ilmiah. Untuk memudahkan penyebutan dan pembahasan, masing-masing
kalimat dalam contoh ini diberi nomor. (Informasi mengenai pemakaian kode dalam
tanda kurung setelah contoh dapat dilihat pada bagian Metode di bawah.)
(1) (1) This leads to another question concerning the function of subtitles in a more general sense. (2) Hatim and Mason (2000) claim that subtitles merely serve as a guide to what is going on in the original language, and given the practical limitations involved, providing a guide may be the only realistic option. (3) Furthermore, considering the fact that reductions are inevitable, it would be naive to think that certain pragmatic aspects of the dialogue would not have to be sacrificed. (4) In fact, among a series of recommendations for subtitling, Karamitroglou (1998) includes the category of altering syntactic structures. (5) According to the author, due to the limitations of the medium, simpler and shorter structures are
preferred over more complex ones, as long as the modifications achieve a balance between syntax, pragmatics and stylistics. (6) One of the proposed suggestions for this category provided by Karamitroglou is to change indirect requests to direct imperatives. (7) If in fact this type of syntactic alteration toward more directness is commonplace, as the corpus
for this study indicates, and even recommended, as Karamitroglou (1998) proposes, one might posit the following question: With subtitles showing
a general trend toward more directness or abruptness, what are the risks
of undermining or compromising the original artistic creation?
(HE04D)
“(1) Hal ini mengarah ke satu pertanyaan lain mengenai fungsi teks film
dalam arti yang lebih umum. (2) Hatim dan Mason (2000) mendaku
bahwa teks film hanyalah berfungsi sebagai panduan mengenai apa yang
sedang terjadi dalam bahasa aslinya, dan mengingat keterbatasan-
keterbatasan praktis yang ada, sebuah panduan mungkin merupakan satu-
satunya pilihan yang realistis. (3) Lagi pula, mengingat bahwa reduksi
tidak dapat dihindari, naif agaknya untuk berpikiran bahwa aspek-aspek
pragmatik tertentu tidak perlu harus dikorbankan. (4) Sesungguhnya, di
antara sekian rekomendasi tentang penulisan teks film, Karamitroglou
(1998) mencantumkan kategori mengubah struktur sintaktis. (5) Menurut
pengarang tersebut, karena keterbatasan medium, struktur yang lebih
sederhana dan lebih pendek lebih disukai daripada struktur yang lebih
BAB I: PENDAHULUAN | 5
kompleks, sepanjang modifikasi tersebut memenuhi keseimbangan antara
sintaksis, pragmatik dan stilistika. (6) Salah satu saran yang diusulkan
untuk kategori ini yang diberikan oleh Karamitroglou adalah mengubah
permintaan tidak langsung menjadi perintah langsung. (7) Apabila
perubahan sintaktis ke arah struktur langsung semacam itu ternyata
banyak dijumpai, sebagaimana diindikasikan oleh korpus penelitian ini,
dan bahkan direkomendasikan, seperti yang diusulkan oleh
Karamitroglou (1998), maka kita mungkin dapat menyampaikan
pertanyaan berikut: Mengingat teks film secara umum cenderung
langsung dan kasar, risiko-risiko apa yang mengurangi atau merusak
kreasi artistik aslinya?”
Contoh di atas memperlihatkan bahwa di dalam paragraf yang ringkas tersebut
ditemukan cukup banyak pemakaian bentuk lingual pembentengan, baik yang
leksikal maupun yang non-leksikal. Beberapa di antaranya berupa nomina epistemis
(suggestion), verba bantu modal epistemis (may, would dan might), verba leksikal
modal epistemis (claim, think, indicate, propose dan posit), konstruksi impersonal (It
would be naïve to think that, the corpus for this study indicates that), konstruksi
interogatif (With subtitles (…), what are the risks (…)?), konstruksi kondisional (If in
fact (…), one might posit the following question: (…)) dan konstruksi pasif (would
not have to be sacrificed dan are prefered).
Dapat diamati dari contoh di atas bahwa di dalam hampir semua kalimat dalam
paragraf di atas ditemukan bentuk-bentuk lingual pembentengan. Dalam kalimat (2),
verba leksikal claim digunakan untuk menjauhkan penulis artikel dari tanggung
jawab atas kebenaran pernyataan subtitles merely serve as a guide to what is going on
in the original language; tanggung jawab sebaliknya seolah dibebankan kepada
subjek kalimatnya yang disitat oleh penulis artikel, yaitu Hatim and Mason. Dalam
kalimat yang sama, dalam klausa bebas yang kedua ditemukan verba bantu may yang
BAB I: PENDAHULUAN | 6
mengungkapkan kehati-hatian penulis artikel dalam menyampaikan informasi yang
terkandung dalam klausa tersebut.
Kalimat (3) memperlihatkan pemakaian bentuk pembentengan yang lebih rumit.
Ungkapan it would be naive to think dapat dianggap mencakup tiga bentuk sekaligus:
bentuk pertama adalah verba bantu would yang menunjukkan bahwa proposisi yang
terdapat dalam klausa terikat that certain pragmatic aspects of the dialogue would not
have to be sacrificed bersifat hipotetis; bentuk kedua adalah verba leksikal epistemis
think yang mengungkapkan bahwa proposisi dalam klausa terikat tersebut berstatus
tentatif dan subjektif; dan bentuk terakhir adalah bentuk konstruksi impersonal it
would be naive yang dalam hal ini digunakan untuk menurunkan tingkat komitmen
penulis artikel terhadap kebenaran proposisi yang terkandung dalam klausa terikat
yang telah disebut di atas. Selanjutnya, masih dalam kalimat yang sama, proposisi
yang terdapat dalam klausa terikat tersebut dibentengi oleh dua bentuk sekaligus:
bentuk pertama adalah verba bantu would yang memiliki fungsi yang sama dengan
would dalam klausa utama it would be naive to think; bentuk kedua adalah konstruksi
pasif be sacrificed yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan konstruksi impersonal it
would be naive, yaitu untuk menjauhkan penulis artikel dari tanggung jawab atas
kebenaran proposisi yang terkandung dalam klausa terikat tersebut.
Hal serupa berlaku untuk bentuk pasif are preferred yang ditemukan dalam
kalimat (5). Selanjutnya, dalam kalimat (6) ditemukan dua bentuk pembentengan
yaitu, verba leksikal epistemis proposed yang secara sintaktis berfungsi sebagai
modifikator dan nomina epistemis suggestion. Kedua bentuk ini mengungkapkan
BAB I: PENDAHULUAN | 7
bahwa penulis artikel tidak ingin berkomitmen terhadap kebenaran proposisi yang
dikemukakan oleh Karamitroglou yang telah dikutip sebelumnya. Artinya, proposisi
yang dikemukakan oleh Karamitroglou tersebut masih terbuka kebenarannya:
proposisi tersebut mungkin benar, mungkin juga keliru.
Akhirnya, paragraf contoh di atas diakhiri dengan kalimat (7) yang sangat rumit
apabila dilihat dari segi pemakaian bentuk pembentengan. Tidak kurang dari enam
bentuk lingual digunakan untuk membentengi kalimat tersebut. Bentuk pertama
adalah konstruksi kondisional riil yang diawali dengan konjungsi if. Konstruksi
kondisional di sini digunakan untuk mengungkapkan bahwa informasi yang
terkandung di dalamnya masih terbuka kebenarannya. Dengan menggunakan
konstruksi kondisional, penulis artikel ingin berdialog dengan pembaca: klaim yang
disampaikan oleh penulis hanyalah sekedar satu kemungkinan yang dapat diterima
atau ditolak oleh pembaca. Bentuk pembetengan selanjutnya adalah konstruksi
impersonal dalam bentuk personifikasi the corpus for this study indicates. Konstruksi
ini berfungsi untuk mengalihkan tanggung jawab atas proposisi yang terkandung
dalam this type of syntactic alteration toward more directness is commonplace pada
subjek klausa, yaitu the corpus of the study, bukan penulis artikel. Apabila kelak
terbukti bahwa pernyataan itu tidak benar, maka penulis dapat menghindar dari
tanggung jawab: korpus penelitiannyalah yang keliru, bukan penelitinya. Hal yang
sama berlaku untuk verba propose dalam klausa as Karamitroglou (1998) proposes,
di mana tanggung jawab dibebankan kepada Karamitroglou. Bentuk pembentengan
keempat dalam kalimat ini adalah verba bantu modal might yang menyatakan
kemungkinan. Penulis artikel di sini beranggapan bahwa pengajuan pertanyaan yang
BAB I: PENDAHULUAN | 8
disebutkan pada akhir kalimat masih merupakan kemungkinan. Oleh sebab itu,
pengajuan pertanyaan ini masih bersifat tentatif. Yang lebih menarik lagi adalah
pemakaian verba modal posit setelah might. Penulis sebenarnya dapat saja
menggunakan verba ask sebagai ganti dari posit. Namun, penulis artikel agaknya
ingin menekankan tentatifitas pertanyaan dengan memilih verba posit yang hampir
sama maknanya dengan suggest. Dengan demikian, pertanyaan yang diajukan
hanyalah merupakan saran yang sudah barang tentu boleh diterima, boleh juga tidak.
Bentuk terakhir adalah pertanyaan itu sendiri, yang disampaikan dalam bentuk
interogatif: With subtitles showing a general trend toward more directness or
abruptness, what are the risks of undermining or compromising the original artistic
creation? Pertanyaan semacam ini dapat dianggap sebagai bentuk pembentengan
karena pertanyaan dapat ditafsirkan sebagai upaya penulis artikel untuk melibatkan
pembaca dalam proses deduksi dan argumentasi. Dalam hal ini pertanyaan tersebut
mengindikasikan bahwa jawaban-jawaban penulis artikel atas pertanyaan tersebut,
yang memang diberikan dalam paragraf setelahnya, dapat dianggap masih bersifat
tentatif dan oleh karenanya kebenarannya pun masih terbuka.
Tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun terkadang dianggap tidak berguna dan
dipandang sebelah mata, peranti pembentengan seperti tersebut di atas terbukti
memiliki peran penting dalam komunikasi pada umumnya, baik lisan maupun tulis.
Skelton (1988a: 38) mengemukakan bahwa “[w]ithout hedging, the world is purely
propositional, a rigid (and rather dull) place where things either are the case or are
not. With a hedging system, language is rendered more flexible and the world more
subtle” ‘tanpa pembentengan, dunia hanya berisi proposisi, sebuah tempat yang kaku
BAB I: PENDAHULUAN | 9
(dan agak membosankan) di mana hal-hal benar adanya atau tidak. Dengan sistem
pembentengan, bahasa dibuat menjadi lebih fleksibel dan dunia pun menjadi lebih
lembut.’ Dengan kata lain, menurut Skelton (ibid.), “[l]anguage without hedging is
language without life” ‘bahasa tanpa pembentengan adalah bahasa tanpa kehidupan’.
Lebih lanjut, Prince, Frader & Bosk (1982: 96) berpendapat bahwa pemakaian peranti
pembentengan dalam percakapan antardokter anak di Unit Gawat Darurat anak-anak
memperlihatkan keteraturan ilmiah dalam presentasi mereka mengenai pengetahuan.
Dalam karya tulis ilmiah pun pembentengan banyak ditemukan dan memegang
peranan sangat penting (Crismore dan Farnsworth, 1990; Hyland, 1996ab, 1998;
Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Swales, 1990; Varttala, 2001). Menurut Hyland
(1996b: 433), “[h]edging is the expression of tentativeness and possibility and it is
central in academic writing where the need to present unproven propositions with
caution and precision is essential” ‘pembentengan merupakan ungkapan tentatifitas
dan kemungkinan dan berperan sangat penting dalam karya tulis akademis di mana
kebutuhan untuk menyajikan proposisi yang belum terbukti kebenarannya dengan
hati-hati dan presisi sangat penting artinya’. Adapun Crismore dan Farnsworth (1990:
135) berpendapat bahwa “hedging is the mark of a professional scientist, one who
acknowledges the caution with which he or she does science and writes on science”
‘pembentengan merupakan tanda seorang ilmuwan yang profesional, seseorang yang
mengakui kehatian-hatian yang digunakannya dalam melakukan sains dan menulis
tentang sains’. Di samping untuk menandai profesionalisme seorang ilmuwan,
pembentengan juga dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan “honesty, modesty
and proper caution in self-reports and for diplomatically creating space in areas
BAB I: PENDAHULUAN | 10
heavily populated by other researchers” (Swales, 1990: 175) ‘kejujuran, kerendahan
hati dan kehati-hatian yang semestinya dalam laporan sendiri, maupun untuk
menciptakan secara diplomatis ruang penelitian di wilayah-wilayah yang sudah padat
dihuni oleh peneliti-peneliti lain’.
Salah satu peran terpenting dari pembentengan barangkali adalah sebagai
penanda knowledge claim atau klaim pengetahuan, yang oleh Gilbert (1976: 282)
didefinisikan secara ringkas sebagai “[t]he statement of a research finding”
‘pernyataan tentang hasil penelitian’. Dalam hal ini, Myers (1989: 13) berargumentasi
bahwa “a sentence that looks like a claim but has no hedging is probably not a
statement of new knowledge” ‘sebuah kalimat yang kelihatan seperti sebuah klaim
tetapi tidak ada penanda pembentengan di dalamnya barangkali bukan sebuah
pernyataan pengetahuan baru’. Di samping itu, Hyland (1998: 245) menyatakan
bahwa sebagai peranti pengungkap pembentengan, “hedges are among the main
pragmatic features which shape the research article as the principle vehicle for new
knowledge and which distinguish it from other forms of academic discourse” ‘bentuk-
bentuk pembentengan merupakan salah satu ciri pokok pragmatik yang membentuk
artikel penelitian sebagai wahana utama untuk pengetahuan baru dan yang
membedakannya dengan bentuk-bentuk lain wacana akademis’. Dengan kata lain,
pembentengan memiliki peran sangat penting dalam produksi pengetahuan ilmiah.
Pembentengan mengacu pada strategi komunikasi yang direalisasikan oleh
berbagai peranti kebahasaan yang dipergunakan untuk mengungkapkan tentatifitas,
ketidakpastian, atau kadar komitmen atau tanggung jawab penutur terhadap
BAB I: PENDAHULUAN | 11
kebenaran proposisi yang dikemukakannya. Artinya, penutur tidak sepenuhnya
mengungkapkan komitmen atau tanggung jawab terhadap apa yang disampaikannya.
Pembentengan, pada hakikatnya, berkaitan dengan penilaian penutur atau penulis
terhadap penyataan-pernyataan yang disampaikannya dan pengaruh pernyataan itu
terhadap pendengar atau pembaca (Hyland, 1998).
Bentuk-bentuk kebahasaan pengungkap pembentengan dalam bahasa Inggris
pada umumnya disebut hedges atau benteng, yang konsep awalnya diperkenalkan
oleh George Lakoff (1973: 471) sebagai “words whose job is to make things fuzzier
or less fuzzy” ‘kata-kata yang tugasnya adalah membuat sesuatu lebih kabur atau
berkurang kekaburannya’. Mengingat penilaian terhadap kebenaran dan ketidak-
benaran, kepastian dan keraguan, dan kemungkinan dan ketidakmungkinan berperan
sangat penting dalam kehidupan kita, maka tidak mengherankan bila kita temukan
banyak sekali bentuk kebahasaan pengungkap pembentengan, baik yang leksikal
maupun yang non-leksikal. Menurut Brown dan Levinson (1987: 146), secara
semantis, potensi pengungkap pembentengan itu tidak terbatas jumlah bentuk
lahirnya.
Kendatipun telah banyak penelitian dilakukan untuk mengkaji pembentengan,
terutama dalam bahasa Inggris, belum ditemukan adanya kesepakatan tentang bentuk-
bentuk apa saja yang dapat dikategorisasikan sebagai pengungkap pembentengan.
Bagi sebagian peneliti (misalnya, Crompton, 1997; Hyland, 1994, 1998; Myers, 1989;
Salager-Meyer, 1994, 1997; Skelton, 1988b; Varttala, 1999, 2001), bentuk-bentuk
lingual pembentengan mencakup:
BAB I: PENDAHULUAN | 12
1. Verba bantu modal epistemis:
(2) It may be that consolidation and retrenchment strategies will play a more important role during such periods. (EE01D)
“Barangkali strategi konsolidasi dan pengurangan akan memiliki peran
lebih penting dalam periode-periode seperti itu.”
(3) It would seem that physicians were responding judiciously in integrating the published evidence into their practices. (KE02D)
“Tampaknya para dokter merespons secara bijaksana dalam menginte-
grasikan bukti yang telah dipublikasikan itu ke dalam praktek mereka.”
2. Verba leksikal epistemis:
(4) In contrast, Bardovi-Harlig and Mahan-Taylor (2003) argue that the best way to teach pragmatics is through awareness activities at the beginning of chapters (…). (HE05I)
“Sebaliknya, Bardovi-Harlig dan Mahan-Taylor (2003) berargumentasi
bahwa cara terbaik untuk mengajarkan pragmatik adalah melalui latihan-
latihan kesadaran pada permulaan bab-bab (…).”
(5) These results indicate that fathers are more important for the transmission of the German identity, while mothers appear to transmit the home identity more strongly. (EE14R)
“Hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa ayah lebih penting bagi transmisi
identitas Jerman, sedang ibu tampaknya mentransmisikan identitas rumah
secara lebih kuat.”
3. Verba kopulatif selain be:
(6) Thus, PYE appears to play some role in iron homeostasis under iron-sufficient conditions. (ME11D)
“Dengan demikian, PYE tampaknya memiliki peran dalam homeostasis
zat besi dalam kondisi zat besi mencukupi.”
BAB I: PENDAHULUAN | 13
(7) But it seems quite likely that many households around the world share such experiences and family lore about dialects and marriage. (HE08I)
“Akan tetapi, mungkin sekali kelihatannya bahwa banyak rumah tangga di
seluruh dunia sama-sama memiliki pengalaman dan pengetahuan
keluarga seperti itu tentang dialek dan pernikahan.”
4. Adverbia, ajektiva dan nomina epistemis:
(8) Perhaps the most significant changes in the field of politeness have been triggered by the proponents of the discursive approach (Eelen 2001; Mills 2003; Watts 2003, 2008; Locher and Watts 2005) (…). (HE02I)
“Barangkali perubahan paling penting dalam bidang kesopanan telah
dipicu oleh para pendukung pendekatan diskursif (Eelen 2001; Mills
2003; Watts 2003, 2008; Locher and Watts 2005) (…).”
(9) Thus, auditors are likely to be more cautious (…). (EE09I)
“Dengan demikian, para auditor mungkin akan lebih berhati-hati (…).”
(10) The argument that individuals possess or display oppositional identities has been an important theme in attempting to explain racial differences in school performance in the US (…). (EE15D)
“Argumentasi bahwa individu memiliki atau memperlihatkan identitas
yang bertentangan telah menjadi tema penting dalam upaya untuk
menjelaskan perbedaan-perbedaan rasial dalam prestasi sekolah di A.S.
(...).”
Di samping kategori-kategori yang telah cukup banyak disepakati oleh para
peneliti di atas, kategori-kategori lain pengungkap pembentengan meliputi kontruksi
pasif tanpa agen (misalnya, Hyland, 1998; Lachowicz, 1981; Zuck dan Zuck, 1985),
satuan-satuan lingual yang menyatakan vagueness atau kekaburan dan imprecision
atau ketidaktepatan (misalnya, Dubois, 1987; Channell, 1994, 1999), konstruksi
BAB I: PENDAHULUAN | 14
impersonal (Holmes, 1982, 1988; Hyland, 1996a, 1998), bentuk pengandaian dan
pertanyaan (Hyland, 1994, 1998).
Mengingat banyaknya ditemukan fenomena pembentengan, banyak bukan
hanya dalam arti jumlah pemakaiannya, melainkan juga dalam arti beragam bentuk
dan fungsinya, dan pentingnya strategi pembentengan dalam penyampaian klaim
khususnya dan dalam penulisan karya tulis ilmiah pada umumnya serta belum adanya
kesepakatan tentang bentuk-bentuk umum pengungkap pembentengan, maka strategi
pembentengan yang direalisasikan oleh berbagai peranti pembentengan itu perlu
dikaji secara lebih mendalam bukan hanya untuk mengindentifkasi serta
mengkategorisasikan bentuk-bentuk lingual yang dapat digunakan untuk
mengungkapkannya, melainkan juga untuk memahami fungsi-fungsi pemakaiannya
dan yang lebih penting lagi untuk memahami motivasi yang melandasi pemakaian
strategi tersebut dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris serta perannya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ditelaah ciri-
ciri formal maupun fungsional pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa
Inggris serta variasi pemakaiannya baik dalam berbagai bidang ilmu maupun dalam
bagian-bagian artikel penelitian ilmiah.
1.2 Rumusan Masalah
Di atas telah disebutkan bahwa secara umum penelitian ini mencoba
mempelajari ciri-ciri formal maupun fungsional pembentengan yang digunakan
BAB I: PENDAHULUAN | 15
dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris. Secara lebih khusus, penelitian ini
mencoba menjawab pertanyaan-tanyaan berikut:
1. Bentuk-bentuk lingual apakah yang digunakan untuk mengungkapkan strategi
pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan
bagaimanakah bentuk-bentuk tersebut dapat dikategorisasikan, dideskripsikan
dan dijelaskan? Bentuk-bentuk apa sajakah yang paling sering digunakan? Dari
segi bentuknya apa ciri khas pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah
dalam bahasa Inggris?
2. Adakah perbedaan pemakaian strategi pembentengan dalam berbagai bidang
keilmuan? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan pemakaian
strategi tersebut?
3. Artikel penelitian ilmiah pada umumnya terbagi secara retoris menjadi empat
bagian: Introduction (I) atau Pendahuluan, Method (M) atau Metode, Results (R)
atau Hasil, dan Discussion (D) atau Pembahasan. Bagaimanakah perbedaan
pemakaian strategi pembentengan di dalam keempat bagian artikel penelitian
ilmiah seperti tersebut di atas dalam bahasa Inggris? Faktor-faktor apakah yang
menyebabkan variasi pemakaian strategi tersebut?
4. Fungsi-fungsi pemakaian strategi pembentengan apa saja yang digunakan dalam
artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan bagaimanakah fungsi-fungsi
tersebut dapat diklasifikasikan, dideskripsikan dan dijelaskan? Motivasi apa
yang melandasi pemakaian pembentengan dalam karya tulis yang demikian itu?
BAB I: PENDAHULUAN | 16
1.3 Tujuan Penelitian
Sebagaimana disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji
strategi pembentengan yang dipergunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam
bahasa Inggris. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, secara lebih
khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1. menginventarisasikan, mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan menjelaskan
berbagai bentuk lingual pengungkap strategi pembentengan yang digunakan
dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan menunjukkan bentuk-
bentuk yang paling sering dipakai dan kekhasan bentuk yang menjadi ciri
pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah;
2. mendeskripsikan dan menjelaskan kemungkinan adanya perbedaan pemakaian
startegi pembentengan dalam bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA
dan teknik dan faktor-faktor penyebabnya;
3. mendeskripsikan dan menjelaskan perbedaan pemakaian strategi pembentengan
dalam keempat bagian dari artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris serta
faktor-faktor penyebabnya.
4. mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan menjelaskan
fungsi-fungsi dan motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian strategi
pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris.
BAB I: PENDAHULUAN | 17
1.4 Lingkup Penelitian
Dalam karya tulis ilmiah, pembentengan berkaitan erat dengan sikap penulis
terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikannya serta pengaruhnya pada
pembaca. Namun demikian, sebagaimana telah disebutkan di atas, penelitian ini
menyoroti pembentengan dari segi bentuk dan fungsinya. Oleh sebab itu, di dalam
penelitian ini tidak ada upaya untuk menelaah pengaruh pembentengan terhadap
pembaca (lihat, mis., Crismore & Vande Kopple, 1988; Crismore & Vande Kopple,
1997ab; Vande Kopple & Crismore, 1990). Tidak ada upaya pula dalam penelitian ini
untuk mengkaji bagaimana pembaca dan penulis artikel mengidentifikasi bentuk-
bentuk lingual pembentengan yang digunakan oleh penulis artikel dalam artikel yang
mereka publikasikan (lihat, mis., Lewin, 2005).
Di samping terkait erat dengan sikap penulis, pemakaian pembentengan juga
terkait erat dengan pembaca dalam suatu konteks komunikasi. Dengan kata lain,
pembentengan digunakan dalam suatu konteks interaksi yang melibatkan penulis dan
pembaca. Oleh karena itu, penelitian tentang pembentengan ini berorientasi lebih
pada bidang pragmatik daripada bidang-bidang yang lain seperti, misalnya, semantik,
sosiolinguistik atau filsafat bahasa. Analisis pragmatik, oleh karenanya, menduduki
prioritas utama, khususnya untuk mengidentifikasi, mengelompokkan dan
menjelaskan berbagai fungsi dan motivasi yang melandasi pemakaian strategi
pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris.
Di samping itu, karena kaitan eratnya dengan sikap penulis terhadap proposisi
yang disampaikannya, pembentengan juga menempatkan modalitas epistemik pada
BAB I: PENDAHULUAN | 18
posisi penting. Hal ini, pada gilirannya, mengarahkan pemakaian analisis semantik
dalam penelitian ini. Dengan kata lain, analisis terhadap berbagai bentuk kebahasaan
pengungkap pembentengan yang berkaitan dengan modalitas epistemik akan
dilakukan secara semantis maupun pragmatis. Akhirnya, di samping dapat
diungkapkan melalui bentuk-bentuk leksikal, pembentengan juga dapat diungkapkan
melalui pemakaian bentuk-bentuk gramatikal. Oleh karena itu, analisis sintaktis juga
akan dilakukan untuk mengidentikasikan pembentengan yang diungkapkan melalui
pemakaian bentuk-bentuk gramatikal.
Mengingat karya tulis ilmiah dapat memiliki berbagai bentuk seperti, misalnya,
laporan penelitian, makalah ilmiah, artikel penelitian ilmiah, buku teks, tesis, dan
disertasi (bdk., Hyland, 2006), maka untuk membatasi lingkup kajian, penelitian ini
hanya menyoroti salah satu bentuk karya tulis ilmiah tersebut, yaitu artikel penelitian
ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah international dalam bahasa Inggris. Lebih
lanjut, sebagaimana telah disebutkan dalam tujuan penelitian di atas, untuk
memperoleh informasi tentang ada-tidaknya variasi antarbidang ilmu dalam hal
pemakaian pembentengan, penelitian ini mengkaji secara lebih khusus lagi
pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam lima bidang
ilmu, yaitu bidang ekonomi dan linguistik yang mewakili klaster sosial-humaniora,
bidang kedokteran yang mewakili klaster kesehatan, dan bidang MIPA dan teknik
yang mewakili klaster sains dan teknik.
BAB I: PENDAHULUAN | 19
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memerikan berbagai bentuk lingual yang
digunakan untuk merealisasikan strategi pembentengan serta fungsi-fungsi wacana
yang dapat ditafsirkan dari pemakaian bentuk-bentuk tersebut dalam artikel penelitian
ilmiah dalam bahasa Inggris. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris
terutama dalam hal pemakaian pembentengan, dan praktek penggunaan
pembentengan dalam karya tulis ilmiah pada umumnya dan khususnya artikel
penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris.
Secara teoretis, kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
pengembangan bidang pragmatik dan sosiolinguistik, sebagaimana yang ditekankan
oleh Holmes (1984: 364) berikut:
“Identifying and describing the linguistic devices which may be used to
modify illocutionary force constitutes a rich field for those interested in
pragmatics. And for the sociolinguist there is the challenge of
investigating the differential use made of such pragmatic resources by
different categories of speakers, to different addressees, in different social
contexts.”
‘Mengidentifikasi dan mendeskripsikan peranti kebahasaan yang mungkin digunakan untuk memodifikasi daya ilokusi merupakan sebuah bidang yang kaya bagi mereka yang tertarik dalam bidang pragmatik. Dan bagi sosiolinguis ada tantangan untuk mengkaji beragam pemakaian sumber daya pragmatik yang demikian itu oleh beragam penutur, kepada beragam mitra tutur, dalam beragam konteks.’
BAB I: PENDAHULUAN | 20
Model pembentengan yang diusulkan dalam penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan manfaat dalam penelitian-penelitian lanjutan tentang
pembentengan dalam karya ilmiah baik yang ditulis oleh penutur asli bahasa Inggris
maupun non-penutur asli.
Di samping itu, kendatipun penelitian tentang pembentengan, baik secara
konseptual maupun empiris, telah banyak dilakukan, namun sebagian besar dilakukan
terhadap bahasa Inggris. Belum banyak ditemukan penelitian tentang pembentengan
dalam bahasa-bahasa lain. Di antara yang sedikit tersebut adalah penelitian tentang
pembentengan oleh Clyne (1991), Kreutz (1997) dan Kreutz dan Harres (1997) dalam
artikel berbahasa Jerman, Luukka & Markkanen (1997) dalam artikel berbahasa
Finlandia, Namsaraev (1997) dalam artikel berbahasa Rusia, Vassileva (1997, 2001)
dalam artikel berbahasa Bulgaria, dan Djunaidi (2002), Safnil (2003) dan Sanjaya
(2013) dalam artikel berbahasa Indonesia. Mengingat masih sangat terbatasnya
penelitian tentang pembentengan, khususnya, dalam bahasa Indonesia, maka hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan dorongan untuk
dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan tentang pembentengan dalam bahasa-
bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia.
Akhirnya, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat dalam
bidang linguistik terapan pada umumnya dan bidang pengajaran bahasa Inggris
sebagai bahasa asing khususnya. Pengetahuan yang lebih luas dan pemahaman yang
lebih baik sudah barang tentu akan bermanfaat bagi penyusunan bahan ajar yang
dibuat berdasarkan keputusan yang cerdas, dan oleh karenanya, diharapkan dapat
BAB I: PENDAHULUAN | 21
membantu para ilmuwan-peneliti Indonesia untuk dapat menulis artikel ilmiah dalam
bahasa Inggris berstandar Internasional sehingga mereka tidak lagi menjadi peneliti
pinggiran (Canagarajah, 1996), melainkan menjadi anggota yang secara aktif
memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dan oleh karenanya
juga membawa dampak pada visibilitas ilmuwan Indonesia di mata dunia
Internasional serta sekaligus pada kemajuan profesi, reputasi dan kesejahteraan
pribadi ilmuwan Indonesia.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian deskriptif komparatif
(Schreiber & Asner-Self, 2011), terutama karena penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan dan menjelaskan secara objektif fenomena pembentengan yang
ditemukan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan selanjutnya
perbandingan dilakukan terhadap pemakaian pembentengan tersebut dalam lima
bidang ilmu yang diteliti. Untuk mencapai tujuan ini, baik metode analisis kuantitatif
maupun kualitatif digunakan untuk memerikan dan menjelaskan segala bentuk dan
fungsi pembentengan yang ditemukan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa
Inggris. Metode kuantitatif di sini penting peranannya untuk memperoleh hasil yang
dapat digeneralisasikan (Biber & Jones, 2009), dan diterapkan untuk menelaah
bentuk-bentuk lingual pembentengan dan untuk mendeteksi frekuensi maupun
distribusi pemakaiannya dalam lima bidang yang diteliti maupun dalam empat bagian
artikel penelitian. Adapun metode kualitatif diperlukan dalam penelitian ini terutama
BAB I: PENDAHULUAN | 22
untuk menggali lebih dalam informasi mengenai fungsi-fungsi serta motivasi
pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah secara umum. Berikut ini
akan dibeberkan secara berturut-turut korpus yang digunakan dalam penelitian ini,
metode penyediaan data dan metode analisis data.
1.6.1 Korpus Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai penelitian berbasis
korpus (bdk., Lee, 2008). Kajian dengan bantuan komputer berdasarkan korpus
dengan ukuran yang cukup besar ini dilakukan dengan prinsip bahwa semakin banyak
bahan penelitian yang digunakan sebagai dasar analisis, maka semakin aman pula
kesimpulan yang dapat diambil dan hasilnya pun semakin dapat digeneralisasikan
(Ädel, 2006). Di samping itu, sebagaimana ditegaskan oleh Hyland (1998: 94),
analisis terhadap korpus yang cukup besar ukurannya dapat mengidentifikasi ciri-ciri
paling umum sistem linguistik yang kita gunakan dengan pengertian bahwa frekuensi
dipahami sebagai ukuran signifikansi. Adapun korpus dalam penelitian ini dipahami
sebagai “a collection of texts or parts of texts upon which some general linguistic
analysis can be conducted” (Meyer, 2004: xi) ‘sekumpulan teks atau bagian dari teks
yang dapat diteliti dengan suatu analisis linguistik umum’.
Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, data
dalam penelitian ini diperoleh dari korpus yang terdiri dari 75 artikel penelitian
ilmiah dalam bahasa Inggris dalam bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA
BAB I: PENDAHULUAN | 23
dan teknik yang ditulis oleh penutur asli bahasa Inggris dan diterbitkan dalam
berbagai jurnal ilmiah internasional. Motivasi utama yang melandasi pemilihan
bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA dan teknik tersebut adalah upaya
untuk memperoleh informasi mengenai ada-tidaknya variasi pemakaian
pembentengan dalam kelima bidang tersebut dengan pertimbangan bahwa sementara
bidang ekonomi dan linguistik dapat dianggap mewakili soft science atau sains lunak,
bidang MIPA dan teknik mewakili hard science atau sains keras, sedangkan bidang
kedokteran mewakili sains kesehatan.
Adapun identitas penulis-penutur asli bahasa Inggris dalam penelitian ini
ditentukan berdasarkan pada nama penulis dan afiliasi institusi tempat penulis
tersebut bekerja. Dalam hal artikel yang ditulis oleh lebih dari satu penulis, penentuan
dilakukan berdasarkan nama dan afiliasi institusi penulis utama (pertama). Kriteria ini
memungkinkan dipilihnya penutur asli yang bekerja di Amerika Serikat, Australia,
Britania Raya, Kanada dan negara-negara yang mempergunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa ibu. Selanjutnya, untuk memudahkan penyebutan, korpus penelitian
ini diberi nama KARPING, yang merupakan kependekan dari Korpus Artikel
Penelitian dalam bahasa Inggris.
Dalam penelitian ini, mengikuti Swales (1990: 93), yang dimaksud dengan
artikel penelitian atau research article (sering disingkat RA) adalah
“a written text (although often containing non-verbal elements), usually
limited to a few thousand words, that reports on some investigation
carried out by its author or authors. In addition the RA will usually relate
the findings within it to those of others, and may also examine issues of
BAB I: PENDAHULUAN | 24
theory and/or methodology. It is to appear or has appeared in a research
journal or, less typically, in an edited book-length collection of papers.”
‘sebuah teks tertulis (meskipun kadang-kadang mengandung unsur non-verbal), biasanya terbatas pada beberapa ribu kata, yang melaporkan penelitian yang dilakukan oleh penulis atau para penulisnya. Di samping itu, artikel penelitian biasanya akan mengkaitkan temuan-temuan di dalamnya dengan temuan-temuan penelitian terdahulu, dan mungkin juga menelaah persoalan-persoalan teoretis dan/atau metodologis. Artikel penelitian akan diterbitkan atau telah diterbitkan dalam sebuah jurnal penelitian atau, meskipun agak jarang, dalam sebuah buku suntingan yang berisi sekumpulan artikel.’
Artikel penelitian ilmiah dipilih sebagai sumber data penelitian ini karena dua alasan
berikut. Pertama, dari sisi kuantitas, artikel penelitian ilmiah telah menjelma menjadi
genre raksasa atau “gargantuan genre” (Swales, 1990: 95). Genre disini dipahami
sebagai “a class of communicative events, the members of which share some set of
communicative purposes” (ibid.: 58) ‘satu kelas peristiwa komunikatif, yang anggota-
anggotanya memiliki kesamaan tujuan komunikatif’. Swales (ibid.: 95)
memperkirakan lebih dari lima juta artikel diterbitkan setiap tahun. Sekarang ini
jumlah tersebut dapat diperkirakan berkali-kali lipat mengingat suatu penelitian
belum dapat dianggap lengkap sebelum diterbitkan dan dapat diakses oleh
masyarakat ilmiah yang lebih luas dan juga karena publikasi karya ilmiah merupakan
gerbang untuk memperoleh kedudukan, promosi, dana penelitian dan masih banyak
lagi insentif lainnya. Oleh sebab itu, artikel penelitian telah menjadi produk baku
industri yang memproduksi pengetahuan (Knorr-Cetina, 1981).
Kedua, artikel penelitian merupakan unsur pokok dari jurnal ilmiah, dan oleh
karenanya menjadi sarana penting komunikasi antar-ilmuwan, yang bertujuan bukan
BAB I: PENDAHULUAN | 25
hanya untuk penemuan pengetahuan ilmiah dan verifikasinya semata (DeBakey, 1976:
1), melainkan juga demi kemajuan, reputasi dan promosi profesi ilmuwan itu sendiri.
Atau menurut Swales (1983: 189), artikel penelitian merupakan “rites de passage
astride the road to professional advancement and promotion” ‘ritus peralihan di jalan
menuju kemajuan profesional dan promosi’.
Artikel penelitian ilmiah yang dimasukkan ke dalam korpus penelitian ini
ditentukan berdasarkan kriteria berikut: (a) sebuah artikel penelitian ilmiah dipilih
apabila artikel tersebut merupakan artikel primer yang melaporkan hasil penelitian
empiris, bukan artikel teoretis atau pun artikel tinjauan pustaka (review article); (b)
artikel dipilih dari lima bidang keilmuan, yaitu bidang ekonomi, linguistik,
kedokteran, matematika dan ilmu pengetahuan alam, dan teknik; (c) semua artikel
yang dipilih diterbitkan dalam jurnal ilmiah internasional antara tahun 2009-2011.
Selanjutnya, semua jurnal internasional dalam masing-masing bidang ilmu
tersebut di atas dipilih berdasarkan kriteria berikut: (a) jurnal yang dipilih harus
tercantum dalam Science Citation Index Expanded (2010), Social Science Citation
Index (2010) atau Arts and Humanities Citation Index (2010), yang semuanya
dipublikasikan secara daring (online) oleh Thomson Reuters (http://ip-
science.thomson-reuters.com/mjl/); (b) semua jurnal yang dipilih tersedia secara
daring dan dapat diakses dan diunduh dari berbagai pangkalan data journal elektronik
yang dilanggan oleh Perpustakaan Universitas Gadjah Mada seperti, misalnya,
EBSCOhost, IEEE, JSTOR, ProQuest, ScienceDirect, ScienceOnline dan
SpringerLink.
BAB I: PENDAHULUAN | 26
Pemilihan sampel baik untuk jurnal maupun artikel tersebut di atas dilakukan
dengan mengikuti prosedur convenient sampling, di mana anggota dari populasi
target dipilih apabila memenuhi kriteria-kriteria praktis tertentu seperti kedekatan
tempat, ketersediaan waktu, kemudahan akses dan kemauan untuk berpartisipasi
(Dӧrnyei, 2007: 98-99). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, dipilih
sebanyak 75 artikel penelitian ilmiah, masing-masing 15 artikel dari kelima bidang
yang diteliti. Ke-75 artikel tersebut diterbitkan dalam jurnal ilmiah internasional yang
terangkum dalam Tabel 1.1 di bawah—Daftar rujukan dari ke-75 artikel penelitian ini
dapat dilihat dalam Lampiran I. Tabel ini memuat informasi mengenai bidang ilmu,
nama jurnal, faktor dampak, rincian jumlah artikel yang dipilih dari masing-masing
jurnal dan jumlah kata. Faktor dampak atau impact factor, menurut Thomson Reuters
(http://wokinfo.com/essays/impact-factor/), adalah angka yang menunjukkan berapa
kali rata-rata artikel-artikel mutakhir yang diterbitkan dalam sebuah jurnal dikutip.
Angka-angka faktor dampak dalam tabel ini diperoleh dari laman muka situs web dari
masing-masing jurnal yang bersangkutan.
Tabel 1.1. Bidang, nama jurnal, faktor dampak, jumlah artikel dan jumlah kata artikel-artikel dalam KARPING
Bidang Nama Jurnal Faktor
Dampak
Jumlah
Artikel
Jumlah
Kata
Ekonomi 15 106.800
British Journal of Management 1,584 3 25.864 Health Economics 2,227 3 15.990 Journal of Accounting Research 2,384 3 19.870 Journal of Cultural Economics 0,758 3 26.739 The Economic Journal 2,336 3 18.337
BAB I: PENDAHULUAN | 27
Linguistik 15 120.509
Intercultural Pragmatics 0,800 5 40.418 Journal of Sociolinguistics 0,917 3 24.836 Language and Speech 1,040 4 26.703 Language Variation and Change 1,433 3 28.552
Kedokteran 15 57.814
The American Journal of Medicine 5,003 3 7.994
American Journal of Public Health 4,552 3 10.625 British Medical Journal 2,271 3 15.838 The Lancet 45,217 3 10.144 The British Journal of Nutrition 3,453 3 13.213
MIPA 15 75.078
Advanced Functional Materials 11,800 3 12.623 Applied Physics A 1,704 3 7.473
The Canadian Journal of Chemical Engineering
1,231 3 12.127
Plant Cell 10,529 3 27.339
Proceedings of the National Academy of Sciences
9,674 3 15.516
Teknik 15 83.541
ACI Materials Journal 1,123 3 16.476 ACI Structural Journal 1,089 3 14.384 Advanced Engineering Materials 1,750 1 6.299
International Journal of Pavement Engineering
0,706 4 22.519
Journal of Interior Design 0,000 2 12.791
Macromolecular Materials and Engineering
2,781 2 11.072
Total 75 443.742
Tabel di atas memperlihatkan bahwa secara keseluruhan KARPING terdiri dari
443.742 kata. Namun demikian, perlu dicatat bahwa jumlah tersebut tidak mencakup
jumlah kata dalam intisari dari masing-masing artikel. Intisari artikel tidak ikut
dihitung jumlah katanya karena intisari tidak dianggap sebagai bagian integral dari
artikel penelitian, melainkan sebagai genre mandiri (Gillaerts & Van de Velde, 2010;
BAB I: PENDAHULUAN | 28
Lorés, 2004) yang merupakan saringan dari artikel penelitian (Bhatia, 1993), atau
“stand-alone mini-texts” (Huckin, 2001: 93; penekanan asli) ‘teks pendek yang
mandiri’. Di samping itu, berbagai keterangan yang menyertai diagram, gambar atau
tabel juga tidak ikut serta dihitung, termasuk rumus-rumus. Dengan demikian, jumlah
total kata tersebut diperoleh dari hasil penghitungan running text atau teks yang
terdapat dalam tubuh artikel penelitian.
Selanjutnya, setelah semua soft-file atau berkas komputer dari artikel-artikel
tersebut berhasil diunduh, berkas-berkas tersebut, yang semula berupa berkas dengan
format dokumen portabel dengan ekstensi “.pdf”, dikonversi menjadi plain text,
berkas teks tanpa format dengan ekstensi “.txt”. Hal ini dilakukan karena software
atau peranti lunak yang digunakan, WordSmith Tools Versi 5 (Scott, 2008), hanya
dapat memproses file semacam itu. Ke-15 berkas artikel dalam masing-masing
bidang diberi nomor urut 1 sampai dengan 15 (01-15), sedangkan masing-masing
bidang diberi kode sebagai berikut: EE untuk bidang ekonomi, HE untuk linguistik,
KE untuk kedokteran, ME untuk MIPA dan TE untuk teknik. Dengan demikian, kode
berkas artikel dalam kelima bidang tersebut adalah sebagai berikut: EE01-EE15
untuk bidang ekonomi, HE01-HE15 untuk bidang linguistik, KE01-KE15 untuk
bidang kedokteran, ME01-ME15 untuk bidang MIPA dan TE01-TE15 untuk bidang
teknik.
Kemudian, setiap berkas dalam masing-masing bidang dipecah-pecah menjadi
empat berkas yang berbeda. Pembagian berkas artikel menjadi empat bagian tersebut
didasarkan pada pembagian umum secara retoris artikel empiris-eksperimental
BAB I: PENDAHULUAN | 29
menjadi empat bagian yaitu bagian Pengantar, Metode, Hasil dan Pembahasan.
Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan identifikasi dan pencatatan bentuk-
bentuk pembentengan yang digunakan dalam masing-masing bagian tersebut.
Masing-masing bagian diberi kode I untuk bagian pengantar, M untuk bagian metode,
R untuk bagian Hasil dan D untuk bagian Pembahasan. Masing berkas selanjutnya
diberi nama sesuai dengan kode bidang, nomor berkas dan kode bagian artikelnya.
Sebagai contoh, kode EE01I.txt berarti berkas bagian Pengantar dari artikel pertama
dalam bidang ekonomi; kode EE01M.txt berarti berkas bagian Metode dari artikel
pertama dalam bidang ekonomi, dan seterusnya. Dengan demikian, dengan 15 artikel
untuk masing-masing bidang dan empat bagian untuk masing-masing artikel
diperoleh sebanyak 300 berkas. Berkas-berkas tersebut selanjutnya menjadi bahan
atau sumber data penelitian ini. (Informasi lebih lanjut mengenai kriteria untuk
mengidentifikasi masing-masing bagian dapat dilihat pada Bab III, Bagian 3.3.) Di
samping itu, kode-kode tersebut juga digunakan untuk menandai kalimat, kelompok
kalimat atau paragraf yang diambilkan dari KARPING dan ditampilkan dalam
disertasi ini sebagai contoh. Contoh (1) di atas, misalnya, ditandai dengan kode
HE04D yang dituliskan dalam tanda kurung “()”. Kode ini berarti bahwa contoh
tersebut diambilkan dari bagian Pembahasan dalam artikel nomor 4 dalam bidang
linguistik.
Mengingat artikel penelitian merupakan salah satu jenis teks yang penerbitan
per tahunnya mencapai jutaan jumlahnya, sampel sebanyak 75 artikel dengan jumlah
total 443.742 kata dapat dikatakan sangat kecil. Oleh karena itu, temuan dan
generalisasi yang dihasilkannya pun harus diperlakukan secara hati-hati. Namun
BAB I: PENDAHULUAN | 30
demikian, menurut Swales (1981: 9), jumlah tersebut “lies somewhere between
accidental exemplification and a justifiable basis from which to propose adequately-
supported generalizations” ‘terletak di antara percontoh yang kebetulan dan dasar
yang dapat dibenarkan untuk mengemukakan generalisasi yang memadai’. Di
samping itu, bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, jumlah
tersebut relatif cukup besar. Sebagai perbandingan, Tabel 1.2 di bawah
memperlihatkan korpus penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian
terdahulu tentang pembentengan dalam karya tulis ilmiah. (Kecuali disebutkan secara
khusus, semua artikel ditulis dalam bahasa Inggris.)
1.6.2 Metode Penyediaan Data
Dalam penelitian ini, pembentengan didefinisikan sebagai strategi retoris-
komunikatif yang digunakan untuk mengungkapkan bahwa proposisi yang
dikemukakan oleh penulis artikel masih berstatus tentatif dan/atau tidak pasti, atau
penulis artikel tidak ingin berkomitmen secara penuh terhadap isi proposisi yang
disampaikannya (bdk., Hyland, 1998; Myers, 1989). Istilah “pembentengan” di sini
digunakan sebagai padanan dari istilah hedging dalam bahasa Inggris. Istilah ini lebih
dipilih daripada istilah “pemagaran” (lihat, mis., Djunaidi, 2002; Supriyati, 2002),
karena dalam artikel penelitian ilmiah strategi ini cenderung digunakan sebagai
strategi defensif-protektif, bukan sekedar sebagai pembatas sebagaimana
diimplikasikan oleh istilah “pemagaran”. Strategi ini dapat diwujudkan dalam
berbagai bentuk leksikal maupun bentuk sintaktis/gramatikal. Istilah “benteng” dalam
BAB I: PENDAHULUAN | 31
penelitian adakalanya digunakan untuk mengacu pada bentuk-bentuk lingual
pembentengan, baik yang leksikal atau pun yang non-leksikal. Dalam bahasa Inggris,
kata-kata atau ungkapan seperti believe, may, perhaps, possible, seem, dan
sebagainya, dapat dipakai sebagai peranti untuk merealisasikan strategi tersebut.
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan benteng atau bentuk lingual
pembentengan dapat berupa kata (11), frasa (12), klausa (13) atau bahkan kalimat
(14).
Tabel 1.2. Korpus penelitian dalam penelitian-penelitian terdahulu
Peneliti Korpus Bidang Jumlah kata
Falahati (2006) 12 artikel Kedokteran, kimia dan psikologi
25.983
Hyland (1996a; 1998) 26 artikel Biologi molekuler dan sel
75.000
Kreutz & Harres (1997)
12 artikel Tidak disebutkan: 6 bahasa Inggris, 6 bahasa Jerman
Tidak disebutkan
Myers (1989) 60 artikel Genetika molekuler Tidak disebutkan
Salager-Meyer (1994) 15 artikel Kedokteran 25.829
Sanjaya (2013) 104 artikel 26 kimia, 26 linguistik (bahasa Indonesia); 26 kimia, 26 linguistik (bahasa Inggris)
407.848
Skelton (1988b) 40 artikel 20 sains, 20 humaniora
Tidak disebutkan
Varttala (2001) 30 artikel 10 ekonomi, 10 kedokteran, 10 teknologi
175.121
Vassileva (2001) 180 halaman Linguistik: 60 bahasa Bulgaria, 60 bahasa Inggris, 60 bahasa Inggris-Bulgaria
Tidak disebutkan
BAB I: PENDAHULUAN | 32
(11) It seems fitting to conclude a study on translating advice in subtitles with a few words of advice for the subtitling industry. (HE04D)
“Tampaknya cocok untuk mengambil kesimpulan dari sebuah studi
tentang penerjemahan nasihat dalam subtitle dengan beberapa kata
nasihat bagi industri pembuatan subtitle.”
(12) With the inclusion of such a message, the non-native audience would be
reminded that the written text should not be taken as a literal equivalent of the original dialogue. (HE04D)
“Dengan menyertakan pesan seperti itu, audiens non-penutur asli akan
diingatkan bahwa teks tertulis tersebut tidak seharusnya dianggap
sebagai padanan literal dialog aslinya.”
(13) (…) while providing a guide might be the most subtitle translators can aspire to achieve, it is possible that the expectations of movie viewers do not coincide. (HE04D)
“(…) sementara memberikan panduan barangkali merupakan capaian
yang paling banyak dapat diperoleh oleh penerjemah subtitle, ada
kemungkinan bahwa harapan para penonton film tidak sama.”
(14) But why is it also the most important category of all for the Turkish
data? (HE01D)
“Tetapi mengapa hal itu juga merupakan kategori terpenting untuk data
Turki.”
Data dalam penelitian ini ditentukan minimal berupa kalimat yang diduga
mengandung ungkapan pembentengan di dalamnya. Yang dimaksud dengan data
dalam penelitian ini adalah “objek plus segmen atau plus potongan atau unsur sisanya.
Unsur sisa atau potongan sisa yang segmental itu dapat disebut KONTEKS (context).
Dengan demikian, data (D) sebenarnya adalah objek penelitian (Op) plus konteksnya
(K). D = Op + K” (Sudaryanto, 1990: 14). Adapun kalimat di sini dipahami sebagai
BAB I: PENDAHULUAN | 33
“satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran
yang utuh. (…) Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!);
sementara itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik
dua (:), tanda pisah (—), dan spasi” (Alwi dkk., 1993: 349).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara manual maupun
dengan bantuan komputer. Metode yang digunakan untuk penyediaan data secara
manual adalah metode simak (Sudaryanto, 1993) atau metode non-participant
observation (Crowley, 2007). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut. Pertama-
tama, sebanyak lima atau sepertiga dari jumlah artikel dalam masing-masing bidang
dipilih secara acak dengan program yang tersedia secara bebas di internet
(www.randomnumbergenerator.com) dari ke-75 artikel yang terdapat dalam korpus
sehingga diperoleh 25 artikel. Selanjutnya ke-25 artikel ini dibaca secara teliti untuk
mengidentifikasi bentuk-bentuk lingual pembentengan yang digunakan di dalamnya.
Ungkapan-ungkapan yang diduga sebagai bentuk-bentuk pembentengan yang
diperoleh dari pembacaan tersebut kemudian dicocokkan dengan daftar bentuk
pembentengan yang telah diidentifikasi oleh Holmes (1988), Hyland (2000; 2005b),
Kennedy (1987) dan Varttala (2001) sehingga diperoleh daftar bentuk leksikal
pembentengan yang merupakan gabungan dari berbagai daftar tersebut. Daftar
gabungan inilah yang kemudian digunakan sebagai kata kunci untuk pencarian
bentuk pembentengan dalam korpus dengan bantuan sebuah program komputer, yaitu
WordSmith Tools Versi 5 (Scott, 2008). Daftar bentuk lingual pengungkap
pembentengan ini dapat dilihat dalam Lampiran III. Perlu ditekankan di sini bahwa
BAB I: PENDAHULUAN | 34
tujuan utama pencarian bentuk pengungkap pembentengan di sini bukanlah
penemuan semua bentuk pembentengan secara tuntas, melainkan penemuan bentuk-
bentuk utama pembentengan yang digunakan relatif secara produktif dalam artikel
penelitian ilmiah. Ketidaktuntasan ini tak terhindarkan mengingat, seperti telah
disebutkan sebelumnya, pembentengan dapat direalisasikan oleh bentuk lahir yang
tak terbatas jumlahnya. Lagi pula, menurut Markkanen & Schrӧder (1997: 11),
pembentengan bukanlah ciri yang melekat pada sebuah teks, melainkan produk dari
interaksi antara penulis dan pembaca.
Sebagai contoh, pencarian kata may sebagai salah satu bentuk pembentengan
yang terdapat dalam daftar tersebut dengan menggunakan program komputer yang
telah disebutkan di atas menghasilkan concordance atau konkordansi seperti terlihat
dalam Diagram 1.1 di bawah. Yang dimaksud dengan konkordansi di sini adalah “a
collection of the occurrences of a word-form, each in its own textual environment”
(Sinclair, 1991: 32) ‘sekumpulan kemunculan bentuk kata, masing-masing dalam
lingkungan tektualnya sendiri’. Dalam bentuknya yang paling sederhana, konkor-
dansi merupakan sebuah indeks. Masing-masing bentuk kata terindeks dan rujukan
diberikan ke tempat masing-masing bentuk kata tersebut muncul dalam teks (ibid.).
Konkordansi kata may ini memperlihatkan bahwa may digunakan sebanyak 783 kali
dalam KARPING sebagaimana tertera pada pojok kiri bawah dalam Diagram 1.1 di
bawah. Namun demikian, karena may tidak selalu digunakan sebagai pengungkap
pembentengan, maka masing-masing pemakaian kata tersebut harus terlebih dahulu
dicek secara manual apakah memenuhi syarat sebagai bentuk pembentengan atau
tidak. Kata may yang tidak memenuhi syarat sebagai bentuk pembentengan kemudian
BAB I: PENDAHULUAN | 35
dibuang dan tidak dihitung. Metode pemilihan kata-kata kunci pencarian yang
memberikan banyak hasil, dan kemudian secara manual menyisihkan kata-kata yang
tidak relevan seperti ini oleh Ädel (2006) disebut metode sifting atau metode
penyaringan data.
Diagram 1.1. Hasil pencarian kata may dalam KARPING yang ditampilkan dalam bentuk konkordansi
Akhirnya, mengingat sebagai peneliti, saya bukan penutur asli bahasa Inggris,
maka bantuan penutur asli bahasa Inggris sangat diperlukan sebagai informan bahasa
atau pembantu bahasa (lihat, mis., Crowley, 2007; Sudaryanto, 1990) untuk
memberikan bantuan dalam memverifikasi data yang terkumpul, terutama untuk
mengungkap makna peranti pembentengan serta fungsinya yang dianggap
BAB I: PENDAHULUAN | 36
membingungkan. Informan bahasa tidak sembarang dipilih, melainkan ditentukan
berdasarkan kriteria berikut: (a) fasih berbahasa Inggris (penutur asli bahasa Inggris),
(b) memiliki kualifikasi pendidikan tinggi sehingga diasumsikan memiliki latar
belakang pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas tentang penulisan artikel
penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan mampu mengungkapkan gagasan,
perasaan dan pengalaman mereka. Berdasarkan kriteria tersebut, beberapa penutur
asli dari Oberlin College, Amerika Serikat, yang menjadi relawan dan ditugaskan di
Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, pada
periode 2009-2013 dipilih untuk membantu penelitian ini.
Namun demikian, perlu ditekankan di sini bahwa dalam penelitian ini, berbeda
dengan Hyland (1996ab, 1998) dan Varttala (2001), bantuan informan ahli, yang
sekaligus juga merupakan penutur asli, dalam masing-masing bidang yang diteliti
baik dalam pemilihan bahan penelitian, kategorisasi bentuk dan fungsi pembentengan
maupun dalam penafsiran makna-makna, fungsi, motivasi pembentengan dalam karya
tulis ilmiah, tidak diupayakan karena alasan-alasan berikut. Pertama, meskipun secara
sekilas menjanjikan untuk mengungkapkan pandangan “orang dalam”, bekerja sama
dengan informan ahli dapat dianggap mahal baik dari segi waktu, dana dan tenaga
(bdk, Huckin & Olsen, 1983), apalagi apabila melibatkan informan ahli dari lebih dari
satu disiplin ilmu. Kedua, pendapat antarpenutur asli dan antarinforman ahli dapat
berbeda dan bahkan saling bertentangan, terutama mengenai penafsiran terhadap
motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian pembentengan dalam karya tulis ilmiah
seperti artikel penelitian sehingga tugas analisis dapat menjadi lebih panjang, lebih
mahal, lebih rumit dan lebih berat. Satu contoh menarik mengenai perbedaan
BAB I: PENDAHULUAN | 37
pandangan antarinforman ahli diberikan oleh Varttala (2001) yang dalam
penelitiannya menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi dari informan
ahli yang notabene merupakan para penulis artikel yang artikelnya terpilih sebagai
bagian dari korpus penelitiannya mengenai peranti kebahasaan apa saja yang mereka
identifikasi sebagai ungkapan ketidakpastian, ketidaktepatan dan tentatifitas dan
untuk alasan apa saja bentuk-bentuk tersebut mereka gunakan. Varttala (ibid.: 284)
melaporkan bahwa bahkan dua orang ilmuwan yang bekerja sama mempublikasikan
hasil penelitian mereka dalam satu artikel penelitian memberikan jawaban yang
sangat berbeda baik dalam hal identifikasi bentuk maupun dalam hal alasan
pemakaian bentuk pembentengan yang mereka gunakan dalam artikel yang mereka
publikasikan bersama tersebut. Bukti lain diberikan oleh Lewin (2005) yang
melaporkan bahwa para penulis artikel memiliki pandangan yang sangat berbeda
dengan pembaca artikel dalam hal identifikasi bentuk-bentuk pembentengan maupun
jumlah pemakaiannya.
Ketiga, Swales (1990) berargumentasi bahwa diskusi bersama para informan
ahli dapat terjebak dalam apa yang oleh Gilbert & Mulkay (1984: 56-57) disebut
contingent repertoire atau “wacana informal”, yang dipandu oleh prinsip bahwa
tindakan-tindakan dan keyakinan-keyakinan profesional para ilmuwan banyak
dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar jagat fenomena empiris seperti, misalnya,
pandangan-pandangan spekulatif, komitmen intelektual yang telah ada sebelumnya,
karakteristik-karakteristik pribadi, ikatan-ikatan sosial dan keikutsertaan mereka
sebagai anggota dalam kelompok-kelompok tertentu—repertoire ini merupakan
tandingan dari empiricist repertoire atau “wacana formal”, yang dilandasi oleh
BAB I: PENDAHULUAN | 38
prinsip bahwa para penutur/penulis dalam wacana formal ini melukiskan tindakan
dan keyakinan mereka sebagai suatu medium netral yang menonjolkan fenomena
empiris. Oleh sebab itu, diskusi-diskusi bersama informan ahli tersebut kemungkinan
besar akan terpengaruh oleh ciri-ciri subjektif seperti kepribadian, status, keterikatan
atau allegiance dan lain sebagainya sebagaimana ditunjukkan oleh prinsip contingent
repertoire tersebut di atas. Mengingat peran informan ahli dalam penelitian-
penelitian seperti ini masih dapat dianggap kontroversial serta karena alasan-alasan
tersebut di atas, bantuan informan ahli sengaja tidak diupayakan dalam penelitian ini.
1.6.3 Metode Analisis Data
Peneliti-peneliti terdahulu kebanyakan tidak memberikan secara eksplisit
kriteria untuk mengidentifikasi bentuk lingual pembentengan dalam kajian mereka
(lihat, mis. Hyland, 1996a, 1998; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Varttala, 2001).
Mereka kebanyakan mengandalkan intuisi dan definisi pembentengan yang mereka
anut untuk menentukan bentuk-bentuk tersebut sehingga sulit untuk diterapkan pada
penelitian lain. Akan tetapi, berbeda dengan peneliti-peneliti lainnya, Crompton
(1997: 282) mencoba menawarkan kriteria berikut untuk menguji kehadiran
pembentengan dalam sebuah proposisi:
“Can the proposition be restated in such a way that it is not changed but
that the author’s commitment to it is greater than at present? If “yes”
then the proposition is hedged. (The hedges are any language items in the
original which would need to be changed to increase commitment.)”
BAB I: PENDAHULUAN | 39
‘Dapatkah proposisi tersebut dinyatakan ulang sedemikian rupa sehingga isinya tidak berubah tetapi komitmen penulis terhadap proposisi itu menjadi lebih tinggi tingkatannya? Jika “ya” maka proposisi tersebut dibentengi. (Bentengnya adalah sembarang bentuk bahasa dalam aslinya yang harus diubah untuk meningkatkan komitmen.)’
Kriteria ini menonjolkan komitmen penulis sebagai unsur utama untuk
menentukan ada-tidaknya bentuk lingual pembentengan di dalam sebuah kalimat. Hal
ini wajar mengingat Crompton (1997), sejalan dengan Hyland (1996a), menganggap
pembentengan sebagai bagian dari modalitas epistemis sebagaimana didefinisikan
oleh Lyons (1977: 797). Crompton (ibid.: 281) mendefinisikan bentuk pembentengan
sebagai “an item of language which a speaker uses to explicitly qualify his/her lack of
commitment to the truth of the proposition he/she utters” ‘suatu butir bahasa yang
digunakan oleh seorang penutur untuk menyatakan kurangnya komitmen penutur
terhadap kebenaran proposisi yang diucapkannya’. Kriteria di atas tidak sepenuhnya
dapat diterapkan dalam penelitian ini karena pembentengan dalam penelitian ini
dianggap sebagai strategi untuk mengungkapkan bukan hanya tingkat komitmen
penulis melainkan juga tentatifitas dan/atau ketidakpastian proposisi yang
disampaikan oleh penulis. Oleh sebab itu, diperlukan kriteria tersendiri untuk
menentukan kehadiran sebuah bentuk pembentengan dalam sebuah proposisi.
Pendekatan semantis-pragmatis digunakan dalam penelitian ini untuk
mengidentifikasi apakah sebuah ungkapan dapat dikategorikan sebagai bentuk
pembentengan atau tidak. Artinya, sebuah ungkapan yang berpotensi digunakan
sebagai bentuk pembentengan ditentukan berdasarkan isi semantis dan pragmatis
proposisi di mana ungkapan tersebut ditemukan yang dapat ditafsirkan dari konteks
BAB I: PENDAHULUAN | 40
pemakaian kalimat tersebut. Dengan kata lain, dalam penelitian ini sebuah ungkapan
dalam suatu proposisi dianggap sebagai bentuk pembentengan apabila parafrasa atas
proposisi tersebut tidak mengubah isinya, namun tingkat komitmen penulis terhadap
proposisi tersebut menjadi lebih tinggi, atau tingkat tentatifitas dan/atau
ketidakpastian informasi tersebut berkurang atau bahkan menjadi tidak ada sama
sekali. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan beberapa contoh identifikasi bentuk
pembentengan.
(15) (…) but our results may not be generalizable to samples of large firms with a rich information environment or small, neglected firms. (EE07D)
“(…) tetapi hasil-hasil penelitian kami mungkin tidak dapat
digeneralisasikan pada sampel firma-firma besar dengan lingkungan
informasi yang kaya atau firma-firma kecil yang terabaikan.”
(16) DeCapua and Huber (1995: 128) argue that “advice is perhaps one of the most ubiquitous speech acts precisely because it is often an integral part of normal conversational interaction.” (HE04I)
“DeCapua dan Huber (1995: 128) berargumentasi bahwa “nasihat
mungkin merupakan salah satu tindak tutur yang paling banyak
ditemukan di mana tepatnya karena seringkali nasihat merupakan bagian
tak terpisahkan dari interaksi percakapan pada umumnya.”
(17) Finally, we suggest that understanding organizational change requires closer investigation of OI, OL, leadership, organizational culture and their interplays. (EE02D)
“Akhirnya, kami menunjukkan bahwa memahami perubahan organisasi
membutuhkan penelitian lebih mendalam mengenai OI, OL,
kepemimpinan, budaya organisasi dan keterkaitannya.”
Dalam contoh (15) di atas, pemakaian kata may dalam klausa tersebut
mengungkapkan ketidakpastian penulis tentang mungkin-tidaknya hasil penelitian
mereka digeneralisasikan di luar sampel yang mereka teliti. Penggantian ungkapan
BAB I: PENDAHULUAN | 41
may (…) be dengan kata are akan meninggikan tingkat kepastian penulis terhadap
proposisi yang terdapat dalam klausa tersebut. Oleh karena itu, may dalam contoh (15)
dapat dikategorikan sebagai bentuk pembentengan. Dalam contoh (16), pemilihan
verba argue oleh penulis artikel untuk melaporkan pernyataan DeCapua dan Huber
mengungkapkan bahwa penulis tidak ingin berkomitmen terhadap kebenaran
pernyataan DeCapua dan Huber tersebut. Apabila sebagai ganti argue, penulis
menggunakan verba state, maka penulis dapat ditafsirkan setuju dengan kedua
peneliti tersebut dan oleh karenanya dapat dianggap berkomitmen terhadap kebenaran
proposisi yang terdapat dalam klausa terikat that “advice is perhaps one of the most
ubiquitous speech acts precisely because it is often an integral part of normal
conversational interaction.” Dengan demikian, verba argue dalam kalimat-kalimat
seperti contoh (16) di atas dalam penelitian ini dapat digolongkan sebagai bentuk
pembentengan meskipun beberapa peneliti tidak menganggapnya sebagai bentuk
pembentengan (lihat, mis., Crompton, 1997; Sanjaya, 2013). Berbeda dengan argue
dalam (16), verba suggest bersama-sama dengan pronomina persona pertama jamak
we yang mengisi fungsi subjek dalam contoh (17) digunakan oleh penulis artikel
untuk menandai bahwa proposisi yang terkandung dalam klausa terikat that lack of
health insurance is associated with more use of informal services merupakan
pandangan pribadi dan oleh karenanya masih berstatus tentatif. Penggantian verba
tersebut dengan verba show bukan hanya akan meningkatkan komitmen penulis
terhadap kebenaran proposisi yang terdapat dalam klausa terikat tersebut, melainkan
juga akan menurunkan tingkat tentatifitas proposisi tersebut. Oleh sebab itu, seperti
BAB I: PENDAHULUAN | 42
halnya argue, verba suggest di sini juga dapat dianggap sebagai bentuk
pembentengan.
Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pemakaian
pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dua lapis analisis perlu dilakukan
terhadap data yang telah ditemukan. Dalam lapis pertama, data dianalisis berdasarkan
ciri-ciri formal-lahiriah dari bentuk-bentuk pembentengan yang digunakan dalam
artikel penelitian. Analisis ini dapat memberikan bukti empiris bagi sebuah kerangka
pemikiran untuk menyingkirkan gagasan-gagasan impresionistik tentang kehadiran
bentuk-bentuk tertentu yang kemungkinan ditemukan dalam karya tulis ilmiah.
Selanjutnya dalam lapis kedua, data dianalisis secara pragmatis berdasarkan fungsi-
fungsi serta motivasi pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian. Analisis ini
dapat menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kebahasaan memiliki makna yang terbatas
dalam konteks tertentu dan sekaligus mengungkapkan adanya berbagai pilihan
pragmatis maupun retoris yang dapat digunakan oleh penulis artikel (bdk. Hyland,
1998: 98-99). Untuk memahami pandangan “orang dalam” mengenai bagaimana
mereka menggunakan dan menafsirkan bentuk-bentuk pengungkap pembentengan,
Hyland (ibid.) menyarankan lapis ketiga, yaitu wawancara lisan bersama informan
ahli mengenai penggalan-penggalan artikel terkait dengan pemakaian bentuk-bentuk
pembentengan serta kemungkinan alasan-alasan yang melandasinya. Seperti telah di
sebutkan sebelumnya, analisis data lapis ketiga ini tidak dilakukan dalam penelitian
ini.
BAB I: PENDAHULUAN | 43
Selanjutnya, kalimat-kalimat yang telah memenuhi kriteria sebagaimana telah
disebutkan di atas kemudian dianalisis dan diklasifikasikan pertama-tama
berdasarkan bentuk leksikal maupun bentuk sintaktis-gramatikal pengungkap
pembentengan yang terdapat di dalamnya, baik yang berupa kata, frasa, klausa
maupun kalimat. Seperti terlihat dalam uraian dan contoh-contoh di atas, analisis data
di sini dilakukan dengan menggunakan metode agih atau metode distribusi
(Sudaryanto, 1993) beserta teknik-tekniknya seperti teknik lesap, teknik ganti dan
teknik parafrasa. Selanjutnya, data diklasifikasikan berdasarkan fungsi bentuk
pembentengan yang ditemukan di dalamnya. Analisis fungsi bentuk pembentengan
dilakukan dengan menggunakan model pembentengan yang dibangun berdasarkan
model Hyland (1996ab, 1998) dan Myers (1989).
Untuk memahami variasi pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian
ilmiah yang ditulis dalam bahasa Inggris, data dianalisis berdasarkan frekuensi
pemakaian bentuk dan fungsi pembentengan yang ditemukan di dalamnya. Di
samping itu, analisis akan dilakukan pula untuk mengkaji kemungkinan adanya
variasi pemakaian pembentengan dalam berbagai bidang ilmu. Selanjutnya, data juga
dianalisis untuk mengetahui distribusi pemakaian pembentengan dalam keempat
bagian (pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan) dari artikel penelitian ilmiah.
Untuk menguji sejauh mana variasi pemakaian bentuk pembentengan dalam
kelima bidang ilmu yang diteliti digunakan uji signifikansi chi-kuadrat, yaitu metode
yang digunakan untuk membandingkan perbedaan antara frekuensi hasil pengamatan
(frekuensi observasi) dan frekuensi yang diharapkan terjadi (frekuensi harapan).
BAB I: PENDAHULUAN | 44
Semakin kecil selisih antara frekuensi harapan dan frekuensi observasi, maka
semakin besar kemungkinannya bahwa frekuensi observasi itu terjadi karena
kebetulan. Sebaliknya, semakin besar selisih di antara keduanya, maka semakin besar
pula kemungkinannya bahwa frekuensi observasinya tidaklah terjadi karena
kebetulan melainkan karena faktor-faktor lain. Metode ini dipilih terutama karena
telah banyak digunakan dalam linguistik korpus dan, menurut McEnery & Wilson
(2001: 84), memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) lebih sensitif dibandingkan,
misalnya, uji-t; (b) tidak mengasumsikan datanya memiliki distribusi normal; dan
tidak terlalu rumit untuk menghitungnya. Dalam penelitian ini penghitungan nilai chi-
kuadrat maupun nilai probabilitas (nilai p atau nilai α) dilakukan dengan bantuan
paket program Minitab 17. Nilai p di sini ditetapkan pada level p = 0,05, nilai yang
umum digunakan dalam bidang linguistik (Gomez, 2002: 244; McEnery & Wilson,
2001: 85) maupun ilmu sosial (Sanjaya, 2013: 95). Nilai p, menurut Larson-Hall
(2010: 48), adalah “the probability that we would find a statistic as large as the one
we found if the null hypothesis were true” ‘probabilitas bahwa kita akan mendapatkan
nilai statistik yang sama besarnya dengan nilai yang kita peroleh andaikata hipotesis
nolnya benar’. Ini berarti bahwa nilai p di bawah 0,05 menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan, sedangkan nilai p di atas 0,05 tidak.
Mengingat panjang artikel dalam masing-masing bidang ilmu yang diteliti
berbeda-beda dalam hal hitungan jumlah kata, maka penghitungan jumlah token
bentuk pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian dilakukan bukan
berdasarkan frekuensi mentah atau absolut bentuk pembentengan yang ditemukan
dalam artikel, melainkan berdasarkan frekuensi yang telah di‘normalisasi’kan agar
BAB I: PENDAHULUAN | 45
jumlah hasil penghitungannya dapat diperbandingkan. Yang dimaksudkan dengan
normalisasi di sini adalah “a way to convert raw counts into rates of occurences, so
that the scores from texts of different lengths can be compared” (Biber & Jones, 2009:
1299) ‘suatu cara untuk mengkonversi jumlah hitungan mentah menjadi angka
kemunculan sehingga nilai dari teks dengan panjang yang berlain-lainan dapat
dibandingkan’. Normalisasi jumlah bentuk pembentengan yang ditemukan dalam
KARPING dilakukan per 10.000 kata dengan menggunakan formula berikut:
Frekuensi mentah x 10.000 Frekuensi normal = Jumlah kata
Sebagai contoh, apabila dalam sebuah artikel dalam bidang ekonomi yang terdiri dari
7.818 kata (EE01) ditemukan sebanyak 150 bentuk pembentengan, maka frekuensi
normalnya adalah 150 dikalikan 10.000 dibagi 7.818 sama dengan 191.9 (dengan
pembulatan sampai satu desimal). Seperti halnya dalam Pho (2013), nilai konstan
10.000, bukan 1.000 (lihat, mis., Hyland, 1998; Varttala, 2001), dipilih dalam
penelitian ini terutama untuk menghindari frekuensi harapan yang terlalu rendah
sehingga uji chi-kuadratnya menjadi tidak andal. McEnery & Wilson (2001: 83-4)
berpendapat bahwa tidaklah begitu penting berapa nilai konstan yang kita pilih. Yang
lebih penting adalah menunjukkan berapa nilai konstan yang ditentukan.
BAB I: PENDAHULUAN | 46
1.7 Sistematika Penulisan Disertasi
Disertasi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Setelah Bab I ini, yang
membeberkan latar belakang yang melandasi pemilihan pembentengan sebagai objek
penelitian ini, permasalahan-permasalahan dan perumusannya terkait dengan
pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris, tujuan pokok serta
tujuan-tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini, ruang lingkup,
manfaat serta metode-metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, Bab II
menyoroti konsep pembentengan dan perkembangan konsep tersebut hingga saat ini.
Bab ini mengulas bagaimana konsep pembentengan yang bermula sebagai konsep
semantik kemudian meluas cakupannya hingga menjadi konsep pragmatik. Di
samping itu, bab ini juga meninjau berbagai macam perspektif, kerangka pemikiran,
model serta teori yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengidentifikasi maupun
memahami pemakaian pembentengan secara umum maupun secara khusus dalam
artikel penelitian ilmiah, di antaranya teori-teori tentang modalitas, teori tentang
tindak tutur, model interaksi sosial, teori tentang kesopanan dan teori tentang register.
Selanjutnya, Bab III melaporkan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan
ciri-ciri formal pembentengan dalam artikel penelitian. Bab ini dibagi menjadi tiga
bagian utama. Bagian pertama meninjau ulang berbagai macam kategorisasi bentuk
lingual pembentengan yang telah diusulkan peneliti-peneliti terdahulu seperti
Crompton (1997), Hyland (1996ab, 1998), Myers (1989), Salager-Meyer (1994) dan
Skelton (1988b). Bagian berikutnya menyajikan dan membeberkan secara ringkas
kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini. Di dalam taksonomi ini, bentuk
BAB I: PENDAHULUAN | 47
lingual pembentengan pertama-tama dibagi menjadi dua, yaitu bentuk leksikal dan
bentuk non-leksikal. Selanjutnya, berdasarkan kategori sintaktisnya, bentuk leksikal
dibagi menjadi empat kelompok: adverbia epistemis, ajektiva epistemis, nomina
epistemis, dan verba epistemis. Bentuk non-leksikal juga dibagi menjadi empat
kelompok: konstruksi impersonal, konstruksi interogatif, konstruksi kondisional, dan
konstruksi pasif. Akhirnya, bagian ketiga dalam bab ini menyajikan dan membahas
hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan frekuensi dan distribusi pemakaian
bentuk-bentuk lingual pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa
Inggris, frekuensi dan distribusi pemakaian bentuk-bentuk tersebut dalam kelima
bidang yang diteliti, yakni ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA dan teknik, dan
frekuensi dan distribusi pemakaiannya dalam keempat bagian artikel penelitian.
Setelah penyajian dan pembahasan hasil-hasil analisis data secara kuantitatif
yang berkaitan dengan bentuk-bentuk lingual pembentengan dalam Bab III, Bab IV
menyajikan dan membahas hasil-hasil analisis data secara kualitatif mengenai fungsi-
fungsi serta motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian bentuk-bentuk tersebut
dalam artikel penelitian. Seperti halnya Bab III, bab ini juga dibagi menjadi tiga
bagian. Mengingat pembentengan tidak akan dapat dipahami dengan baik fungsi dan
motivasi pemakaiannya tanpa mengetahui konteks penggunaannya, maka bagian
pertama dirancang untuk memberikan pemaparan tentang konteks secara umum, baik
mengenai apa yang dimaksud dengan konteks dalam penelitian ini maupun unsur-
unsur yang membangun konteks secara keseluruhan. Berikutnya disajikan pula
sebagai bagian dari konteks non-linguistik uraian mengenai bagaimana ilmu
pengetahuan dibangun dan dikomunikasikan secara sosial oleh masyrakat ilmiahnya.
BAB I: PENDAHULUAN | 48
Bagian terakhir bab ini diawali dengan meninjau ulang model-model pembentengan
yang diusulkan oleh Myers (1989) dan Hyland (1996ab, 1998). Berdasarkan kedua
model tersebut, diusulkan dalam penelitian ini sebuah model yang memandang
pembentengan sebagai sebuah strategi komunikasi yang digunakan untuk tujuan
persuasif, yaitu untuk membujuk pembaca yang notabene merupakan
ilmuwan/peneliti seminat agar dapat menerima dan meratifikasi klaim-klaim yang
disampaikan dalam artikel penelitian.
Disertasi ini diakhiri dengan Bab V. Sebagai penutup, bab ini diawali dengan
ringkasan dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan mengenai
bentuk-bentuk lingual pembentengan dan fungsi-fungsi serta motivasi-motivasi
pemakaiannya dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris. Di samping itu,
diuraikan pula beberapa implikasi yang lahir dari hasil-hasil penelitian ini. Akhirnya,
disertasi ini diakhiri dengan pemaparan beberapa persoalan yang masih tersisa serta
beberapa saran untuk penelitian-penelitian lanjutan mengenai pembentengan dalam
karya tulis ilmiah pada umumnya dan khususnya artikel penelitian ilmiah, baik dalam
bahasa Inggris maupun dalam bahasa-bahasa lain, terutama dalam bahasa Indonesia.