BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri pada berbagai perusahaan dewasa ini sangat pesat
pertumbuhannya, hal ini didukung dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang
industri. Dengan adanya perkembangan di dunia industri, maka akan menimbulkan
persaingan yang ketat di antara pihak indusri baik industri yang besar maupun yang
kecil. Akan tetapi perusahaan-perusahaan tersebut tidak menyadari dampak yang
akan ditimbulkan akibat aktivitas-aktivitas yang ditimbulkan seperti kecelakaan
akibat kerja dan penyakit akibat kerja. Salah satunya industri konstruksi. Industri
konstruksi merupakan sebuah industri yang menyediakan jasa konstruksi dan
menyumbangkan peranan signifikan dalam pembangunan nasional dan merupakan
salah satu sektor penyumbang signifikan terhadap terhadap terjadinya kecelakaan
kerja (Ramli, 2010).
Konsep kesehatan dan keselamatan kerja (K3) telah muncul sejak periode
revolusi industri di Inggris ditandai dengan ditemukannya mesin uap yang
membawa perubahan mendasar pada proses produksi. Hal ini disebabkan oleh
perubahan sistem kerja berupa mulainya digunakan tenaga mesin, pengorganisasian
pekerjaan, serta munculnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan proses
pekerjaan. Konsep ini kemudian terus berkembang seiring dengan pertumbuhan
teknologi yang dipergunakan. Perubahan ini menimbulkan dampak yang luas
khususnya hubungan manusia ditempat kerja. Manusia berubah menjadi sekedar
2
alat produksi sebagaimana dengan mesin dan alat kerja lainnya yang begitu mudah
diganti dengan yang baru (Ramli, 2010).
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pendekatan ilmiah dan
merupakan suatu program yang dapat dilakukan oleh suatu organisasi guna
mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Adapun tujuan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah mengamankan pekerjaan atau kegiatan,
mulai dari input, proses, sampai output, bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat
kerja (PAK), tercapainya kesehjateraan manusia, pemenuhan hak asasi manusia
dalam hal ini pekerja, agar tercapai kondisi yang sehat dan selamat, sesuai dengan
peraturan dan perundangan yang berlaku dan efisiensi biaya. (Yusra, 2008).
Menurut Keputusan Kemenakertrans No. 372 Tahun 2009 keselamatan dan
kesehatan kerja adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam
menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk
potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya
telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan
kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses
produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian
dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas.
Pada tahun 2010 Jamsostek mencatat 98.711 kecelakaan kerja yang
mengakibatkan 2.191 orang meninggal dan 6.647 orang cacat tetap serta kerugian
materi akibat kecelakaan juga besar seperti kerusakan sarana produksi, biaya
pengobatan dan kompensasi. Selama tahun 2010 biaya yang dikeluarkan Jamsostek
untuk membayar kompensasi sebesar 401.237.441.579 rupiah. Angka kecelakaan
di Indonesia sangat fluktuatif dalam lima tahun terakhir, hanya pada tahun 2007
3
angka tersebut sempat menurun dan mulai merangkak naik terus pada tahun 2008
sampai pada tahun 2010.
Angka kecelakaan kerja di Indonesia termasuk yang paling tinggi di
kawasan ASEAN. Hampir 32% kasus kecelakaan kerja yang ada di Indonesia
terjadi di sektor konstruksi yang meliputi semua jenis pekerjaan proyek gedung,
jalan, jembatan, terowongan, irigasi bendungan, dan sejenisnya. Sektor konstruksi
merupakan penyumbang kecelakaan tertinggi. Damianus (2015) saat melakukan
kunjungan kerja ke proyek pembangunan kampus Universitas Putra Batam (UPB)
yang berlokasi di Batam dan menewaskan satu orang pekerja mengatakan bahwa
kecelakaan tersebut bersumber dari perilaku pekerja yang tidak sesuai dengan
prosedur, yaitu tidak menggunakan Alat Pelindung Diri ketika sedang berada di
lantai 3 gedung baru Universitas Putra Batam (UPB). Karena itulah semua proyek
pembangunan konstruksi akan ditingkatkan pengawasannya, agar angka
kecelakaan kerja di bidang konstruksi dapat diminimalkan.
Bekerja di ketinggian merujuk pada pekerjaan di suatu tempat, dimana jika
seseorang tidak mengikuti peringatan (precaution) yang ada maka dapat
menyebabkan terjatuh dan mengakibatkan cidera (HSE UK, 2005). Jatuh dari
ketinggian merupakan penyumbang terbesar dalam kasus fatality accident dalam
dunia konstruksi. Dalam melakukan pekerjaan bekerja di ketinggian dapat
berpotensi timbul kecelakaan kerja antara lain terjatuh, tertimpa benda, tersetrum,
dan kebakaran. Dengan karakteristik dan ruang lingkup seperti diatas industry
konstruksi merupakan salah satu yang berkontribusi penyebab kecelakaan kerja.
Industri konstruksi mempunyai karakteristik yang unik yaitu lokasi kerja yang
berbeda-beda, terbuka, dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas,
4
dinamis, menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga
kerja yang tidak terlatih, melibatkan tenaga kerja yang cukup besar serta industri
konstruksi mempunyai bahaya dan risiko yang banyak pada setiap jenis
pekerjaannya (Grandjean,2000).
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia pasal 27 ayat
2: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Berdasarkan UUD 1945 pasal 27 tersebut pada tahun 1970
pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang undang Nomor 1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja. Sedangkan di dalam Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dalam pasal 4(c) bahwa Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan
untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan tenaga kerja. Dan dalam pasal 86 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: Keselamatan
dan kesehatan kerja; moral dan kesusilaan; dan perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Pemerintah Indonesia sampai sekarang telah banyak mengeluarkan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja dan beberapa yang berlaku khusus
dalam sektor konstruksi. Diantaranya adalah Peraturan Menteri /Tenaga Kerja No.1
/Men/1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja pada konstruksi bangunan dan
Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No.kep.174/Men/1986, No.104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada tempat kegiatan konstruksi. Semua peraturan atau prosedur tersebut
bertujuan untuk melindungi para pekerja yang bekerja pada konstruksi bangunan
5
sehingga kecelakaan tidak terjadi. Dengan demikian, penerapan tiap peraturan atau
prosedur sangat penting untuk di evaluasi.
PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia adalah kontraktor multidisiplin
Indonesia dengan pengalaman dan sumber daya untuk menyediakan layanan terbaik
di berbagai bidang diversifikasi rekayasa dan konstruksi. Dalam pelaksanaan
pekerjaannya. Pembangunan gedung WTC III yang termasuk dalam salah satu
project PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia melibatkan berbagai kegiatan
operasional yang dapat menimbulkan kecelakaan, salah satunya adalah bekerja di
ketinggian. Prosedur bekerja di ketinggian yang diterapkan PT. Balfour Beatty
Sakti Indonesia diinspeksi oleh manajemen setiap satu tahun sekali. Berdasarkan
hasil inspeksi prosedur kerja tahun 2016 mengenai bekerja pada ketinggian,
diketahui bahwa terdapat 3 elemen yang belum terpenuhi dari 12 elemen prosedur
yang diterapkan oleh PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia, yaitu: (1)Penggunaan
sistem proteksi jatuh personal, (2) Peralatan dan perlengkapan, (3) Penggunaan
melepaskan dan mengikat kembali tali pinggang & harness.
Hasil dari inspeksi yang dilakukan disosialisasikan kepada para pekerja melalui 2
cara yaitu:
1. Langsung dilakukan setelah inspeksi selesai dilakukan, disampaikan
temuan, dan evaluasi, baik teguran maupun saran kepada seluruh karyawan
maupun para pekerja
2. Dilakukan melalui toolbox meeting yang dilakukan dengan pihak karyawan
dan pekerja buruh pada saat sebelum dilakukan pekerjaan.
6
Berdasarkan data kecelakaan bekerja di ketinggian pada PT. Balfour Beatty
Sakti World Trade Center 3 Project terdapat 16 jenis kecelakaan yang dimulai dari
Januari 2015 – 2016. Diantara data tersebut terdapat 5 jenis kecelakaan yang
diakibatkan dari proses bekerja di ketinggian. Akibat yang ditimbulkan dari ke 5
kecelakaan tersebut adalah kehilangan waktu kerja sehingga dibutuhkan
pertolongan medis yang sesuai. Kecelakaan tersebut diantaranya adalah:
1. Dislokasi sendi pada pergelangan tangan kiri
2. Luka sobek pada bibir bagian bawah
3. Dislokasi otot pada betis kaki kanan
4. Luka lecet dan memar pada lengan kiri dan kanan
5. Luka tusuk pada sela antara ibu jari – telunjuk lengan kiri
Dari data tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang evaluasi terhadap
penyebab tidak terpenuhinya 3 prosedur bekerja di ketinggian terhadap kegiatan di
lapangan pada PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia (WTC 3 Project).
1.2 Identifikasi Masalah
Perkembangan industri pada berbagai perusahaan dewasa ini sangat pesat
pertumbuhannya. Salah satunya industri konstruksi. Industri konstruksi merupakan
sebuah industri yang menyumbangkan peranan signifikan dalam pembangunan
nasional dan merupakan salah satu sektor penyumbang terhadap terjadinya
kecelakaan kerja, karena terdapat berbagai kegiatan dalam kegiatan operasional
yang dapat menyebabkan kecelakan akibat kerja. Salah satu kegiatan penyumbang
kecelakaan terbesar yaitu “bekerja pada ketinggian” pada industri konstruksi.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan kecelakaan pada bekerja di
7
ketinggian yaitu salah satunya adalah kesesuaian implementasi prosedur bekerja di
ketinggian dengan kegiatan yang terjadi di lapangan.
Prosedur bekerja di ketinggian yang diterapkan PT. Balfour Beatty Sakti
Indonesia diaudit setiap satu tahun sekali dengan cara audit internal yang dilakukan
oleh manajemen dan disebut dengan inspeksi prosedur kerja. Inspeksi prosedur
kerja yang dilakukan menggunakan form checklist (form penlilaian implementasi
prosedur kerja yang telah diterapkan) yang dibuat bertujuan untuk mengawasi,
menilai dan memonitor implementasi prosedur bekerja di ketinggian yang
diterapkan Berdasarkan prosedur kerja mengenai bekerja pada ketinggian yang
terdapat pada PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia yaitu: (1) Pengukuran umum
pencegahan jatuh, (2) Sistem poteksi jatuh personal, (3) Penggunaan sistem
proteksi jatuh personal, (4) Melepaskan dan mengikat kembali tali pinggang &
harness pada ketinggian, (5) Peralatan dan perlengkapan, (6) Pelatihan, (7)Inspeksi,
(8) Safety harness register, (9) Tangga, (10) Bekerja pada atap, (11) Scaffolding,
(12) Titik labuh [anchor].
Berdasarkan hasil inspeksi diketahui bahwa terdapat tiga elemen yang
belum terpenuhi dari dua belas elemen prosedur yang diterapkan oleh PT. Balfour
Beatty Sakti Indonesia, yaitu:
1. Penggunaan sistem proteksi jatuh personal
2. Peralatan dan perlengkapan
3. Penggunaan melepaskan dan mengikat kembali tali pinggang & harness.
8
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan berupa observasi,
wawancara dan teaah dokumen di lapangan dengan menggunakan unsur
manajemen (5M) (Herujito, 2001) yaitu:
1. SDM pada penelitian ini adalah para pekerja buruh dilihat dari pengetahuan
pekerja terhadap pekerjaan, kemampuan pekerja terhadap pekerjaan dan
tingkat pendidikan para pekerja
2. Material pada penelitian ini adalah persediaan bahan-bahan yang dibutuhkan
untuk pembangunan gedung
3.Mesin pada penelitian ini adalah tersedianya peralatan/mesin yang
mendukung
4. Metode pada penelitian ini adalah langkah pengerjaan dan prosedur
5. Money (dana) yaitu pendanaan dari perusahaan yang menunjang untuk
program perusahaan
Berdasarkan studi pendahuluan diketahui bahwa terdapat 2 unsur
manajemen yaitu manusia dan mesin/alat yang menjadi penyebab tidak
terpenuhinya prosedur tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap unsur manajemen (5M) yang
terdiri dari manusia, uang, material, mesin, dan metode yang telah dilakukan
peneliti di lapangan terdapat 2 unsur manajemen yaitu manusia dan mesin/alat yang
menjadi penyebab tidak terpenuhinya prosedur tersebut. Penelitian ini hanya
membatasi pada masalah evaluasi terhadap penyebab tidak terpenuhinya 3 prosedur
9
bekerja di ketinggian oleh unsur manusia dan mesin/alat terhadap kegiatan di
lapangan pada PT. Balfour Beatty Sakti Indonesia (WTC 3 Project) tahun 2016.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengevaluasi penyebab tidak terpenuhinya 3 prosedur bekerja di
ketinggian pada PT Balfour Beaty Sakti Indonesia (WTC 3 Project) tahun
2016.
1.4.1 Tujuan Khusus
a. Mengetahui penyebab tidak terpenuhinya implementasi prosedur
penggunaan sistem proteksi jatuh personal
b. Mengetahui penyebab tidak terpenuhinya implementasi prosedur
peralatan dan perlengkapan.
c. Mengetahui penyebab tidak terpenuhinya implementasi prosedur
mengikat kembali tali pinggang & harness
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
1. Perusahaan mendapatkan masukan dalam mengambil kebijakan untuk
merancang dan mengatur prosedur.
2. Perusahaan mendapatkan laporan tentang tingkat pemenuhan terhadap
prosedur yang berlaku.
10
3. Perusahaan mendapatkan identifikasi hal-hal yang ada dalam prosedur
bekerja di ketinggian yang tidak terimplementasi pada perusahaan ini
1.5.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
1. Sarana untuk membina kerja sama dengan perusahaan di bidang
Health, Safety & Environment
2. Meningkatkan pemahaman mahasiswa guna peningkatan kegiatan
akademis sehingga dapat mendukung pengembangan kurikulum di
Jurusan Kesehatan Masyarakat.
1.5.3 Bagi Mahasiswa
1. Mendapatkan pengalaman dan pemahaman dalam evaluasi terhadap
implementasi prosedur khususnya bekerja di ketinggian.
2. Berlatih menganalisa, mengidentifikasi masalah dan mendapatkan
alternatif pemecahan masalah pada evaluasi implementasi prosedur
bekerja di ketinggian