BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · Persada, Jakarta, h. 2. 7 Ibid ... masyarakat...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · Persada, Jakarta, h. 2. 7 Ibid ... masyarakat...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Good Corporate Governace merupakan suatu prinsip tata kelola perusahaan
yang baik sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum
(selanjutnya disebut GCG). Pentingnya GCG bagi bank dalam rangka sebagai
penghimpun dana masyarakat yakni; Pertama, dapat meningkatkan nilai perusahaan
(corporate value). Kedua, dapat meningkatkan daya saing (competitive advantage)
perusahaan. Ketiga, membangun corporate image /citra positif, serta dalam jangka
panjang dapat menjaga kelangsungan hidup perusahaan (sustainable company).
Pembangunan merupakan kegiatan yang memerlukan biaya yang sangat
besar dan merupakan kegiatan yang diselenggarakan secara berkesinambungan.
Dalam hal penyaluran dana masyarakat tidak dapat dikesampingkan adanya peran
lembaga perbankan. Bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan kepercayaan
masyarakat memiliki peran dan posisi yang sangat penting dalam pembangunan
nasional. Bank sebagai lembaga penyalur keuangan pada masyarakat (financial
intermediary), bank juga sebagai media perantara pihak-pihak yang memiliki
kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan/yang
membutuhkan dana (lack of funds).1 Di Indonesia, Bank memiliki misi dan fungsi
1 Neni Sri Imaniyanti, 2010, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, h. 13.
2
sebagai agen pembangunan (agent of development), yaitu sebagai lembaga yang
bertujuan menunjang pelaksanaan pembanguanan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Peran perbankan menujukkan pelayanan bersifat khusus dan bermanfaat
bagi masyarakat dan tidak ada masyarakat modern yang dapat mencapai kemajuan
yang sangat pesat atau dapat memepertahankan angka pertumbuhannya tanpa
campur tangan bank. Dalam kaitannya dengan perekonomian nasional, Compton,
menyatakan ketidakmungkinan memberi gambaran mengenai ekonomi nasioanal
yang berjalan dengan efisien, tumbuh dengan baik atau dapat bertahan untuk kurun
waktu tanpa dukungan sistem perbankan yang kuat. 2 Bank berasal dari kata banco
yang dalam bahasa Italia yang berarti bangku. Bangku inilah yang dipergunakan
oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah
bangku secara resmi dan popular menjadi Bank.3
Black’s Law Dictionary merumuskan pengertian bank sebagai: “a financial
establish for the deposit, loan, exchange, or issue of money and for the transmission
of funds.”4
Kamus Besar Bahasa Indonesia merumuskan pengertian bank adalah usaha
dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama
memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. 5
2 ibid, h. 14. 3 H. Malayu S.P. Hasibuan, 2004, Dasar-Dasar Perbankan, Bina Aksara, Jakarta, h. 1. 4 Bryan A. Garner, 2000, Black’s Law Dictionary (Abridged Seventh Edition), West Group,
St. Paul Minn, h. 112. 5 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III Depdiknas, 2001, Balai Pustaka, Jakarta.
3
Prof. G.M. Verryn Stuart, dalam bukunya Bank Politik, bank adalah suatu
badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar dan tempat uang giral.6
Pengertian bank menurut A. Abdurahman dalam Ensiklopedia Ekonomi
Keuangan dan Perdagangan, bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang
melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata
uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan
benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan dan lain-lain. 7
Pengertian perbankan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 7
tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan
(selanjutnya disebut dengan UUP) adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang
bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Pengertian bank dalam Pasal 1 angka 2 UUP adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkkan taraf hidup rakyat banyak. Bank umum adalah bank umum
yang melakukan kegiatan perbankan secara konvensional maupun syariah
sebagaimana penjelasan dalam PBI No 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan GCG
6 Thamrin Abdullah, dan Francis Tantri, 2012, Bank dan Lembaga Keuangan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 2. 7 Ibid.
4
bagi bank umum yang di sebagaimana diubah menjadi PBI Nomor 8/14/PBI/2006.8
Pada Pasal 2 ayat 1 PBI menyebutkan bahwa Bank wajib melaksanakan prinsip-
prinsip GCG dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi.
Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik
dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang
giral.9
Hart memiliki pengertian mengenai makna bank yakni “a banker or bank
as a person or company carrying on the business of receiving moneys, and
collecting drafts, for customers subject to the obligation of honouring cheques
drawn upon them from time to time by the customers to extent of the amounts
available on their current accounts.” 10
Perkembangan perekonomian nasional dan internasional yang sangat cepat
menimbulkan tantangan yang tidak sedikit terhadap lembaga-lembaga keuangan.
Demikian halnya dengan lembaga keuangan perbankan, memiliki peran yang
sangat strategis yang mengemban tugas utama sebagai lembaga penghimpun dan
penyalur dana kepada masyarakat secara efektif dan efisien, memerlukan
penyempurnaan yang terus menerus agar mampu memiliki keunggulan komparatif.
8 Redo Harina Hutama, 2013, Good Corporate Governance Sebagai Salah Satu Faktor
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Private Law: Vol. 03 Nov. 2013 – Maret 2014. No. 23.,
Surakarta. 9 Sentosa Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, (selanjutnya disebut Sentosa Sembiring I)
Mandar Maju, Bandung, h. 1. 10 Ibid, h. 2.
5
Lembaga perbankan mempunyai fungsi dan tanggung jawab yang sangat besar,
selain memiliki fungsi tradisional, yaitu untuk menghimpun dan menyalurkan dana
kepada masyarakat dalam arti sebagai perantara pihak yang memiliki kelebihan
dana dan kekurangan dana, yakni berfungsi sebagai financial intermediary, juga
mempunyai fungsi sebagai sarana pembayaran. Pengertian menghimpun dana
maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari
masyarakat luas.11
Tujuan dan arah pembangunan nasional sebagaimana diterapkan dalam
Program Pembangunan Nasional (Propenas), yaitu berusaha mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur itu akan diwujudkan melalui pembangunan di
berbagai bidang, diantaranya bidang ekonomi.12 Pengaturan sistem perekonomian
negara yang kompleks dalam satu pasal saja, tentu tidak memadai, karena selain
ingin mengakomodasi situasi darurat hanya melahirkan Undang-Undang Dasar
1945 mengakui adanya kekurangan yang diharapkan dapat dimaklumi dan secara
sadar, ditutupi oleh semangat penyelenggara pemerintahan melalui amandemen
Undang-Undang Dasar 1945.13
Perbankan nasional juga berfungsi sebagai sarana pemberdayaan
masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil,
menengah, dan koperasi. Untuk mencapainya perbankan Indonesia harus memiliki
komitmen. Dalam pelaksanaannya lembaga perbankan memiliki bentuk-bentuk
11 Kasmir, 1999, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (edisi baru), Rajawali Pers, Jakarta,
h. 24. 12 Aminuddin Ilmar, 2004, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Prenada Media, Jakarta,
h. 1. 13 Johnny Ibrahim, 2005, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang, h. 12.
6
tanggung jawab yaitu 1) Tanggung jawab prudensial (bank harus sehat); 2)
Tanggung jawab komersial (bank harus untung); 3) Tanggung jawab finansial
(bank harus transparan); dan 4) Tanggung jawab sosial (kemampuan
mengakomodir harapan stakeholders secara adil).14
Lembaga perbankan Indonesia memiliki sifat khusus yang banyak
dipengaruhi oleh ideologi Pancasila dan tujuan Negara yang tercantum dalam
Undang-Undang Dasar 1945 (yang selanjutnya disebut UUD 1945) beserta
Amandemennya. Kekhususan sifat lembaga perbankan Indonesia, diantaranya: 15
a. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan
demokrasi ekomoni dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi
utamanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, dan
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional kearah peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b. Perbankan Indonesia sebagai sarana untuk memelihara kesinambungan
pelaksanaan pembangunan nasional juga mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,
pelaksanaan perbankan Indonesia harus memperhatikan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur trilogi pembangunan.
c. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
kepada masyarakat tetap harus senantiasa bergerak cepat, guna
14 Neni Sri Imaniyanti, loc.cit. 15 Muhamad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 16.
7
menghadapi tantangan-tantangan yang semakin berat dan luas, baik
dalam perkembangan perekonomian nasioanl maupun internasional.
Kehidupan perbankan Indonesia yang berdasarkan pada demokrasi
ekonomi, memiliki arti bahwa masyarakat harus memegang peranan aktif dalam
kegiatan perbankan, sedangkan pemerintah termasuk dalam hal ini Bank Indonesia,
bertindak sebagai pengarah dan pembimbing terhadap pertumbuhan dunia
perbankan, sekaligus menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangannya.
Kekhasan sifat perbankan Indonesia merupakan azas penuntun bagi pengarahan
atau kontrol operasional perbankan itu sendiri. Dalam kedudukannya sebagai azas
penuntun, hal itu terbentuk dari kebenaran-kebenaran fundamental yang berpijak
pada pandangan hidup, diantaranya, bahwa kesejahteraan materiil merupakan alat
untuk kesejahteraan spiritual manusia dan anggota-anggota masyarakat harus
mengambil bagian tanggung jawab dalam mencapai kemakmuran dan
kesejahteraan nasional. Sedangkan khusus untuk pelaku di bidang industri
perbankan atau stakeholder industri perbankan, dapatlah berpedoman pada azas-
azas: 16
a. Azas etis, artinya bahwa hal-hal yang tidak dibenarkan oleh moral juga
tidak mungkin secara ekonomi benar.
b. Azas ekonomi nasional kesejahteraan umum.
c. Azas pelestarian, yang juga mencakup azas pemeliharaan dan
pengembangan sumber daya alam serta sumber daya manusia.
d. Azas ekonomi biaya rendah.
16 Ibid, h. 17.
8
e. Azas kualitas.
Bank juga harus memperhatikan tentang status kesehatan bank tidak saja
demi kepentingan bank itu sendiri melainkan juga untuk kepentingan bank sebagai
lembaga keuangan. Anwar Nasution mengemukakan bahwa kesehatan lembaga
keuangan, khususnya perbankan, dalam menciptakan sistem keuangan yang sehat
mempunyai beberapa alasan yakni: 17
a. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan
masyarakat yang menarik dana masyarakat secara besar-besaran (bank
run) sehingga memiliki potensi merugikan deposan dan kreditor bank;
b. Penyebaran kerugian diantara bank-bank sangat cepat melalui
contagion effect sehingga berpotensi menimbulkan sistem problem;
c. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam
jumlah besar;
d. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai
lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan dalam sektor
keuangan (financial distress); dan
e. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi
makroekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi
kebijakan moneter.
UUP telah mengamanatkan kewajiban bank untuk memelihara tingkat
kesehatan bank. Pasal 29 ayat (2) UUP menegaskan bahwa bank wajib memelihara
17 Sentosa Sembiring, 2012, Hukum Perbankan Edisi Revisi, (selanjutnya disebut Sentosa
Sembiring II) Mandar Maju, Bandung, h. 42.
9
tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset,
kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainnya yang
berhubungan dengan prinsip kehati-hatian.
Untuk menilai apakah bank sehat atau tidak, ada 3 (tiga) faktor yang harus
diperhatikan yakni: 18
1. Keadaan keungan bank, yang meliputi likuiditas, solvabilitas, dan
rentabilitas;
2. Kualitas aktiva produktif, yaitu kekayaan bank berupa penanaman
dalam berbagai aktiva yang diharapkan dapat memberi penghasilan
pada bank;
3. Tata kerja kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan terutama yang
berkaitan dengan bidang perbankan.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non-keuangan bank sangat
berpengaruh dan merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik,
pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia
selaku otoritas pengawas bank, dan pihak lainnya. Kondisi bank tersebut dapat
digunakan oleh pihak-pihak tesebut sebagai indicator dalam evaluasi kinerja bank
dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang
berlaku dan manajemen resiko. 19
Melihat perjalanan sejarah perbankan Indonesia serta pasang surut
perkembangan perbankan Indonesia, dan tuntutan regulasi perbankan internasional,
18 Ibid. 19 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, h.
628.
10
maka Bank Indonesia sebagai lembaga Pembina perbankan Indonesia terdorong
untuk memberikan suatu konsep dasar sistem perbankan Indonesia sehingga
disusunlah suatu konsep yang disebut Arsitektur Perbankan Indonesia (API).
Arsitektur Perbankan Indonesia adalah kerangka dasar sistem perbankan Indonesia
yang bersifat menyeluruh dan memberika arah, bentuk, dan tatanan industri
perbankan untuk waktu lima atau sepuluh tahun kedepan. Arsitektur Perbankan
Indonesia dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat,
dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Sasaran yang ingin dicapai oleh
Arsitektur Perbankan Indonesia yaitu: 20
a. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan
ekonomi nasional yang berkesinambungan;
b. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan
mengacu pada standar internasional;
c. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing
tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko;
d. Menciptakan GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal
perbankan nasional;
e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya
industri perbankan yang sehat;
20 Ibid, h. 18.
11
f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa
perbankan.
Keenam sasaran tersebut dituangkan ke dalam enam pilar yang saling terkait
satu dengan yang lainnya guna menunjang tercapainya visi Arsitektur Perbankan
Indonesia. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dengan adanya Arsitektur
Perbankan Indonesia ini ialah menciptakan GCG dalam rangka memperkuat
kondisi internal perbankan nasional. Faham corporate governance hanya
berkembang di negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi
segera pula berkembang di negara-negara lain.
Dalam corporate governance (selanjutnya disebut CG) selalu ada dua hal
yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara
jelas, lengkap, dan tertulis. Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut
dilaksanakan dengan konsisten atau tidak. Kedua hal tersebutlah yang menentukan
apakah sudah ada GCG dalam suatu industri perbankan. Dewasa ini, CG sudah
bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku industri perbankan, tetapi sudah
merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan
masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu tindakan
bisnis, tindakan dalam dunia olah raga dan sebagainya, bahkan juga tindakan dalam
perang. Bagi Indonesia, GCG dewasa ini merupakan salah satu persyaratan yang
diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia. Dalam
pengaturan perbankan yang penting dan utama adalah ketaatan terhadap pengaturan
perbankan yang mengacu kepada standar internasional. Hal ini berkaitan erat
dengan peningkatan daya saing dan ketahanan menghadapi resiko bagi perbankan
12
serta praktik GCG dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan
nasional.21
CG dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ‘pengendalian
perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga yang menterjemahkan
dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan bahasa Indonesia ini
belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah aslinya saja,
yaitu CG. Tata-kelola atau governance memang lain dengan pengelolaan atau
manajemen sebagaimana nanti dapat dilihat dari rumusan pengertian atau
definisinya. Semua perusahaan membutuhkan suatu kerangka-kerja tata-kelola
yang meliputi misi yang akan dicapai dan aturan-aturan serta konvensi yang jelas
untuk pedoman pencapaian misi tersebut. GCG adalah sistem dan struktur untuk
mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham
(shareholder value) serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan
dengan perusahaan. 22
Definisi CG yang dikemukakan oleh OECD (Organization for Economic
Cooperation and Development) sebagai berikut:23
“Corporate Governace is the system by wich business corporations are
directed and controlled. The corporate governance structure specifies the
distribution of the right and responsibilities among different participants in
the corporation, such as the board, managers, stakeholders and other
stakeholders.”
(“CG merupakan suatu sistem untuk mengarahkan dan mengandalikan
perusahaan. Struktur CG menetapkan distribusi hak dan kewajiban antara
21 Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi Revisi, Kencana, Jakarta,
h. 199. 22 Eddie Wibowo, dkk, 2004, Memahami Good Government Governance & Good Corporate
Governace, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia, Yogyakarta, h. 85. 23 Ismail Solihin, 2009, Corporate Social Responsibility: from Charity to Sustainability,
Jakarta, Salemba Empat, h. 115.
13
berbagai pihak yang terlibat dalam suatu korporasi seperti dewan direksi,
para manajer, pemegang saham, dan pemangku kepentingn lainnya.”)
CG sebagai sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan,
board, pemegang saham, dan pihak lain yang memiliki kepentingan dengan
perusahaan. 24 CG juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai
tujuan dan pengawasan atas kinerja. CG yang baik dapat memberikan rangsangan
bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan
perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif
sehingga mendorong perusahaan menggukan sumber daya dengan efisien.
Rogers W’O Okot Uma dari Common Wealth Sekretariat London juga
mendefinisikan good governance sebagai berikut:25
“compressing the processing and structure that guide political and social
economic relationship, with particular reference to commitment to
democratic values, norms, and honest business.”
(“mempersingkat proses dan struktur yang mengatur hubungan ekonomi
social dan politis, dengan acuan tertentu untuk memenuhi nilai-nilai
demokratis, norma-norma dan bisnis yang sehat.”)
Menurut pedoman umum adapun prinsip-prinsip GCG yakni;
a. prinsip keterbukaan (transparency), prinsip keterbukaan yang dianut
oleh bank tidak mengurangi kewajiban untuk memenuhi ketentuan
rahasia bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi;
b. prinsip pertanggungjawaban (responsibility), untuk menjaga
kelangsungan usahanya, bank harus berpegang pada prinsip kehati-
24 Indra Surya, Ivan Yustiavandana, 2008, Penerapan Good Corporate Governance
Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha, Kencana, Jakarta, h. 25. 25 Taliziduhu Ndraha, 2003, Kybernologi (Ilmu-ilmu Pemerintahan Modern) 2, Rineka Cipta,
Jakarta, h. 692.
14
hatian (prudential banking practices) dan menjamin dilaksanakannya
ketentuan yang berlaku dan bank harus bertindak sebagai good
corporate citizen (perusahaan yang baik) termasuk peduli terhadap
lingkungan dan melaksanakan tanggungjawab sosial;
c. prinsip keadilan (fairness), bank harus senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan
kewajaran (equal treatment);
d. prinsip independensi (independency), bank harus menghindari
terjadinya dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun dan
tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak serta bebas dari benturan
kepentingan (conflict of interest); dan
e. prinsip akuntabilitas (accountability), bank harus memastikan
terdapatnya check and balance system dalam pengelolaan bank, dan
bank harus memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank berdasarkan
ukuran-ukuran yang disepakati konsisten dengan nilai perusahaan
(corporate value), sasaran usaha dan strategi bank serta memiliki
rewards and punishment system .26
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk pertanggung jawaban dalam
melaksanakan tugas yang diembannya. Akuntabilitas sebagai terjemahan dari
accountability, oleh Oxford English Dictionary, mendefinisikan sebagai:27
“obliged to give a reckoning or explanation for one’s actions; responsible.”
Sehingga responsible diartikan sebagai: “legal or morally obliged to take
26 Adrian Sutendi, 2011, Good Corporate Governace, Sinar Grafika, Jakarta, h. 113. 27 Maqdir Ismail, 2007, Bank Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar, Jakarta, h.
328.
15
care of something or to carry out of duty; liable to be blamed for loss or
failure.”
Maka, akuntabilitas dianggap sama pengertiannya dengan responsible, yang
berarti diwajibkan oleh hukum atau moral untuk memberikan perhatian terhadap
sesuatu atau menjalankan suatu tugas, meskipun mungkin dipersalahkan karena
adanya kerugian atau kegagalan. Dengan kata lain akuntabilitas secara umum dapat
diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban dari suatu tugas yang diemban.
Meskipun demikian, akuntabilitas ini tidak hanya berhubungan dengan tugas yang
diemban itu saja, tetapi termasuk proses di dalam menjalankan mandat tersebut.
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh pilar yang saling berhubungan, yaitu Negara dan perangkatnya
sebagai regulator, dunia usaha dalam hal ini bank sebagai pelaku pasar, dan
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. 28 Prinsip dasar yang
harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar yakni:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan menegakkan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement).
2. Dunia usaha dalam hal ini bank sebagai pelaku pasar menerapkan GCG
sebagai pedoman dasar pelaksanaan usaha.
28 H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, 2008, Good Corporate Governace pada Badan Usaha
Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan Lainnya, Alfabeta, Bandung, h. 36.
16
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol social (social control) secara
obyektif dan bertanggung jawab.
Dalam mempraktikkan kaidah-kaidah GCG, perusahaan-prusahaan
dianjurkan membuat suatu kode etik perusahaan (corporate code of conduct) yang
pada dasarnya memuat nilai-nilai etika bisnis. Adanya rambu etika bisnis bertujuan
agar terciptanya praktik bisnis yang beretika. Etika bisnis merupakan seperangkat
kesepakatan umum yang mengatur relasi antar pelaku bisnis dan antar pelaku bisnis
dengan masyarakat, agar hubungan tersebut berjalan dengan baik dan fair.29 Etika
bisnis kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis, dan akhirnya melahirkan
kebijakan yang berupa: undang-undang, keppres, peraturan pemerintah, dan
sebagainya yang mengatur bagaimana melakukan bisnis yang benar dan sah secara
hukum.
Berasarkan Surat Edaran Meneg. PM dan P.BUMN No. S. 106/M.PM
P.BUMN/ 2000, tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan penerapan CG, CG
diartikan sebagai suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
efektif yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis,
kebijakan, struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan
mendukung pengembangan perusahaaan, pengelolaan sumber daya dan resiko
secara lebih efisien dan efektif, pertanggung jawaban perusahaan kepada pemegang
saham dan stakeholders lainnya.
29 Hendrik Budi Untung, 2008, Corporate Social Responsibility, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
17
PBI Nomor 8/4/PBI/2006 jo. Nomor 8/14/PBI/2006 menekankan dua aspek
penting dari GCG, yaitu: (a) aspek legal; dan (b) aspek perilaku perusahaan.
Kendatipun telah ditetapkan pada permualaan tahun 2000 dan kemudian secara
khusus diatur dalam PBI sejak tahun 2006, namun azas-azas GCG belum dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ketentuan GCG belum dapat mendukung tata
kelola perusahaan perbankan sebagaimana diharapkan, terutama dalam hal kinerja
pengambilan keputusan. Sebab umum kelemahan itu adalah belum tersedianya
Sistem Informasi Hukum (selanjutnya disebut SIH) yang memadai yang dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk menyelenggarakan proses pengambilan
keputusan yang cepat dan akurat. Kelambatan dan keraguan dalam pengambilan
keputusan pada beberapa bank umumnya sangat ditentukan oleh ketersediaan
Sistem Informasi Hukum Perusahaan (selanjutnya disebut SIH-P) yang merupakan
bank data tentang berbagai kebijakan bank yang telah ditetapkan. Data tentang
kebijakan itu mencakup data tentang ragam kebijakan yang telah ditetapkan oleh
organ-organ perusahaan, materi kebijakan, dan dasar kebijakan yang telah
digunakan sebagai pijakan hukum dalam penetapan suatu kebijakan.30 Berdasarkan
pada permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam
suatu karya tulis ilmiah tesis dengan judul: PENYELENGGARAAN SISTEM
INFORMASI HUKUM PERUSAHAAN PADA BADAN USAHA BANK
UMUM DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE.
1.2 Rumusan Masalah
30 Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata, 2007, Good Corporate Governance Pada Bank,
Hikayat Dunia, Jakarta, h. 4.
18
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi
permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah perusahaan perbankan di Bali telah memiliki Sistem Informasi Hukum
Perusahaan (SIH-P) dalam rangka pelaksanaan azas akuntabilitas sebagai salah
satu azas Good Corporate Governance (GCG)?
2. Bagaimanakah model Sistem Informasi Hukum Perusahaan (SIH-P) yang
digunakan oleh Bank dalam mewujudkan azas akuntabilitas sebagai salah satu
azas Good Corporate Governance (GCG)?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
GCG pada badan usaha bank, berasarkan Surat Edaran Meneg. PM dan
P.BUMN No. S. 106/M.PM P.BUMN/ 2000, tanggal 17 April 2000 tentang
kebijakan penerapan CG, CG mencakup berbagai aspek tata kelola perusahaan,
seperti: budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan, struktur
organisasi dalam penyelenggaraan proses pengambilan keputusan di dalam
perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung:
a. Pengembangan perusahaaan;
b. Pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efisien dan efektif;
c. Pertanggung jawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders
lainnya.
Demikian juga dari sisi PBI 2006, GCG mencakup dua aspek, yaitu aspek
legal dan aspek perilaku perusahaan. Penelitian ini dibatasi pada aspek legal dari
GCG perbankan, khususnya sistem kebijakan perusahaan, khususnya sistem
pengambilan keputusan perusahaan dalam rangka penyelenggaraan proses
19
pengambilan keputusan yang akuntabel, cepat, dan akurat, yang menentukan
kinerja tata kelola perusahaan bank.
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka
dapat disampaikan tujuan dari pembuatan tesis ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan Ilmu Hukum
terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses), dengan
paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas
kebenaran di bidang obyeknya masing-masing.
1.4.2 Tujuan Khusus.
a. Mengkonstruksikan informasi tentang Bank di Bali yang telah memiliki
SIH-P dalam rangka pelaksanaan asas akuntabilitas sebagai salah satu azas
GCG dan korelasi informasi itu dengan penyelenggaraan proses kebijakan
yang cepat dan akurat pada bank.
b. Mengkonstruksikan model SIH-P yang digunakan oleh Bank dalam rangka
mewujudkan azas akuntabilitas sebagai salah satu azas GCG dan korelasi
model itu dengan proses pengambilan kebijakan perusahaan yang cepat dan
akurat dalam rangka tata kelola bank yang akuntabel dan berdaya saing
tinggi.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis.
20
Menyediakan model SIH-P pada bank dalam rangka pengembangan SIH-P
pada bank dalam penyelenggaraan GCG pada bank dengan tujuan lebih jauh tata
kelola bank yang akuntabel dan berdaya saing tinggi.
1.5.2 Manfaat Praktis.
Memberikan panduan praktis kepada bank model SIH-P bank dalam kaitan
dengan penyelenggaraan proses pengambilan keputusan yang cepat dan akurat
sebagai bentuk penjabaran azas GCG pada bank.
1.6 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di
Kepustakaan Pascasarjana Universitas Udayana dan beberapa Universitas maka
penelitian dengan judul Penyelenggaraan SIH-P Pada Badan Usaha Bank Dalam
Pelaksanaan Good Corporate Governance, belum pernah ada yang melakukan
penelitian sebelumnya. Namun, pernah ada yang meneliti tentang GCG tetapi tidak
sama dengan judul yang saya teliti. Adapun penelitian-penelitian tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Nama : Indra Adeyanto Saputra
Nim : -
Universitas : Magister Kenotariatan UGM, Yogyakarta
Judul : Peranan Komisaris Independen Dalam Mewujudkan Good
Corporate Governance (GCG) pada Bank Nagari
Permasalahan :
Penelitian mengenaiperanan komisaris independen untuk mewujudkan GCG
pada PT. Bank Nagari bertujuan untuk mengetahui peranan komisaris
21
independen dalam menerapkan GCG di Bank Nagari telah dilaksanakan dengan
baik dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat komisaris
independen dalam menerapkan GCG pada Bank Nagari dan solusi yang
diterapkan.
Kesimpulan :
Komisaris Independen Bank Nagari, belum melaksanakan peranannya dengan
baik untuk mewujudkan GCG, hal ini dikarenakan dalam pengambilan
keputusan oleh dewan komisaris, komisaris independen hanya sebagai
penyeimbang dalam pengambil keputusan apabila terjadi suara yang berimbang
antara setuju dengan yang tidak setuju. Decision maker tetap pada komisaris
utama. Pengangkatan komite-komite fungsional pada Bank Nagari berdasarkan
pada Surat Keputusan Dereksi, pengangkatan ini telah menyalahi konsep two-
tier board system yang dianut oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. Hal ini
akan membawa dampak pada tidak independenya komite-komite tersebut
dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen, karena didasari
rasa balas budi yang bermuara pada tidak optimalnya peranan preventif function
dan sustainable corporate governance pada Bank Nagari. Faktor penghambat
untuk diterapkan GCG adalah Pertentangan antara Anggaran Dasar Bank
Nagari dengan PBI Nomor 8/14/PBI/2006 Jo Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan GCG pada Bank Umum. Cara mengatasi faktor-faktor
pengahambat tersebut Komisaris Independen mengingatkan pada setiap
stakeholder untuk komitmen dengan penerapan GCG pada Bank Nagari.
2. Nama : Nur Hidayati Setyani
22
Nim : B4A 006 021
Universitas : Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro
Judul : Kebijakan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Prinsip
”Good Corporate Governance” Bagi Bank Umum Dalam
Praktek Perbankan Syari’ah
Permasalahan :
1. Apakah urgensi Kebijakan pemerintah tentang pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum dalam praktek perbankan syariah di
Indonesia?
2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
dalam pengelolaan perbankan syari’ah di Indonesia?
Kesimpulan :
1. Implementasi Kebijakan Pemerintah prinsip-prinsip GCG di berbagai
lembaga bisnis berorientasi profit, khususnya lembaga keuangan/bank
syari’ah, merupakan suatu keniscayaan, bahkan lembaga-lembaga keuangan
syari’ah, khususnya bank syari’ah, harusnya menjadi pionir dalam
implementasi kebijakan pemerintah tentang penerapan GCG bagi bank
umum, karena dijalankan menurut prinsip-prinsip Islam. Penerapan GCG
begitu penting, karena perbankan syari’ah merupakan lembaga intermediasi
yang amat membutuhkan kepercayaaan masyarakat agar dipercaya seluruh
stakeholders.
2. Analisis terhadap implementasi PBI No. 8/4/PBI/2006 dan perubahannya
No. 8/14/PBI/2006 dan SE BI No. 9/12/DPNP/2007 tanggal 30 Mei 2007,
23
Perihal Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan (GCG) oleh Bank Umum,
dalam praktek perbankan syari’ah di PT Bank Muamalat Tbk. aspek-aspek
yang wajib dinilai dalam pelaksanaan GCG dikelola dengan baik/memadai
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun sesuai kaidah
islam sebagaimana telah dinyatakan oleh Dewan Pengawas Syari’ah.
3. Nama : Ambar R. Yusmawati
Nim : -
Universitas : Magister Ilmu Hukum UGM, Yogyakarta
Judul : Penerapan Prinsip Transparansi (Transparency) Sebagai
Pelaksanaan Dari GCG Di Dalam Kegiatan Pengadaan (Procurement) Pada
Perusahaan Yang Berstatus Sebagai Badan Usaha Milik Negara (Studi Kasus
Kantor Pusat PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.)
Permasalahan :
1. Bagaimana penerapan prinsip transparansi (transparency) sebagai
pelaksanaan dari GCG dalam kegiatan pengadaan (procurement) di PT.
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk sebagai perusahaan yang berstatus
sebagai Badan Usaha Milik Negara?
2. Faktor-faktor apa saja yang merupakan kendala dalam penerapan prinsip
transparansi tersebut serta untuk mengetahui hal-hal apa saja yang telah,
sedang dan akan dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
24
dalam rangka pelaksanaan prinsip transparansi (transparency) dalam
kegiatan pengadaan (procurement)?
Kesimpulan :
Transparansi pada ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang dan
jasa, syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi pengadaan, hasil
evalusi pengadaan dan penetapan calon penyedia barang dan jasa, telah
diterapkan sebagai bentuk keterbukaan dalam mengemukakan informasi
material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di BRI sebagai Badan Usaha Milik
Negara.
1.7 Landasan Teoritis
Dalam mengkaji Penyelenggaraan SIH-P Pada Badan Usaha Bank Dalam
Pelaksanaan Good Corporate Governance, maka akan lebih baik apabila
sebelumnya membahas mengenai landasan teoritis yang akan dipergunakan untuk
menjawab permasalahan tersebut. Landasan teoritis ini akan menguraikan
mengenai teori-teori, asas-asas, dan konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tersebut.
Black and Champion mengatakan bahwa:’’ A theory is a set of
systematically related propositions specifiying causal relationship among
variables.’’31 Dalam penelitian ini digunakan teori-teori yaitu pendapat-pendapat
31 Supasti Dharmawan, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum Empiris, Universitas Udayana,
Denpasar, h. 26.
25
para ahli hukum yang dapat memberikan masukan-masukan dalam memecahkan
permasalahan hukum yang timbul.
1. Teori Hukum Sebagai Proses Kebijakan Bersifat Otoritatif
Hakekat proses hukum adalah proses kebijakan yang bersifat otoritatif, yaitu
berdasarkan kewenangan dan bersifat terus-menerus (berkelanjutan).32 Studi
hukum sebagai kebijakan mencakup:
a. Penggambaran kecenderungan kebijakan yang telah lampau;
b. Pengujian terhadap berbagai variabel yang berpengaruh terhadap suatu
kebijakan;
c. Prediksi kebijakan, berdasarkan kecenderungan masa lampau dan pengaruh
berbagai variabel itu;
d. Sosialisasi kebijakan;
e. Evaluasi kebijakan untuk kebijakan yang lebih baik di masa depan.33
Menurut Yehezkel Dror, salah satu kunci utama penyelenggaraan kebijakan
adalah instrumen kebijakan, yaitu: konsep, konstruksi konsep, konstruksi sistem,
dan konstruksi teknologi yang digunakan sebagai panduan dan peralatan dalam
pelaksanaan kebijakan. Instrumen kebijakan berfungsi sebagai alat pendukung
penyelenggaraan kebijakan, namun demikian instrumen ini berfungsi vital akan
halnya berbagai peralatan pada mobil, seperti: mesin, stir, dan ban kendaraan, yang
menentukan dapat tidaknya kendaraan itu bergerak dan sampai pada tujuan kemana
kendaraan itu bepergian.34 SIH-P sebagai bentuk implementasi GCG merupakan
instrumen kebijakan yang menentukan capaian penyelenggaraan tata kelola
32 Myres S. McDougal, 1956, Law as a Process of Decision: A Policy-Oriented Approach to
Legal Study, Yale Law School, Faculty Scholarship Series, paper 2464, h. 53. 33 Ibid, h. 58-59. 34 Yehezkel Dror, 1977, Venture in Policy Science, Elsevier, New York, h. 10.
26
perusahaan berdasarkan azas-azas GCG, khususnya berkenaan dengan
pengambilan kebijakan perusahaan.
2. Teori Validitas Kebijakan
Setiap kebijakan hendaklah berdasarkan ketentuan hukum yang memberi
dasar kewenangan kepada suatu organ perusahaan untuk menetapkan kebijakan
tersebut. Suatu kebijakan adalah valid hanya jika bersumber dan berdasarkan pada
ketentuan yang memberikan kewenangan kepada organ perusahaan untuk
menentapkan kebijakan tersebut. Dengan memandang proses hukum sebagai proses
kebijakan, maka validitas kebijakan perusahaan berpijak pada teori hukum normatif
berstruktur atau piramida norma dari Hans Kelsen, bahwa suatu norma adalah valid
hanya jika berdasar dan bersumber pada norma yang lebih tinggi.35 Norma yang
lebih tinggi di dalam stuktur norma hukum perusahaan adalah anggaran dasar
perusahaan. anggaran dasar perusahaan menentukan kewenangan yang dimiliki
oleh organ perusahaan, termasuk ragam dan derajat tindakan yang boleh
diambilnya. SIH-P menyediakan informasi tentang norma yang dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengambil tindak kebijakan oleh organ perusahaan.
3. Teori Tatakelola Perusahaan
Menurut AS Horby, Good Governance merujuk pada serangkaian tindakan,
fakta, atau tingkahlaku mengelola (governing), yaitu mengarahkan atau
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam suatu perusahaan.36
Governance tidak hanya mencakup penggunaan kekuasaan secara eksklusif di
35 Hans Kelsen, 2006, General Theory of Law & State, Transaction Publishers, New
Brunswick, h. 42. 36 Eddie Wibowo, Op.Cit, h. 9.
27
dalam pemerintahan, tetapi juga institusi atau organisasi di luar pemerintahan.
Fungsi govering mencakup fungsi pengelolaan atau pengaturan oleh aktor-aktor
civil society, pasar, masyarakat dan agen-agen lainnya.37 GCG adalah sistem dan
struktur untuk mengelola perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai
pemegang saham serta akomodasi berbagai pihak yang berkepentingan dengan
perusahaan. CG mensyaratkan adanya: struktur, perangkat untuk mencapai tujuan,
dan pengawasan atas kinerja.38 SIH-P merupakan bentuk perangkat yang
diperlukan untuk mencapai tujuan, sekaligus merupakan media pengendalian
kinerja organ perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Organ perusahaan
berserta bagian-bagainnya, khususnya bagian hukum, merupakan struktur pada
perusahaan bank yang harus menyediakan keberadaan instrumen itu. Tujuan
penyelenggaraan proses kebijakan tidak tersedia karena SIH-P sebagai instrumen
tidak tersedia. Untuk mengisi kekosongan ini, maka SIH-P itu harus disediakan
sesuai dengan ketiga aspek CG pada perusahaan bank, yaitu: struktur,
instrumen/perangkat, dan pengendalian kinerja.
1.8 Hipotesis
Berdasarkan landasan teoritis yang telah diuraikan di atas, maka terhadap
permasalahan-permasalahan yang diajukan dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
1. Jika Bank di Bali telah memahami PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan
GCG bagi Bank Umum yang salah satunya mengatur mengenai SIH-P dalam
37 Ibid, h. 13. 38 Ibid, h. 85.
28
rangka proses pengambilan keputusan, maka bank telah mewujudkan azas
akuntabilitas sebagai salah satu azas GCG.
2. Jika Bank-bank di Bali memahami pentingnya SIH-P dalam rangka proses
pengambilan keputusan, maka diperlukan suatu model SIH-P untuk dapat
digunakan sebagai panduan pengambilan kebijakan oleh Bank sebagai dasar
dan panduan proses pengambilan keputusan dalam rangka mewujudkan azas
akuntabilitas sebagai salah satu azas GCG.
1.9 Metode Penelitian
1.9.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yuridis empiris.
Penelitian yuridis empiris terdiri dari 4 komponen, yaitu: (1) penelitian terhadap
identifikasi hukum (hukum tidak tertulis); (2) penelitian terhadap efektifitas hukum;
(3) penelitian perbandingan hukum; dan (4) penelitian sejarah hukum.39 Dalam hal
ini, penelitian yang dipergunakan adalah penelitian mengenai efektifitas hukum,
yaitu Penyelenggaraan SIH-P Pada Badan Usaha Bank Umum Dalam Pelaksanaan
Good Corporate Governance.
1.9.2 Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif. Menurut Moh.
Nazir, penelitian deskriptif adalah penelitian yang mempelajari masalah-masalah
dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-
situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,
39 H. Zainuddin Ali M.A., 2010, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, Sinar Grafika,
Jakarta, hal. 30-45.
29
pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh
dari satu fenomena.40 Penelitian deskriptif juga bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.41
Dalam hal ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari permasalahan mengenai
apakah Bank di Bali telah memiliki SIH-P atau belum memiliki dalam rangka
pelaksanaan azas akuntabilitas sebagai salah satu azas GCG.
1.9.3 Data dan Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan untuk mendukung penulisan
penelitian ini didapat dari dua sumber, yaitu:
1. Sumber Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama.42 Dalam hal ini data primer yang akan digunakan adalah dengan
melakukan penelitian lapangan guna mencari data yang akurat. Penelitian
ini dilakukan dengan mewawancarai Pimpinan Bank untuk mengetahui
apakah pada bank tersebut telah memiliki SIH-P atau belum memiliki dalam
rangka pelaksanaan azas akuntabilitas sebagai salah satu azas GCG yaitu
bank milik daerah (BPD Bali kantor Pusat Denpasar), bank BUMN (BNI 46
kantor cabang Gatot Subroto Barat Denpasar), dan bank perkreditan rakyat
(BPR Kertawan kantor pusat Gianyar) yang berkedudukan di provinsi Bali
yakni Kota Madya Denpasar dan Kabupaten Gianyar dimana kantor pusat
40 Soejono dan H. Abdurrahman, 1999, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Pertama, Rineka
Cipta, Jakarta, hal. 21.
41 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.1-4, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 25.
42 Ibid, hal. 30.
30
bank-bank tersebut berada di wilayah kota Denpasar dan Gianyar yang
dimana memiliki tingkat mobilitas perekonomian dan perbankan yang
sangat tinggi.
2. Sumber Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian
kepustakaan, yaitu dengan cara mengkaji kembali peraturan yang sudah ada,
baik dalam bahan bacaan hukum ataupun dalam dokumen-dokumen yang
memiliki keterkaitan dengan materi dalam penelitian ini serta untuk
menyempurnakan data lapangan.
1.9.4 Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Studi Dokumen
Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap penelitian
hukum (baik normatif maupun sosiologis), karena penelitian hukum selalu
bertolak dari premis normatif.43 Dalam hal ini dengan mengumpulkan data
yang bersumber dari kepustakaan yang relevan dengan permasalahan
penelitian, yaitu dengan cara membaca dan mencatat kembali data yang
kemudian dikelompokkan secara sistematis.
2. Teknik Wawancara
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.44 Dalam hal ini data
diperoleh melalui proses interview atau wawancara kepada pihak-pihak
43 Ibid., hal. 68. 44 Burhan Ashshofa, 1998, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta,
Jakarta, hal. 95.
31
yang terkait dengan permasalahan penelitian di lapangan seperti Pimpinan
Bank maupun Kepala Bagian yang membawahi masalah Kepatuhan agar
nantinya bisa mendapatkan informasi dan data yang pasti dan akurat. Dalam
hal ini responden merupakan bank umum bank milik daerah (BPD Bali
kantor Pusat Denpasar), bank BUMN (BNI 46 kantor cabang Gatot Subroto
Barat Denpasar), dan bank perkreditan rakyat (BPR Kertawan kantor pusat
Gianyar) yang berkedudukan di provinsi Bali yakni Kota Madya Denpasar
dan Kabupaten Gianyar.
1.9.5 Teknik Penentuan Sample Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel non
probabilitas. Teknik ini tidak ada ketentuan yang pasti berapa sampel yang
harus diambil agar dapat dianggap mewakili populasi. Teknik yang diambil
dari non probabilitas ini adalah bentuk purposive sampling yakni penarikan
sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau
ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan
sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria
dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari
populasi. Alasan mengapa memilih sampel penelitian 2 (dua) bank umum
dan 1 (satu) BPR karena dengan mengambil sampel tersebut peneliti
mengganggap dengan memilih 2 (dua) bank umum telah terwakilinya
sampel bank umum yang ada di bali dan dipilihnya 1 (satu) BPR karena
setelah di telusuri beberapa BPR yang ada ternyata BPR memiliki
32
karakteristik yang sama (homogen) maka dari itu dipilihnya hanya 1 (satu)
sampel untuk mewaliki seluruh BPR yang ada di bali.
1.9.6 Pengolahan Dan Analisis Data
Proses analisis data merupakan pekerjaan untuk menemukan tema-
tema dan merumuskan hipotesa-hipotesa, meskipun sebenarnya tidak ada
formula yang pasti untuk dapat digunakan untuk merumuskan hipotesa,
hanya saja analisis data tema dan hipotesa tersebut lebih diperdalam dengan
menggabungkannya dengan sumber-sumber data yang ada.45 Adapun
keseluruhan data yang telah didapat akan dianalisis secara kualitatif.
Analisis kualitatif sifat data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang
terdiri dari atas kata-kata yang tidak diolah menjadi angka-angka, data sukar
diukur dengan angka-angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus
sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi, hubungan antar
variable tidak jelas, sampel bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data
menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Adapun tahap-tahap
pengolahan data dan analisis data dengan cara menyusun data secara
sistematis, digolongkan dalam pola dan tema, dikategorikan dan
diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya,
dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dalam situasi sosial,
dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami
keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara terus
menerus sejak pencarian data di lapangan dan berlanjut terus hingga pada
45 Ibid. h. 66.
33
tahap analisis. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data
disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.