BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I... · 1.1 Latar Belakang Masalah ... Indonesia pada...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I... · 1.1 Latar Belakang Masalah ... Indonesia pada...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi sangat penting bagi peningkatan taraf
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka perbaikan kesejahteraan,
Indonesia memerlukan pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan yang pada
dasarnya bersumber dari peningkatan jumlah tenaga kerja, masukan modal dan
perbaikan produktivitas dalam ekonomi.
Fenomena ekonomi dunia saat ini, membuat negara-negara termasuk
Indonesia, dituntut untuk mengikuti kencenderungan globalisasi ekonomi yang
mengarah kepadan penduniaan dalam arti perapatan dunia yang semakin tidak
berjarak (compression of the world). Dalam bidang ekonomi, globalisasi semakin
menemukan ruang dengan adanya liberalisasi perdagangan (trade liberalization)
atau perdagangan bebas (free trade) lainnya yang membawa pengaruh bagi
hukum setiap negara yang terlibat dalam globalisasi dan perdagangan bebas
tersebut.1
Dinamika kemajuan di era globalisasi dan perdagangan bebas tersebut
telah membawa dampak yang signifikan terhadap aktivitas bisnis terutama arus
investasi di seluruh negara, khususnya arus investasi dari negara maju ke negara
berkembang. Perkembangan ekonomi pada umumnya dan penanaman modal
1Ramlan, 2003, Eksistensi Hukum Investasi Dalam Menghadapi Ekonomi Global,
Jurnal Ilmiah Manajemen dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Vol. 3 No. 2
Oktober h. 37
1
2
asing pada khususnya telah menjadi perhatian bukan saja dikalangan pemerintah,
tetapi juga dikalangan masyarakat atau pihak swasta.
Dalam konteks tersebut, perkembangan perekonomian suatu negara
khususnya negara berkembang seperti Indonesia sangat ditentukan dari tingkat
pertumbuhan penanaman modal asing. Penanaman modal asing atau foreign direct
investment sangat diharapkan untuk menggerakkan dan meningkatkan perputaran
roda perekonomian di Indonesia.
Dalam penjelasan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, ditegaskan :
“Konstitusi mengamanatkan agar pembangunan ekonomi nasional harus
berdasarkan prinsip demokrasi yang mampu menciptakan terwujudnya
kedaulatan ekonomi Indonesia.Keterkaitan pembangunan ekonomi
dengan pelaku ekonomi kerakyatan dimantapkan lagi dengan Ketetapan
Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVI/MPR/1998 tentang politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi
Ekonomi sebagai sumber hukum materiil.Dengan demikian,
pengembangan penanaman modal bagi usaha mikro, kecil, menegah,
dan koperasi menjadi bagian dari kebijakan dasar penanaman modal.”
Berkaitan dengan hal tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian
dari penyelenggaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya
kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan
kemampuan teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan,
serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian
yang berdaya saing.
3
Lebih lanjut dalam penjelasan Undang-undang No. 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal juga ditegaskan :
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai
apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal
dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antarisntansi
Pemerintah Pusat dan Daerah, penciptaan birokrasi yang efesien,
kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang
berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang
ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai
faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan
membaik secara signifikan.
Perkembangan investasi asing sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia
karena keberadaan negara asing memberikan dampak positif dalam pembangunan
bangsa dan negara sehingga pemerintah Indonesia akan berusaha semaksimal
mungkin untuk mendatangkan investor asing. Para investor asing yang datang ke
Indonesia akan membawa dolar. Dengan dolar yang dibawanya tersebut, akan
dapat membiayai sejumlah proyek di Indonesia. Proyek yang diinvestasikan oleh
investor akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam berbagai bidang
kehidupan, seperti misalnya, terhadap tenaga kerja, ekonomi masyarakat lokal,
meningkatnya pendapatan asli daerah, dan meningkatnya devisa negara.
Data perkembangan investasi yang diinvestasikan oleh investor asing
pada reformasi ini mengalami penurunan yang signifikan.Pada masa reformasi ini,
jumlah investasi dari tahun ke tahun mengalami penurunan.Pada masa kejayaan
orde baru yaitu tahun 1997, jumlah investasi asing sebanyak 33.788.8 milyar dolar
AS dan jumlah proyek 781 proyek. Sementara pada reformasi dari tahun 1998
4
sampai dengan 2006 mengalami penurunan, data investasi asing yang masuk ke
Indonesia pada masa orde baru lebih tinggi dibandingkan dengan masa reformasi.2
Untuk meningkatkan jumlah investasi asing, diperlukan langkah-
langkah strategis seperti yang telah dilakukan pemerintah, yaitu menetapkan
Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan
memberikan hak istimewa bagi investor asing.Dalam penjelasan pasal 6 ayat 2
Undang-undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ditegaskan bahwa :
Dalam penjelasan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 6 ayat
(2) tentang Penanaman Modal dijelaskan bahwa:
“Yang dimaksud dengan “hak istimewa” adalah antara lain hak
istimewa yang berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah
perdagangan bebas, pasar bersama (common market), kesatuan moneter,
kelembagaan yang sejenisnya, dan perjanjian antara Pemerintah
Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat bilateral, regional, atau
multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu dalam
penyelenggaraan penanaman modal.”
Ketentuan Pasal 6 ayat (2) diatas menimbulkan kabur norma, yang
menimbulkan implikasi yuridis baik secara normatif maupun empiris. Secara
normatif ketentuan tersebut mengandung makna bahwa dalam hak istimewa
menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian hukum. Menanggapi kabur
norma dalam pemberian hak istimewa kepada penanam modal yang berasal dari
suatu negara yang memiliki perjanjian dengan pemerintah Indonesia, pemerintah
harus secara tegas membuat aturan-aturan yang mengatur mengenai pemberian
hak istimewa tersebut.
2Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Raja Grafindo
persada, Jakarta, h. 216
5
Hal ini bertujuan untuk untuk mengurangi resiko terjadinya konflik di
kemudian hari, antara pemerintah Indonesia dengan negara pembuat perjanjian
akibat adanya kemungkinan terjadinya penyalahgunaan “hak istimewa” yang
diberikan.
Disepakatinya General Agreement on Tarrif and Trade (GATT) di
Uruguay Arround pada tahun 1994, yang kemudian menjadi World Trade
Organization (WTO) merupakan tanda akan terjadinya arus investasi besar-
besaran dari negara-negara maju ke negara-negara lainnya khususnya negara-
negara berkembang termasuk Indonesia. Besarnya arus investasi negara maju ke
negara-negara berkembang dimasa-masa yang akan datang merupakan tanda
dimulainya era globalisasi dalam dunia bisnis.
Dalam kesepakatan GATT-WTO khususnya yang berkaitan dengan
perdagangan investasi yang disebut Trade Related InvestmentMeasure (TRIMs),
ditentukan bahwa setiap negara penanda tangan persetujuan TRIMs tidak boleh
membedakan antara pemodal dalam negeri dan pemodal asing. Undang-undang
penanaman modal negara peserta GATT-WTO tidak boleh lagi membedakan
adanya modal asing dan modal dalam negeri. Pasal 6 Undang-undang Nomor 25
Tahun 2007 menyatakan:
(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam
modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan
penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa
berdasarkan perjanjian dengan Indonesia
6
Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (UUPM) adalah langkah awal pembaharuan hukum investasi karena
UUPM ini mencabut Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-
Undang Penanaman Modal Dalam Negeri yang lama. Secara tegas dalam
ketentuan penutup Pasal 38 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan :
a. Undang-Udang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2943); dan
b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal
Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1970 tentang Perubhan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944), dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai kendala investasi yang
selama ini terjadi demi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Alasan
filosofis dari Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) paling tidak terlihat
dari konsideransnya, huruf c yang menyatakan :
“Bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan
mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan
peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi
menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang
berasal, baik dari dalam negeri maupn dari luar negeri”;
7
Dalam konsideran huruf d juga dinyatakan:
“Dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan
Indonesia dalam berbagai kerjasama internasional perlu diciptakan
iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan
kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan
kepentingan ekonomi sosial.”
Secara spesifik, tujuan utama pembentukan Undang-Undang
Penanaman Modal adalah sebagai berikut ;
“Memberikan kepastian hukum dan kejelasan mengenai kebijakan
penanaman modal dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional
sehingga dapat meningkatkan jumlah dan kualitas investasi yang
berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan
kemampuan teknologi, peningkatan kemampuan teknologi, peningkatan
kemampuan daya saing nasional, dan pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.”
Perlu disadari bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal merupakan undang-undang yang keberlakuannya masih relatif
baru yaitu kurang dari 8 (delapan) tahun, sehingga upaya penataan hukum
investasi dan pranata hukum lainnya sangatlah berperan dalam mencapai tujuan
pembentukan Undang-Undang Penanaman Modal sebagaimana yang diuraikan
diatas. Menurut Ida Bagus Rahmadi Supanca terdapat tantangan dan paradigma di
bidang investasi yang bersumber dari faktor-faktor yang bersifat intern maupun
ekstern.Faktor internal yang berpengaruh terhadap iklim investasi adalah3 :
1. Perubahan paradigma pemerintahan dari sentralisasi ke arah desentralisasi
(otonomi daerah dan otonomi khusus);
2. Demokratisasi dalam berbagai sendi kehidupan bangsa;
3Ida Bagus Rahmadi Supancana dalam Dhaniswara K. Harjono, 2007, Hukum
Penanaman Modal, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,h. 75
8
3. Reformasi dalam tata kelola pemerintahan (ke arah good governance and
clean government), termasuk pemberantasan korupsi;
4. Reformasi dalam tata kelola perusahaan ke arah good corporate governance;
5. Perubahan struktur industri ke arah resource based industry;
6. Meningkatkan pemahaman dan perlindungan lingkungan hidup;
7. Meningkatkan perlindungan HAM.
Sedangkan faktor eksternal meliputi4 :
1. Globalisasi tatanan perdagangan, investasi, dan keuangan;
2. Isu-isu global, seperti demokrasi, lingkungan hidup, dan HAM;
3. Perlindungan HAKI;
4. Program pengentasan kemiskinan global;
5. Isu community development dan corporate social responsibility;
6. Perlindungan hak-hak normatif tenaga kerja, tenaga kerja anak-anak, dan
perempuan
Penataan hukum investasi dalam upaya menciptakan iklim investasi
tersebut, telah dimulai dengan kehadiran UUPM yang secara normatif telah
mengakomodir berbagai kepentingan para penanam modal asing. Misalnya
adanya ketentuan-ketentuan dan perlakuan yang tidak diskriminatif, yang
diberikan para pengusaha lokal atau domestik dalam arena memperebutkan
pangsa pasar, adanya perlindungan dan jaminan investasi atas ancaman terjadinya
resiko nasionalisasi dan eksproriasi, dan adanya jaminan dalam hak untuk dapat
4Ibid.
9
mentransfer laba maupun deviden, serta hak untuk melakukan penyelesaian
hukum melalui arbitrase.
Untuk mendorong lebih lanjut peningkatan investasi penanaman modal
di Indonesia, adalah implementasi UUPM selanjutnya dalam menciptakan iklim
investasi dan usaha yang lebih menarik. Dengan kata lain, iklim investasi positif
yang perlu ditingkatkan dalam tataran kebijakan implementasi kedepan adalah
selaras dengan upaya-upaya berkesinambungan yang dilakukan oleh para birokrat
dan para pelaku ekonomi.
Dengan berdasarkan atas latar belakang diatas, menarik bagi penulis
untuk mengangkat skripsi yang berjudul“HAK ISTIMEWA BAGI
INVESTOR ASING DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN
2007 TENTANG PENANAMAN MODAL”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah hak istimewa bagi investor asing dalam melakukan kegiatan
investasi di Indonesia?
2. Bagaimanakah perlindungan hukum hak istimewa bagi investor asing
jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
10
Dalam setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu ketegasan tentang
materi yang diuraikan, hal ini disebabkan untuk mencegah agar materi yang
dibahas tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka ruang lingkup yang
akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut5:
Dalam hubungannya dengan permasalahan pertama, maka disini akan
diuraikan tentang bentuk hak istimewa bagi investor asing dalam perspektif
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sedangkan
permasalahan yang kedua terbatas pada mekanisme perlindungan hukum hak
istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa berdasarkan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah penulis lakukan baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan,
hingga saat ini belum ada hasil penelitian dalam bentuk skripsi ataupun penelitian
lainnya yang berkaitan denganHak Istimewa Bagi Investor Asing Dalam
Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal.
Memang dari penelusuran kepustakaan ditemukan penelitian yang
cukup dekat dengan topik penelitian ini, yaitu yang berkaitan dengan Investor
Asing Dalam Berinvestasi Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25
5M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet.
I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43.
11
Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Adapun topik penelitian yang dimaksud
antara lain :
Pertama, yang dilakukan oleh Taufiq Effendi (2012) dengan judul :
Reformasi Birokrasi dan Iklim Investasi. Dalam pembahasan dijelaskan bahwa:
asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah ”hukum yang baik
menciptakan birokrasi yang baik, birokrasi yang baik akan mampu menumbuhkan
iklim investasi”. Dalam menjalankan fungsinya dan mewujudkan kesejahteraan
rakyat, pemerintah dengan inti birokrasi menggunakan instrumen-instrumen
birokrasi pemerintahan mencangkup instrumen yuridis, instrumen materiil,
instrumen forsonil/kepegawaian, dan instrumen keuangan negara. Dalam konteks
penelitian ini yang akan dikemukankan hanyalah instrumen yuridis yang terdiri
atas perundang-undangan (legislation) dan peraturan kebijakan (beleidsregeel
/atau policy rules). Perundang-undangan mencakup proses pembentukan
peraturan-peraturan negara baik di pusat maupun di daerah, serta segala peraturan
negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di pusat
maupun di daerah.
Kedua, yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) Provinsi Bali dengan judul : meningkatkan Iklim Investasi Di Provinsi
Bali. ditegaskan bahwa : Pemerintah Provinsi Bali telah melakukan berbagai
langkah kebijakan untuk meningkatkan iklim investasi, meskipun belum
membentuk lembaga baru. Upaya dan kebijakan lebih difokuskan pada pemberian
kemudahan dalam berivestasi, baik berupa penyediaan sarana informasi dan
infrastruktur perekonomian maupun bantuan teknis dan percepatan dalam
12
pelayanan. Di dalam itu, berbagai insentif juga diciptakan dengan mengacu pada
Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2008 tentang pedoman pemberian Insetif
dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah (Pasal 3 ayat 2).
Sistem informasi Manajemen Investasi (SIM Investasi) telah dibangun
untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan pelayanan yang cepat, tepat, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan. Apabila terjadi sengketa dalam kegiatan investasi yang
melibatkan pemerintah daerah, dibentuk satuan tugas (task force) yang
anggotanya terdiri atas berbagai instansi/lembaga terkait. Pengaturan koordinasi
yang menyangkut perencanaan kegiatan investasi mengacu pada Peraturan
menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1995 tentang Rapat Koordinasi
Perencanaan Penanaman Modal di Daerah (RKPPMD) dan Keputusan Kepala
BKPM nomor 57/Sk/2004 tentang prosedur dan Tata Kerja Penanaman Modal
dalam rangka PMA dan PMDN.
Sektor pariwisata masih menjadi andalan Provinsi Bali dalam kegiatan
investasi, terutama perhotelan, restoran, dan jasa transportasi. Selain itu, sektor
yang cukup berkembang adalah pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan,
dan industri pengolahan. Sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan iklim
investasi, Pemerintah Provinsi Bali telah membentuk Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu (KPPT) dengan mengacu pada : (i) PP No. 41/2007 tentang Pedoman
Organisasi Perangkat Daerah; (ii) Permendagri No. 57/2007 tentang Petunjuk
Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah; dan (iii) Permendagri No. 20/2007.
13
Dengan demikian penelitian skripsi yang penulis kerjakan sama sekali belum ada
yang membahas, sehingga orisinalitas penelitian ini dapat terjamin.
1.5 Tujuan Penelitian
Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa tujuan dari penelitian skripsi
ini antara lain:
a. Tujuan umum.
1. Untuk mengetahuihak istimewa bagi investor asing dalam melakukan
kegiatan investasi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum hak istimewa bagi investor
asing jika terjadi sengketa dalam penanaman modal asing di Indonesia.
b. Tujuan khusus:
Untuk memahamidan mendalami hak istimewa bagi investor asing
dalam melakukan kegiatan investasi di Indonesia serta perlindungan
hukum hak istimewa bagi investor asing jika terjadi sengketa dalam
penanaman modal asing di Indonesia, disamping itu penulisan ini juga
diajukan sebagai tugas akhir dalam meraih gelar sarjana (S1) di
Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.6Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Manfaat Teoritis
14
Penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat dalam rangka
mengembangkan ilmu hukum khususnya terkait dengan penanaman
modal asing di Indonesia.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam hal ini perusahaan atau investor sehingga dapat
dijadikan pegangan dalam menginvestasikan modalnya di Indonesia
yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan perekonomian
nasional.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan Teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas dan
pendapat-pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis, dalam setiap penelitian harus disertai dengan
pemikiran-pemikiran teoritis, oleh karena ada hubungan timbal balik yang erat
antara teori dengan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta
konstuksi data. Dan karena itu maka terlebih dahulu sangat diperlukan atau
dikemukakan beberapa teori berupa pendapat para ahli yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti.
Teori yang dipakai membahas permasalah yang sedang diteliti dalam
skripsi ini antara lain :
a. Teori Perlindungan Hukum
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa:
15
Perlindungan hukum merupakan perlindungan harkat dan
martabat dan pengakuan terhadap hak asasi manusia yang dimiliki
oleh subyek hukum dalam negara hukum dengan berdasarkan pada
ketentuan hukum yang berlaku di negara tersebut guna mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada
umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih
mengikat dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus
dijatuhkan kepada pihak yang melanggarnya.6
Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam
perlindungan hukum, yaitu:7
1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya permasalahan atau sengketa.
2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk
menyelesaikan permasalahan atau sengketa yang timbul.
b. Teori Kepastian Hukum
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang
digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian
hukum. Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang
6Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia. Surabaya : Bina
Ilmu. 1987. h. 205 7Ibid h. 117
16
bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau
dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa
pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam
putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya
untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.8
Bagi investor asing, hukum dan Undang-Undang menjadi salah satu
tolak ukur untuk menentukan kondusif tidaknya kondisi investasi di suatu Negara.
Pelaku usaha yang menanamkan modalnya di negara berkembang sangat
mempertimbangkan kondisi hukum di negara tersebut. Infrastruktur hukum bagi
investor menjadi instrument penting dalam menjamin investasi mereka. Secara
umum kepastian hukum sebagai konsep menekankan pada perkataan kepastian
dan mengenai kepastian itu sendiri, kepastian hukum mengarah pada deskripsi
tentang hukum yang meyakinkan, teliti, tepat dan pasti. Kepastian hukum sangat
dibutuhkan oleh investor sebab dalam melakukan investasi selain tunduk kepada
ketentuan hukum investasi juga ketentuan lain yang terkait dan tidak bisa
dilepaskan begitu saja.9 Kepastian hukum dalam hukum investasi positif yang
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal berkaitan erat dengan kebijakan dasar penanaman modal
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2) yang menempatkan pemerintah agar:
a. Memberikan perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri
dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional;
8Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media
Group, Jakarta , h 158 9Sentosa Sembiring, 2010, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung, h.32.
17
b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan
berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan
sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan
perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
Di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, asas kepastian hukum ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, dalam
penjelasannya :
“Asas dalam Negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan
peraturan perUndang-Undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan
dan tindakan dalam bidang penanaman modal”.
Berdasarkan penjelasan di atas tampak bahwa kepastian hukum
mengandung persamaan dengan supermasi hukum. Isu supermasi hukum yang
berkembang bersamaan dengan urgensi adanya hukum yang pada dasarnya
bertujuan mewujudkan keadilan. Keadilan tercapai karena setiap orang diberikan
bagian sesuai jasanya sedangkan dilain hal hukum bertujuan mewujudkan
kebahagian sebanyak mungkin orang. Kebahagian ini terwujud apabila setiap
orang memperoleh kesempatan sama di barengi penciptaan ketertiban. Oleh
karena itu, supermasi hukum dan kepastian hukum tampak memiliki hubungan
saling melengkapi.
Dapat ditujukan bahwa pengertian terhadap penanaman modal oleh
masing-masing Negara penerima modal tergantung atau ada keterkaitan dengan
salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi dari berbagai teori. Hal ini
18
dapat dilihat pada masing-masing pengaturan Negara peneriman modal terhadap
keberadaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing yang
dinyatakan dalam berbagai peraturan Perundang-Undangan Penanaman Modal
masing-masing Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal sekaligus mengatur 2 (dua) bentuk penerimaan modal :
- Penanaman modal asing (foreign investment) dan
- Penanaman modal lokal (domestic investment)
Namun semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Republik Indonesia no. 1 Tahun
1967 tentang penanaman modal asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970 dan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 6 Tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 1970,
dengan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum di atur
dengan peraturan pelaksanaan yang baru. (Pasal 37 Undang-Undang Republik
Indonesia No. 25 Tahun 2007).
Adapun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat (1) memberikan definisi penanaman
modal sebagai berikut:
“Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”.
19
Selanjutnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2007
Pasal 1 ayat (2) menyebutkan:
“Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh penanaman modal dalam negeri dengan menggunakan
modal dalam negeri”.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 Pasal 1
ayat (3) menyebutkan:
“Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan
oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam
negeri”.
Bagi Negara tempat dilakukannya kegiatan penanaman modal (host
country) kehadiran penanaman modal asing tidak saja penting dari segi
perolehan devisa atau untuk melengkapi keterbatasan biaya
pembangunan, tetapi efek lain yang ditimbulkan oleh kegiatan
penanaman modal pada pembangunan ekonomi host country, antara
lain penyediaan lapangan kerja, penghematan devisa melalui
pengembangan industri non-migas, pembangunan daerah-daerah
tertinggal alih teknologi dan peningkatan sumber daya manusia.10
Dengan demikian kehadiran penanam modal asing memberikan
sejumlah manfaat bagi tuan rumah (host country). Manfaat secara langsung di
peroleh dari pemasukan tambahan devisa yang berasal dari modal yang dibawa
dana pajak-pajak yang dibayar kepada Negara. Kegiatan penanaman modal asing
dapat pula mengakibatkan sejumlah dampak negatif, misalnya: semakin buruknya
distribusi pendapatan karena terjadinya perbedaan tingkat upah antara golongan
pekerja, mendorong pola konsumsi mewah pada masyarakat host country, ketidak
10
Erman Rajagukguk, 2005, Hukum Investasi di Indonesia, Fakultas Hukum
Indonesia, Jakarta, h. 20-39
20
keseimbangan neraca pembayaran yang dapat saja terjadi karena impor lebih
besar dari ekspor, oleh karena itu diperlukan keseimbangan pengaturan.
Melihat kondisi Indonesia setidaknya ada lima alasan mendasar
mengapa Indonesia membutuhkan penanaman modal asing saat ini:
a) Penyediaan lapangan kerja
b) Mengembangkan industri substitusi impor
c) Mendorong berkembangnya industri barang-barang non-migas
d) Pembangunan daerah-daerah tertinggal
e) Alih teknologi
Kegiatan penanaman modal secara patungan yang di jalin antara
penanaman modal dalam negeri dengan penanaman modal dalam negeri dengan
penanaman modal asing yang tetap di cantumkan kembali pada Pasal 1 ayat (3)
UU No. 25 Tahun 2007 telah berlangsung sejak pemerintahan Indonesia
membuka kesempatan penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1967.11
Kerja sama antara penanam modal asing dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk seperti join venture, joint enterprise, kontrak karya, product
sharing, maupun bentuk kerja sama lainnya. Joint venture merupakan kerja sama
antara penanaman modal asing dengan pengusaha nasional berdasarkan suatu
perjanjian/kontrak tanpa membentuk suatu badan hukum baru, sedangkan joint
enterprise, mewujudkan kerja samanya dengan pembentukan suatu perusahaan
atau badan hukum baru.
11
Jonker Sihombing, 2009, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, PT. Alumni,
Bandung, (selanjutnya disingkat Jonker Sihombing II), h.71
21
Sedangkan production sharing perjanjian kerja sama kredit antara
modal asing dan pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada semua
pihak Indonesia yang memberikan kewajiban kepada pihak Indonesia untuk
mengekspor hasilnya kepada Negara pemberi kredit.
Sebenarnya perkembangan penanaman modal asing di Indonesia telah
dimulai sejak Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Rancangan Undang-
undang penanaman modal asing pertama kali diajukan pada tahun 1952 pada masa
kabinet Alisastroamidjojo, tetapi belum sempat diajukan ke parlemen karena
jatuhnya kabinet ini. Kemudian pada tahun 1953 rancangan tersebut diajukan
kembali tetapi ditolak oleh pemerintah. Secara resmi undang-undang yang
mengatur mengenai penanaman modal asing untuk pertama kalinya adalah UU
Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing, akan tetapi karena
pelaksanaan undang-undang ini banyak mengalami hambatan, UU Nomor 78
Tahun 1958 tersebut pada tahun 1960 diperbaharui dengan UU Nomor 15 Tahun
1960.12
Pada perkembangan selanjutnya, karena adanya anggapan bahwa
penanaman modal asing merupakan penghisapan kepada rakyat serta menghambat
jalannya revolusi Indonesia, maka UU Nomor 15 Tahun 1960 ini dicabut dengan
UU Nomor 16 Tahun 1965 . Sehingga mulai tahun 1965 sampai dengan tahun
1967 terdapat kekosongan hukum (rechts vacuum) dalam bidang penanaman
modal asing. Baru pada tahun 1967, pemerintah Indonesia mempunyai undang-
12
M. Alfianto Romdoni, Investasi dan Penanaman Modal,
http://alfiantoromdoni.blogspot.com/2012/05/investasi-dan-penanaman-modal.html, diakses pada
10 Juni 2015, pukul 22.13 WITA
22
undang penanaman modal asing dengan diundangkannya UU Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing, yang disahkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 10 Januari 1967 dan kemudian mengalami perubahan dan
penambahan yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986, Pemerintah mengeluarkan
PP Nomor 24 Tahun 1986 tentang Jangka Waktu Izin Perusahaan Penanaman
Modal Asing yang diikuti dengan dikeluarkannya SK Ketua BKPM Nomor 12
Tahun 1986 disusul dengan dikeluarkan Keppres Nomor 17 Tahun 1986 tentang
Persyaratan Pemilikan Saham Nasional.--
Kemudian pada tahun 1987, Pemerintah merubah Keppres Nomor 17
Tahun 1986 tersebut, diubah dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 demikian
pula Ketua BKPM mencabut SK Ketua BKPM Nomor 12 Tahun 1986 dicabut
dan diganti dengan SK Ketua BKPM Nomor 5 Tahun 1987, yang pada prinsipnya
sama dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1987 tentang Perubahan Keputusan
Presiden Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pemilikan Saham Nasional dalam
Perusahaan Penanaman Modal Asing Diberi Perlakuan Sama Seperti Perusahaan
Pananaman Modal Dalam Negeri yaitu memberikan kelonggaran-kelonggaran
terhadap syarat-syarat yang telah ditentukan dalam keputusan sebelumnya.
Selanjutnya, Ketua BKPM sebagai pelaksana teknis penanaman modal
asing di Indonesia, mengeluarkan Keputusan sebagaimana ternyata dalam Surat
Keputusan Ketua BKPM Nomor 09/SK/1989. Perkembangan selanjutnya dapat
23
dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain
mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Indonesia Bagian Timur.
Perkembangan selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 20
Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan Dalam
Rangka Penanaman Modal Asing. PP Nomor 20 Tahun 1994 ini memberikan
kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100% saham dari perusahaan
asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang yang
sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing. Perkembangan penanaman modal asing yang lain
adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (untuk selanjutnya disebut DNI), dahulu
disebut Daftar skala Prioritas (DSP) pemerintah telah melakukan perubahan dan
menyederhanakan dengan mengatur bidang-bidang usaha yang tertutup bagi
penanaman modal dalam rangka penanaman modal asing. DNI berlaku selama 3
(tiga) tahun dan setiap tahun dilakukan peninjauan untuk disesuaikan dengan
perkembangan. Pada tahun 1998, DNI ini diatur dalam Keppres Nomor 96 Tahun
1998 dan Keppres Nomor 99 Tahun 1998 tentang Usaha yang Dicanangkan untuk
Jenis Usaha Kecil dan Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah/Besar
dengan Syarat Kemitraan. Kedua peraturan tersebut diubah dengan Keppres
Nomor 96 Tahun 2000. Keppres Nomor 96 Tahun 2000 Bidang Usaha yang
Tertutup dan Bidang yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam
Modal ini diubah dengan Keppres Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan atas
Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang
yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Pananam Modal . --- Peraturan
24
yang terakhir diubah dengan diberlakukannya Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang
Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Jadi, secara singkat mengenai kebijakan Penanaman Modal di Indonesia
bahwa sebelum 2007, Indonesia memiliki 2 undang-undang di bidang penanaman
modal, yaitu UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan UU No.
6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Selanjutnya pada tahun
2007 diperbaharui dengan UU Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(UUPM), diikuti dengan serangkaian PP dan peraturan di bawahnya.
1.8. Metode Penelitian
Untuk memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisa setiap data
maupun informasi yang sifatnya ilmiah, diperlukan metode agar karya tulis ilmiah
mempunyai susunan yang sistematis dan konsisten, yaitu13
:
a. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan pendekatan secara
yuridis normatif, yaitu berdasarkan pertimbangan bahwa penelitian ini
menggunakan analisa terhadap peraturan perundang-undangan yang
menjelaskan tentang aspek-aspek hukum yang terkait dengan pemberian
hak-hak istimewa bagi investor asing yang melakukan investasi di
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
b. Jenis Pendekatan
13
M. Iqbal Hasan. Op.Cit., h. 43.
25
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan,
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah
pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan
komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual
(conceptual approach).14
Dalam penelitian ini pendekatan Perundang-
Undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan Perundang-Undangan
yang mengatur tentang penanaman modal.
c. Sumber Bahan Hukum/Data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum normatif ada dua jenis
yaitu data primer dan data sekunder15
:
1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lain yang
terkait dengan penelitian. Secara khusus dalam penelitian ini bahan
hukum primernya adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
2. Bahan hukum sekunder
Data sekunder,yaitu data yang bersumberdari penelitian
kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari
sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data–data yang
14
Peter Mahmud Marzuki, 2008,Penelitian Hukum Cet.2, Kencana, Jakarta,h. 93 15
M. Iqbal Hasan, Op.Cit, h. 83
26
sudahterdokumenkan dalam bentuk bahan–bahan hukum16
. Yang
termasuk dalam data sekunder antara lain:
a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat yaitu:
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal.
b. Bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Misalnya karya-
karya ilmiah, Rancangan Undang-undang, dan juga hasil dari
suatu penelitian yang terkait dengan penanaman modal.
c. Bahan hukum tersier, misalnya artikel-artikel, majalah-majalah,
surat kabar, internet, kamus, dan ensiklopedia.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh
melalui studi kepustakaan baik melalui penelusuran peraturan
Perundang-Undangan, dokumen-dokumen maupun literatur-literatur
ilmiah dan penelitian para pakar yang sesuai dan berkaitan dengan objek
dan permasalahan yang akan diteliti.
Untuk mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan tersier
tersebut, dilakukan penelusuran kepustakaan dibeberapa tempat antara
lain :
- Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar.
- Perpustakaan Daerah Denpasar.
16
H. Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
27
e. Teknik Analisis Bahan Hukum
Setelah data-data baik primer maupun sekunder yang dibutuhkan
terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisa
dengan menggunakan tehnik pengolahan data secara kualitatif yaitu
menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur,
runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan
pemahaman dan interprestasi data17
.
Penggunaan metode analisis kualitatif didasarkan atas
pertimbangan :
- Data yang dianalisis diperoleh dari berbagai sumber
- Sifat dasar bahan hukum yang dianalisis adalah menyeluruh serta
memerlukan informasi yang mendalam.
Selanjutnya untuk menjawab persoalan dalam penelitian ini,
metode atau cara penyimpulan bahan hukum dilakukan dengan cara
deduktif yaitu dengan menarik suatu kesimpulan dari data-data yang
sifatnya umum ke khusus untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu
kebenaran sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai bentuk
perlindungan dan pemberian hak istimewa bagi investor asing yang
melakukan investasi di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
17
Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 170.