BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 2014.pdf · Latar Belakang Masalah ... menghadapi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 2014.pdf · Latar Belakang Masalah ... menghadapi...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini umat Islam lebih sering dipandang sebelah mata dalam
menghadapi problem ekonomi karena kemampuannya yang dianggap tidak
representatif dalam membangun kekuatan ekonomi. Padahal umat Islam adalah
penduduk mayoritas yang justru bersentuhan langsung dengan problem
ekonomi bangsa.
Sedangkan saat ini sistem perekonomian yang paling berpengaruh di
dunia adalah sistem ekonomi kapitalis dan sistem ekonomi sosial. Sistem
ekonomi kapitalis adalah suatu sistem ekonomi dimana sebagaian besar
barang-barang kapital dimiliki oleh swasta atau perorangan yang digunakan
untuk mencari laba bagi pemiliknya sedangkan sistem ekonomi sosialis
merupakan kebalikan dari sistem ekonomi kapitalis dimana persoalan-
persoalan ekonomi masyarakat menjadi urusan pemerintah atau Negara.
Fungsi Negara dalam sistem kapitalisme hanya bersifat menyediakan
barang-barang kolektif atau menciptakan “favourable climate” bagi kegiatan
ekonomi perorangan. Fungsi Negara dalam sistem sosialisme adalah
“omnipocan” dalam arti menguasai segala bidang, hak serta kebebasan
perorangan masih ada meskipun dalam lingkup yang sangat terbatas. Pada
dasarnya, sistem ekonomi yang dianut oleh sekelompok masyarakat
sesungguhnya berfungsi untuk mencapai tujuan atau hasil tertentu yang
memiliki nilai yang ditetapkan dan bergantung kepada prioritas masyarakat
2
atau negara penganut sistem tersebut. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin
prioritas antara satu sistem ekonomi dengan sistem ekonomi yang lain
berbeda. Sistem ekonomi kapitalis lebih memprioritaskan individu dan pada
kelompok, sedangkan sistem ekonomi sosialis lebih memprioritaskan
kepentingan negara dari pada kepentingan individu.
Berbeda dengan kedua sistem ekonomi di atas, Islam menerapkan
sistem ekonominya dengan mempergunakan moral dan hukum bersama
untuk menegakkan bangunan suatu sistem yang praktis. Berkenaan dengan
prioritas, Islam mengetengahkan konsep keseimbangan antara kepentingan
individu (khusus) dan kepentingan negara (umum) yang bersumber kepada
Al-Qur,an dan Al-Sunnah.
Islam memberikan kebebasan kepada individu dalam berekonomi,
tidak seperti yang ditekankan oleh sistem sosialisme, tetapi Islam tidak
melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan oleh sistem kapitalis.
Kebebasan ekonomi menurut Islam adalah kebebasan yang mutlak tetapi
mengikat kebebasan itu dengan batas-batas dari nilai-nilai syariat, dalam hal
ini Islam memberi wewenang kepada negara untuk ikut campur dalam
fungsionalisasi sistem ekonomi Islam. Negara berkewajiban melindungi
kepentingan masyarakat dari tindakan sewenang-wenang kaum pemodal.
Sesungguhnya karakteristik tatanan islam mengharuskan
bertambahnya penghasilan ummat dan menjaga kekayaannya dari
penindasan dan penyia-nyiaan pada hal-hal yang tidak bermanfaat.
Karakteristik tatanan islam jika diaplikasikan secara keseluruhan
akan menambah kekayaan masyarakat, mengurangi tingkat pengangguran
3
dan jumlah kemiskinan. Apabila jumlah orang-orang miskin ditengah-
tengah umat semakin sedikit karena kekayaan mereka bertambah dan orang-
orang yang mampu mempunyai komitmen dalam memenuhi kewajiban
dalam membayar zakat, infaq dan Sedekah , maka masalah ini tidak akan
muncul dan tidak akan menimbulkan kekawatiran yang mengancam
masyarakat, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat sosialis dan kapitalis
yang segala kekayaan di dalamnya dirampas dan dihabiskan dengan benar
dan tidak benar. Maka tatanan-tatanan yang zalim itu akan melahirkan
tatanan-tatanan yang lebih zalim dan lebih rusak. Seperti tatanan komunis
apabila berupaya melakukan terapi terhadap kemiskinan yang ada, maka
disitu terjadi pemiskinan atas semua rakyat dan hanya sekelompok kecil saja
(kelompok elit) yang mendapat keuntungan.
Menurut Yusuf Qordawi ada beberapa cara penanggulangan
kemiskinan, Pertama adalah dengan bekerja. Jadi dana zakat yang dijadikan
suatu modal untuk menciptakan industri maka akan tertampung sejumlah
Mustahik untuk bekerja. Kedua adalah jaminan sanak famili, ketiga adalah
jaminan negara. Dan cara keempat dalam menanggulangi kemiskinan adalah
melalui zakat.
Saat ini perekonomian berpola Islam sudah menjadi suatu kebutuhan
umat. Pemberdayaan ekonomi umat semakin giat dilakukan oleh beberapa
lembaga keuangan Islam. Mereka berupaya agar perekonomian islam bukan
saja menjadi salah satu alternatif bagi umat Islam, tetapi memang harus
menjadi satu satunya pilihan bagi mereka. Hal ini untuk menghindarkan
4
umat dari segala macam praktek keuangan yang bersifat ribawi yang
dilakukan oleh bank-bank konvensional.
Selain itu pemanfaatan zakat, Infaq dan sodakoh yang berasal dari
umat Islam harus sedini mungkin dikelola dan disalurkan secara efektif
sebagai suatu sisi ikhtiar pemberdayaan ekonomi umat. Ini karena dana
zakat, Infaq dan sodaqoh merupakan modal dalam upaya meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraan umat.
Jadi zakat yang menduduki tempat keempat, jelas tidak dapat berdiri
sendiri untuk menanggulangi kemiskinan. Terutama dengan cara pertama
dalam penanggulangan kemiskinan dengan bekerja, maka zakat harus
dioptimalkan kearah itu. Bagaimana caranya, zakat harus dijalankan melalui
prinsip-prinsip ekonomi, agar hasilnya dapat maksimal, prisip ekonomi
yang dijalankan harus berdasarkan syariat, tidak mengenal riba, pemilikan
terbatas, penghalalan segala cara dan kelicikan lainnya. Sebab apabila zakat
diterapkan dalam prinsip ekonomi konvensional, Ia hanya akan semakin
memakmurkan pemilik-pemilik modal saja.
Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga, disamping sebagai ibadah
dan bukti dari ketundukan seseorang kepada Allah, juga mempunyai fungsi
sosial yang sangat besar disamping merupakan satu tonggak perekonomian
Islam. Jika zakat dapat dikelola dengan baik, baik penerimaan,
pengambilannya maupun pendistribusiannya, maka akan mampu
mengentaskan masalah kemiskinan.
Kedudukan zakat adalah sama dengan sholat, wajib dan menjadi
bagian dari rukun Islam. Mengabaikan rukun Islam berarti memutuskan
5
sendi-sendi islam.
Zakat adalah ibadah yang mengandung dua dimensi,
yaitu dimensi hablum minallah atau dimensi vertikal yang mengatur
hubungan antar manusia dan penciptanya dan hablum minannas atau
dimensi horisontal atau yang mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia. Ibadah zakat bila ditunaikan dengan baik akan meningkatkan
keimanan, membersihkan dan mensucikan jiwa dan mengembangkan serta
membukakan harta yang dimiliki. Jika dikelola dengan baik akan mampu
meningkatkan kesejahteraan umat, mampu meningkatkan etos dan etika
kerja umat, serta sebagai institusi pemerataan ekonomi.
Zakat merupakan pengambilan harta dari orang muslim, termuat
dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 103 yang artinya :
“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo‟alah untuk mereka.
Sesungguhnya do‟a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Zakat juga untuk kesejahteraan orang miskin baik yang meminta
maupun yang tidak, sebagaimana termuat dalam Al-Qur‟an Surat Adz
dzaariyaat ayat 19, yang artinya :
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak meminta”.
Demikian kuatnya tekanan akan keharusan mensejahterakan
komunitas ini, sehingga Al-Qur‟an hampir tidak pernah menyebutkan
kewajiban sholat tanpa diimbangi dengan kewajiban zakat. Dasar hukum
dari zakat selain ayat dalam Al-Qur‟an di atas juga banyak terdapat dalam
hadits-hadits. Orientasi kesejahteraan komunitas khusus ini, selain memang
merupakan hukum agama di dalam Islam, sesungguhnya merupakan hal
6
yang biasa dan umum pada setiap ajaran agama. Dalam arti bahwa setiap
agama mempunyai ajaran yang berkaitan dengan pengumpulan harta yang
dipakai untuk kesejahteraan umatnya.
Zakat adalah ibadah yang berkaitan dengan harta benda.
Pertumbuhan dan perkembangan manusia yang mendatangkan hasil dan
keuntungan membawa pengaruh pula terhadap pertumbuhan dan
perkembangan zakat. Seseorang yang telah memenuhi syarat-syaratnya,
apabila kekayaan itu sudah sampai pada nisab dan haul maka dia
mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya.
Adapun persyaratan harta menjadi sumber atau obyek zakat adalah
sebagai berikut :
1. Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal
2. Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan
3. Milik penuh, yaitu harta tersebut berada dibawah kontrol dan di dalam
kekuasaan pemiliknya
4. Harta tersebut harus sudah mencapai nisab, yaitu jumlah minimal yang
menyebabkan harta terkena kewajiban zakat
5. Ditetapkan sebagai sumber zakat
6. Zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup
sehari-hari.
Sudah merupakan sunnatullah bahwa tingkat sosial di dalam
masyarakat itu tidak sama. Ada yang berkelebihan ada yang berkecukupan
dan ada pula yang kekurangan. Yang kekurangan ini belum berkesempatan
untuk dapat menikmati kehidupan yang layak dan belum dapat mengenyam
kebahagiaan dan kesejahteraan yang dalam Al-Qur‟an mereka ini disebut
fuqara dan dhuafa. Mereka memerlukan santunan dan uluran tangan dari
sesama muslim dalam upaya memperbaiki kehidupan ekonominya, sehingga
mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya dan melepaskan diri dari
7
belenggu kefakiran, kemiskinan dan kedhuafaan. Inilah yang paling
mendasar dari ibadah zakat, yaitu selain membersihkan diri dari harta
seperti tersebut dalam Al-Qur‟an Surat At Taubah ayat 103 juga yang
pertama dan yang paling utama adalah sarana untuk memerangi kefakiran,
kemiskinan dan kedhuafaan. Sebab kefakiran itu membawa manusia
cenderung kepada kekufuran.
Seseorang yang telah sukses dalam mengelola usahanya, baik
melalui usaha pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, perhutanan,
pertambangan, perindustrian dan jasa atau usaha-usaha lain harus menyadari
bahwa dalam kekayaan itu adalah sebagian milik orang lain yang harus
diberikan kepada yang berhak menerimanya, yaitu melalui zakat bila sudah
mencapai nisabnya (QS Ad-dzaariyah ayat 19).
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah
dan manfaat yang demikian baik dan mulia, baik berkaitan dengan orang
yang berzakat (muzakki) penerimanya (mustahik) harta yang dikeluarkan
zakatnya maupun bagi masyarakat keseluruhan.
Hikmah dan manfaat tersebut antara lain tersimpul sebagai berikut
:
1. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri nikmat-
Nya, menumbuhkan akhlak yang mulia dengan rasa kemanusiaan yang
tinggi, menghilangkan sifat kikir, rakus dan matrialistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta
yang dimiliki.
2. Zakat merupakan hak mustahik, maka zakat berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka terutama fakir miskin kearah
8
kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat
memenuhi kehidupan yang layak. Zakat sesungguhnya bukan sekedar
memenuhi kebutuhan pada mustakhik, terutama fakir miskin yang
bersifat konsumtif dalam waktu sesaat akan tetapi memberikan
kecukupan ataupun memperkecil penyebab kehidupan mereka.
3. Sebagai pihak amal bersama (jama‟i) zakat juga merupakan salah satu
bentuk kongkrit dari jaminan sosial yang diisyaratkan oleh ajaran islam
melalui syari‟at zakat, kehidupan fakir miskin akan terperhatikan dengan
baik. Zakat merupakan salah satu bentuk pengejawantahan perintah
Allah SWT untuk melakukan tolong menolong dalam kebaikan dan
takwa.
4. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat islam.
5. Memasyarakatkan etika bisnis yang baik, sebab zakat bukanlah
membersihkan harta yang kotor akan tetapi mengeluarkan bagian dari
hak orang lain dari harta kita.
6. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrumen pemerataan pendapatan.
7. Zakat dapat mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha
sehingga memiliki harta kekayaan yang dapat memenuhi kebutuhan
hidup diri dan keluarganya juga untuk berlomba-lomba menjadi
muzakki.
9
Pelaksanaan pengelolaan zakat didasarkan pada firman Allah yang
terdapat dalam surat At-taubah ayat 60. Berdasarkan ayat tersebut, dapat
diketahui bahwa pengelola zakat bukan semata-mata dilakukan secara
individual dari muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) diserahkan
langsung kepada mustahik (orang yang menerima zakat) akan tetapi
dilakukan oleh sebuah lembaga yang khusus menangani zakat yang
memenuhi syarat tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah
yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan
penagihan dan pengambilan serta mendistribusikannya secara tepat dan
benar.
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, kemudian dirubah
menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Zakat
dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tersebut mengatur
tentang pembentukan kelembagaan dan kepengurusan Badan Amil Zakat
Nasional dari tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota, kelembagaan
Lembaga Amil Zakat, mengatur tentang pengumpulan, pendistribusian,
pendayagunaan dan pelaporan, pembiayaan BAZNAS mulai Pusat, Propinsi
dan Kabupaten / Kota, pembinaan dan pengwasan, peran serta masyarakat,
sanksi administratif, larangan dan ketentuan Pidana.
10
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
yang dimaksud pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, Sedangkan tujuan pengelolaan zakat adalah
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan
meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.
1.2. Perumusan Masalah
Setelah disahkannya undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 ternyata
belum dapat menjawab ekspektasi publik tentang meningkatnya
kesejahteraan kaum fuqara‟ dan masakin. Padahal, pada saat pengesahan
sebagian anggota DPR menyatakan optimisme-nya akan meningkatnya
kesejahteraan rakyat miskin. Undang-undang ini meskipun sebagai
pengganti Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, sifatnya masih sama
yaitu undang-undang tentang pengelolaan zakat. Artinya, undang-undang ini
mengatur “sebatas” pengelolaan zakat dan konsekuensinya dan belum
mengatur pada ranah pembangkangan terhadap zakat. Karena “hanya”
mengatur pengelolaan zakat maka bila ada orang yang enggan membayar
zakat maka tidak ada sanksi apapun.
Apabila zakat dibiarkan menggelinding dengan konsep ma-syi‟tum
(semaumu), artinya zakat tidak ada yang mengurusi secara sungguh-
sungguh dan sebenarnya, sementara orang-orang kaya dibiarkan apakah
11
mau berzakat atau tidak, maka selamanya zakat tidak akan pernah mampu
menjawab problematika yang dihadapi kaum papa. Zakat akan menjadi
sebuah slogan kosong yang tidak ada artinya.
Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi sudah
melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat, infaq dan sodaqoh, namun kalau
dilihat dari potensi zakat, infaq dan Sedekahnya, pendapatan pada tahun
2013 yang hanya mencapai Rp. 1,886.640.019 sebenarnya masih jauh dari
potensi yang ada.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat ditarik perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Belum meratanya kesadaran dan kepercayaan masyarakat dalam hal ini
para muzaki untuk membayar zakat, infaq dan Sedekah melalui Badan
Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi;
2. Belum efektifnya Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi
dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat yaitu kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
3. Belum memadainya infrastruktur dan sumberdaya (human resource dan
budgeting) yang dimiliki BAZNAS pusat dan daerah;
4. Belum adanya peta kemiskinan dan Database Muzaki dan Mustahik;
5. Masih rendahnya dukungan dana APBN dan APBD Kepada BAZNAS
Kabupaten Banywangi untuk melakukan sosialisasi, koordinasi serta
dana penunjang operasional organisasi.
12
1.3. Maksud dan Tujuan
Bertitik tolak dengan permasalahan yang telah dikemukakan diatas,
penyusunan dokumen ini bertujuan :
1) Merumuskan kebijakan, strategi program dan kegiatan dalam upaya
meningkatkan efektifitas peranan Badan Amil Zakat Nasinal Kabupaten
Banyuwangi.
2) Meningkatkatkan efektifitas Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten
Banyuwangi dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan zakat yaitu
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu
Pengetahuan khususnya kebijakan Publik.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Pemerintah
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan
pemikiran bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, khususnya
Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Banyuwangi sebagai
pengelola zakat.
13
b. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi
masyarakat, sehingga mereka memahami tentang zakat, infaq dan
Sedekah yang menjadi kewajiban maupun yang menjadi hak, para
peminat dan peneliti, selanjutnya untuk digunakan sebagai bahan
penelitian yang mendalam.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
(1) Sejarah Pengelolaan Zakat di Indonesia
Untuk mengetahui perjalanan historis zakat di Indonesia, kita
dapat melihatnya dari beberapa tahapan periodesasinya. Berikut ini
gambaran tentang tahapan-tahapan sejarah pelaksanaan zakat di
Indonesia.
1) Masa Kerajaan Islam
Pada masa kerajaan-kerajaan Islam, kemungkinannya
memiliki spirit modern yang kuat. Zakat dimaknai sebagai sebuah
semangat (spirit) yang memanifestasi dalam bentuk pembayaran
pajak atas negara. Seorang cendikiawan muslim kontemporer
Indonesia, Masdar F. Mas‟udi mengatakan, zakat pada mulanya
adalah upeti sebagaimana umumya berlaku dalam praktik
ketatanegaraan zaman dulu. Hanya saja, upeti yang secara nyata
telah membuat rakyat miskin semakin tenggelam dalam
kemiskinannya, dengan spirit zakat lembaga upeti itu justru harus
menjadi sarana yang efektif bagi pemerataan dan penyejahteraan
kaum miskin. Dengan kata lain, lembaga upeti yang semula
menjadi sumber kedzaliman, dengan spirit zakat harus
ditransformasikan menjadi wahana penciptaan keadilan.
15
Zakat sebagai konsep keagamaan, di satu pihak, dan pajak
sebagai konsep keduniawian, di pihak lain, bukanlah hubungan
dualisme yang dikotomis melainkan hubungan keesaan wujud yang
dialektis. Zakat bukan sesuatu yang harus dipisahkan, diparalelkan,
dan apalagi dipersaingkan dengan pajak, melainkan justru
merupakan sesuatu yang harus disatukan sebagaimana
disatukannya roh dengan badan atau jiwa dengan raga. Zakat
merasuk ke dalam pajak sebagai ruh dan jiwanya, sedangkan pajak
memberi bentuk pada zakat sebagai badan atau raga bagi proses
pengejewantahannya. Memisahkan zakat dari pajak adalah sama
halnya dengan memisahkan spirit dari tubuhnya, memisahkan
bentuk dari essensinya.
Pemaknaan zakat dan pajak yang sangat modernis semacam
itu dapat kita lihat penerapannya pada masa kerajaan-kerajaan
Islam Nusantara. Pada masa Kerajaan Islam Aceh, misalnya,
masyarakat menyerahkan zakat-zakat mereka kepada negara yang
mewajibkan zakat/pajak kepada setiap warga negaranya. Kerajaan
berperan aktif dalam mengumpulkan pajak-pajak tersebut, dan
kerajaan membentuk sebuah badan yang ditangani oleh pejabat-
pejabat kerajaan dengan tugas sebagai penarik pajak atau zakat.
Pemungutan pajak ini dilakukan di pasar-pasar, muara-muara
sungai yang dilintasi oleh perahu-perahu dagang, dan terhadap
orang-orang yang berkebun, berladang, atau orang yang menanam
di hutan. Karena itulah, banyak sekali macam dan jenis pajak yang
16
diberlakukan pada setiap sumber penghasilan dan penghidupan
warganya.
Kantor pembayaran pajak ini pada masa kekuasaan kerajaan
Aceh berlangsung di masjid-masjid. Seorang imam dan kadi
(penghulu) ditunjuk untuk memimpin penyelenggaraan ritual-ritual
keagamaan. Penghulu berperan besar dalam mengelola keuangan
masjid yang bersumber melalui zakat, sedekah, hibah, maupun
wakaf.
Sebagaimana Kerajaan Aceh, Kerajaan Banjar juga berperan
aktif dalam mengumpulkan zakat dan pajak. Pajak tersebut
dikenakan pada seluruh warga negara (warga kerajaan), baik yang
pejabat, petani, pedagang, atau pun lainnya. Jenis-jenis pajak yang
berlaku pada masa itu juga bermacam-macam, seperti pajak kepala,
pajak tanah, pajak padi persepuluh, pajak pendulangan emas dan
berlian, pajak barang dagangan dan pajak bandar. Yang menarik
dicatat di sini, penarikan pajak terhadap hasil-hasil bumi dilakukan
setiap tahun sehabis musim panen, dalam bentuk uang atau hasil
bumi. Semua ini sesuai dengan praktek pembayaran zakat
pertanian dalam ajaran Islam.
Pembayaran pajak di kerajaan Banjar ini diserahkan kepada
badan urusan pajak yang disebut dengan istilah Mantri Bumi.
Orang-orang yang bekerja di Mantri Bumi ini berasal dari warga
kerajaan biasa namun memiliki skill dan keahlian yang mumpuni
17
di bidangnya, oleh karena itu mereka diangkat menjadi pejabat
kerajaan.
3) Masa Kolonialisme
Ketika bangsa Indonesia sedang berjuang melawan
penjajahan Barat dahulu, zakat berperan sebagai sumber dana bagi
perjuangan kemerdekaan tersebut. Setelah mengetahui fungsi dan
kegunaan zakat yang semacam itu, Pemerintah Hindia Belanda
melemahkan sumber keuangan dan dana perjuangan rakyat dengan
cara melarang semua pegawai pemerintah dan priyayi pribumi
mengeluarkan zakat harta mereka. Kebijakan Pemerintah Sejarah
Pelaksanaan Zakat di Indonesia Hindia Belanda ini menjadi batu
sandungan dan hambatan bagi terselenggaranya pelaksanaan zakat.
Namun kemudian, pada awal abad XX, diterbitkanlah peraturan
yang tercantum dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda
Nomor 6200 tanggal 28 Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini
Pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan
pelaksanaan zakat, dan sepenuhnya pelaksanaan zakat diserahkan
kepada umat Islam.
4) Masa Awal Kemerdekaan
Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, zakat
kembali menjadi perhatian para ekonom dan ahli fiqih bersama
pemerintah dalam menyusun ekonomi Indonesia. Hal tersebut
18
dapat kita lihat pada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berkaitan
dengan kebebasan menjalankan syariat agama (pasal 29), dan pasal
34 UUD 1945 yang menegaskan bahwa fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara negara. Kata-kata fakir miskin yang
dipergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan kepada
mustahiq zakat (golongan yang berhak menerima zakat).
Pada tahun 1951 Kementerian Agama mengeluarkan Surat
Edaran Nomor: A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang
Pelaksanaan Zakat Fitrah. Kementerian Agama melakukan
pengawasan supaya pemakaian dan pembagian hasil pungutan
zakat berlangsung menurut hukum agama.
Kementerian Agama mulai menyusun Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang Pelaksanaan Zakat dan Rencana Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (RPPPUU) tentang
Pelaksanaan Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta
Pembentukan Baitul Mal pada tahun 1964. Sayangnya, kedua
perangkat peraturan tersebut belum sempat diajukan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) maupun kepada Presiden. Perhatian
Pemerintah terhadap lembaga zakat ini mulai meningkat sekitar
tahun 1968. Saat itu diterbitkanlah peraturan Menteri Agama
Nomor 4 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Nomor
5/1968 tentang pembentukan Baitul Mal (Balai Harta Kekayaan) di
tingkat pusat, propinsi dan Kabupaten/Kotamadya. Namun pada
tahun tersebut, Menteri Keuangan menjawab putusan Menteri
19
Agama dengan menyatakan bahwa peraturan mengenai Zakat tidak
perlu dituangkan dalam Undang-undang, cukup dengan Peraturan
Menteri Agama saja. Karena ada respons demikian dari Menteri
Keuangan, maka Menteri Agama mengeluarkan Instruksi Nomor 1
Tahun 1968, yang berisi penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri
Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968 di atas.
5) Masa Orde Baru
Kepemimpinan Presiden Soeharto memberikan sedikit angin
segar bagi umat Islam dalam konteks penerapan zakat ini. Sesuai
anjuran Presiden dalam pidatonya saat memperingati Isra‟ Mi‟raj
di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968 maka dibentuklahn
Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (BAZIS) yang dipelopori
oleh Pemerintah Daerah DKI Jaya. Sejak itulah, secara beruntun
badan amil zakat terbentuk di berbagai wilayah dan daerah seperti
di Kalimantan Timur (1972), Sumatra Barat (1973), Jawa Barat
(1974), Aceh (1975), Sumatra Selatan dan Lampung (1975),
Kalimantan Selatan (1977), dan Sulawesi Selatan dan Nusa
tenggara Barat (1985).
Perkembangan zakat pada masa Orde Baru ini tidak sama di
setiap daerahnya. Sebagian masih pada tahapan konsep atau baru
ada di tingkat kabupaten seperti Jawa Timur. Atau ada pula yang
hanya dilakukan oleh Kanwil Agama setempat. Karena itulah,
mekanisme penarikan dana oleh lembaga zakat ini bervariasi. Di
20
Jawa Barat hanya terjadi pengumpulan zakat fitrah saja. Di DKI
Jaya terjadi pengumpulan zakat, ditambah dengan infaq dan
shadaqah. Dan di tempat-tempat lain masih meniru pola pada masa
awal penyebaran Islam, yakni menarik semua jenis harta yang
wajib dizakati.
Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia Pada tahun 1984
dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun 1984 tanggal
3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan Ramadhan
yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jendral
Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April
1984. Pada tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi
Menteri Agama 16/1989 tentang Pembinaan Zakat, Infaq, dan
Shadaqah yang menugaskan semua jajaran Departemen Agama
untuk membantu lembaga-lembaga keagamaan yang mengadakan
pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar menggunakan dana
zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lainnya. Pada tahun
1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan
Badan Amil Zakat, Infaq, dan Shadaqah yang kemudian
ditindaklanjuti dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun
1991 tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat,
Infaq, dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7
tahun 1988 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq,
dan Shadaqah.
21
6) Masa Reformasi
Terbentuknya Kabinet Reformasi memberikan peluang baru
kepada umat Islam, yakni kesempatan emas untuk kembali
menggulirkan wacana RUU Pengelolaan Zakat yang sudah 50
tahun lebih diperjuangkan. Komisi VII DPR-RI yang bertugas
membahas RUU tersebut. Penggodokan RUU memakan waktu
yang sangat panjang, hal itu disebabkan perbedaan visi dan misi
antara pemerintah dan anggota DPR. Satu pihak menyetujui
apabila persoalan zakat diatur berdasarkan undang-undang.
Sementara pihak lain tidak menyetujui dan lebih mendorong
supaya pengaturan zakat diserahkan kepada masyarakat. Pada
tahun 1999 Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dikeluarkan oleh pemerintah. Pemerintah
bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berusaha memajukan
kesejahteraan sosial dan perekonomian bangsa dengan menerbitkan
Undang-ndang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Kemudian dikeluarkan pula Keputusan Menteri Agama nomor 581
tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun
1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimas Islam dan Urusan
Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat.
Semua undang-undang yang diterbitkan di atas bertujuan
untuk menyempurnakan sistem pelaksanaan zakat. Seperti pada
masa prakemerdekaan zakat sebagai sumber dana perjuangan,
22
maka pada era reformasi ini zakat diharapkan mampu mengangkat
keterpurukan ekonomi bangsa akibat resesi ekonomi dunia dan
krisis multidimensi yang datang melanda. Bahkan sebagian pihak
menilai bahwa terbentuknya undang-undang pengelolaan zakat di
Indonesia merupakan catatan yang patut dikenang oleh umat Islam
selama periode Presiden B.J. Habibie.
7) Pelaksanaan Zakat dalam Undang-undang No. 38 Tahun 1999
Pelaksanaan zakat yang telah berlangsung selama ini di
Indonesia dirasakan belum terarah. Hal ini mendorong umat Islam
melaksanakan pemungutan zakat dengan sebaik-baiknya. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk mewujudkannya, baik oleh badan-
badan resmi seperti Departemen Agama, Pemerintah Daerah,
maupun oleh para pemimpin Islam dan organisasi-organisasi Islam
swasta.
Pengelolaan zakat yang bersifat nasional semakin intensif
setelah diterbitkannya Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Undang-undang inilah yang menjadi landasan
legal formal pelaksanaan zakat di Indonesia. Sebagai
konsekuensinya, pemerintah (mulai dari pusat sampai daerah)
wajib memfasilitasi terbentuknya lembaga pengelola zakat, yakni
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) untuk tingkat pusat, dan
Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) untuk tingkat daerah.
23
BAZNAS ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 8/2001 tanggal 17
Januari 2001.17
Secara garis besar undang-undang zakat di atas memuat
aturan tentang pengelolaan dana zakat yang terorganisir dengan
baik, transparan dan profesional, serta dilakukan oleh amil resmi
yang ditunjuk oleh pemerintah. Secara periodik akan dikeluarkan
jurnal, sedangkan pengawasannya akan dilakukan oleh ulama,
tokoh masyarakat dan pemerintah. Apabila terjadi kelalaian dan
kesalahan dalam pencatatan harta zakat, bisa dikenakan sanksi
bahkan dinilai sebagai tindakan pidana. Dengan demikian,
pengelolaan harta zakat dimungkinkan terhindar dari bentuk-
bentuk penyelewengan yang tidak bertanggungjawab. Di dalam
undang-undang zakat tersebut juga disebutkan jenis harta yang
dikenai zakat yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah saw.,
yakni hasil pendapatan dan jasa. Jenis harta ini merupakan harta
yang wajib dizakati sebagai sebuah penghasilan yang baru dikenal
di zaman modern. Zakat untuk hasil pendapat ini juga dikenal
dengan sebutan zakat profesi. Dengan kata lain, undang-undang
tersebut merupakan sebuah terobosan baru. BAZNAS memiliki
ruang lingkup berskala nasional yang meliputi Unit Pengumpul
Zakat (UPZ) di Departemen, BUMN, Konsulat Jendral dan Badan
Hukum Milik Swasta berskala nasional. Sedangkan ruang lingkup
kerja BASDA hanya meliputi propinsi tersebut. Alhasil, pasca
diterbitkannya UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat,
24
maka pelaksanaan zakat dilakukan oleh satu wadah, yakni Badan
Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk Pemerintah bersama masyarakat
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenuhnya dibentuk oleh
masyarakat yang terhimpun dalam ormas-ormas maupun yayasan-
yayasan.
Hadirnya undang-undang di atas memberikan spirit baru.
Pengelolaan zakat sudah harus ditangani oleh Negara seperti yang
pernah dipraktekkan pada masa awal Islam. Menurut ajaran Islam,
zakat sebaiknya dipungut oleh negara, dan pemerintah bertindak
sebagai wakil dari golongan fakir miskin untuk memperoleh hak
mereka yang ada pada harta orang-orang kaya. Hal ini didasarkan
pada sabda Nabi saw. kepada Mu„adz ibn Jabal bahwa penguasalah
yang berwenang mengelola zakat. Baik secara langsung maupun
melalui perwakilannya, pemerintah bertugas mengumpulkan dan
membagi-bagikan zakat.
Sebelas tahun berjalan, berbagai pihak merasakan kelemahan
dari UU No 38/1999 dari beberapa sisi sehingga menimbulkan
semangat yang kuat untuk melakukan revisi UU tersebut.
Alhamdulillah, pada 25 November 2011 telah disahkan UU Nomor
23/2011 tentang Pengelolaan Zakat yang baru. Beberapa kemajuan
isi UU Nomor 23/2011 dibandingkan dengan UU Nomor 38/1999
antara lain sebagai berikut:
25
a) Badan/Lembaga Pengelola Zakat, Pengelola zakat dalam UU
yang baru adalah BAZNAS, BAZNAS provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota, tidak ada lagi BAZ kecamatan.
b) BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas usul
menteri (pasal 10). Dalam pasal 15 ayat 2, 3 dan 4 dinyatakan
bahwa Baznas provinsi dibentuk oleh menteri atas usul
gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
c) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk menteri atau pejabat yang
ditunjuk atas usul bupati/wali kota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS. Dalam hal gubernur atau bupati/wali
kota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS Kabupaten/Kota, menteri atau pejabat yang ditunjuk
dapat membentuk BAZNAS provinsi atau Kabupaten/Kota
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Sementara untuk
menjangkau pengumpulan zakat masyarakat untuk level
kecamatan, kantor, masjid atau majelis taklim, BAZNAS sesuai
tingkatannya dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
sebagaimana diatur dalam pasal 16. Dengan adanya
pengangkatan pengurus BAZNAS provinsi oleh menteri dan
gubernur untuk BAZNAS Kabupaten/Kota, diharapkan muncul
kemandirian dari badan amil zakat tanpa adanya intervensi dari
pemerintah daerah.
d) Hubungan antar badan dan lembaga. Dalam UU Nomor
38/1999, hubungan antar badan dan lembaga pengelola zakat
26
hanya berifat koordinatif, konsultatif, informatif (pasal 6).
Namun, dalam UU yang baru pasal 29 dinyatakan bahwa
hubungan antara Baznas sangat erat karena tidak hanya bersifat
koordinatif, informatif dan konsultatif, tetapi wajib melaporkan
pengelolaan zakat dan dana lain yang dikelolanya kepada
BAZNAS setingkat di atasnya dan pemerintah daerah secara
berkala. LAZ juga wajib melaporkan pengelolaan zakat dan
dana lain yang dikelolanya kepada BAZNAS dan pemerintah
daerah secara berkala. Jika LAZ tidak melaporkan pengelolaan
dana zakatnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara
berkala, atau jika tidak mendistribusikan dan mendayagunakan
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sesuai
dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan
yang diikrarkan oleh pemberi dapat dikenakan sanksi
administrasi berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara
dari kegiatan; dan/atau, pencabutan izin (pasal 36).
e) Adanya hak amil untuk operasional. Dalam pasal 30-32 secara
eksplisit dinyatakan bahwa untuk operasional BAZNAS,
BAZNAS provinsi maupun BAZNAS Kabupaten/Kota dibiayai
dengan APBN/APBD dan hak amil. Ini memberikan angin
segar dalam operasionalnya karena membutuhkan dana yang
tidak sedikit. Ditambah lagi adanya beberapa tenaga khusus
yang sengaja direkrut untuk sekretariat BAZ. Bagaimana pola
pengaturan dana antara APBD dengan dana hak amil supaya
27
tidak mengganggu perasaan muzakki, apalagi muzakki yang
masih ”muallaf”, tentu kearifan dari pengurus BAZ sangat
diperlukan.
f) Adanya sanksi bagi BAZ atau LAZ yang tidak resmi.
Fenomena adanya badan/lembaga amil zakat di luar ketentuan
UU, boleh disebut bukan BAZ atau LAZ resmi. Mereka
mengumpulkan zakat masyarakat, namun tidak jelas
penggunaannya. Tidak dibedakan mana yang sedekah, infak,
wakaf dan zakat. Nyaris semua uang yang terkumpul
digunakan untuk pembangunan masjid atau mushala. Padahal,
zakat sejatinya untuk pengentasan kemiskinan. Dalam UU
Nomor 23/2011 Pasal 41, telah diatur sanksi bagi mereka yang
bertindak sebagai amil zakat, namun tidak dalam kapasitas
sebagai Baznas, LAZ atau UPZ, diberikan sanksi berupa
kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp
50.000.000. Sanksi ini diharapkan tidak mucul lagi amil zakat
yang tidak resmi, sehingga dana zakat, infak, sedekah dan dana
lain masyarakat dapat terkumpul secara jelas, dan
didistribusikan pula secara tepat kepada sasaran yang sudah
ditentukan.
28
1) Konsep Zakat Menurut Syari’ah Islam
1) Pengertian Zakat
Zakat menurut bahasa (lughat) berarti: tumbuh, berkembang,
kesuburan atau bertambah atau dapat pula berarti membersihkan atau
mensucikan. Sedangkan menurut Hukum Islam (Syara‟), zakat adalah
nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan
tertentu.
Ibnu Taimiyah berkata, ”Jiwa orang yang berzakat itu menjadi
bersih dan kekayaannya akan bersih pula, bersih dan bertambah
maknanya.”
Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam, hukumnya wajib
(fardlu) atas setiap Muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Karena itu zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyi dimensi dan
fungsi sosial ekonomi dan pemerataan karunia Allah s. w. t. Dan juga
merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan
dan keadilan.
2) Landasan Zakat dalam Al-Qur‟an
Dalam Al-Qur‟an terdapat banyak ayat yang menjelaskan
tentang kewajiban berzakat, antara lain:
Kata zakat dalam banyak definisi disebutkan 30 kali dalam Al-
Qur‟an, dua puluh tujuh diantaranya disebutkan bersama dalam satu
ayat bersama salat atau Allah menyebutkan kewajiban mendirikan
salat beriringan dengan kewajiban menunaikan zakat.
29
Selain kata zakat, di dalam Al-Qur‟an zakat disebut juga dengan
nama: Infaq, Shaqadah, Haq atau Afuw.
a. Kata atau sebutan Infaq, dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat
267: ”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan Allah
sebagian dari hasil usahamu.”
b. Kata atau sebutan Zakat, antara lain tercantum dalam surat al-
Baqarah ayat 43: ”Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”
c. Kata atau sebutan Haq, tertera dalam surat al-An‟am ayat 141:
”.......dan tunaikanlah haqnya di hari memetik hasilnya (dengan
dikeluarkan zakatnya),......”
d. Kata atau sebutan afuw, tercantum dalam surat al-A‟raf ayat 199:
”Ambillah afuw (zakat) dan serulah yang ma’ruf dan berpaling
dari orang-orang yangjahil (tidak beradab).
e. Kata atau sebutan Shaqadah, dijelaskan dalam surat at-Taubah ayat
60: ”Sesungguhnya shaqadah (zakat-zakat) itu untuk orang-orang
fakir dan miskin.....
3) Landasan Zakat dalam Hadis
Dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa ketika Nabi s. a. w
ditanya tentang apakah itu Islam, Nabi menjawab bahwa Islam itu
ditegakkan pada lima pilar utama, sebagaimana bunyi hadis berikut ini:
”Ketika Nabi s. a. w. ditanya apakah itu Islam? Nabi menjawab:
Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah RasulNya, mendirikan salat, membayar zakat,
30
berpuasa pada bulan Ramadhan dan naik haji bagi yang mampu
melaksanakannya.. (Hadis Muttafaq ‟alaih).
4) Macam-macam Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu
unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu, hukum zakat
adalah wajib (fardlu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-
syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti salat,
haji, dn puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-
Qur‟an dan as-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan umat manusia.
a. Zakat Nafs (jiwa) juga disebut Zakat Fitrah
Jenis zakat yang dikeluarkan pada bulam Ramadhan sampai
naiknya imam ke mimbar pada waktu pelaksanaan salat Idul Fitri,
(QS al-A‟la: 14-15). Hadis Rasul s. a. w.
”Sesungguhnya Rasulullah s. a. w. telah mewajibkan zakat
fitrahpada bulam Ramadhan satu sha (saup) kurma atau gandum
apada setiaporang yang merdeka, hamba sahaya laki-laki maupun
perempuan dari kaumMuslimin”.
Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176
kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash
hadis yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zabib (anggur) dan
aqith (semacam keju). Untuk daerah/ Negara yang makanan
pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi‟i
membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain.
31
Menurut mazhab pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan
dengan membayar harganya dari makanan pokok yang dimakan.
Pembayaran zakat menurut Jumhur ulama :
a) Waktu membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan
tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan.
b) Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal
b. Zakat Maal (harta)
Menurut bahasa : Harta adalah sesuatu yang diinginkan sekali
oleh manusia untuk dimiliki, memanfaatkannya, dan
menyimpannya.
Secara syara : Harta adalah segala sesuatu yang dikuasai dan
dapat digunakan secara lazim. Antara lain mencakup hasil
perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta
temuan, emas, dan perak, serta hasil kerja (profesi). Masing-
masing tipe memiliki perhitungannya sendirisendiri.
Sesuatu dapat disebut harta apabila memenuhi syarat-syarat
ini, yaitu : dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dan dikuasai. Dapat
diambil manfaatnya sesuai lazimnya, misal : rumah, pertanian,
uang, emas, perak dan lain-lain.
Perbedaan antara zakat fitrah (Nafs) dengan zakat maal
sebagai berikut :
Zakat fitrah pokok persoalannya yang harus dizakati adalah
diri atau jiwa bagi seorang muslim beserta diri orang lain yang
32
menjadi tanggungannya. Kadar zakatnya satu sha‟ makanan pokok,
dikeluarkan setiap tahun menjelang shalat Idul Fitri atau pada
bulan Ramadhan.
Sedangkan zakat maal, persoalan pokoknya terletak pada
pemilikan harta kekayaan yang batasan dan segala ketentuannya
diatur oleh syara‟ berdasarkan dalil Al-Qur‟an dan as-Sunnah. Jadi
kadar zakatnya ada yang ditentukan setiap akhir tahun menurut
perhitungan akhir tahun, dan ada pula ditentukan setiap mendapat
hasil panen. Lain lagi ada yang harus dizakati di saat
menemukannya, seperti zakat rikas.
5) Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati
Syarat-syarat kekayaan yang wajib dizakati, yaitu :
a. Baik dan halal
Allah s. w. t. berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 267 :
“Hai orang-orang yang berfirman, nafkahkanlah sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih
yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan dari padanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadanya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya Lagi Maha Terpuji.”
Dan dalil hadits : Dalam Shahih Bukhari terdapat satu bab yang
menguraikan bahwa sedekah atau zakat tidak akan diterima dari
harta yang ghulul, dan tidak akan diterima pula kecuali dari hasil
usaha yang halal dan bersih.
33
b. Berkembang dan Berpotensi untuk Berkembang
Dalam terminologi fiqhiyyah, menurut Yusuf Qardhawi, pengertian
berkembang itu terdiri dari dua macam : yaitu yang kongkrit
dengan cara dikembangkan, baik dengan investasi, diusahakan dan
diperdagangkan. Yang tidak kongkrit, yaitu harta itu berpotensi
untuk berkembang, baik yang berada ditangannya maupun yang
berada di tangan orang lain tetapi atas namanya.
Adapun harta yang tidak berkembang seperti rumah yang
ditempati, kendaraan yang digunakan, pakaian yang dikenakan,
alat-alat rumah tangga, itu semua merupakan harta yang tidak wajib
dizakati kecuali menurut para ulama semua itu berlebihan dan
diluar kebiasaan, maka dikeluarkan zakatnya.
c. Mencapai Nishab
Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau
tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab,
maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab,
maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber
zakat yang satu dengan sumber zakat lainnya berbeda satu sama
lainnya. Seperti zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat
emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab
zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya.
d. Mencapai Haul
Salah satu syarat kekayaan wajib zakat adalah haul, yaitu kekayaan
yang dimiliki seseorang apabila sudah mencapai satu tahun
34
hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-
syarat lainnya terpenuhi. Adapun sumber-sumber zakat yang harus
memenuhi syarat haul yaitu seperti zakat emas dan perak,
perdagangan dan peternakan. Syarat haul ini tidak mutlak, karena
ada beberapa sumber zakat seperti pertanian dan zakat rikas tidak
harus memenuhi haul satu tahun. Zakat pertanian dikeluarkan zakat
setiap kali panen, sedangkan zakat rikas dikeluarkan zakatnya
ketika mendapatkan.
e. Lebih dari Kebutuhan Pokok
Menurut para ulama yang dimaksud dengan kebutuhan pokok
adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan menyebabkan
kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama telah
memasukkan syarat ini sebagai syarat kekayaan wajib zakat karena
biasanya orang yang mempunyai kelebihan kebutuhan pokoknya
maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya. Kebutuhan pokok
yang dimaksud ini meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal.
f. Bebas dari Hutang
Dengan adanya hutang, berarti harta yang masih kita miliki
bercampur harta milik orang lain, maka apabila kita ingin
mengeluarkan zakat sedangkan kita masih punya hutang, maka
harus kita lunasi dahulu hutang-hutang yang kita miliki. Apabila
setelah dibayarkan hutang-hutangnya tapi kekayaannya masih
mencapai nishab, maka wajib untuk mengeluarkan zakat, tapi
35
sebaliknya apabila tidak mencapai nishab setelah dilunasinya
hutang-hutang maka tidak wajib mengeluarkan zakat.
g. Milik Penuh
Harta yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi
dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika dalam
harta kita bercampur dengan harta milik orang lain sedangkan kita
akan mengeluarkan zakat maka harus dikeluarkan terlebih dahulu
harta milik orang lain tersebut. Jika setelah dikeluarkan harta kita
masih di atas nishab, maka wajib zakat. Dan sebaliknya jika tidak
mencapai nishab maka tidak wajib mengeluarkan zakat.
6) Syarat-syarat Zakat dan Wajib Zakat
1. Syarat-syarat Zakat :
a. Dimiliki dengan sempurna
b. Cukup nishab
c. Cukup haul
d. Lebih dari keperluan asas
e. Mencegah pengadaan di dalam zakat
2. Syarat-syarat Wajib Zakat
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Milik sempurna
e. Cukup nishab
f. Cukup haul
36
7) Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur‟an surat at-
Taubah ayat 60, 8 golongan asnaf yang berhak menerima zakat adalah
sebagai berikut :
1. Fakir, adalah mereka yang tidak memiliki apa-apa sehingga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup.
2. Miskin, adalah mereka yang memiliki harta namun tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup.
3. Amil, adalah mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf, mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan
bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
5. Hamba Sahaya, yang ingin memerdekakan dirinya.
6. Fisabilillah, mereka yang berjuang di jalan Allah (misal: dakwah,
perang, dll.)
7. Ibnu Sabil, mereka yang kehabisan biaya di jalan.
8) Sanksi
Dalam beberapa hadis, Rasulullah mengancam orang-orang
yang tidak membayar zakat dengan hukuman berat di dunia maupun di
akhirat supaya hati mereka lalai tersentak dan sifat kikir tergerak untuk
berkorban. Dalam satu hadis, Nabi s. a. w bersabda:
”Siapa yang dikaruniai Allah kekayaan, tetapi tidak mengeluarkan
zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi seekor ular
jantan gundul yang sangat berbisa dan menakutkan dengan dua bintik
di atas kedua matanya, lalu melilit dan mematuk lehernya sambil
berteriak: aku adalah kekayaanmu, aku adalah kekayaanmu yang kau
timbun-timbun dulu”. Nabi kemudian membaca ayat: ”Janganlah
orang-orang yang kikir dengan karunia yang diberikan Allah kepada
mereka itu mengira bahwa tindakannya itu baik bagi mereka. Tidak,
tetapi buruk bagi mereka : segala yang mereka kikirkan itu
dikalungkan di leher mereka nanti pada hari kiamat”.
37
Sunnah Nabi s. a. w. tidak hanya mengancam orang yang tidak
mau membayar zakat dengan hukuman di akhirat saja, tetapi juga
mengancam orang yang tidak mau memberikan hak fakir miskin itu
dengan hukuman di dunia secara konkrit dan legal. Dalam beberapa
hadis dikatakan oleh Nabi s. a. w. tentang hukuman langsung dari
Allah bagi yang tidak membayar zakat.
”Golongan orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa
kelaparan dan kemarau panjang.”
”Bila mereka yang tidak mengeluarkan zakat berarti mereka
menghambat hujan turun. Seandainya tidak ada binatang ternak,
pastilah mereka tidak akan diberi hujan”.
9) Hikmah Zakat
Hikmah zakat antara lain:
1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa
2. Sebagai pilar Jama‟i antara aghniya dengan para mujahid dan da‟i
yang berjuang dan berdakwah dalam rangka meninggikan kalimat
Allah s. w. t.
3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
4. Sebagai alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang
jahat.
5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah s. w. t. berikan.
6. Untuk pengembangan potensi umat
7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam.
8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna
bagi umat.
Selain itu juga, zakat merupakan ibadah yang memiki nilai
dimensi ganda, transendental dan horizontal. Oleh sebab itu zakat
memilki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama Islam.
38
Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Allah
SWT. Maupun hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia,
antara lain :
1. Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhuafa
yang lemah dengan materi sekedar untuk memenuhi kebutuhan
pokok hidupnya. Dengan kondisinya tersebut mereka akan mampu
melaksanakan kewajibannya kepada Allah s. w. t.
2. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri
orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah.
Sedang ia sendiri tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan
dari mereka (orang kaya) kepadanya.
3. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan
jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka
terhadap rasa kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta
serakah.
4. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera, dimana hubungan
seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan
harmonis yang akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram,
aman lahir batin.
39
(2) Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sedekah Sesuai Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
1) Pengertian-Pengertian
a. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.
b. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
c. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau
badan usahan di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
d. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh
seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan
umum.
e. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang
berkewajiban menunaikan zakat.
f. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
g. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
h. BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat
secara nasional.
i. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah
Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas
40
membantu pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat.
j. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ adalah
satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk
membantu mengumpulkan zakat.
k. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
l. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat
dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan
zakat sesuai dengan syariat Islam.
m. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama.
2) Asas, Tujuan dan Fungsi
Pengelolaan ZIS berlandaskan Al-Qur‟an dan Al Hadits
serta berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
Adapun tujuan pengelolaan ZIS meliputi:
1. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam
upaya mewujudkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan keadilan sosial;
2. Memperbaiki dan atau meningkatkan taraf, hidup masyarakat;
3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna zakat, infaq dan
Sedekah.
Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakat, terutama untuk mengentaskan
41
masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan
sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan
bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan
perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada muzakki,
mustahik dan pengelola zakat. Untuk itu, maka dalam
pengelolaan zakat harus berdasarkan iman dan takwa, agar dapat
mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan dan
kepastian hukum sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 (Pasal 2)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa azas
pengelolaan zakat adalah :
a. Syariat Islam
b. Amanah
c. Kemanfaatan
d. Keadilan
e. Kepastian Hukum
f. Terintegrasi
g. Akuntabilitas.
Sedangkan sesuai dengan ketentuan Pasal 3, pengelolaan
zakat bertujuan :
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat;
42
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.
3) Organisasi dan Tata Kerja Pengelolaan Zakat, Infaq dan
Sedekah
Sesuai dengan ketentuan Bagian Ketiga, BAZNAS
Provinsi dan BAZNAS Kabupaten / Kota, pada Pasal 15 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
disebutkan bahwa :
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat
provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk BAZNAS provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota.
43
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan
pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
Kabupaten/Kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS
Kabupaten/Kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau
Kabupaten/Kota masing-masing.
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai
organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pada Bagian Ketiga tentang BAZNAS Kabupaten/Kota
pada Pasal 39 disebutkan bahwa BAZNAS Kabupaten/Kota
dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi
di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
44
pemerintahan di bidang agama atas usul bupati/walikota setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.
Sedangkan pada Pasal 40 disebutkan bahwa :
(1) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 bertanggung jawab kepada BAZNAS provinsi dan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
(2) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Sedangkan hal-hal yang mengatur tentang Unsur Pimpinan
dan Pelaksana diatur dalam Pasal 41, yaitu :
(1) BAZNAS Kabupaten/Kota terdiri atas unsur pimpinan dan
pelaksana.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua.
(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
unsur masyarakat yang meliputi ulama, tenaga profesional,
dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, serta pelaporan dan pertanggungjawaban
45
dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
(5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
bukan pegawai negeri sipil.
(6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai
negeri sipil yang diperbantukan.
Sedangkan hal-hal yang mengatur tentang pengangkatan
dan pemberhentian pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur
pada Pasal 42, yaitu persyaratan untuk menjadi anggota BAZNAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berlaku sebagai persyaratan
untuk pengangkatan pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota,
kemudian pada Pasal 43 disebutkan bahwa :
(1) Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan dari
BAZNAS.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan kepada direktur jenderal yang mempunyai
tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
46
yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor
wilayah kementerian agama provinsi dan kepala kantor
kementerian agama Kabupaten/Kota.
Sedangkan dalam Pasal 44 mengatur tentang Pelaksana
BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh ketua BAZNAS
Kabupaten/Kota.
47
BAB III
TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN BANYUWANGI
3.1. Konsisi Geografi
Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten di Provinsi
Jawa Timur, yang letaknya di ujung paling timur Pulau Jawa sering juga
disebut sunrise of Java, yang berbatasan dengan :
Kabupaten Situbondo di sebelah Utara
Selat Bali di sebelah Timur
Samudra Hindia di sebelah Selatan
Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di sebelah Barat
Letaknya 7° 43‟ - 8° 46‟ Lintang Selatan dan 113° 53‟ - 114° 38‟ Bujur
Timur yang terdiri dari 13 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 189 Desa.
Secara umum Kabupaten Banyuwangi dan daerah lainnya di Propinsi
Jawa Timur mempunyai tipe iklim tropis, sehingga sangat dipengaruhi oleh iklim
laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis.
Bagian barat dan utara pada umumnya merupakan pegunungan, dan
bagian selatan sebagian besar merupakan dataran rendah dengan tingkat
kemiringan rata-rata pada wilayah bagian barat dan utara 40°, dengan rata-rata
curah hujan lebih tinggi bila dibanding bagian wilayah lainnya.
Dataran yang datar sebagian besar mempunyai tingkat kemiringan kurang
dari 15°, dengan rata-rata curah hujan cukup memadai sehingga bisa menambah
tingkat kesuburan tanah. Dataran rendah yang terbentang luas dari selatan hingga
utara dimana di dalamnya terdapat banyak sungai yang selalu mengalir di
sepanjang tahun.
48
Di Kabupaten Banyuwangi tercatat 35 daerah aliran sungai,
sehingga disamping dapat mengairi hamparan sawah yang sangat luas juga
berpengaruh positif terhadap tingkat kesuburan tanah. Disamping potensi di
bidang pertanian, Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah produksi
tanaman perkebunan dan kehutanan, serta memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai daerah penghasil ternak yang merupakan sumber
pertumbuhan baru perekonomian rakyat.
Dengan bentangan pantai yang cukup panjang sekitar 175,8 km,
dalam perspektif ke depan, pengembangan sumberdaya kelautan dapat
dilakukan dengan berbagai upaya intensifikasi dan diversifikasi pengelolaan
kawasan pantai dan wilayah perairan laut.
Gambar 3.1.
Peta Kabupaten Banyuwangi
49
Luas wilayah kabupaten Banyuwangi 5.782,50 km2 yang terdiri
dari :
1. Area kawasan hutan ini mencapai 183.396,34 ha atau sekitar 31,72%,
2. Persawahan sekitar 66.152 ha atau 11,44%,
3. Perkebunan dengan luas sekitar 82.143,63 ha atau 14,21%,
4. Permukiman dengan luas sekitar 127.454,22 ha atau 22,04%.
Luas wilayah kabupaten Banyuwangi berdasarkan luas masing-
masing kecamatan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Luasa Wilayah Kabupaten Banyuwangi
No. Kecamatan Luas (KM²)
1 Pesanggaran 45.609,62
2 Siliragung 15.719,78
3 Bangorejo 13.434,16
4 Purwoharjo 12.567,56
4 Purwoharjo 12.567,56
5 Tegaldlimo 56.177,35
6 Muncar 8.737,35
7 Cluring 6.906,13
8 Gambiran 4.746,69
9 Tegalsari 5.379,89
10 Glenmore 32.126,95
11 Kalibaru 18.741,80
12 Genteng 5.449,57
13 Srono 7.393,20
14 Rogojampi 7.741,89
15 Kabat 8.339,46
50
16 Singojuruh 4.387,93
17 Sempu 9.957,77
18 Songgon 20.777,59
19 Glagah 5.028,94
20 Licin 11.265,17
21 Banyuwangi 2.673,21
22 Giri 1.708,81
23 Kalipuro 19.961,06
24 Wongsorejo 34.393,36
TOTAL 359.225,4
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel tersebut diatas tampak bahwa kecamatan Tegaldlimo adalah kecamatan
yang memiliki wilayah terluas yaitu 56.177,35 km² dan berikutnya adalah
kecamatan Pesanggrahan yaitu 45.609,62 km², sedangkan kecamatan dengan
wilayah terkecil adalah kecamatan Giri yaitu 1.708,81 km².
Tabel 3.2.
Jumlah Desa dan Kelurahan di Banyuwangi
No. Kecamatan Desa Kelurahan
1 Pesanggaran 5 -
2 Siliragung 5 -
3 Bangorejo 7 -
4 Purwoharjo 8 -
5 Tegaldlimo 9 -
6 Muncar 10 -
7 Cluring 9 -
8 Gambiran 6 -
51
9 Tegalsari 6 -
10 Glenmore 7 -
11 Kalibaru 6 -
12 Genteng 5 -
13 Srono 10 -
14 Rogojampi 18 -
15 Kabat 16 -
16 Singojuruh 11 -
17 Sempu 7 -
18 Songgon 9 -
19 Glagah 8 2
20 Licin 8 -
21 Banyuwangi - 18
22 Giri 2 4
23 Kalipuro 5 4
24 Wongsorejo 12 -
TOTAL 189 28
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Dari tabel tersebut diatas tampak bahwa kecamatan Rogojampi adalah
kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 18 desa dan kecamatan
dengan jumlah desa paling sedikit adalah kecamatan Giri yaitu 2 desa, sedangkan
kecamatan Banyuwangi memiliki 18 kelurahan.
52
3.2. Kondisi Demografi
3.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk
Peranan penduduk dalam kegiatan ekonomi dan perkembangan suatu
wilayah sangat penting. Penduduk merupakan pelaku dan subyek
perkembangan itu sendiri. Jumlah penduduk yang besar apabila didukung oleh
aspek – aspek yang lain merupakan potensi ekonomi yang baik bagi suatu
wilayah.
Dalam 2 (dua) tahun terakhir, jumlah penduduk Banyuwangi senantiasa
mengalami pertumbuhan. Berikut adalah jumlah penduduk Kabupaten
Banyuwangi tahun 2012 adalah sebagai berikut :
Tabel. 3.3.
Jumlah Penduduk di Banyuwangi
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Total
1 Pesanggaran 24.666 24.204 48.870
2 Siliragung 22.689 22.131 44.820
3 Bangorejo 30.092 29.935 60.027
4 Purwoharjo 32.768 32.860 65.628
5 Tegaldlimo 31.076 30.598 61.674
6 Muncar 65.332 64.405 129.737
7 Cluring 35.173 35.598 70.771
8 Gambiran 29.177 29.753 58.930
9 Tegalsari 23.179 23.353 46.532
10 Glenmore 34.321 35.772 70.093
11 Kalibaru 30.357 31.380 61.737
12 Genteng 41.786 42.088 83.874
53
13 Srono 43.694 44.248 87.942
14 Rogojampi 46.087 47.086 93.173
15 Kabat 33.416 34.130 67.546
16 Singojuruh 22.207 23.456 45.663
17 Sempu 35.700 36.294 71.994
18 Songgon 25.006 25.708 50.714
19 Glagah 16.771 17.552 34.323
20 Licin 13.841 14.202 28.043
21 Banyuwangi 52.294 54.503 106.797
22 Giri 14.538 14.155 28.693
23 Kalipuro 37.884 38.682 76.566
24 Wongsorejo 36.852 37.899 74.751
TOTAL 778.906 789.992 1.568.898
Sumber : Banyuwangi Dalam Angka Tahun 2013
Sebaran penduduk cukup merata di masing-masing kecamatan, namun
kecamatan yang memiliki penduduk terbanyak adalah kecamatan Muncar yaitu
129.737, sedangkan yang paling sedikit penduduknya adalah kecamatan Giri yaitu
28.693.
3.2.2. Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk dapat memberikan informasi sejauh mana sebaran
penduduk di suatu wilayah. Hal ini penting mengingat diferensiasi jumlah
penduduk antar wilayah dalam suatu daerah tidak mutlak menggambarkan
kepadatan penduduknya. Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk yang
besar, belum tentu dirasakan padat bila wilayahnya juga luas.
54
Kepadatan penduduk kabupaten Banyuwangi rata-rata sebesar 271 jiwa per
km² dengan sex ratio sebesar 0,99%.
Tabel dibawah memperlihatkan informasi tentang kepadatan dan
pertumbuhan penduduk secara jelas.
Tabel. 3.4.
Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk
Uraian Satuan 2010 2011 2012
Kepadatan Penduduk Jiwa/km2 269 271 271
Sex Ratio % 0,99 0,99 0,99
Pertumbuhan
Penduduk % 0,44 0,82 0,82
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.2.3. Komposisi Penduduk atas dasar Agama dan Kepercayaan.
Dilihat dari aspek agama dan kepercayaan, mayoritas penduduk
Banyuwangi beragama Islam.
Kehidupan beragama di Indonesia dijamin oleh Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 29. Peranan Pemerintah dalam membina kehidupan beragama di tanah
air antara lain diwujudkan melalui berbagai kebijakan dan program seperti
pemberian bantuan pembangunan sarana tempat ibadah, mengelola
penyelenggaraan ibadah haji bagi umat Islam dan lain-lain yang menjadi bagian
dari motivasi kepada masyarakat untuk lebih meningkatkan ketakwaan kepada
Tuhan yang Maha Esa.
Adapun komposisi penduduk kabupaten Banyuwangi berdasarkan agama di
tahun 2011 adalah sebagai berikut :
55
Tabel 3.5.
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No. Agama 2010 2011 2012
1 Islam 1.524.874 1.490.161 1.490.205
2 Kristen Protestan 21.079 19.849 19.875
3 Kristen Katolik 12.298 9.113 9.122
4 Hindu 35.053 37.759 116.463
5 Budha 7.868 6.185 7.990
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3. Sosiologi
3.3.1. Pendidikan
Terpenuhinya pendidikan yang layak bagi penduduk erat kaitannya
dengan kualitas sumber daya insani. Pendidikan merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan kualitas sumber daya insani. Ketersediaan sarana dan
prasarana pendidikan yang memadai bagi penduduk akan dapat mempercepat
peningkatan kualitasnya.
Pembangunan di bidang pendidikan terus diupayakan Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi melalui program dan kebijakan seperti penyediaan dan
pengembangan sarana / prasarana di bidang pendidikan berupa rehabilitasi
maupun penambahan gedung sekolah baru serta peningkatan kualitas tenaga
pendidik melalui pendidikan dan pelatihan, disamping itu juga
mengikutsertakan dan membantu pihak swasta dalam megelola pendidikan di
daerah ini. Selain itu dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) sangat membantu anak usia sekolah yang tidak mampu untuk dapat
bersekolah.
56
Sarana pendidikan di Kabupaten Banyuwangi sangat memadai dengan
tersedianya sekolah mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai ke perguruan
tinggi.
Ketersediaan prasarana pendidikan bagi penduduk Banyuwangi cukup
baik. Sekolah sebagai institusi penyelenggara pendidikan untuk setiap jenjang
pendidikan baik dari segi jenis maupun kuantitas tersedia dalam jumlah yang
relatif memadai. Demikian juga guru sebagai tenaga pendidik. Pada setiap
jenjang pendidikan tersedia juga sekolah dengan bercorak pendidikan umum,
keagamaan maupun kejuruan sehingga masyarakat memiliki kebebasan untuk
menentukan pilihan pada jalur yang dikehendakinya.
Tabel. 3.6.
Jumlah Sekolah, Guru dan Siswa di Banyuwangi 2012
Tingkat
Pendidikan Jumlah Sekolah Jumlah Murid Jumlah Guru
SD 1.048 165.277 10.032
SLTP 246 72.558 4.869
SLTA 128 53.233 3.768
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3.2. Kesehatan
Tersedianya pelayanan kesehatan yang layak bagi penduduk erat
kaitannya peningkatan produktivitas masyarakat. Ketersediaan sarana dan
prasarana kesehatan yang memadai bagi penduduk akan dapat mempercepat
peningkatan kualitasnya.
Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu hal yang penting
untuk ditingkatkan guna menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk
itulah peran serta pemerintah sangat diperlukan dalam hal peningkatan
pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat dapat meningkat
dari tahun ke tahun.
57
Peran Pemerintah dalam pembangunan kesehatan menyangkut berbagai
aspek seperti penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai dan
dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat baik menyangkut biaya maupun
tempatnya. Selain itu, pemberdayaan kepada masyarakat untuk lebih
memahami pola hidup sehat dan upaya menjaga kesehatan secara baik terus
digalakan oleh Pemerintah daerah ini melalui Dinas Kesehatan setempat.
Penyediaan fasilitas kesehatan umum seperti rumah sakit, puskesmas,
puskesmas pembantu, termasuk tenaga kesehatan baik dari segi jumlah maupun
kualitas serta pusat pelayanan lainnya merupakan faktor yang sangat
menentukan keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah berupaya untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Kabupaten Banyuwangi,
diantaranya dengan membangun berbagai fasilitas kesehatan.
Gambaran tentang ketersediaan pelayanan kesehatan bagi penduduk
kabupaten Banyuwangi setidaknya tergambar dari jumlah fasilitas kesehatan
dan tenaga medis tahun 2012 sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 3.7.
Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Medis
No Keterangan Jumlah
1 Rumah Sakit 11
2 Puskesmas 45
3 Puskesmas Pembantu 105
4 Puskesmas Keliling 62
5 Posyandu 2.224
6 Rumah Bersalin 15
7 Dokter 93
58
8 Tenaga Medis 695
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.3.3. Agama dan Kepercayaan
Orientasi agama dan moral merupakan nilai yang secara inheren terdapat dalam
setiap individu yang dijadikan patokan untuk bertindak dalam setiap langkah
kehidupannya. Agama dan moral merupakan sumber nilai etika yang
digunakan dalam pergaulan antar manusia di mana nilai etika ini dijadikan
dasar untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang
buruk, dan yang adil dari yang dhalim. Nilai ini tidak sekedar inheren dan
inborn, tetapi juga berkembang atau berkurang tergantung pada bagaimana
seorang berinteraksi dengan lingkungannya.
Tingkat ketaatan beragama masyarakat salah satunya ditentukan oleh jumlah
tempat peribadatan yang tersedia di kabupaten Banyuwangi hingga tahun 2012
sebagaimana tabel berikut :
Tabel 3.8.
Banyaknya Tempat Peribadatan
No. Tempat Peribadatan Jumlah
1 Masjid 1.620
3 Langgar 5.976
4 Musholla 915
5 Gereja Kristen 109
6 Gereja Katolik 29
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
59
3.3.4. Ketenagakerjaan
Kondisi jumlah penduduk di kabupaten Banyuwangi dari tahun 2010
hingga 2012 mengalami kenaikan, namun demikian, rasio partisipasi angkatan
kerja secara umum relatif stabil di kisaran 70%, sehingga dapat menekan rasio
pengangguran yang hanya 3,4%.
Adapun kondisi ketenagakerjaan dari tahun 2010 hingga 2012 di
kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut :
Tabel 3.9.
Tingkat Partisipasi Ketenagakerjaan di Banyuwangi
No. Indikator 2010 2011 2012
1 Partisipasi Angkatan Kerja 70,24% 69,24% 73,73%
2 Pengangguran 3,92% 3,71% 3,40%
Sumber : Badan Pusat Statistik 2013
3.4. Budaya Masyarakat
Budaya merupakan salah satu aspek yang berpengaruh terhadap perilaku
seseorang. Budaya merupakan dasar bagi seseorang, baik disadari maupun
tidak, untuk berperilaku dalam masyarakat. Budaya terkonstruksi antara lain
oleh nilai-nilai dan keyakinan. Nilai-nilai dan keyakinan ini kemudian
menghasilkan sebuah kecenderungan dalam merespon sesuatu berdasarkan
pada standar-standar tertentu. Bila seseorang memiliki nilai budaya agamis,
maka ia akan merespon sesuatu yang ditemuinya dengan standar nilai agama
yang diyakininya.
Pada masyarakat Indonesia umumnya, terdapat beberapa nilai budaya
yang pada penelitian sosial seringkali mendapat perhatian lebih, yaitu :
orientasi agama dan moral (religious and moral orientation), aktivitas
(activity), kemajuan dan pencapaian (progress and achievement), efisiensi dan
60
kepraktisan (eficiency and practicality), individualisme (individualism) dan
materialisme (materialism).
Orientasi agama dan moral merupakan nilai yang secara inheren terdapat
dalam setiap individu yang dijadikan patokan untuk bertindak dalam setiap
langkah kehidupannya. Agama dan moral merupakan sumber nilai etika yang
digunakan dalam pergaulan antar manusia di mana nilai etika ini dijadikan
dasar untuk membedakan yang benar dari yang salah, yang baik dari yang
buruk, dan yang adil dari yang dhalim. Nilai ini tidak sekedar inheren dan
inborn, tetapi juga berkembang atau berkurang tergantung pada bagaimana
seorang berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemanusiaan adalah kepedulian seseorang terhadap hak dan
kesejahteraan orang lain. Dalam nilai ini suatu tindakan dianggap memenuhi
nilai-nilai kemanusiaan manakala terdapat penghargaan terhadap hak asasi
manusia (human rights), karena hak asasi merupakan pemberian yang harus
dihormati oleh seseorang.
Kemajuan dan pencapaian adalah keyakinan akan kemajuan masyarakat
dan pencapaian atau kesuksesan individu untuk meraih masa depan yang baik.
Kemajuan dan pencapaian ini orientasinya adalah pada masa depan dengan
melakukan perubahan.
Efisiensi dan kepraktisan berkait erat dengan keinginan seseorang untuk
melakukan atau mendapatkan sesuatu dengan cara yang paling efisien dan
praktis. Seluruh sistem ekonomi selalu menekankan pada nilai ini, untuk
mendapatkan yang terbaik dari apa yang diproduksi atau dijual dengan ukuran
kecepatan, ekonomis, keamanan dan keawetan.
Individualisme adalah sesuatu yang berkaitan dengan kebebasan,
demoKerasi, nasionalisme dan patriotisme yang dibangun atas dasar keyakinan
pada martabat, harga diri dan kebaikan individu.
61
Individualisme mencakup kebebasan seseorang untuk memiliki sesuatu
dan mementingkan pribadi dalam konteks kepentingan ekonomi.
Materialisme adalah nilai budaya konsumtif untuk pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan materi untuk barang yang memenuhi unsur kesenangan
dan hidup yang lebih baik. Manusia menghendaki sensasi kesenangan yang
maksimum dengan usaha yang minimum.
Bila dilihat dari jumlah sarana ibadah maupun lembaga pendidikan
keagamaan, masyarakat Banyuwangi dapat dikatakan sebagai masyarakat yang
memiliki budaya yang didasarkan pada nilai-nilai agama (Islam) yang cukup
kuat.
Sebagai masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai agama (Islam),
masyarakat Banyuwangi tentunya mengakui bahwa dirinya adalah hamba yang
harus tunduk kepada Tuhannya (Allah SWT) dengan mematuhi segala aturan
yang telah disyariatkan, yakni menjalankan hal-hal yang diperintahkan dan
menjauhi hal-hal dilarang. Islam adalah agama yang sempurna. Disamping
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan (ibadah), juga mengatur seluruh
aspek kehidupan, termasuk sholeh ritual dan sholeh sosial. Manusia sebagai
hamba Tuhan (Allah), disamping diperintahkan untuk beribadah ritual kepada-
Nya, juga harus mempunyai kepekaan sosial dan berbagi berbagi bersama
kepada mereka yang membutuhkan melalui zakat, infak dan sedekah.
62
BAB IV
STRATEGI DAN OPTIMALISASI PENGELOLAAN ZAKAT, INFAK
DAN SEDEKAH
4.1. Konsepsi Dasar Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah
Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota pasca lahirnya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, semakin dituntut
untuk memperkuat dan meningkatkan fungsi perencanaan, pengoordinasian,
pelaksanaan, pengendalian, pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan
zakat baik di Provinsi, Kabupaten/Kota maupun secara nasional.
Susunan organisasi BAZNAS secara bertahap telah, sedang dan
akan mengalami perubahan dan penyesuaian dengan regulasi perzakatan
yang berlaku di negara. BAZNAS melakukan perubahan, namun tetap
dalam konsistensi dan kesinambungan misi dan visi zakat. Semua berharap
menjadikan zakat sebagai salah satu solusi dan jembatan emas menuju
Indonesia yang bersih dan sejahtera. Dengan gerakan zakat umat Islam
berkontribusi dalam membangun karakter bangsa dan kesejahteraan umat.
Selama satu dekade terakhir BAZNAS telah memantapkan
langkah untuk menjadi pusat zakat nasional yang amanah, transparan dan
profesional. Upaya dan tujuan tersebut memerlukan fondasi dukungan dari
BAZNAS daerah seluruh Indonesia. Kita bersyukur dengan peningkatan
pengumpulan zakat oleh BAZNAS di seluruh Indonesia dalam angka rata-
63
rata, yaitu Rp. 2,7 triliun, meski dengan prosentase pertumbuhan yang
bervariasi, tinggi dan rendah, antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Selama satu dekade terakhir BAZNAS telah memantapkan
langkah untuk menjadi pusat zakat nasional yang amanah, transparan dan
profesional. Upaya dan tujuan tersebut memerlukan fondasi dukungan dari
BAZNAS daerah seluruh Indonesia. Kita bersyukur dengan peningkatan
pengumpulan zakat oleh BAZNAS di seluruh Indonesia dalam angka rata-
rata, yaitu RTp 2,7 triliun, meski dengan prosentase pertumbuhan yang
bervariasi, tinggi dan rendah, antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Upaya yang dilakukan BAZNAS selama ini secara garis besarnya
mencakup tiga hal, yaitu :
Pertama, meningkatkan baik perorangan maupun lembaga dan korporasi
untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS di wilayahnya.
Kedua, menguatkan fungsi koordinator BAZNAS terhadap BAZNAS
daerah dan LAZ.
Ketiga, mewujudkan integrasi data pengelolaan zakat nasional berbasis
SIMBA, yang mencakup data BAZ/LAZ, data jumlah penerimaan zakat
BAZNAS/LAZ, data pendayagunaan zakat BAZNAS/LAZ, maupun data
muzakki dan mustahik secara nasional.
Sejalan dengan makin meningkatnya kegiatan pengelolaan zakat di
tanah air dan upaya Pemerintah dalam penanggulangan masalah
kemiskinan, BAZNAS di tingkat pusat sejauh ini melakukan beberapa
agenda strategis, sebagai berikut:
64
a. Sosialisasi regulasi perzakatan secara paralel dengan Kementerian
Agama.
b. Penguatan kelembagaan BAZNAS di semua tingkatan agar menjadi
institusi yang memiliki kinerja baik dan dipercaya oleh masyarakat.
c. Pengembangan sinergi dan kerjasama antar-lembaga di dalam negeri
dan pembinaan hubungan yang bersifat multilateral, seperti dengan IDB
dan melalui wadah World Zakat Forum, serta lainnya. Baru ini
BAZNAS bekerjasama dengan Bank Indondesia dan IRTI-IDB telah
membentuk working group untuk perumusan standar core principles
(prinsip-prinsip pengelolaan zakat) yang diakui secara internasional.
d. Penguatan fungsi koordinasi BAZNAS dengan BAZNAS Daerah,
terutama dalam aspek pelaporan dan standar tata kelola yang memenuhi
kepatuhan (compliance) terhadap prinsip-prinsip syariah dan
perundang-undangan.
Secara umum, proyeksi perzakatan nasional yang hendak dicapai
BAZNAS dalam periode 5 (lima) tahun ke depan ialah:
a. Meningkatnya jumlah penghimpunan zakat nasional 10% dari tahun
sebelumnya dan 50 % pada tahun ke-5.
b. Meningkatnya jumlah muzaki tetap nasional 10% dari tahun
sebelumnya dan 50 % pada tahun ke-5.
c. Meningkatnya jumlah penerima manfaat zakat dalam rangka
mengurangi kemiskinan dan pengangguran 10% dari tahun
sebelumnya.
65
d. Menerbitkan laporan zakat nasional setiap 6 bulan dan akir tahun.
e. Mengangkat posisi zakat sehingga diakui dalam konteks Pembangunan
Millenium (MDG‟s) tahun 2015.
Untuk itu beberapa langkah dan rencana strategis yang diupayakan
BAZNAS dalam rangka peningkatan dan optimalisasi pengelolaan zakat di
Indonesia, ialah:
a. Memperluas jangkauan dan sasaran sosialisasi zakat kepada seluruh
segmen masyarakat di tanah air.
b. Meningkatkan standar kompetensi dan profesionalisme amilin (SDM)
pengelolaan zakat pada BAZNAS seluruh Indonesia melalui program
pelatihan, terutama SIMBA.
c. Mengupayakan pembiayaan APBN dan APBD untuk kelembagaan
BAZNAS pusat dan daerah melalui mekanisme penganggaran yang
aman.
d. Membangun sistem informasi database mustahik dan muzaki secara
menyeluruh, sehingga hasil penghimpunan dan penyaluran zakat, infak
dan sedekah dapat dimonitor setiap saat.
e. Mempertajam fokus program pendayagunaan zakat dalam rangka
mewujudkan fungsi zakat sebagai jaminan sosial dan perlindungan
human security yang bersifat permanen.
66
4.2. Optimalisasi Pengelolaan Zakat, Infak dan Sedekah
4.2.1. Penguatan Kelembagaan
Sesuai dengan ketentuan Bagian Ketiga, BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota, pada Pasal 15 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yaitu :
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat
provinsi dan Kabupaten/Kota dibentuk BAZNAS provinsi dan
BAZNAS Kabupaten/Kota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS Kabupaten/Kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan
pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
Kabupaten/Kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS Kabupaten/Kota
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau
Kabupaten/Kota masing-masing.
67
Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai mengenai
organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS
Kabupaten/Kota diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pada Bagian Ketiga tentang BAZNAS Kabupaten/Kota
pada Pasal 39 disebutkan bahwa BAZNAS Kabupaten/Kota
dibentuk oleh direktur jenderal yang mempunyai tugas dan fungsi
di bidang zakat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang agama atas usul bupati/walikota setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.
Sedangkan pada Pasal 40 disebutkan bahwa :
(1) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 bertanggung jawab kepada BAZNAS provinsi dan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota.
(2) BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS pada tingkat
Kabupaten/Kota sesuai dengan kebijakan BAZNAS.
Sedangkan dalam Pasal 41 disebutkan bahwa :
(1) BAZNAS Kabupaten/Kota terdiri atas unsur pimpinan dan
pelaksana.
(2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
ketua dan paling banyak 4 (empat) orang wakil ketua.
68
(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
unsur masyarakat yang meliputi ulama, tenaga profesional,
dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan fungsi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, serta pelaporan dan pertanggungjawaban
dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
(5) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
bukan pegawai negeri sipil.
(6) Dalam hal diperlukan pelaksana dapat berasal dari pegawai
negeri sipil yang diperbantukan.
Untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS paling
sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. Warga negara Indonesia;
b. Beragama Islam;
c. Bertakwa kepada Allah SWT;
d. Berahlak mulia;
e. Berusia paling sedikit 40 (empat puluh) tahun;
f. Sehat jasmani dan rohani;
g. Tidak menjadi anggota partai politik;
h. Memiliki kompetensi di bidang Pengelolaan Zakat; dan
69
Sedangkan hal-hal yang mengatur pengankatan dan
pemberhentian Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota diatur dalam
Pasal 43, yaitu :
(1) Pimpinan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1), diangkat dan diberhentikan oleh
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan dari
BAZNAS.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian pimpinan BAZNAS
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan kepada direktur jenderal yang mempunyai
tugas dan fungsi di bidang zakat pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama
yang tembusannya disampaikan kepada kepala kantor
wilayah kementerian agama provinsi dan kepala kantor
kementerian agama Kabupaten/Kota.
Pelaksana BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) diangkat dan diberhentikan
oleh ketua BAZNAS Kabupaten/Kota.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), BAZNAS Kabupaten/Kota
wajib:
a. Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di
tingkat Kabupaten/Kota;
70
b. Melakukan koordinasi dengan kantor kementerian agama
Kabupaten/Kota dan instansi terkait di tingkat
Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
c. Melaporkan dan mempertanggunjawabkan Pengelolaan
Zakat, infak dan sedekah, serta dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya BAZNAS
Kabupaten/Kota dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
sebagaimana diatur dalam pasal 46 yaitu :
(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS,
BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat
membentuk UPZ.
(2) UPZ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas
membantu pengumpulan zakat.
(3) Hasil pengumpulan zakat oleh UPZ sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) wajib disetorkan ke BAZNAS, BAZNAS
provinsi, atau BAZNAS kabupaten/kota.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan dan tata kerja UPZ diatur
dengan Peraturan Ketua BAZNAS.
Dalam rangka mengimplentasikan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor
14 Tahun 2014, maka Pemerintah Kabupaten Banyuwangi
dipandang perlu untuk :
71
1. Membentuk Panitia Seleksi untuk memilih 5 (lima) orang
calon pimpinan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi untuk
diusulkan Bupati ke BAZNAS Pusat untuk mendapatkan
rekomendasi menjadi Pimpinan BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi. Dalam hal ini Unsur Pimpinan BAZNAS
Kabupaten Banyuwangi yang telah dipilih harus memenuhi
syarat sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
2. Menunjuk Pelaksana BAZNAS Kabupaten Banyuwangi
sebagaimana diatur dalam perundangan yang mempunyai
tugas membantu pelaksanaan Pimpinan BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi dalam melaksanakan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Unsur pelaksana
berasal dari bukan dari pegawai negeri sipil atau dipandang
perlu berasal dari pegawai negeri sipil yang diperbantukan
dengan mengedepankan profesionalitas, kapasitas,
kredebilitas dan amanah.
3. Menyediakan fasilitas kesekretariatan dan fasilitas
pendukung lainnya. Kantor atau kesekretariatan harus
refresentatif, baik letaknya yang steategis dan kondisinya
memadai. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
performa guna meningkatkan kepercayaan dan kualitas
pelayan publik, terutama kepada muzaki maupun mustahik,
72
selain itu harapannya adalah bagaimana orang membayar
zakat itu sama halnya dengan orang dating ke bank. Selain
harus harus ditunjang dengan fasilitas pendukung
kesekretariatan/kantor diataranya adalah komputer, meja
layanan serta fasilitas pendukung kantor lainnya.
4. Menyediakan fasilitas anggaran guna mendukung
pelaksanaan kegiatan operasional BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi yaitu untuk kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat. Sesuai ketentuan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 31
menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS
Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
4.2.2. Pemetaan Potensi Zakat, Infak dan Sedekah
Potensi zakat sangatlah tinggi, kalau dilihat dari sektor
Pegawai Negeri Sipil (PNS) saja yang mencapai 13.598 orang.
Sedangkan jumlah PNS dari golongan III dan IV yang sebenarnya
penghasilannya secara syariat dan kalau dikiaskan dengan zakat
profesi atau zakat pertanian yang tiap bulan panen dan sudah wajib
zakat sebanyak 10.112 orang dan diasumsikan yang beragama islam
sebanyak 90% atau sekitar, kalau rata-rata mereka menyalurkan
73
zakatnya sebesar Rp. 70.000,- makan pengumpulan dari sektor PNS
tiap bulan mencapai Rp. 637.056.000,- dan setahun mencapai Rp.
7.644.672.000,- Belum lagi zakat dari karyawan BUMN, BUMD,
Pengusaha, Petani dan Tenaga Profesi yang lainnya, potensi zakat,
infak dan sedekah bisa mencapai Rp. 12.000.000,- pertahun.
4.2.3. Sosialisasi, Edukasi dan Publikasi Zakat, Infak dan Sedekah
Dalam rangka meningkatkan efektifitas pengelolaan zakat,
infak dan sedekah di Kabupaten Banyuwangi diantaranya adalah
melalui program sosialisasi, edukasi dan publikasi ZIS kepada
seluruh lapisan masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan kepada masyarakat tentang kewajiban
zakat, macam-macam zakat, cara menghitung zakat, keutamaan
membayar zakat melalui BAZNAS dan manfaat membayar zakat
baik secara syariah maupun sesuai ketentuan perundangan yang
berlaku di Indonesia.
Kegiatan sosialisasi, edukasi dan publikasi BAZNAS
Kabuapten Banyuwangi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah :
1. Sosialisasi Kepada PNS di Lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten Banyuwangi.
Dalam upaya meningkatkan pengumpulan zakat di Indonesia,
pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu berupa Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang
74
Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga,
Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal
Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terdapat PNS yang cukup
besar yaitu 15.598 dan mayoritas beragama islam. Besarnya
jumlah PNS di Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu
potensi zakat, oleh karena itu perlu diberikan sosialisasi dan
edukasi akan kewajiban membayar zakat maal kepada mereka
yang penghasilannya sudah mencapai nishab dan
membayarkannya melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi.
2. Sosialisasi Kepada Karyawan BUMN, BUMD, Pengusaha dan
Masyarakat Kabupaten Banyuwangi.
Banyaknya BUMN yang ada di Kabupaten Banyuwangi menjadi
potensi zakat, infak dan sedekah. Selama ini karyawan BUMN
yang ada di Kabupaten/Kota masih banyak yang belum
menuaikkan kewajibannya membayar zakat dan ada pula yang
membayar zakat melalui lembaga lain. Demikian pula dengan
karyawan BUMD.
Kabupaten Banyuwangi yang memiliki potensi ekonomi sangat
tinggi berimbas pada banyaknya pengusaha dan karyawan
perusahaan yang mempunyai potensi untuk menjadi muzaki dan
membayarkan zakatnya melalui BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi.
75
Demikian juga masyarakat lain yang mempunyai usaha di
bidang pertanian, peternakan, perikanan dan sektor lain juga
perlu mendapatkan sosialisasi dan edukasi akan kewajiban
membayar zakat.
3. Penerbitan Majalah dan Brosur BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi
Kegiatan sosialisasi dan edukasi selain dilakukan secara
langsung juga bisa dilakukan melalui media cetak, salah satunya
adalah menerbitkan majalah dan brosur BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi tentang zakat, informasi tentang mustahik, informasi
tentang keberadaan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi,
informasi tentang pengumpulan, pendidtribusian dan
pendayagunaan zakat, infak dan sedekah yang sudah dilakukan.
Selain itu penerbitan majalah dan brosur ini adalah untuk
meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada BAZNAS
Kabupaten Banyuwangi dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan zakat, infak dan sedekah.
4. Pemasangan Banner Himbauan Zakat, Infak dan Sedekah.
Publikasi keberadaan BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dapat
dilakukan dengan cara memasang banner di tempat yang
strategis. Publikasi melalui pemasangan banner ini dapat berisi
tentang himbauan kewajiban membayar zakat, program kerja
maupun sosialisasi regulasi tentang zakat. Kegiatan ini
76
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat
untuk mengetahui informasi kewajiban zakat maupun infak dan
sedekah.
5. Pembinaan Da’i/Mubaligh/Khotib dan Pengajian Zakat
Selama ini materi pengajian yang disampaikan oleh
da‟i/mubaligh/khotib dalam pengajian/majelis ta‟lim maupun
khutbah jum‟at tentang zakat masih relatif minim. Oleh karena
itu sangat dipandang perlu BAZNAS Kabupaten Banyuwangi
melaksanakan kegiatan pembinaan kepada para
da‟i/mubaligh/khotib dengan materi tentang zakat, infak dan
sedekah sesuai dengan ketentuan syariat maupun regulasi yang
ada. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan masyarakat tentang zakat, infaq dan sedekah
melalui forum pengajian/majelis ta‟lim maupun khutbah jum‟at
sehingga kesadaran zakat, infak dan sedekah masyarakat
Kabupaten Banyuwangi meningkat dan membayar zakat, infak
dan sedekahnya melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi
4.2.4. Pengumpulan, Pendistribusian Pendayagunaan dan Pelaporan
Zakat, Infak dan Sedekah
Salah satu fungsi BAZNAS Kabupaten/Kota adalah
melaksanakan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat, infak dan sedekah. Kegiatan tersebut harus
77
dilaksanakan dengan mengedapankan profesionalitas, kredibilitas,
akuntable dan amanah.
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan, pendistribusian
dan pendayagunaan zakat, infak dan sedekah dapat dilakukan
melalui :
1. Pengumpulan
BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dalam melaksanakan
kegiatan pengumpulan zakat, infak dan sedekah melalui :
a. Unit Pengumpul Zakat (UPZ)
Dalam menjalankan tugasnya di bidang pengumpulan zakat,
infak dan sedekat BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dapat
membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masing-
masing SKPD, BUMN, BUMD, Perusahaan dan kelompok
masyarakat. Pembentukan UPZ dimaksudkan untuk
mempermudah dan mempercepat pengumpulan zakat, infak
dan sedekah.
b. Layanan Counter Zakat
Pembayaran zakat, infak dan sedekah dapat dilakukan di
counter zakat di sekretariat/kantor BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi. Counter yang disediakan harus refresentatif
seperti halnya orang dating ke bank.Selain dipergunakan
untuk membayar zakat, counter zakat juga dapat
dipergunakan untuk melayani konsultasi zakat maupun
penerbitan Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ).
78
c. Transfer Melalui Bank
Pembayaran zakat, infak dan sedekah juga dapat
dilaksanakan dengan transfer melalui bank syariah yang
direkomendasi oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi.
2. Pendistribusian
Selama ini kegiatan pendistribusian zakat masih dilakukan pada
momentum hari besar islam semisal menjelang idul fitri saja.
Faktor pelaksanaan distribusi juga mempengaruhi kepercayaan
muzaki, oleh karena itu ada beberapa faktor strategis dalam
melaksanakan distribusi zakat, infak dan sedekah, diantaranya
adalah :
a. Waktu
Pendistribusian zakat, infaq dan sedekah berdasarkan waktu
dibagi menjadi dua yaitu rutin dan insidental. Dilaksanakan
secara rutin yaitu pada saat peringatan hari besar islam atau
nasional. Sedangkan secara incidental yaitu distribusi yang
dilakukan pada saat mustahik membutuhkan dan dilakukan
secara cepat, tepat dan tanpa proses birokrasi yang berbelit-
belit.
b. Wilayah
Salah satu tujuan pengelolaan zakat adalah penanggulangan
kemiskinan. BAZNAS Kabupaten Banyuwangi harus
memiliki peta wilayah kemiskinan yang ada di Kabupaten
79
Banyuwangi. Secara kuwantitas seharusnya daerah yang
jumlah penduduk miskinnya lebih tinggi harus
mendapatkan prioritas distribusi yang tinggi pula.
c. Peran Serta Muzaki
Dalam melaksanakan pendistribusian zakat, infak dan
sedekah sangat dipandang perlu untuk melibatkan muzaki
dan tokoh yang memiliki pengaruh di wilayah tersebut. Hal
ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan muzaki
maupun tokoh-tokoh yang berada di wilayah tersebut
terhadap keberadaan dan pengelolaan zakat, infak dan
sedekah yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi.
3. Pendayagunaan
Sesuai dengan kententuan syariat dan peraturan
perundangan yang berlaku saat ini yang berhak menerima zakat
adalah 8 (delapan) ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf,
riqab, gharim, fisabilillah dan ibnu sabil. Sedangkan
pendayagunaan dana infak dan sedekah lebih fleksibel.
Pemberdayaan dana infak dan sedekah lebih diprioritaskan
untuk kegiatan pemberdayaan khususnya pemberdayaan warga
miskin yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
80
Ada beberapa alternatif program pendayagunaan dana
infak dan sedekah oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi,
diantaranya adalah :
1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin
Program penanggulangan kemiskinan tidak hanya
memberikan bantuan konsumtif kepada masyarakat miskin
tetapi lebih diprioritaskan pada pemberdayaan masyarakat
miskin. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dapat dilakukan
oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi dalam
memberdayakan masyarakat miskin diantaranya adalah :
a. Pemberian Bantuan Hibah Modal Usaha
Pemberian Hibah Modal Usaha adalah meberikan
bantuan hibah modal usaha secara Cuma-cuma tanpa
harus mengembalikan untuk kepentingan modal
masyarakat miskin. Pemberian bantuan hibah modal
usaha ini diberikan kepada masyarakat miskin yang
besarannya maksimal Rp. 1.000.000,-
b. Pemberian Bantuan Modal Lunak
Pemberian bantuan modal lunak adalah memberikan
bantuan kepada pelaku usaha masyarakat miskin atau
hampir miskin dengan system syariah. Hal ini ini bisa
dilaksanakan dengan bekerjasama dengan lembaga
keuangan syariah yang memberikan pinjaman
permodalan kepada pelaku usaha sedangkan marjin
81
(bunga), admisnistrasi dan asuransi ditanggung oleh
BAZNAS Banyuwangi menggunakan dana infak dan
sedekah. Maksud dan tujuan program ini adalah
memberikan kemudahan fasilitas kemudahan
permodalan usaha masyarakat miskin dan
meminimalisir renterisasi di masyarakat yang
bertentangan dengan syariat islam.
c. Peningkatan Kapasitas Usaha Masyarakat Miskin
Peningkatan kapasitas usaha masyarakat miskin adalah
kegiatan yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten
Banyuwangi dalam upaya meningkatkan kapasitas
menejemen usaha, skill dan ketrampilan masyarakat
miskin dalam melaksanakan kegiatan usaha. Hal ini
bisa dilaksanakan bekerjasama denga instansi dan
stakeholder terkait dengan menggunakan dana infak
dan sedekah.
2. Bantuan Fasilitas Ibadah dan Pendidikan
Dana infak dan sedekah bisa didayagukan untuk bantuan
pembangunan fasilitas Ibadah dan pendidikan, semisal
digunakan untuk bantuan pembangunan madrasah, pondok
pesantren dan TPQ.
4. Pelaporan
82
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor
14 Tahun 2014 pada Bab IX tentang Pelaporan Dan
Pertanggungjawaban Baznas Dan Laz pada Pasal 71 pada ayat
(1) dijelaskan bahwa BAZNAS Kabupaten/Kota wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan bupati/walikota setiap 6 (enam) bulan dan akhir
tahun.
Kemudian pada Bab IX tentang Pelaporan Dan
Pertanggungjawaban Baznas Dan Laz, pada Pasal 71 ayat (1)
dijelaskan nahwa BAZNAS kabupaten/kota wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan bupati/walikota setiap 6 (enam) bulan dan akhir
tahun.
Kemudian Pasal 75 ayat (1) dijelaskan bahwa laporan
pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71,
Pasal 72, dan Pasal 73 harus di audit syariat dan keuangan.
Kemudian pada (2) dijelaskan bahwa audit syariat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Kemudian pada (3) dijelaskan audit keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh akuntan publik.
83
Pada ayat (4) dijelaskan bahwa laporan pelaksanaan
Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya yang telah di audit syariat dan keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada
BAZNAS. Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71,
Pasal 72, dan Pasal 73 memuat akuntabilitas dan kinerja
pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya.
Salah satu indikator pengelolaan zakat, infak dan
sedekah yang baik adalah penyusunan laporan keuangannya
mengedepankan prinsip amanah, tanggung jawab dan akantable.
Hal ini dimaksudkan selain sebagai kewajiban BAZNAS
Kabupaten Banyuwangi juga untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terutama muzaki terhadap pengelolaan zakat, infak
dan sedekah.
Dalam mengelola keuangan dan pelaporan zakat, infak
dan sedekah BAZNAS Pusat mengeluarkan software Sistem
Manajemen Informasi BAZNAS (SIMBA) sebagai media
pengelolaan keuangan zakat, infak dan sedekah dengan
menggunakan system akuntansi Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah.
4.3. Regulasi Daerah dan Sumber Pendanaan
84
4.3.1. Regulasi Daerah
Dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
dan Instruksi Presiden nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi
Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal
Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
Melalui Badan Amil Zakat Nasional.Maka dipandang perlu
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi mengeluarkan regulasi
daerah dalam bentuk Peraturan Daerah dan Pertaturan Bupati dengan
maksud mengoptimalkan pengelolaan zakat, infak dan sedekah.
4.3.2. Pembiayaan
Dalam hal pendanaan pengelolaan zakat, infak dan sedekah
telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 pada
Bab VIII tentan Pembiayaan Baznas Dan Penggunaan Hak Amil
pada Pasal 67 ayat (1) dijelaskna biaya operasional BAZNAS
dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara dan Hak
Amil. Sedangkan pada ayat (2) dijelaskan besaran Hak Amil yang
dapat digunakan untuk biaya operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan syariat Islam dengan
mempertimbangkan aspek produktivitas, efektivitas, dan efisiensi
85
dalam Pengelolaan Zakat. Kemudian pada ayat (3) dijelaskan bahwa
penggunaan besaran Hak Amil sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dicantumkan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan yang
disusun oleh BAZNAS dan disahkan oleh Menteri.
Kemudian pada Pasal 68 ayat (1) dijelaksan bahwa Anggota
BAZNAS, pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota diberikan hak keuangan sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Kemudian pada (2) dijelaskan Anggota BAZNAS
pimpinan BAZNAS provinsi, dan pimpinan BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan
uang pensiun dan/atau pesangon setelah berhenti atau berakhir masa
jabatannya. Kemudian pada ayat (3) dijelaskan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai hak keuangan anggota BAZNAS diatur
dengan Peraturan Presiden. Dan pada ayat (4) disebutkan bahwa
Ketentuan mengenai hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan
pimpinan BAZNAS kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Pasal 69 ayat (1) dijelaskan bahwa biaya operasional
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah dan Hak Amil. Kemudian
pada ayat (2) dijelaskan bahwa biaya operasional BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota yang dibebankan pada anggaran
pendapatan belanja daerah meliputi:
86
a. Hak keuangan pimpinan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota;
b. Biaya administrasi umum;
c. Biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS provinsi dengan
BAZNAS kabupaten/Kota, dan LAZ provinsi; dan
d. Biaya sosialisasi dan koordinasi BAZNAS kabupaten/kota
dengan LAZ kabupaten/kota.
Kemudian pada pada ayat (3) dijelaskan bahwa biaya
operasional selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan
kepada Hak Amil. Kemudian pada ayat (4) dijelaskan bahwa besaran
Hak Amil yang dapat digunakan untuk biaya operasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sesuai dengan
syariat Islam dengan mempertimbangkan aspek produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi dalam Pengelolaan Zakat.
Kemudian pada ayat (5) Penggunaan besaran Hak Amil
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam rencana
kerja dan anggaran tahunan yang disusun oleh BAZNAS provinsi
atau BAZNAS kabupaten/kota dan disahkan oleh BAZNAS.
Pembiayaan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara dapat diberikan kepada BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota apabila pembiayaan operasional yang
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah tidak
mencukupi.
87
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Zakat merupakan bentuk nyata solidaritas sosial dalam Islam.
Dengan zakat dapat ditumbuhkan rasa kebersamaan dan tanggungjawab
untuk saling menolong diantara masyarakat, sekaligus menghilangkan sifat
egois dan induvidualistis. Secara umum fungsi zakat meliputi bidang moral,
social dan ekonomi. Dalam hal moral, zakat mengikis ketamakan dan
keserakahan hati, sedangkan dalam bidang sosial zakat berfungsi untuk
mengentaskan kemiskinan. Dibidang ekonomi zakat penumpukan kekayaan
di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan sumbangan wajib kaum
muslimin untuk perbendahraan Negara.
Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) merupakan salah satu sumber dana
ummat islam yang cukup potensial dalam upaya pemberdayaan ekonomi
rakyat, penanggulangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan
kesejahteraan dan keadilan sosial. Namun dalam implementasinya masih
sangat rendah kesadaran dan pemahaman masyarakat muslim khususnya
masyarakat Kabupaten Banyuwangi untuk menyalurkan zakat, membayar
infaq dan Sedekah melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi yang sesuai
dengan ketentuan syariah dan peraturan perundangan yang berlaku.
Masalah zakat oleh sebagian umat islam difahami sebagai amal
pribadi dan disamakan dengan infak dan Sedekah. padahal dari aspek
88
hukum, subyek dan obyeknya, zakat, infaq dan Sedekah tidak sama.
Disamping itu masih banyak muzakki yang menyalurkan sendiri zakat
maalnya tanpa melalui Badan Amil Zakat dan penyalurannya lebih berupa
barang-barang konsumtif, padahal secara syariat maupun undang-undang
yang berlaku sangat dianjurkan untuk menyalurkan zakat melalui amil.
Potensi zakat di kota Mojokerto sebenarnya cukup besar,
berdasarkan asumsi BAZ terdapat 4.470 muzakki yang mempunyai
kekayaan tiap bulan Rp. 3.600.000,- (Tiga juta enam ratus ribu rupiah).
Apabila mereka menyalurkan zakatnya melalui BAZ, maka akan terkumpul
dana zakat sebesar Rp. 4.693.500.000,- (Empat milyar enam ratus sembilan
puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah). Berdasarkan data dari BAZ Kota
Mojokerto pada akhir Desember 2012, jumlah muzakki yang menyalurkan
zakatnya melalui BAZ sebanyak 1.549 orang (34%) dengan jumlah dana
zakat sebesar + Rp. 981.000.000,- (Sembilan ratus delapan puluh satu juta
rupiah), berarti masih ada 66% para muzakki yang belum menyalurkan
zakatnya melalui BAZ Kota Mojokerto.
Potensi zakat sangatlah tinggi, kalau dilihat dari sektor Pegawai
Negeri Sipil (PNS) saja yang mencapai 13.598 orang. Sedangkan jumlah
PNS dari golongan III dan IV yang sebenarnya penghasilannya secara
syariat dan kalau dikiaskan dengan zakat profesi atau zakat pertanian yang
tiap bulan panen dan sudah wajib zakat sebanyak 10.112 orang dan
diasumsikan yang beragama islam sebanyak 90% atau sekitar, kalau rata-
rata mereka menyalurkan zakatnya sebesar Rp. 70.000,- makan
89
pengumpulan dari sektor PNS tiap bulan mencapai Rp. 637.056.000,- dan
setahun mencapai Rp. 7.644.672.000,- Belum lagi zakat dari karyawan
BUMN, BUMD, Pengusaha, Petani dan Tenaga Profesi yang lainnya bisa
mencapai Rp. 12.000.000,- pertahun.
Masih rendahnya tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat
Kota Mojokerto baik PNS di Lingkungan Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi maupun swasta dalam menjalankan kewajiban syariat zakat
untuk menyalurkan zakat, infaq dan Sedekahnya melalui BAZNAS
Kabupaten Banyuwangi berdampak pada masih belum optimalnya jumlah
pengumpulan zakat, infak dan sedekah sehingga berimplikasi pula pada
belum optimalnya jumlah sasaran penerima manfaat program BAZNAS
Kabupaten Banyuwangi khususnya untuk program pemberdayaan ekonomi
umat.
Pendistribusian dan Pendayagunaan zakat, infaq dan Sedekah yang
dikelola oleh BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sebagian besar masih
bersifat konsumtif, sehingga belum berpengaruh signifikan terhadap
pemberdayaan mustahiq produktif yang dapat mengurangi angka
pengangguran dan kemiskinan.
Belum optimalnya kinerja lembaga pemerintah dan swasta dalam
mengimplementasikan program BAZNAS Kabupaten Banyuwangi
khususnya program pemberdayaan ekonomi umat dalam melakukan
pembinaan menejemen usaha dan pemasaran sehingga dapat berpengaruh
90
pada tingkat kesuksesan para penerima manfaat program pemberdayaan
ekonomi umat dalam melaksanakan usahanya.
Namun disisi lain pengelolaan zakat, infaq dan Sedekah oleh
BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sudah cukup baik, hal ini dapat
dibuktikan dari usaha pengumpulan dana, pendistribusiannya maupun
pendayagunaan zakat, infaq dan Sedekah dapat mencapi tujuan yang
diharapkan yaitu para mustahik (penerima zakat) dapat berubah menjadi
muzakki (pemberi zakat).
5.2. Saran
1. Peran BAZNAS Kabupaten Banyuwangi sangatlah berarti bagi
masyarakatnya, kerena BAZNAS Kabupaten Banyuwangi telah berhasil
dalam hal pengelolaan dana zakat, infaq dan Sedekah. Namun masih
perlu ditingkatkan terus upaya sosialisasi, edukasi dan publikasi kepada
masyarakat muslim yang ada di Kabupaten Banyuwangi dalam rangka
meningkatkan pemahaman dan kesadaran untuk melaksanakan
ketentuan syariat dan peratuan perundangan yang belaku untuk mebayar
zakat melalui BAZNAS Kabupaten Banyuwangi yang dapat
berpengaruh pada meningkatnya jumlah dana dari hasil pengumpulan
zakat, infaq dan Sedekah sehingga dapat meningkatkan jumlah sasaran
penerima manfaat khusunya untuk program pemberdayaan ekonomi
dari keluarga miskin.
2. BAZNAS Kabupaten Banyuwangi merupakan lembaga yang ditugasi
oleh pemerintah untuk mengumpulkan, mendistribusikan dan
91
mendayagunakan zakat , infaq dan Sedekah sesuai dengan kaidah agama
dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kinerja kepengurusan
BAZNAS harus lebih profesional, kapabel dan akuntabel dan sampai
saat ini, belum seluruh kinerja Pengurus BAZNAS sesuai dengan
harapan yang diinginkan. Oleh karena itu, perlu adanya program
penguatan kapasitas SDM dan kelembagaan serta optimalisasi peran dan
fungsi pengurus demi terwujudnya menejemen ZIS yang transparan,
akuntabel dan sesuai dengan ketentuan syari‟at dan peraturan
perundangan yang berlaku.
3. Distribusi ZIS harus tepat sasaran dan diutamakan pada mustahiq
prioritas emergency maupun bantuan yang bersifat reguler. hal ini
membutuhkan adanya data yang valid. selama ini BAZNAS masih
belum memiliki sistem pendataan yang baku sehingga memerlukan
energi dan tenaga ekstra untuk validasi data melalui kegiatan survey
lapangan. Oleh karena itu perlu adanya program validasi data mustahiq
prioritas sebagai dasar pendistribusian ZIS
4. BAZNAS Kabupaten Banyuwangi perlu meningkatkan kerjasamnya
dengan para pihak yang lain dalam rangka melakukan pembinaan
terhadap sasaran yang menerima manfaat pemberdayaan ekonomi
sehingga usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh penerima
manfaat tersebut sesuai dengan harapan sehingga pencapaian tujuan
Badan Amil Zakat dalam upaya mensejahterakan dan pemberdayaan
masyarakat khususnya warga miskin dapat lebih efektif.