BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum...

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa pluralis yang masyarakatnya memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota maupun di desa. Keberagaman ini menjadi suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Cicero menyebutkan sebuah adagium ubi societas ibi ius yang berarti “di mana ada masyarakat, di sana ada hukum”. Adagium Cicero ini di dukung oleh Van Apeldoorn bahwa “hukum ada di seluruh dunia, di mana ada masyarakat manusia”. 1 Oleh sebab itu diperlukan suatu aturan hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat demi mencapai ketertiban umum. Menurut Von Savigny, hukum merupakan bagian dari budaya masyarakat, hukum tidak lahir dari tindakan bebas (arbitrary act of a legislator), tetapi ditemukan di dalam jiwa masyarakat (volkgeist). Sehingga hukum dapat dikatakan berasal dari kebiasaan dan selanjutnya dibuat melalui aktivitas hukum (juristice activity). 2 Masyarakat Indonesia telah memiliki hukum sendiri yaitu hukum yang lahir dari jiwa masyarakat (volkgeist) Indonesia sendiri, yang mana di kenal 1 Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 12. 2 M. D. A Freeman, 2001, Lloyd’s Introduction to Jurisprudence, Edisi Ketujuh, Sweet & Maxweel Ltd, London, h. 904-905. 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia merupakan bangsa pluralis yang masyarakatnya

memiliki keragaman suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota

maupun di desa. Keberagaman ini menjadi suatu kekayaan dan potensi yang

dimiliki oleh bangsa Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum dan

masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Cicero menyebutkan

sebuah adagium ubi societas ibi ius yang berarti “di mana ada masyarakat, di sana

ada hukum”. Adagium Cicero ini di dukung oleh Van Apeldoorn bahwa “hukum

ada di seluruh dunia, di mana ada masyarakat manusia”.1 Oleh sebab itu

diperlukan suatu aturan hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat demi

mencapai ketertiban umum. Menurut Von Savigny, hukum merupakan bagian dari

budaya masyarakat, hukum tidak lahir dari tindakan bebas (arbitrary act of a

legislator), tetapi ditemukan di dalam jiwa masyarakat (volkgeist). Sehingga

hukum dapat dikatakan berasal dari kebiasaan dan selanjutnya dibuat melalui

aktivitas hukum (juristice activity).2

Masyarakat Indonesia telah memiliki hukum sendiri yaitu hukum yang

lahir dari jiwa masyarakat (volkgeist) Indonesia sendiri, yang mana di kenal

1 Bachsan Mustafa, 2003, Sistem Hukum Indonesia Terpadu, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 12.

2 M. D. A Freeman, 2001, Lloyd’s Introduction to Jurisprudence, Edisi Ketujuh, Sweet &

Maxweel Ltd, London, h. 904-905.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

2

sebagai Hukum Adat.3 Hukum Adat adalah Hukum Indonesia asli yang bentuknya

tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana-

sini mengandung unsur agama.4

Eksistensi tentang keberadaan hukum adat tertuang dalam konstitusi yaitu

Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang

menyatakan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Ketentuan Pasal 18 B ayat (2)

menyiratkan bahwa hak-hak tradisional tersebut termasuk hukum adat diakui

keberadaannya.

Kedudukan hukum adat juga tersirat dalam Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Hakim dan hakim konstitusi wajib

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat”. Pengakuan keberadaan hukum adat hal ini dapat dilihat

dari frase “nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Demikian pula Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang yang sama menyatakan

“Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat

pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber

hukum yang tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”. Frase sumber

3 Ferry Fathurokhman, 2009, Evolusi Pemikiran Hukum Baru: Dari Kera ke Manusia, Dari

Positivistik ke Hukum Progresif, Genta Press, Yogyakarta, h. 68.

4 I Wayan Surpha, 2004, Eksistensi Desa Adat dan Desa Dinas di Bali, Penerbit Pustaka Bali

Post, Denpasar, h. 31.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

3

hukum yang tidak tertulis mengindikasikan pengakuan terhadap nilai-nilai hukum

adat yang umumnya disebut hukum yang tidak tertulis.

Hukum adat yang berlaku dalam masyarakat hukum adat Bali ialah

Hukum Adat Bali. Hukum Adat Bali merupakan kompleks norma-norma, baik

dalam wujudnya yang tercatatkan maupun yang tidak tercatatkan, berisi perintah,

kebolehan dan larangan, yang mengatur kehidupan masyarakat hukum adat Bali

yang menyangkut hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan

lingkungan alamnya, dan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dengan

tujuan mensejahterakan umat manusia (sukerta sekala niskala).5 Hukum Adat Bali

sangat kental dengan pengaruh agama Hindu, karena kuatnya pengaruh agama

Hindu sehingga sulit membedakan mana aspek kehidupan orang Bali bersumber

dari kebudayaan, tradisi maupun kebiasaan masyarakat Bali dan mana yang

bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya

keharmonisan hubungan antara manusia, alam lingkungan dan penciptanya yang

merupakan penerapan filosofi Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan tiga

penyebab kesejahteraan (Tri berarti tiga, Hita berarti kesejahteraan, kebahagiaan,

Karana berarti penyebab). Berdasarkan filosofi tersebut ada tiga unsur yang

mempengaruhi kehidupan umat manusia di dunia ini, yaitu: (1) Sanghyang

Jagatkaranan, yaitu Tuhan, (2) Bhuanan, yaitu alam semesta, dan (3) Manusa,

yaitu manusia.6

5 Wayan P. Windia, dan Ketut Sudantra, 2006, Pengantar Hukum Adat Bali, Lembaga

Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 6.

6 I Ketut Sandika, 2011, Pratima Bukan Berhala, Paramita, Surabaya, h. 41.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

4

Dalam hukum adat terdapat pengaturan tentang hukum pidana adat.

Hilman Hadikusuma mengartikan hukum pidana adat sebagai hukum yang hidup

dan akan terus hidup selama ada manusia dan budaya, ia tidak akan dapat dihapus

dengan perundang-undangan.7 Menurut Bushar Muhammad, tindak pidana adat

merupakan perbuatan sepihak dari seseorang atau kumpulan perseorangan,

mengancam atau menyinggung atau mengganggu keseimbangan dan kehidupan

persekutuan yang bersifat material atau immaterial, terhadap orang seorang atau

terhadap masyarakat berupa kesatuan, dari tindakan ini menyebabkan suatu reaksi

adat.8 Tindakan-tindakan reaksi adat itu misalnya :

- Pengganti kerugian “non-materiil” dalam berbagai rupa seperti; paksaan

menikah dengan gadis yang telah dicemarkan;

- Pembayaran “uang adat” kepada orang yang terkena, berupa benda sakti

selaku pengganti kerugian rohani;

- Selamatan (korban) untuk membersihkan masyarakat dari segala kotoran

gaib;

- Penutup malu, permintaan maaf;

- Berbagai rupa pidana badan, sampai kepada pidana mati;

- Pengasingan dari masyarakat serta meletakkan orang di luar tata hukum.9

Kemudian, menurut Soepomo “segala perbuatan yang bertentangan

dengan peraturan hukum adat merupakan perbuatan illegal sehingga hukum adat

mengenal ikhtiar-ikhtiar untuk memperbaiki hukum (Rechsherstel) jika hukum itu

7 Hilman Hadikusuma, 1984, Hukum Pidana Adat, Alumni, Bandung, h. 20.

8 Bushar Muhammad, 1983, Pokok–Pokok Hukum Adat, Pradnya Paramitha, Jakarta h. 67.

9 Iman Sudiyat, 2000, Hukum Adat (Sketsa Asas), Cetakan Keempat, Liberty, Yogyakarta,

h. 180.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

5

dilanggar. Perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat ini, sering

disebut “delik adat”,10

disamping itu juga beliau mengemukakan bahwa “delik

yang paling berat ialah pelanggaran yang memperkosa perimbangan antara dunia

lahir dan dunia gaib, serta pelanggaran yang memperkosa dasar susunan

masyarakat.11

Dalam hukum pidana, perbuatan pidana disebut dengan berbagai macam

sebutan seperti delik, peristiwa pidana, tindak pidana dan sebagainya, sedangkan

dalam kepustakaan hukum adat, tindak pidana adat sering disebut delik adat,

pelanggaran adat atau pidana adat.12

Dalam hukum adat Bali istilah delik adat,

pelanggaran adat atau pidana adat di kalangan masyarakat Bali yang lazim

digunakan ialah istilah salah, sisip, dosa.13

Dalam hukum adat terdapat beberapa pelanggaran hukum yang hanya

dapat dilakukan dengan sengaja, misalnya pencurian.14

Delik adat dalam bidang

pencurian harta benda adalah pencurian terhadap benda suci yang dalam hal ini

adalah pratima, dimana perbuatan tersebut merupakan sesuatu yang dapat

mengganggu keseimbangan kosmis (sekala niskala) dari pada daerah setempat.

Benda suci yang dimaksud dalam hal ini adalah benda-benda yang telah disucikan

dengan suatu upacara menurut agama Hindu, yang digunakan sebagai stana Sang

10 R. Soepomo, 1979, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 110.

11

I Gede A.B. Wiranata, 2005, Hukum Adat Indonesia Perkembangaannya dari Masa ke

Masa, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 207.

12

Hilman Hadikusuma, op.cit, h. 17.

13

Wayan P. Windia dan Ketut Sudantra, op.cit, h. 136-137.

14

Iman Sudiyat, op.cit, h. 182.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

6

Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa yang dipergunakan sebagai alat-alat di

dalam upacara keagamaan.15

Pratima yang merupakan bagian dari suatu bentuk, gambar, maupun rupa

dimana menggambarkan dewa untuk menunjukkan kemahakuasaan Tuhan Yang

Maha Esa, dimana pratima itu sendiri juga dapat dikategorikan sebagai suatu

barang yang apabila ditelusuri ke dalam pengertian suatu benda secara yuridis.

Pratima menjadi incaran pencurian saat ini di Bali karena selain memiliki nilai

ekonomis juga terdapat nilai sakral apabila diambil langsung dari tempat suci

keagamaan. Maka dari itulah pratima dijadikan benda yang teramat sakral dari

segala macam bentuknya yang ditunjukkan sebagai kebesaran dan kemahakuasaan

Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan bagi para pelaku pencurian pratima untuk mencuri kemudian

menjualnya kepada para penadah maupun mengoleksinya sendiri. Jika dicermati

bahwa keberadaan pratima tersebut sangat diperlukan di sebuah Pura sebagai

perwujudan dan sarana untuk melakukan pemujaan kepada Tuhan/Ida Sang

Hyang Widhi Wasa.

Pencurian pratima atau benda sakral, dewasa ini sangat sering terjadi

hingga meresahkan masyarakat di Bali khususnya umat beragama Hindu. Para

pencuri pratima tidak saja ada dilakukan oleh warga dari dalam desa pakraman,

melainkan ada juga pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar kesatuan

desa pakraman yang beragama Hindu maupun non Hindu dan juga turut berperan

serta dalam kasus pencurian pratima tersebut. Tidak hanya warga lokal saja yang

15 I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT Eresco, Bandung, h. 17.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

7

ingin memiliki dan mengoleksi pratima, namun warga asing pun juga tidak kalah

antusiasnya untuk memiliki secara utuh benda-benda suci yang telah di sakralkan

dengan sengaja menjadi penadah yang dibeli dari pelaku pencurian benda

suci/pratima tersebut. Para pencuri seakan tidak menyadari bahwa perbuatan yang

telah dilakukan akan membuat Pura yang pratima-nya dicuri menjadi sial atau

“leteh” dan memberikan dampak yang negatif kepada masyarakat penyungsung

pura tersebut.16

Sanksi bagi pelaku pencurian dalam Pasal 362 KUHP menyebutkan bahwa

barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam

karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana

denda paling banyak sembilan ratus rupiah. Oleh karena itu para pelaku pencurian

pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan pasal

362 KUHP yang terbukti melakukan pelanggaran hukum, dimana unsur-unsur

pencurian tersebut telah memenuhi syarat sebagai perbuatan melawan hukum

yang terdiri dari;

1. Mengambil barang;

2. Sesuatu barang kepunyaan orang lain;

3. Maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.

16 I Gusti Ketut Ariawan, 1992, “Eksistensi Delik Hukum Adat Bali Dalam Rangka

Pembentukan Hukum Pidana Nasional”, (tesis), Program Pascasarjana Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, h. 10.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

8

Maraknya pencurian pratima di Bali mengindikasikan bahwa para pelaku

tindak pidana pencurian pratima sudah tidak memiliki nilai perikemanusiaan, ini

merupakan tantangan yang dihadapi masyarakat hukum adat Bali khususnya bagi

masyarakat beragama Hindu untuk lebih berperan serta bekerja sama dengan

aparat kepolisian dalam melakukan upaya pencegahan terjadinya tindak pidana

adat yang merupakan suatu penghinaan terhadap tempat suci umat Hindu (Pura).

Jika pencuri pratima ternyata dilakukan oleh warga asli/warga dari dalam desa

pakraman tempat terjadinya pencurian, maka pelaku tersebut dapat dikenakan

sanksi adat berupa sanksi adat kasepekang atau diusir dari tempat tinggalnya dan

dihukum dengan berat atau maksimal hukuman penjara seumur hidup.

Pelanggaran yang dilakukan terhadap pencuri pratima di Bali yang

menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan alam kosmis di suatu desa

pakraman dapat dikenakan sanksi adat sebagai bentuk evaluasi moral kepada

pelaku dan untuk ikut menghormati agama Hindu, oleh karena itu di Bali dikenal

3 golongan sanksi adat yang disebut tri danda, yaitu: (1) artha danda, sanksi adat

berupa penjatuhan denda (uang atau barang), jiwa danda, sanksi adat berupa

penjatuhan derita jasmani dan rohani dan sangaskara danda, sanksi adat berupa

mengembalikan keseimbangan magis (hukuman dalam bentuk melakukan upacara

agama). Fakta menunjukan bahwa selain sangaskara danda, penjatuhan jiwa

danda berupa sanksi adat kasepekang juga diterapkan terhadap para pencuri

pratima yang dilakukan oleh pencuri yang berasal dari dalam desa pakraman.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

9

Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Bali Reserse Kriminal

Umum sejak tahun 2009 sampai tahun 2014 telah mencatat terjadi kasus

pencurian pratima yang tersebar di seluruh Bali, diantaranya ada yang masih

dalam tahap penyelidikan (L) atau yang belum terungkap dan tahap sidik (S) atau

kasus yang sudah terungkap, berikut tabel di bawah ini :

Tabel 1.1 Kasus Pencurian Pratima tahap Lidik dan Sidik.

No Kesatuan

2009 2010 2011 2012 2013 2014 Ket

L S L S L S L S L S L S

1 Resta Denpasar - - 3 - - - 1 - - - - -

2 Res Buleleng - - - - 2 - 4 - - - 1 -

3 Polres Tabanan - - 3 1 - - 8 8 3 3 - -

4 Polres Gianyar 5 5 8 8 1 1 2 - 1 - - -

5 Res Klungkung 3 3 2 2 1 - - - 6 1 - -

6 Polres Bangli - - - - 1 1 1 - - - 1 -

7 Res Kr. Asem - - 4 4 - - 1 1 4 - 3 3

8 Res Jembrana - - - - - - 5 5 - - - -

9 Polres Badung 2 2 3 3 1 1 2 2 4 4 - -

Jumlah 10 10 23 18 6 3 24 16 18 8 5 3

Sumber : Diolah berdasarkan data yang didapat dari : Kepolisian Negara

Republik Indonesia Daerah Bali Direktur Reserse Kriminal Umum.

Dari sekian kasus yang terungkap, proses peradilan pidana berlanjut bagi para

pencuri pratima maupun penadah pratima yang telah di vonis dari Pengadilan

Negeri Gianyar dan Amlapura, berikut tabel di bawah ini :

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

10

Tabel 1.2 Vonis Para Pelaku Pencurian Pratima.

No Nama Vonis Tuduhan

1 Roberto Gamba 5 bulan penjara Penadah Pratima

2 I Gusti Putu Oka Riadi 7 tahun penjara Pencuri Pratima

3 I Wayan Eka Putra 7 tahun penjara Pencuri Pratima

4 I.G.A Suardika 6,5 tahun penjara Pencuri Pratima

5 Gede Pariana 6,5 tahun penjara Pencuri Pratima

Sumber : http://news.detik.com/read/2011/02/01/124713/1557940/10/kejari-gianyar-

tolak-ajukan-banding-wn-italia-pencuri-benda-sakral?nd992203topnews

diakses tanggal 20 April 2014

Penjatuhan sanksi pidana berdasarkan KUHP oleh Hakim melalui lembaga

pengadilan terhadap pencuri pratima dianggap belum memberikan rasa keadilan

bagi masyarakat hukum adat Bali di suatu desa pakraman yang pratima-nya

dicuri, karena benda yang menjadi warisan budaya secara turun temurun yang

disakralkan umat Hindu di Bali telah ternoda oleh perbuatan yang dilakukan

pencuri pratima, maka oleh karena itu masyarakat hukum adat Bali di desa

pakraman mengharapkan adanya upaya pemenuhan kewajiban adat yang wajib

dibebankan kepada pencuri pratima di Bali yang dilakukan oleh warga dari dalam

maupun luar desa pakraman yang dinilai sudah menodai kesucian pura dan agama

Hindu. Perlu diingat kembali bahwa, pencurian terhadap pratima tidak sama

halnya seperti pencurian biasa (mencuri ayam, mencuri sandal, dll), karena

pratima tergolong benda cagar budaya.

Pengertian tentang benda cagar budaya menurut Ni Komang Anik Purniti,

M.Si yang menjabat sebagai staf ahli pada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali

adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

11

atau kelompok atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya yang berumur sekurang-

kurangnya 50 (lima puluh) tahun atau mewakili masa gaya yang khas dan

mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap

mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Oleh

karena itu, maka pratima yang merupakan salah satu media yang digunakan

dalam persembahyangan Umat Hindu di Bali dapat digolongkan sebagai suatu

Benda Cagar Budaya, meskipun banyak yang masih belum terdaftar.

Penjatuhan sanksi pidana berdasarkan KUHP oleh Hakim melalui lembaga

pengadilan sebagaimana di atas kiranya tidak akan memperbaiki suasana batin

masyarakat Hindu di Bali terhadap peristiwa pencurian pratima yang menentang

kesucian masyarakat Bali dan mengakibatkan terganggunya keseimbangan dunia

lahir dan dunia gaib (sekala lan niskala). Dengan demikian, jelas bahwa segala

perbuatan yang menimbulkan gangguan ketertiban masyarakat sebagai gangguan

terhadap keseimbangan kosmis tergolong dalam delik adat, dan kepada pelaku

dapat dikenakan sanksi adat sebagai suatu bentuk reaksi adat.17

Emile Durkheim

dalam Widnyana mengatakan bahwa reaksi sosial (sanksi adat) yang berupa

penghukuman atau sanksi itu sangat diperlukan, sebab mempunyai maksud untuk

mengadakan perawatan agar tradisi-tradisi kepercayaan adat menjadi tidak goyah

sehingga kestabilan masyarakat dapat terwujud.18

17 Made Pasek Diantha, Ketut Wirtha Griadhi, Wayan P. Windia, 2009, Kasepekang Dalam

Perspektif Hukum dan HAM, Bali Shanti, Denpasar, h. 5.

18

I Made Widnyana, op.cit, h. 8.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

12

Namun ketika pencuri pratima yang telah dijatuhkan sanksi pidana

berdasarkan KUHP oleh Hakim melalui lembaga pengadilan kemudian dijatuhi

sanksi adat oleh masyarakat desa pakraman, apakah tidak bertentangan dengan

nilai-nilai dasar Hak Asasi Manusia mengingat Negara Indonesia adalah Negara

yang menjunjung tinggi nilai Hak Asasi Manusia. Dalam ketentuan Pasal 3 ayat

(3) UU RI No. 39 tahun 1999 tentang HAM mengatakan bahwa setiap orang

berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa

diskriminasi. Tentunya hal ini merupakan sesuatu yang dilematis dirasakan

terhadap masyarakat desa pakraman yang secara materiil maupun immaterial telah

dirugikan oleh perbuatan para pencuri pratima dan juga menimbulkan pertanyaan

yang mendalam bagi aparat penegak hukum di Indonesia tentang bagaimana

mekanisme yang tepat dalam penjatuhan sanksi adat yang dikenakan bersamaan

dengan sanksi pidana berdasarkan KUHP terhadap pencuri pratima agar di satu

sisi dapat memberikan efek jera tanpa melanggar hak-hak dasar terdakwa dan

disisi lain keseimbangan sekala dan niskala di masyarakat desa pakraman dapat

disucikan kembali.

Secara materiil (sekala) masyarakat masih bisa mengganti pratima yang

hilang dengan yang lebih mahal dan bagus, namun dari sisi immaterial (niskala)

persoalan menjadi berbeda. Sesuatu yang secara turun-temurun diberikan

kepercayaan memelihara keajegan jagat, ternoda oleh lenyapnya benda yang

disimbolkan sebagai manifestasi keagungan Yang Maha Kuasa. Simbol

kepercayaan masyarakat Hindu untuk menghubungkan dengan Sang Hyang Widhi

Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) diwujudkan dalam bentuk benda-benda yang telah

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

13

disucikan dan disakralkan. Bagaimana reaksi hukum adat Bali dan hukum pidana

nasional yang berdasarkan KUHP terhadap pencuri pratima sebagai yang

menyuruh, maupun menadah. Hukuman yang dijatuhkan terhadap pencuri

pratima ternyata tidak sebanding dengan nilai kehilangan tersebut.

Pencurian pratima atau benda-benda suci keagamaan ini sudah termasuk

kedalam perbuatan kriminal atau yang disebut delik adat. Sebagaimana Ter Haar

mengatakan dianggap suatu pelanggaran atau delik karena adanya gangguan segi

satu (eenzijdig) perbuatan sepihak dari seseorang atau kelompok yang mengancam

ataupun mengganggu keseimbangan di dalam kehidupan persekutuan baik bersifat

material maupun immaterial terhadap seorang, kelompok/masyarakat, maka

tindakan tersebut akan menimbulkan suatu reaksi adat.19

Patut diperhatikan, banyaknya kasus pencurian pratima ini semata bukan

saja ada dilakukan oleh warga dari dalam desa pakraman, namun ada juga pencuri

pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman yang beragama

Hindu maupun non Hindu, bahkan turut serta Warga Negara Asing yang menjadi

penadah dalam pencurian benda suci/pratima tersebut. Pertanyaannya adalah

apakah sanksi adat dapat dijatuhkan terhadap pencuri pratima yang dilakukan

oleh warga dari luar kesatuan desa pakraman di Bali, mengingat pelaku berasal

dari daerah yang berbeda dengan lokasi tempat pencurian pratima dan hal itu

dikarenakan awig-awig di masing-masing wilayah di Bali tidak selalu sama

dengan awig-awig di wilayah lainnya. Lantas bagaimanakah sanksi adat dan

sanksi pidana berdasarkan KUHP mampu bersinergi dalam menjatuhkan sanksi

19 I Made Widnyana, 2013, Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan Hukum Pidana,PT.

Fikahati Aneska, Jakarta, h. 7.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

14

terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di

Bali.

Berdasarkan latar belakang di atas mendorong penulis untuk melakukan

penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah Tesis/Karya Tulis yang berjudul:

“PENJATUHAN SANKSI ADAT TERHADAP PENCURI PRATIMA YANG

DILAKUKAN OLEH WARGA DARI LUAR DESA PAKRAMAN di BALI”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka permasalahan yang akan

dibahas adalah sebagai berikut :

1. Apakah sanksi adat dapat dijatuhkan terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali?

2. Bagaimanakah mekanisme penjatuhan sanksi adat yang dikenakan bersamaan

dengan sanksi pidana berdasarkan KUHP terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat dan untuk

memperoleh pembahasan yang tidak jauh menyimpang dari permasalahan yang

ada maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah

yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya pada

pertanyaan apakah sanksi adat dapat dijatuhkan terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali, sedangkan permasalahan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

15

yang kedua dibatasi hanya pada pertanyaan bagaimanakah mekanisme penjatuhan

sanksi adat yang dikenakan bersamaan dengan sanksi pidana berdasarkan KUHP

terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di

Bali.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan menganalisa tentang bagaimana penerapan sanksi adat di masing-

masing desa pakraman yang sudah pernah dijatuhkan terhadap pencuri pratima

yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali ataupun

rancangan/rencana sanksi adat dari masing-masing desa pakraman yang nantinya

dijatuhkan atau dikenakan kepada pencuri pratima yang dilakukan oleh warga

dari luar desa pakraman di Bali apabila terjadi kasus pencurian pratima di Bali,

serta sejauh mana sanksi adat dan sanksi pidana berdasarkan KUHP mampu

memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera terhadap pencuri pratima

tanpa melanggar HAM dan atau melanggar dari ketentutan UUD 1945.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa tentang penjatuhan sanksi adat terhadap

pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa tentang mekanisme penjatuhan sanksi

adat yang dikenakan bersamaan dengan sanksi pidana berdasarkan KUHP

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

16

terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman

di Bali.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian bermanfaat untuk memberikan sumbangan

bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca di bidang

hukum pidana adat tentang penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Bagi praktisi, penelitian ini nantinya bermanfaat sebagai landasan teoritis

dalam hal penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima khususnya bagi

pelaku yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali.

2. Bagi mahasiswa ataupun mahasiswi, penelitian ini nantinya bermanfaat

sebagai literatur tambahan guna melengkapi refrensi dalam pembahasan

tentang sanksi adat yang telah pernah dijatuhkan terhadap pencuri pratima

yang dilakukan oleh warga dari dalam desa pakraman di Bali dan juga

terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman

di Bali yang beragama Hindu maupun non Hindu.

3. Bagi Masyarakat, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dalam

merespons persoalan hukum pidana adat, khususnya mengenai problematika

penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga

dari luar desa pakraman di Bali.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

17

1.6. Orisinalitas Penelitian

Dalam rangka untuk memperkaya penelitian dan penulisan tesis serta

untuk menumbuhkan semangat anti plagiat di dalam dunia pendidikan di

Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukan orisinalitas

dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan, beberapa judul penelitian

tesis atau disertasi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali

ini, peneliti akan menampilkan 3 (tiga) tesis terdahulu yang pembahasannya

berkaitan dengan penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang dilakukan

oleh warga dari luar desa pakraman di Bali, antara lain sebagai berikut :

a. Tahun 2010, Dewa Gede Sumerta, (Mahasiswa Program Pascasarjana

Fakultas Hukum Universitas Udayana) yang berjudul “Pemidanaan

Terhadap Pelaku Pencurian Benda-Benda Sakral di Bali”. Dalam tesis

ini dikemukakan 2 (dua) rumusan masalah, yaitu :

1. Mengapa hakim di dalam memutus kasus pencurian benda-benda

sakral di Bali, tidak menjatuhkan pidana pemenuhan kewajiban adat ?

2. Mengapa di dalam kasus pencurian benda-benda sakral di Bali,

masyarakat hukum adat menghendaki adanya upaya adat ?

Tesis ini mendeskripsikan tentang pemidanaan terhadap pelaku pencurian

benda-benda sakral dalam praktek peradilan di Bali, serta filosofi yang

mendasari perlunya pemenuhan kewajiban adat dalam kasus-kasus delik

adat di Bali. Bahwa pada dasarnya hakim dalam memutus perkara kasus-

kasus pencurian benda-benda sakral mendasarkan putusannya pada Pasal

362 dan 363 KUHP karena pencurian benda-benda sakral walaupun

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

18

menurut pandangan masyarakat adat merupakan delik adat, namun tindak

pidana tersebut merupakan tindak pidana umum sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 362 dan 363 KUHP. Bahwa masyarakat adat di Bali di dalam

kehidupannya menghendaki selalu adanya perimbangan antara kehidupan

lahir dan bathin (sekala dan niskala). Filsafat Tri Hita Karana tidak dapat

dilepaskan dalam kehidupan masyarakat hukum adat Bali dengan berpegang

teguh pada ajaran-ajaran agama Hindu. Sehingga menimbulkan pemikiran

segala perbuatan yang mengakibatkan ketidakseimbangan harus dihindarkan

atau bagi pembuatnya dikenakan kewajiban untuk mengembalikan

keseimbangan tersebut.

b. Tahun 2009, Nyoman Roy Mahendra Putra, (Mahasiswa Program Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro) yang berjudul “Penyelesaian

Pelanggaran Adat di Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng

Menurut Hukum Adat di Bali”. Dalam tesis ini dikemukakan 2 (dua)

rumusan masalah, yaitu :

1. Jenis-jenis perbuatan apa yang dapat digolongkan ke dalam

pelanggaran adat menurut hukum adat Bali?

2. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian pelanggaran adat di Kecamatan

Busungbiu Kabupaten Buleleng menurut hukum adat Bali?

Tesis ini mendeskripsikan tentang penyelesaian pelanggaran adat yang

sebagian besar diatur dalam awig-awig desa adat. Pelanggaran terhadap

ketentuan-ketentuan adat yang terdapat dalam awig-awig dapat dijatuhi

sanksi adat yang merupakan reaksi adat terhadap tidak dilaksanakannya atau

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

19

ditaatinya peraturan-peraturan adat. Sanksi ini dimaksudkan untuk

mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat adanya pelanggaran

adat. Sanksi adat selalu disertai dengan suatu kejadian atau perbuatan yang

harus dipertanggungjawabkan oleh si pelaku maupun keluarganya.

c. Tahun 2006, Budi Kresna Aryawan, (Mahasiswa Program Magister

Kenotariatan Universitas Diponegoro) yang berjudul “Penerapan Sanksi

Terhadap Pelanggaran Awig-Awig Desa Adat Oleh Krama Desa di Desa

Adat Mengwi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung Propinsi Bali”.

Dalam tesis ini dikemukakan 2 (dua) rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimana penerapan sanksi awig-awig Desa Adat Mengwi terhadap

pelanggaran yang dilakukan oleh Krama Desa Adat Mengwi?

2. Bagaimanakah hambatan-hambatannya dalam penerapan sanksi awig-

awig Desa Adat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Krama

Desa Adat Mengwi?

Tesis ini mendeskripsikan tentang penerapan sanksi terhadap pelanggaran

awig-awig desa adat yaitu tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan

sesuai dengan apa yang tercantum dalam awig-awig desa adat Mengwi

dengan mengutamakan penyelesaian secara kekeluargaan dan bijaksana,

baik berupa denda secara fisik atau denda dengan harta (materiil). Dengan

sosialisasi kepada warga desa secara terus menerus dan tindakan yang tegas

baik perangkat desanya atau kepatuhan warga desanya maka hambatan-

hambatan dalam penerapan sanksinya dapat diselesaikan dengan sebaik-

baiknya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

20

1.7. Landasan Teori dan Kerangka Berpikir

Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih,

atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu

yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu

dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara

dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.20

Sehingga dalam

menjawab permasalahan yang terkait dengan penjatuhan sanksi adat terhadap

pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali, maka

dalam hal ini akan diuraikan melalui beberapa teori, yaitu :

a. Teori Catur Praja

Menyelenggarakan pemerintahan mengandung makna proaktif, dan Van

Vollenhoven memperkenalkan prinsip vrijbestuur dalam penyelenggaraan

pemerintahan, yaitu hak dan kewajiban yang melekat pada diri pejabat publik

begitu diangkat. Kewajibannya menganut stelsel residual theory, yaitu

melaksanakan tugas apa saja meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, selain

tugas-tugas kepolisian, peradilan, dan legislatif. Untuk melaksanakan kewajiban

ini pemerintah memiliki diskresi atau kebebasan bertindak dengan prinsip freies

ermessen demi menjaga kepentingan rakyat. Berdasarkan teori residu dari Van

Vollenhoven, dimana kekuasaan/fungsi pemerintah terdiri dari empat bagian yang

dikenal dengan teori catur praja (Quarto Politica).21

20 Soerjono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta,

h. 30.

21

C.S.T Kansil, 1982, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,

Jakarta, h. 337.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

21

Adapun pembagian dari teori catur praja adalah sebagai berikut :

a. Fungsi memerintah (bestuur) yaitu dalam Negara yang modern fungsi

bestuur mempunyai tugas yang sangat luas, tidak hanya terbatas pada

pelaksanaan undang-undang saja. Pemerintah banyak mencampuri urusan

kehidupan masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial budaya maupun

politik. Di dalam fungsi kekuasaan pemerintah yang bersifat pemerintahan

(bestuur), diwujudkan dalam tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

bersifat publik yaitu membuat peraturan yang bersifat umum dan abstrak

(regeling) dan membuat peraturan yang bersifat individu dan konkrit

(beschikking).

b. Fungsi polisi (politie) merupakan fungsi untuk melaksanakan pengawasan

secara preventif yakni memaksa penduduk suatu wilayah untuk mentaati

ketertiban hukum serta mengadakan penjagaan sebelumnya (preventif),

agar tata tertib dalam masyarakat tersebut tetap terpelihara.

c. Fungsi mengadili (justitie) adalah fungsi pengawasan yang represif

sifatnya yang berarti fungsi ini melaksanakan yang konkret, supaya

perselisihan tersebut dapat diselesaikan berdasarkan peraturan hukum

dengan seadil-adilnya.

d. Fungsi mengatur (regelaar) merupakan suatu tugas perundangan untuk

mendapatkan atau memperoleh seluruh hasil legislatif dalam arti material.

Adapun hasil dari fungsi pengaturan ini tidaklah undang-undang dalam arti

formil (yang dibuat oleh presiden dan DPR), melainkan undang-undang

dalam arti material yaitu setiap peraturan dan ketetapan yang dibuat oleh

pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk

wilayah dari suatu Negara. 22

Teori catur praja khususnya fungsi mengadili sangat relevan digunakan

sebagai pisau analisa dalam membahas suatu permasalahan. Oleh karena itu, desa

pakraman dalam menjalankan roda pemerintahan memiliki segenap kewenangan

yang melekat dan dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan peraturan

hukum dengan seadil-adilnya. Atas dasar kewenangan tersebut, maka terhadap

pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali

khususnya, penting kiranya untuk dapat dijatuhi sanksi adat oleh desa pakraman.

22 Jimly Asshiddiqie, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II, Sekrtariat Jenderal

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, hal. 15.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

22

b. Teori Keadilan

Menurut John Rawls, prinsip paling mendasar dari keadilan adalah bahwa

setiap orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar.23

Karena itu, supaya keadilan dapat tercapai maka struktur konstitusi politik,

ekonomi, dan peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi semua orang.

Situasi seperti ini disebut "kabut ketidaktahuan" (veil of ignorance), di mana

setiap orang harus mengesampingkan atribut-atribut yang membedakannya

dengan orang-orang lain, seperti kemampuan, kekayaan, posisi sosial, pandangan

religius dan filosofis, maupun konsepsi tentang nilai. Untuk mengukuhkan situasi

adil tersebut perlu ada jaminan terhadap sejumlah hak dasar yang berlaku bagi

semua, seperti kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berpikir, kebebasan

berserikat, kebebasan berpolitik, dan kebebasan di mata hukum. Pada dasarnya,

teori keadilan Rawls hendak mengatasi dua hal yaitu utilitarianisme dan

menyelesaikan kontroversi mengenai dilema antara liberty (kemerdekaan) dan

equality (kesamaan) yang selama ini dianggap tidak mungkin untuk disatukan.24

Menurut teori ini, penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali memang tidak bisa

dikenakan secara langsung oleh pihak prajuru adat/prajuru desa pakraman melalui

lembaga adat seperti halnya pada penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima

yang dilakukan oleh warga asli desa pakraman. Namun dengan menggunakan

teori keadilan, desa pakraman akan sedikit lebih lega apabila sanksi pidana yang

23 Christoph Stueckelberger, 1998, Lingkungan dan Pembangunan, Duta Wacana University

Press, Yogyakarta, h. 81.

24

Bur Rasuanto, 2005, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas; Dua

Teori Filsafat Politik Modern, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 25.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

23

dibebankan kepada pelaku pencurian pratima yang dilakukan oleh warga dari luar

desa pakraman di Bali tersebut lebih diperberat sesuai dengan besar kesalahan

yang dilakukannya. Teori keadilan ini juga sebagai bentuk evaluasi moral yang

telah melalui sederatan pertimbangan-pertimbangan, sehingga hal tersebut dapat

memberikan rasa keadilan kepada semua pihak, baik pelaku maupun masyarakat.

c. Teori Pluralisme Hukum

Keanekaragaman hukum yang berlaku di tengah masyarakat bangsa dan

Negara dapat dikaji melalui teori pluralisme hukum. Jhon Griffith mengatakan

bahwa pluralisme hukum ialah suatu kondisi yang terjadi di wilayah sosial mana

pun, di mana seluruh tindakan komunitas di wilayah tersebut diatur oleh lebih dari

satu tertib hukum.25

Dikenal dua macam tertib hukum yang berlaku di dalam

kelompok sosial, yakni:

1. Ideologi sentralisme hukum

2. Hukum lainnya (hukum lokal/adat).

Dalam ideologi sentralisme hukum, segenap aturan-aturan normatif

dianggap sah keberlakuannya sebagai aturan hukum jika telah sesuai dengan

aturan yang berada dalam tingkat hierarki yang lebih tinggi. Sedangkan hukum

lainnya, seperti hukum lokal, hukum gereja, keluarga, asosiasi sukarela dan lain-

lain secara hierarkis berada di bawah hukum dan institusi Negara.26

25 H. Salim, Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis

dan Disertasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 96.

26

Ibid. h. 101, lihat juga Jhon Griffiths dalam Journal of Legal Pluralism and Unofficial law

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

24

John Griffith kemudian membedakan pluralisme berdasarkan kekuatan

berlakunya menjadi dua macam :

1. Pluralisme hukum kuat

2. Pluralisme hukum yang lemah.27

Pluralisme hukum kuat ditandai dengan berlakunya dua atau lebih tertib

hukum di dalam masyarakat, sehingga tertib hukum yang berlaku pada

masyarakat tersebut tidak seragam dan sistematis. Adapun pluralisme hukum

lemah merupakan salah satu bagian kecil dari hukum suatu Negara, yang berlaku

sepanjang memperoleh pengakuan secara implisit oleh aturan dasar terhadap

golongan kecil masyarakat. Apabila dikaitkan dengan hukum yang berlaku di

Indonesia, khususnya dalam ranah hukum perdata, corak pluralisme dapat di

bedakan menjadi tiga, antara lain:

1. hukum agama

2. hukum adat

3. hukum Negara. 28

Pemikiran mengenai kenyataan pluralisme hukum dimunculkan sebagai

tanggapan terhadap adanya sentralisme hukum, yaitu suatu paham mengenai

bahwa hukum adalah dan sudah seharusnya merupakan hukum Negara berlaku

seragam untuk semua orang, berdiri sendiri dan terpisah dari semua hukum yang

lain dan dijalankan oleh seperangkat lembaga-lembaga Negara. John Griffith

berpendirian bahwa pluralisme hukum dan sentralisme hukum merupakan dua

kutub yang secara tegas saling berhadapan. Sedangkan konsep pluralisme hukum

27 Jhon Griffiths, 2005, Memahami Pluralisme Hukum, Sebuah deskripsi Konseptual, dalam

Pluralisme Hukum Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Huma, Jakarta, h. 72

28

H. Salim, Erlies Septiana Nurbani, op.cit, h. 98

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

25

menurut Griffith adalah adanya lebih dari satu tatanan hukum dalam suatu arena

sosial.29

Dalam arena pluralisme hukum itu terdapat hukum Negara di satu sisi, dan

di sisi lain adalah hukum rakyat yang pada prinsipnya tidak berasal dari Negara,

yang terdiri dari hukum adat, agama, kebiasaan-kebiasaan atau konvensi-konvensi

sosial lain yang dipandang sebagai hukum. Namun dalam era globalisasi seperti

sekarang, perlu diperhitungkan hadirnya hukum internasional dalam arena

pluralisme hukum. Dalam kenyataan empirik, khususnya dalam bidang

perekonomian dan bidang hak asasi manusia, kehadiran hukum internasional

terlihat sekali pengaruhnya.

Pandangan pluralisme hukum dapat menjelaskan bagaimanakah hukum

yang beranekaragam secara bersama-sama mengatur suatu perkara. Bagi

kebanyakan sarjana hukum, kenyataan adanya sistem hukum lain di samping

hukum Negara masih sulit diterima. Padahal dalam kenyataan sehari-hari tidak

dapat dipungkiri terdapat sistem-sistem hukum lain di luar hukum Negara (state

law). Melalui pandangan pluralisme hukum, dapat diamati bagaimanakah semua

sistem hukum tersebut “beroperasi” bersama-sama dalam kehidupan sehari-hari,

artinya, dalam konteks apa orang memilih (kombinasi) aturan hukum tertentu, dan

dalam konteks apa ia memilih aturan dan sistem peradilan yang lain.

29 T.O. Ihromi, 2001, Antropologi Hukum: Sebuah Bunga Rampai, Yayasan Obor Indonesia,

Jakarta, h. 243.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

26

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam hubungannya dengan penelitian

ini adalah untuk mengetahui sejauh mana keabsahan penjatuhan sanksi adat yang

diberikan oleh desa pakraman terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh

warga dari luar desa pakraman di Bali dan sejauhmana perlindungan terhadap

hak-hak yang dimiliki oleh pencuri pratima tersebut. Sebagaimana diketahui, di

Indonesia berlaku dua sistem hukum yang mengatur tentang pencurian terhadap

benda-benda suci di Bali, yaitu hukum Negara (hukum pidana berdasarkan

KUHP) dan hukum Adat. Berdasarkan teori pluralisme hukum, dapat diketahui

tentang relasi antara hukum Negara (hukum pidana berdasarkan KUHP) yang

hanya sebatas mengatur tentang pencurian biasa dan hukum adat yang aturannya

mewajibkan terhadap pencuri pratima di Bali untuk dilakukan upaya pemenuhan

kewajiban adat. Adapun jika bertolak dari teori pluralisme yang dibedakan

berdasarkan kekuatan berlakunya, maka akan diketahui pengaruh hukum Negara

(hukum pidana berdasarkan KUHP) terhadap hukum adat.

d. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Suatu konsep yang terkait dengan teori kewajiban hukum adalah konsep

tanggung jawab hukum (liability). Seseorang secara hukum dikatakan

bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat

dikenakan suatu sanksi dalam suatu perbuatan yang berlawanan. Normalnya

dalam kasus, sanksi dikenakan karena perbuatannya sendiri yang membuat orang

tersebut harus bertanggungjawab. Menurut teori tradisional terdapat 2 bentuk

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

27

pertanggungjawaban hukum, yaitu berdasarkan kesalahan (based on fault) dan

pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility).30

Hukum primitif melihat bahwa hubungan antara perbuatan dan efeknya

tidak memiliki kualifikasi psikologis. Apakah tindakan individu telah diantisipasi

atau tidak atau dilakukan dengan sengaja atau tidak adalah tidak relevan. Adalah

cukup bahwa perbuatan tersebut telah menimbulkan akibat yang dinyatakan

harmful yang berarti menunjukkan hubungan eksternal antara perbuatan dan

efeknya. Tidak dibutuhkan adanya sikap mental pelaku dan efek dari perbuatan

tersebut. Pertanggungjawaban inilah yang disebut pertanggungjawaban absolut.31

Teknik hukum terkini menghendaki suatu pembedaan antara kasus ketika

individu merencanakan dan tidak merencanakan. Ide keadilan individualis

mensyaratkan bahwa suatu sanksi harus diberikan kepada individu ketika tindakan

seorang individu membawa akibat harmful effect tapi tanpa direncanakan. Prinsip

pemberian sanksi terhadap individu hanya ketika tindakan individu tersebut

direncanakan akan berbeda dengan ketika tindakan individu itu tidak

direncanakan. Inilah yang disebutkan pertanggungjawaban karena kesalahan

(culpability/responsibilitybased on fault).32

Roscoe Pound mengatakan melalui

pendekatan analisis kritisnya, bahwa timbulnya pertanggungjawaban karena suatu

kewajiban atas kerugian yang ditimbulkan terhadap pihak lain. Pada sisi lain

30

Jimly Assidiqie dan M. Ali Syafaat, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Sekjend

Mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 65.

31 Ibid.

32 Loc.cit.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

28

Pound melihat lahirnya pertanggungjawaban tidak saja karena kerugian yang

ditimbulkan oleh suatu tindakan, tetapi juga karena suatu kesalahan.33

e. Teori Pemidanaan

Pemidanaan berasal dari kata “pidana” yang diartikan juga sebagai

hukuman sehingga pemidanaan dapat diartikan sebagai penghukuman. Menurut

Sudarto, bahwa istilah penghukuman dapat disempitkan artinya, yakni

penghukuman dalam perkara pidana yang kerap kali sinonim dengan

“pemidanaan” atau “pemberian/penjatuhan pidana” oleh hakim.34

Menurut Muladi tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan

baik individual maupun sosial yang disebabkan karena adanya tindak pidana.

Konsepsi ini bertolak dari asumsi dasar, bahwa tindak pidana merupakan

gangguan terhadap keseimbangan yang mengakibatkan kerusakan individual dan

sosial. Berdasarkan hal tersebut, Muladi mengemukakan bahwa seperangkat

tujuan yang bersifat integratif meliputi;

1. pencegahan (baik umum maupun khusus);

2. perlindungan masyarakat;

3. memelihara solidaritas masyarakat;

4. pengimbalan/pengimbangan.35

33

Roscoe Pound, 1982, Pengantar Filsafat Hukum, Diterjemahkan dari edisi yang diperluas

oleh Drs. Mohammad Radjab, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, h. 90.

34

Sudarto, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana, PT. Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat

Sudarto I), h. 72

35

Muladi, 1985, Lembaga Pidana Bersyarat, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat

Muladi I), h. 39.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

29

Pemidanaan yang mempunyai arti sama dengan penjatuhan pidana oleh

Negara, berwujud sebagai suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan atau

dibebankan oleh Negara kepada seseorang atau beberapa orang sebagai akibat

hukum (sanksi) baginya atas perbuatannya yang telah melanggar larangan hukum

pidana. Sehingga dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa pemidanaan adalah

suatu proses pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim dan mengenai proses

menjalankan pidana sebagai akibat adanya gangguan mengakibatkan kerusakan

baik individual maupun sosial. Dalam pemidanaan pada umunya dikenal dengan 3

teori yang sering digunakan dalam mengkaji tentang tujuan pemidanaan yaitu :

a. Teori Pembalasan (absolute/vergeldingstheorie)

Menurut teori ini, dasar hukuman harus dicari dari kejahatan itu sendiri

karena kejahatan telah menimbulkan penderitaan bagi orang lain,

sebagai imbalannya (vergelding) si pelaku juga harus diberi

penderitaan.

b. Teori maksud dan tujuan (relatieve doeltheorie)

Menurut teori ini, hukuman dijatuhkan untuk melaksanakan maksud

atau tujuan dari hukuman itu yakni memperbaiki ketidakpuasan

masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman harus

dipandang secara ideal, selain itu tujuan hukuman adalah untuk

mencegah (prevensi) kejahatan.

c. Teori gabungan (verenigingstheorie); suatu teori yang terdiri dari teori

pembalasan dan teori maksud dan tujuan, artinya dasar hukuman harus

dicari dari adanya kejahatan yang menimbulkan penderitaan bagi orang

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

30

lain dan sebagai penggantinya kepada pelaku harus dikenakan

penderitaan. Kemudian adanya suatu hukuman bertujuan memperbaiki

ketidakpuasan masyarakat selain itu tujuan hukuman harus dipandang

secara ideal karena tujuan hukuman adalah untuk mencegah (prevensi)

kejahatan.

Teori gabungan adalah gabungan daripada kedua teori yaitu teori

pembalasan dengan teori maksud dan tujuan. Gabungan kedua teori itu

mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali adalah untuk

mempertahankan tata tertib hukum dalam masyarakat dan memperbaiki pribadi si

penjahat.36

36 Ledeng Marpaung, 2003, Azas Teori Praktek Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta,

h. 105.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

31

1.8. Kerangka Berpikir

PENJATUHAN SANKSI ADAT TERHADAP

PENCURI PRATIMA YANG DILAKUKAN

OLEH WARGA DARI LUAR DESA PAKRAMAN

di BALI

Aspek Sosiologis :

Pencuri pratima tidak hanya dilakukan oleh pelaku

yang berasal dari dalam desa pakraman melainkan

ada juga pencuri yang berasal dari luar kesatuan

desa pakraman yang beragama Hindu maupun non

Hindu.

Aspek Yuridis :

Pasal 362, 363, 365 KUHP dan sanksi adat / awig-

awig desa pakraman : artha danda (sanksi berupa

denda uang/barang), sangaskara danda (sanksi

berupa ikut melakukan upacara keagamaan), jiwa

danda (sanksi berupa penjatuhan derita rohani

dan jasmani dalam hal ini kasepekang).

Aspek Filosofis :

Pratima merupakan benda suci keagamaan yang

disakralkan oleh umat Hindu di Bali dan dipercaya

sebagai manifestasi/penjelmaan dari Tuhan Yang

Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Pratima

menjadi sebuah daya tarik bagi para kolektor

benda antik karena terbuat dari kayu cendana

kemudian dilapisi oleh mutiara dan emas. Oleh

karena itu selain memiliki nilai kesakralan,

pratima juga memiliki nilai ekonomis yang

terbilang cukup tinggi.

RUMUSAN MASALAH

1. Apakah sanksi adat dapat

dijatuhkan terhadap

pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari

luar desa pakraman di

Bali?

2. Bagaimanakah mekanisme

penjatuhan sanksi adat yang

dikenakan bersamaan

dengan sanksi pidana

berdasarkan KUHP

terhadap pencuri pratima

yang dilakukan oleh warga

dari luar desa pakraman di

Bali?

TEORI

1. Teori Catur Praja

2. Teori Keadilan

3. Teori Pluralisme Hukum

4. Teori Pertanggungjawaban Pidana

5. Teori Pemidanaan

Jenis penelitian :

Penelitian hukum empiris,

yang pokoknya menganalisa

dan mengkaji bekerjanya

hukum di tengah masyarakat.

Pendekatan masalah :

Pendekatan normatif dan

empiris, yaitu mengkaji

permasalahan melalui

peraturan per UUan dan

berdasarkan kenyataan di

dalam masyarakat.

Sumber bahan hukum :

1. Bahan hukum primer

2. Bahan sekunder

3. Bahan hukum tersier

Teknik pengumpulan

bahan hukum :

Teknik purposive

sampling dan metode

kualitatif

KESIMPULAN

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

32

1.9. Metode Penelitian

1.9.1. Jenis Penelitian

Suatu penelitian dilakukan sebagai suatu usaha untuk menemukan,

mengembangkan, menguji kebenaran dan mencari kembali suatu pengetahuan dan

menggunakan metode-metode ilmiah.37

Penelitian ini adalah penelitan hukum

empiris yang pada pokoknya menganalisa dan mengkaji bekerjanya hukum di

tengah masyarakat.38

Objek kajian penelitian hukum empiris, meliputi :

a. efektivitas hukum

b. kepatuhan terhadap hukum

c. peranan lembaga atau institusi hukum di dalam penegakan hukum

d. implementasi aturan hukum

e. pengaruh aturan hukum terhadap masalah sosial tertentu atau

sebaliknya.39

Adapun kaitannya dengan penelitian ini, maka aspek empiris yang

dimaksud adalah melakukan penelitian terhadap implementasi hukum adat,

khususnya penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh

warga dari luar desa pakraman di Bali. Apakah sanksi adat dapat dijatuhkan

terhadap pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di

Bali dan bagaimanakah mekanisme penjatuhan sanksi adat yang dikenakan

bersamaan dengan sanksi pidana berdasarkan KUHP terhadap pencuri pratima

yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali. Dari jawaban inilah

nantinya terlihat implementasi hukum adat dalam hal pencurian pratima di Bali.

37 Djam’an Satori, Aan Komariah, 2010, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung,

h. 18.

38

H. Salim, Erlies Septiana Nurbani, op.cit, h. 20.

39

Ibid.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

33

1.9.2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif. Langkah kerja untuk mendeskripsikan

suatu objek, fenomena, atau setting social terjewantah dalam suatu tulisan yang

bersifat naratif, artinya data maupun fakta yang dihimpun berbentuk kata atau

gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti menggambarkan

apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi.40

Penelitian deskriptif ini

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu,

termasuk juga tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-

pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh

dari suatu fenomena.41

Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam

masyarakat yang berkenaan dengan objek penelitian. Penelitian ini

menggambarkan tentang penjatuhan sanksi adat terhadap pencuri pratima yang

dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali.

1.9.3. Jenis Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan pendekatan secara normatif dan empiris.

Pendekatan normatif dilakukan dengan mengkaji permasalahan melalui peraturan-

peraturan atau norma-norma hukum yang berlaku, sedangkan pendekatan empiris

dilakukan dengan mengkaji permasalahan berdasarkan praktek atau kenyataan

yang ada dalam masyarakat.42

Relevansinya dengan penelitian ini adalah

penjatuhan sanksi adat tidak lain merupakan sarana represif dari sistem norma

sebagaimana yang dimaksud dalam penjelasan di atas. Oleh karenanya melalui

pendekatan normatif dan empiris, khususnya sanksi adat yang dijatuhkan terhadap

40 Djam’an Satori, Aan Komariah, op.cit, h. 28.

41

Moh. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 54-55.

42

Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 35

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

34

pencuri pratima yang dilakukan oleh warga dari luar desa pakraman di Bali dapat

dianalisa mengenai dasar legitimasinya.

1.9.4. Data dan Sumber Data

1.9.4.1.Data Primer

Data primer yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini bersumber atau

diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukan dengan cara mengadakan

penelitian di lokasi terjadinya pencurian pratima yaitu di desa pakraman Muncan

kabupaten Karangasem, desa pakraman Budakeling kabupaten Karangasem dan

desa adat Tandeg kabupaten Badung. Adapun sumber data primer merupakan

sumber data yang diperoleh dari narasumber yang paling utama, dalam hal ini

adalah Bendesa adat desa pakraman, klian banjar, masyarakat, Biro Hukum dan

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat, dan Pelaku pencurian pratima.

1.9.4.2.Data Sekunder

Data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun

bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau

mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu:

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

c. Undang-Undang HAM No. 39 Tahun 1999 tentang HAM;

d. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951;

e. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

35

f. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, literatur,

makalah, tesis, disertasi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian,43

disamping itu juga

dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic

research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download) bahan

hukum yang diperlukan.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari :

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta;

b. Black’s Law Dictionary; Kamus hukum.

1.9.5. Teknik Pengumpulan Data

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data. Pengumpulan

data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian.44

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder dan teknik wawancara

untuk mengumpulkan data primer.

Pengumpulan data melalui teknik dokumentasi, peneliti dapat memperoleh

informasi bukan dari orang sebagai narasumber melainkan dari berbagai macam

sumber tertulis. Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap

43 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta, h. 141.

44

Djam’an Satori, Aan Komariah, op.cit, h. 102

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

36

dari penggunaan metode wawancara.45

Teknik wawancara artinya melakukan

interaksi komunikasi bertatap muka dengan maksud menghimpun informasi.

Seperti yang telah disebutkan pada halaman sebelumnya, teknik wawancara yang

digunakan adalah wawancara semi standar, yakni wawancara dengan membuat

garis besar pokok-pokok pembicaraan namun dalam pelaksanaannya pertanyaan

dapat diajukan secara bebas dalam arti tidak perlu dipertanyakan secara berurutan

dan pemilihan kata-katanya juga tidak baku saat wawancara berlangsung.46

Dalam sebuah penelitian kualitatif, sampel berarti narasumber atau

informan. Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif sangat bergantung pada

tujuan atau masalah peneliti yang bersangkutan. Dengan kata lain, peneliti

memilih sampel yang mempunyai pengetahuan dan informasi tentang fenomena

yang diteliti.47

Untuk selanjutnya disebut purposive sampling. Adapun pihak-

pihak yang nantinya akan digunakan sebagai sampel antara lain :

1. Kelian adat;

2. Bendesa adat;

3. Pihak Kepolisian, dan;

4. Pihak terkait yang ada hubungannya dengan permasalahan yang tengah

diteliti.

45 Ibid, h. 149

46

Ibid, h. 135

47

Ibid, h. 53

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · bersumber dari agama Hindu. Tujuan hukum adat Bali adalah adanya ... pratima telah memenuhi unsur-unsur yang terkandung di dalam

37

1.9.6. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pertama-tama, dibutuhkan sebuah identifikasi terhadap data-data

(pengumpulan data) yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Dimana,

untuk selanjutnya data yang telah teridentifikasi wajib untuk dipilah dan dicari

intisarinya agar mampu memberikan gambaran riil tentang pengamatan terhadap

masalah yang tengah diteliti, kemudian ditindaklanjuti dengan tahapan mengurai

menjadi bagian-bagian, sehingga tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu lebih

tampak jelas lagi duduk perkaranya (analisis data). Dengan adanya penggunaan

pemikiran analitik dalam penelitian ini, mengimplikasikan metode yang

digunakan adalah metode kualitatif.48

Sehingga masalah yang diteliti nantinya

tidak lepas dari koridor situasi nyata di lapangan.

48 Ibid, h. 199