BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - wisuda.unud.ac.idwisuda.unud.ac.id/pdf/1115151026-2-Bab...
Click here to load reader
-
Upload
truongdien -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - wisuda.unud.ac.idwisuda.unud.ac.id/pdf/1115151026-2-Bab...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industrialisasi merupakan syarat dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Namun masalah pokok yang sedang dihadapi oleh sektor industri salah
satunya adalah lemahnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam
sektor perekonomian, padahal UMKM memiliki eksistensi penting karena sebagai
pendukung dalam perekonomian nasional (Adebayo and Moshood, 2014).
Pemerintah daerah saat ini sangat memperhatikan para pelaku UMKM-nya dengan
harapan dapat memberikan kontribusi yang tinggi dalam menyumbang pendapatan
daerah (Yarlina, 2012). Usaha kecil menengah juga terbukti mampu memberikan
solusi dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia (Anne and Karanja,
2014). Meski pertumbuhan ekonomi saat ini cenderung melambat hingga 0,5 persen,
potensi UMKM tetap tidak akan terpengaruh karena potensi UMKM tidak terfokus
pada perkembangannya, tapi pada tenaga kerja.
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bagian
penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah (Bayu, 2013). Pemberdayaan
Usaha Kecil dan Menengah sangat penting dalam mengantisipasi perekonomian
kedepan terutama dalam memperkuat struktur perekonomian nasional (Rachmawati
dan Hotniar, 2005). Sebab selain memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi
2
nasional juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Dengan jumlah
tenaga kerja yang semakin bertambah maka membuat perkembangan pada sektor
UKM semakin maju juga sehingga mampu mengurangi angka penganguran (Silvia,
2014). Berikut disajikan perkembangan jumlah angka pengangguran pada Provinsi
Bali Tahun 1993-2013 pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Angka Pengangguran (Orang) Provinsi
Bali Tahun 1993-2013
Tahun Angka Pengangguran
(orang) Perkembangan (%)
1993 54.327 -
1994 52.028 -4,2
1995 53.611 3,0
1996 56.147 4,7
1997 55.313 -1,5
1998 68.471 23,7
1999 72.021 5,18
2000 94.754 31,6
2001 87.475 -7,6
2002 51.214 -41,4
2003 41.482 -19,0
2004 52.384 26,3
2005 47.325 -9,6
2006 66.470 40,4
2007 69.549 4,6
2008 68.791 -1,1
2009 77.577 12,8
2010 71.660 -7,6
2011 103.830 44,9
2012 89.640 -13,7
2013 106.430 18,7 Sumber:BPS, Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (data diolah), 2014
Tabel 1.1 menjelaskan rata-rata perkembangan jumlah pengangguran Provinsi
Bali tahun 1993-2013. Pertumbuhan jumlah pengangguran tertinggi terjadi pada
tahun 2011 sebesar 44,9 persen. Sedangkan penurunan jumlah pengangguran
3
tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar -41,4 persen. Dalam indikator makro
ekonomi ada tiga hal yang menjadi pokok permasalahan yang terkait dengan masalah
pengangguran yaitu, masalah pertumbuhan ekonomi, masalah inflasi dan masalah
pengangguran. Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif
tidak sedang mencari pekerjaan Nanga (Asma, 2015). Hal ini menjelaskan bahwa
semakin banyak jumlah pengangguran di Provinsi Bali maka akan semakin banyak
kebutuhan akan lapangan pekerjaan (Edy dan Devi, 2014). Salah satu faktor yang
menyebabkan tingginya angka pengangguran di Negara kita adalah terlampau
banyaknya angkatan kerja yang diarahkan ke sektor formal, sehingga ketika mereka
kehilangan pekerjaan di sektor formal, mereka kelabakan dan tidak dapat berusaha
untuk menciptakan pekerjaan sendiri di sektor informal. Justru orang yang kurang
berpendidikan dan minim ketrampilan yang dapat melakukan inovasi dalam
menciptakan pekerjaan di sektor informal (Karib, 2012).
Edi dan Devi (2014) Aspek-aspek kualitas penduduk sangat kompleks karena
mencakup berbagai aspek fisik dan non-fisik. Secara makro gambaran kualitas
penduduk dapat dilihat dari angka indeks pembangunan manusia, salah satunya
adalah tingkat pengangguran berdasarkan pendidikan. Secara garis besar tingkat
pengangguran yang berpendidikan di Provinsi Bali keseluruhan mengalami
penurunan. Tetapi kendatipun demikian tahun 2011 jumlah pengangguran yang
berpendidikan maupun tidak berpendidikan sebesar 44,9 persen padahal tahun 2010
penganggur yang berpendidikan tamat SLTA hanya sekitar -7,6 persen. Penganggur
4
yang berpendidikan diatas SLTA (Akademi/Diploma dan Universitas) juga
mengalami peningkatan. Penurunan hanya terjadi untuk penganggur yang
berpendidikan tamat SLTP dan SD kebawah. Fenomena yang menarik untuk
dicermati khususnya di Provinsi Bali ialah tingginya tingkat pengangguran terbuka
yang berasal dari lulusan perguruan tinggi. Tingginya pengangguran yang berasal dari
penduduk kelompok berpendidikan tinggi disebabkan karena adanya kualifikasi
pekerjaan yang diinginkan yang tidak sesuai dengan kualifikasi kompetensi yang
dimiliki oleh pekerja. Kondisi ini yang akan menciptakan missmatch antara
ketersediaan kompetensi pekerja dengan kualifikasi perusahaan yang diinginkan.
Isu lain yang berkaitan dengan tingkat penganguran adalah berlakunya MEA
pada akhir tahun 2014. Kesiapan Indonesia sangat diperlukan menghadapi MEA bila
tidak ingin Negara Indonesia akan menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya
khususnya Bali sebagai pusat pariwisata (Bagus, 2009). Dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, definisi ketenagakerjaan itu sendiri
adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum,
selama, dan sesudah masa kerja. MEA yang dimulai awal 2015 tentu akan
memberikan dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia. Dampak positifnya
dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik dari luar
maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Adapun
dampak negatif dari MEA, yaitu dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas
tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di
Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di
5
bidang ketenagakerjaan. Saat MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8
(delapan) profesi yang telah disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat,
tenaga survei, tenaga pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media
Indonesia, Kamis, 27 Maret 2014). Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi
masalah dunia ketenagakerjaan khususnya Bali sebagai pusat pariwisata karena setiap
negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam menghadapi
MEA.
UMKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian negara
ataupun daerah. Salah satu solusi yang pernah ditawarkan pemerintah untuk
menciptakan lapangan kerja adalah menggerakkan UMKM namun, dalam kenyataan
selama ini UMKM kurang mendapatkan perhatian. Semenjak mencanangkan UMKM
sebagai geliat dalam Perekonomian Indonesia, pemerintah rasanya belum pernah
menawarkan resep yang jitu mengenai UMKM.Kesadaran akan pentingnya UMKM
baru muncul belakangan ini. Menurut Berry et al., (2001), ada beberapa alasan yang
mendasari memandang pentingnya keberadaan UMKM, yaitu : Kinerja UMKM
cenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif, di dalam
proses dinamika, UMKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui
investasi dan perubahan teknologi. UMKM sering diyakini mempunyai keunggulan
dalam hal fleksibilitas daripada usaha besar. Seperti yang disampaikan Kuncoro
“UMKM di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja,
meningkatkan unit usaha dan mendukung pendapatan rumah tangga.
6
Dengan melihat peran UMKM dalam mengatasi masalah ketenagakerjaan,
sudah saatnya memberdayakan UMKM sekaligus membuka lapangan kerja yang
banyak. Meskipun diketahui bahwa serapan tenaga kerja di sektor UMKM sangat
kecil per unitnya, akan tetapi akumulasinya menunjukan bahwa sektor ini pantas
diberdayakan guna mengatasi pengangguran (Daniel, 2010). Usaha Kecil dan
Menengah menjadi salah satu bagian yang terpenting karena UKM membantu
memajukan perekonomian suatu negara, membantu pengurangi jumlah pengangguran
dengan berkembangnya jumlah usaha kecil dan menengah, karena dijaman
globalisasi seperti saat ini sudah semakin banyak masyarakat yang mengetahui dan
mempelajari kiat-kiat bisnis walaupun dimulai dari sebuah usaha kecil. Dengan kata
lain apabila jumlah UKM akan terus bertahan dari tahun ke tahun, maka kontribusi
yang diberikan UKM juga akan bertambah besar untuk memajukan perekonomian
indonesia serta mengurangi jumlah pengangguran. Usaha kecil dan menengah ini di
anggap akan lebih bertahan lama pertumbuhannya, karena pelaku usaha mendapatkan
modal sebagian besar dari uang pelaku usaha itu sendiri, pinjaman bank, dan lain
sebagainya (Rachmawati, 2005).
Selain UMKM, perkembangan pariwisata memberikan dampak positif terhadap
penyerapan tenaga kerja sehingga mampu mengurangi angka pengangguran. Sektor
pariwisata dikatakan multisektor akibat keterkaitanya terhadap berbagai sektor
ekonomi sehingga mendorong laju pertumbuhan sektor-sektor tersebut. Kedatangan
wisatawan mancanegara akan menimbulkan permintaan (demand) terhadap barang
dan jasa sehingga merangsang pertumbuhan produksi. Semakin banyak permintaan
7
wisatawan maupun industri pariwisata, maka semakin membangunkan produktifitas
sektor-sektor ekonomi. Pembangunan kepariwisataan menurut UU No. 9 Tahun 2010
tentang Kepariwisataan bertujuan untuk: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
Meningkatkan kesejahteraan rakyat; Menghapus kemiskinan; Mengatasi
pengangguran; Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; Memajukan
kebudayaan; Mengangkat citra bangsa; Memupuk rasa cinta tanah air; Memperkukuh
jati diri dan kesatuan bangsa; dan Mempererat persahabatan antar bangsa.
Pembangunan kepariwisataan Indonesia meliputi industri pariwisata, destinasi
pariwisata, pemasaran dan kelembagaan kepariwisataan. Perubahan orientasi
wisatawan menuntut adanya reorientasi dalam pembangunan pariwisata.
Perkembangan kedatangan wisatawan asing secara langsung ke Bali dari tahun
ke tahun mempunyai kecendungan (trend) yang meningkat, meskipun setiap periode
mengalami fluktuasi, kunjungan wisatawan asing ke Bali memberikan andil terhadap
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan devisa Negara karena Wisatawan asing
cenderung memiliki waktu kunjungan lebih lama dibandingkan wisatawan domestik.
Secara teoritis dalam Austriana (2005) semakin lama wisatawan tinggal di suatu
daerah tujuan wisata, maka semakin banyak pula uang yang dibelanjakan di daerah
tujuan wisata tersebut. Dengan adanya kegiatan konsumtif dari wisatawan maka akan
memperbesar pendapatan dari sektor pariwisata suatu daerah. Oleh karena itu,
semakin tingginya arus kunjungan wisatawan, maka pendapatan sektor pariwisata di
suatu daerah juga akan semakin meningkat.
8
Berikut disajikan perkembangan jumlah kunjungan wisatawan luar Negeri ke
Bali Tahun 1993-2013 pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan Luar Negeri ke Bali
(orang) Tahun 1993-2013
Tahun Jumlah Kunjungan Wisatawan
Luar Negeri ke Bali (orang) Perkembangan (%)
1993 642.015 -
1994 717.541 11,7
1995 713.014 -0,6
1996 779.752 9,3
1997 1.053.702 35,1
1998 892.071 -15,3
1999 987.240 10,6
2000 1.213.014 22,8
2001 1.107.207 -8,7
2002 819.690 -25,9
2003 993.029 21,1
2004 1.458.309 46,8
2005 1.386.449 -4,9
2006 1.250.317 -9,8
2007 1.664.854 33,1
2008 1.968.892 18,3
2009 2.229.945 13,2
2010 2.493.058 11,8
2011 2.756.579 10,6
2012 2.949.332 6,9
2013 3.278.598 11,2
Sumber:BPS, Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (data diolah), 2014
Tabel 1.2 menjelaskan jumlah kunjugan wisatawan luar Negeri tahun 1993-
2013. Jumlah kunjungan wisatawan selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir
mengalami fluktuasi, dimana tingkat kunjungan wisatawan tertinggi terjadi pada
tahun 2004 sebesar 46,8 persen. Sedangkan penurunan tingkat kunjungan wisatawan
terendah terjadi pada tahun 2002 yaitu -25,9 persen.
9
Provinsi Bali memiliki potensi yang tinggi di industri pariwisata dimana
industri ini memiliki peranan yang sangat besar bagi ekonomi kerakyatan berbasis
pada UMKM. Pusat – pusat industri di Provinsi Bali yang bergantung pada industri
pariwisata, misalnya: Dusun Celuk (kerajinan perak), Ubud (kerajinan tangan dan
seni lukis), dan Dusun Dawam (kerajinan kayu) sehingga keaktifan dari industri ini
sangat dipengaruhi oleh kedatangan tamu dari mancanegara. Terbukti saat Bom Bali
yang terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 dan 1 Oktober 2005 mengakibatkan
turunnya produktifitas dari sektor ini karena berkurangnya turis dari mancanegra. Di
samping itu, hasil penelitian maupun survey sebelumnya kesulitan yang paling
banyak dihadapi para pengusaha yaitu memperoleh modal serta akses pada sumber
pembiayaan (Edy dan Devi, 2014). Kesulitan permodalan menjadi sangat menarik
untuk dibahas terkait dengan akses dana perbankan terhadap usaha mikro, kecil, dan
menengah. Dalam upaya memperkuat posisi perekonomian, kredit seringkali
dijadikan sebagai alat untuk membantu pengusaha mikro, kecil dan menengah dengan
asumsi pemberian kredit dapat meningkatkan pendapatan dan untuk membuka lebih
banyak kesempatan kerja (Erick, 2011). Pembinaan dan pengarahan bagi usaha
mikro, kecil dan menengah juga harus dilakukan disamping pemberian kredit/modal.
Berikut disajikan perkembangan jumlah kredit usaha kecil (KUK) oleh bank umum di
sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 1993-2013 pada Tabel 1.3.
10
Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Kredit Usaha Kecil (KUK) oleh bank
umum pada Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (juta
rupiah) 1993-2013
Tahun
Kredit Usaha Kecil (KUK)
oleh bank umum pada
Sektor Perdagangan,Hotel
dan Restoran (juta rupiah)
Perkembangan (%)
1993 835.921 -
1994 912.442 9,1
1995 923.724 1,2
1996 932.137 0,9
1997 947.342 1,6
1998 954.291 0,7
1999 987.652 3,4
2000 998.748 1,1
2001 1.019.145 2,0
2002 1.145.212 12,4
2003 1.199.127 4,7
2004 1.242.859 3,6
2005 1.424.227 14,6
2006 1.648.976 15,8
2007 1.858.252 12,7
2008 2.141.977 15,3
2009 3.877.645 81,0
2010 6.114.558 57,7
2011 7.945.806 29,9
2012 10.518.958 32,4
2013 13.595.786 29,2 Sumber:BPS, Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (data diolah), 2014
Tabel 1.3 menjelaskan bahwa jumlah kredit usaha kecil (KUK) yang disalurkan
oleh bank umum di sektor perdagangan, hotel dan restoran tahun 1993-2013 terus
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 81,0
persen, sedangkan penurunan terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar 0,7 persen.
Data ini menunjukkan bahwa begitu besarnya peranan perbankan pada usaha keci
(KUK) di sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam membantu permodalan. Dari
11
begitu banyak jasa layanan perbankan, salah satunya yang saat ini sedang booming di
Indonesia adalah jasa perbankan untuk sektor usaha mikro (usaha kecil). Sebagai
daerah pariwisata kebutuhan permodalan di sektor usaha ini sangat tinggi karena
dalam proses produksinya, sektor ini memerlukan bahan baku dari berbagai sektor
lainnya. Dengan adanya permintaan dari sektor restoran dan hotel, maka akan
menarik pertumbuhan output berbagai sektor ekonomi lainnya. Banyaknya pelaku
usaha yang sebagian besar adalah golongan menengah kebawah dengan latar
belakang pendidikan yang tidak terlalu tinggi, mengakibatkan banyak di antara
mereka belum memahami mengenai perbankan (Rachmawati dan Hotniar, 2005).
Untuk mendorong produksi UMKM memang disadari bahwa modal bukan
satu-satunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang
secara mudah dapat dijangkau mereka sangat vital, karena pada dasarnya kelompok
inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang serta rentenir
(Supriyanto, 2006). Salah satu sebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat
bagi masyarakat lapisan bawah. Lingkaran setan yang melahirkan jebakan ketidak
berdayaan inilah yang menjadikan alasan penting mengapa lembaga keuangan mikro
yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro menempati posisi yang sangat
strategis. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sering digambarkan sebagai kelompok
yang memiliki kemampuan permodalan yang rendah.
Penyebab rendahnya akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal, antara
lain (Farid, 2008), Produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi UKM.
Adanya anggapan berlebihan terhadap besarnya resiko kredit UKM. Biaya transaksi
12
kredit UKM relatif tinggi. Persyaratan bank teknis kurang dipenuhi (agunan,
proposal). Terbatasnya akses UKM terhadap pembiayaan equity. Monitoring dan
koleksi kredit UKM tidak efisien. Bantuan teknis belum efektif dan masih harus
disediakan oleh bank sendiri sehingga biaya pelayanan UKM mahal dan Bank pada
umumnya belum terbiasa dengan pembiayaan kepada UKM.
Secara singkat kredit perbankan diselenggarakan atas pertimbangan komersial
membuat UKM sulit memenuhi persyaratan teknis perbankan, terutama soal agunan
dan persyaratan administratif lainnya (Yarlina, 2012). Atas hal tersebut maka, diawali
oleh BRI sebagai bank pemerintah, yang pertama kali memberikan jasa layanan
simpan dan pinjam untuk para pengusaha kecil tersebut. Hingga ketika terjadi krisis
moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 90an, terbukti sektor usaha
kecil/mikro inilah yang mampu bertahan dari badai krisis tersebut. Sejak saat itu
banyak Bank mulai melirik sektor usaha ini (Bayu, 2013). Saat ini hampir setiap
Bank yang beroperasi di Indonesia telah menyediakan pelayanan perbankan mikro
serta penyaluran kredit bagi sektor UMKM dan menjadi penopang keuntungan yang
cukup signifikan. Program ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan akses
pembiayaan perbankan yang sebelumnya hanya terbatas pada usaha berskala besar
dan kurang menjangkau pelaku usaha mikro kecil dan menengah didalam berbagai
sektor ekonomi, yang salah satunya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran
yang sangat erat kaitaannya dengan industri pariwisata. Tabel 1.4 memperlihatkan
secara lengkap perkembangan nilai produksi sektor UMKM di Bali selama periode
1993-2013.
13
Tabel 1.4 Perkembangan Nilai Produksi UMKM (ribu) 1993-2013
Tahun Nilai Produksi UMKM (ribu
rupiah) Perkembangan (%)
1993 1.212.232.712 -
1994 1.237.827.123 2,1
1995 1.303.238.213 5,3
1996 1.317.113.174 1,1
1997 1.301.635.391 -1,2
1998 1.424.643.223 9,4
1999 1.537.121.412 7,8
2000 1.593.558.765 3,7
2001 1.643.243.417 3,1
2002 1.689.357.114 2,8
2003 1.737.582.279 2,9
2004 2.945.949.294 69,5
2005 2.052.531.441 -30,3
2006 2.267.770.200 10,4
2007 1.881.836.558 -17,0
2008 3.265.682.155 73,5
2009 4.111.677.832 25,9
2010 7.164.492.595 74,2
2011 9.248.732.463 29,0
2012 9.445.561.173 2,13
2013 11.950.447.645 20,9 Sumber:BPS, Badan Pembangunan dan Perencanaan Nasional (data diolah), 2014
Tabel 1.4 menjelaskan bahwa perkembangan nilai produksi UMKM pada tahun
1993-2013. Perkembangan nilai produksi UMKM tertinggi terjadi pada tahun 2010
sebesar 74,2 persen, sedangkan penurunan terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar
-30,3 persen. Data ini menunjukkan bahwa begitu besarnya peranan nilai produksi di
sektor perdagangan, hotel dan restoran dalam membantu permodalan sehingga dapat
menekan jumlah pengangguran.
14
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah
yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah jumlah kedatangan wisatawan asing, Kredit Usaha Kecil (KUK)
pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan nilai produksi UMKM
secara simultan berpengaruh terhadap angka pengangguran di Provinsi Bali
pada periode 1993-2013?
2) Bagaimana pengaruh jumlah kedatangan wisatawan asing, Kredit Usaha
Kecil (KUK) pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan nilai
produksi UMKM secara parsial terhadap angka pengangguran di Provinsi
Bali pada periode 1993-2013?
3) Variabel bebas mana yang berpengaruh dominan terhadap angka
pengangguran di Provinsi Bali pada periode 1993-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut maka yang menjadi tujuan
dilaksanakannya penelitian ini yaitu :
1) Untuk mengetahui pengaruh secara simultan jumlah kedatangan wisatawan
asing, Kredit Usaha Kecil (KUK) pada sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran, dan nilai produksi UMKM terhadap angka pengangguran di
Provinsi Bali pada periode 1993-2013?
15
2) Untuk mengetahui pengaruh secara parsial jumlah kedatangan wisatawan
asing, Kredit Usaha Kecil (KUK) pada sektor Perdagangan, Hotel dan
Restoran, dan nilai produksi UMKM terhadap angka pengangguran di
Provinsi Bali pada periode 1993-2013?
3) Untuk mengetahui variable bebas yang berpengaruh dominan terhadap
angka pengangguran di Provinsi Bali pada periode 1993-2013?
1.4 Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pihak-pihak yang
berkepentingan meliputi :
1) Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan bukti
empiris mengenai hubungan jumlah kedatangan wisatawan asing, Kredit
Usaha Kecil (KUK) pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan nilai
produksi UMKM terhadap angka pengangguran sehingga dapat berguna
sebagai referensi tambahan dalam penelitian-penelitian sejenis berikutnya.
2) Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan memberikan manfaat bagi
Pemerintah Provinsi Bali, serta berbagai instansi yang terkait, dan
masyarakat umum sehingga dapat mengoptimalkan peran sektor pariwisata
serta UMKM dalam usaha mengurangi angka pengangguran di Provinsi
Bali.
16
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, tujuan dan kegunaan laporan,
metode penulisan, serta sistematika pengujian.
Bab II Kajian Pustaka
Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang
dibahas dalam laporan ini yaitu mengenai Konsep Kredit Usaha Kecil
(KUK), Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Pengertian
UMKM, Definisi dan Kriteria UMKM menurut Lembaga dan beberapa
Negara Asing, Klasifikasi UKM, Konsep Pengangguran, Macam - Macam
Pengangguran dan Rumusan Hipotesis.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan mengenai objek penelitian, jenis data, metode
penelitian serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Bab IV Pembahasan
Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian dan pembahasan
mengenai permasalahan dalam penelitian.
17
Bab V Simpulan dan Saran
Bab ini membahas mengenai simpulan yang diperoleh dari penyusunan
laporan dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang
diperoleh.