BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe...

23
2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di masa globalisasi kini, persaingan ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dihindari baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Pada dasarnya, kegiatan perekonomian di Jepang berbasis pada sistem pasar bebas dimana sektor unggulan perdagangan yang dimiliki oleh Jepang terletak pada sektor pertanian, perikanan, perindustrian maupun kegiatan ekspor dan impor. Jepang sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang terbilang maju dalam hal ini selalu berupaya untuk meningkatkan performanya di tengah persaingan yang semakin kompetitif. Meski perekonomian di Jepang sempat membaik sejak krisis bubble economy, namun pertumbuhan yang terjadi nampak berjalan lambat. Terlebih lagi, ketika Jepang tengah dilanda oleh bencana gempa bumi yang terjadi di Fukushima pada tanggal 11 Maret 2011. Adanya gempa tersebut memberikan dampak negatif bagi performa ekonomi Jepang. Semisal, dalam sektor ekspor impor, yang mana meski sejak tahun 1981 perekonomian Jepang senantiasa mengalami surplus, namun bencana gempa di tahun 2011 tersebut mengakibatkan kerugian berupa penurunan ekspor sebanyak 2,7% atau setara dengan 65,5 triliun yen per tahunnya.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Di masa globalisasi kini, persaingan ekonomi merupakan hal yang tidak

dapat dihindari baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Pada dasarnya,

kegiatan perekonomian di Jepang berbasis pada sistem pasar bebas dimana sektor

unggulan perdagangan yang dimiliki oleh Jepang terletak pada sektor pertanian,

perikanan, perindustrian maupun kegiatan ekspor dan impor. Jepang sebagai salah

satu negara dengan perekonomian yang terbilang maju dalam hal ini selalu

berupaya untuk meningkatkan performanya di tengah persaingan yang semakin

kompetitif.

Meski perekonomian di Jepang sempat membaik sejak krisis bubble

economy, namun pertumbuhan yang terjadi nampak berjalan lambat. Terlebih lagi,

ketika Jepang tengah dilanda oleh bencana gempa bumi yang terjadi di Fukushima

pada tanggal 11 Maret 2011. Adanya gempa tersebut memberikan dampak negatif

bagi performa ekonomi Jepang. Semisal, dalam sektor ekspor impor, yang mana

meski sejak tahun 1981 perekonomian Jepang senantiasa mengalami surplus,

namun bencana gempa di tahun 2011 tersebut mengakibatkan kerugian berupa

penurunan ekspor sebanyak 2,7% atau setara dengan 65,5 triliun yen per tahunnya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

3

1 Sementara itu, tingkat impor yang dilakukan oleh Jepang meningkat hingga

mencapai 12,1% atau setara dengan 68,1 triliun yen. 2 Berkurangnya performa

ekonomi di Jepang membuat pemerintah perlu melakukan suatu tindakan untuk

tetap bertahan dalam persaingan ekonomi yang semakin kompetitif. Persaingan

ekonomi yang semakin kompetitif tentu dapat membantu dinamika negara, namun

tentu hal itu perlu diimbangi pula dengan adanya ketersediaan dari sumber daya

manusia yang berkualitas. Kurangnya ketersediaan dari tenaga kerja tentu akan

memberikan dampak terhadap perekonomian Jepang yang hingga kini masih

mengalami stagnansi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pemerintah Jepang pada

masa pemerintahan Shinzo Abe mulai mengimplementasikan kebijakan yang

dikenal dengan womenomics. Pada mulanya, konsep dasar dari womenomics

diinisiasi oleh Kathy Matsui, wakil ketua sekaligus kepala ahli strategi Jepang

bersama rekannya yang berasal dari perusahaan investasi global bernama Goldman

Sachs.3 Kathy menyatakan bahwa Jepang dapat meningkatkan PDB yang dimiliki

hingga mencapai 15% hanya dengan memanfaatkan salah satu sumber daya yang

selama ini kurang diperhatikan yakni tenaga kerja perempuan.4

1 Statistical Research and Training Institute (ed.), 2012, Statistical Handbook of Japan 2012,

Japan: Statistic Bureau of Ministry of Internal Affairs and Communications, diakses melalui

https://www.stat.go.jp/english/data/handbook/pdf/2012all.pdf pada tanggal 28 Maret 2019 pukul

17.50 WIB, hal. 112. [Online] 2 Ibid. 3 Shinzo Abe, 2013, Shinzo Abe: Unleashing the Power of Womenomics, Wall Street Journal:

Opinion, diakses melalui https://www.wsj.com/articles/shinzo-abe-unleashing-the-power-of-

8216womenomics8217-1380149475 pada tanggal 22 Maret pukul 17.00 WIB. [Online] 4 Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

4

Konsep dari womenomics tersebut kemudian direalisasikan oleh Shinzo

Abe, yang terpilih kembali untuk menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang pada

26 September 2012.5 Upaya Shinzo Abe untuk mengimplementasikan kebijakan

womenomics sempat mengejutkan forum internasional mengingat pada periode

kepemimpinan sebelumnya di tahun 2006-2007, beliau tidak menunjukkan

dukungannya terhadap isu feminis maupun kebijakan yang berkaitan dengan

kesetaraan gender. 6 Terlebih lagi, ketika Takaichi Sanae selaku Menteri yang

bertanggung jawab terhadap penurunan angka kelahiran dan kesetaraan gender

merupakan seorang konservatif, dimana selama menjabat, beliau selalu

mempertahankan model keluarga “tradisionalis” dalam pengambilan kebijakan.7

Berdasarkan hal-hal di atas, maka nampak bahwasanya isu berikut menjadi

menarik untuk diteliti. Walaupun ketenagakerjaan didominasi oleh laki-laki selaku

kepala keluarga sebagaimana yang diekspektasikan dalam tatanan keluarga oleh

masyarakat Jepang, pemerintah Jepang di masa kepemimpinan Abe nampak

menunjukkan komitmen yang tinggi untuk mengubah hal tersebut.

5 Chico Harlan, 2012, Former Japanese PM Shinzo Abe Eyes Return to Power, The Washington

Post, diakses melalui https://www.washingtonpost.com/world/former-pm-abe-wins-vote-to-head-

japans-main-opposition-party-eyes-winning-back-power/2012/09/26/72613a78-07c0-11e2-a10c-

fa5a255a9258_story.html?noredirect=on&utm_term=.0c2b8709b35a pada tanggal 22 Maret 2012

pukul 18.00 WIB. [Online] 6 Linda Hasunuma, Political Targets: Womenomics as an Economic and Foreign Relations

Strategy dalam Asie Vision, No. 92, April 2017, Paris: The Institute Français des Relations

Internationales (Ifri), diakses melalui https://www.ifri.org/en/publications/notes-de-lifri/asie-

visions/political-targets-womenomics-economic-and-foreign-relations pada tanggal 16 Mei 2019

pukul 09.20 WIB, hal. 15. [Online] 7 Hiroko Takeda, 2015, Between Reproduction and Production: Womenomics and the Japanese

Government’s Approach to Women and Gender Policies dalam Journal of Gender Studies, No. 21,

Japan: University of Nagoya, diakses melalui http://www2.igs.ocha.ac.jp/wp-

content/uploads/2018/07/5-Takeda.pdf pada tanggal 22 Maret 2019 pukul 18.44 WIB, hal. 50.

[Online]

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

5

1.2 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan perihal di atas, maka permasalahan yang dirumuskan

dalam penelitian berikut antara lain mengapa Jepang di masa pemerintahan Shinzo

Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi

melalui peningkatan partisipasi pekerja perempuan di Jepang?

1.3 Tujuan & Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian berikut ialah untuk mengetahui alasan dari

diimplementasikannya kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi

Jepang pada masa pemerintahan Shinzo Abe melalui peningkatan partisipasi

pekerja perempuan di Jepang.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktis

Penelitian yang dilakukan berikut diharap mampu memberi manfaat praktis,

dimana hasil penelitian selain dapat memperluas wawasan baik bagi penulis melalui

penerapan pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di jurusan

ilmu Hubungan Internasional selama menyusun penelitian berikut, juga dapat

bermanfaat pula bagi para pembaca dalam memahami pengetahuan lebih mendalam

terkait strategi proteksi ekonomi Jepang di masa pemerintahan Shinzo Abe melalui

kebijakan womenomics.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

6

b. Manfaat Akademis

Manfaat akademis yang diharapkan dari hasil penelitian berikut ialah

diperolehnya pengetahuan secara umum terkait terkait perekonomian Jepang

khususnya mengenai ketenagakerjaan serta pengaruh dari gender dalam

ketenagakerjaan bagi perekonomian negara baik bagi pembaca maupun peneliti.

Penelitian yang dilakukan diharap dapat pula memberikan pemahaman menyeluruh

sekaligus menjadi sumber informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya dalam

melakukan penelitian akan perekonomian Jepang khususnya terkait dengan

ketenagakerjaan.

1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu atau literature review merupakan aspek yang penting

dalam suatu penelitian dan dalam hal ini juga menjadi salah satu acuan bagi penulis

dalam melakukan penelitian. Beberapa penelitian terdahulu yang digunakan oleh

penulis sebagai referensi dalam penelitian antara lain:

Penelitian pertama yakni “The Abenomics Difference: Three Arrows of

Roosevelt Resolve in Japan” yang ditulis oleh Peter T. Choi. 8 Pada penelitian

berikut, dijelaskan bahwa Ben Bernanke sebagai ketua US Federal Bank Reserve

menyatakan bahwa Jepang membutuhkan “Roosevelt Resolve” untuk mengatasi

permasalahan stagnansi ekonomi di Jepang, “Roosevelt Resolve” yang dimaksud

ialah bentuk mentalitas dari Presiden A. Franklin Roosevelt untuk mengeluarkan

Amerika Serikat dari the Great Depression setelah pelantikan beliau pada bulan

8 Peter T, Choi, 2015, The Abenomics Difference: Three Arrows of Roosevelt Resolve in Japan,

Tesis, USA: Harvard Extension School.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

7

Maret 1933. Dengan mewujudkan ketiga panah yang terkandung dalam kebijakan

abenomics, maka Jepang memiliki peluang tinggi untuk mengangkat perekonomian

nasionalnya. Persamaan yang ada dalam penelitian berikut dengan skripsi terletak

pada pembahasan dari kebijakan abenomics yang dikeluarkan oleh Shinzo Abe

untuk memajukan perekonomian di Jepang beserta dengan pembahasan akan ketiga

panah dalam abenomics secara umum. Adapun pembeda dari kedua penelitian

mengarah kepada fokus bahasan dimana Choi mendeskripsikan tentang perbedaan

dari kebijakan-kebijakan yang sebelumnya diimplementasikan di Jepang sebelum

periode Shinzo Abe dengan abenomics, sementara skripsi berfokus pada

perekonomian pada Jepang di masa Shinzo Abe serta beberapa dampak yang

ditimbulkan oleh krisis yang ada di Jepang.

Kemudian, penelitian kedua dengan judul “New Aspects of Japan’s

Immigration Policies: Is Population Decline Opening the Doors?” oleh Junichi

Akashi. Penelitian berikut menjelaskan mengenai pemerintah yang cenderung

menghindari isu imigrasi meski permasalahan demografi sudah terlihat jelas dan

bahkan menjadi topik perhatian publik. Kebijakan imigrasi di Jepang dalam hal ini

bersifat ketat terlebih lagi jika berkaitan dengan ketenagakerjaan dimana

pemerintah hanya mengakui tenaga kerja profesional atau kerah putih serta hanya

memberikan ijin tinggal sementara kepada para imigran yang bekerja di Jepang. Di

sisi lain, isu penerimaan imigran merupakan isu yang mudah dipolitisasi dan

tentunya kebijakan mengenai hal tersebut tidak dapat ditentukan oleh pemerintah

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

8

saja.9 Penelitian berikut memiliki persamaan berupa dibahasnya isu demografi dan

ketenagakerjaan di Jepang namun yang menjadi pembeda dengan penelitian ini

ialah peneliti akan berfokus kepada sikap proteksi dari pemerintah Jepang dalam

perekonomian melalui peningkatan partisipasi pekerja perempuan.

Lalu, penelitian ketiga berjudul “Women and Work in Contemporary

Japan: Deconstructing the “Crisis” of the Gender Order” yang ditulis oleh Lillian

Mai. 10 Dalam penelitian ini, Lillian berfokus kepada sistem patriarki dalam

keluarga samurai pada era Meiji di Jepang dimana laki–laki sebagai kepala keluarga

dan anggota keluarga sebagai bawahan dari kaisar. Kemudian pada tahun 1990-an,

terdapat perubahan situasi di Jepang yang ditandai dengan meningkatnya jumlah

pengangguran, berkurangnya angka kelahiran, peningkatan pencapaian pendidikan

oleh perempuan serta peningkatan jumlah perempuan yang bekerja. Beberapa hal

berikut menunjukkan bahwasanya terjadi redefinisi dari tatanan gender yang

berlaku di masyarakat Jepang pada tahun 1990–an. Penelitian berikut memiliki

persamaan dimana keduanya akan membahas pula mengenai kondisi kesetaraan

gender serta pembagian peran di Jepang. Adapun yang menjadi pembeda dengan

penelitian ini ialah peneliti akan menjelaskan sekilas mengenai konsep gender dan

pembagian peran di Jepang beserta mengapa dilibatkannya perempuan ke dalam

ketenagakerjaan dipandang sebagai kunci utama dari pemerintah Jepang pada masa

jabatan Shinzo Abe dalam memajukan perekonomian Jepang.

9 Junichi Akashi, 2014, New Aspects of Japan’s Immigration Policies: Is Population Decline

Opening the Doors? dalam Contemporary Japan Vol. 26, London: Routledge. 10 Lillian Mai, 2007, Woman and Work in Contemporary Japan: Deconstructing the “Crisis” of the

Gender Order, Tesis, Australia: Department of Government and International Relations Honours

Program, The University of Sydney.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

9

Penelitian terdahulu yang keempat ialah “When Do We Start? Pension

Reform in Aging Japan” yang ditulis oleh Kitao Sagiri. 11 Penelitian berikut

mendeskripsikan tentang permasalahan demografi di Jepang dimana angka

kelahiran mengalami penurunan sementara angka harapan hidup meningkat hingga

30 tahun sejak tahun 1950. Peningkatan harapan hidup dalam hal ini perlu

diimbangi pula dengan penundaan usia pensiun mengingat batas pensiun yang

diberlakukan di Jepang yakni 65 tahun akan menimbulkan dampak negatif bagi

Jepang di kemudian hari. Adapun dampak tersebut berupa pengurangan hasil

produksi sebanyak 4% yang kemudian akan diikuti pula dengan peningkatan pajak

8% dari total konsumsi di Jepang. Persamaan dari penelitian ini terletak pada

dideskripsikannya perihal dampak dari permasalahan demografi terhadap

perekonomian Jepang. Namun yang menjadi pembeda ialah Kitao menjelaskan

mengenai keterlibatan pemerintah melalui reformasi pensiun sementara peneliti

dalam skripsinya akan memaparkan keterlibatan pemerintah Jepang melalui

reformasi struktur sosial bagi perempuan dalam ketenagakerjaan sebagai strategi

ekonomi peningkatan partisipasi kerja pada masa pemerintahan Shinzo Abe.

Penelitian terdahulu yang kelima ialah penelitian berjudul “Abenomics:

Prelimary Analysis and Outlook" oleh Joshua K. Hausman & Johannes F.

Wieland.12 Diketahui jika perekonomian di Jepang mengalami stagnansi dimana di

antara 1993 dan 2012, rata–rata pertumbuhan GDP hanya sejumlah 0,8%.

11Kitao Sagiri, When Do We Start? Pension Reform in Aging Japan, RIETI Discussion Paper Series

16-E-077, Juli 2016, Japan: The Research Institute of Economy, Trade and Industry. 12 Joshua K. Hausman dan Johannes F. Wieland, Abenomics: Prelimary Analysis and Outlook,

Working Papers on Economic Activity, Vol. 45 Issue 1, Spring 2014, Washington DC: The

Brooking Institutions.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

10

Dikarenakan hal berikut maka Shinzo Abe menuntut Bank of Japan untuk

menetapkan inflasi sebesar 2% yang mana tuntutan tersebut baru disetujui pada 22

Januari 2013 setelah Shinzo Abe mengancam akan melakukan revisi terhadap UU

terkait independensi dari Bank of Japan. Penelitian berikut memiliki persamaan

berupa dideskripsikannya kebijakan abenomics sebagai salah satu strategi untuk

memajukan perekonomian di Jepang. Namun yang menjadi pembeda dengan

skripsi ini ialah fokus pembahasan yang dikaji mengingat penelitian dari Joshua

dan Johannes hanya berfokus pada aspek kebijakan moneter sementara peneliti

akan membahas womenomics sebagai panah ketiga dalam kebijakan abenomics

dimana peneliti akan mendeskripsikan keterlibatan perempuan dalam

ketenagakerjaan sebagai alternatif dari pemerintah Jepang untuk memajukan

perekonomian nasional.

1.4.1 Tabel Posisi Penelitian

No. Judul dan Nama

Peneliti

Jenis Penelitian dan

Pendekatan

Hasil Penelitian

1. The Abenomics

Difference: Three

Arrows of Roosevelt

Resolve in Japan

Oleh: Peter T. Choi

Eksplanatif

Pendekatan:

Macroeconomic

Policy

- Kebijakan abenomics

diimplementasikan guna

menyelesaikan dua periode

inflasi yang berjalan di

Jepang melalui tiga aspek

yakni kebijakan moneter,

stimulus fiskal dan

reformasi struktural.

- Langkah yang dilakukan

oleh Jepang untuk

memajukan perekonomian

melalui abenomics

dipandang sejalan dengan

Roosevelt Resolve yang

merupakan mentalitas dari

presiden A. Franklin

Roosevelt dalam

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

11

melepaskan Amerika dari

the Great Depression.

2. New Aspects of Japan’s

Immigration Policies:

Is Population Decline

Opening the Doors?

Oleh: Junichi Akashi

Deskriptif

Pendekatan :

Immigration Policies

- Pada dasarnya, kebijakan

imigrasi di Jepang sangatlah

ketat dimana pemerintah

Jepang sangat membatasi

kedatangan orang asing

sebagai tenaga kerja di

Jepang

- Adanya perbedaan

pendapat serta kepentingan

dari partai-partai di Jepang

menjadi salah satu faktor

dari sikap negatif

pemerintah Jepang terhadap

isu imigrasi.

3. Women and Work in

Contemporary Japan:

Deconstructing the

“Crisis” of the Gender

Order

Oleh : Lillian Mai

Deskriptif

Pendekatan :

Sex Role Theory

Feminist

Constructivist

The norm “life cycle”

concept

- Ideologi sarariiman

(salary man) and

daikokubashira (male

breadwinner) merupakan

identitas di Jepang yang

membedakan definisi antara

maskulinitas dan feminitas.

- Dalam masyarakat Jepang,

terdapat dua

pengelompokan kehidupan

yakni kehidupan keluarga

serta kehidupan perusahaan

dimana pembagian tersebut

diadakan dengan maksud

untuk menunjukkan

pembagian peranan dari

laki–laki maupun

perempuan dalam

bertingkah laku.

4. When Do We Start?

Pension Reform in

Aging Japan

Oleh: Kitao Sagiri

Deskriptif

Pendekatan:

Equilibrium model

- Permasalahan aging

population yang terjadi di

Jepang membuat

pemerintah perlu

mempertimbangkan

reformasi pensiun untuk

meningkatkan

perekonomiannya.

- Meski reformasi pensiun

yang dilakukan pada tahun

2014 diharap dapat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

12

mengurangi pergantian

pekerja, namun adanya

ketidakpastian bahwa

penyesuaian dapat

dilakukan secara tuntas.

5. Abenomics: Prelimary

Analysis and Outlook

Oleh: Joshua K.

Hausman & Johannes

F. Wieland

Deskriptif

Pendekatan :

Monetary Regime

- Dalam meningkatkan

perekonomian Jepang, The

Bank of Japan mulai

menetapkan target inflasi

sebesar 2% dan tindakan

nyata untuk mencapai hal

tersebut pada tahun 2015.

- Kebijakan abenomics

dipandang berhasil

mengakhiri deflasi pada

tahun 2013 dan

meningkatkan pertumbuhan

PDB dari 0,9% menjadi

1,8%.

6. Womenomics: Strategi

Proteksi Ekonomi

Shinzo Abe melalui

Peningkatan

Partisipasi Pekerja

Perempuan di Jepang

Oleh: Atika Triana

Putri

Eksplanatif

Pendekatan :

Keynesianisme

- Permasalahan demografi

disertai dengan krisis

ketenagakerjaan yang

berimbas pada

perekonomian nasional

membuat pemerintah

Jepang perlu melakukan

suatu upaya dalam

memajukan perekonomian..

- Salah satu upaya yang

menjadi alternatif

permasalahan berikut ialah

peningkatan partisipasi

ketenagakerjaan dengan

melibatkan perempuan

sebagaimana dengan yang

ditetapkan oleh pemerintah

Jepang khususnya Shinzo

Abe melalui kebijakan

womenomics.

- Selain difungsikan untuk

mengatasi permasalahan

ketenagakerjaan, kebijakan

womenomics juga ditujukan

untuk memperbaiki citra

Jepang akan kesetaraan

gender pada lingkup

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

13

internasional dimana kedua

hal berikut akan berdampak

pada terjaganya atau bahkan

meningkatnya citra

stabilitas perekonomian di

Jepang.

1.5 Teori / Kerangka Konsep

Teori Keynesianisme

Istilah dari keynesianisme diambil dari seorang ekonom asal Inggris yakni

John M. Keynes. Melalui bukunya yang berjudul General Theory of Employment,

Interest, and Money, beliau menggeser fokus utama ekonomi yang semula

berorientasi pada ekonomi mikro untuk kembali ke ekonomi makro.13 Fokus dari

keynesianisme terletak pada faktor – faktor yang menentukan tingkat aktivitas

ekonomi.14 Sebelumnya perlu diketahui jika pemikiran dari Keynes terinspirasi dari

Friedrich List, seorang ekonom asal Jerman pada abad ke-19. Pada dasarnya, List

berargumen bahwa beliau tidak menolak urgensi dari praktik ekonomi pada masa-

masa sebelumnya yang didominasi oleh pemikiran Adam Smith akan pembagian

kerja maupun pentingnya perdagangan serta modal sebagai instrumen dalam

pembangunan ekonomi.15 Namun yang List kritik dari pemikiran Adam Smith ialah

pandangan bahwasanya hasil output atau materi lebih penting dibandingkan sumber

13 Richard D. Wolff dan Stephen A. Resnick, 2012, Contending Economic Theories: Neoclassical,

Keynesian, and Marxian ̧USA: Massachusetts Institute of Technology, hal. 17. 14 Harry Landreth dan David C. Collander, 2002, History of Economic Thought: Fourth Edition,

Boston: Houghton Mifflin Company, diunduh melalui

https://pdfs.semanticscholar.org/d402/5ed1acc9ccd1ce64733a0c275bd6d6fb291c.pdf pada tanggal

22 Maret 2019 pukul 20.00 WIB, hal. 77. [Online] 15David Levi-Faur, Friedrich List and the Political Economy of the Nation-State dalam Review of

International Political Economy, Vol. 4 Issue 1, Spring 1997, diakses melalui

https://www.researchgate.net/publication/233153408_Friedrich_List_and_the_political_economy_

of_the_nation-state pada tanggal 22 Maret 2019 pukul 20.00 WIB, hal 159. [Online]

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

14

daya manusia atau tenaga kerja yang berperan dalam proses produksi tersebut.

Beliau mengklaim bahwa jika suatu negara ingin mencapai pembangunan ekonomi,

maka ia perlu meningkatkan kapabilitas produktifitas yang dilakukan oleh tenaga

kerja.16

Tentunya pembangunan ekonomi memerlukan faktor pendukung berupa

teknologi dan pendidikan. Pendidikan dalam hal ini menjadi hal yang sangat

ditekankan oleh List dalam pembangunan ekonomi. Globalisasi yang terjadi kini

dalam pandangan List bukan didasari oleh adanya kegiatan ekspor dan impor yang

berorientasi pada materi melainkan didasari oleh produk ilmu pengetahuan yang

didapat dari proses pembelajaran manusia. Dikarenakan hal tersebut, maka peran

dari tenaga kerja kerah putih dalam perekonomian yang semula dipandang sebelah

mata oleh Adam Smith tidak lagi dapat dijadikan acuan mengingat tenaga kerja

merupakan kunci utama bagi suatu negara dalam membangun perekonomian

nasional.17

Jika menurut pemikiran ekonom di masa sebelumnya pemerintah perlu

mendorong ekspor serta mengurangi impor melalui serangkaian kebijakan

proteksionis berupa penetapan tarif, kuota, pajak, pemberian subsidi dan

sebagainya untuk mendukung perekonomian nasional, maka Friedrich dalam hal

16Bogang Jun, Alexander Gerybadze dan Tai-Yoo Kim, The Legacy of Friedrich List: The

Expansive Reproduction System and the Korean Hostory of Industrialization dalam Hohenheim

Discussion Papers in Business, Economics and Social Sciences, Working Paper No. 02, Februari

2016, University Hohenheim: Faculty of Business, Economics and Social Sciences, diakses

melalui https://www.econstor.eu/bitstream/10419/129791/1/853877254.pdf pada tanggal 22 Maret

2019 pukul 20.05 WIB, hal. 5. [Online] 17 Ibid., hal. 7.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

15

ini memiliki pemikiran tersendiri mengenai peranan negara tersebut. 18 List

menyatakan bahwa negara dapat melakukan investasi kekayaan/modal ke

pendidikan, infrastruktur dan beberapa faktor lain yang dapat mendukung

peningkatan daya produktifas dan mendorong kemajuan ekonomi nasionalnya.19

Semisal, dalam periode transisi suatu negara dari agraris menuju industrialisasi,

tentunya pemerintah negara tersebut perlu melakukan beberapa upaya untuk

meningkatkan perekonomiannya baik dengan memberikan bantuan modal bagi

pengusaha kecil, melakukan perbaikan fasilitas transportasi, mendirikan sekolah-

sekolah/universitas dan mengundang para investor untuk melakukan investasi di

negaranya.20

Pemikiran dari Friedrich List yang menyatakan bahwasanya pemerintah

memiliki andil penting dalam perekonomian negara berikut inilah yang kemudian

menginspirasi pemikiran ekonomi John M. Keynes. Sebagaimana dengan yang

dinyatakan oleh List berikut21:

“… For similar reasons the State is not merely justified in imposing, but

bound to impose, certain regulations and restrictions on commerce (which

is in itself harmless) for the best interests of the nation.”

18 Harry Landreth dan David C. Collander, Op. Cit., hal. 48. 19 Bogang Jun, Alexander Gerybadze dan Tai-Yoo Kim, Op.Cit., hal. 9. 20 Ibid. 21 Arno MongDaastøl, 2011, Friedrich List’s Heart, Wit and Will: Mental Capital as the

Productive Force of Progress, Disertasi, Jerman: Jurusan Ekonomi, Universität Erfurt, diakses

melalui http://www.db-thueringen.de/servlets/DerivateServlet/Derivate-

29684/Dissertation_Daastoel_a.pdf pada tanggal 22 Maret 2019 pukul 20.11 WIB, hal. 161.

[Online]

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

16

Argumen dari List memiliki kesamaan dengan argumen yang dimiliki oleh

Keynes, dimana melalui bukunya yang berjudul The End of Laissez-Faire, beliau

menyatakan bahwa penguasa politik (pemerintah) dapat mempengaruhi ekonomi

melalui implementasi kebijakan. Aspek ekonomi seperti penghasilan, konsumsi dan

investasi pada dasarnya memiliki kaitan erat dengan variabel politik.22 Pengaruh

dari penguasa politik tidak dijalankan melalui praktik kekuasaan politik melainkan

melalui pengaturan beberapa variabel ekonomi serta penetapan regulasi

pemerintahan.

Sebelumnya perlu diketahui bahwa timbulnya Great Depression di tahun

1930 mengubah perspektif dari masyarakat serta para ekonom dalam memandang

pasar, dimana sebelumnya banyak yang mendukung adanya laissez-faire dalam

perekonomian negara.23 Banyak pihak dalam hal ini mulai mempertimbangkan

alternatif lain yang dapat digunakan untuk mengatasi tekanan ekonomi khususnya

terkait masalah pengangguran sebagai salah satu bentuk di masa Great Depression.

Krisis ekonomi dengan pengangguran sebagai masalah utama pada tahun

1930 dalam pandangan Keynes, disebabkan oleh kurangnya permintaan.

Kurangnya permintaan dalam hal ini tentu berdampak pula pada menurunnya

jumlah lapangan pekerjaan serta pendapatan yang diterima oleh masyarakat. 24

22 Yunus Handoko, Pemikiran Ekonomi Politik Taylor, Smith, Marx dan Keynes dalam Jurnal

JIBEKA, Vol. 7 No. 2, Agustus 2013, diakses melalui https://lp2m.asia.ac.id/wp-

content/uploads/2013/08/Yunus-Handoko_Pemikiran-ekonomi-politik-Tyalor_Smith_Marx-dan-

Keynes..pdf pada tanggal 22 Maret 2019 pukul 20.20 WIB, hal. 65. [Online] 23 Harry Landreth dan David C. Collander, Op.Cit., hal. 437. 24 John Maynard Keynes, 1935, The General Theory of Employment, Interest and Money, United

Kingdom: Palgrave Macmillan, hal. 146-147.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

17

Sebagaimana yang tergambar pada gambar 1, dipahami bahwa krisis ekonomi yang

terjadi pada akhirnya membuat pemerintah perlu melakukan intervensi.

Pada kenyataannya, meski sistem kapitalisme berlangsung di suatu negara,

namun ketika timbul krisis perekonomian maka pihak pemerintah akan turun

tangan dalam kegiatan ekonomi. Konsep dari laissez-faire pada akhirnya tidak

dapat dibilang efektif untuk diimplementasikan lebih lanjut, mengingat pemerintah

tentu memiliki pemahaman lebih mengenai beberapa hal yang harus dilakukan

untuk keluar dari krisis perekonomian.

Gambar 1. Skema keterlibatan pemerintah dalam perekonomian negara menurut

Keynes.25

Bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah ialah menciptakan

permintaan melalui anggaran defisit yang besar untuk meningkatkan pinjaman

maupun membiayai pekerjaan umum secara luas seperti pembangunan jalan, jalur

kereta atau pun investasi infrastruktur lain yang mana tidak hanya dapat

menciptakan lapangan pekerjaan, melainkan dapat pula memberikan manfaat bagi

perusahaan swasta di kemudian hari.

Adapun dengan pemberian pinjaman yang telah disebutkan sebelumnya,

terdapat skeptisme bahwa memberikan pinjaman bukan merupakan tindakan yang

25 Ibid.

Krisis Ekonomi Intervensi Pemerintah

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

18

dapat menyelesaikan krisis perekonomian yang tengah berlangsung. Pemikiran

Keynes yang dikenal sebagai Multiplier Effect dalam hal ini menjawab

permasalahan tersebut.26 Beliau menyatakan bahwa pemerintah dapat menghemat

lebih banyak uang dengan berfokus pada penyediaan lapangan kerja dimana hal

tersebut akan berdampak pula pada peningkatan daya konsumsi masyarakat ke

depannya. Peningkatan daya konsumsi disertai dengan kegiatan ekonomi bisnis

yang kembali makmur dalam hal ini dapat meningkatkan pendapatan negara

melalui pajak. Pendapatan yang didapat inilah yang nantinya dapat mengganti

hutang yang semula tercipta dari defisit yang dianggarkan oleh pemerintah dalam

membangun infrastruktur.

Sehubungan dengan penelitian yang dikaji, peneliti akan menggunakan

keynesianisme untuk menganalisa keterlibatan pemerintah Jepang dalam

menghadapi krisis perekonomian di Jepang melalui strategi proteksi ekonomi yang

dikenal dengan kebijakan womenomics. Pada teori keynesianisme terdapat dua

indikator utama, yakni fluktuasi perekonomian dan intervensi pemerintah. Pada

indikator fluktuasi ekonomi, diketahui bahwasanya pertumbuhan ekonomi Jepang

mengalami resesi yang mana salah satu faktor penyebab resesi tersebut didasari

oleh aging population yang cukup mempengaruhi ekonomi di Jepang.

Permasalahan ini kemudian diikuti dengan munculnya krisis ketenagakerjaan yang

ada di Jepang.

26 Ibid., hal. 177.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

19

Dalam merespon indikator fluktuasi ekonomi tersebut, maka muncul

indikator kedua berupa intervensi pemerintah. Sebagaimana yang telah disebutkan

sebelumnya, intervensi pemerintah dalam hal ini mengarah kepada dibangunnya

fasilitas yang dapat mendukung proses ketenagakerjaan di Jepang. Pemerintah di

Jepang memahami bahwasanya tenaga kerja merupakan faktor utama yang perlu

diperhatikan bilamana ia ingin memajukan perekonomian. Terlepas dari

mendominasinya partisipasi laki-laki dalam ketenagakerjaan di Jepang, pemerintah

memandang bahwasanya tenaga kerja perempuan juga merupakan kunci utama

yang dapat memajukan perekonomian di Jepang mengingat kualitas sumber daya

manusianya yang yang tidak kalah bagus dengan laki-laki. Oleh karenanya

pemerintah mulai membangun infrastruktur berupa fasilitas childcare dengan

harapan hal ini dapat mewujudkan terbentuknya lingkungan kerja yang kondusif

bagi tenaga kerja perempuan. Tidak hanya demikian, pemerintah juga menetapkan

serangkaian peraturan bagi pihak swasta maupun dalam kabinet kepemerintahan

untuk menjamin keefektifan dari implementasi kebijakan womenomics.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian

berikut ialah tipe penelitian eksplanatif. Penelitian eksplanatif merupakan

metode penelitian yang digunakan untuk menjelaskan alasan dari terjadinya

suatu peristiwa dengan menggambarkan hubungan sebab akibat yang ada

dimana dalam penelitian berikut mengarah kepada strategi yang dilakukan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

20

oleh Jepang di masa Shinzo Abe dalam mengimplementasikan kebijakan

womenomics dalam meningkatkan peran perempuan.

1.6.2 Tingkat Analisa dan Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam menjelaskan hubungan

kausalitas atau sebab akibat pada penelitian eksplanatif yakni variabel

dependen (unit analisa) dan variabel independen (unit eksplanasi). Dalam

penelitian berikut, yang menjadi variabel dependen ialah kebijakan

womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan

partisipasi pekerja perempuan di Jepang dengan variabel independen yakni

Jepang di masa pemerintahan Shinzo Abe. Berdasarkan kajian penelitian

berikut, maka tingkat analisa yang digunakan bersifat korelasionis

mengingat posisi unit analisa setara dengan unit eksplanasi yang sama-sama

berada pada level negara-bangsa.

1.6.3 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan ialah teknik analisa data

kualitatif dimana penulis akan menggambarkan permasalahan dengan

mengacu pada berbagai fakta–fakta yang dihubungkan untuk ditarik suatu

kesimpulan.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian berikut dalam hal ini diperoleh dari studi literatur

dengan mencari berbagai data yang berkaitan dengan permasalahan dalam

penelitian berikut untuk dibahas dan dianalisa. Adapun data–data penelitian

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

21

dalam hal ini diperoleh dari berbagai sumber seperti buku–buku, jurnal,

artikel, surat kabar maupun laporan penelitian yang ada dan berkaitan

dengan penelitian berikut.

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.5.1 Batasan Materi

Sehubungan dengan permasalahan yang dianalisa, peneliti

menetapkan batasan agar penelitian dapat dilakukan secara fokus serta

sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Mengingat kebijakan

abenomics merupakan kebijakan utama yang diberlakukan oleh Jepang

pada masa kepemimpinan Shinzo Abe, maka batasan materi dalam

penelitian berikut terletak pada poin ketiga terkait reformasi struktural

yang berfokus pada reformasi dari ketenagakerjaan yakni womenomics.

Reformasi yang dimaksud merujuk kepada strategi Jepang di masa Shinzo

Abe melalui peningkatkan partisipasi pekerja perempuan dimana hal

berikut akan berdampak pula pada kemajuan perekonomian Jepang.

1.6.5.2 Batasan waktu

Sebelum menuju ke fokus pembahasan yakni Jepang pada masa

pemerintahan Shinzo Abe beserta kebijakan womenomics yang

diberlakukan, penulis akan memberikan deskripsi mengenai krisis bubble

economy terlebih dahulu yang terjadi di sekitar pertengahan 1980-an

hingga awal tahun 1990-an untuk memberikan pemahaman mengenai

situasi perekonomian di Jepang. Setelah itu, pembahasan akan mulai fokus

kepada permasalahan dalam skripsi berikut terhitung dari masa jabatan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

22

Shinzo Abe yang kedua dalam memimpin pemerintahan Jepang dimana

pada periode berikut pula lah kebijakan womenomics mulai

diimplementasikan yakni dari tahun 2012 hingga tahun 2014.

1.7 Hipotesa

Krisis perekonomian yang tengah dihadapi Jepang pada masa Shinzo Abe

bermula dari masalah aging population yang kemudian berdampak pada kurangnya

ketersediaan tenaga kerja di Jepang. Dalam teori keynesianisme, ketika

perekonomian suatu negara mengalami fluktuasi sebagaimana dengan yang terjadi

di Jepang dengan pertumbuhan ekonominya yang lambat, maka pemerintah perlu

melibatkan diri dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi pada negara

tersebut. Urgensi dari intervensi pemerintah tersebut didasarkan pada pandangan

bahwasanya pemerintah merupakan pihak yang memiliki pengetahuan lebih dalam

memberikan jalan keluar dari masalah perekonomian yang dihadapi oleh suatu

negara. Sehubungan dengan ini, pemerintah Jepang mengenalkan sekaligus

mengimplementasikan suatu kebijakan yang dikenal sebagai kebijakan

womenomics. Kebijakan ini timbul sebagai strategi proteksi ekonomi dari

pemerintah Jepang di masa pemerintahan Shinzo Abe dalam memperbaiki krisis

perekonomian yang ada khususnya terkait dengan maslaah ketenagakerjaan.

Peningkatan partisipasi pekerja perempuan sebagai inti dari kebijakan

womenomics dalam hal ini merupakan bentuk tindak lanjut pemerintah Jepang

dalam memajukan perekonomian. Di samping dapat meningkatkan PDB negara

sebesar 0,8% per tahunnya sebagaimana yang dinyatakan oleh OECD, kebijakan

womenomics dipandang mampu menyelesaikan beberapa masalah ekonomi penting

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

23

lainnya yang dialami oleh Jepang. Di samping itu, implementasi dari womenomics

secara tidak langsung dapat menunjukkan citra Jepang yang positif di lingkup

internasional mengenai isu perempuan dan kesetaraan gender, mengingat pada

masa-masa sebelumnya Jepang memiliki rekam jejak yang buruk akan kedua hal

tersebut.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

b. Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Teori / Kerangka Konsep

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

1.6.2 Tingkat Analisa dan Variabel Penelitian

1.6.3 Teknik Analisa Data

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

1.6.5 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.5.1 Batasan Materi

1.6.5.2 Batasan Waktu

1.7 Hipotesa

1.8 Sistematika Penulisan

BAB II SEJARAH PEREKONOMIAN DI JEPANG

2.1 Krisis perekonomian di Jepang sebelum periode Shinzo Abe

2.2 Krisis perekonomian Jepang di bawah kepemimpinan Shinzo

Abe

2.2.1 Tekanan dari dalam negeri

a. Aging population di Jepang

b. Krisis ketenagakerjaan di Jepang

c. Ketenagakerjaan perempuan di Jepang

d. Gender inequality di Jepang

2.2.2 Tekanan dari luar negeri

a. Gender gaiatsu di Jepang

2.3 Visi kebijakan womenomics di Jepang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/55246/2/BAB I.pdf · Abe memberlakukan kebijakan womenomics sebagai strategi proteksi ekonomi melalui peningkatan partisipasi

24

BAB III

STRATEGI EKONOMI KEBIJAKAN WOMENICS

SEBAGAI JALAN KELUAR DARI KRISIS

PEREKONOMIAN DI JEPANG

3.1 Womenomics dalam teori keynesianisme

3.2 Fluktuasi perekonomian Jepang

3.3 Womenomics sebagai bentuk keterlibatan pemerintah dalam

menangani krisis perekonomian Jepang

3.3.1 Womenomics sebagai solusi dari aging population

3.3.2 Womenomics sebagai solusi dari krisis ketenagakerjaan

3.3.3 Womenomics sebagai upaya membangun branding

gender yang positif di Jepang

3.4 Hasil implementasi kebijakan womenomics di Jepang pada masa

kepemimpinan Shinzo Abe (2012-2014)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran