BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tanggal 26-27 Maret 2012 Presiden Amerika, Barack Obama, mengikuti kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir (KTT Keamanan Nuklir) ke- 2 di Seoul, Korea Selatan. Pada tanggal 26 Maret 2012 sebelum mengikuti pertemuan KTT Keamanan Nuklir ke-2, Obama memberikan pidato di Universitas Hankuk tentang keamanan nuklir yang akan dibahas pada KTT Keamanan Nuklir ke-2. Pidato Obama mengenai keamanan nuklir dalam rangka KTT Keamanan Nuklir ke-2 di Universitas Hankuk menarik untuk diteliti karena isi pidato Obama tentang energi nuklir, masalah yang sensitif, sehingga banyak kalimat yang bersifat persuasif. Obama bermaksud untuk mengajak semua negara untuk bergabung dengannya dalam anggota KTT Keamanan Nuklir untuk menjalankan visinya yaitu dunia tanpa senjata nuklir. Termasuk mengajak negara-negara yang bertentangan dengan visi KTT Keamanan Nuklir seperti Korea Utara dan Iran yang masih memanfaatkan nuklir untuk membuat senjata nuklir. Agar mendapat sebuah kepercayaan yang diyakini sebagai suatu kebenaran atau realitas, kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam menyusun pidato. Pidato Obama yang tersusun dari beberapa kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Di dalam pidato Obama terdapat praktik ideologi yang terselubung. Praktik ideologi tersebut ditransformasikan dalam bentuk frame (bingkai) pidato Obama untuk mempengaruhi khalayak. Penelitian ini

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada tanggal 26-27 Maret 2012 Presiden Amerika, Barack Obama, mengikuti

kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir (KTT Keamanan Nuklir) ke-

2 di Seoul, Korea Selatan. Pada tanggal 26 Maret 2012 sebelum mengikuti

pertemuan KTT Keamanan Nuklir ke-2, Obama memberikan pidato di Universitas

Hankuk tentang keamanan nuklir yang akan dibahas pada KTT Keamanan Nuklir

ke-2. Pidato Obama mengenai keamanan nuklir dalam rangka KTT Keamanan

Nuklir ke-2 di Universitas Hankuk menarik untuk diteliti karena isi pidato Obama

tentang energi nuklir, masalah yang sensitif, sehingga banyak kalimat yang bersifat

persuasif. Obama bermaksud untuk mengajak semua negara untuk bergabung

dengannya dalam anggota KTT Keamanan Nuklir untuk menjalankan visinya yaitu

dunia tanpa senjata nuklir. Termasuk mengajak negara-negara yang bertentangan

dengan visi KTT Keamanan Nuklir seperti Korea Utara dan Iran yang masih

memanfaatkan nuklir untuk membuat senjata nuklir.

Agar mendapat sebuah kepercayaan yang diyakini sebagai suatu kebenaran

atau realitas, kemampuan berbahasa sangat diperlukan dalam menyusun pidato.

Pidato Obama yang tersusun dari beberapa kalimat yang mempunyai hubungan

pengertian yang satu dengan yang lain. Di dalam pidato Obama terdapat praktik

ideologi yang terselubung. Praktik ideologi tersebut ditransformasikan dalam bentuk

frame (bingkai) pidato Obama untuk mempengaruhi khalayak. Penelitian ini

2

bermaksud untuk mencari frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi.

Frame pidato Obama akan dikaji melalui linguistik dari segi penggunaan kosa kata

dan struktur kalimat dalam pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk.

Dilihat dari segi linguistik, pemakaian kosa kata, susunan kalimat, dan bentuk

kalimat dalam pidato tidak dipandang semata sebagai persoalan teknis tata bahasa

atau linguistik, tetapi ekspresi dari ideologi (Fowler: 1979 via Eriyanto, 2001: 133).

Pemakaian bahasa dipandang tidak netral karena mengandung ideologi tertentu.

Dalam pidato Obama mempunyai tujuan untuk mempengaruhi khalayak melalui

bahasa.

Salah satu contoh pemilihan kosa kata dalam pembuatan klasifikasi yang

merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk, yaitu seperti berikut:

(A.1) Three years ago, I traveled to Prague and I declared America’s commitment

to stopping the spread of nuclear weapons and to seeking a world without

them.

Tiga tahun yang lalu, saya berkunjung ke Praha dan saya menyatakan bahwa

Amerika berkomitmen untuk menghentikan penyebaran senjata nuklir dan

meminta dunia tanpa senjata nuklir.

(A.2) So today, with you, I want to take stock of our journey and chart our next

steps.

Jadi hari ini, bersama kalian semua, saya ingin menginventaris perjalanan

kita sejauh ini dan merencanakan langkah-langkah selanjutnya.

Berdasarkan data A.1 dan A.2, kosa kata yang menunjukkan masa lalu yaitu

three years ago, sedangkan kosa kata yang menunjukan masa sekarang yaitu today.

3

Klasifikasi masa lalu dan masa sekarang yang pertama yaitu kalimat A.1 dan A.2

yang menggambarkan bahwa tiga tahun yang lalu Amerika berjanji akan

menghentikan penyebaran senjata nuklir dan sekarang Amerika akan merencanakan

langkah-langkah selanjutnya dalam menghentikan penyebaran senjata nuklir. Tujuan

klasifikasi masa lalu dan masa sekarang pada data A.1 dan A.2 untuk menjelaskan

kepada pendengar bahwa tiga tahun yang lalu Amerika berjanji akan menghentikan

penyebaran senjata nuklir dan sekarang. Amerika akan merencanakan langkah-

langkah selanjutnya dalam menghentikan penyebaran senjata nuklir.

Contoh lain, dalam penggunaan transitifitas yaitu proses mental yang

merepresentasikan frame pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk yaitu seperti berikut:

(A.3) We refuse to consign ourselves to a future where more and more regimes

possess the world’s most deadly weapons.

(Kami menolak untuk tidak menyerah pada masa depan dimana lebih

banyak rezim yang memiliki senjata paling mematikan di dunia)

Bentuk struktur kalimat dalam ketransitifan di atas termasuk proses

mental karena verba refuse digunakan untuk sikap penolakan tidak

menyerahkan masa depan kepada rezim yang memiliki senjata nuklir. Verba

refuse yang menandai proses mental dalam kalimat di atas menghubungkan

senser we dan fenomenon to consign ourselves to a future where more and

more regimes possess the world’s most deadly weapons. Dengan menganalisis

proses mental ini, pendengar dapat memahami sikap yang dilakukan oleh

Amerika terhadap keamanan nuklir dunia. Data tersebut menunjukkan bahwa

4

Amerika secara tegas menghentikan pembuatan senjata nuklir sampai

seterusnya demi mencapai perdamaian dunia.

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian ini akan membahas tentang

frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa kata,

dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame pidato Obama pada

mahasiswa Korea di Universitas Hankuk penting dilakukan. Penelitian ini

mengenai analisis wacana kritis dengan objek pidato Obama pada mahasiswa

Korea di Universitas Hankuk dengan menggunakan teori analisis wacana kritis

dari pandangan Fowler. Kajian ini mengkaji unsur-unsur linguistik dalam teks

kemudian dikembangkan melalui analisis wacana kritis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan dalam latar belakang tersebut, tersusun beberapa

rumusan masalah dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana frame pidato Obama dan ideologi pada mahasiswa Korea di

Universitas Hankuk?

2. Bagaimana penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame dan

ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk?

3. Bagaimana penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan frame

dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk?

5

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pertanyaan pada rumusan masalah, penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan frame pidato Obama dan ideologi pada mahasiswa

Korea di Universitas Hankuk.

2. Mendeskripsikan penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame

dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk.

3. Mendeskripsikan penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan

frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas

Hankuk.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoretis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pelengkap

dari kajian linguistik khususnya analisis wacana kritis. Penelitian ini ditinjau

dari frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa

kata, dan struktur kalimat yang membentuk frame dan ideologi pidato

Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan

kesadaran kritis khalayak dalam menyikapi wacana yang disajikan oleh

pembicara pidato. Penelitian ini dapat membantu khalayak agar tidak

6

langsung menerima realitas yang disampaikan oleh pembicara. Sebaiknya

khalayak berusaha untuk mencari informasi dari berbagai sumber agar tidak

terjebak dalam pemikiran yang sempit dan tidak netral yang disampaikan

oleh pembicara pidato.

1.5 Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan,

penelitian ini difokuskan pada pembahasan frame dan ideologi pidato Obama,

penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame

pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Struktur kalimat

yang dianalisis dalam penelitian ini adalah transitifitas, pasifasi, dan

nominalisasi. Jenis penelitian analisis wacana kritis ini menggunakan teori

analisis wacana kritis dari pandangan Fowler.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian analisis wacana kritis telah banyak dilakukan oleh peneliti lain.

Beberapa penelitian akan diuraikan secara ringkas sebagai berikut:

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Sumarti (2010) menulis artikel jurnal

tentang “Analisis Wacana Kritis Strategi Politik Penggunaan Bahasa Dalam Pidato

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono”. Penelitian tersebut menggunakan teori

Fairclough dan Van Dijk untuk mengungkapkan strategi politik penggunaan bahasa

yang digunakan SBY. Hasil penelitiannya yaitu strategi politik dalam penggunaan

bahasa direfleksikan dalam penggunaaan kata, kalimat, dan gaya bahasa.

7

Penggunaan bahasa dalam pidato SBY menunjukkan kepada khalayak bahwa

kondisi apa saja yang dihadapi Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Tri Rina Budiwati (2011) menulis artikel jurnal

tentang “Respresentasi Wacana Gender Dalam Ungkapan Berbahasa Indonesia dan

Bahasa Inggris: Analisis Wacana Kritis”. Data penelitiannya tentang ungkapan

berbahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang menyangkut tentang gender. Penelitian

tersebut menggunakan teori Fairclough dan Mills untuk membongkar norma-norma

secara implisit untuk memproduksi suatu ungkapan bergender. Hasil penelitiannya

yaitu ungkapan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang mengandung wacana

gender berbentuk nomina, frase nomina, frase verba, frase adjektiva, frase preposisi,

anak kalimat, kalimat tunggal, kalimat elipsi, kalimat majemuk setara, majemuk

bertingkat, dan majemuk campuran. Makna ungkapan bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris adalah kelemahan dan kelebihan seseorang, kesuksesan, pernikahan,

seksualitas, hal-hal negatif, dan kebijaksanaan. Dilihat dari pelakunya, ungkapan

mengacu pada laki-laki, perempuan, dan laki-laki atau perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Amirotul Roifah (2013) menulis tesis “Analisis

Wacana Kritis pada Headline Media Masa The Jakarta Post”. Penelitian ini

menganalisis menggunakan teori perubahan sosial Fairclough yang memfokuskan

pada elemen linguistik kata, tata bahasa, metafora, dan grafis. Hasil penelitian ini

yakni 1) bentuk-bentuk strategi representatif kata, tata bahasa, metafora, dan grafis;

2) makna yang ditimbulkan wacana headline ini dihasilkan dari konteks berita,

konteks sosial, dan representasinya; dan 3) ada tiga fungsi wacana headline tentang

isu kenaikan harga BBM dalam media masa The Jakarta Post yaitu sebagai berikut:

8

a) mempengaruhi pembaca agar tetap menolak kenaikan harga BBM dan mendorong

publik untuk mencari solusi BBM dari pada bergantung pada BBM yang harganya

bisa dipermainkan, b) menggambarkan respon publik terhadap kenaikan harga BBM

yang berisi penolakan kenaikan harga BBM, dan c) menggambarkan ideologi media

masa.

Penelitian yang dilakukan oleh Yusep Ahmafi (2014) menulis prosiding tentang

“Representasi Konteks Miss World 2013 di sindonews.com (Analisis Wacana

Kritis). Penelitian ini menggunakan model analisis Fairclough untuk

mendeskripsikan mekanisme teks yang digunakan sindonews.com dalam

merepresentasikan kontes Miss World 2013 yang digelar di Indonesia. Hasil

penelitiannya adalah a) sindonews.com menggunakan pemarkah linguistic seperti

modalitas dan bentuk leksikal dalam membangun opini positif kontes Miss World

2013 dan b) sindonews.com merepresentasikan dukungan dari berbagai pihak

sebagai opini tandingan atas pihak yang menolak dan mengecam kontes Miss World

2013 yang digelar di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmatan Idul (2014) yang menulis tesis

“Representatif Tekstual Praktik-Praktik Sosial dalam Pidato Internasional Hasan

Rouhani (Kajian Analisis Wacana Kritis). Penelitian ini menggunakan model

analisis yang dikembangkan oleh Leeuwen untuk mengungkap 3 dimensi praktik

sosial yang direpresentasikan Hasan Rouhani dalam pidatonya yaitu sebagai berikut

1) representasi aktor sosial, 2) representasi aksi sosial, dan 3) representasi sikap

Hasan Rouhani terhadap isu yang terdapat dalam pidatonya. Hasil penelitian ini

adalah 1) Hasan Rouhani menggunakan beberapa bentuk modalitas yang sesuai

9

dengan tujuan penggunaan modalitas tersebut dan menggunakan negasi, 2) Hasan

Rouhani merepresentasikan aksi sosial melalui beberapa cara yaitu pemilihan kata

yang hati-hati dan tepat, dan 3) dalam merepresentasikan aktor sosial yang terlibat

dalam aksi-aksi sosial yang termuat dalam pidatonya.

Berdasarkan beberapa penelitian analisis wacana kritis yang pernah dilakukan,

di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap wacana mempunyai aspek-aspek

bahasa dan aspek-aspek lain di luar bahasa. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-

penelitian di atas karena penelitian ini menggunakan teori analisis wacana kritis dari

Fowler dan sumber data diambil dari teks pidato Obama pada mahasiswa Korea di

Universitas Hankuk menjelang KTT Keamanan Nuklir ke-2.

1.7 Landasan Teori

Ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan pembahasan dalam tesis ini

yang perlu diuraikan. Konsep-konsep dasar tersebut dijadikan penegasan beberapa

ide yang terkait dengan penelitian ini. Konsep-konsep yang dimaksud adalah (1)

wacana, (2) pidato, (3) analisis wacana kritis, (4) ideologi, (5) frame, (6) pemilihan

kosa kata, dan (7) tata bahasa.

1.7.1 Wacana

Pengertian wacana menurut Stubbs (1983: 10) adalah organisasi bahasa di

atas kalimat atau di atas klausa; dengan perkataan lain unit-unit linguistik yang

lebih besar daripada kalimat atau klausa, seperti pertukaran-pertukaran

10

percakapan atau teks tertulis. Secara singkat, apa yang disebut teks bagi wacana

adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Pendapat yang lain dikemukakan oleh

Kridalaksana (2011: 258) yang menyatakan bahwa wacana ialah satuan bahasa

terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau

terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel,

buku, seri ensiklopedia, pidato, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang

membawa amanat lengkap.

Lubis (1993: 21) mengistilahkan wacana (discourse) yaitu sama dengan teks,

yakni satuan kebahasaan bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau

pendek, itulah yang dinamakan teks atau discourse. Teks adalah satu kesatuan

semantik dan bukan kesatuan grammatikal. Kesatuan yang bukan lantaran

bentuknya (morfem, klausa, kalimat) tetapi kesatuan artinya. Fairclough (1997:

258) menyatakan bahwa wacana adalah penggunaan bahasa yang dilihat sebagai

bentuk praktik sosial, dan analisis wacana adalah analisis bagaimana teks bekerja

dalam praktik sosiokultural. Dalam konteks wacana, bahasa digunakan sesuai

keperluannya. Wacana yng dilahirkan bukan sekedar dalam format kalimat, tetapi

dapat berbentuk klausa, frasa, paragraf, dan teks yang panjang. Wacana

mengandung makna yang berbeda-beda, tergantung pada konteks wacana atau

bagaimana bahasa digunakan. Oleh sebab itu, kajian wacana adalah kajian bahasa

berdasarkan konteks penggunaannya.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana yaitu satuan

bahasa terlengkap yang memiliki satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dan

mengandung ide atau suatu gagasan di dalamnya. Wacana pidato yang dituturkan

11

oleh Obama merupakan suatu praktik sosial yang digunakan untuk tujuan atau

kepentingan tertentu.

1.7.2 Pidato

Dalam KBBI (Alwi, 2005: 1071) pengertian pidato adalah pengungkapan

pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, wacana yang

disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak. Crystal (1991: 327) pidato adalah

pengungkapan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak

atau dapat diartikan juga sebagai wacana yang disiapkan di depan khalayak. Pidato

tersusun dari tuturan yang tertata dengan baik dan bertujuan untuk menyampaikan

sebuah ide atau topik tertentu. Pidato termasuk ke dalam komunikasi satu arah dan

biasanya penting dan dapat menarik khalayak. Pidato disampaikan oleh orang

penting untuk menuntun pendengar sesuai tujuan. Pidato yang baik dapat mengubah

persepsi kepada pendengar pidato. Sedangkan menurut Woolbert (via Rakhmat:

2014: 14) pidato dipandang sebagai ilmu tingkah laku. Proses penysusnan pidato

adalah kegiatan seluruh organisme. Pidato merupakan uangkapan kepribadian.

Logika adalah dasar utama persuasi.

Pidato merupakan contoh kegiatan bertutur yang sangat sering dilakukan

oleh pemimpin. Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai ketika seorang

pemimpin berpidato, yaitu menyebarluaskan ide, menanamkan pengaruh, dan

memberikan arahan tentang suatu hal. Pidato merupakan ilmu dan seni bertutur.

Pidato memiliki teknis, aturan, dan norma tersendri, termasuk didalamnya adalah

12

retorika. Pidato merupakan bentuk retorika dalam berkomunikasi dan bertujuan

untuk memersuasi pendengar (Richard, John, dan Heidi, 1992: 29).

Menurut Hart (1983: 15) pidato berbeda dengan komunikasi karena memiliki

beberapa fitur yang khusus. Pesan yang disampaikan harus relevan secara

keseluruhan sehingga pidato perlu disampaikan dengan jelas kepada siapa pidato

tersebut disampaikan. Bahasa pidato terbatas dan tidak fleksibel dengan

menggunakan kode-kode yang lazim, tidak menggunakan ungkapan pribadi ataupun

tidak formal. Pidato yang dikomunikasikan dengan baik akan mendapatkan respon

secara tidak langsung sebagai parameter suksesnya komunikasi lisan yang efektif.

Dari beberapa pengertian pidato di atas, dapat disimpulkan bahwa pidato

adalah pengungkapan pikiran atau ide atau topik dalam bentuk kata-kata yang

tersusun dengan baik yang disampaikan oleh orang penting yang ditujukan kepada

orang banyak. Pesan yang disampaikan harus relevan secara keseluruhan sehingga

pidato perlu disampaikan dengan jelas kepada siapa pidato tersebut disampaikan.

Pidato yang disusun dengan baik dapat mengubah persepsi kepada pendengar

pidato.

1.7.3 Analisis Wacana Kritis

Pada awal tahun 1990, analisis wacana kritis telah menjadi diskusi hangat di

antara para ilmuwan sosial. Berkembang pesatnya penelitian tentang analisis wacana

kritis diawali oleh penerbitan jurnal dari Dijk, yaitu Discourse and Society pada

tahun 1990, yang dalam perkembangannya memicu kemunculan buku-buku, e-

jurnal, pertemuan, dan konferensi yang membahas analisis wacana kritis sehingga

13

akhirnya analisis wacana kritis dapat menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri (Wodak

dan Meyer, 2009: 3). Analisis wacana kritis adalah suatu jenis penelitian yang

mengkaji tentang penyalahgunaan kekuasaan sosial dan dominasi yang dihasilkan

melalui teks dan pembicaraan dalam konteks sosial dan politik. Oleh karena itu,

analisis wacana kritis berusaha untuk memahami dan memaparkan masalah-masalah

sosial tersebut. Lebih spesifik, analisis wacana kritis berfokus pada cara-cara wacana

menetapkan, melegitimasi, menghasilkan relasi kuasa dan dominasi dalam

masyarakat. Analisis wacana kritis berkaitan erat dengan masalah-masalah

kekuasaan, dominasi, hegemoni, ideologi, gender, ras, diskriminasi, struktur sosial,

dan lain sebagainya. Tujuan dilakukan analisis wacana kritis adalah menguak

masalah-masalah yang timbul dalam wacana. Sebuah teks dapat diibaratkan sebagai

sebuah gunung es di permukaan laut sehingga untuk menguak makna-makna yang

tersembunyi dalam teks, dilakukan dengan berpegangan pada analisis wacana kritis

(Dijk, 2009: 352).

Fairclough memandang analisis wacana kritis sebagai suatu bentuk analisis

terhadap wacana, yaitu penggunaan bahasa sebagai bentuk praktik sosial. Disebut

praktik sosial adalah karena bahasa merupakan bagian dari masyarakat, ada dalam

kehidupaan mereka. Selain itu, bahasa juga merupakan suatu proses sosial dan

penggunaanya ditemukan oleh kaidah-kaidah sosial yang berlaku dalam masyarakat

tersebut. Analisis wacana kritis merupakan suatu pendekatan analisis wacana yang

menjelaskan proses bagaimana suatu teks dapat diproduksi dan dikonsumsi.

Fairclough menyebutkan analisis wacana kritis menjelaskan bagaimana suatu

wacana dianalisis dengan tidak memisahkan konteks “institutional and discoursal

14

practices” yang terdapat di dalam teks tersebut. Analisis wacana kritis bukanlah

semata-mata merupakan analisis teks dengan memperhatikan fitur linguistiknya saja,

melainkan juga peristiwa atau realita dari wacana tersebut (Fairclough, 1997: 258).

Pendapat Fairclough tersebut juga sejalan dengan pendapat Wodak dan Meyer

(2009: 2) yang menegaskan bahwa analisis wacana kritis berbeda dengan analisis

wacana biasa. Analisis wacana kritis tidak semata-mata mencermati unsur linguistik

suatu teks, tetapi mempelajari fenomena sosial yang terdapat di dalamnya sehingga

analisis wacana kritis akan membutuhkan pendekatan dari berbagai macam metode

dan disiplin ilmu.

Pendekatan kritis dalam analisis wacana ini menunjukkan bahwa analisis

wacana kritis tidak hanya menjelaskan praktik wacana, tetapi juga bagaimana

hubungan antara kekuasaan dan ideologi membangun wacana. Selain itu, analisis

wacana kritis juga menjelaskan bagaimana pembentukan suatu pengetahuan, relasi,

dan identitas sosial dipengaruhi oleh wacana tersebut, yang prosesnya tidak disadari

oleh suatu lingkup masyarakat (Fairclough, 1997: 131).

Wodak dan Meyer (2009: 3) menegaskan bahwa analisis wacana kritis

berbeda dengan analisis wacana biasa. Analisis wacana kritis tidak semata-mata

mencermati unsur linguistik suatu teks, tetapi mempelajari fenomena sosial yang

terdapat di dalamnya sehingga analisis wacana kritis akan membutuhkan pendekatan

dari berbagai macam metode dan disiplin ilmu. Miles dan Huberman (2007: 15)

menjelaskan analisis wacana kritis sebagai kajian wacana terkait dengan struktur

masyarakat dan ideologi. Tujuan analisis wacana kritis yaitu membantu

menganalisis dan memahami masalah sosial dalam membantu mengatasi dan

15

memahami masalah sosial dalam hubungannya antara ideologi dan kekuasaan.

Analisis wacana kritis dapat mengembangkan asumsi-asumsi yang bersifat ideologis

yang terkandung dibalik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk

kekuasaan.

Pengertian mengenai analisis wacana kritis dari Fairclough, Wodak, dan

Habermas di atas sama halnya dengan pengertian linguistik kritis yang diungkapkan

oleh Fowler dkk dan Crystal. Fowler (1979: 69) berpendapat bahwa linguistik kritis

memandang bahasa sebagai praktik sosial, melalui mana suatu kelompok

memantapkan dan menyebarkan ideologinya. Linguistik kritis dikembangkan dari

teori linguistik yang melihat tata bahasa atau gramatikal dan strategi pemilihan

kosakata tertentu membawa implikasi dan ideologi tertentu. Definisi tersebut

sejalan dengan definisi linguistik kritis menurut Crystal (1991: 90) bahwa linguistik

kritis merupakan kajian ilmu bahasa yang bertujuan mengungkapkan relasi-relasi

antara kuasa tersembunyi dan proses-proses ideologis yang muncul dalam teks-teks

lisan atau tulisan.

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, wacana yang berupa pidato tidak

dianggap sebagai suatu hal yang netral akan tetapi merupakan bentuk dari

pemertahanan kekuasaan. Maka dari itu, wacana pidato Obama pada KTT

Keamanan Nuklir ke-2 akan dianalisis menggunakan kajian analisis wacana kritis

yang bermaksud untuk mendiskripsikan suatu kepentingan kelompok dengan cara

menganalisis bagaimana wacana diproduksi dan direpresentasikan kepada khalayak.

16

1.7.4 Ideologi

Menurut Asshiddiqie (2005: 3), secara etimologis, istilah ideologi berasal dari

bahasa Yunani, yaitu idea yang berarti pemikiran, gagasan, dan konsep keyakinan,

serta logos yang berarti pengetahuan. Dengan demikian, konsep ideologi pada

dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang gagasan, konsep keyakinan atau

pemikiran. Istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai

dasar, dan keyakinan-keyakinan yang dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.

Dalam artian ini ideologi disebut terbuka, sedangkan dalam arti sempit, ideologi

adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang

menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak, yang

disebut dengan ideologi tertutup. Kata ideologi sering juga dijumpai untuk

pengertian memutlakkan gagasan tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan

kekuasaan tertentu yang bertentangan dengan teorinya.

Menurut Suseno (2003: 5), ideologi dalam arti luas digunakan untuk

kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung

tinggi sebagai pedoman normatif. Ideologi juga merupakan gagasan dan nilai yang

secara mutlak mau menentukan bagaimana manusia harus bertindak dan hidup. Dari

beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ideologi yaitu kepercayaan

(pandangan) yang dimiliki kelas atau kelompok tertentu, sistem kepercayaan yang

dibuat yang digunakan oleh kelompok dominan untuk mendominasi kelompok yang

tidak dominan. Berdasarkan pengertian ideologi di atas, dapat disimpulkan bahwa

17

ideologi yaitu suatu keyakinan terhadap nilai yang dianggap benar dan nilai tersebut

disebar kepada orang lain untuk membangun, mempertahankan kekuasaan atau

dominasi.

1.7.5 Frame

Berkenaan dengan hubungan antara bahasa dan ideologi, frame merupakan

bentuk turunan atau transformasi ideologi (Fairclough, 1997: 73). Frame adalah

suatu gagasan yang mengorganisasikan, atau suatu kerangka, untuk memahami

peristiwa-peristiwa yang relevan yang dapat membuat isu tertentu (Eriyanto, 2002:

67). Frame berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada

khalayak. Moss (1999: 185) juga membahas hubungan antara bahasa dan ideologi

bahwa wacana merupakan merupakan konstruk kultural yang dihasilkan ideologi

karena wacana menggunakan frame tertentu untuk memahami realitas sosial. Moss

mengartikan ideologi sebagai asumsi budaya yang menjadi normalitas alami dan

idak dipersoalkan lagi.

Sedangkan Gamson dan Modigliani (1983: 3) berpendapat bahwa frame

adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan

menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek.

Gitlin (1980: 7) mendefinisikan frame sebagai pola yang berkesinambungan tentang

aspek kognisi, interpretasi, dan penyajian atas symbol-simbol yang secara rutin

terseleksi, memperoleh penekanan dan pengecualian dalam pengaturan wacana.

Gamson dan Modigliani (1989: 3) mendefinisikan frame sebagai sentral pengaturan

gagasan yang menghasilkan makna dan menghubungkan potongan-potongan

18

peristiwa yang terorganisir sedemikian rupa yang berkaitan dengan objek suatu

wacana. Berdasarkan pengertian frame yang telah dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa frame yaitu suatu gagasan yang terorganisir dengan membentuk

peristiwa atau realita terhadap objek wacana tertentu.

1.7.6 Pemilihan Kosa Kata

Dalam membangun model analisis Fowler mendasarkan pada penjelasan

Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa. Fungsi dan struktur bahasa menjadi

dasar struktur tata bahasa, di mana tata bahasa itu menyediakan alat untuk

dikomunikasikan kepada khalayak. Fowler (1997: 81) meletakkan tata bahasa dan

praktik pemakaiannya tersebut untuk mengetahui praktik ideologi. Kosa kata

melakukan proses struktural yang sungguh-sungguh meskipun tidak mudah teramati

secara langsung. Kosa kata adalah peta bukan sekedar daftar, sehingga melalui kosa

kata dapat diketahui motif dari penggunaan kosakta tersebut. Penggunaan kosa kata

berkaitan dengan penilaian seseorang terhadap realitas yang akan berdampak pada

kosa kata yang dipilih. Menurut Fowler (1979 via Eriyanto, 2001: 133) ada 4 fungsi

dalam penggunaan kosa kata dalam linguistik kritis yaitu pembuat klasifikasi,

pembatas pandangan, pertarungan wacana, dan marjinalisasi.

1.7.7 Tata Bahasa

Salah satu tata bahasa atau gramatikal yang dibahas oleh Fowler dkk adalah

transitifitas. Transitifitas dalam studi bahasa kritis adalah teori dari aliran linguistik

fungsional-sistemik dari Halliday (Fowler, 1996: 71). Teori ketransitifan ini

19

bersumber dari fungsi representasi bahasa yakni fungsi bahasa yang bertugas (i)

menyandikan (encode) pengalaman tentang dunia, dan (ii) membawa gambaran

tentang realitas. Gambaran mental itu dapat berupa struktur frasa, klausa, dan kata

(Santoso, 2012: 151).

Fowler (1996: 76-80) membahas transformasi dalam tata bahasa. Ada dua tipe

transformasi yaitu pasifasi dan nominalisasi. Pasifasi adalah proses perubahan

kalimat aktif menjadi pasif. Ketika kalimat aktif diubah menjadi kalimat pasif,

proses bukan ditunjukkan kepada subjek, tetapi kepada objek yang menjadi titik

perhatian objek atau pihak yang dikenai tindakan. Nominalisasi terjadi ketika

kalimat atau bagian dari kalimat, gambaran dari suatu tindakan atau partisipan

dibentuk dalam kata benda. Akibatnya, yang diterima oleh pembaca adalah kesan

penguat dari suatu tindakan, tetapi sekaligus menghilangkan atau menurunkan peran

aktor atau partisipan dari suatu peristiwa. Titik perhatian pembaca bukan pada siapa

yang melakukan suatu tindakan, tetapi pada tindakan itu sendiri. Nominalisasi

mengarahkan proses ke dalam objek, bukan subjek

1.8 Metode Penetitian

Analisis wacana kritis adalah penelitian mengenai penggunaan bahasa yang

menyusun dan tersusun secara fungsional (Fairclough, 1997: 258). Hal ini sejalan

dengan Systemic Functional Linguistics yang dikemukakan Halliday (2004: 45)

bahwa setiap teks memiliki fungsi ideasional yang berkaitan dengan bagaimana

bahasa digunakan untuk merepresentasikan pengalaman, mememahami, dan

mengekspresikan presepsi tentang dunia dan kesadaran manusia. Selain itu, teks

20

juga memiliki interaksi-interaksi sosial antara partisipan dalam wacana atau

menampilkan fungsi interpersonal. Ketiga, teks memiliki fungsi tekstual yaitu

penyatuan satuan linguistik yang terpisah ke dalam suatu keutuhan dan

menggabungkannya dengan konteks-konteks situasional.

Penelitian analisis wacana kritis dalam pidato Obama pada mahasiswa Korea

di Universitas Hankuk menggunakan teori linguistik kritis yang dikemukakan oleh

Fowler (1996: 76-80) yang menitik beratkan pada metafungsional SFL (Systemic

Fungtional Grammar) Halliday yaitu fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan

fungsi tekstual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan

tentang frame pidato Obama dan kaitannya dengan ideologi, penggunaan kosa kata,

dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame pidato Obama pada KTT

Keamanan Nuklir ke-2. Penelitian ini mengenai analisis wacana kritis dengan objek

pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2 dengan menggunakan teori analisis

wacana kritis dari pandangan Fowler. Metode penelitian ini berpijak pada tiga tahap

yaitu: 1) pengumpulan data (penjaringan data dan pengklasifian data), 2)

penganalisisan data (pembuktian data yang diklasifikasikan), dan 3) penyajian hasil

analisis (perumusan kaidah penggunaan bahasa yang telah ditemukan).

1.8.1 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah teks pidato yang disampaikan oleh

Presiden Obama tentang keamanan nuklir menjelang KTT Keamanan Nuklir ke-2

kepada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk (Seoul, Korea Selatan), pada

tanggal 26 Maret 2012. Teks pidato Obama pada KTT Keamanan Nuklir ke-2 di

21

Seoul, Korea Selatan didapatkan dari website white house, pada pustaka laman

http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2012/03/26/remarks-president-obama-

hankuk-university (diakses pada tanggal 18 September 2014, 23.20 WIB). Data

yang dianalisis yaitu kosa kata, transitifitas dan pasifasi yang merepresentasikan

frame dan ideologi pidato Obama.

1.8.2 Metode Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data penelitian dengan cara membaca penggunaan

bahasa dalam teks pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk agar

dapat memahami secara mendalam. Peneliti mengidentifikasi penggunaan bahasa

yang relevan. Menyimak penggunaan bahasa yang digunakan dalam teks pidato

Obama. Data diidentifikasi berdasarkan pilihan kosa kata, transitifitas, dan pasifasi.

Kemudian data diklasifikasi sesuai dengan rumusan masalah yang telah dibuat

sebelumnya. Dengan cara menyimak, mengidentifikasi, dan mengklasifikasi data

memudahkan penjaringan data dan menganalisis data.

1.8.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Pendekatan kualitatif kritis yang digunakan dalam penelitian analisis wacana

kritis ini menggunakan teori linguistik kritis (critical linguistics) dari pandangan

Fowler tentang penggunaan kosa kata dan struktur kalimat (transitifitas dan

transformasi (pasifasi dan nominalisasi)) yang merepresentasikan frame pidato dan

22

ideologi Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk. Dengan pendekatan

kualitatif kritis, kalimat-kalimat dalam pidato Obama akan dikaji secara kritis

dengan mendeskripsikan frame dan ideologi pidato Obama, penggunaan kosa kata,

dan struktur kalimat yang merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada

mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.

Ada dua metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk

merepresentasikan frame pidato Obama dan ideologi, penggunaan kosa kata, dan

struktur kalimat. Pertama, metode padan pragmatik adalah metode padan yang alat

penentunya mitra bicara pada saat satuan kebahasaan menurut reaksi mitra bicara

pada saat kebahasaan itu dituturkan oleh orang lain (Kesuma, 2007: 43). Kedua,

model analisis kognisi sosial dengan cara mengidentifikasi clue (tanda, isyarat)

(Titscher via Subagyo, 2014: 26). Clue berupa aneka satuan kebahasaan, mulai dari

pernyataan berwujud gugus kalimat, kalimat tunggal, frasa, kata. Kemudian clue

dideskripsikan dan dipaparkan sesuai konteks. Analisis data dilakukan melalui tabel

fokus telaah, unit analisis, dan penjabaran satuan analisis yang akan dijabarkan

sebagai berikut:

Tabel 1.1 Fokus Telaah, Unit Analisis, dan Penjabaran Analisis

Fokus Telaah Unit Analisis Penjabaran Analisis

Frame dan

kaitannya

dengan ideologi

Kosa kata

Frasa

Kalimat

Gugus kalimat

Bagaimana frame pidato Obama dan

ideologi ?

Penggunaan

kosa kata

Kosa kata

Frasa

Kalimat

Bagaimana penggunaan kosa kata dapat

menggambarkan realitas untuk

merepresentasikan frame dan ideologi

23

Gugus kalimat pidato Obama?

Tata bahasa:

Transitifitas

Pasifasi

Nominalisasi

Kalimat

Bagaimana realitas yang sedang

berlangsung untuk merepresentasikan

frame dan ideologi pidato Obama?

Apa yang ditonjolkan Obama dengan

frame dan ideologi pidato Obama?

Apa yang disamarkan atau

disembunyikan Obama dengan frame

dan ideologi pidato Obama?

1.8.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian hasil analisis data yang disajiakan dengan secara deskriptif

berdasarkan kerangka analisis dan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Diskripsi

disajiakan melalui kata-kata biasa disertai dengan contoh-contoh yang relevan,

sehingga menghasilkan informasi yang detail dan lengkap. Penyajian hasil analisis

data ini dilakukan dengan mendeskripsikan frame pidato Obama dan kaitannya

dengan ideologi, penggunaan kosa kata, dan struktur kalimat yang

merepresentasikan frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di

Universitas Hankuk.

1.9 Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:

Bab 1 berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian.

24

Bab 2 membahas tentang frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea

di Universitas Hankuk.

Bab 3 membahas tentang penggunaan kosa kata yang merepresentasikan frame dan

ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.

Bab 4 membahas tentang penggunaan struktur kalimat yang merepresentasikan

frame dan ideologi pidato Obama pada mahasiswa Korea di Universitas Hankuk.

Bab 5 berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.