BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, karena masyarakat hidup dan berkembang di atas tanah.Hubungan manusia dengan tanah merupakan hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung unsur kekuatan gaib (mistik) sebagai suatu perwujudan manusia dengan alam sekitarnya. Semua makhluk hidup memerlukan tanah,karna tanah dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan yang sangat penting,karena merupakan sumber kehidupan dan penghidupan manusia itu sendiri, semua kegiatan yang dilakukan manusia,selalu dan pasti memerlukan tanah sebagai penopang kegiatan dalam hidupnya. Masyarakat memandang tanah sebagai sumber kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal dunia. Tanah dipergunakan sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber penghidupan manusia seperti untuk menanam padi, jagung, sayur-sayuran.Tanah merupakan fondasi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia,di samping itu tanah juga merupakan sumber kekayaan bagi mereka yang memiliki dan menguasainya karena semua yang terkandung di dalamnya bisa merupakan sumber pendapatan ataupun sumber penghasilannya.Manusia sangat tergantung dengan tanah,bahkan sampai mati pun manusia masih memerlukan tanah untuk penguburannya. Begitu pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia,tanah juga memiliki peranan yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia untuk melaksanakan dan melanjutkan pembangunan Nasional untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,sesuai dengan 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar, karena

masyarakat hidup dan berkembang di atas tanah.Hubungan manusia dengan tanah

merupakan hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung unsur

kekuatan gaib (mistik) sebagai suatu perwujudan manusia dengan alam sekitarnya.

Semua makhluk hidup memerlukan tanah,karna tanah dapat menumbuhkan berbagai

macam tanaman yang sangat dibutuhkan oleh manusia ataupun makhluk hidup

lainnya. Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan yang sangat penting,karena

merupakan sumber kehidupan dan penghidupan manusia itu sendiri, semua kegiatan

yang dilakukan manusia,selalu dan pasti memerlukan tanah sebagai penopang

kegiatan dalam hidupnya. Masyarakat memandang tanah sebagai sumber

kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal dunia. Tanah dipergunakan

sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber penghidupan manusia seperti untuk

menanam padi, jagung, sayur-sayuran.Tanah merupakan fondasi yang sangat

penting bagi kelangsungan hidup manusia,di samping itu tanah juga merupakan

sumber kekayaan bagi mereka yang memiliki dan menguasainya karena semua yang

terkandung di dalamnya bisa merupakan sumber pendapatan ataupun sumber

penghasilannya.Manusia sangat tergantung dengan tanah,bahkan sampai mati pun

manusia masih memerlukan tanah untuk penguburannya. Begitu pentingnya arti

tanah bagi kehidupan manusia,tanah juga memiliki peranan yang sangat penting

bagi Bangsa Indonesia untuk melaksanakan dan melanjutkan pembangunan

Nasional untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur,sesuai dengan

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

2

apa yang terkandung di dalam Pancasila dan juga UUD 1945. Bali sebagai pusat

pariwisata dunia menyebabkan setiap orang berlomba-lomba untuk bisa memiliki

dan menguasai tanah di Bali. Para investor tingkat dunia pun bersaing untuk

menanamkan modal sebesar-besarnya untuk membangun hotel dan pusat-pusat

hiburan demi meraup keuntungan yang tidak sedikit. Lahan-lahan banyak yang

beralih fungsi, kawasan yang semula asri, berubah menjadi lahan beton. Pemukiman

penduduk dibangun di mana-mana, hal ini tentu saja membuat kebutuhan akan tanah

semakin meningkat dan berimbas pula pada nilai ekonomis tanah tersebut, harga

tanah menjadi semakin melambung dan tidak terkendali, yang menyebabkan pula

naiknya nilai pajak akan obyek tanah tersebut, hal ini tidak bisa dicegah, karena

pengaruh dan dampak dari pembangunan di bidang pariwisata. Hal ini tidak hanya

terjadi di daerah Denpasar dan Badung saja tetapi hampir di seluruh wilayah di

Bali. Sebagai gambaran saja, harga tanah di Kabupaten Badung selatan,

khususnya Kuta sudah mencapai 4-5 Milyar per are/100m2, di Kota Denpasar

harga tanah berkisar 1-1,5 Milyar/100m2.

Di Kabupaten Buleleng harga tanah mencapai 200-500juta/100m2. Sedangkan

di Desa Ketewel Kecamatan Sukawati Gianyar harga tanah mencapai 600-

800juta/100m2, demikian juga Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung dan

Kabupaten lainnya, harga tanah meningkat, hal ini merupakan dampak dari

pembangunan yang begitu pesatnya.

Begitu pesatnya pertumbuhan dan pembangunan di Bali menyebabkan

peralihan hak atas tanah berubah terus. Keberanian investor untuk membeli tanah

dengan harga tinggi menjadi salah satu penyebab kenaikan harga tanah dan

penduduk lokal menjual tanahnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

3

yang besar. Keinginan manusia yang selalu ingin menguasai dan memiliki

tanah,tentu saja bisa menimbulkan sengketa di antara masyarakat itu sendiri,sebab

itulah diperlukan adanya aturan-aturan yang jelas dalam kepemilikan tanah.

Penguasaan tanah secara yuridis akan memberikan kewenangan kepada pemegang

hak untuk menguasai tanah yang dihakinya. Semakin terbatasnya lahan yang

tersedia untuk pembangunan, menyebabkan tanah-tanah adat mendapat perhatian

dari pemerintah sebagai alternatif untuk Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, khususnya yang akan digunakan sebagai

tempat pendidikan.

Penguasaan tanah secara yuridis dilandasi oleh hak, yang dilindungi oleh hukum

dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara

fisik tanah yang dihaki. Dalam UUPA telah diatur dan ditetapkan tata jenjang atau

hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional :

1. Hak Bangsa Indonesia yang disebut dalam pasal 1,sebagai hak penguasaan atas

tanah yang tertinggi,beraspek perdata dan publik.

2. Hak Menguasai dari Negara yang disebut dalam pasal 2,semata-mata beraspek

publik.

3. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang disebut dalam pasal 3,,beraspek

perdata dan publik.

4. Hak-hak perorangan/individual,semuanya beraspek perdata,terdiri atas:

a. Hak-hak atas tanah sebagai hak-hak individual yang semuanya secara

langsung ataupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa, yang disebut

dalam pasal 16 dan 53`

b. Wakaf, yaitu Hak Milik yang sudah diwakafkan ,pasal 49.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

4

c. Hak Jaminan atas tanah yang disebut “Hak tanggungan” dalam pasal

25,33,39 dan 51.

Semua hak penguasaan atas tanah berisikan tentang serangkaian wewenang dan

kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya.Penguasaan hak atas tanah

terdiri atas Penguasaan secara perorangan/individual yang beraspek perdata dan

penguasaan tanah bersama atau yang lebih dikenal dengan Tanah Adat,dalam UUPA

disebut dengan Hak Ulayat,yang beraspek perdata dan juga beraspek publik. Masih

adanya Hak Ulayat pada masyarakat hukum adat tertentu,dapat diketahui dari

kegiatan sehari-hari Kepala Adat dan para Tetua Adat dalam kenyataannya,yang

diakui sebagai pengemban kewenangan dalam memimpin dan mengatur penggunaan

tanah ulayat,yang merupakan tanah bersama masyarakat tanah adat yang

bersangkutan.

Pengakuan hukum adat dalam UUPA dapat dicermati sejak awal, yaitu

melalui Konsiderans dinyatakan , bahwa “perlu adanya hukum agraria nasional,

yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah”. Lebih lanjut dalam Pasal 5

UUPA ditemukan adanya pernyataan, bahwa “Hukum agraria yang berlaku atas

bumi, aixxxr dan ruang angkasa ialah hukum adat”.1 Dalam pandangan hukum

adat menurut Herman Soesang Obeng disebutkan, bahwa tanah dan manusia

mempunyai hubungan sedemikian erat, dan dalam jalinan pikiran (participerend

denken), sehingga hubungan antara manusia dan tanah merupakan suatu hubungan

magis religius yang sedikit banyak mengandung unsur kekuatan gaib (mistik)

1I Made Suwitra, 2010. Eksintensi Hak Penguasaan dan Pemilikan Atas Tanah Adat di Bali.

Dalam Perspektif Hukum Agraria Nasional, Majalah Logoz Publising, Bandung, hal 1

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

5

sebagai suatu perwujudan daripada dialog antara manusia dengan alam gaib, yaitu

roh-roh yang dihargainya.2

Hak ulayat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masayarakat

hukum adat yang berkaitan dengan tanah yang ada di wilayah hukum adat tersebut.

Kewenangan dan kewajiban masyarakat hukum adat tersebut beraspek publik dan

juga beraspek perdata. Beraspek perdata artinya tanah adat/ulayat merupakan tanah

kepunyaan bersama masyarakat hukum adat,sedangkan beraspek publik menyangkut

hak masyarakat hukum adat untuk mengatur,mengelola,memimpin

penguasaan,pemeliharaan dan peruntukkan dari tanah yang ada di wilayahnya.

Mengenai Hak Ulayat ini diatur dalam Pasal 3 Undang-undang Pokok Agraria.

Yang dimaksud Hukum Adat dalam UUPA adalah hukum yang hidup dalam

masyarakat dan merupakan hukum yang tidak tertulis dan di dalamnya

mencerminkan sifat-sifat/unsur Nasional yang asli dengan ciri khususnya lebih

mengedepankan sifat kekeluargaan dan sifat kegotongroyongan demi tercapainya

keseimbangan serta lebih banyak diliputi oleh suasana keagamaan.

Di Bali,tanah adat atau tanah ulayat merupakan tanah-tanah yang berada di

bawah kekuasaan Desa Pakraman. Desa Pakraman adalah istilah /nama untuk

kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Bali. Tanah-tanah yang ada di

kesatuan masyarakat hukum tersebut lebih dikenal dengan nama Druwe Desa.

Druwe Desa atau tanah-tanah ulayat ini,dikuasai dan dikelola oleh Desa Pakraman

(pengaturan tentang wewenang dan kewajiban Desa Pakraman ini diatur dalam

Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001,jo Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun

2 Herman Soesang Obeng, 1975, “Pertumbuhan hak milik individual menurut hukum adat dan

menurut UUPA di Jawa Timur”, Majalah Hukum, No. 3 Tahun ke dua, Yayasan Penerbitan dan

Pengembangan Hukum (Law Centre), hal. 51.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

6

2003,tentang revisi Perda Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001).

Walaupun pengaturan tentang Desa Pakraman sudah jelas diatur dalam Peraturan

Daerah ,namun masalah-masalah adat tetap saja sering terjadi di Bali,apakah itu

menyangkut tentang batas –batas tanah ataupun sengketa tentang pemilikan tanah,

yang tentu saja hal bisa menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial di dalam

masyarakat itu sendiri.. Sengketa tanah yang sering terjadi di dalam masyarakat

hukum adat,khususnya dalam masyarakat hukum adat di Bali,umumnya dapat

diatasi secara damai dengan cara mediasi untuk mencapai win-win solution. Hal

inipun tidak terlepas dari peranan dan fungsi dari Desa Pakraman yang merupakan

hakim perdamaian desa`

Tanah merupakan salah satu asset msyarakat di Bali yang sangat

mendasar, karena masyarakat hidup dan berkembang di atas tanah. Masyarakat

di Bali memposisikan tanah pada kedudukan yang sangat penting karena

merupakan faktor utama . Masyarakat memandang tanah sebagai sumber

kehidupan manusia dari lahir sampai meninggal dunia. Tanah dipergunakan

sebagai tempat tinggal dan sebagai sumber kehidupan manusia seperti untuk

menanam padi, jagung, sayur-sayuran. Hal inilah menyebabkan tanah adat seperti

PKD yang dikuasai secara individu di dalamnya terkandung konsep tri hita karana,

yaitu berupa parhyangan yang berwujud merajan (believe system), pelemahan yang

berwujud anggota keluarga yang tinggal di situ (social system)yang notabene

sebagai krama banjar. Bali sebagai pusat pariwisata dunia menyebabkan orang

berlomba-lomba untuk bisa memiliki tanah di Bali. Para investor tingkat dunia pun

bersaing untuk menanamkan modal sebesar-besarnya untuk membangun hotel dan

pusat-pusat hiburan demi meraup keuntungan yang tidak sedikit. Lahan-lahan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

7

banyak yang beralih fungsi, kawasan yang semula asri, berubah menjadi lahan

beton. Pemukiman penduduk dibangun di mana-mana, hal ini tentu saja membuat

kebutuhan akan tanah semakin meningkat dan berimbas pula pada nilai ekonomis

tanah tersebut, harga tanah menjadi semakin melambung dan tidak terkendali, yang

menyebabkan pula naiknya nilai pajak akan obyek tanah tersebut, hal ini tidak bisa

dicegah, karena pengaruh dan dampak dari pembangunan di bidang pariwisata. Hal

ini tidak hanya terjadi di daerah Denpasar dan Badung saja tetapi hampir di

seluruh wilayah di Bali. Sebagai gambaran saja, harga tanah di Kabupaten Badung

selatan, khususnya Kuta sudah mencapai 4-5 Milyar per are/100m2, di Kota

Denpasar harga tanah berkisar 1-1,5 Milyar/100m2.

Di Kabupaten Buleleng harga tanah mencapai 200-500juta/100m2. Sedangkan

di Desa Ketewel Kecamatan Sukawati Gianyar harga tanah mencapai 600-

800juta/100m2, demikian juga Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung

dan Kabupaten lainnya, harga tanah meningkat hal ini dampak dari pembangunan

yang begitu pesatnya.

Pesatnya pembangunan di Bali menyebabkan peralihan hak atas tanah

berubah terus. Keberanian investor untuk membeli tanah dengan harga tinggi

menjadi salah satu penyebab kenaikan harga tanah dan penduduk lokal menjual

tanahnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang besar. Semakin

terbatasnya lahan yang tersedia untuk pembangunan menyebabkan tanah-tanah adat

mendapat perhatian dari pemerintah sebagai alternatif untuk penyediaan lahan

pembangunan khususnya yang akan digunakan sebagai tempat pendidikan.

Hukum bagi bangsa Indonesia merupakan hal yang sangat penting

sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

8

negara Indonesia adalah negara hukum.3 Di dalam negara hukum segala

kekuasaan dari alat-alat pemerintahannya didasarkan atas hukum. Semua

orang tanpa kecuali harus tunduk dan taat kepada hukum, hukumlah yang

berkuasa dalam negara itu.4

Menurut Herma Yulis seperti dikutif oleh H. Achmad Rubale tanah

dalam kehidupan manusia mempunyai arti penting karena berfungsi ganda,

yaitu sebagai social asset dan capital asset.5 Sebagai social asset tanah

merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat

Indonesia untuk hidup dan kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah

merupakan faktor modal dalam pembangunan. Oleh karena itu tanah tumbuh

sebagai benda yang sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan

objek spekulasi.6 Pengakuan hukum adat dalam UUPA dapat dicermati sejak

awal, yaitu melalui Konsiderans dinyatakan , bahwa “perlu adanya hukum agraria

nasional, yang berdasarkan atas hukum adat tentang tanah”. Lebih lanjut dalam

Pasal 5 UUPA ditemukan adanya pernyataan, bahwa “Hukum agraria yang

berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat”.7 Dalam pandangan

hukum adat menurut Herman Soesang Obeng disebutkan, bahwa tanah dan

manusia mempunyai hubungan sedemikian erat, dan dalam jalinan pikiran

(participerend denken), sehingga hubungan antara manusia dan tanah merupakan

suatu hubungan magis religius yang sedikit banyak mengandung unsur kekuatan

3Undang-Undang 1945. Pasal 1 ayat (3) dalam perubahan Ketiga.

4Tarmisi, 2002. Penegakan Hukum atas Pelanggaran Hak Asasi Anak Tesis, Unpad,

Bandung hal.34.

5Dalam H. Achmad Rubale, 2007. Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Cetakan Pertama. Kerja sama Pusderankum dan Bayumedia Malang hal.1.

6I Made Suwitra, 2009. Eksistensi Hak Penguasaan dan Pemilikan Atas Tanah Adat Di Bali

Dalam Perspektif Hukum Agraria Nasional , Disertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya Malang h.7.

7 I Made Suwitra Ibid hal.1.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

9

gaib (mistik) sebagai suatu perwujudan daripada dialog antara manusia dengan alam

gaib, yaitu roh-roh yang dihargainya.8

Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

manusia, sehingga antara tanah dengan kehidupan manusia sangat erat sekali

hubungannya, atau tanah tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan manusia itu

sendiri. Bahkan dapat dikatakan bahwa sampai matipun manusia masih memerlukan

sebidang tanah, dalam hal ini sebagai tempat penguburannya. Jumlah luas tanah

yang dapat dikuasai masing-masing orang adalah terbatas sekali, sedangkan jumlah

manusia yang berhajat terhadap tanah bertambah banyak. Selain bertambah

banyaknya manusia yang memerlukan tanah, seperti untuk perumahan dan untuk

kemajuan dalam perkembangan di bidang ekonomi, sosial budaya dan kemajuan

bidang teknologi yang menghendaki persediaan tanah yang luas seperti untuk

keperluan pertanian atau perkebunan, peternakan, pabrik-pabrik, perkantoran,

tempat hiburan dan jalan untuk kelancaran lalu lintas perhubungan.

Untuk memenuhi kebutuhan di bidang perumahan dan pangan manusia

memerlukan tanah, semakin lama tanah dirasakan semakin sempit, karena semakin

bertambahnya jumlah manusia, permintaan terhadap tanah semakin meningkat.

Persediaan tanah dengan keperluan manusia akan semakin tidak seimbang. Oleh

karena tidak seimbangnya keadaan seperti di atas, akan menimbulkan permasalahan-

permasalahan yang banyak seginya seperti sengketa tentang batas tanah ataupun

sengketa tentang pemilikan tanah yang sering menimbulkan kerawanan-kerawanan

sosial di masyarakat.

8 Herman Soesang Obeng, 1975. “Pertumbuhan Hak Milik Individual Menurut Hukum Adat

dan Menurut UUPA di Jawa Timur”, Majalah Hukum, No. 3 Tahun ke dua, Yayasan Penerbitan dan

Pengembangan Hukum (Law Centre), hal. 51.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

10

Peralihan hak atas tanah dapat terjadi melalui beberapa cara, diantaranya adalah

dengan jual beli, tukar guling/ganti rugi, hibah, waris ataupun yang lainnya. Untuk

tanah adat yang dikuasai oleh perseorangan (krama desa) yaitu tanah pekarangan

desa (PKD) dan tanah ayahan desa (AyDs) secara bersama-sama sering disebut

"tanah ayah".9 Untuk tanah ayah ini ikatan adat tetap ada yakni berupa kewajiban

untuk desa ataupun pura. Kewajiban ini sering disebut dengan istilah "ayahan ".

Ayahan inilah yang mengekang atau mengikat tanah ayah tersebut, sehingga

menjadi hak milik terkekang. Adapun tujuan dari pengekangan ini pada hakekatnya

membatasi kebebasan usaha atau kebebasan gerak para anggota Desa Adat secara

perseorangan. Pengekangan ini dilakukan demi kepentingan Desa Adat karena tanah

ayah ini merupakan Beschikkingssgebied (wilayah kekuasaan) dari desa

pakraman.10

Berdasarkan Prasasti Bali Kuno, kelompok orang yang beragama Hindu diikat

oleh sima (dresta) disebut "karaman". Wilayah di mana krama berada dan berkuasa

disebut "thani" sehingga untuk orang yang tinggal dalam suatu thani atau wanua disebut

"anak thani ". Dalam setiap thani terdapat "kahyangan" (pura) sebagai tempat

pemujaan karaman dan sekaligus sebagai "tali pengikat" sebuah karaman. Demi

untuk kepentingan komunitas krama, tanah-tanah yang berada di wilayahnya dibagi-

bagikan kepada anggota krama yang sudah terbentuk "kurn" (keluarga). Lambat laun

krama dan thaninya disebut desa pakraman. Tanah pekarangan yang ditempati

oleh masing-masing anggota krama menjadi tanah pekarangan desa (tanah PKD)

dan tanah-tanah tegalan atau sawah yang menghasilkan disebut tanah ayahan desa

9Suasthawa Dharmayuda I Md, 1987. Status dan Fungsi Tanah Adat di Bali Setelah

Berlakunya. UUPA. CV Kayu Mas Agungm Denpasar. hal. 136 10

Suasthawa Dharniayuda I Md. 1987. Op. Cit. hal. 117.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

11

(AyDs). Baik tanah PKD maupun AyDs adalah merupakan "beschikkings gebied"

(wilayah kekuasaan) dari desa pakraman. Dasar penguasaan ini adalah "hak

ulayat" (hak wilayah) yakni hak-hak dari persekutuan Desa Adat atas tanah yang

didiami.

Berbicara mengenai tanah adat di Bali selain tidak dapat dipisahkan dengan

sejarah tanah adatnya juga tidak bisa dilepaskan dengan masyarakat hukum adat

selaku pemilik dari tanah adat. Masyarakat hukum adat diatur dalam Pasal 18B ayat

(2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa "Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang

masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang".

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun

1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Pasal 1

angka 3 mebjelaskan bahwa masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang-orang

yang terikat oleh hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum

karena persamaan tempat tinggal ataupun berdasarkan atas keturunan.

Ter Haar, mengemukakan bahwa di seluruh kepulauan Indonesia, pada tingkat

rakyat jelata terdapat pergaulan hidup dan golongan-golongan yang bertingkah laku

sebagai kesatuan terhadap dunia luar, lahir dan bathin. Golongan-golongan itu

mempunyai susunan yang tetap dan kekal, dan orang- orang golongan itu masing-

masing mengalami kehidupan sebagai hal yang sewajarnya, yang menurut kodrat

alam. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mempunyai pikiran akan

memungkinkan untuk membubarkan diri. Golongan-golongan manusia tersebut

mempunyai pula pengurus sendiri, mempunyai harta benda milik keduniaan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

12

dan milik gaib, golongan-golongan demikianlah yang merupakan persekutuan

hukum.11

Obyek yang sering menjadi sengketa biasanya yang berhubungan dengan

tanah milik desa adat, dalam hal ini adalah tanah milik desa pakraman. Desa Adat

dengan Hak Ulayat yang dimilikinya mempertahankan semua harta desa pakraman,

sedangkan pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah berdasarkan Pasal 33 UUD

1945, bahwa Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 33 UUD 1945 inilah yang dijadikan landasan hukum bagi pemerintah

untuk menggunakan lahan-lahan adat yang dikuasai oleh Desa Pakraman.

Keterbatasan lahan yang semakin menyempit dan juga harga lahan yang semakin

tinggi menjadi alasan bagi pemerintah untuk menggunakan lahan-lahan adat milik

desa pakraman. Tanah adat atau tanah ulayat di Bali merupakan tanah-tanah yang

berada pada kekuasaan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat

yang dikenal dengan tanah desa atau druwe desa. Menurut Made Suasthawa

Dharmayuda, tanah desa atau druwe desa di Bali dapat dibedakan menjadi tanah

desa atau druwe desa dalam artian luas dan dalam artian sempit.12

Dalam artian yang luas tanah adat ini meliputi tanah-tanah:

1) Tanah Desa meliputi:

a. Tanah pasar, yaitu tanah yang dipergunakan untuk pasar;

b. Tanah lapang, yaitu tanah yang dipakai untuk lapangan maupun kegiatan

lainnya;

11

Tar Haar, 1874. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan K.Ng. Soebekti

Poesponoto, Pradnya Paramita Jakarta.hal.87

12 Suasthawa Dharmayuda I MD. Op. Cit. hal. 40

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

13

c. Tanah kuburan/setra, yaitu tanah yang dipergunakan untuk kuburan

atau menguburkan atau membakar mayat;

d. Tanah bukti, yaitu tanah-tanah pertanian (sawah, ladang) yang diberikan

pada perangkat pejabat atau pengurus desa. Tanah bukti ini mirip

dengan tanah bengkok di Jawa.

2) Tanah Laba Pura adalah tanah-tanah yang dulunya milik desa (dikuasai

oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk kepentingan pura. Tanah Laba

Pura atau Pelaba Pura ini ada dua macam yaitu:

a. Tanah yang khusus untuk tempat pembangunan pura, dan

b. Tanah yang diperuntukkan guna pembiayaan keperluan Pura, misalnya

untuk keperluan biaya rutin dan biaya perbaikan pura.

3) Tanah Pekarangan Desa (PKD) adalah merupakan tanah yang dikuasai

oleh desa yang diberikan kepada warga desa (krama desa) untuk mendirikan

perumahan yang lazimnya dengan ukuran luas tertentu yang hampir sama

bagi setiap keluarga. Kewajiban yang melekat lebih dikenal dengan "ayahan

" pada krama desa yang menempati tanah tersebut adalah adanya beban

berupa tenaga maupun materi yang diwajibkan oleh desa pakraman.

4) Tanah Ayahan Desa (AyDs) adalah merupakan tanah-tanah yang dikuasai

oleh desa yang penggarapannya diserahkan kepada masing-masing krama

desa dengan hak untuk menikmati dengan kewajiban memberikan

"ayahan" berupa tenaga maupun materi kepada desa pakraman.

Dalam artian yang sempit adalah terbatas pada tanah-tanah desa yang dikuasai

langsung oleh Desa Adat sebagaimana ditentukan dalam angka 1 di atas, yaitu

tanah-tanah yang terdiri atas tanah pasar, tanah lapang, tanah setra, dan tanah

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

14

bukti. Tanah pasar yang dimaksud ini adalah tanah-tanah milik Desa Adat yang

langsung dikuasai oleh dan pemanfaatannya dipergunakan untuk kepentingan

perekonomian desa yaitu berupa pasar desa. Pasar-pasar desa berupa pasar

tradisional dapat dijumpai di beberapa desa di Bali yang pengelolaannya

dilakukan oleh Desa Adat sebagai masyarakat hukum adat yang bersifat otonum.

Istilah tanah setra adalah tanah yang digunakan untuk kegiatan upacara pitra

yadnya baik berupa upacara kematian seperti mendem sawa (menguburkan mayat),

upecara pengabenan atau pelebon (pembakaran mayat, atau kremasi). Biasanya

setiap Desa Adat memiliki setidaknya satu atau lebih areal setra, yang

keberadaannya dekat dengan Pura Dalem/Kahayangan. Dalam setiap areal setra,

selalu dilengkapi dengan Pura Mrajepati atau Pengulun Setra.

Tanah lapang adalah tanah milik Desa Adat yang dipergunakan untuk baik

kegiatan yang berhubungan dengan adat dan agama sebagai kegiatan Desa Adat

maupun kegiatan lainnya seperti kegiatan olah raga, upacara nasional oleh anak-

anak sekolah atau kegiatan lainnya. Tanah Bukti, adalah tanah yang diberikan

kepada pejabat desa tertentu, sebagai imbalan jabatannya sehingga tanah bukti ini

juga disebut dengan tanah jabatan. Iman Sudiyat mengemukakan bahwa tanah

jabatan itu di wilayah Batak disebut dengan saba na bolak, di Sulawesi Selatan

disebut galung arajang, di Ambon disebut dengan dusun dati raja, di Bali disebut

dengan bukti, dan di Jawa disebut dengan tanah bengkok/lungguh.13

Di samping pengelompokkan dalam arti luas dan sempit, tanah adat di Bali

juga dapat dikelompokkan berdasarkan atas ukuran siapa yang menguasai tanah

adat tersebut. Sehingga akan dapat ditemukan:

13 Iman Sudiyat, 1978. Hukum Adat , Seketsa Azas, Liberty, hal.7

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

15

1) Tanah adat yang dikuasai oleh Desa Adat yaitu:

a. Tanah Druwe Desa,

b. Tanah Laba Pura.

2) Tanah adat yang dikuasai oleh perseorangan (masing-masing krama desa

pakraman) yaitu:

a. Tanah Pekarangan Desa,

b. Tanah Ayahan Desa. 14

Untuk tanah adat yang dikuasai oleh perseorangan (krama desa) yaitu tanah

pekarangan desa (PKD) dan tanah ayahan desa (AyDs) secara bersama-sama

sering disebut "tanah ayah" saja.15

Untuk tanah ayah ini ikatan adat tetap ada yakni

berupa kewajiban untuk desa ataupun pura. Kewajiban ini sering disebut dengan istilah

"ayahan ". Ayahan inilah yang mengekang atau mengikat tanah ayah tersebut,

sehingga menjadi hak milik terkekang. Adapun tujuan dari pengekangan ini pada

hakekatnya membatasi kebebasan usaha atau kebebasan gerak para anggota Desa

Adat secara perseorangan. Pengekangan ini dilakukan demi kepentingan Desa Adat

karena tanah ayah ini merupakan Beschikkinggebied (wilayah kekuasaan) dari desa

pakraman.16

Tetapi pada kenyataannya memang tidak jarang dalam usaha untuk memperoleh

tanah yang diperlukan untuk proyek-proyek pembangunan baik oleh pemerintah

ataupun para pengusaha swasta kurang memperhatikan tata cara dan persyaratan

yang diatur dalam hukum masyarakat hukum adat yang bersangkutan, maupun asas-

14 Suasthawa Dharmayuda I Md, 1987,op. cit, hal. 42

15

Suasthawa Dharmayuda, I Md, 1980, op. cit, hal.136

16

Suasthawa Dharniayuda , I Md, 1987. op. Cit, hal. 117.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

16

asas dan ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Mengenai kewajiban mendengar pendapat masyarakat hukum adat yang

bersangkutan, terdapat pengaturannya antara lain dalam KEPPRES Nomor 55

Tahun 1993, Pasal 1 dan 9 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum (harus) dilakukan melalui musyawarah.

Musyawarah adalah proses atau kegiatan saling mendengar, dengan sikap saling

menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara

pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh

kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.17

Sengketa dalam penggunaan tanah yang terjadi di Bali umumnya karena

persepsi masyarakat terhadap tanah adat mempunyai kedudukan sangat penting

bagi kehidupan manusia dan bangsa Indonesia pada umumnya. Dalam kehidupan

manusia, keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu

sendiri, sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan

melanjutkan kehidupannya. Di Bali, masyarakat desa adat tidak hanya masih ada

tetapi menjadi jantung kehidupan sosial masyarakat yang turun-temurun memiliki

harta kekayaan berupa tanah. Bagi masyarakat adat Bali, persoalan tanah adat

menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan sering kali menimbulkan sengketa

adat. Sengketa tersebut menyangkut tanah adat, baik antara krama (warga) desa adat

dan desa adat lain, maupun antar desa adat dan institusi pemerintah untuk

kepentingan pembangunan. baik itu peruntukkannya berdalih pariwisata untuk

17KEPPRES Nomor 55 Tahun 1993, Pasal 1 dan 9 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan untuk kepentingan umum.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

17

kepentingan umum maupun sebagai tempat pendidikan. Dalam banyak kasus yang

terjadi, pemerintah seringkali tidak meminta pertimbangan dan persetujuan desa

pakraman, untuk mengambil alih dan fungsi tanah-tanah desa adat dalam

pembangunan pariwisata bali, sehingga warga desa adat merasa dirugikan oleh

pemerintah yang selalu berdalih demi kepentingan umum.

Oleh karena itu, tanah sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat,

sehingga sering terjadi sengketa di antara sesamanya dalam satu keluarga terutama

yang menyangkut tanah, sengketa juga terjadi antara masyarakat desa dengan

pemerintah setempat. Setiap waktu masih saja dijumpai meletusnya sengketa

dalam kehidupan masyarakat Bali, yang lebih dikenal dengan istilah biota atau

wicara dalam berbagai menifestasinya, seperti sengketa perebutan batas wilayah

desa pakraman, sengketa penggunaan kuburan (setra), masalah kasta, bentrokan

fisik atau tindak kekerasan antar warga dan lain sebagainya.18

Istilah sengketa (dispute) dijumpai dalam kepustakaan hukum, sehingga

dalam penelitian ini penulis menggunakan istilah sengketa. Timbulnya sengketa adat

dalam kehidupan masyarakat di berbagai tempat dan waktu merupakan suatu

petunjuk bahwa suasana pergaulan hidup antara sesama anggota masyarakat adat

Bali tidak berjalan dengan harmonis. Untuk itulah, diperlukan kaidah-kaidah yang

mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Secara hakiki, makna dan posisi

strategik tanah dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya dalam artian fisik saja

tetapi juga menyangkut aspek sosial, politik dan budaya dan menyangkut juga dari

aspek hukum. Tanah sebagai tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan

mereka, tanah tempat mereka dimakamkan, dan menjadi tempat kediaman orang-

18I Wayan Arimbawa 2012, op. cit, hal 2.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

18

orang halus dan arwah para leluhurnya. Tanah adat merupakan milik dari

masyarakat hukum adat yang telah dikuasai sejak dahulu, tanah telah memegang

peran vital dalam kehidupan dan penghidupan bangsa, serta pendukung suatu

Negara yang coraknya agraris berdominasi.

Persekutuan masyarakat hukum adat berhak atas tanah adat dan mempunyai

hak-hak tertentu atas tanah adat. Pengakuan pemerintah akan keberadaan dari

masyarakat hukum adat diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

Tahun 1960 Pasal 3 yaitu :

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak

ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,

sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga

sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan

bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-

peraturan lain yang lebih tinggi.19

Berdasarkan atas berlakunya hak tersebut ke luar, maka persekutuan masyarakat

hukum adat itu sebagai kesatuan yang berkuasa, memungut hasil dan tanah itu

dengan membatasi adanya orang-orang lain yang melakukan hal yang serupa itu.

Sebagai suatu kesatuan masyarakat, mereka bertanggung jawab terhadap orang-

orang dari masyarakat luar itu atas perbuatan-perbuatan pelanggaran di wilayah

tanah masyarakat itu.

I Gusti Ngurah Tara Wiguna, dalam bukunya Hak-hak atas tanah pada masa

Bali Kuna Abad X-XI Masehi mengatakan bahwa:

Tanah dalam kehidupan manusia memiliki berbagai nilai antara lain : nilai

politis, nilai sosial, nilai ekonomis dan nilai religi. Tanah yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan sanksi dan kekuasaan serta pengakuan

dalam kehidupan masyarakat, maka tanah itu akan mempunyai nilai politis.

Tanah yang berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari terutama

yang berkaitan dengan pangan, sandang, papan dan kegiatan-kegiatan sosial

lainnya, maka tanah akan mempunyai nilai sosial ekonomi. Tanah yang dipakai

19 Boedi Harsono, 1999. Hukum Agraria Indonesia, Penerbit Djambatan hal 62

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

19

untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat psikologis atau berkaitan dengan

'kehidupan keagamaan atau religious magis, maka tanah akan memiliki nilai

simbolis dan religius.”20

Selanjutnya, aspek-aspek mengenai tanah diatur dalam hukum adat termasuk di

dalamnya mengenai tanah-tanah adat yang dikuasai dan dikelola sepenuhnya oleh

desa adat setempat. Jenis-jenis hak atas tanah telah diatur dalam Undang-Undang

Pokok Agraria seperti ; hak milik, hak pakai, hak sewa, hak guna usaha, hak guna

bangunan dan hak-hak lain yang telah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang

Pokok Agraria.

Tanah adat dapat dikategorikan berdasarkan status dan fungsi tanah. seperti yang

dikemukakan oleh I Gusti Ngurah Tara Wiguna, sebagai berikut:

1. Tanah pekarangan desa, yaitu tanah yang diperuntukkan untuk membangun

rumah tempat tinggal bagi para warga desa.

2. Tanah ayahan desa, berupa tanah pertanian (tanah basah atau kering) yang

dibagikan kepada anggota / warga desa.

3. Tanah laba pura juga berupa tanah pertanian yang terikat oleh satu pura atau lebih

dan hasilnya dipergunakan untuk pemeliharaan pura.

4. Tanah pecatu dan tanah bukti, yaitu tanah pertanian yang diberikan oleh raja

sebagai imbalan atas jasa seseorang.

5. Tanah druwe desa, tanah yang dipergunakan untuk kepentingan desa secara

bersama-sama, seperti kuburan, tanah lapang, tanah pasar, balai desa, dan

sebagainya.21

Dewasa ini, banyak terjadi pergeseran hak atas tanah, khususnya menyangkut

20I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009. Hak-hak Atas Tanah pada Masa Bali Kuna Abad X-XI

Masehi , Udayana University Press, Denpasar, hal.10.

21

I Gusti Ngurah Tara Wiguna, op. cit, hal. 16.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

20

tanah desa yang dikuasai dan dikelola oleh desa pakraman. Hal seperti ini sering

menimbulkan sengketa di antara warga desa pakraman, bahkan diantaranya konflik

yang terjadi antara desa adat dengan pemerintah daerah (Pemda). Sengketa ini

timbul akibat tanah adat yang digunakan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) .

Ada beberapa permasalahan yang timbul di masyarakat yang menyebabkan

terjadinya sengketa. Berawal dari penggunaan lahan atau tanah adat oleh

pemerintah daerah, yang digunakan sebagai fasilitas umum ataupun sebagai tempat

pendidikan. Seperti kasus atau sengketa yang terjadi di Dsa Pakraman Bale Agung

Tenaon, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Dalam kasus yang diteliti ini,

menyangkut peralihan tanah adat yang digunakan oleh Pemda sebagai tempat

pendidikan.

Dalam hal peralihan tanah adat dikategorikan sebagai kasus adat, yaitu kasus

sengketa yang menjadi kompetensi lembaga-lembaga adat dalam penyelesaiannya

dengan pemerintah daerah. Soerjono Soekanto, memberikan batasan tentang

sengketa sebagai adanya ketidakserasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-

kelompok yang mengadakan hubungan, oleh karena hak salah satu pihak terganggu

atau dilanggar.22

Lebih lanjut ditegaskan oleh Koentjaraninggrat suatu sengketa, baru merupakan

sengketa hukum adat manakala sudah ada tindakan sosial yang bersifat reaktif atas

pelanggaran yang dilakukan. Kasus adat sebagai sengketa yang diatur menurut

hukum adat, dalam kenyataannya dapat menyempit dan melebar, karena kasusnya

sudah tidak murni lagi. Itulah sebabnya, setiap kasus adat yang tergolong berat,

selalu ditangani secara "gotong royong" antara perangkat adat dengan perangkat

22 Soerjono Soekanto, 1999. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum Rajagrafindo Parsada,

Jakarta.hal. 145

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

21

kedinasan. Bagaimanapun, hukum adat sebagai hukum lokal perlu mendapat

dukungan dan pengakuan dari pemerintah untuk menambah kekuatan berlakunya

hukum adat. Sengketa mengandung spectrum pengertian yang sangat luas, mulai

dari konflik kecil antara perorangan, konflik antar keluarga, sampai dengan konflik

antar kampung, dan bahkan sampai dengan sengketa massal yang melibatkan

beberapa kelompok besar, baik dalam ikatan wilayah ataupun ikatan primodial.

Konflik horizontal yang dimaksudkan adalah konflik antar kelompok masyarakat

yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti idiologi politik, ekonomi dan faktor

primordial.

Sedangkan sengketa vertikal adalah konflik antara pemerintah dengan warga

masyarakat. Pada umumnya masyarakat Desa Adat mempunyai harapan untuk

menikmati kedamaian dan bukan komunitas yang lain. Jika terjadi sengketa adat,

maka masyarakat pada umumnya menjadi terperangah dan memberikan perhatian

yang jauh lebih besar atas konflik tersebut. Sementara jika terjadi sengketa yang

lain, tetapi tidak menyangkut adat, maka masyarakat menganggap sengketa yang

terjadi sebagai sesuatu yang biasa saja. Kasus atau sengketa adat yang terjadi di

Bali, karena adanya pelanggaran atas norma adat Bali dan norma agama Hindu,

sehingga bisa mengakibatkan terganggunya keseimbangan alam nyata dan tidak

nyata atau alam gaib yang dalam agama Hindu disebut dengan istilah Sekala

Niskala.

Sengketa adalah suatu keadaan di mana seseorang atau sekelompok orang

merasa diperlakukan tidak adil. Dalam hal terjadinya sengketa adat, cukup banyak

yang tidak bisa diatasi oleh hukum. kendatipun hukum itu didukung oleh

kewenangan, fasilitas. dan pembiayaan. Hukum sebagai beban bagi masyarakat

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

22

lokal akan sangat terasa apabila masyarakat tersebut belum banyak dijamah oleh

perubahan sosial yang besar. Oleh sebab itu perlu kearifan dari penegak hukum

dalam mengatasi sengketa yang terjadi terutama sekali jika itu menyangkut masalah

adat, yang berarti juga akan secara tidak langsung melibatkan kelompok yang lebih

besar lagi, yaitu Desa Pakraman.

Terjadinya sengketa adat dalam kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di

Bali akibat adanya ketidak jelasan hak atas tanah adat dengan Pemerintah Daerah.

Desa adat merupakan desa yang mempunyai kewenangan untuk mengurus rumah

tangganya sendiri, karena desa adat memiliki struktur kepengurusan yang disebut

prajuru Desa Adat yang berfungsi untuk membantu tercapainya kepentingan para

anggotanya, hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 7 BAB IV, Peraturan

Daerah Provinsi Bali, tentang Desa Adat , yaitu :

1. Desa Adat dipimpin oleh Prajuru Adat

2. Prajuru Desa Adat dipilih atau ditetapkan oleh krama Desa Adat menurut aturan

yang ditetapkan dalam Awig-Awig desa Pakraman.

3. Struktur dan susunan Prajuru Desa Adat diatur dalam Awig-Awig Desa

Pakraman.

Jika ditinjau dari Pasal 7 tersebut, maka dapat kita lihat dengan jelas bahwa

Desa Adat termasuk dalam kualifikasi masyarakat hukum adat yang mempunyai

fungsi sebagai hakim perdamaian desa. Jika terjadi sesuatu di lingkungan desa adat

itu sendiri. Penanganan konflik atau sengketa adat di desa adat diselesaikan oleh

hakim desa (prajuru adat), mengutamakan perdamaian, seperti dikemukakan oleh

Soerjono Soekanto, ada tiga jenis pola penanganan sengketa yang diterapkan pada

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

23

masyarakat-masyarakat hukum adat di Indonesia.23

Pertama, pola Negosiasi yaitu

perundingan antara pihak-pihak yang berselisih dengan menggunakan cara-cara

yang mereka anggap baik. Kedua, pola Mediasi yaitu kepala adat bertindak sebagai

mediator atau penengah bagi pihak-pihak yang bersengketa. Ketiga, Ajudikasi yakni

kepala adat bertindak sebagai hukum yang akan memberikan keputusan terhadap

perkara yang diajukan.

Untuk kasus-kasus adat (yang sering terjadi akhir-akhir ini) pola negosiasi

masih relevan untuk digunakan. Bagi kasus-kasus yang belum menyentuh

ketentraman desa, dapat digunakan cara-cara negosiasi, dalam hal ini kepala adat

hadir sebagai mediator, yang tidak memberikan keputusan, tetapi hanya bertindak

untuk mengarahkan, memberi pertimbangan dan ikut memberikan jalan keluar, yang

nantinya bisa menguntungkan dan mendamaikan semua pihak yang bertikai.

Secara umum penyelesaian sengketa digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu

melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau yang lebih

dikenal dengan norma (Alternative Dispute Resolution). ADR merupakan

penyelesaian sengketa yang lebih diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi

terhadap sengketa.

Seperti yang dikemukakan oleh T.O.Ihromi Nader Todd, ada beberapa cara

yang digunakan oleh masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya, yaitu sebagai

berikut :

1) Membiarkan saja (lumping it). Pihak yang merasa diperlakukan tidak adil gagal

dalam upaya untuk menekankan tuntutannya. Dia mengambil keputusan untuk

mengabaikan saja masalah atau isu yang menimbulkan tuntutannya dan dia

23 Soerjono Soekanto, 1999, op. cip, hal

176

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

24

tidak melanjutkan hubungan dengan pihak yang dirasakannya merugikan. lni

dilakukan karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai

bagaimana proses mengajukan keluhan ke pengadilan, kurangnya akses ke

lembaga peradilan atau sengaja tidak diproses ke pengadilan, karena

diperkirakan bahwa kerugiannya lebih besar dari keuntungannya, dalam arti

materiil maupun kejiwaan.

2) Mengelak (avoidance). Pihak yang merasa dirugikan memilih untuk mengurangi

hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama sekali

menghentikan hubungan tersebut. Berbeda dengan pemecahan pertama,

hubungan-hubungan berlangsung terus, isunya saja yang dianggap selesai, dalam

hal bentuk yang kedua ini pihak yang dirugikan mengelakkannya.

3) Paksaan (coercion). Dalam hal ini satu pihak memaksakan pemecahan masalah

kepada pihak lain. Pemecahan masalah lain bersifat unilateral dilakukan dengan

pemaksaan atau ancaman untuk menggunakan kekerasan dari aatu pihak kepada

pihak lainnya. Penggunaan cara ini umumnya mengurangi kemungkinan

penyelesaian secara damai.

4) Perundingan (negotiation). Dua pihak yang berhadapan dalam penyelesaian

masalah ini merupakan para pengambil keputusan. Pemecahan dari masalah yang

mereka hadapi dilakukan mereka berdua, mereka sepakat, tanpa adanya pihak

ketiga yang mencampurinya. Kedua pihak berupaya untuk saling meyakinkan.

Jadi mereka membuat peraturan mereka sendiri dan tidak memecahkannya

dengan bertitik tolak dari aturan-aturan yang ada.

5) Mediasi (mediation). Yaitu pemecahan masalah melalui perantara, dalam cara ini

ada pihak ketiga yang membantu kedua pihak yang beselisih pendapat untuk

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

25

menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua pihak

yang bersengketa atau ditunjukkan oleh pihak yang berwenang untuk itu.

6) Arbitrase. Dua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk meminta perantara

pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa mereka akan

menerima keputusan dari arbitrator tersebut.

7) Peradilan (adjudication). Pihak ketiga mempunyai wewenang untuk mencampuri

pemecahan masalah, lepas dan keinginan para pihak yang bersengketa. Pihak

ketiga ini adalah pihak yang berhak membuat keputusan dan menegakkan

keputusan itu. Dalam beberapa kasus sengketa adat, terutama dalam sengketa

antar desa pakraman, penyelesaian sengketa adat melalui mekanisme hukum adat

ternyata belum mampu menyelesaikan sengketa secara tuntas, bahkan ada pula

yang menemui jalan buntu serta menimbulkan sengketa baru yang semakin tajam

dan terbuka,bahkan tidak jarang menimbulkan bentrok fisik dan tindak

kekerasan. Akibatnya proses penyelesaian sengketa tanah adat menjadi berlarut-

larut.

Penulis menemukan kesenjangan (gap) antara harapan untuk menyelesaikan

sengketa tanah adat melalui musyawarah/paruman desa sebagai mekanisme hukum

adat (das solen) akan mengeluarkan biaya yang sedikit dibandingkan dengan

menyelesaikan sengketa tanah adat melalui pengadilan. Salah satu sengketa yang

terjadi dalam masyarakat di desa Pakraman Bale Agung Tenaon, Desa Alasangker

Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng adalah sengketa tanah adat yang

dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah. Hal ini yang melatar

belakangi penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini. Atas pertimbangan

tersebut maka penulis angkat sebagai karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

26

“Penyelesaian Sengketa Tanah Adat Yang Dijadikan Tempat Pendidikan Oleh

Pemerintah Daerah (Studi kasus di Desa Pakraman Bale Agung Tenaon, Desa

Alasangker Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1) Bagaimanakah penyelesaian sengketa tanah adat yang dijadikan tempat

pendidikan oleh Pemerintah Daerah?.

2) Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan sengketa tanah adat

yang dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Untuk meneliti mekanisme hukum adat dalam menyelesaikan sengketa tanah

adat yang dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah, sehingga dapat

memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat adat dan penegak hukum,

dalam mengatasi permasalahan yang timbul bagi kepentingan masyarakat di Bali.

1.3.2.Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa tanah adat yang

dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah.

2) Untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan untuk

menyelesaikan sengketa tanah adat yang dijadikan tempat pendidikan oleh

Pemerintah Daerah.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

27

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis bagi

pengembangan ilmu hukum dan dapat digunakan sebagai bahan refrensi oleh para

pihak yang melakukan penelitian dalam bidang sengketa tanah adat.

1.4.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini terdiri dari dua kepentingan yaitu:

1) Bagi kalangan akademis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber

informasi ilmiah dalam kaitannya dengan penelitian penyelesaian sengketa

tanah adat yang dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah.

2) Bagi masyarakat desa adat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

informasi untuk mengetahui penyelesaian sengketa tanah adat yang dijadikan

tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah.

1.5 . Landasan Teoritis dan Kerangka Pemikiran

1.5.1. Landasan Teoritis

Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindentifikasi teori hukum umum

dan teori hukum khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum dan norma-norma

hukum yang akan dipakai sebagai landasan membahas permasalahan penelitian.

Landasan teoritis terdiri atas pemikiran-pemikiran teoritis yaitu pengertian tentang

hukum, konsep-konsep hukum dan teori-teori hukum yang digunakan dalam setiap

penelitian, disebabkan terdapat hubungan yang erat antara teori dengan kegiatan

yang akan dilakukan dalam penelitian.

Teori hukum yang digunakan berkaitan dengan sengketa tanah adat yang

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

28

dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah adalah :

1.Teori konflik/Sengketa.

Teori konflik menurut Ralf Dahendorf mengatakan bahwa ciri-ciri konflik

dalam suatu organisasi; sosial adalah sebagai berikut :

a. Sistem sosial selalu berada dalam keadaan konflik

b. Konflik terjadi karena adanya kepentingan yang bertentangan yang tidak dapat

dicegah dalam struktur masyarakat sosial.

c. Kepentingan-kepentingan tersebut berpolarisasi dalam dua kelompok yang saling

bertentangan.

d. Kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan mencerminkan deferensiasi

dalam dua kelompok yang saling bertentangan diantara kelompok-kelompok yang

berkuasa dan dikuasai.

e. Penjelasan suatu sengketa akan menimbulkan berbagai kepentingan yang saling

bertentangan yang dalam kondisi tertentu menimbulkan konflik.

f. Perubahan sosial merupakan akibat konflik yang tidak dapat dicegah pada

berbagai tipe pola yang telah melembaga.24

Konflik dalam kehidupan sosial

masyarakat, sering timbul karena adanya kepentingan-kepentingan yang berbeda

antara masing-masing kelompok, yang sama-sama mempertahankan prinsip-

prinsip mereka.

2. Teori Badan Hukum

a. Teori Fiksi

Teori ini ini dipelopori oleh sarjana Jerman Friedrich Carl von Savigny (1779-

24 Ralf Dahendorf, Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri, Jakarta : CV. Rajawali,

1986) hal. 197.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

29

1861) tokoh utama aliran sejarah pada masa permulaan abad ke 19. Menurut teori

fiksi ini,hanya manusia sajalah yang mempunyai kehendak. Badan hukum adalah

adalah suatu abtraksi dan bukan merupakan suatu hal yang kongkrit. Karna

merupakan suatu abtraksi maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan

hukum, sebab hukum memberikan hak-hak kepada yang bersangkutan suatu

kekuasaan. Badan hukum itu semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau Negara.

Badan hukum itu fiksi, yaitu sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang yang

menghidupkannya dalam bayangan untuk menerangkan sesuatu hal.Dengan kata

lain sebenarnya menurut alam,manusia selalu merupakan subyek hukum,tetapi orang

yang menciptakan dalam bayangannya, dan badan hukum diperhitungkan sama

dengan manusia. Orang bersikap seolah-olah ada subyek hukum yang lain,tetapi

wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan,sehingga yang

melakukan manusia sebagai wakil-wakilnya.25

b. Teori Orgaan

Teori ini dikemukakan oleh sarjana Jerman yaitu Otto von Gierke(1841-1921)

Menurut Otto von Gierke, badan hukum itu seperti manusia yang menjadi

penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum. Badan hukum itu menjadi

suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ

–organ badan tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti

manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan mulutnya atau

dengan perantaraan tangannya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apapun yang

mereka putuskan adalah kehendak dari badan hukum. Menurut teori organ

ini,badan hukum itu bukanlah suatu hal yang abstrak,tetapi dia benar-benar ada.

25Chidir Ali, 1999. Badan Hukum, Artikel Alumni Bandung , dimuat pada http/repository

.usu. ac.idi

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

30

Menurut teori ini, badan hukum bukanlah suatu kekayaan yang tidak

bersubjek,tetapi badan hukum itu merupakan suatu organisasi yang riil dan yang

hidup seperti manusia biasa.Fungsi badan hukum disamakan dengan fungsi

manusia. Jadi badan hukum itu tidak berbeda dengan manusia. Jadi dari sini dapat

kita simpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan/perhimpunan orang,adalah badan

hukum 26

Jika dilihat dari definisi teori Orgaan ini,maka desa adat atau desa

pakraman,bisa disebut sebagai Badan Hukum, karena desa adat merupakan suatu

organisasi yang riil dan yang hidup serta bekerja seperti manusia biasa. Lembaga

Desa adatnya merupakan Badan Hukum,sedangkan Bendesa dan Kelian Desanya

serta anggota Krama Desanya bertindak sebagai organ-organ dari Desa Adat

tersebut. Dengan demikian yang dimaksud dengan teori Orgaan ini adalah Badan

hukum itu riil adanya,yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya melalui

perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut.Apapun yang diputuskan,itu

adalah kehendak dari Badan Hukum tersebut. Jadi menurut teori ini,tiap-tiap

perkumpulan atau perhimpunan orang,adalah Badan Hukum.

c. Teori Kekayaan Bersama

Teori kekayaan bersama ini dikemukakan oleh seorang sarjana Jerman yaitu

Rudolf von Jhering, menurutnya teori kekayaan bersama itu mengangggap badan

hukum itu sebagai kumpulan manusia. Kepentingan badan hukum adalah

kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini badan hukum itu bukanlah

abstraksi dan bukan organisma. Pada hakikatnya,hak dan kewajiban badan hukum

adalah tanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaan badan hukum itu adalah

26 Chidir Ali, op. cip,

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

31

milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun merupakan suatu

kesatuan yang membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Oleh karena

itu,badan hukum hanyalah suatu kontruksi yuridis belaka, dan pada hakikatnya

badan hukum itu merupakan sesuatu yang abstrak.27

Desa adat atau desa pakraman ,jika dikaitkan dengan teori kekayaan bersama

ini,maka bisa digolongkan ke dalam Badan Hukum,karena desa adat merupakan

kumpulan orang-orang yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama, dalam

hal mengelola tanah adat yang ada di wilayah hukum adat mereka dan para

anggota krama yang terhimpun di dalam desa adat tersebut merupakan suatu

kesatuan, dan kepentingan desa adat merupakan kepentingan seluruh anggota krama

desa adat. Dalam hal sengketa yang terjadi,di mana masyarakat desa Alasangker

khususnya Desa Pakraman Bale Agung Tenaon, menuntut adanya kompensasi dari

pemerintah, atas tanah adat mereka yang digunakan sebagai tempat pendidikan

maka dapat dikatakan bahwa tuntutan tersebut merupakan kepentingan dari seluruh

warga desa Alasangker untuk menjaga harta kekayaan mereka yang ada dalam ruang

lingkup wilayah adat mereka.

3. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara

normatif dan bukan sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu

peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan

logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan multi tafsir (keragu-raguan) dan logis

dalam artian, ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak

berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan dari

27 Chidir Ali, op. cip,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

32

ketidakpastian aturan, dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi

norma.

Thomas Hobbes mengatakan bahwa manusia adalah serigala bagi manusia

lainnya (Homo Hominilipus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang

merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk

menghindari jatuhnya korban. Konskuensi dari pandangan ini adalah bahwa

perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang

dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan.28

Jadi kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan suatu kepastian

tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Karena frasa

kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian perilaku terhadap hukum

secara benar-benar. Kepastian hukum menjamin keadilan bagi setiap insan dan

anggota masyarakat dengan masyarakat lain tanpa membedakan dari mana dia

berasal.

Dari teori-teori tersebut di atas dapat disimpulkan, desa adat memenuhi syarat

sebagai badan hukum dan teori yang dikemukakan Molenggraaf tentang teori

milik kolektif memenuhi unsur-unsur desa adat sebagai badan hukum. Harta

kekayaan desa adat dapat berupa tanah disebut tanah adat atau tanah desa. Tanah

desa ini terdiri dari :

a. Tanah desa dalam arti sempit, yang diistilahkan dengan druwe desa atau tanah

druwe.

b. Tanah Pelaba Pura.

c. Tanah Pekarangan Desa (PKD).

28 Thomas Hobbes, New York, Evanston, San Fransisco London, https . // wikipedia.0rg.wiki.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

33

d. Tanah ayahan Desa (AyDs).29

Tanah desa ini adalah dalam kekuasaan desa adat dengan hak mengatur,

memelihara dan menjaga agar tetap utuh. Berkaitan dengan kekuasaan ini Assip K.

Flechtim memakai istilah kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan,

hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain

untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan (social power is the

sum total of all those capacities, relationship and processes by which compliance of

others is secured for ends determined by the power holder).30

Inti dari pengertian kekuasaan di atas adalah adanya kemampuan untuk

mengendalikan, mengawasi tingkah laku orang lain baik secara langsung maupun

dengan segala alat yang tersedia. Apabila dikaitkan dengan desa adat terdapat

kekuasaan pada prajuru desa dengan awig-awig desa untuk mengatur hubungan antar

krama desa serta mempertahankan hak-hak yang dimiliki terutama terhadap tanah

desa. Tanah desa ini adalah dalam kekuasaan desa adat dengan hak mengatur,

memelihara dan menjaga agar tetap utuh. Berkaitan dengan kekuasaan ini Assip K.

Flechtim memakai istilah kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan,

hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain

untuk tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemegang kekuasaan (social power is the

sum total of all those capacities, relationship and processes by which compliance of

others is secured for ends determined by the power holder).

Sedang Mac Iver merumuskan kekuasaan sebagai " the capacity to control the

behavior of others either directly by fiat or indirectly by the manipulation of

29Kantor Wilayah BPN Prop.Bali, Problematika Pemberian Strata/Denis Hak Atas Tanah

Masyarakat Adat Dalam Desa Adat di Bali, Makalah Seminar, tanggal 18 Juni 2004, hal.2.

30

Tan Thong Kie, 2007. Studi Notariat Serba-Serbi Prantek Notaris, PT Ichtiar, Jakarta.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

34

available means ", yang artinya kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku

orang lain baik secara langsung dengan memberi perintah, maupun secara tidak

langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia.31

1.5.2. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan kerangka berpikir

sebagai berikut:

Gambar

KERANGKA PEMIKIRAN

31 Flechteim Assip,K, 1952, Fundamentals of Political Science, New York : Ronald, Press Co, hal 16

LATAR BELAKANG

MASALAH

RUMUSAN MASALAH

LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN

*Tanah mempu- arti yang sangat penting bagi kehi- dupan manusia. *Pertambahan pen- duduk tidak seban- ding dengan luas lahan yang ada.

*Terbatasnya lah- an untuk pemba- ngunan menye- babkan lahan/ta- nah adat menjadi perhatian Peme- rintah

1.Bagaimanakah

penyelesaian

sengketa tanah

adat yang dijadikan

tempat pendidikan

oleh Pemerintah

Daerah?

2.Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan sengketa tanah adat yang dijadikan tempat pendidikan oleh Pemerintah Daerah?

TEORI KONFLIK

RALF DAHENDROF

TEORI BADAN HUKUM: -Teori Fiksi -Teori Orgaan -Teori Kekayaan Bersama

TEORI KEPASTIAN HUKUM THOMAS HOBBES

1.Jenis Penelitian: Empiris 2.Lokasi : Desa Pakraman Bale Agung Tenaon 3. Jenis Data: Primer dan Sekunder 4.Sumber Data; Observasi, Wawancara 5. Pengumpulan Data : Lapangan, Kepustakaan 6.Teknik Pengolahan

Data; Kualitatif Analisis Data; Deskriptif Penyajian Data; Analisis Deskriptif

KESIMPULAN 1.Penyelesaian sengketa tanah adat yang terjadi di Desa Bale Agung Tenaon diselesaikan melalui Paruman Desa Adat dengan melibatkan DPRD sebagai mediator bagi kedua belah pihak yang bersengketa . 2.Penyelesaian sengketa dengan cara Mediasi.

SARAN 1.Kepada masyarakat adat jika terjadi sengketa diharapkan menyelesaikan sengketa adat dengan menggunakan mekanisme hukum adat yang berlaku dan Peraturan-peraturan yang ada. 2.Sebaiknya Pemda mensosialisasikann UU yang mengatur tentang tanah adat.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

35

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian aspek hukum empiris (yuridis empiris)

untuk menjawab permasalahan mengenai sengketa dalam penggunaan tanah adat

untuk pendidikan oleh Pemerintah Daerah di Desa Pakraman Bale Agung Tenaon,

Alasangker Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng,dengan metode purposive

sampling,yaitu dengan sengaja memilih dan menentukan lokasi penelitian sesuai

dengan masalah atau sengketa yang terjadi,serta dengan mempertimbangkan bahwa

belum ada peneliti lain yang melakukan penelitian yang terkait dengan sengketa

yang terjadi di desa ini.

1.6.2. Jenis Pendekatan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris yaitu

melakukan penelitian berdasarkan peraturan yang ada, termasuk awig-awig desa dan

penerapan awig-awig tersebut dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara

Desa Pakraman Bale Agung Tenaon, dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten

Buleleng.

1.6.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Pakraman Bale Agung Tenaon,

Alasangker Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng dengan metode purposive

sampling yang terkait tanah adat yang dijadikan tempat penyelenggaraan

pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng. Penulis dengan sengaja memilih

lokasi penelitian ini didasarkan pada permasalahan / sengketa yang terjadi dan

sampai saat ini belum ada yang meneliti kasus sengketa ini.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

36

1.6.4. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data Primer dan data

Sekunder. Data primer berupa hasil penelitian lapangan (field research) dan data

sekunder berupa hasil penelitian kepustakaan (library research).

2. Sumber Data

Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan, baik dari

responden yaitu prajuru desa adat dan masyarakat di lokasi Desa Pakraman Bale

Agung Tenaon , Alasangker yang memiliki tanah adat yang dipergunakan sebagai

tempat pendidikan dan upaya penyelesaian sengketa di Desa Pakraman Bale

Agung Tenaon, dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng.

Data sekunder diperoleh dari perpustakaan, buku-buku, dan hasil penelitian.

1.6.5. Teknik Pengumpulan Data

Dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan menjadi data primer dan

data sekunder.

1. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan

melalui observasi dan wawancara.

2. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran kepustakaan diantaranya

peraturan-peraturan, perundang-undangan, majalah-majalah hukum,teori- teori

hukum, pendapat para sarjana hukum,data dari internet dan buku-buku

penunjang lainnya sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalaherepo.unud.ac.id/9846/2/00dfcb424555f53b6d321f2472ed3f19.pdf · Dalam arti hukum,tanah mempunyai peranan ... naiknya nilai pajak akan obyek

37

1.6.6. Teknik Pengolahan /Analisis Data

1. Teknik pengolahan data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan teknik pengolahan data

kualitatif. Data hasil penelitian diidentifikasi dan diedit, dengan tujuan untuk

mengetahui data mana yang digunakan sebagai bahan analisis dan data mana

yang tidak sesuai dengan permasalahan ,yang harus dihilangkan. Data yang telah

diedit kemudian diklasifikasi dan menghubungkan data yang satu dengan data

yang lainnya sesuai dengan permasalahan yang dikaji.

2. Teknik analisis data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan teknik analisis yaitu

menganalisa apa adanya dari suatu kondisi atau realita hukum atau non hukum dikaji

dengan teori-teori atau asas-asas umum di bidang hukum. Hasil analisis tersebut

kemudian diinterprestasikan atau ditafsirkan untuk memahami makna dari

keseluruhan kualitas data, sehingga memperoleh gambaran terhadap permasalahan

yang diteliti.

3. Teknik penyajian data

Keseluruhan hasil penelitian kemudian disajikan secara deskriptif analisis, yaitu

dengan memaparkan secara rinci dan lengkap segala persoalan yang terkait dengan

masalah yang diteliti disertai dengan usulan-usulan sesuai teori-teori hukum.