BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan...

32
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merekonstruksi pemahaman simbol Swastika di Eropa merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain untuk melawan wacana rencana pelarangan simbol Swastika di seluruh Eropa. Faktanya pelarangan ini tak hanya sekadar wacana saja. Beberapa negara bahkan sudah menerapkan pelarangan tampilan publik dari simbol Swastika ini karena menganggap Swastika sebagai bagian tak terpisahkan dari kekejaman Rezim Nazi di negaranya masing-masing. Penempatan Hakenkreuz atau Swastika di tempat-tempat publik (kecuali untuk alasan ilmiah) di Jerman dan Austria merupakan tindakan ilegal. Semenjak tahun 1947 lambang Swastika Nazi (Hakenkreuz) sudah dilarang di Austria. Meskipun demikian peraturan Austria tidak memberlakukan pelarangan pada simbol Swastika yang sudah ada sebelum tahun 1947. Sekitar 500.000 batu nisan di Austria yang mayoritasnya merupakan makam para tentara Nazi saat mereka menganeksasi Austria, masih memiliki simbol Hakenkreuz di atasnya karena peratuan pengecualian itu (www.foxnews.com). Pelarangan terhadap simbol Swastika Nazi di Austria merupakan sebuah respon atas sejarah hitam aneksasi Jerman terhadap Austria pada tahun 1938. Hungarian Criminal Code pasal 269 juga menetapkan pelarangan atas tindakan yang menampilkan simbol totaliter termasuk Swastika di ruang publik.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merekonstruksi pemahaman simbol Swastika di Eropa merupakan salah

satu cara yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain untuk melawan

wacana rencana pelarangan simbol Swastika di seluruh Eropa. Faktanya

pelarangan ini tak hanya sekadar wacana saja. Beberapa negara bahkan sudah

menerapkan pelarangan tampilan publik dari simbol Swastika ini karena

menganggap Swastika sebagai bagian tak terpisahkan dari kekejaman Rezim Nazi

di negaranya masing-masing.

Penempatan Hakenkreuz atau Swastika di tempat-tempat publik (kecuali

untuk alasan ilmiah) di Jerman dan Austria merupakan tindakan ilegal. Semenjak

tahun 1947 lambang Swastika Nazi (Hakenkreuz) sudah dilarang di Austria.

Meskipun demikian peraturan Austria tidak memberlakukan pelarangan pada

simbol Swastika yang sudah ada sebelum tahun 1947. Sekitar 500.000 batu nisan

di Austria yang mayoritasnya merupakan makam para tentara Nazi saat mereka

menganeksasi Austria, masih memiliki simbol Hakenkreuz di atasnya karena

peratuan pengecualian itu (www.foxnews.com). Pelarangan terhadap simbol

Swastika Nazi di Austria merupakan sebuah respon atas sejarah hitam aneksasi

Jerman terhadap Austria pada tahun 1938.

Hungarian Criminal Code pasal 269 juga menetapkan pelarangan atas

tindakan yang menampilkan simbol totaliter termasuk Swastika di ruang publik.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

2

Penggunaan Swastika hanya diperbolehkan jika terkait dengan alasan pendidikan,

kesenian, ataupun jurnalistik (www.bpsz.hu). Sementara itu tahun 2008 Parlemen

Lithuania menetapkan bahwa tampilan publik dari simbol Nazi, termasuk

Swastika merupakan pelanggaran administratif dengan hukuman denda Lt. 500 -

1000 Lithuania. Sedangkan di Polandia tampilan publik dari simbol Nazi

termasuk Swastika merupakan tindak pidana yang diancam hukuman hingga

delapan tahun penjara (Day, 2009). Sebagian besar negara yang pernah

mengalami kekejaman langsung Rezim Fasisme Jerman ini mengalami semacam

fobia terhadap lambang Swastika atau Hakenkreuz. Tampilan Swastika masih

membawa trauma psikis pada mereka, sehingga pembatasan dan pelarangan

tampilan publik Swastika merupakan jalan yang pemerintah negara mereka ambil.

Pada tahun 2005 foto Pangeran Harry dari Inggris yang menggunakan

sebuah emblem di lengannya dengan lambang Hakenkreuz atau Swastika Nazi

dalam sebuah pesta kostum menjadi headline diberbagai surat kabar dan majalah

seluruh dunia. Kejadian ini memicu kemarahan politisi konservatif di Jerman yang

kemudian mengusulkan pelarangan Swastika di seluruh Eropa pada EU‟s Justice

and home affairs commissioner (news.bbc.co.uk).

Pelarangan ini jelas menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat Hindu di

Eropa. Maka dari itu gelombang protes atas pelarangan Swastika di seluruh Eropa

mulai bermunculan. The Hindu Forum of Britain adalah salah satu kelompok yang

menentang keras usulan politisi konservatif Jerman tersebut. Serangkaian

tindakan kemudian dilakukan sehingga pada akhirnya usulan pelarangan Swastika

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

3

di seluruh Eropa pada tahun 2005 ini gagal. Namun pada tahun 2007, wacana

tentang pelarangan ini kembali mencuat.

Simbol dan interpretasinya merupakan dua hal yang tidak dapat dilepaskan

dari kehidupan manusia. Setiap simbol memiliki makna tersendiri tergantung dari

interprestasi yang diberikan atas simbol tersebut oleh subjek yang menilainya. Hal

inilah yang kemudian membuat suatu simbol memiliki arti yang bisa saja sama,

namun di satu sisi juga bisa memiliki artian yang berbeda atau bahkan bertolak

belakang, tergantung pada pengalaman subjek kelompok masyarakat terhadap

simbol yang bersangkutan.

Swastika merupakan salah satu simbol yang memiliki artian berbeda pada

beberapa subjek kelompok masyarakat. Khususnya bagi subjek kelompok

masyarakat Hindu di Eropa dan kelompok masyarakat Eropa yang memiliki

trauma atas fasisme Nazi. Bagi peradaban Hindu, tidak hanya Hindu di Eropa,

bahkan Hindu di seluruh dunia, Swastika merupakan sebuah simbol yang tidak

dapat dilepaskan dalam praktek spiritual-keagamaan sehari-hari. Swastika

memiliki artian simbol yang membawa keberuntungan, kesejahteraan, dan

kebaikan lainnya. Dengan kata lain bagi peradaban Hindu simbol Swastika

memiliki interpretasi nilai makna yang positif. Namun disatu sisi, Swastika bagi

sebagian masyarakat Eropa yang mengalami luka sejarah rezim fasisme Nazi,

mengasosiasikan lambang Swastika dengan lambang Hakenkreuz milik Nazi

sebagai sebuah simbol yang mengerikan, yang mengingatkan mereka akan

kekejaman dan kebengisan rezim fasisme Nazi. Dengan kata lain simbol Swastika

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

4

memiliki interpretasi nilai makna yang negatif di kalangan masyarakat Eropa yang

mengalami luka sejarah rezim fasisme Nazi.

Swastika memang menjadi simbol yang tak terpisahkan pula dalam

perjalanan Rezim Fasisme Jerman utamanya Nazi. Swastika ditemukan hampir

disetiap lencana, emblem, bendera, dan berbagai barang yang digunakan oleh

Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang

digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara beberapa lambang swastika

yang digunakan oleh Nazi yang paling poluler adalah Hakenkreuz, Swastika yang

diputar ke kiri sekitar 45 derajat atau sinestrovere, (Bishop dan Warner, 2002).

Swastika Hindu. Dasar simbol Hakenkreuz memanglah swastika, namun

Hakenkreuz tidak sama persis dengan swastika yang digunakan dalam simbol-

simbol Hindu. Hakenkruez merupakan simbol Swastika yang sinistrovere atau

berputar kiri sekitar 45 derajat. Lazimnya dalam tradisi Hindu, Swastika

berbentuk tegak dengan putaran ke kanan, seperti pada gambar kiri di atas. Akan

tetapi dalam berbagai ornamen dan benda-benda seni, lambang Swastika kerap

juga dijumpai dengan posisi berputar ke kiri sehingga mirip Hakenkreuz Nazi

(Quinn, 1994).

Gambar 1.1 Swastika Hindu dan Hakenkreuz

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

5

Tidak dapat dipungkiri bahwa realitas suatu hal akan berbeda tergantung

dari pengalaman masing-masing subjek terhadap sebuah objek realitas. Seperti

yang diungkapkan George Ritzer dan Barry Smart dalam Handbook Teori Sosial

(2011:354):

“Analisis Kritis mengungkap bahwa realitas itu sendiri tidak hanya

persoalan penampilan luar saja, tetapi juga menyangkut sebab dan

kondisi yang ada di dalam, yang tidak mungkin dipahami secara

memadai dengan generalisasi empiris1. Untuk memahami mengapa

benda-benda berfungsi seperti ini atau itu dibutuhkan analisis teoritis.

Dalam hal masyarakat, perspektif kritis ini penting, sebab

mengungkapkan bahwa perubahan selalu ada dimana-mana, sehingga

dunia sosial berpotensi dapat dibentuk ulang oleh tindakan sosial.”

Potensi pembentukan ulang ini pula yang terjadi pada nilai makna simbol

Swastika di Eropa. Fakta menunjukkan bahwa simbol Swastika sudah digunakan

oleh berbagai kebudayaan di berbagai belahan dunia, jauh sebelum akirnya di

adopsi sebagai simbol dari Nazi. Seperti yang dikatakan oleh Barbara G. Walker

dalam “The Woman‟s Encyclopaedia of Myths and Secrets” (dikutip dalam

Malcom, 1994):

“Those who know the Swastika only as the Nazi Hakenkreuz (hook

cross) may be surprised to learn that it is the one of the oldest most

widely distributed religious symbols in the world. Swastikas appear on

Palaeolithic carvings on mammoth ivory from the Ukraine, dated ca.

10.000 bc. Swastika figure on the oldest coinage in india….. Sanskrit

Svastika meant “So be it” or “amen”.

Sejarah panjang penggunaan Swastika sebelum Nazi serta potensi

rekonsruksi makna simbol inilah yang dilihat oleh The Hindu Forum of Britain

yang menurut mereka dapat diaplikasikan pada makna Swastika di Eropa. The

1 Generalisasi empiris adalah hipotesis berdasarkan pengamatan terhadap kenyataan tertentu

dan spesifik

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

6

Hindu Forum of Britain menyadari bahwa salah satu cara yang harus mereka

lakukan untuk menghentikan bentuk bentuk penolakan dan pelarangan terhadap

simbol Swastika adalah dengan melakukan upaya-upaya rekonstruksi terhadap

pemahaman masyarakat Eropa mengenai makna simbol Swastika itu sendiri.

Merekonstruksi pemahaman nilai makna Swastika, bahwa Swastika memiliki nilai

makna yang positif, bukan negatif seperti Hakenkreuz milik Nazi. Upaya

merekonstruksi makna ini diperlukan agar Swastika dapat lebih diterima, sehingga

tidak lagi ada usaha untuk melarang penggunaan Swastika.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mendeskripsikan tindakan strategis yang dilakukan oleh The Hindu

Forum of Britain dalam merekonstruksi pemahaman mengenai simbol Swastika di

Eropa, maka penulis mengangkat permasalahan ”Bagaimana upaya The Hindu

Forum of Britain dalam merekonstruksi pemahaman mengenai simbol Swastika di

Eropa?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai tindakan

strategis yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain sebagai upaya dalam

merekonstruksi pemahaman simbol Swastika di Eropa.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan gambaran secara umum upaya rekontruksi pemahaman

simbol Swastika di Eropa yang dilakukan oleh The Hindu Forum of

Britain.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

7

2. Memberikan gambaran tindakan strategis melalui kampanye, artikel-

artikel jurnalistik serta peluncuran Film Dokumenter “The Story of The

Swastika”.

3. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Hubungan

Internasional, relasi antar komunitas dan kesepahaman guna

menciptakan upaya damai dan saling penghargaan.

4. Bagi peneliti (researcher), agamawan, cendikiawan, hasil penelitian ini

dapat dijadikan bahan kajian dan rujukan guna menciptakan upaya

penghargaan ditengah ragam pemikiran dan tradisi antar peradaban.

5. Memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca mengenai

konsep-konsep yang digunakan dalam menelaah tindakan strategis oleh

The Hindu Forum of Britain dalam upaya merekonstruksi pemahaman

mengenai simbol Swastika di Eropa.

1.5 Kajian Pustaka

Di dalam penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti

menggunakan beberapa tulisan yang dijadikan referensi di dalam kajian pustaka.

Penelitian pertama yang digunakan sebagai rujukan penulis adalah penelitian yang

dilakukan oleh Wentiza Fadhlia dan Yusnarida Eka Nizmi pada tahun 2014

dengan judul “Upaya ICNA (Islamic Circle of North America) dalam melawan

Islamophopia di Amerika Serikat”. Penelitian kedua yang digunakan sebagai

rujukan penulis adalah penelitian yang dilakukan oleh Edwar Andiko Heri pada

tahun 2012 dengan judul “Strategi Image Restoration pasca kebijakan war on

terrorism; studi kasus penggunaan program @america oleh Kedutaan Besar

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

8

Amerika Serikat di Indonesia”. Penelitian ketiga yang digunakan sebagai rujukan

penulis adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Haryama dan Indra

Pahlawan pada tahun 2013 dengan judul “Peranan Majalah The New York Times

dalam Membentuk Opini Publik terhadap Wilayah Timur Tengah Pasca Kejadian

9/11 dalam Konteks Propaganda Internasional 2001-2007”.

Penelitian dari Wentiza Fadhlia dan Yusnarida Eka Nizmi (2014)

membahas tentang Islamophopia yang terjadi di Amerika Serikat pasca peristiwa

9/11, bentuk-bentuk Islamophopia serta jaringan dan pendanaan Islamophopia di

Amerika Serikat. Fadhlia dan Nizmi juga membahas lebih jauh mengenai upaya

yang dilakukan oleh ICNA (Islamic Circle of North America) sebagai salah satu

komunitas muslim di Amerika Serikat dalam memerangi Islamophopia di

Amerika Serikat. Mereka menjabarkan upaya-upaya konstruksi ulang pemahaman

Islam melalui media. Bentuk propaganda Islamophopia yang juga dilawan oleh

ICNA dengan propaganda menggunakan publikasi media masa.

Penelitian Fadhlia dan Nizmi ini membantu penulis untuk lebih memahami

bagaimana penggunaan propaganda melalui media dalam merekonstruksi

pemahaman mengenai suatu hal yang krusial bagi sebuah komunitas kepada

masyarakat secara luas. Tulisan Wentiza Fadhlia dan Yusnarida Eka Nizmi

menggunakan teori konstruktivisme dalam membedah tindakan pembangunan

sosial yang dilakukan oleh ICNA (Islamic Circle of North America) untuk

membendung propaganda mengenai Islamophopia yang cukup gencar dilakukan

oleh beberapa media di Amerika Serikat. Jika penelitian Fadhila Nizmi

menggunakan Konstruktivism sebagai pisau analisinya, Penulis menggunakan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

9

konsep makna dalam HI, dimana sebuah simbol ataupun suatu hal yang sama bisa

saja memiliki pengertian makna yang berbeda bagi masing-masing orang. Fadhila

dan Nizmi menggunakan konsep propaganda media masa untuk menganalisis

upaya publikasi dalam memerangi islamophobia di Amerika Serikat, sementara

penulis menggunakan konsep tindakan strategis untuk menganalisis salah satu

upaya yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain dalam merekonstruksi

pemahaman simbol Swastika di Eropa yang berupa publikasi artikel jurnalistik

dan film dokumenter.

Penelitian yang dilakukan oleh Edwar Andiko Heri (2012) menjabarkan

mengenai strategi image restoration yang dilakukan oleh Kedutaan Besar

Amerika Serikat di Indonesia pasca menururnnya pamor Amerika Serikat karena

tagline “war on terrorism” dan beberapa kebijakan yang dianggap kurang populer

bagi penduduk muslim dunia, melalui program @america. Serangkaian upaya

propaganda untuk merestorasi citra Amerika Serikat ini membantu penulis untuk

lebih memahami bentuk bentuk upaya propaganda dalam merestorasi citra suatu

hal yang awalnya baik, kemudian memburuk, lalu berusaha dipulihkan kembali.

Tulisan Edwar Andiko Heri membahas mengenai citra Amerika Serikat yang

baik di mata penduduk muslim dunia sebelum adanya tagline war on terrorism,

lalu memburuk pasca dijalankannya war on terrorism, lalu sekarang berusaha

untuk dipulihkan kembali. Edwar menggunakan konsep public relation, public

diplomacy dan juga konsep restorasi citra untuk melihat bagaimana program

@america ini menjadi sebuah bentuk diplomasi publik yang dapat digunakan

untuk mencapai sebuah pemahaman pada subjek yang dituju sehingga dapat

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

10

memulihkan citra Amerika Serikat pasca kebijakan “war on terrorism”.

Sementara itu penulis mengedepankan konsep tindakan strategis dan juga

discursive struggle untuk menjelaskan upaya The Hindu Forum of Britain dalam

merekonstruksi pemahaman simbol Swastika di Eropa. Edwar menjabarkan

bahwa program @america yang diluncurkan oleh Kedutaan Besar Amerika

Serikat di Indonesia untuk memperbaiki citra AS pasca kebijakan “war on

Terrorism” merupakan sebuah strategi diplomasi publik dengan restorasi citra

sebagai tindakan eksekusinya. Sementara itu penulis menjabarkan bahwa upaya-

upaya yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain untuk memperbaiki

pemahaman mengenai Simbol Swastika di Eropa merupakan sebuah perjuangan

diskursif dengan tindakna strategis sebagai pisau eksekusinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Haryama dan Indra Pahlawan

(2013) menitik beratkan pada peranan dari majalah The New York Times dalam

membentuk opini publik terhadap Wilayah Timur Tengah pasca kejadian 9/11.

Haryama dan Pahlawan membahas lebih jauh mengenai media sebagai subjek

yang mengkonstruksi realitas berdasarkan penafsirannya dan definisinya untuk

kemudian disebarkan kepada khalayak umum. Bentuk propaganda internasional

dalam mengkonstruksi realitas Wilayah Timur Tengah pasca kejadian 9/11.

Haryama dan Pahlawan menggunakan konsep propaganda media masa yang

dikemukakan oleh Chomsky, di mana media menjadi subjek yang ikut

mengkonstruksi realitas berdasarkan penafsiran dan definisinya sendiri. Penelitian

Haryama dan Pahlawan melihat media sebagai subjek utama yang melakukan

Propaganda secara langsung. Dalam upaya merekonstruksi simbol Swastika, The

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

11

Hindu Forum of Britain publikasi media masa yang dilakukan meruupakan bentuk

strategic action, yang tidak menempatkan media masa sebagai aktor langsung

yang mengkonstruksi realitas berdasar penafsiran dan definisinya sendiri,

melainkan hanya sebatas menyebarkan informasi “jadi” yang dikonstruksi oleh

The Hindu Forum of Britain.

1.6 Kerangka Konseptual

Penulis akan menggunakan beberapa konsep yang sesuai dengan

penelitian ini diantaranya konsep makna dalam hubungan internasional, konsep

tindakan strategis (concept of strategic action), serta konsep pergulatan

kewacanaan (concept of discursive struggle). Konsep makna dalam hubungan

internasional merupakan sebuah konsep yang menjadi landasan besar penelitian

ini. Konsep makna dalam hubungan internasional dipilih karena memiliki andil

yang besar dalam menjabarkan upaya rekonstruksi pemaknaan simbol Swastika di

Eropa yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain. Sementara itu konsep

tindakan strategis (concept of strategic action) merupakan pisau analisis dalam

membedah upaya yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain dalam

merekonstruksi simbol Swastika di Eropa. Pembangunan kembali atas suatu hal

(rekonstruksi) memerlukan sebuah pemahaman yang holistik yang sedianya

memerlukan sebuah tindakan strategis dalam pelaksanaannya. Sementara itu,

discursive strugggle merupakan keadaan yang sedang dihadapi dan dilakukan

oleh The Hindu Forum of Britain.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

12

1.6.1 Makna dalam Hubungan Internasional

Konsep makna dalam hubungan internasional merupakan sebuah

bagian yang tak terpisahkan dari teori-teori mengenai pos-

strukturalisme serta diskursus. Dalam karyanya Poststructuralism

Campbell (2007) mengatakan bahwa setiap pembicaraan dan

pemahaman mengenai politik internasional itu bergantung pada

abstraksi, representasi, serta interpretasi dari subjek yang mencoba

untuk berbicara dan memahami hal tersebut. “Dunia” tidaklah

menampilkan dirinya dihadapan kita dalam bentuk kategori, teori

maupun statement yang sudah siap-jadi. Ini berarti bahwa kapanpun

kita menulis ataupun „berbicara‟ mengenai suatu istilah, saat kita

berusaha memahami arti sebuah kejadian itu kita terikat dalam sebuah

abstraksi, representasi dan juga interpretasi (Campbell: 2007).

Sehingga dengan kata lain interpretasi, abstraksi, maupun representasi

ini tidak bisa dilepaskan dari pemaknaan. Maka kemudian makna

itupun tidak dapat dilepaskan dari subjektivitas si subjek yang

berusaha untuk memahami makna tersebut. Dan dalam

mengeskpresikan pemahaman tersebut maka subjek tak bisa lepas dari

penggunaan bahasa.

Bahasa sendiri telah lama digunakan sebagai sebuah alat

komunikasi bagi manusia. Bahasa juga digunakan sebagai sebuah

cermin dalam merefleksikan dunia luar secara objektif. Pada mulanya

studi bahasa ataupun diskursus serta pemaknaannya belum menjadi

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

13

sebuah pembelajaran yang didalami oleh para sarjana Hubungan

Internasional. Namun pada perkembangannya, studi bahasa ataupun

diskursus serta pemaknaannya ini mulai dilirik sebagai bahan

pembelajaran, karena berbagai macam alasan. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Liu Yongtao dalam “Discourse, Meanings and IR

Studies: Taking the Rhetoric of “Axis of Evil” As a Case”:

However, it has increasingly become a given assumption

in many fields of social sciences that discourse and the

meanings produced by it, have certain social features

and power effects. Besides the function as a mirror and a

tool for representation and communication, language can

also be used instrumentally to perform various social

acts and (re)construct social “realities”. In fact, there has

been in recent years an increasing awareness among IR

students that language has played an indispensable and

powerful role in world politics (Yongtao, 2010:86).

Sebagai sebuah komponen yang tak terpisahkan dari budaya,

bahasa tidak hanya mampu merepresentasikan makna, namun juga

mampu memproduksi makna. Dalam kasus ini, bahasa dinilai sebagai

sebuah sistem simbolis, sistem yang menjabarkan berbagai simbol dan

sekaligus sebagai sebuah bentuk dari social power (kuasa sosial),

khususnya kuasa dalam membentuk sebuah wacana.

Isu mengenai makna juga menjadi salah satu isu yang sering

dibahas ketika membicarakan tentang fingsi wacana sebagai sebuah

praktek social di masyarakat. Sebuah makna dihasilkan oleh tanda-

tanda linguistik (kebahasaan). Makna ini tidak secara alami „given‟

(sudah seperti itu semenjak diberikan) atau „fixed‟ (tetap dan tidak

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

14

mengalami perubahan. Makna merupakan sebuah produk dari

kebiasaan sosial dan norma-norma.

Para teoritisi strukturalis berargumen bahwa segera setelah makna

sebuah kata dihasilkan, makna ini berada dalam struktur yang stabil

dan tidak dapat diubah. Dengan kata lain, makna sebuah simbol yang

telah dihasilkan memiliki stabilitas (ketetapan) dan fiksasi (pendapat

yang mendalam). Hal ini disebabkan karena makna dari sebuah simbol

itu tidak diperoleh melalui hubungannya dengan realitas eksternal atau

dengan kata lain makna ini tidak dibagikan keluar. Sebaliknya makna

ini diperoleh melalui hubungan internal antar struktur tanda-tanda

yang berbeda. Hal inilah yang membuat makna itu bisa stabil, tetap

dan lengkap segera setelah mereka „given‟ secara sosial. (Yongtao,

2010)

Salah seorang strukturalis, Ferdinand de Soussaure (dalam Hoed,

2003) memastikan bahwa ada hubungan yang jelas antara signified

(petanda) dan signifier (penanda) dari segala teks, wacana, simbol,

bahkan makna. Ferdinand deSaussure dan Levi-Strauss menjelaskan

bahwa produksi makna merupakan efek dari struktur terdalam sebuah

bahasa (Hoed, 2003). Mereka juga menjelaskan bahwa kebudayaan itu

bersifat analog atau serupa dengan struktur bahasa yang

diorganisasikan secara internal dalam oposisi biner (dua hal yang

bertolak-belakang) seperti hitam-putih, lelaki-perempuan, siang-

malam, gelap-terang, baik-buruk, dan lain sebagainya.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

15

Sementara itu para post-strukturalis seperti Michell Foucault dan

Jaques Derrida berseberangan pendapat dengan para strukturalis.

Foucault (1992) dalam The Subject and Power menegaskan bahwa

makna tidaklah stabil, maka dari itulah makna selalu berada dalam

sebuah proses. Makna tidak bisa dibatasi dalam satu kata, kalimat atau

teks khusus. Namun makna itu merupakan hasil dari hubungan

antarteks: atau intertektualitas. Derrida (1972) menyatakan bahwa

manusia berpikir hanya dengan tanda-tanda saja, tanpa sebuah makna

asli yang bersikulasi di luar representasi dari makna tersebut. Dengan

kata lain simbol yang difikirkan sebenarnya tak selalu merujuk pada

satu representasi makna tertentu saja. Namun bisa merujuk pada

representasi makna yang lainnya lagi, sehingga makna dari simbol itu

selalu berubah-ubah.

Dalam karyanya Of Grammatology Jacques Derrida menjelaskan

mengapa makna sebuah simbol itu dapat mengalami perubahan.

That the meanings of signs are always uncertain and

unstable, and that words do not carry universal meanings,

which are, on the contrary, taken as something that is

subject to change. One can give multiple meanings to a

sign through the device of deconstruction, a strategy of

double reading of texts, which aims to unsettle the root

of freezing or fixing meanings (Derrida, 1972: 50)

Seperti yang ditegaskan oleh Derrida di atas, bahwa seseorang

dapat memberikan berbagai pengertian pada sebuah simbol melalui

alat yang disebut dengan dekonstruksi. Dekonstruksi dipandang

sebagai sebuah strategi “double reading” pada sebuah teks atau

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

16

simbol, yang bertujuan untuk menggoyahkan akar dari makna simbol

atau teks yang telah ditetapkan. Sehingga ketika akar makna yang

telah ditetapkan ini goyah makna simbol atau teks ini dapat dialihkan

ke pemaknaan lain tentang teks ataupun simbol tersebut. Hal ini jelas

mengindikasikan bahwa makna tidak selalu bersifat sama atau tetap,

melainkan makna itu dapat dirubah, atau dengan kata lain dapat di

dekonstruksi.

Michel Foucault (1995) dalam karyanya Discipline and Punish:

The Birth of the Prison juga menjelaskan bahwa makna itu dapat

dirubah bahkan diatur.

Discourse can be regulated; and in the realm of power

social relations, it can affect and create the object of

knowledge, and determine what a “truth claim” is.

Therefore, in social reality, meanings of a sign are not

fluid all the time but can be controlled and even

manipulated in the context of power social relations. Social power determines what can be said, what cannot be

said in a certain social and cultural context; it also

regulates who can say things and when and where to say

them. The speaker is always standing in a specific

position, and is restrained by social relations of power

which regulate and affect his/her discursive practice. A

discourse under the social relations of power can help

construct and maintain certain social order, which is re-

garded as one that is most suitable to power holder‟s

interests, and silence and downplay other social orders

that may threaten the power holders. Therefore, there is a

constitutive relationship between discourse as a form of

knowledge and social power (Foucault, 1995: 194)

Analisis wacana memperingatkan bahwa setiap teks sesungguhnya

tanpa makna. Sebuah teks itu memperoleh maknanya hanya ketika

teks itu berinteraksi dengan teks-teks lain lalu dimasukkan ke dalam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

17

konteks sosial dan historis yang luas saat teks-teks tersebut

diproduksi, disebarluaskan dan dikonsumsi.

Menurut poststrukturalisme, wacana yang lebih relevan biasanya

tergantung dari seberapa dekat hubungan wacana ini dengan kekuatan

sosialnya. Dengan kata lain arti suatu hal tertentu itu tergantung pada

bagaimana masyarakat mengkategorikan dan memilah nilai-nilai

tersebut. Apakah nilai makna itu akan bisa dipertahankan atau

digulingkan maupun diperkuat atau justru dihancurkan, itu semua

tergantung pada masyarakat itu sendiri. Analogi sederhananya adalah

ketika ada sebuah negara yang berada dalam posisi dominan (kuat,

paling atas) dalam tatanan politik dunia, maka negara tersebut akan

memiliki lebih banyak kesempatan dan akses untuk memberikan

makna pada sebuah peristiwa tertentu dibandingkan dengan negara-

negara yang kurang kuat posisinya dalam tatanan politik dunia.

Namun kembali lagi apakah makna yang diberikan itu dapat diterima

oleh orang lain, serta bagaimana makna itu mungkin saja

menimbulkan kontroversi atau bahkan resistensi, semua ini pada

gilirannya akan berdampak pada wewenang serta leverage (pengaruh)

makna yang diberikan (Yongtao: 2010).

Dalam konteks di atas, maka pemberian makna juga tidak dapat

dilepaskan dari kuasa si pembuat makna serta alat yang digunakannya.

Seberapa besar kuasa yang dimiliki untuk kemudian menciptakan

sebuah wacana, seberapa kuat rekonstruksi makna sebuah simbol

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

18

dapat di sebar-luaskan akan menentukan seberapa besar dampak dari

wacana dan rekonstruksi makna tersebut. Sehingga semakin besar

kuasa si pembuat dan penyebar wacana, maka wacana itu berpotensi

menjadi dominan discource (wacana yang paling dominan dan

merupakan wacana utama di masyarakat). Demikian pula sebaliknya,

jika kuasa si pembuat dan penyebar maknanya lemah, wacana tersebut

hanya akan menjadi other discourse (wacana lain yang belum mampu

masuk sebagai wacana utama dan dominan di masyarakat).

Jika dihubungkan dengan konteks penelitian ini, konsep makna

dalam hubungan internasional merupakan basis penting dalam

menjelaskan upaya merekonstruksi pemahaman atas simbol Swastika

di Eropa yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain pasca

digunakan oleh Nazi Jerman. Karena konsep makna dalam hubungan

internasional dapat menjabarkan dan menganalisis proses penciptaan

dan penerimaan diskursus mengenai makna simbol Swastika di Eropa.

1.6.2 Concept of Strategic Action (Konsep Tindakan Strategis)

Teori komunikasi yang dikemukakan oleh Habermas mengacu

pada ide bahwa identitas pribadi dibangun secara intersubjektif

melalui interaksi simbolik, berupa komunikasi (Brown dan Goodman,

2011). Citra diri seseorang terhadap dirinya itu dibentuk saat pribadi

ini berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Saat

komunikasi berlangsung, terjadi pertukaran simbol yang telah diberi

makna, kemudian diterima oleh subjek sebagai sebuah pengalaman

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

19

yang membentuk citra diri mereka. Teori komunikasi menurut

Habermas (1984) bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu komunikasi

strategis dan tindakan komunikatif.

Tindakan komunikatif menurut Habermas (1984) bertujuan

untuk mencapai sebuah pengertian yang dikatakan sebagai „telos

inheren‟ dalam percakapan manusia‟. „Telos inheren‟ ini merupakan

bentuk judgement atau kesepakatan penilaian terhadap sesuatu hal

yang ada pada hasil akhir dari hal tersebut. Contoh sederhananya

adalah seseorang membeli bibit lele karena ada telos inheren

(kesepakatan akhir) bahwa bibit lele itu nantinya akan tumbuh dan

hasil akhirnya adalah lele dewasa yang bisa di jual ataupun di

konsumsi. Habermas menganggap mencapai sebuah pengertian

(Verstāndigung) merupakan sebuah proses mencapai suatu mufakat

(Einigung) yang terjadi diantara para subjek-subjek yang berbicara

dan bertindak (Habermas, 1984:286). Tindakan komunikatif dalam

prosesnya juga melibatkan tindakan koordinasi yang digunakan untuk

mencapai suatu tujuan. Dalam tindakan komunikatif relasi antara

bahasa dan tujuan bukanlah sebuah relasi dimana bahasa direduksi

menjadi sebatas alat untuk mencapai tujuan tertentu yang telah

ditetapkan. Dalam tindakan komunikatif yang dijadikan sasaran akhir

bukanlah tujuan tertentu yang sudah ditetapkan diawal melainkan

lebih kepada pencapaian sebuah pengertian atau kesepahaman.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

20

Pada tindakan komunikatif, manusia bukanlah objek yang

dimanfaatkan untuk memajukan tujuan-tujuan dari si pembicara yang

sudah ditentukan sebelumnya. Justru sebaliknya, dalam tindakan

komunikatif tujuan disepakati secara timbal balik melalui suatu proses

komunikasi yang mengakui humanitas otonom (hak serta kekuasaan

penuh seseorang untuk menentukan pilihan / tindakann) dari semua

orang yang terlibat (Brown dan Goodman, 2011). Dalam Tindakan

Komunikatif sebuah tindakan sosial dikoordinasikan melalui sebuah

proses pengertian. Proses tercapainya pengertian ini menghasilkan

tujuan-tujuan dan kesepakatan-kesepakatan yang kooperatif. Sehingga

dapat dikatakan komunikasi yang diharapkan terjadi pada tindakan

komunikatif ini merupakan komunikasi dua arah yang menjembatani

subjek maupun objek dalam mencapai sebuah kesepakatan atau

kesepahaman bersama.

Jenis kedua dalam teori komunikasi Habermas adalah tindakan

strategis. Pada tindakan strategis, tujuan dari sebuah tindakan sosial

itu sudah ditentukan terlebih dahulu dan sering kali tersembunyi.

Maksud dari tindakan ini bukanlah untuk mencapai kesepakatan

ataupun kesepahaman bersama melalui komunikasi dua arah

mengenai tujuan mengapa suatu hal perlu di lakukan. Maksud dari

tindakan strategis ini hanya sebatas pada melaksanakan rencana si

subjek secara efektif, utamanya jika para objeknya tidak menyetujui /

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

21

tidak sepaham dengan maksud dari si pembicara (Brown dan

Goodman, 2011).

Habermas (1982) dalam karyanya A Reply to My Critics

menjelaskan lebih rinci mengenai tindakan strategis:

Walaupun tindakan strategis mempergunakan bahasa dan

mengikutsertakan orang lain, tujuannya tidak inheren

dengan penggunaan bahasa itu dan orang lain diperlakukan

seakan-akan mereka adalah objek. Norma sosial, bahkan

ekspresi subjektif pembicara sendiri, menjadi alat yang

dipergunakan untuk memajukan tujuan-tujuan pembicara

yang sudah lebih dulu ditetapkan. Rasionalitas komunikasi

ini dinilai dalam hubungannya dengan efisiensinya

memerintahkan orang lain untuk melakukan apa yang

dikehendaki pembicara dari mereka (Habermas, 1982: 264).

Pernyataan Habermas menegaskan bahwa subjek berusaha

menggunakan kuasanya utnuk membuat objek dapat menerima tujuan

dan keinginan dari subjek tersebut, tanpa membangun sebuah

kesepahaman yang diperoleh dari komunikasi dua arah. Habermas

(1991) menjabarkan perbedaan antara tindakan strategis dan tindakan

komunikatif lebih rinci dalam karyanya, A Reply:

Perbedaan antara tindakan strategis dan tindakan

komunikatif bukan terletak pada yang satu diorientasikan

pada tujuan dan yang lain tidak. Kedua bentuk tindakan itu

sama-sama melibatkan tindakan koordinasi untuk

mencapai tujuan. Perbedaannya terletak pada relasi antara

tujuan yang dikejar dengan bahasa yang dipergunakan.

Dalam tindakan strategis relasi antara bahasa dan tujuan

merupakan relasi sarana menuju tujuan, dengan bahasa

direduksi menjadi instrumen belaka untuk mencapai

tujuan yang sudah ditetapkan. Tetapi dalam tindakan

komunikatif, tujuannya ialah pengertian, dan sifat tujuan

itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari proses-proses

penggunaan bahasa untuk mencapai tujuan (Habermas,

1991: 241).

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

22

Perbedaan antara tindakan komunikatif dan tindakan strategis dapat

diringkas sebagai perbedaan antara pengertian timbal-balik (mutual

understanding) dan mempengaruhi timbal-balik (mutual influencing).

Tindakan komunikatif memerlukan struktur praduga yang secara

kualitatif berbeda dengan interaksi-interaksi bahasa yang notabenenya

hanya memanipulasi orang lain untuk mencapai suatu tujuan yang

sudah ditentukan sebelumnya, seperti yang digunakan pada tindakan

strategis. Pada tindakan komunikatif, individu dikoordinasikan dengan

membangun consensus (kesepakatan bersama) yang daya

koordinasinya diperoleh dari “energi pengikat dan penyatu bahasa itu

sendiri” (Habermas, 1998). Sementara itu tindakan strategis

dikoordinaskan dengan menambah situasi-situasi kepentingan. Pada

tindakan strategis sarana nonbahasa digunakan untuk memanipulasi

situasi, sehingga orang lain menjadi merasa “berkepentingan” untuk

bekerjasama. Tujuan-tujuan egosentris (berpusat pada ego) dari

tindakan strategis bisa dicapai tanpa komunikasi. Dengan kata lain

bahasa hanya digunakan untuk meneruskan informasi atau

mengungkapkan kekuatan, bukan untuk membentuk kesepahaman

antar subjek dan objek (Brown dan Goodman, 2011).

Karena tatacara untuk mengkoordinasikan sebuah tindakan itu sudah

terkandung dalam setiap percakapan pada tindakan komunikatif,

Habermas (1987) dalam The Phylosophical Discource of Modernity:

Twelve Lectures menyatakan:

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

23

Tindakan strategis menggunakan bahasa hanya sebagai

satu diantara banyak sarana lain untuk koordinasi sosial,

sehingga yang terjadi adalah parasitis (pemanfaatan

sepihak) atas bahasa normal lantaran mempradugakan

normalitas komunikasi demi efektivitas manipulasi-

manipulasinya (Habermas, 1987: 196).

Dalam kutipan diatas Habermas dengan jelas menganggap

tindakan komunikatif lebih beresiko dan kurang efisien jika

dibandingkan dengan tindakan strategis. Hal ini disebabkan karena

metode tindakan komunikatif mengedepankan pembangunan

kesepakatan bersama/ konsensus antara subjek dan objek melalui

sebuah komunikasi dua arah. Dalam komunikasi dua arah sangatlah

memungkinkan terjadi ketidak-sepahaman antara subjek dan objek

yang dapat membuat konsensus tidak bisa dicapai, sehingga cara ini

dinilai menjadi tidak efektif dan beresiko.

Menurut Habermas eksekusi tindakan strategis terletak dari

bagaimana sebuah tindakan digunakan oleh subjek untuk

mempengaruhi objek agar memiliki kesepahaman dengan tujuan yang

ditetapkan oleh subjek tanpa harus terjadi komunikasi dua arah.

Dengan demikian eksekusi tindakan strategis ini tidak mengharuskan

tatap muka antara subjek dan objeknya, sehingga seringkali tindakan

strategis dilakukan menggunakan media masa sebagai penyalur

pemikiran dan tujuan dari subjek kepada objek. Banyaknya varian

yang dimiliki media masa dalam zaman modern ini membuat corong

penyaluran juga semakin banyak, tidak hanya surat kabar dan majalah

cetak saja, bahkan berita online dan film pun bisa menjadi lahan

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

24

eksekusi tindakan strategis (Brown dan Goodman, 2011). Penggunaan

media masa sebagi penyalur pemikiran dan tujuan ini ditegaskan oleh

Habermas dalam The Thory of Communicative Action Vol.2 Lifeworld

and System: A Critique of Functionalist Reason (1987):

Writing, the printing press, and electronic media mark

the significant innovations in this area; by these means

speech acts are freed from spatiotemporal contextual

limitations and made available for multiple and future

contexts. The transition to civilization was accompanied

by the invention of writing; it was used at first for

administrative purposes, and later for the literary

formation of an educated class. This gives rise to the role

of the author who can direct his utterances to an

indefinite, general public, the role of the exegete who

develops a tradition through teaching and criticism. Dengan demikian cakupan tindakan strategis menjadi luas,

penggunaan media masa memudahkan penyebaran ide serta persuasi

tujuan dari subjek kepada masyarakat atau objeknya. Terlepas dari

penggunaan media sebagai penyalur, aksi langsung yang dilakukan

oleh subjek untuk menggiring objeknya agar sepaham dengan tujuan

yang telah ia tetapkan juga termasuk dalam eksekusi tindakan

strategis. Penyebaran flyer, pemberian surat maupun naskah akademik

bahkan demonstrasi serta audiensi bisa dikategorikan sebagai bentuk

tindakan strategis (Brown dan Goodman, 2011).

Adapun jika dihubungkan dengan konteks penelitian ini, tindakan

strategis ini merupakan payung besar yang menaungi segala bentuk

tindakan yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain dalam

merekonstruksi pemahaman simbol Swastika di Eropa pasca

digunakan oleh Nazi Jerman.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

25

1.6.3 Konsep Pergulatan Wacana (Discursive struggle)

Konsep wacana atau diskursus (discourse) mempunyai makna

yang luas. Hal ini disebabkan karena istilah wacana sangat umum

dipakai dalam berbagai disiplin seperti teori kritis, sosiologi,

linguistik, filsafat, psikologi sosial, dan berbagai disiplin lainnya, yang

tentu memiliki definisi makna tersendiri bagi konsep wacana ini.

Michel Foucault (1992) dalam karya The Subject and Power

berpendapat bahwa pandangan tentang suatu objek dibentuk dalam

batas-batas yang telah ditentukan oleh struktur diskursif, di mana

wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek serta definisi dari

persfektif yang paling dipercaya dan dipandang benar.

Persepsi mengenai suatu objek dibentuk dengan dibatasi oleh

praktik diskursif, dalam artian persepsi itu dibatasi oleh pandangan

yang mendefinisikan sesuatu bahwa ini benar dan yang lain tidak.

Misalkan ketika mendengar kata film India, maka yang terbayang

adalah film dengan nyanyian sambil menari, dengan tokoh utama yang

mengalahkan musuh birokrat dan kepolisian yang korup. Wacana

telah membatasi pandangan khalayak, mengarahkan pada jalan pikiran

tertentu dan mengahayati itu sebagai sesuatu yang benar.

Wacana dipandang sebagai sesuatu yang mengarahkan,

membatasi, dan mengkonstruksi realitas ke dalam narasi yang dapat

dipahami. melalui episteme. Pemikiran Foucault (1970) tentang

episteme lebih merujuk kepada makna khusus kata episteme yaitu

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

26

untuk menunjukkan pengandaian, prinsip, syarat, serta kemungkinan

dan cara-cara pendekatan tertentu di tiap-tiap zaman. Sehingga suatu

realitas dapat dipahami dan dimengerti dengan pernyataan dan

pandangan tertentu dan bukan dengan pernyataan serta pandangan

yang lain.

Jaques Lacan (pada karyanya, Ecrist yang dikutip dalam

Lemaire, 1977) menjelaskan bahwa bahasa sebetulnya tak pernah

mendapatkan tempat pada tataran real. Bahasa tidaklah berhubungan

ataupun direpresentasikan dalam tataran real. Bahasa yang bersifat

„menandai‟ ditujukan bukan untuk mengekspresikan pemikiran atau

menggambarkan realitas yang ada, namun lebih kepada upaya

mengonstitusi subjek sebagai suatu (thing) secara historis dan

geografis, serta secara kultural yang mengarah pada spesifikasi proses

menjadi (being something). Bahkan Lacan menegaskan bahwa Bahasa

memiliki kemampuan untuk memposisikan subjek sebagai social

being karena bahasa itu sendiri mengandung sistem yang dapat

mempredasi (memberikan serangan dan penghancuran langsung)

semua subjek dan harus diasumsikan oleh setiap subjek secara

individual (Bowie, 1991).

Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe (2001) mengeluarkan

teori wacana yang menjelaskan bahwa wacana dapat membangun

makna dalam dunia sosial. Karena secara mendasar bahasa itu tidak

stabil, maka dari itu makna menjadi tidak pernah bisa tetap secara

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

27

permanen. Wacana senantiasa mengalami transformasi-transformasi

karena adanya kontak dengan wacana-wacana lain. Inti dari teori

wacana menurut Ernesto Laclau dan Chantal Mouffe ini adalah

pergulatan wacana (discursive struggle). Berbagai wacana berbeda

yang masing-masing mewakili cara tertentu dalam membicarakan dan

memahami tentang dunia sosial, dan secara terus menerus melakukan

perjuangan satu sama lain untuk mencapai sebuah hegemoni, yakni

menetapkan makna-makna bahasa menurut caranya sendiri. Sehingga

hegemoni dalam hal ini dipahami sebagai dominasi satu prespektif

khusus terhadap perspektif lainnya.

Adapun jika dihubungkan dengan konteks penelitian ini,

serangkaian upaya merekonstruksi pemahaman makna simbol

Swastika di Eropa yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain

berupakan bentuk dari sebuah discursive struggle atas makna simbol

Swastika itu sendiri.

1.7. Metode Penelitian

Metode penelitian hakekatnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat

empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan, dan

kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri

keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan

penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau

oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

28

diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan

mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya, proses yang digunakan

dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis

dan data yang diperoleh melalui penelitian itu adalah data empiris (teramati) yang

mempunyai kriteria tertentu yang valid (Sugiyono, 2013).

1.7.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif

untuk mendapatkan data yang mendalam. Penelitian kualitatif berbeda

dengan penelitian kuantitatif karena penulisan kualitatif tidak

menekankan pada makna. Filasafat postpositivisme merupakan filsafat

yang mendasari penelitian kualitatif dimana filsafat positivisme

memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, kompleks

dinamis,penuh makna, dan memiliki hubungan yang bersifat timbal

balik, dan obyek penelitian dari penelitian kualitatif adalah obyek

yang alamiah dan instrumen penelitian ini adalah penulis itu sendiri

(human instrumen) (Sugiyono, 2013). Penelitian ini tergolong

sebagai penelitian kualitatif karena di dalam penelitian ini meskipun

terdapat hipotesa tetapi tidak menguji hipotesa tersebut. Lalu, di

dalam penelitian ini instrumen utamanya adalah penulis sendiri dan

tidak menggunakan kuesioner.

1.7.2 Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini adalah upaya rekonstruksi pemahaman

simbol swastika yang dilakukan oleh The Hindu Forum of Britain dan

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

29

penulis mengambil waktu pelaksanaan kegiatan tersebut yakni 2005 -

2014. Penulis mengambil periode tersebut karena tindakan strategis

ini dilakukan selama periode tersebut.

1.7.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data

sekunder, yang diperoleh dari mengumpulkan data-data yang

diperlukan dalam penelitian atau mengumpulkan referensi dan

literatur yang relevan dengan penelitian, baik melalui buku, jurnal

akademik, internet, elektronik atau media massa yang memiliki

keterkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis.

1.7.4 Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah community yaitu anggota The

Hindu Forum of Britain.

1.7.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik

telaah pustaka (Library Research) yaitu dengan cara pengumpulan

data dengan menelaah sejumlah literatur yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan diteliti.

1.7.6 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari dan menyusun data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

30

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat

kesimpulan sehingga dapat dipahami baik oleh diri sendiri maupun

orang lain (Sugiyono, 2013).

Dalam hal ini penulis akan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya

melalui buku, internet, elektronik atau media masa yang memiliki

keterkaitan yang relevan dan berhubungan dengan permasalahan yang

akan diteliti penulis yaitu, publikasi yang terkait dengan usaha

rekonstruksi makna simbol Swastika di Eropa yang dilakukan oleh

The Hindu Forum of Britain. Selain itu data diperoleh dengan

melakukan wawancara dengan sejumlah pihak terkait dan expert

schoolars seperti: pengurus The Hindu Forum of Britain, wartawan

internasional yang pernah menulis terkait masalah ini serta tokoh-

tokoh Hindu dunia yang concern dengan masalah ini. Proses analisis

data dapat dilakukan sebagai berikut :

1.7.6.1 Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa

dilakukan dalam melalui media baik melalui uraian atau

essay singkat, hubungan antar kategori, bagan, dan

sejenisnya. Menurut Miles dan Huberman, di dalam

penelitian kualitatif teks yang bersifat naratif menjadi

media yang paling sering dipakai dalam menyajikan data

kualitatif (seperti yang dikutip Sugiyono, 2013).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

31

1.7.6.2 Kesimpulan

Di dalam setiap kegiatan Penelitian, penarikan

kesimpulan merupakan hal terakhir yang dilakukan oleh

penulis. Di dalam penarikan kesimpulan ini, penulis hanya

akan meringkas intisari tulisan.

Dalam penyajian data ini penulis akan mengumpulkan

sebanyak-banyaknya data yang relevan dengan

permasalahan yang akan diteliti dan selanjutnya akan

melakukan pembahasan serta penarikan kesimpulan.

1.8 Asumsi Dasar

Upaya-upaya terkait usaha rekonstruksi makna simbol Swastika di Eropa

merupakan salah satu bentuk tindakan strategis yang dilakukan oleh The Hindu

Forum of Britain.

1.9 Sistematika Penelitian

Sistematika Penulisan dibutuhkan untuk memudahkan penulis dalam

memahami alur dari penelitian ini, agar sesuai dengan judul atau pertanyaan

penelitian yang sudah ditetapkan oleh penulis. Adapun sistematika penelitian

yaitu :

BAB I : Dalam bab ini Penulis akan mendeskripsikan

permasalahan yang akan diteliti yang meliputi latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kajian pustaka, kerangka konseptual, metode

penelitian, hipotesis dan sistematika penelitian.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang · 2017. 4. 1. · Nazi. Bentuk dasar Swastika yang digunakan sama dengan simbol swastika yang digunakan oleh masyarakat Hindu. Namun diantara

32

BAB II : Pada bab II, Penulis akan membahas mengenai Persebaran

Swastika di Dunia, Makna Swastika bagi Hindu, makna

Swastika bagi Nazi, dan makna Swastika pasca fasisme

Nazi.

BAB III : Pada bab III ini, Penulis akan menjelaskan mengenai

Gambaran umum The Hindu Forum of Britain,

Departemen di The Hindu Forum of Britain, Struktur

Organisasi The Hindu Forum of Britain.

BAB IV : Pada bab IV ini, Penulis akan menjelaskan mengenai

Urgensi Rekonstruksi Pemahaman Simbol Swastika di

Eropa Menurut The Hindu Forum of Britain dan Upaya

The Hindu Forum of Britain dalam Merekonstruksi

Pemahaman Simbol Swastika di Eropa

BAB IV : Kesimpulan