BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada komoditas kopi yang memiliki kualitas tinggi di mata dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gabungan Eksportir Kopi Indonesia menempatkan Aceh sebagai salah satu daerah penghasil kopi terbaik bagi Indonesia. Bahkan Aceh menjadi daerah penghasil kopi arabika (kopi dengan kualitas terbaik di dunia) tertinggi di Indonesia mencapai 30.000-40.000 ton. Selain telah dikenal sebagai daerah penghasil kopi, Aceh juga dikenal dengan sebutan “negeri seribu warung kopi”. Ungkapan tersebut dikarenakan Provinsi Aceh menjadi daerah tumbuh dan berkembanganya warung kopi dan salah satunya adalah Kota Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari morfologi Kota Banda Aceh yang sebagiannya terbentuk oleh keberadaan warung kopi yang tumbuh di setiap ruas jalan dan deretan bangunan pertokoan. Bahkan Aceh boleh di katakan merupakan provinsi yang memiliki paling banyak warung kopi di dunia. Dari data yang dihimpun Aceh Art pada tahun 2012 terdapat lebih dari 800 warung kopi dengan berbagai tipe warung kopi yang bertempat di Kota Banda Aceh (www.atjeharts.com/ diakses pada 28 Oktober 2013, pukul 21.03). Sedangkan warung kopi dalam skala kota berjumlah 272 unit (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2013). Diumpamakan jumlah warung Kopi di Kota Banda Aceh layaknya jumlah mesin ATM yang hampir di setiap ruas jalan dapat ditemui. Dengan mudahnya warung kopi ditemukan berbaris sepanjang jalan, dari jalan raya protokol, negara, sampai jalan-jalan lokal. Bahkan sampai pada lingkup kawasan terpencilpun hampir pasti ditemukan warung kopi walaupun hanya satu saja. Jumlahnya sudah tidak dapat dihitung alias banyak sekali. Jadi tak heran bila kita melihat hampir di setiap sudut Kota Banda Aceh terdapat warung kopi.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada komoditas kopi yang

memiliki kualitas tinggi di mata dunia. Berdasarkan data yang dihimpun oleh

Gabungan Eksportir Kopi Indonesia menempatkan Aceh sebagai salah satu daerah

penghasil kopi terbaik bagi Indonesia. Bahkan Aceh menjadi daerah penghasil

kopi arabika (kopi dengan kualitas terbaik di dunia) tertinggi di Indonesia

mencapai 30.000-40.000 ton. Selain telah dikenal sebagai daerah penghasil kopi,

Aceh juga dikenal dengan sebutan “negeri seribu warung kopi”. Ungkapan

tersebut dikarenakan Provinsi Aceh menjadi daerah tumbuh dan berkembanganya

warung kopi dan salah satunya adalah Kota Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari

morfologi Kota Banda Aceh yang sebagiannya terbentuk oleh keberadaan warung

kopi yang tumbuh di setiap ruas jalan dan deretan bangunan pertokoan. Bahkan

Aceh boleh di katakan merupakan provinsi yang memiliki paling banyak warung

kopi di dunia. Dari data yang dihimpun Aceh Art pada tahun 2012 terdapat lebih

dari 800 warung kopi dengan berbagai tipe warung kopi yang bertempat di Kota

Banda Aceh (www.atjeharts.com/ diakses pada 28 Oktober 2013, pukul 21.03).

Sedangkan warung kopi dalam skala kota berjumlah 272 unit (Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Kota Banda Aceh, 2013). Diumpamakan jumlah warung Kopi di

Kota Banda Aceh layaknya jumlah mesin ATM yang hampir di setiap ruas jalan

dapat ditemui. Dengan mudahnya warung kopi ditemukan berbaris sepanjang

jalan, dari jalan raya protokol, negara, sampai jalan-jalan lokal. Bahkan sampai

pada lingkup kawasan terpencilpun hampir pasti ditemukan warung kopi

walaupun hanya satu saja. Jumlahnya sudah tidak dapat dihitung alias banyak

sekali. Jadi tak heran bila kita melihat hampir di setiap sudut Kota Banda Aceh

terdapat warung kopi.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

2

Keterangan:

(a) Wellington Coffee Shop, Australia (sumber: propertypal.com)

(b) Coffee Shop di Amsterdam, Belanda (sumber: coffeeheroes.blogspot.com)

(c) Starbucks on beginning (sumber: starbucks.com)

(d) The Central Cafe Vienna, Austria (sumber: thegln.org)

Diakses pada tanggal 12 Juni 2014, pukul 05.50

Fenomena menjamurnya warung kopi tak lepas dari kebiasaan ataupun

budaya minum kopi masyarakat di kota tersebut. Budaya minum kopi di setiap

negara atau kota berbeda-beda. Di Kota Vienna (Austria), kebiasaan minum kopi

pada pagi hari di warung kopi sudah menjadi aktivitas wajib penduduk lokalnya.

Warung kopi dengan ciri khas yang mewah dan elegan menjadi warisan budaya

Gambar 1.2

Warkop di Kota Banda Aceh (Zakir)

Sumber: medanbisnisdaily.com dan

Diakses pada tanggal 12 Juni 2014, pukul 05.37

Gambar 1.1

Warkop di Kota Banda Aceh (Dhapu Kupi)

Sumber: teukuiskandar.wordpress.com

Diakses pada tanggal 12 Juni 2014, pukul 05.37

(a) (b) (c)

(d)

Gambar 1.3

Beberapa Warung Kopi di Kota-Kota Dunia

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

3

Austria. Lain lagi di Amsterdam (Belanda) yang masyarakatnya sangat suka

bersosialisasi di tempat-tempat semacam warung kopi, sehingga disana terdapat

banyak warung kopi. Kemudian di Negara Selandia Baru, Kota Wellington

merupakan kota favorit warga Selandia Baru untuk menikmati minuman kopi.

Dengan banyaknya keberadaan warung kopi di Kota Wellington, maka

masyarakat tidak akan mengalami kesulitan mencari tempat minum kopi di Kota

Wellington. Selanjutnya, sejak tahun 1990-an Amerika Utara dikenal sebagai

tempat lahirnya budaya minum kopi di Amerika Serikat dengan keberadaan

warung kopi yang terletak di hampir setiap blok kota. Di negara inilah perusahaan

warung kopi ternama (Strabucks) didirikan, tepatnya pada tahun 1971 di Kota

Seattle. Sementara itu, jauh sebelum warung kopi khusus pertama terkenal di

Amerika, orang-orang Turki sudah duluan menikmati hidup dengan budaya

warung kopi sejak tahun 1500-an (Mayrani, 2014).

Menilik dari budaya minum kopi di beberapa kota di dunia, budaya minum

kopi di Kota Banda Aceh saat ini mampu menjadikan warung kopi sebagai arena

terbaik untuk menikmati kopi, bersosialisasi hingga tercipta interaksi di dalamnya.

Keberadaan warung kopi di Banda Aceh selalu memberikan nuansa keterbukaan

bagi kehidupan masyarakatnya. Tradisi minum kopi ini merupakan salah satu

bentuk aktivitas dalam mengisi kekosongan waktu untuk beristirahat,

menghilangkan segala kepenatan, berkumpul hingga membentuk interaksi sosial

antar pengunjung warung kopi. Tradisi ini juga dilakukan sebagai media

silaturrahmi, media bisnis bahkan menjadi media tukar informasi lintas generasi.

Gambar 1.4

Antusiasme Masyarakat Banda Aceh Terhadap Aktivitas “Ngopi”

Sumber: seputaraceh.com

Diakses pada tanggal 12 juni 2014, pukul 06.12

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

4

Sebagian besar masyarakat Aceh hampir tidak pernah melepas hiruk pikuk

kesehariannya bersama warung kopi. Warung kopi telah menjadi sarana yang

penting bagi publik dalam menjalani hari disela-sela melakukan aktivitas rutin.

Tak ubahnya warung kopi di Banda Aceh terus menunjukkan wajah kehidupan

yang humanistik terhadap masyarakatnya.

Keberadaan warung kopi di Kota Banda Aceh juga memenuhi kebutuhan

masyarakat akan hal-hal baru yang tidak ditemui selain di warung kopi. Tak aneh

rasanya bila para pengunjung berkumpul mampu menciptakan suasana publik di

warung kopi. Warung kopi adalah sebuah wadah yang dapat memberikan tempat

bagi masyarakat Aceh untuk berkomunikasi satu sama lain (Mauriza, 1998).

Kondisi dimana orang-orang berinteraksi dengan cara berkomunikasi di warung

kopi. Warung kopi selalu dijadikan opsi untuk melakukan interaksi oleh

masyarakat Kota Banda Aceh. Sebenarnya orang-orang mengunjungi warung kopi

untuk mencari lawan bicara, sehingga tidak akan ditemukan warung kopi yang

luput dari hiruk-pikuk percakapan (Mauriza, 1998). Selain itu, tidak sedikit yang

mengakui bahwa warung kopi dapat memberikan berbagai inspirasi dan

informasi. Hal ini tidak lepas dari salah satu manfaat warung kopi yaitu sebagai

tempat menemukan ide dan gagasan.

Menurut Carmona, dkk (2010), menyebutkan bahwa dalam menentukan

relativitas ‘ke-publik-an’ suatu ruang, maka harus memenuhi tiga unsur yakni

kepemilikan fungsi, akses, dan kegunaan. Dalam hal ini ini, warung kopi di Banda

Aceh memiliki kepemilikan fungsi yang netral, dapat diakses oleh publik dan

digunakan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga

warung kopi kian menjelma sebagai ruang vital bagi kehidupan publik.

Keberagaman ini tak mengenal tingkat usia, jenis kelamin maupun status sosial

dan membuktikan bahwa warung kopi memiliki potensi kultural yang dapat

membawa masyarakat ke arah peremajaan sosial. Keberpihakan ruang publik pada

warung kopi di Kota Banda Aceh diyakini sangat erat pemanfaatannya sebagai

ruang publik dengan karakteristik masyarakat Aceh pada umumnya. Menurut

Madanipour (2003), sejauh ini masyarakat kota telah menafsirkan berbagai skala

ruang kota untuk digunakan sebagai ruang publik yang seharusnya dan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

5

sebelumnya mereka telah memahami bagaimana ruang-ruang publik tersebut

terbentuk. Untuk memenuhi kebutuhan akan nilai-nilai tersebut, dari sisi

keruangan salah satunya bisa dipenuhi dengan menghadirkan ruang publik yang

memadai di tengah perkotaan. Kualitas masyarakat ditentukan juga oleh

ketersediaan ruang publik yang memberikan kualitas dalam berinteraksi sosial,

penyaluran kegemaran yang pada akhirnya memberikan rasa nyaman, bahagia,

sekaligus menambah rasa cinta masyarakat untuk melakukan berbagai hal di

kotanya.

Hal ini tentu menarik untuk dikaji, keberadaan warung kopi yang terus

berkembang telah menjadi tempat berkumpulnya masyarakat dalam melakukan

rutinitas kesehariannya dengan latar belakang pengguna yang beragam. Seperti

yang telah disebutkan sebelumnya bahwa keberadaan warung kopi di Banda Aceh

sedemikian pentingnya dalam keseharian masyarakatnya. Bagi kaum muda

khususnya pelajar dan mahasiswa, warung kopi lebih dimanfaatkan untuk

mengerjakan tugas, diskusi kelompok, rapat organisasi. Sedangkan oleh kaum tua

warung kopi lebih dimanfaatkan sebagai tempat melakukan perbincangan berupa

opini-opini terkait dinamika politik, sosial ekonomi, dan kebubudayaan di Aceh,

perbincangan seputar urusan pekerjaan, serta tempat melakukan negosiasi dan

kesepakatan kerjasama bisnis. Selain itu, warung kopi di Kota Banda Aceh juga

menyajikan suasana kemeriahan dan euforia seperti kegiatan menonton

pertandingan sepakbola dan terselenggaranya berbagai event menarik di warung

kopi.

1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Ruang publik yang baik adalah sebuah tempat yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat untuk berinteraksi. Melihat perkembangan warung kopi di

Kota Banda Aceh saat ini telah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat.

Dalam melakukan berbagai aktivitas, masyarakat Kota Banda Aceh kerap sekali

dihadapkan dengan kegiatan ngopi. Dalam kegiatan ngopi tak jarang terjadi

pertukaran informasi, bahkan sering terjadi kesepakatan kerjasama mulai dari janji

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

6

lanjutan hingga tanda tangan kontrak. Kian jauh melangkah, anggapan

pemanfaatan warung kopi sebagai ruang publik semakin kuat sejalan dengan

semakin meningkatnya jumlah warung kopi di Kota Banda Aceh.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian mengenai pemanfaatan

warung kopi sebagai ruang publik di Kota Banda Aceh dirasa perlu untuk

dilakukan sehingga memunculkan sebuah pertanyaan penelitian, sejauh mana

keberadaan warung kopi di Kota Banda Aceh merepresentasikan pemanfaatannya

sebagai ruang publik?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah memverifikasi warung kopi di Banda Aceh dengan melihat sejauh mana

keberadaannya menjadi ruang publik.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan berbagai

manfaat bagi pemerintah maupun ilmu pengetahuan. Sebagai institusi terkait,

penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan maupun

alternatif pemikiran bagi penentu kebijakan dalam hal penyediaan ruang publik.

Kebijakan itu nantinya ditujukan agar ruang publik yang tersedia benar-benar

selaras dengan kebutuhan masyarakat akan ruang publik. Bagi ilmu pengetahuan,

manfaat hasil penelitian ini dapat menambah literatur mengenai konsep ruang

publik. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan masukan guna

merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan ruang publik.

1.5 Batasan Penelitian

Penyusunan penelitian ini memuat batasan secara spasial atau kawasan

penelitian dan batasan secara substansial atau materi penelitian. Penentuan

batasan penelitian digunakan sebagai batasan operasional pelaksana penelitian.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

7

1.5.1 Batasan Substansial

Batasan substansial dari penelitian ini adalah sebatas aspek ruang publik

yang diverifikasi pada warung kopi di Kota Banda Aceh dengan penilaian para

pengunjung terhadap kondisi di lokasi penelitian. Dengan begitu, peneliti dapat

mengetahui sejauh mana warung kopi menjadi ruang publik di Kota Banda Aceh

dengan melihat aspek ruang publik di dalamnya.

1.5.2 Batasan Spasial

Gambar 1.5

Lokasi Penelitian

Sumber: Google Maps Tahun 2013, dengan Modifikasi Peneliti

Secara umum kawasan penelitian ini dilakukan pada warung kopi yang

berada di Kota Banda Aceh. Namun, jumlah warung kopi yang terlalu banyak,

peneliti membatasi objek penelitian dengan batasan bahwa hanya warung kopi

yang berada di Kawasan Batoh, tepatnya di jalan Mr. Moh. Hasan. Hal ini

dikarenakan populasi warung kopi yang berada di Kota Banda Aceh sudah hampir

tidak terhitung jumlahnya atau banyak sekali. Selain itu, kawasan yang dipilih

sebagai lokasi penelitian sudah cukup untuk merepresentasikan karakteristik

warung kopi di seluruh penjuru Kota Banda Aceh.

Kota Banda Aceh

Kawasan Batoh

(Jl. Mr.Moh.Hasan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

8

1.5.3 Batasan Waktu

Dalam melakukan penelitian ini terdapat batasan waktu dalam melakukan

survei/observasi dan pengerjaan laporan hasil penelitian. Peneliti membutuhkan

waktu kurang lebih selama satu bulan dalam melakukan survei lapangan guna

memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan untuk penyelesaian penelitian

ini. Sementara itu, penyelesaian laporan penelitian ini membutuhkan waktu sekitar

dua bulan.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian ini berfokus pada identifikasi sejauh mana keberadaan warung

kopi menjadi ruang publik di Kota Banda Aceh. Sejauh pengetahuan peneliti,

penelitian mengenai ruang publik dan warung kopi telah dilakukan sebelumnya,

tetapi belum ada penelitian dengan fokus dan lokasi seperti yang dilakukan oleh

peneliti. Penelitian ini ditujukan untuk melihat sejauh mana pemanfaatan warung

kopi menjadi ruang publik di Kota Banda Aceh dengan melihat aspek ruang

publik di dalamnya.

Berikut penjabaran beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian

yang sedang dilakukan saat ini:

1. Lapangan Puputan Badung sebagai Ruang Kreatif Publik bagi

Pengembangan Kota Kreatif Denpasar

Oleh: Buana, Made Bhela Sanji (2013)

Penelitian ini membahas mengenai konsep ruang kreatif publik pada

Lapangan Puputan Badung di Kota Denpasar. Kemudian disimpulkan

sejauh mana Lapangan Puputan Badung memenuhi prinsip ruang kreatif

publik. Hasil Penelitian ini menjelaskan bahwa Lapangan Puputan Badung

telah menjadi ruang kreatif publik yang baik dan ditemukan beberapa faktor

utama yang menjadi kepentingan dalam mengunjungi Lapangan Puputan

Badung. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deduktif

kuantitatif dan kualitatif.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

9

2. Pemanfaatan Plaza Benteng Kuto Besak sebagai Ruang Publik di

Tepian Sungai Musi Kota Palembang

Oleh: Marliza, Winda (2014)

Fokus penelitian ini adalah menganalisis pemanfaatan ruang publik dari segi

aktivitas, pelaku, tempat, dan waktu (pola pemanfaatan) dan faktor-faktor

yang mempengaruhi pemanfaatan ruang publik dengan menggunakan teori

waterfront design character. Penelitian dilakukan dengan menggunakan

metode deduktif-kualitatif-deskriptif.

3. Ruang Publik Semu: Pusat Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik

Perkotaan di Kota Jakarta

Oleh: Riyadi, Fariz (2012)

Penelitian ini berfokus pada pusat perbelanjaan di Kota Jakarta sebagai

ruang publik. Kemudian penelitian ini menyimpulkan penggunaan pusat

perbelanjaan sebagai bentuk baru dalam kesemuan ruang publik di Kota

Jakarta. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa keberadaan pusat-pusat

perbelanjaan telah menjadi ruang publik di Kota Jakarta. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan metode induktif kualitatif.

4. Dualisme Tradisional-Modern pada Gaya Hidup Orang Aceh, Kasus

Warung Kopi di Banda Aceh

Oleh: Rahayu, Mutia (2013)

Penelitian ini berfokus pada hal-hal yang menjadi alasan terjadinya

dualisme pada keberadaan warung kopi di Banda Aceh. Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk dualisme tradisional-modern dalam

warung kopi di Banda Aceh dapat dikatakan berjalan beriringan. Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan metode induktif kualitatif.

5. Pemanfaatan Ruang Publik Kawasan 0 Km Kota Yogyakarta

Oleh: Sianida, Ferry (2012)

Penelitian ini berfokus pada pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh

masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kawasan 0 Km

Kota Yogyakarta. Kemudian penelitian ini menyimpulkan bahwa Kawasan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

10

0 Km merupakan ruang publik yang bebas digunakan oleh masyarakat

untuk berbagai kegiatan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

metode induktif kualitatif.

6. Hubungan Gaya Hidup Masyarakat Urban (Urban Lifesyle) terhadap

Tumbuh Kembang Warung kopi. Kasus: Kawasan Seturan Babarsari

Oleh: Sari, Dayu Ariesta Kirana (2010)

Fokus dari penelitian ini adalah bagaimana gaya hidup masyarakat

mempengaruhi perkembangan warung kopi di Kawasan Seturan Babarsari.

Masih diperlukan amatan lebih lanjut mengenai keberlanjutan warung kopi

terhadap perubahan gaya hidup. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan metode induktif kualitatif.

7. Penggunaan Ruang Alun-Alun Kota Magelang sebagai Ruang Publik

Oleh: Widyaningrum, Maria Prasasti Ragil Putri (2010)

Penelitian ini berfokus pada penggunaan ruang alun-alun sebagai ruang

publik untuk aktivitas masyarakat dan hal-hal yang berkaitan dengan

penggunaan ruang tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan

bahwa alun-alun Kota Magelang merupakan salah-satu bentuk ruang publik

untuk melakukan beragam aktivitas yang bersifat rekreatif. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

8. Tingkat Keberhasilan Taman Denggung di Kabupaten Sleman, D.I.

Yogyakarta sebagai Ruang Publik

Oleh: Indriani, Yuvita (2013)

Penelitian ini berfokus pada pengidentifikasian pada Taman Denggung

terhadap tingkat keberhasilannya sebagai ruang publik di Kabupaten

Sleman. Hasil identifikasi tersebut menyimpulkan bahwa saat ini Taman

Denggung dapat dijadikan salah-satu contoh sebagai ruang publik yang

berhasil sebagai destinasi wisata dan penunjang kebutuhan perkotaan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

11

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No. Judul Penelitian Penulis Lokasi Fokus Metode

Penelitian Hasil Penelitian

1

Lapangan Puputan Badung sebagai

Ruang Kreatif Publik bagi

Pengembangan Kota Kreatif

Denpasar (Skripsi)

Made Bhela Sanji

Buana

(2013)

Bali Verifikasi aspek ruang kreatif publik pada

Lapangan Puputan Badung

Deduktif-

kuantitatif-

kualitatif

Lapangan puputan badung terbukti

memenuhi kriteria ruang kreatif publik

2

Pemanfaatan Plaza Benteng Kuto

Besak sebagai Ruang Publik di

Tepian Sungai Musi Kota Palembang

(Skripsi)

Winda Marliza

(2011) Palembang

Menganalisis pemanfaatan ruang publik

dari segi aktivitas, pelaku, tempat, dan

waktu (pola pemanfaatan) dan faktor-

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan

ruang publik dengan menggunakan teori

waterfront design character.

Deduktif

Kualitatif

Pemanfaatan Plaza Benteng Kuto Besak

cenderung mengarah pada kegiatan

rekreasi, sehingga intensitas kunjungan

hanya dilakukan pada hari-hari libur saja.

3

Ruang Publik Semu: Pusat

Perbelanjaan Sebagai Ruang Publik

Perkotaan di Kota Jakarta (Skripsi)

Fariz Riyadi

(2012) Jakarta Pusat perbelanjaan sebagai ruang publik

Induktif

Kualitatif

Permintaan masyarakat perkotaan

mendorong penggunaan pusat perbelanjaan

sebagai bentuk baru dalam kesemuan ruang

publik di Kota Jakarta

4

Dualisme Tradisional-Modern pada

Gaya Hidup Orang Aceh, Kasus

Warung Kopi di Banda Aceh

Mutia Rahayu

(2013) Banda Aceh

Hal-hal yang menjadi alasan terjadinya

dualisme pada keberadaan warung kopi di

Banda Aceh

Kualitatif

Warung kopi merupakan salah satu tempat

yang penting bagi masyarakat Banda Aceh.

Selain sebagai sentral informasi, warung

kopi juga dapat merepresentasikan gaya

hidup masayarakat Aceh.

Bersambung..

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72787/potongan/S1...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara spesifik Aceh memiliki keistimewaan pada

12

No. Judul Penelitian Penulis Lokasi Fokus Metode

Penelitian Hasil Penelitian

5 Pemanfaatan Ruang Publik Kawasan

0 Km Kota Yogyakarta

Ferry Sianida

(2012) Yogyakarta

Pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh

masyarakat dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya di Kawasan 0 Km Kota

Yogyakarta

Induktif-

Kualitatif

Kawasan 0 Km merupakan ruang publik

yang bebas digunakan oleh masyarakat

untuk berbagai kegiatan

6

Hubungan Gaya Hidup Masyarakat

Urban (Urban Lifesyle) terhadap

Tumbuh Kembang Warung kopi.

Kasus: Kawasan Seturan Babarsari

(Skripsi)

Dayu Ariesta

Kirana Sari

(2010)

Seturan,

Babarsari,

Yogyakarta

Pengaruh urban lifestyle terhadap

perkembangan warung kopi

Induktif

Kualitatif

Masih diperlukan amatan lebih lanjut

mengenai keberlanjutan warung kopi

terhadap perubahan gaya hidup

7

Penggunaan Ruang Alun-Alun Kota

Magelang sebagai Ruang Publik

(Skripsi)

Maria Prasasti

Ragil Putri

Widyaningrum

(2010)

Kota

Magelang

Penggunaan ruang alun-alun sebagai ruang

publik untuk aktivitas masyarakat dan hal-

hal yang berkaitan dengan penggunaan

ruang tersebut

Induktif-

Deskriptif

eksploratif

Alun-alun Kota Magelang merupakan salh-

satu bentuk ruang publik untuk melakukan

beragam aktivitas yang bersifat rekreatif

8

Tingkat Keberhasilan Taman

Denggung di Kabupaten Sleman,

D.I. Yogyakarta sebagai Ruang

Publik (Skripsi)

Yuvita Indriani

(2013)

Kabupaten

Sleman

Identifikasi tingkat keberhasilan Taman

Denggung sebagai ruang publik

Deduktif-

Kualitatif

Taman Denggung dapat dijadikan salah-

satu contoh sebagai ruang publik yang

berhasil seabagi destinasi wisata dan

penunjang kebutuhan perkotaan

Sumber: Hasil Konstruksi Peneliti, 2014