BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89025/potongan/...3 (a)...

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klasifikasi data citra satelit penginderaan jauh (remote sensing), dalam hubungannya dengan kemajuan teknologi remote sensor, menjadi suatu persoalan yang menantang. Apalagi jika citra satelit tersebut dengan resolusi rendah, maka yang menjadi persoalan adalah dalam hal analisis. Perubahan tingkat resolusi dapat berpengaruh dalam pengklasifikasian suatu obyek atau citra yang diamati. Resolusi merupakan kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978). Resolusi spasial (Richards dan Jia, 2006) digambarkan dengan ukuran piksel, yang merupakan ukuran terkecil obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin halus/tinggi tingkat resolusi maka semakin jelas atau semakin kecil ukuran obyek yang dapat terdeteksi dalam sebuah citra satelit penginderaan jauh, dan semakin mudah membedakannya secara visual. Di samping itu, struktur-struktur yang ada di dalam citra juga dapat dianalisis secara rinci. Ukuran ini menunjukkan bahwa obyek yang lebih kecil dari resolusi spasial tidak akan dapat dikenali atau direpresentasikan sebagai obyek itu sendiri secara individual. Obyek tersebut akan tercatat sebagai satu sel penyusun citra.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89025/potongan/...3 (a)...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Klasifikasi data citra satelit penginderaan jauh (remote sensing), dalam

hubungannya dengan kemajuan teknologi remote sensor, menjadi suatu persoalan

yang menantang. Apalagi jika citra satelit tersebut dengan resolusi rendah, maka

yang menjadi persoalan adalah dalam hal analisis. Perubahan tingkat resolusi

dapat berpengaruh dalam pengklasifikasian suatu obyek atau citra yang diamati.

Resolusi merupakan kemampuan suatu sistem optik-elektronik untuk

membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral

mempunyai kemiripan (Swain dan Davis, 1978). Resolusi spasial (Richards dan

Jia, 2006) digambarkan dengan ukuran piksel, yang merupakan ukuran terkecil

obyek yang masih dapat dideteksi oleh suatu sistem pencitraan. Semakin

halus/tinggi tingkat resolusi maka semakin jelas atau semakin kecil ukuran obyek

yang dapat terdeteksi dalam sebuah citra satelit penginderaan jauh, dan semakin

mudah membedakannya secara visual. Di samping itu, struktur-struktur yang ada

di dalam citra juga dapat dianalisis secara rinci. Ukuran ini menunjukkan bahwa

obyek yang lebih kecil dari resolusi spasial tidak akan dapat dikenali atau

direpresentasikan sebagai obyek itu sendiri secara individual. Obyek tersebut akan

tercatat sebagai satu sel penyusun citra.

2

Sedangkan resolusi spektral adalah kemampuan suatu sistem optik-

elektronik untuk membedakan obyek berdasarkan pantulan atau pancaran

spektralnya. Semakin banyak dan sempit band yang digunakan maka semakin

tinggi kemungkinannya dalam mengenali obyek berdasarkan respon spektralnya,

dan jika semakin banyak jumlah bandnya, maka semakin tinggi resolusi

spektralnya.

Menurut Sutanto (1999), bahwa resolusi spasial menggambarkan rincian

data tentang obyek yang dapat dideteksi dari suatu sistem penginderaan jauh, dan

resolusi spektral menunjukkan rincian spektrum elektromagnetik yang digunakan

di dalam suatu sistem penginderaan jauh.

Gambar 1.1 menyajikan dua dataset, berturut-turut dengan resolusi spasial

rendah dan resolusi spasial tinggi. Gambar 1.1(a), Wilayah Yogyakarta, dengan

struktur kota yang tidak teridentifikasi karena tingkat resolusi rendah (30 meter).

Gambar 1.1(b) adalah bagian kecil dari Gambar 1.1(a), dengan resolusi 50 kali

lebih besar (0,6 meter). Dengan peningkatan atau penghalusan resolusi, maka

struktur-struktur kota, seperti jalan, bangunan gedung besar, rumah hunian,

lahan hijau, jembatan, mobil, dan lain-lain, sudah dapat diakses dan dibedakan

secara visual. Selanjutnya, dengan resolusi spektral yang tinggi akan

mengakibatkan analisis terhadap struktur akan lebih rinci. Sebagai contoh, data

hiperspektral citra Hyperion di atas wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, terdiri

dari 242 band spektral, dan di antaranya seperti dalam Gambar 1.2. Dengan

banyaknya band spektral ini, akan lebih memungkinkan uraian struktur setiap

dataset secara rinci.

3

(a) (b)

Gambar 1.1 Citra satelit: (a) Hyperion di atas area Yogyakarta dan sekitarnya –

resolusi spasial 30 m; (b) Data Quickbird bagian Yogyakarta –

resolusi spasial 0,6 m

(a) (b)

Gambar 1.2 Citra satelit Hyperion di atas area Yogyakarta:

(a) Band 15 (Band 3, rev), (b) Band 114 (Band 58, rev)

4

Resolusi spasial terkait dengan klasifikasi fitur, yaitu semakin besar resolusi

spasial sebuah citra remote sensing, maka semakin baik melakukan klasifikasi

terhadap obyek yang ada di dalamnya, sedangkan resolusi spektral diperlukan

untuk pereduksian dimensi. Semakin tinggi resolusi spektral dari suatu citra

remote sensing, maka semakin banyak dimensinya. Akibatnya, penggunaan

metode pereduksian fitur dari dimensi tersebut semakin diperlukan, yang

manfaatnya, terutama untuk analisis lebih lanjut, seperti klasifikasi.

Data citra remote sensing dikarakterisasi dengan data yang dapat dipandang

sebagai koleksi spektra (domain spektral) di mana setiap piksel merupakan vektor

dan komponennya adalah nilai-nilai reflektansi (pantulan) pada panjang

gelombang tertentu, dan sekaligus dapat dianggap sebagai koleksi citra (domain

citra/spasial) yang diperoleh pada panjang gelombang yang berbeda.

Upaya pertama untuk menganalisis data remote sensing dengan

menggunakan metodologi, seperti teknik pengembangan lahan, berdasarkan

pemodelan sinyal, dikemukakan Landgrebe (2003). Setiap vektor piksel

digunakan sebagai sinyal, dan sinyal itu didasarkan pada algoritma pemrosesan,

yang lebih banyak berdasarkan pemodelan statistika. Pendekatan tradisonal dalam

mengklasifikasi data remote sensing bisa diringkas seperti dalam Landgrebe

(2005), dari dataset asli, tahapan membuat seleksi/reduksi fitur sesuai kelas yang

dipelajari, kemudian melakukan klasifikasi menggunakan fitur terekstraksi ini.

Jika data sampel (data latih) yang diperoleh sedikit, maka umumnya dilakukan

prosedur iteratif, dengan menambahkan sampel yang semi-label, yaitu sampel

5

yang tidak berlabel setelah tahap klasifikasi tertentu kemudian diberi label, pada

data latih yang sesuai kriteria tertentu.

Dimensi dalam citra remote sensing dikenal dengan band (saluran); untuk

sensor hiperspektral dalam suatu wilayah, dapat mengumpulkan lebih dari ratusan

band spektral sekaligus, dengan resolusi spasial yang lebih besar, misalnya 1,5

meter, sedangkan untuk data multispektral terdapat puluhan band, serta sensor

pankromatik hanya ada satu band.

Permasalahan dimensionalitas secara tradisional (Landgrebe, 2003), dapat

diselesaikan dengan menggunakan algoritma ekstraksi fitur (FE). Di samping itu,

ada juga teknik tak terkontrol (unsupervised) standar seperti principal component

analysis atau analisis komponen utama (AKU) dan independent component

analysis (ICA), dan teknik terkontrol (supervised) di antaranya discriminant

analysis feature extraction (DAFE), decision boundary feature extraction

(DBFE), dan non-parametric weighted feature extraction (NWFE).

Kesulitan-kesulitan dalam menganalisis data citra remote sensing di

antaranya adalah, persoalan data yang berukuran besar, ketepatan permukaan

bumi yang terbatas, perlunya informasi spasial/kontekstual, dan kesulitan

mengekstraksi informasi spasial (Fauvel, 2007). Kesulitan lain adalah sifat-sifat

data itu sendiri, misalnya, resolusi spektral dan resolusi spasial yang telah

mengalami peningkatan luar biasa sejak tahun 1970-an, dan juga daerah cakupan

sensor, serta peningkatan masing-masing nilai spektral (dari 8-bit hingga 16-bit).

Hal ini berakibat kesesuaian algoritma, untuk jenis data tertentu belum dapat

dipastikan sama terhadap jenis data yang lain. Misalnya, suatu model statistika

6

tertentu dapat dilakukan dengan baik untuk suatu sensor tertentu, tetapi belum

bisa dipastikan sesuai bagi sensor lainnya.

Dalam penelitian ini dipelajari reduksi dan klasifikasi fitur. Untuk reduksi

dimensi dilakukan dengan metode analisis komponen utama kernel (AKUK),

namun, karena pada umumnya masalah dalam domain dunia nyata (real world

problem) jarang yang bersifat linear-separable, dan kebanyakan bersifat non-

linear, sedangkan kinerja AKU belum optimal untuk data non-linear, apalagi data

citra satelit yang digunakan dalam penelitian ini diasumsikan berdimensi tinggi

(hiperspektral) dan non-linear. AKUK adalah AKU yang diaplikasikan pada data

input yang telah ditransformasi ke ruang fitur. Kajian AKUK ini difokuskan pada

terbentuknya matriks kernel, sebagai representasi matriks kovariansi. Penelitian

ini juga dilanjutkan dengan melakukan klasifikasi terhadap citra remote sensing,

menggunakan metode pengklasifikasi dengan fungsi regresi kernel.

1.2 Tinjauan Pustaka

Studi pendahuluan yang telah dilakukan, adalah mencari berberapa literatur

sebagai bahan referensi. Dalam kaitan dengan klasifikasi citra penginderaan jauh,

kajian yang telah dilakukan adalah peranan AKU untuk mengekstraksi fitur

(obyek) dapat memberikan pemahaman klasifikasi yang memadai (Djakaria, dkk,

2010b), dan klasifikasi terhadap obyek yang berukuran kecil (Djakaria, 2012),

serta perbandingan antara hasil ekstraksi fitur melalui AKU (dan AKUK)

(Djakaria, dkk, 2011). Sehingga, untuk melihat tingkat pemahaman yang

dimaksud di atas, perlu kajian lebih lanjut, terutama menyangkut tingkat akurasi.

7

AKU, adalah suatu metode yang banyak digunakan untuk mereduksi

sejumlah dimensi, misalkan p, dari sekumpulan data (variabel) observasi, menjadi

k variabel baru, dengan k p. Setiap k variabel baru hasil reduksi merupakan

kombinasi linear dari p variabel asal, dengan variansi yang dimiliki oleh p

variabel asal, sebagian besar dapat diterangkan oleh k variabel baru. AKU telah

dipelajari sejak awal abad 20, Pearson tahun 1901 dan Hotelling tahun 1935 telah

mempelajarinya melalui metode komputasi praktis (Tipping dan Bishop, 1999).

Perkembangan AKU begitu pesat, terutama penerapannya dalam berbagai bidang,

misalnya bidang kesehatan, biologi, lingkungan, pemrosesan citra, dan lain-lain,

sehingga menjadi suatu metode yang sangat baik untuk mereduksi sejumlah

variabel yang berdimensi lebih tinggi dan nonlinear, dengan menggunakan fungsi

kernel. Metode ini dikenal dengan AKUK.

AKUK banyak dibahas para ilmuwan, seperti Schölkopf, dkk (1998), yang

membandingkan manfaat AKUK dalam ruang fitur untuk pattern recognition

dengan menggunakan sebuah pengklasifikasi linear, dan menemukan dua manfaat

AKUK. Pertama, komponen utama (KU) nonlinear memberikan evaluasi

recognition terbaik dibandingkan dengan jumlahan KU linear yang bersesuaian;

dan kedua, pembentukan komponen nonlinear dapat lebih dikembangkan dengan

menggunakan komponen yang lebih banyak daripada dalam kasus linear yang

bersesuaian. Bahasan ini masih seirama dengan Yang, dkk (2004), yang

menganggap AKUK sebagai perluasan AKU. Menurut Yang, dkk, AKU

merupakan salah satu teknik klasik untuk menguraikan fitur linear, sedangkan

AKUK adalah salah satu metode yang menguraikan fitur nonlinear.

8

Bahasan Schölkopf, dkk ini telah menjadi rujukan banyak penulis, lihat saja,

misalnya Weinberger, dkk (2004), mengaitkan AKUK dengan matriks kernel

untuk mereduksi dimensi nonlinear, dan menurut Wu, dkk (2004), AKUK dapat

digunakan untuk memperoleh representasi dimensi rendah dari input dimensi

tinggi, sedangkan Mika, dkk (1999), berpandangan bahwa AKUK baik sekali

digunakan untuk mengekstrak struktur data nonlinear, dan masih banyak lagi.

Proses ini bertujuan untuk mempertimbangkan kendala nonlinear, dan untuk

memperjelas hubungan antara perluasan ruang fitur dengan pola (pattern) yang

sangat berarti (meaningful) dalam input space. Pada awalnya, AKUK memetakan

data ke dalam ruang fitur melalui suatu fungsi yang umumnya nonlinear, dan

selanjutnya membentuk AKU linear pada data hasil pemetaan.

Seperti halnya dengan AKU, AKUK juga bertujuan untuk mereduksi

sejumlah dimensi variabel agar menjadi lebih sederhana, dengan tidak

mengurangi informasi yang ada di dalam variabel sebelumnya. Prosedur ini lebih

dikenal dengan retain variances. Zhou (2003) menyajikan suatu analisis

probabilistik dari komponen utama kernel (KUK) dengan menyatukan teori AKU

probabilistik dan AKUK. Prosedur ini ditunjukkan, selama komponen kernel

mengembangkan pemodelan fungsi power (kuasa) nonlinear yang memberikan

struktur probabilistik. Di samping itu, AKUK (Zwald dan Blanchard, 2005)

bertujuan untuk menemukan kembali suatu subruang dimensi tertentu, dari ruang

Hilbert, sehingga suatu proyeksi pada subruang tersebut mempunyai harga mutlak

rata-rata kuadrat maksimum.

9

AKU, dan varian nonlinearnya, AKUK, adalah algoritma yang digunakan

secara luas dalam analisis data. Semuanya diekstrak dari ruang vektor di mana

data itu berada, suatu basis yang disesuaikan dengan data yang bervariansi

maksimum. Penerapannya sangat bervariasi, berkisar dari reduksi dimensional,

hingga denoising. Penerapan AKU dalam suatu ruang fungsi yang dibandingkan

dengan suatu ruang vektor pertama-tama diusulkan oleh Besse pada tahun 1979,

dalam sebuah disertasi program Ph.D di Universitas Toulouse, Prancis (Zwald,

dkk, 2004). AKUK merupakan suatu contoh metode yang telah memotivasi

pemahaman tentang AKU sehingga dapat mengabaikan batasan (persyaratan)

AKU linear dengan baik (Schölkopf, dkk, 1998).

Dibandingkan dengan metode lain untuk AKU nonlinear, seperti multi-layer

perceptron (MLP) autoassosiatif dengan sebuah bottleneck layer hidden atau

kurva utama (Schölkopf, dkk, 1998; dan Schölkopf & Smola, 2002), AKUK

mempunyai keunggulan manfaat dengan tidak melibatkan optimisasi nonlinear. Di

sini hanya memerlukan penyelesaian masalah nilai eigen seperti pada kasus AKU

standar. Selain itu, jika dibandingkan dengan kebanyakan jenis neural network

AKU (Oja dalam Schölkopf , dkk, 1998; Schölkopf & Smola, 2002), maka

AKUK berfungsi untuk memberikan suatu informasi (pemahaman) yang lebih

baik dari jenis fitur nonlinear yang diekstrak, yaitu komponen-komponen utama

dalam ruang fitur yang ditetapkan sebelum pemilihan fungsi kernel. Dalam hal ini,

spesifikasi jenis nonlinearitas masih sangat luas, yang seluruhnya memilih ruang

fitur (dimensi tinggi), tetapi bukan ruang bagian yang relevan yang dilaksanakan

secara otomatis.

10

Yao, dkk (2015) mengaplikasikan AKUK aditif tergeneralisasi guna

melakukan monitoring sekumpulan proses.

Dalam aplikasi pada data remote sensing, AKU (Danoedoro, 1996)

merupakan teknik rotasi yang sangat spesifik, yang diterapkan pada sistem

koordinat multiband (saluran atau dimensi yang banyak, bahkan lebih dari 3

dimensi) sehingga menghasilkan sumbu-sumbu baru atau citra baru dengan

jumlah band yang lebih sedikit, dengan demikian AKU mampu mereduksi

dimensi data. Sedangkan menurut Fauvel (2007), AKU memerankan sebuah

aturan penting dalam pemrosesan citra remote sensing. Meskipun demikian

batasan teoritik untuk analisis data hiperspektral yang telah ditunjukkan dalam

situasi praktis pada hasil-hasil yang diperoleh menggunakan AKU, masih

kompetitif untuk tujuan klasifikasi. Keunggulan dari AKU adalah tidak terlalu

kompleks di dalam hal analisis dan tidak adanya parameter yang diperhatikan.

Namun, AKU hanya berperan di dalam statistik orde kedua, yang dapat

membatasi efektivitas metode ini. Untuk mengatasi kelemahan ini, disajikan versi

AKU nonlinear, yakni AKUK, yang dapat bekerja pada statistik order lebih tinggi.

Tan, dkk (2006), merencanakan untuk menggunakan algoritma AKUK pada

data ilmu kebumian real seperti sea surface temperature (SST) atau normalized

difference vegetation index (NDVI). Informasi yang dihasilkan dari AKUK dapat

berkorelasi dengan sinyal seperti Southern Oscilation Index (SOI) untuk

menentukan keterhubungan dengan fenomena El Nino. AKUK dapat digunakan

untuk menemukan korelasi data nonlinear yang kemungkinan tidak dapat

ditemukan menggunakan AKU standar. Informasi atau data yang dihasilkan

11

menggunakan AKUK meliputi fitur data nonlinear. Fitur-fitur ini berkorelasi

dengan sinyal spasial-temporal yang dapat menemukan hubungan nonlinear.

AKUK memberikan peningkatan analisis dataset yang memiliki struktur

nonlinear.

Bajwa, dkk (2009) dan Bajwa dan Hyder (2005) mengklasifikasi citra awan

dengan lapisan tunggal menggunakan AKU serta membandingkannya dengan

AKUK. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi, pengumpulan data,

penormalisasian citra awan, mendefinisikan kelas-kelas awan, mengklasifikasi

jenis awan, mengevaluasi tingkat akurasi, dan membandingkannya dengan

teknologi yang lain.

Manfaat aplikasi pengklasifikasian struktur wilayah perkotaan (Netzband,

dkk, 2005) adalah algoritma klasifikasi dapat digunakan untuk membuat peta

tematik, tentang evolusi pertumbuhan wilayah perkotaan. Pada tingkat resolusi

rendah, klasifikasi hanya memungkinkan untuk mengekstrak jaringan kota dalam

mengevaluasi hubungan antara setiap zona kota (pinggiran kota, tengah, dan lain-

lain). Hal ini merupakan manfaat terhadap pemetaan dan pengklasifikasian.

Manfaat terhadap manajemen risiko, yaitu, dengan mengidentifikasi daerah

perumahan (pemukiman), daerah komersial, dan daerah industri, akan

memungkinkan untuk menganalisis sensitivitas dari sebuah kota yang berisiko

alam. Analisis geofisika memungkinkan untuk mendapatkan pengetahuan yang

lebih akurat tentang bahaya geologi yang mungkin terjadi. Remote sensing dapat

bermanfaat, antara lain dengan menganalisis tata ruang kota, seperti wilayah

padat, daerah terbuka, dan lain-lain, maka dapat membuat pemetaan masalah

12

sosial, dan distribusi layanan kritis (misalnya rumah sakit, sekolah) dapat

dipelajari.

Di atas telah dikemukakan, bahwa modifikasi yang tidak hanya

menggunakan algoritma klasifikasi piksel, akan tetapi juga algoritma piksel

tetangganya, adalah modifikasi dengan memasukkan informasi kontekstual.

Algoritma klasifikasi ini tidak banyak memanfaatkan informasi spasial yang

terdapat pada data remote sensing, dengan alasan pada umumnya data resolusi

spasial yang rendah. Namun, data dengan resolusi spasial tinggi memuat

informasi kontekstual yang banyak, karena dengan sebuah piksel yang diberikan

maka dapat diekstrak ukuran, bentuk dan distribusi tingkat kekaburan (gray-scale)

dari strukturnya. Hal ini merupakan cara mendiskriminasi beberapa struktur yang

dibuat dari materi yang sama. Sebagai contoh, menurut Fauvel (2007), jika

informasi spektral saja yang digunakan, maka atap dari rumah pribadi dan gedung

besar akan terdeteksi sebagai jenis struktur yang sama, tetapi dengan

menggunakan informasi spasial, akan memungkinkan klasifikasi dua obyek itu ke

dalam dua kelas terpisah. Jelasnya adalah, diperlukan sebuah pengklasifikasi

spektral/spasial secara simultan untuk mengklasifikasi data satelit penginderaan

jauh daerah perkotaan dengan lebih baik. Jackson dan Landgrebe (2002) juga

telah merencanakan suatu pengklasifikasi statistik iteratif berdasarkan pemodelan

Markov random fields (MRF) konvensional. Namun, pemodelan MRF mengalami

kesulitan karena resolusi spasial yang tinggi, di mana piksel-piksel yang

berdekatan sangat berkorelasi sehingga definisi sistem standar kedekatannya tidak

memuat sampel yang cukup efektif. Kelemahannya, sistem kedekatan yang besar

13

memerlukan komputasi yang sulit, sehingga dapat mengurangi manfaat

pemodelan MRF konvensional. Demikian pula dengan algoritma-algoritma yang

berdasarkan MRF secara tradisional, memerlukan tahapan-tahapan optimasi

iteratif, yang membutuhkan waktu yang cukup lama, dan berakibat penggunaan

informasi spasial tidak menghasilkan peningkatan akurasi klasifikasi.

Tinjauan di atas merupakan kajian dari segi pereduksian fitur melalui AKU

dan AKUK, sedangkan kajian tentang pengklasifikasian dan pendeteksian fitur

diuraikan berikut.

Benediktsson, dkk (2003) menggunaan filter morfologi sebagai cara

alternatif untuk melakukan klasifikasi bersama. Filter morfologi memungkinkan

untuk menganalisis tetangga suatu piksel menurut struktur dari mana ia berasal

dibandingkan dengan mendefinisikan keteraturan tetangga yang ditetapkan untuk

setiap piksel. Pendekatan ini telah memberikan hasil yang baik untuk berbagai

data perkotaan (lihat pula Benediktsson, dkk, 2005).

Apabila data terdiri dari ruang vektor berdimensi tinggi maka akan muncul

persoalan praktis dan persoalan teoritis, dan yang paling utama adalah kesulitan

dalam estimasi statistika dan banyaknya informasi komponen vektor (Fauvel,

2007). Dalam persoalan dimensionalitas dari vektor fitur, perlu adanya kehati-

hatian karena akan lebih membuat rumitnya persyaratan serta menambah

informasi kontekstual pada informasi spektral data asli. Meskipun demikian,

pendekatan tradisional sebagaimana metode statistika dan metode neural bisa

gagal dengan data berdimensi tinggi, sehingga tidak sesuai dengan penggunaan

informasi spasial yang ada.

14

Berbagai proses pencitraan, seperti keterhubungan pola, teknik pengenalan,

dan metodologi yang digunakan adalah untuk menganalisis informasi yang

terdapat dalam citra (Bajwa, dkk, 2009). Teknologi yang digunakan dapat

dibedakan dalam dua bagian, yaitu yang digunakan untuk pendekatan statistika

dan pendekatan non statistika. Metodologi statistika, seperti Fisher discriminant

analysis (FDA) (Joo, 2003), radial basis function neural network (RBFNN)

(Hongtao, dkk, 1997), dan support vector machines (SVM) (Cao, dkk, 2004)

dapat digabungkan untuk melakukan analisis terhadap citra remote sensing.

Sedangkan untuk teknik non-statistika, pendekatan yang sering digunakan untuk

pemrosesan citra adalah neural network (Ou, dkk, 1999; Barsi dan Heipke, 2003).

Metodologi-metodologi yang digunakan mempunyai beberapa keterbatasan,

antara lain, memerlukan waktu latih yang lebih lama, lebih mengeksploitasi waktu

pemrosesan, dan keterbatasan akurasi sekitar 70% (Haykin, 1999). Penurunan

tingkat akurasi ini sering akan menurunkan klasifikasi citra remote sensing,

sehingga akan mengurangi ketelitian dalam identifikasi.

Klasifikasi data citra hiperspektral terhadap fase pertumbuhan tanaman padi

dilakukan Darmawan, dkk (2011), dengan teknik spectral angle mapper (SAM).

Dengan teknik ini, perbedaan fase pertumbuhan tanaman padi dapat dengan

mudah dilakukan sehingga untuk masa yang akan datang dapat diaplikasikan

untuk estimasi produksi pada kurun waktu tertentu.

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan antara lain Fauvel (2007), tentang

metode spektral dan spasial untuk mengklasifikasi data penginderaan jauh di atas

wilayah perkotaan. Untuk mengklasifikasi fitur atau obyek-obyek pada wilayah

15

perkotaan, Fauvel menggunakan metode morphological profile (MP) dan

derivative morphological profile (DMP). MP terdiri dari profil bukaan (opening

profile, OP) dan profil tutupan (closing profile, CP), sedangkan DMP adalah

derivatif MP.

Kesimpulan dari penelitiannya, bahwa terdapat dua strategi umum, pertama,

digunakan dua langkah pendekatan, dimana pada langkah pertama, menggunakan

fakta bahwa AKU meminimalkan kesalahan rekonstruksi dalam mengekstraksi

citra representatif dari data dan melakukan analisis spasial pada fitur terekstraksi,

merupakan pendekatan yang baik untuk mencapai tujuan klasifikasi. Sedangkan

pada langkah kedua, adalah meliputi klasifikasi data menggunakan fitur spektral

dan fitur spasial terekstraksi. Penggunaan support vector machines (SVM)

memberikan solusi masalah yang berkaitan dengan dimensi data hiperspektral dan

data latih ukuran sedikit. Untuk MP, sebuah vektor dibuat menggunakan fitur

spasial yang terekstraksi, dan untuk spektro-spasial SVM, didefinisikan sebuah

kernel yang menggunakan kedua informasi, spektral dan spasial. Selain itu,

pembobotan parameter yang mengontrol pengaruh setiap jenis informasi yang ada

dalam kernel yang dipilih. Hasil eksperimen menunjukkan akurasi yang sangat

baik dan perilaku yang saling melengkapi dua pendekatan klasifikasi. Pendekatan

morfologis mengekstrak fitur geometris lebih informatif daripada yang didasarkan

pada filterisasi daerahnya sendiri. Dengan demikian pendekatan morfologis lebih

sesuai untuk daerah perkotaan, sedangkan pendekatan berdasarkan filter

komplementer diri lebih cocok untuk peri-urban.

16

Strategi kedua, adalah berdasarkan penggabungan data. Pada awalnya

diselidiki penggabungan hasil dari beberapa pengklasifikasi. Hasil yang baik

dalam hal akurasi klasifikasi yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh dari masing-masing pengklasifikasi. Fitur spektral dan fitur spasial dari

daerah yang sama dianggap sebagai dua data terpisah, kemudian dilakukan

penggabungan sebelum klasifikasi, yang bertujuan untuk memasukkan lebih

banyak informasi spektral.

Di Indonesia, penelitian yang menggunakan metode AKU, terhadap data

remote sensing, antara lain Wicaksono (2008) menyelidiki tingkat kesehatan

terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa, dengan menggunakan transformasi

AKU, membandingkan kemampuan citra Landsat 7 ETM+ dan citra ASTER.

Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa, dengan beberapa kombinasi KU,

ternyata citra Landsat 7 ETM+ masih lebih unggul dibandingkan dengan citra

ASTER. Serupa dengan Wicaksono, Palapa (2002) mengidentifikasi dan

memetakan terumbu karang di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, dengan

menggunakan metode AKU pada citra hiperspektral CASI 15 band, dengan

tingkat akurasi citra KU1 sebesar 57%, KU2 35,5%, dan KU3 45%.

Farda (2008), mengkaji klasifikasi obyek berdasarkan segmentasi untuk

menganalisis citra dengan resolusi spasial tinggi, tidak menggunakan metode

AKU atau AKUK, melainkan metode klasifikasi berorientasi obyek menggunakan

segmentasi, seperti, K-Means image clustering, K-Means region clusterer, fuzzy

C-Means image clustering, simple region growing, statistical region merging, dan

mean shift, dan membandingkannya dengan citra tanpa segmentasi menggunakan

17

metode klasifikasi minimum distance to mean. Dari penelitiannya, diperoleh

klasifikasi citra hasil segmentasi mampu meningkatkan akurasi dengan baik.

Berdasarkan informasi yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini

dilakukan pendeteksian matriks kovariansi melalui transformasi AKU dan matriks

kernel melalui transformasi AKUK, untuk kernel yang dipilih. Selanjutnya

pekerjaan difokuskan pada pengklasifikasian obyek-obyek yang ada, dengan

menggunakan metode klasifikasi fungsi RKUK.

Perbedaan dengan penelitian terdahulu, adalah penggunaan fungsi RKUK

untuk kernel RBF, sebagai fungsi pengklasifikasi dengan metode klasifikasi biner.

Di samping itu, kajian piksel-piksel dari obyek remote sensing. Kalau pada

penelitian tentang remote sensing dengan transformasi AKU, lebih

menitikberatkan pada pereduksian terhadap dimensi, maka untuk metode fungsi

regresi kernel dengan AKUK ini, lebih memperhatikan matriks kernel yang

terbentuk. Hasil pereduksian dimensi untuk AKUK tidak terlalu dipertimbangkan,

melainkan lebih memperhatikan matriks kernel yang terbentuk.

Selanjutnya, hasil ekstraksi fitur sebagai hasil transformasi piksel dengan

AKUK akan dibagi dalam piksel (data) latih dan data uji.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan beberapa permasalahan

dengan rumusan sebagai berikut:

i. Bagaimanakah peranan algoritma AKUK dalam metode fungsi RKUK untuk

klasifikasi data citra remote sensing?

18

ii. Bagaimanakah gambaran kajian sifat-sifat parameter dari model RKUK?

iii. Bagaimanakah aturan model klasifikasi biner untuk data multikelas?

iv. Seberapa besarkah tingkat akurasi klasifikasi obyek data citra remote sensing

dengan menggunakan metode fungsi RKUK melalui fungsi sgn(f(x)) dan

modifikasi, sgn(f(x) + ), sebagai aturan klasifikasi, dengan kernel RBF?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan informasi tentang penerapan teknik

AKUK, terutama untuk data citra remote sensing pada penutup lahan.

Selanjutnya, diperoleh metode klasifikasi yang unggul terhadap obyek data citra

remote sensing pada penutup lahan. Tujuan penelitian meliputi, antara lain:

i. Memberikan kajian tentang algoritma AKUK dalam metode fungsi RKUK

untuk klasifikasi data citra remote sensing.

ii. Memberikan kajian sifat-sifat parameter dari model RKUK.

iii. Menemukan aturan klasifikasi biner untuk data multikelas.

iv. Menjelaskan tingkat akurasi pengklasifikasi fitur dengan metode fungsi RKUK

pada data citra remote sensing, baik dengan fungsi sgn(f(x)) maupun fungsi

modifikasi sgn(f(x) + ), secara kuantitatif menggunakan matriks confusion.

19

1.5 Pembatasan Penelitian

Permasalahan yang berhubungan dengan pereduksian (transformasi) dan

klasifikasi fitur pada data citra remote sensing merupakan pertanyaan terbuka dan

kompleks. Oleh karenya dalam penelitian ini diberikan batasan permasalahan agar

penelitian yang dilakukan lebih fokus. Batasan-batasan permasalahan dalam

penelitian ini antara lain:

i. Memformulasi model fungsi RKUK.

ii. Membentuk aturan klasifikasi biner untuk data multikelas.

iii. Analisis tingkat akurasi klasifikasi dengan metode fungsi RKUK.

Dalam penelitian ini digunakan fungsi kernel yang dipilih seperti

didefinisikan pada Bab II, yaitu kernel RBF.

1.6 Manfaat Penelitian

Terdapat dua kajian utama dalam penelitian ini, meliputi kajian teoritik dan

kajian aplikasi (terapan). Dari dua kajian ini diharapkan akan dapat memberikan

beberapa manfaat, antara lain:

i. Sebagai salah satu prosedur yang dapat memudahkan penelitian lebih lanjut

tentang analisis statistika multivariat, khususnya teknik AKUK yang

merupakan salah satu teknik pereduksian dimensi dalam teori multivariat,

sehingga terbentuk data transformasi dengan AKUK yang akan digunakan

untuk klasifikasi fungsi regresi kernel.

20

ii. Di samping itu, penelitian ini juga bermanfaat bagi pemrosesan citra remote

sensing, terutama dalam mengklasifikasi obyek-obyek atau fitur sehingga

memberikan ketepatan dalam penafsiran suatu obyek dari obyek yang lain.

1.7 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, kajian

teoritik, dan kajian aplikasi, serta membuat contoh dengan software. Di samping

itu pula dilakukan studi lapang, untuk penyelidikan awal data aplikasi, yang

termasuk dalam preprocessing. Studi literatur yang tentu saja didahului dengan

pengumpulan literatur pokok, berupa texbook dan jurnal, meliputi kunjungan ke

perpustakaan baik fisik maupun elektronik, termasuk penelusuran bahan

penelitian dan jurnal melalui internet. Hal ini tidak hanya pada awal penelitian,

namun akan secara sporadis dilakukan pada saat diperlukan.

Penelitian akan dimulai dengan melakukan peninjauan (review) AKUK, dan

metode pengklasifikasi fungsi regresi kernel untuk kernel yang dipilih, termasuk

mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan dari metode ini.

Beberapa aplikasi pada data real, terutama data yang akan digunakan dalam

penelitian ini, berupa citra digital remote sensing hiperion, juga akan dilakukan

untuk konfirmasi hasil teoritis yang diuraikan sebelumnya misalnya bahwa KU,

dan juga KUK tidak saling berkorelasi satu sama lain. Demikian pula akan ditinjau

tingkat akurasi metode pengklasifikasi fungsi regresi kernel, terhadap obyek-obyek

dalam data citra remote sensing yang digunakan. Dalam hal aplikasi ini akan

digunakan software antara lain Matlab.

21

Tahapan penelitian yang direncanakan untuk mencapai tujuan penelitian

diuraikan dalam dua kajian berikut, yaitu kajian teoritik dan kajian aplikatif.

Kajian teoritik antara lain:

i. Mempelajari dan mengkaji konsep dasar AKU, terutama dalam penetapan KU

yang memiliki kandungan informasi yang besar dibandingkan dengan KU

lainnya.

ii. Seperti halnya kajian AKU, dalam penelitian ini juga dilakukan kajian model

AKUK.

iii. Mempelajari model analisis yang berhubungan dengan teknik pengklasifikasi,

seperti fungsi RKUK, untuk fungsi kernel RBF, bersama kajian tentang sifat-

sifat estimator RKUK.

Sedangkan kajian aplikatif meliputi, antara lain:

i. Mempelajari dan mengkaji prosedur penetapan model AKUK melalui data

citra remote sensing hiperion.

ii. Mengembangkan suatu prosedur pengklasifikasian obyek-obyek atau fitur-fitur

yang ada pada data citra remote sensing dengan pengklasifikasi fungsi RKUK,

sgn(f(x)) serta modifikasinya sgn(f(x) + ).

Adapun road map penelitian ini disajikan dalam Gambar 1.3.

22

Input: X

Regresi Regresi

Klasifikasi

Gambar 1.3: Roadmap Penelitian

(X input adalah digital number citra hiperion)

Kernel RBF

(Definisi 2.13)

KU ke-: (model), Persamaan (2.1)

Y = a1X1 + a2X2 +… + apXp

= a jXjp

j=1 = a X,

= 1, …, p,

KUK ke-k: (model),

Persamaan (2.31, 3.14, dan 3.15)

k(x) =

Variabel hasil reduksi (Y = X)

digunakan sebagai prediktor

untuk model RKU:

Persamaan (3.4)

Y = X + (Teorema 3.2

dan Teorema 3.3)

dengan estimator parameter

(3.11)

Variabel hasil reduksi (W = XV)

(3.29), digunakan sebagai prediktor

untuk model RKUK:

Persamaan (3.31)

Y = W + (Teorema 3.4

dan Teorema 3.5)

dengan estimator parameter

(3.40)

(Poggio dan Smale, 2003): Fungsi RKUK digunakan untuk membentuk

fungsi klasifikasi dari sekelompok data berlabel secara parsial, dengan

menggunakan vektor bobot (Pers. (4.8), b = ) .

Bentuk model (3.21) dan (3.22), dapat dibentuk kembali menjadi model

(3.48), Y = f(x) , dan setelah x menjadi xtr dan xts, maka

bentuk model menjadi Pers. (4.13). Dari Pers. (4.7) s.d (4.13), dilanjutkan

ke fungsi klasifikasi:

AKUK

(metode mereduksi dimensi data

secara nonlinear, ilustrasi

Gambar 2.1)

sgn(f(x) = sgn(f(x)+) = (4.15)

R , kinerja klasifikasi lebih optimal.

AKU

(metode mereduksi dimensi data

yang memiliki struktur data

linear dan berdimensi rendah)

23

1.8 Kerangka Penulisan

Tulisan ini terdiri dari enam bab, diawali dengan Bab I, yang menguraikan

latar belakang, tinjauan pustaka, perumusan masalah, tujuan penelitian,

pembatasan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan kerangka

penulisan. Selanjutnya, Bab II, akan meninjau konsep-konsep dasar teori tentang

AKU, dan AKUK. Kemudian, diuraikan beberapa metode yang digunakan untuk

menganalisis data citra digital satelit penginderaan jauh, yang dikaitkan dengan

AKU, antara lain AKUK dan informasi pendukung lainnya.

Bab III, membahas RKUK, yang meliputi pemodelan RKU, RKUK itu

sendiri, dan pemodelan RKUK untuk data remote sensing hiperion. Pada bab ini

juga dibahas beberapa teorema sebagai usulan dalam disertasi ini. Sedangkan Bab

IV meninjau klasifikasi menggunakan RKUK, yang antara lain konsep klasifikasi,

dan klasifikasi dengan metode RKUK.

Bab V membahas aplikasi RKUK pada data citra remote sensing, yang

terdiri dari analisis data citra satelit dengan komponen utama kernel (KUK), dan

analisis klasifikasi untuk kernel yang dipilih seperti didefinisikan pada Bab II.

Terakhir, dalam Bab VI akan diberikan beberapa kesimpulan pembahasan

tulisan ini, saran-saran, dan masalah terbuka, agar dapat memberikan peluang bagi

penelitian-penelitian lain berdasarkan perkembangan teknologi dan informasi

serta teknologi lainnya.