BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompleks Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo di Kabupaten Kediri merupakan tempat ziarah yang potensial mendatangkan banyak pengunjung. Dalam hari-hari tertentu pada kawasan ini bahkan mengalami lonjakan tingkat kunjungan, seperti saat Tahun Baru Jawa atau Bulan Suro karena penyelenggaraan upacara ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat desa Menang. Keunikan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung yang datang dari beragam latar belakang masyarakat dan daerah di Indonesia, tidak jarang pula wisatawan asing turut menyaksikan prosesi upacara tersebut. Hal ini tentu membuat perubahan pada sektor ekonomi masyarakat sekitar lokasi, namun hal tersebut tidak serta merta membuat kesejahteraan masyarakat setempat meningkat. Masyarakat desa Menang yang mayoritas bermata pencaharian pada sektor pertanian seperti tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan kawasan wisata. Hal lain yang menganggu adalah tidak tertatanya pengelolaan pengunjung, seperti pos retribusi yang tidak jelas, pengolaan parkir kendaraan yang tidak terkoordinasi serta pelayanan juru kunci atau juru pelihara yang terkesan seadanya. Keadaan yang lebih menganggu adalah saat terjadi lonjakan pengunjung pada malam sebelum prosesi ritual, setiap tahun akan terlihat pengunjung yang bermalam di sepanjang jalan menuju lokasi yang menyebabkan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kompleks Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo di

Kabupaten Kediri merupakan tempat ziarah yang potensial mendatangkan banyak

pengunjung. Dalam hari-hari tertentu pada kawasan ini bahkan mengalami

lonjakan tingkat kunjungan, seperti saat Tahun Baru Jawa atau Bulan Suro karena

penyelenggaraan upacara ritual yang telah menjadi tradisi masyarakat desa

Menang. Keunikan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung

yang datang dari beragam latar belakang masyarakat dan daerah di Indonesia,

tidak jarang pula wisatawan asing turut menyaksikan prosesi upacara tersebut. Hal

ini tentu membuat perubahan pada sektor ekonomi masyarakat sekitar lokasi,

namun hal tersebut tidak serta merta membuat kesejahteraan masyarakat setempat

meningkat. Masyarakat desa Menang yang mayoritas bermata pencaharian pada

sektor pertanian seperti tidak mendapatkan manfaat dari keberadaan kawasan

wisata.

Hal lain yang menganggu adalah tidak tertatanya pengelolaan pengunjung,

seperti pos retribusi yang tidak jelas, pengolaan parkir kendaraan yang tidak

terkoordinasi serta pelayanan juru kunci atau juru pelihara yang terkesan

seadanya. Keadaan yang lebih menganggu adalah saat terjadi lonjakan

pengunjung pada malam sebelum prosesi ritual, setiap tahun akan terlihat

pengunjung yang bermalam di sepanjang jalan menuju lokasi yang menyebabkan

2

menurunnya persepsi wisatawan terhadap kualitas kawasan wisata Petilasan Sang

Prabu Sri Aji Joyoboyo.

Perda Kabupaten Kediri No. 16 tahun 2011 Tentang Retribusi Tempat

Rekreasi Dan Olahraga merupakan regulasi yang mengatur pedoman pengelolaan

kawasan wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo. Perda ini memuat aturan-

aturan mengenai retribusi dari pemanfaatan kawasan Petilasan Sri Aji Joyoboyo

sebagai obyek wisata. Beberapa hal terkait regulasi pengelolaan, tarif retribusi,

izin usaha, aturan-aturan mengenai pelaksanaan usaha serta sanksi atas

pelanggaran yang dilakukan.

Peranan Perda di atas sebagai regulasi dalam pelaksanaan pengelolaan

Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo diharapkan dapat menjadi

arahan yang secara komprehensif mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

dihadapi, namun pada kenyataannya Perda yang ada belum mampu mengurai

masalah yang terjadi sehingga tinjauan ulang terhadap perda yang ada sangat

perlu untuk dilakukan.

Beberapa penjelasan diatas memunculkan hipotesis bahwa terdapat

kesalahan dalam pengelolaan Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji

Joyoboyo. Mengingat pengelolaan kawasan tersebut sudah berlangsung lama

namun belum mencapai target yang diharapkan oleh pengelola kawasan maka

Penulis berpendapat perlu dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan yang telah

ada. Terutama untuk menghasilkan rekomendasi yang tepat dalam kebijakan

pengelolaan di masa yang akan datang.

3

Berawal dari latar belakang yang terjadi maka menarik sekali untuk

dilakukan penelitian pengelolaan kompleks Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu

Sri Aji Joyoboyo, dengan topik evaluasi pengelolaan untuk mengetahui

rekomendasi yang tepat dalam kebijakan pengelolaan kawasan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji

dalam usulan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan Kawasan Wisata

Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo ?

2. Apakah rekomendasi terhadap kebijakan pengelolaan Kawasan Wisata

Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo ?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan Kawasan

Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo selama ini

2. Untuk mengetahui rekomendasi terhadap kebijakan pengelolaan kawasan

Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo.

4

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Praktis

a. Sebagai saran bagi pengelola dan stakeholders terkait pengelolaan

Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo sehingga

dapat dijadikan pertimbangan rencana kebijakan pengelolaan destinasi.

b. Sumber informasi data sekunder untuk aspek penelitian yang sama.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah dalam

penelitian Ilmu Pariwisata di Indonesia mengingat kajiannya yang masih

terbatas.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada kondisi tertentu, antara lain :

1. Pengelola menjadi subyek utama dalam penelitian ini, adapun

wawancara dengan pengunjung hanya sebagai elemen untuk

memperkuat analisis data.

2. Pengelola yang dimaksud adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

kabupaten Kediri, Pemerintah desa Menang, dan Yayasan

Hondodento.

5

3. Obyek yang diteliti adalah Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri

Aji Joyoboyo Petilasan dengan fokus utama penelitian Loka Mukso

dan Sendang Tirtokamandanu yang terkait dengan Perda yang berlaku.

4. Perda yang dimaksud adalah Perda Kabupaten Kediri No. 16 Tahun

2011.

1.6 Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiasi maka dalam tinjauan

pustaka ini dicantumkan beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan lokus

fokus, metode penelitian yang relevan, diantaranya ;

Riwayat penelitian mengenai Kompleks Kawasan Petilasan Sang Prabu Sri

Aji Joyoboyo yang berhasil ditemukan berjumlah tiga penelitian, antara lain :

BAPPEDA Kabupaten Kediri & Puspar UGM (2003) membuat

“Penyusunan DED dan Master Plan Pengembangan Wisata Sri Aji Joyoboyo”.

Dalam penelitian ini dikaji seluruh aspek-aspek pengembangan fisik maupun non

fisik untuk merumuskan landasan dasar perencanaan dan pengembangan kawasan.

Studi kelayakan kawasan juga dilakukan untuk memperkuat analisis. Pada

akhirnya penelitian ini menghasilkan strategi-strategi yang relevan untuk master

plan pengembangan kawasan.

Wahdati (2004) meneliti tentang “Nilai – Nilai Keislaman Pada Tradisi

Suroan di Petilasan Sri Aji Jayabaya Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten

Kediri”. Penelitian ini berusaha menghubungkan nilai-nilai Islam dalam ritual

6

Suro di Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo. Melalui pendekatan metode

deskriptif yaitu menjabarkan secara runtut tahapan prosesi pada Upacara Satu

Suro. Hasil penelitian ini terdapat kaitan antara nilai – nilai keislaman dalam ritual

tersebut, yaitu pada doa yang diucapkan oleh sesepuh dalam rangkaian prosesi

ritual.

Purnaning (2011) meneliti tentang “Nilai-nilai Moral dalam Legenda

Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo di Desa Menang Kecamatan Pagu

Kabupaten Kediri”. Dalam penelitian ini dibahas nilai-nilai moral. Dalam kajian

karya sastra nilai moral tersebut meliputi: nilai moral yang mengatur hubungan

manusia dengan dirinya sendiri atau nilai moral individu, nilai moral yang

mengatur hubungan manusia dengan manusia lain atau nilai moral sosial, dan nilai

moral yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan.

Sementara riwayat penelitian untuk tema wisata ziarah yang relevan dan

berhasil di temukan :

Salam (1998) meneliti tentang “Ziarah Budaya (Pendekatan Kebudayaan

atau Etnografi)”. Pendekatan ini menggambarkan keterjadian unsur-unsur satu

sama lain dalam satu kesatuan secara integratif, berfungsi, beroperasi dan

bergerak dalam kesatuan sistem budaya. Sasaran yang dituju adalah masyarakat

dan kebudayaannya. Tujuan dan manfaat penelitiannya adalah mendeskripsikan

tradisi dan tata cara ziarah makam raja-raja mataram di Imogiri dalam kaitannya

dengan persepsi pengunjung khususnya kalangan peziarah muslim menurut latar

belakang pemahaman yang dimiliki pengembangan studi sosial, keagamaan islam.

7

Aziz (2004) meneliti “Kekeramatan Makam (Study Kepercayaan

Masyarakat terhadap Kekeramatan Makam-makam Kuno di Lombok.

(Pendekatan kualitatif dan pendekatan Antropologis)”. Penelitian ini berusaha

memotret apa adanya tentang dimensi-dimensi kepercayaan, keyakinan, ritual dan

tradisi yang telah berlangsung lama dan di ikuti banyak orang. Fokus penelitian

ini yaitu Makam Loang Balok Bintaro dan Batu layar, semuanya menunjukkan

kekuatan dahsyat dalam perspektif masyarakat. Subyek penelitian adalah para

peziarah di ketiga Makam tersebut, para tokoh agama dan masyarakat.

Kesimpulan berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan

masyarakat terhadap kekeramatan makam tidaklah bersifat tunggal. Banyak

motivasi dan tujuan yang diinginkan oleh masing-masing peziarah sesuai dengan

niatan yang paling dalam. Pada makam kuno di Lombok pada kenyataannya

masyarakat masih percaya akan tradisi, keyakinan dan ritual pada masa lalu.

Nugroho (2007) meneliti tentang “Ziarah Wali Wisata Spiritual Sepanjang

Masa”. Dalam penelitian ini membahas tentang ziarah dalam pandangan islam,

ziarah sebagai konsep trans ilahi dan tradisi ziarah terhadap peninggalan para wali

serta objek-objek wisata spiritual yang selalu ramai dikunjungi orang yang

berdatangan untuk berziarah karena ziarah itu sudah menjadi fitrah manusia

bahwa dirinya senantiasa mendambakan keselamatan dan kebahagiaan serta

pengakuan diri di sisi Tuhan sehingga agama menjadi identitas diri untuk mencari

Tuhan.

Kholidah (2008) meneliti tentang “Management Obyek dan Wisata Ziarah

(Studi Kasus di Kasepuhan Makam Sunan Kalijaga Kelurahan Kadilangu

8

Kecamatan Demak Kabupaten Demak”. Penelitian ini membahas penerapan

fungsi manajemen yang ada pada makam Sunan Kalijaga kelurahan Kadilangu

Demak kabupaten Demak, meskipun belum diterapkan fungsi managemen untuk

pengembangan makam, akan tetapi pihak pengembangan selalu berusaha agar

bias lebih baik lagi dalam pengembangan Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu

Demak, yaitu dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sempurna,

selain memiliki nilai religi Makam Sunan Kalijaga di Kadilangu Demak juga

memiliki nilai Historis, dari tahun ke tahun jumlah pengunjung atau wisatawan

mengalami peningkatan wisatawan dalam negeri maupun wisatawan dari

mancanegara.

Riwayat penelitian untuk tema pengelolaan yang berhasil di temukan :

Nugroho (2006) meneliti tentang “Model Pengelolaan Kawasan Wisata

Budaya Terunyan : Kajian Melalui Perspektif Cultural Resource Management”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi pengelolaan

kawasan Terunyan yang berlangsung saat ini. Hasil penelitian yaitu berupa

perumusan model pengelolaan kawasan wisata budaya Terunyan yang diharapkan

dapat berwawasan pelestarian dan asas manfaat bagi masyarakat lokal.

Oktarina (2002) meneliti tentang “Model Manajemen Pelestarian Kawasan

Wisata Kota Tua: Studi Kasus Kawasan Wisata Benteng Marlborough Kota

Bengkulu”. Tujuan penelitian adalah untuk melihat bagaimanakah model

manajemen kawasan wisata Benteng Marlborough kota Bengkulu. Hasil

penelitian diketahui bahwa manajemen pelestarian kawasan wisata Benteng

Marlborough yang berlangsung selama ini tidak bersifat terpadu. Sehingga

9

diperlukan suatu model manajemen pelestarian dengan pendekatan kemitraan

kolaboratif.

Riwayat penelitian untuk tema evaluasi kebijakan yang berhasil di

temukan :

Sjafruddin (2002) meneliti tentang “Evaluasi Partisipatif Masyarakat

Terhadap Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Obyek Wisata Pampang Kota

Samarinda”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui evaluasi partisipatif

masyarakat terhadap pengembangan kawasan obyek wisata budaya Pampang dan

lebih jauh untuk mengetahui tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap

perubahan-perubahan yang terjadi akibat pengembangan kawasan obyek wisata

budaya Pampang. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perubahan fisik

ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan di dalam kawasan Pampang.

Yulian (2002) meneliti tentang “Evaluasi Sarana dan Prasarana Dalam

Pengembangan Pariwisata Pulau Weh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam”.

Tujuan penelitian untuk mengevaluasi sarana dan prasarana dalam pengembangan

pariwisata di Pulau Weh Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dimana Pulau Weh

memiliki potensi kepariwisataan yang mempunyai daya tarik besar bagi

wisatawan baik mancanegara maupun nusantara namun masih terindikasi kurang

berkembang. Hasil penelitian ditemukan bahwa sarana dan prasarana pariwisata di

Pulau Weh dimana Supply (Penawaran) tidak dapat memenuhi Demand

(Permintaan)

Setyastuti (2005) meneliti tentang “Evaluasi Kebijakan Pengelolaan

Candi-Candi di Kawasan Prambanan : Analisis Berdasarkan Pendekatan

10

Pengembangan Pariwisata Yang Berkelanjutan”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk merumuskan alternative model pengelolaan yang sesuai dengan prinsip

keberlanjutan. Hasil penelitian diketahui bahwa sangat diperlukan regulasi yang

secara komperehensif mampu mengatur pengelolaan candi-candi di kawasan

Prambanan dan sekitarnya ini di dalam satu management (one gate policy)

berdasarkan prinsip –prinsip pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan

(yaitu prinsip konservasi, sosial budaya dan partisipasi masyarakat, ekonomi,

edukasi, kualitas wisata, ekologi, dan fisik).

Dari uraian diatas belum ada peneliti lain yang melakukan penelitian

terkait lokus dan fokus serupa dengan penulis. Sehingga orisinalitas penelitian ini

bisa dipertanggungjawabkan.

1.7 Landasan Teori

1.7.1 Wisata Ziarah

Pada awalnya, pariwisata mendapat julukan "aristocratic tourism" dalam

arti hanya orang ningrat kaya saja dan memiliki status tinggi. pariwisata

dimaksudkan untuk beristirahat dan berekreasi (rest and recreation) yang hanya

dinikmati oleh segelintir aristokrat (Spilane, 1987:17). Sehingga pariwisata

merupakan sebuah kegiatan yang mempunyai kesan sebagai hal yang mewah dan

mahal, namun perkembangan reformasi industri serta terjadinya peningkatan pada

pendapatan masyarakat maka kegiatan berwisata mulai dapat menjangkau semua

kalangan serta digemari secara luas.

Pariwisata masih merupakan suatu aktivitas relatif baru bagi banyak

11

daerah di Indonesia. Pengembangan pariwisata akan menjadi fenomena besar. Di

dunia termasuk Indonesia, pariwisata merupakan industri ekspor terbesar,

sehingga dengan demikian perhatian yang lebih besar diarahkan pada sektor

pariwisata.

Wisata adalah perjalanan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan

mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau

mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam waktu sementara.1

Destha (2005) secara definitif mencoba menjelaskan bahwa pariwisata

merupakan rangkaian atas sejumlah fenomena menyangkut hubungan menyeluruh

yang muncul dari perjalanan dan persinggahan tersebut hanya bersifat sementara

dan tidak dengan usaha mencari pendapatan secara permanen. dalam hal ini

dimensi tempat dan waktu menjadi batasan. Lebih jauh, bahwa dimensi tempat

menunjukan wisatawan melakukan perjalanan wisata menuju suatu tempat di luar

rutinitasnya. Sedang dimensi waktu menunjukkan bahwa wisatawan tidak tinggal

pada suatu daerah dalam jangka waktu yang lama.

Seiring dengan meningkatnya kompleksitas kehidupan dan pola pikir,

manusia tidak hanya membutuhkan sesuatu yang sifatnya sesaat atau sebatas

aktivitas. Mereka cenderung mencari sesuatu yang lebih dalam yang dapat

memberikan kepuasan dan ketenangan batin.

Wisata agama (religi) atau yang lebih dikenal sebagai pilgrimage tourism

bukanlah hal baru dalam industri pariwisata. Tren pariwisata internasional telah

mengindikasikan semakin berkembangnya jenis wisata psikis-spiritual (psychic-

1 Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan

12

spiritual travel), yaitu munculnya kelompok-kelompok wisatawan yang berminat

terhadap pengayaan mental dan spiritual (Vukonic, 1996).

Salah satu jenis wisata semacam ini adalah wisata religi atau wisata ziarah.

Kecenderungan melakukan perjalanan ziarah (pilgrim tourism) semakin

berkembang sehingga perlu mendapat perhatian khusus dalam dunia pariwisata.

Inskeep (1991) menyebut wisata ziarah dengan istilah wisata religius

(religious tourism), yaitu perjalanan/wisata dengan maksud berziarah ke suatu

tempat yang suci untuk keperluan religius, seperti perjalanan haji ke Mekah,

kunjungan ke Vatikan di Roma, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa wisata

ziarah adalah perjalanan yang dilakukan secara sukarela yang bersifat sementara,

dengan cara mengunjungi tempat-tempat suci atau keramat untuk berdoa atau

dengan motivasi mendapatkan pengalaman, pendalaman, dan penghayatan nilai-

nilai religi atau spiritual.

Oleh sebab itu, sudah selayaknya wisata ziarah tidak hanya dipandang

sebagai aktivitas yang bersifat kaku yang mengacu pada agama atau kepercayaan

tertentu, tetapi merupakan aktivitas yang peruntukannya tidak terbatas atau

dengan kata lain dapat dilakukan oleh siapa pun tanpa memandang agama atau

kepercayaan tertentu dan bersifat praktis.

13

1.7.2 Manajemen Pengelolaan

Kata pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan

terjemahan dari bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya menangani alat-

alat, berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan. Dalam bahasa Prancis

terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi management. Menurut kamus

besar bahasa Indonesia pengelolaan berasal dari kata kelola yang berarti

mengendalikan, mengurus dan menyelenggarakan.

Manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu to manage yang memiliki

kesamaan dengan kata to hand yang berarti “mengurus”, to control “memeriksa”,

to guide “memimpin atau membimbing”, jadi apabila dilihat dari asal katanya

manajemen berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.

Manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau

kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam

skala aktivitas manajemen dapat diartikan sebagai aktivitas mengatur,

menertibkan dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga mampu

mengemukakan, menata, merapikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya sesuai

dengan prinsip-prinsip serta menjadikan hidup lebih selaras, serasi dengan yang

lainnya. Upaya mengefektifkan pengelolaan dan pengembangan di lingkungan

internal maupun eksternal yang ada termasuk di dalamnya kecenderungan

terhadap pariwisata dalam konteks global (Suryono, 2005: 1). Dari dua penjelasan

di atas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen merupakan aktivitas yang

mencakup perencanaan adalah proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan

dengan memilih yang terbaik dari alternatif-alternatif yang ada.

14

Pengorganisasian adalah suatu proses penentuan, pengelompokan dan

pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Pengarahan adalah mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan

bekerja efektif untuk mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah

proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan

ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan, 2004: 41).

Pengelolaan merupakan implementasi dari perencanaan organisasi. Dalam

konteks pengelolaan manajemen disini lebih diarahkan pada keberadaan

organisasi salah satu ciri utama organisasi yaitu adanya sekelompok orang yang

mengabungkan diri dengan suatu ikatan norma, peraturan, ketentuan dan

kebijakan, ciri kedua adanya hubungan timbal balik dengan maksud untuk

mencapai sasaran dan tujuan, Sedangkan ciri yang ketiga diarahkan pada satu titik

tertentu yaitu tujuan yang direalisasikan.

.Munir (2006) menjelaskan pengelolaan sebagai suatu proses harus

memperhatikan beberapa hal: Pertama struktur harus mencerminkan tujuan dan

rencana kegiatan, Kedua harus mencerminkan wewenang tersedia bagi pengelola,

Ketiga harus memperhatikan lingkungan sekitar baik dari faktor internal maupun

eksternal. Faktor internal yang dimaksudkan disini berasal dari Pemerintah

Kabupaten Kediri , Pemerintah Desa Menang dan Yayasan Hondodento sebagai

pengelola Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo , sedangkan

faktor eksternal berasal dari masyarakat non pengelola yang tinggal di sekitar

kawasan dan stakeholders lain yang mungkin terkait.

15

1.7.3 Prinsip Pengelolaan Wisata Ziarah

Menurut Suryono (2005: 11) dalam pengelolaan wisata ziarah atau wisata

religi, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan :

1. Aspek Partisipasi Masyarakat

Perlu pembentukan forum rembug masyarakat setempat untuk membahas

pengembangan daya tarik wisata religi tematis keagamaan atau ziarah

secara tepat dengan memperhatikan potensi kekayaan budaya lokal yang

ada.

2. Aspek Perencanaan

Perlu perlengkapan berupa pembuatan induk pengembangan (master plan)

RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan dibahas secara lintas

sektoral. Beberapa hal termasuk pula persyaratan - persyaratan teknis

untuk pendirian suatu bangunan (building code)

3. Aspek Koordinasi Pengelolaan

Perlu dikembangkan pula Collaborative Management antara instansi-

instansi yang berkepentingan (lintas sektor) dengan maksud untuk tetap

menjaga kelestarian sejarah dan budaya yang ada. Salah satu cara untuk

memadukan pengelolaan antar intansi atau stakeholders terkait adalah

dengan membuat kesamaan konsep berpikir. Konsepsi Sapta Pesona

adalah dasar pemikiran pariwisata yang relevan digunakan sebagai

instrumen pengelolaan pariwisata. Dalam Sapta Pesona terdapat unsur :

Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah Tamah, Kenangan

Adapun pola-pola lintas sektor yang harus dikembangkan untuk

16

pengelolaan daya tarik wisata religi adalah dengan semangat 4 M:

1. Mutual Respect (saling menghormati)

2. Mutual Trust (saling percaya)

3. Mutual Responsibility (saling bertanggungjawab)

4. Mutual Benefit (saling memperoleh manfaat)

1.7.4 Kebijakan

Dari segi bahasa, Kebijakan berasal dari bahasa Yunani yaitu Polis

kemudian terserap menjadi bahasa latin Plitea yang berarti negara dan akhirnya

dalam bahasa Inggris Policy yang diartikan sebagai sesuatu yang yang berkenaan

dengan pengendalian masalah - masalah politik atau administrasi pemerintahan.

Asal kata Policy sama dengan kata lain Police and Politics (Dunn,2000).

Istilah Policy (kebijakan) sering kali penggunaanya saling dipertukarkan dengan

istilah-istilah lain seperti tujuan (goals), program, keputusan, undang – undang

dan ketentuan - ketentuan.

Menurut Islamy (1991), pada dasarnya kebijakan publik memiliki

implikasi sebagai berikut :

1. Bahwa kebijakan publik itu bentuk awalnya adalah merupakan

penetapan tindakan - tindakan pemerintah

2. Bahwa kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk

teks - teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau

dimplementasikan secara nyata

3. Bahwa kebijakan publik tersebut pada hakikatnya harus memilih

tujuan - tujuan dan dampak - dampak, baik jangka panjang maupun

17

jangka pendek yang telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu

4. Bahwa kebijakan publik tersebut pada akhirnya diperuntukan bagi

pemenuhan kepentingan masyarakat.

Terdapat beberapa model kebijakan yang dapat digunakan dalam

penelitian tentang kebijakan. Bailey (1989) membagi kebijakan menjadi empat

model, yaitu :

1. Model Deskriptif adalah model yang dipakai untuk menjelaskan dan

atau meramalkan sebab akibat pilihan kebijakan dengan cara

memonitor suatu kebijakan.

2. Model Normatif adalah model kebijakan yang menjelaskan atau

meramalkan serta memberi rekomendasi dalam mencapai suatu nilai,

contohnya model cost benefit atau rate of return.

3. Model Verbal adalah model kebijakan yang direpresentasikan dalam

bentuk verbal, dalam model ini seorang analisis memakai judgment

yang bersifat penalaran yang menghasilkan argumen kebijakan yang

bersifat persuasif.

4. Model Simbolik adalah model penggunaan simbol matematik untuk

melukiskan hubungan antara variabel kunci yang merupakan ciri

permasalahan.

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan model kebijakan deskriptif.

Proses Analisis Kebijakan

Dunn menjelaskan analisis kebijakan adalah aktivitas intelektual dan

praktis yang ditunjukkan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan

18

mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan (Nugroho

D., 2007:7). Definisi analisis kebijakan dari Walter William adalah sebuah cara

penyintesisan informasi termasuk hasil-hasil penelitian, untuk menghasilkan

format keputusan kebijakan (yang ditentukan dari sejumlah alternatif pilihan) dan

menentukan informasi yang relevan dengan kebijakan (Nugroho D., 2007:36).

Sedangkan menurut Thomas R. Dye, analisis kebijakan adalah apa sesungguhnya

yang dilakukan pemerintah-pemerintah, kenapa mereka melakukannya, dan apa

yang menyebabkan capaian hasilnya berbeda-beda (Wahab, 2011:4).

Suatu kebijakan esensinya akan mencerminkan dan menggambarkan

strategi, prioritas, tujuan, sasaran, dan hasil (outcome) yang diharapkan. Agar

kebijakan berfungsi efektif, diperlukan instrumen atau alat kebijakan (policy

tools). Jadi, instrumen kebijakan adalah seperangkat langkah atau tindakan yang

dilakukan oleh pemerintah untuk merealisasikan kebijakan yang ditetapkan.

Setiap instrumen kebijakan biasanya melibatkan (mengandung) setidaknya

3 (tiga) aspek, yaitu: 1) piranti hukum menyangkut aspek legal/hukum yang

mendukungnya (melandasinya); 2) tatanan kelembagaan berkaitan dengan tatanan

lembaga (organisasi) yang terlibat, fungsi/peran dan pengorganisasian (struktur

dan hubungan atau interaksi antar aktor); 3) mekanisme operasional berkaitan

dengan pola, cara/metode dan prosedur serta proses pelaksanaan dalam

implementasi praktis (Taufik, 2005: 44).

Dengan adanya analisis kebijakan tersebut, dalam penelitian ini

menggunakan instrumen kebijakan yaitu: piranti hukum, tatanan kelembagaan,

dan mekanisme operasional.

19

Peramalan

Rekomendasi

Monitoring

Evaluasi

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Penilaian Kebijakan

Evaluasi

Perumusan

Masalah

Menurut Dunn (2000), proses pembuatan kebijakan yang divisualisasikan

sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan

waktu : penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi

kebijakan dan penilaian atau evaluasi kebijakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

dalam tabel di bawah ini :

Gambar 1.1 Kedekatan Prosedur Analisis Kebijakan Dengan Tipe-Tipe

Pembuatan Kebijakan.

: Tahap Pembuatan Kebijakan

: Prosedur Analisis Kebijakan

(Sumber : Dunn : 2000)

20

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa :

1. Tahap Perumusan Masalah, memasok pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi – asumsi yang

mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan

melalui penyusunan agenda.

2. Tahap Peramalan, pada tahap ini disediakan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa

mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak

melakukan sesuatu. Ini dilakukan dalam tahap formulasi kebijakan.

3. Tahap Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang di

masa akan datang telah di estimasikan melalui peramalan. Hal ini

membantu pengambil kebijakan pada tahap adopsi kebijakan.

4. Tahap Monitoring (Pemantauan), menyediakan pengetahuan yang

relevan dengan kebijakan tentang akibat dari implementasi kebijakan

yang diambil sebelumnya.

5. Tahap Evaluasi, membuahkan pengetahuan yang relevan dengan

kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang

diharapkan dengan yang benar – benar dihasilkan. Hal ini membantu

pengambil kebijakan pada tahap penilaian kebijakan terhadap proses

pembuatan kebijakan. Evaluasi tidak hanya menghasilkan kesimpulan

mengenai seberapa jauh masalah yang telah terselesaikan tetapi juga

menyumbang klarifikasi dan kritik terhadap nilai – nilai yang

21

mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan

kembali masalah.

1.7.5 Evaluasi

Wirawan (2011:7) mendefinisikan evaluasi sebagai riset untuk

mengumpulkan, menganalisis dan menyajikan informasi yang bermanfaat

mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan

indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan

mengenai objek evaluasi.

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah gabungan antara

metode evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoristis yang dikemukakan oleh

Dunn (1194:407).

1. Metode Evaluasi Formal

Merupakan pendekatan dengan menggunakan metode deskriptif untuk

menghasilkan informasi-informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai hasil

- hasil kebijakan dalam mengevaluasi hasil tersebut didasarkan atas dasar tujuan

yang sudah diumumkan secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator

program. Asumsi utama dari evaluasi formal adalah bahwa tujuan dan target yang

diumumkan adalah merupakan ukuran yang tepat manfaat atau nilai kebijakan

program.

Metode ini bertujuan untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat

dipercaya mengenai variasi-variasi hasil kebijakan dan dampak yang dapat dilacak

dari masukan proses kebijakan. evaluasi formal menggunakan undang-undang,

22

dokumen-dokumen dan wawancara dengan pembuat kebijakan, dan administrator

untuk mengidentifikasi, mendefinisikan, dan menspesifikasikan tujuan dan target

kebijakan. kelayakan dari tujuan dan target yang diumumkan secara formal

tersebut tidak ditanyakan. dalam evaluasi formal tipe-tipe evaluatif yang paling

sering digunakan adalah efektifitas dan efisiensi.

2. Metode Evaluasi Keputusan Teoritis

Metode ini menggunakan model analisis deskriptif untuk menghasilkan

informasi-informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid mengenai hasil-

hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh pelbagai macam pelaku

kebijakan. Evaluasi keputusan teoritis berusaha memunculkan dan membuat

eksplisit tujuan dan target dari pelaku kebijakan baik yang tersembunyi maupun

dinyatakan. Dalam hal ini berarti bahwa tujuan dan target dari para para pembuat

kebijakan dan administrator merupakan salah satu sumber nilai, karena semua

pihak yang mempunyai andil dalam memformulasikan dan mengimplementasikan

kebijakan dilibatkan dalam merumuskan tujuan dan target dimana kinerja

nantinya akan diukur.

1.8 Metode Penelitian

1.8.1 Cara Penelitian

Kegiatan penelitian dimulai dalam beberapa tahapan :

1. Melihat isu atau permasalahan yang ada

2. Melakukan pengamatan

23

3. Melakukan tinjauan pada riwayat pengelolaan kawasan, meliputi

kegiatan perencanaan dan pelaksanaanya untuk mengetahui proses

pembentukan pengelolaan yang berlangsung saat ini serta melihat inti

permasalahan dalam pengelolaan melalui telaah sumber-sumber pustaka

yang telah ada, seperti artikel dan buku (Nugroho,2006).

1.8.1.1 Wilayah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Menang, kecamatan Pagu kabupaten

Kediri namun terkait dengan pengelolaan kawasan wisata maka daerah

pengamatan tidak terbatas pada daerah desa Menang saja, melainkan mencangkup

pula pengamatan di wilayah sekitarnya. Menang tidak bisa dipisahkan dengan

kawasan lain yang ada disekitarnya.

1.8.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan :

1. Observasi

Dalam menggunakan metode ini dilakukan dengan cara mengadakan

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur - unsur yang tampak

dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian.

24

Observasi yang dilakukan dalam ini adalah observasi partisipan,antara

lain ;

1. Melakukan diskusi informal dengan masyarakat dalam melihat

pengelolaan kawasan selama ini. Masyarakat diminta mengungkapkan

pikiran dan perasaan mengenai permasalahan yang dihadapi

2. Melakukan pemetaan terhadap permasalahan - permasalahan tersebut.

Dengan melakukan kegiatan-kegiatan di atas maka diperoleh gambaran

sejauh mana masyarakat paham mengenai permasalahannya, bagaimana cara

mengatasinya serta apa hambatan-hambatannya.

Hasil dari kegiatan diatas memberikan gambaran kepada penulis mengenai

kesesuaian kegiatan pengelolaan di kawasan tersebut dengan masyarakat dan juga

pemahaman pola pikir dan pengetahuan masyarakat dalam mengahadapi

permasalahan sebagai pijakan untuk merumuskan prinsip kemudian alur

penelitian.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini motode wawancara yang digunakan adalah

wawancara secara mendalam (in-depth-interview). Pemilihan narasumber melalui

teknik bola salju. Kegiatan wawancara dilakukan dengan cara menanyakan

langsung terhadap narasumber yang dianggap mengetahui sejarah pengelolaan

kawasan, antara lain pejabat dari instansi DISBUDPAR kabupaten Kediri,

25

perangkat desa Menang, pengurus yayasan Hondodento kabupaten Kediri serta

juri kunci petilasan dan sendang.

3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah peneliti mencari dan mendapatkan data-data

primer melalui data-data dari prasasti-prasasti atau naskah- naskah kearsipan (baik

dalam bentuk barang cetakan maupun rekaman) data gambar atau foto atau blue

print dan lain sebagainya (Supardi, 2005: 138).

Dalam penelitian ini metode dokumentasi yang digunakan adalah data

gambar atau foto dan rekaman wawancara. Data gambar digunakan untuk

menjelaskan obyek yang diteliti secara komprehensif sedangkan rekaman

wawancara dilakukan untuk mempermudah pengambilan data – data penting

ketikan melakukan wawancara terhadap informan.

1.8.2 Teknik Analisis Data

Pada analisis data kualitatif terjadi kecenderungan penggunaan pendekatan

logika induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan pada hal - hal khusus

atau pendekatan di lapangan dan bermuara pada kesimpulan – kesimpulan umum.

Hal ini disebabkan dasar kajian kualitatif umumnya berakar pada pendekatan

fenomenologis yang digunakan untuk mengurai persoalan subjek manusia yang

umumnya tidat taat asas, berubah – ubah, memiliki emosi, dan sebagainya

(Bungin, 2011).

26

Model tahapan analisis induktif adalah sebagai berikut :

1. Melakukan pengamatan terhadap fenomena sosial, melakukan

identifikasi, revisi – revisi dan pengecekan ulang terhadap data yang

ada

2. Melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh

3. Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi

4. Menjelaskan hubungan – hubungan kategorisasi

5. Menarik kesimpulan – kesimpulan umum.

Dalam penelitian ini digunakan strategi analisis data kualitatif-verifikatif,

yaitu merupakan sebuah upaya analisis induktif terhadap data penelitian yang

dilakukan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan. Format strategi analisis

ini adalah mengkontruksi format penelitian dan strategi untuk lebih awal

memperoleh data sebanyak – banyaknya di lapangan, dengan mengesampingkan

peran teori. Walaupun demikian, teori tetap menjadi sesuatu yang penting dalam

format ini.

27

Kesimpulan

Kategorisasi

Kesimpulan Ciri-Ciri Umum

Dalil

Hukum

Teori

Klasifikasi Data

Data

Data

Data

Data

Gambar 1.2 Model Strategi Analisis Data Kualitatif-Verifikatif.

(Sumber : Bungin :2011)

1.8.3 Teknik Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek

keabsahan data. Dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam

membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004:330).

Triangulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang

berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Selain

digunakan untuk mengecek kebenaran data, triangulasi juga dilakukan untuk

memperkaya data dan menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena

itu triangulasi bersifat reflektif. Dalam penelitian ini model triangulasi yang

digunakan adalah triangulasi data dan metode.

28

Isu Permasalahan

Penentuan permasalahan , tujuan, dan kerangka pemikiran penelitian

1.8.4 Skema Pemikiran Penelitian

Secara sederhana proses penelitian digambarkan dalam skema sebagai

berikut :

Gambar 1.3 Skema Proses Penelitian

Pengumpulan Data

Kondisi dan riwayat pengelolaan kawasan berdasarkan Perda

Analisis kebijakan pengelolaan kawasan

Rekomendasi terhadap pengelolaan kawasan

Kondisi dan riwayat pengelolaan kawasan berdasarkan pengelola

Evaluasi terhadap kebijakan pengelolaan kawasan

Analisis berdasarkan prinsip pengelolaan wisata ziarah

29

1.9 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang sangat penting karena

mempunyai fungsi untuk menjelaskan garis-garis besar masing-masing bab agar

saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan

dalam penyusunannya sehingga terhindar dari kesalahan ketika penyajian

pembahasan masalah.

Skripsi ini akan terdiri dari empat bab ;

Bab Pertama, berupa pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan

skripsi

Bab Kedua, berupa gambaran umum obyek penelitian berisi gambaran umum

kabupaten Kediri, gambaran umum Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu

Sri Aji Joyoboyo, gambaran umum pengelolaan Kawasan Wisata Petilasan

Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo

Bab Ketiga, berupa pembahasan dan analisis berisi implementansi, implikasi

serta evaluasi kebijakan pengelolaan Kawasan Wisata Petilasan Sang

Prabu Sri Aji Joyoboyo, evaluasi pengelolaan kawasan wisata Kawasan

Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji Joyoboyo, analisis implementasi

kebijakan pengelolaan Kawasan Wisata Petilasan Sang Prabu Sri Aji

Joyoboyo Melalui Prinsip Pengelolaan Wisata Ziarah dan rekomendasi

pengelolaan kawasan.

30

Bab Keempat, berupa saran dan kesimpulan

Selain itu, terdapat pula lampiran meliputi daftar gambar, daftar tabel dan

daftar referensi.