BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.1.1 Bursa Efek Indonesia...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.1.1 Bursa Efek Indonesia...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
1.1.1 Bursa Efek Indonesia (BEI)
Gambar 1.1
Logo Bursa Efek Indonesia (BEI)
Sumber : www.idx.co.id
Gambar 1.1 merupakan logo Bursa Efek Indonesia (BEI) atau
Indonesia Stock Exchange (IDX). Bursa Efek Indonesia (BEI) didirikan
oleh pemerintah Belanda di Indonesia pada tanggal 14 Desember 1912.
Namun, karena adanya Perang Dunia I dan II, perpindahan kekuasaan
dari pemerintahan kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan
berbagai kondisi, menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan
dan BEI ditutup. BEI diaktifkan kembali pada tanggal 10 Agustus 1977.
Beberapa tahun kemudian, pasar modal mengalami pertumbuhan seiring
dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih
meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka
pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta (BEJ)
dengan Bursa Efek Surabaya (BES) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)
pada tanggal 3 Desember 2007 dengan menggunakan sistem perdagangan
bernama Jakarta Automated Trading System (JATS). (Buku Panduan
Indeks Harga Saham BEI, 2010:5)
2
1.1.2 Indeks Sektoral Bursa Efek Indonesia
Indeks sektoral Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah sub indeks dari
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Semua emiten yang tercatat di
BEI diklasifikasikan ke dalam sembilan sektor menurut klasifikasi
industri yang telah ditetapkan BEI yang diberi nama JASICA (Jakarta
Industrial Classification). Kesembilan sektor tersebut adalah :
A. Sektor-sektor Primer (Ekstraktif)
■ Sektor 1 : Pertanian
■ Sektor 2 : Pertambangan
B. Sektor-sektor Sekunder (Industri Pengolahan / Manufaktur)
■ Sektor 3 : Industri Dasar dan Kimia
■ Sektor 4 : Aneka Industri
■ Sektor 5 : Industri Barang Konsumsi
C. Sektor-sektor Tersier (Industri Jasa / Non-manufaktur)
■ Sektor 6 : Properti dan Real Estate
■ Sektor 7 : Transportasi dan Infrastruktur
■ Sektor 8 : Keuangan
■ Sektor 9 : Perdagangan, Jasa dan Investasi
1.1.3 Sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi
Sektor perdagangan, jasa dan investasi merupakan salah satu indeks
sektoral yang terdiri dari delapan sub sektor yaitu perdagangan besar
barang produksi, perdagangan eceran, restoran, hotel & pariwisata,
advertising, printing & media, jasa komputer & perangkatnya,
perusahaan investasi dan lainnya. Peneliti membahas empat sub sektor
yaitu sub sektor restoran, hotel & pariwisata, advertising, printing &
media dan perusahaan investasi. Tabel 1.1 merupakan daftar emiten sub
sektor restoran, hotel & pariwisata, advertising, printing & media dan
perusahaan investasi.
3
Tabel 1.1
Sub Sektor Restoran, Hotel & Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Investasi
No. Kode Nama Perusahaan
Sub Sektor Restoran
1. FAST Fast Food Indonesia Tbk.
2. MAMI Mas Murni Indonesia Tbk.
3. MAMIP Mas Murni Indonesia Tbk. (Preferen)
4. PGLI Pembangunan Graha Lestari Indah Tbk.
5. PJAA Pembangunan Jaya Ancol Tbk.
6. PNSE Pudjiadi & Sons Tbk.
7. PSKT Pusako Tarinka Tbk.
8. PTSP Pioneerind Gourmet International Tbk.
9. PUDP Pudjiadi Prestige Tbk.
10. SMMT Eatertainment International Tbk.
Sub Sektor Hotel & Pariwisata
11. BAYU Bayu Buana Tbk.
12. BUVA Bukit Uluwatu Villa Tbk.
13. GMCW Grahamas Citrawisata Tbk.
14. HOME Hotel Mandarine Regency Tbk.
15. ICON Island Concepts Indonesia Tbk.
16. INPP Indonesian Paradise Property Tbk.
17. JSPT Jakarta Setiabudi Internasional Tbk.
18. PANR Panorama Sentra Wisata Tbk.
19. PDES Destinasi Tirta Nusantara Tbk.
20. SHID Hotel Sahid Jaya Internasional Tbk.
Sub Sektor Advertising, Printing & Media
21. ABBA Mahaka Media Tbk.
22. EMTK Elang Mahkota Teknologi Tbk.
23. FORU Fortune Indonesia Tbk.
24. IDKM Indosiar Karya Media Tbk.
25. JTPE Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
26. KBLU First Media Tbk.
27. LPLI Star Pacific Tbk.
28. MNCN Media Nusantara Citra Tbk.
29. SCMA Surya Citra Media Tbk.
30. SRAJ Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk.
31. TMPO Tempo Intimedia Tbk.
32. VIVA Visi Media Asia Tbk.
Sub Sektor Perusahaan Investasi
33. BHIT Bhakti Investama Tbk.
34. BMTR Global Mediacom Tbk.
35. BNBR Bakrie & Brothers Tbk.
36. BRMS Bumi Resources Minerals Tbk.
37. MLPL Multipolar Tbk.
38. PLAS Polaris Investama Tbk.
39. POOL Pool Advista Indonesia Tbk.
Sumber : Data yang diolah Penulis tahun 2012
3
4
1.2 Latar Belakang Penelitian
Pada tahun 2007-2008, perekonomian dunia dilanda krisis finansial
global. Salah satunya disebabkan oleh kasus subprime mortgage di
Amerika Serikat. Perbankan di Amerika tidak mengontrol dan terlalu
besar dalam memberikan kredit dalam bidang properti dan real estate.
Hal ini disebabkan oleh kebijakan bank sentral AS dalam menurunkan
suku bunga maka industri properti bersaing untuk memberikan pinjaman
kredit dengan bunga ringan. Ketika bank sentral AS menaikkan kembali
suku bunga, maka suku bunga untuk hutang juga naik.
Permasalahan muncul ketika banyak lembaga keuangan pemberi
kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada masyarakat
yang sebenarnya secara finansial tidak layak memperoleh kredit yaitu
kepada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk
memenuhi kredit yang mereka lakukan. Situasi tersebut memicu
terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage).
Kredit macet di sektor properti tersebut mengakibatkan efek domino
yang mengarah pada bangkrutnya beberapa lembaga keuangan di
Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan lembaga pembiayaan sektor
properti umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain yang
umumnya adalah lembaga keuangan. Jaminan yang diberikan perusahaan
pembiayaan kredit properti adalah surat utang (subprime mortgage
securities) yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di
berbagai negara. (Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah, 2009:3)
Krisis finansial global mengancam stabilitas perekonomian dunia.
Hal ini ditandai dengan peristiwa seluruh sektor ekonomi pasar dunia
mengalami keruntuhan sehingga menimbulkan efek domino yang
5
mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Dimulai dari runtuhnya
pasar saham yang ditandai dengan melemahnya bursa saham domestik di
kawasan Eropa dan Asia Pasifik.
Krisis keuangan global yang berlangsung pada tahun 2008
menyebabkan macetnya sistem keuangan dunia sehingga menyebabkan
merosotnya aktivitas ekonomi dan perdagangan dunia. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya pertumbuhan volume
perdagangan dunia telah terjadi sejak pertengahan tahun 2007.
Dampak yang ditimbulkan oleh krisis keuangan global terhadap
perekonomian Indonesia mulai dirasakan pada triwulan IV tahun 2008,
dimana pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar
minus 3.6% dibandingkan triwulan III-2008 dan meningkat 5.2%
dibandingkan dengan triwulan IV-2007 yang berarti lebih lambat dari
pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan sebelumnya pada tahun
2008 yaitu 6.2% di triwulan I, 6.4% pada triwulan II, 6.4% pada triwulan
III.
Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2008
disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa.
Melemahnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa adalah sebagai akibat
dari meningkatnya harga minyak serta menurunnya permintaan
komoditas ekspor Indonesia sebagai dampak dari krisis keuangan global.
Untuk menjaga kemerosotan pertumbuhan ekonomi, konsumsi
masyarakat diupayakan untuk tetap dijaga dengan menjaga daya beli
masyarakat melalui pengendalian inflasi dan berbagai program
pengurangan kemiskinan. Di samping itu efektifitas pengeluaran
pemerintah juga ditingkatkan dengan program stimulus untuk menjaga
daya beli masyarakat dan peningkatan investasi. (Buku Pegangan
Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2009:6)
6
Dampak dari krisis finansial global yaitu, tingginya suku bunga
domestik karena Bank Indonesia menaikkan suku bunga (BI Rate) untuk
meredam capital outflow yang semakin membumbung tinggi.
Jika suku bunga terus meningkat maka ada kecenderungan pemilik
modal akan mengalihkan modalnya ke deposito dan tentunya berakibat
negatif terhadap pasar modal, karena imbalan saham yang diterima lebih
kecil dibandingkan dengan imbalan (pendapatan) dari bunga deposito.
(Oksiana Jatiningsih, 2007)
Bagi dunia usaha, tingginya suku bunga domestik tentu akan
menyebabkan penundaan ekspansi bisnis baru. Hal ini dikarenakan,
tingginya suku bunga tabungan dan deposito berarti semakin tinggi pula
tingkat suku bunga pinjaman. Kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI
Rate) menimbulkan kerugian pada berbagai bisnis karena semakin
tingginya biaya operasional yang dikeluarkan sehingga dapat
mengakibatkan naiknya harga produk. Hal ini dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia. Gambar 1.2 merupakan
grafik BI Rate dari Januari 2007-Desember 2009.
Gambar 1.2
BI Rate Januari 2007 - Desember 2009
Sumber : Data yang diolah Penulis tahun 2012 (www.bi.go.id)
0.00%2.00%4.00%6.00%8.00%
10.00%
3 D
es 2
009
5 O
kt 2
009
5 A
gust
…
3 Ju
ni 2
009
3-A
pr-
09
4-F
eb-0
9
4 D
es 2
008
7 O
kt 2
008
5 A
gust
…
5 Ju
ni 2
008
3-A
pr-
08
6-F
eb-0
8
6 D
es 2
007
8 O
kt 2
007
7 A
gust
…
7 Ju
ni 2
007
5-A
pr-
07
6-F
eb-0
7
BI Rate 2007-2009
7
Dampak dari krisis finansial global yang lain yaitu tingginya inflasi
pada bulan April 2008 sebesar 8,96% meningkat menjadi 10,38% pada
bulan Mei 2008 seiring dengan kenaikan harga BBM internasional dan
kenaikan harga bahan pangan pokok. Selama tahun 2008 inflasi mencapai
11,1%. Inflasi mengalami penurunan pada akhir tahun 2008 dan awal
tahun 2009 seiring dengan menurunnya harga bahan bakar internasional
dan domestik serta bahan-bahan pokok lainnya.
Menurunnya inflasi pada akhir tahun 2008 memberikan cukup ruang
bagi Bank Indonesia untuk melakukan perubahan kebijakan moneter yang
semakin longgar. (Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan
Pembangunan Daerah, 2009:9)
Jika penyebab inflasi adalah pada sektor riil (supply stock) yang
mencakup tingkat produktivitas dan tingkat pengangguran, maka tingkat
inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat return saham. Adapun
tingkat inflasi akan berpengaruh positif apabila penyebab inflasi adalah
sektor moneter (monetary shock) yang mencakup pasokan uang, tingkat
bunga, dan tingkat harga. (Akhmad Sodikin, 2007) Gambar 1.3
merupakan grafik inflasi Januari 2007-Desember 2009.
Gambar 1.3
Inflasi Januari 2007-Desember 2009
Sumber : www.bi.go.id (diakses 19 Februari 2012)
8
Berdasarkan data inflasi tahun 2007-2009 tersebut mengindikasikan
peningkatan inflasi secara relatif pada tahun 2008 yang merupakan sinyal
negatif pemodal di pasar modal yang dapat saja diartikan inflasi
meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya
produksi lebih tinggi daripada peningkatan harga yang dapat dinikmati
oleh perusahaan maka profitabilitas perusahaan akan menurun.
(Tandelilin, 2001:213)
Selain itu, dampak inflasi berimbas pula pada Produk Domestik
Bruto (PDB) di Indonesia. Dampak resesi ekonomi Amerika Serikat
terhadap Indonesia tentunya negatif, tetapi karena net-ekspor (ekspor
dikurang impor) hanya menggerakkan sekitar 8% dari Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia, maka dampaknya relatif kecil dibandingkan
dengan negara tetangga yang ketergantungan ekspornya ke Amerika
Serikat besar, misalnya Hong Kong, Singapura, dan Malaysia. (Fauzi
Ichsan, 2008) Gambar 1.4 merupakan grafik PDB tahun 2007-2009.
Gambar 1.4
PDB / GDP 2007-2009
Sumber : www.worldbank.org (diakses 19 Februari 2012)
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
600,000,000,000
2007 2008 2009
GDP (dalam US$)
GDP (dalam US$)
9
Berdasarkan data PDB/GDP tahun 2007-2009 tersebut
mengindikasikan adanya peningkatan PDB/GDP dari tahun 2007-2009.
Hal ini berpengaruh positif terhadap daya beli konsumen sehingga dapat
meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan. (Tandelilin,
2001:213) Dengan meningkatnya PDB/GDP mengindikasikan bahwa,
minat daya beli masyarakat Indonesia pada saat krisis global tidak terlalu
berpengaruh. Dengan begitu, perusahaan tetap bisa memperoleh
pemasukan dari penjualan produk.
Selain itu, dampak krisis finansial global berpengaruh pada nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang sebelumnya sempat menguat
dari Rp9.419,-/USD pada bulan Desember 2007 menjadi Rp9.118,-/USD
pada bulan Juni 2008 didorong oleh peningkatan penerimaan ekspor dan
pemasukan modal swasta. Selanjutnya, nilai tukar kemudian kembali
melemah dan mencapai puncaknya menjadi Rp12.151,-/USD pada bulan
November 2008 dan sedikit menguat menjadi Rp10.700,- /USD pada
minggu ketiga April 2009. (Buku Pegangan Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2009:9) Gambar 1.5 merupakan
grafik kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika 2007-2009.
Gambar 1.5
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika
Januari 2007-Desember 2009
Sumber : www.bi.go.id (diakses 19 Februari 2012)
10
Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap saham sektor perdagangan dan
jasa tercatat paling tinggi, di mana penguatan atau pelemahan Rp 1 nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan menaikkan atau
menurunkan indeks sektor ini 0,66 basis poin.
(www.indonesiafinancetoday.com diakses 13 Maret 2012)
Selain nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, krisis finansial
global berimbas pula pada nilai tukar Rupiah terhadap Euro. Gambar 1.6
merupakan grafik kurs Rupiah terhadap Euro tahun 2007-2009.
Gambar 1.6
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Euro
Januari 2007 – Desember 2009
Sumber : www.bi.go.id (diakses 19 Februari 2012)
Pada saat krisis finansial global, pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap kurs dollar dan kurs Euro bisa saja positif dan negatif. Bagi
perusahaan yang sudah go public yang mempunyai orientasi ekspor
dengan supply bahan baku lokal, maka apabila terjadi apresiasi mata uang
asing akan memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut. Dengan
jumlah valuta asing yang sama perusahaan akan memperoleh jumlah mata
uang lokal yang lebih banyak apabila dikonversikan.
11
Di lain pihak, perusahaan yang memproduksi barang dengan
kandungan bahan baku impor yang tinggi dan mengutamakan penjualan
dalam negeri akan sangat menderita dengan adanya apresiasi mata uang
asing. Dengan jumlah bahan baku impor yang sama perusahaan
membutuhkan mata uang domestik yang lebih banyak untuk
dikonversikan ke dalam mata uang eksportir. Hal ini akan meningkatkan
arus kas keluar perusahaan. Apabila arus kas keluar lebih besar daripada
arus kas masuk tentu saja perusahaan ini akan mengalami kerugian.
Dalam kondisi apresiasi mata uang asing perusahaan jenis ini kurang
menarik bagi para investor, bila diikuti dengan tindakan menjual saham
oleh para investor maka harga saham perusahaan tersebut akan menurun.
Jika ha1 ini dialami banyak perusahaan maka akan menurunkan Indeks
Harga Saham Gabungan. (Oksiana Jatiningsih, 2007)
Goncangan pasar modal internasional berimbas pula kepada Bursa
Efek Indonesia (BEI). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI yang
sedikit membaik pada awal tahun 2008 dari 2.627,3 pada bulan Januari
2008 menjadi 2.721,9 (3.6%) pada bulan Februari 2008, menurun secara
bertahap menjadi 2.165,9 (-20,4%) pada bulan Agustus, dan menurun
secara bergejolak menjadi 1.355,4 (-37,4%) pada bulan Desember 2008.
Penurunan IHSG didorong pula oleh keluarnya sebagian investor asing
dari bursa. Pada bulan Februari 2009 IHSG masih mengalami penurunan
menjadi 1.296,9 (-4,3%). Pada minggu III April 2009 IHSG sudah mulai
meningkat menjadi 1.625,09. (Buku Pegangan Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2009:11)
Penggambaran indeks IHSG mencerminkan persepsi investor
terhadap kinerja saham dan menandai keadaan stabilitas nasional suatu
negara. Dengan menguatnya IHSG, mengindikasikan banyaknya investor
yang membeli saham yang dapat dilihat dari perdagangan saham yang
12
relatif stabil dan rata-rata pertumbuhannya naik sehingga harapan
investor untuk mendapatkan return dan buy back yang dihasilkan juga
naik. Gambar 1.7 merupakan pergerakan IHSG dari bulan Januari 2007
sampai dengan bulan Desember 2009.
Gambar 1.7
IHSG Januari 2007-Desember 2009
Sumber : Data yang diolah Penulis tahun 2012
Selain investasi di bidang saham, yang terkena imbas dari krisis
ekonomi global yaitu perdagangan emas internasional. Tercatat bahwa
selama krisis ekonomi global, harga emas internasional menurun. Hal ini
mengindikasikan bahwa perdagangan emas internasional menurun akibat
krisis ekonomi global. Namun, pasca krisis ekonomi global harga emas
internasional kian melambung.
Dengan meningkatnya harga emas internasional dapat menjadi sinyal
negatif bagi para investor karena banyak investor yang beralih ke
investasi emas dengan tingkat risiko yang tidak terlalu tinggi jika
dibandingkan dengan investasi saham sehingga pamor saham menjadi
02000400060008000
1000012000140001600018000
01/0
1/07
04/0
1/07
07/0
1/07
10/0
1/07
01/0
1/08
04/0
1/08
07/0
1/08
10/0
1/08
01/0
1/09
04/0
1/09
07/0
1/09
10/0
1/09
IHSG 2007-2009
CLOSE
LOW
HIGH
OPEN
13
menurun. Gambar 1.8 merupakan grafik pergerakan harga emas
internasional tahun 2007-2009.
Gambar 1.8
Harga Emas Januari 2007 – Desember 2009
Sumber : www.gold.org (diakses 17 April 2012)
Dampak krisis finansial global yang paling dirasakan bagi
masyarakat menengah ke atas, khususnya mereka yang “bermain” saham.
Selain itu, dampaknya berimbas ke sektor perekonomian lainnya yang
melibatkan kalangan menengah ke bawah. Krisis finansial global
merupakan risiko pasar yang dialami investor. Risiko kondisi pasar
tergambarkan pada fluktuasi pasar, krisis moneter dan resesi ekonomi.
(Tandelilin , 2001:48)
Faktor-faktor makroekonomi seperti BI rate, inflasi, PDB/GDP, kurs
Dollar Amerika, kurs Euro, IHSG dan harga emas internasional dinilai
sebagai risiko pasar yang disebabkan oleh krisis global yang dialami oleh
para investor. Sebagaimana dikemukakan oleh Samsul (2006:199), faktor
makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi
mempunyai pengaruh terhadap kenaikan dan penurunan kinerja
0.0
2,000,000.0
4,000,000.0
6,000,000.0
8,000,000.0
10,000,000.0
12,000,000.0
14,000,000.0
1/1/2007 1/1/2008 1/1/2009
14
perusahaan yang akan berpengaruh terhadap return saham baik secara
langsung maupun tidak langsung. Menurut Tandelilin (2001:50),
perubahan pasar modal akibat krisis finansial global tersebut akan
mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.
Krisis finansial global dirasakan oleh Bursa Efek Indonesia sebagai
penyelenggara pasar modal di Indonesia yang terdiri dari beberapa indeks
saham. Salah satu indeks sektor yang terkena dampaknya yaitu sektor
Perdagangan, Jasa dan Investasi. Dampak krisis finansial global terhadap
bidang perdagangan terlihat pada penurunan volume perdagangan dunia.
Melemahnya pertumbuhan ekonomi ini akan mengakibatkan penurunan
permintaan, sehingga volume perdagangan dunia pun akan mengalami
penyusutan yang cukup berarti.
Perlambatan volume perdagangan dunia sudah mulai terlihat di tahun
2008. Penurunan ekspor dan impor dari negara maju di tahun 2009 akan
menjadi pemicu utama penurunan ekspor dan impor negara-negara
berkembang, yang merupakan konsumen utama dari produk-produk
ekspor dan impor negara maju. (Buku Pegangan Penyelenggaraan
Pemerintahan dan Pembangunan Daerah, 2009:23)
Pada bidang hotel & pariwisata, juga mengalami dampak krisis
global dikarenakan minat wisatawan berkurang yang disebabkan
kebutuhan dana segar meningkat sehingga prioritas terhadap hiburan dan
liburan berkurang. Namun, di Indonesia tidak terkena dampak penurunan
secara drastis. Perkembangan pariwisata di Indonesia tumbuh dengan
baik sehingga dapat meningkatkan devisa untuk pemasukan negara.
Pada tahun 2007-2008, perkembangan wisatawan mancanegara ke
Indonesia meningkat. Pada tahun 2009 mengalami penurunan akibat
krisis global. Namun, pemerintah Indonesia menanggulangi dengan
program Indonesia Visit Year 2009 sehingga pariwisata Indonesia tidak
15
menurun drastis. Tabel 1.2 merupakan perkembangan wisata
mancanegara 2007-2011.
Tabel 1.2
Perkembangan Wisata Mancanegara di Indonesia 2007-2011
Sumber : www.budpar.go.id (diakses 21 Mei 2012)
Perkembangan usaha restoran menengah dan besar tidak terlalu
terkena dampak krisis global secara signifikan karena minat dan daya beli
masyarakat untuk konsumsi juga tidak dipengaruhi oleh krisis global.
Tabel 1.3 merupakan perkembangan usaha restoran/rumah makan skala
menengah dan besar.
Tabel 1.3
Perkembangan Usaha Restoran/Rumah Makan
Skala Menengah dan Besar Tahun 2007-2010
Sumber : www.budpar.go.id (diakses 21 Mei 2012)
16
Pada bidang advertising, printing & media, lembaga riset AC
Nielsen mencatat belanja iklan di Indonesia sepanjang 2008 secara
keseluruhan meningkat 19% atau sebesar Rp 41,71 triliun dibandingkan
tahun sebelumnya belanja iklan tercatat Rp. 35,08 triliun. Peningkatan
biaya iklan ini menggambarkan industri perekonomian di Indonesia yang
terbilang baik meskipun telah memasuki resesi ekonomi dunia. Lembaga
riset ini juga memproyeksikan, khususnya di kuartal pertama tahun 2009,
belanja iklan untuk kegiatan Pemilu akan meningkat dua kali lipat
dibandingkan tahun sebelumnya pada 2008. (www.studentmagz.com,
diakses 17 Mei 2012)
Krisis global tahun 2008 juga mempengaruhi minat investasi di
Indonesia sehingga berpengaruh terhadap pemasukan perusahaan
investasi. Namun, di Indonesia tidak terlalu terkena dampak krisis global
secara signifikan karena Bank Indonesia membuat kebijakan dengan
menaikkan tingkat suku bunga (BI Rate) sehingga minat investasi
masyarakat tidak menurun. Hal ini dapat berpengaruh pada pemasukan
dan return saham sub sektor perusahaan investasi.
Dengan demikian, pada penelitian ini penulis memberi judul
“Analisis Pengaruh Faktor Eksternal Terhadap Return Saham
Sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi Sub Sektor Restoran, Hotel
& Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Perusahaan
Investasi Periode Sebelum, Saat dan Sesudah Krisis Tahun 2008
(Studi Kasus Bursa Efek Indonesia 2007-2009)”
17
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh faktor eksternal (BI Rate, inflasi, GDP, Kurs
USD, Kurs Euro, IHSG & Harga Emas) terhadap return saham
sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi sub sektor Restoran, Hotel &
Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Perusahaan Investasi
periode sebelum, saat dan sesudah krisis tahun 2008 secara parsial di
Bursa Efek Indonesia ?
2. Bagaimana pengaruh faktor eksternal (BI Rate, inflasi, GDP, Kurs
USD, Kurs Euro, IHSG & Harga Emas) terhadap return saham
sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi sub sektor Restoran, Hotel &
Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Perusahaan Investasi
periode sebelum, saat dan sesudah krisis tahun 2008 secara simultan
di Bursa Efek Indonesia ?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal (BI Rate, inflasi, GDP,
Kurs USD, Kurs Euro, IHSG & Harga Emas) terhadap return saham
sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi sub sektor Restoran, Hotel &
Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Perusahaan Investasi
periode sebelum, saat dan sesudah krisis tahun 2008 secara parsial di
Bursa Efek Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal (BI Rate, inflasi, GDP,
Kurs USD, Kurs Euro, IHSG & Harga Emas) terhadap return saham
sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi sub sektor Restoran, Hotel &
Pariwisata, Advertising, Printing & Media dan Perusahaan Investasi
18
periode sebelum, saat dan sesudah krisis tahun 2008 secara simultan
di Bursa Efek Indonesia.
1.5 Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis ( Keilmuan )
Hasil penelitian mengenai pengaruh faktor eksternal terhadap
return saham pada sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi ini
diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
bidang penelitian investasi saham dalam pasar modal sehingga dapat
meminimalisasi risiko serta dapat dijadikan bahan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian mengenai pengaruh faktor eksternal terhadap
return saham pada sektor Perdagangan, Jasa dan Investasi ini
diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan pembelajaran
untuk para investor khususnya dalam mengambil keputusan
berinvestasi pada saat krisis finansial.
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi penjelasan secara umum, ringkas dan padat yang
menggambarkan tentang Gambaran Umum Objek Penelitian, Latar
Belakang Penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan
Penelitian serta Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tinjauan pustaka penelitian yang mendeskripsikan
dengan jelas, ringkas dan padat mengenai teori yang berkaitan dengan
topik dan variabel penelitian untuk dijadikan dasar bagi penyusunan
kerangka pemikiran dan perumusan hipotesis.
19
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi pendekatan, metode dan teknik yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat menjawab atau
menjelaskan masalah penelitian yang menjelaskan jenis penelitian,
variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel,
pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi pembahasan dari penelitian yang berupa analisis
pengolahan data yang diuraikan secara kronologis dan sistimatis yang
sesuai dengan perumusan masalah serta tujuan penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil
analisis temuan penelitian yang disajikan dalam rangkuman seluruh
penelitian yang terlebih dahulu didapatkan dari hasil penelitian dan
pembahasan serta saran dan rekomendasi yang ditujukan untuk perbaikan
terhadap hasil penelitian dan teori yang mendasari.