BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah...

29
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan yang ada di Pulau Bali. Hal ini terjadi karena seiring dengan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggal juga semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kedudukan tanah sangat penting bagi kebutuhan manusia. Pengertian mengenai tanah itu sendiri diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (seianjutnya disebut UUPA) yang merumuskan bahwa : “Atas dasar hak menguasai dan negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”. Dengan demikian yang dimaksud dengan tanah dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah permukaan bumi, dimana permukaan bumi inilah yang dapat dihaki oleh setiap orang atau badan hukum. 1 Disamping itu tanah menjadi penting karena sifat dan faktanya, dilihat dari sifat karena pada kenyataannya tanah bersifat tetap dalam arti bahwa tanah menjadi benda kekayaan manusia meskipun mengalami perubahan baik secara fisik maupun status, masih tetap berupa tanah, sedangkan dilihat dan faktanya bahwa pada hakikatnya tanah merupakan tempat tinggal 1 Supriadi, 2009, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, h.3.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh

besar terhadap pengembangan lahan-lahan yang ada di Pulau Bali. Hal ini terjadi

karena seiring dengan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggal juga

semakin meningkat. Hal ini menyebabkan kedudukan tanah sangat penting bagi

kebutuhan manusia.

Pengertian mengenai tanah itu sendiri diatur dalam Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (seianjutnya

disebut UUPA) yang merumuskan bahwa :

“Atas dasar hak menguasai dan negara sebagaimana yang dimaksud

dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan

bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai

oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang

lain serta badan-badan hukum”.

Dengan demikian yang dimaksud dengan tanah dalam Pasal 4 ayat (1)

UUPA adalah permukaan bumi, dimana permukaan bumi inilah yang dapat dihaki

oleh setiap orang atau badan hukum.1 Disamping itu tanah menjadi penting karena

sifat dan faktanya, dilihat dari sifat karena pada kenyataannya tanah bersifat tetap

dalam arti bahwa tanah menjadi benda kekayaan manusia meskipun mengalami

perubahan baik secara fisik maupun status, masih tetap berupa tanah, sedangkan

dilihat dan faktanya bahwa pada hakikatnya tanah merupakan tempat tinggal

1Supriadi, 2009, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, h.3.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

2

persekutuan, memberi penghidupan bagi persekutuan dan tempat pemakaman

warga persekutuan.2 Secara tidak langsung pentingnya kedudukan tanah

berpengaruh terhadap harga tanah yang ada serta berpengaruh pula pada bisnis

jual beli tanah di Pulau Bali karena dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat

akan tanah, akan mendorong meningkatnya kegiatan jual beli tanah sebagai salah

satu bentuk proses peralihan hak atas tanah.3

Terdapatnya masyarakat yang dari luar Kabupaten Bangli ingin memiliki

atau berinvenstasi tanah dan atau rumah di Kabupaten Bangli yang diakibatkan

oleh arus urbanisasi tenaga kerja semakin meningkat karena perkembangan sektor

ekonomi di Kabupaten Bangli. Bahkan, Kabupaten Bangli saat ini telah menjadi

tumpuan hidup dan harapan masa depan bagi masyarakat dari luar Kabupaten

Bangli. Dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup berupa tanah dan rumah di

Kabupaten Bangli.

Dalam hubungannya dengan usaha yang berhubungan dengan tanah,

sangat banyak faktor yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah maupun

masyarakat karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa tanah adalah suatu

komoditas yang sifatnya terbatas, sedangkan kebutuhan akan tanah tidak ada

batasnya. Di sisi lain, Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa sebagaimana dirumuskan sebagai

berikut : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,

2I Gusti Ngurah Tara Wiguna, 2009, Hak-hak Atas Tanah Pada Masa Bali Kuna Abad X-

XI Masehi, Udayana University Press, Bangli, h.2.

3Sahat HMT Sinaga, 2007, Jual Beli Tanah dan Pencatatan Peralihan Hak, Pustaka Sutra,

Bandung, h.1.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

3

dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak mendapat

pelayanan kesehatan”.

Sebagai negara hukum, hal yang menjadi fokus perhatian bukan hanya

bagaimana pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat, akan tetapi juga peningkatan

kesadaran hukum masyarakat demi terciptanya tertib hukum di masyarakat. Jual

beli tanah sebagai salah satu bentuk hubungan hukum antara dua orang atau dua

pihak yang telah sepakat membuat perjanjian jual beli dimana perjanjian tersebut

menganut asas obligatoir, Perjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana

pihak-pihak sepakat mengikatkan din untuk melakukan penyerahan suatu benda

kepada pihak lain. Menurut KUH Perdata perjanjian jual beli saja belum

mengakibatkan beralihynya hak milik atas suatu benda dan penjual kepada

pembeli. Fase ini merupakan kesepakatan yang harus diikuti dengan penyerahan.4

Penjual berkewajiban untuk menyerahkan hak milik atas barang yang dijualnya

dan memberikan hak kepadanya untuk menuntut pembayaran harga yang telah

disepakati. Pembeli wajib membayar harga sebagai imbalan ia diberi hak untuk

menuntut penyerahan hak milik atas barang yang dibelinya. Dalam hal ini

perpindahan hak milik baru terjadi ketika dilakukan penyerahan atas hak milik

tersebut yang mana dalam hal jual beli tanah yang merupakan benda tidak

bergerak, penyerahan terjadi ketika telah dilakukan proses balik nama dengan akta

4Mariam Darus Badruizarnan, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h.67.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

4

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan kemudian didaftarkan pada Kantor

Badan Pertanahan Nasional setempat.5

Untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah, diatur

dalam suatu peraturan perundang-undangan khusus yaitu UUPA yang dalam

pembentukannya, diharapkan mampu mewujudkan jaminan kepastian hukum

mengenai hak-hak atas tanah yaitu dalam hal kepemilikan dan penguasaan tanah.

Secara khusus mengenai pendaftaran peralihan hak karena proses jual beli diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang mana dalam ketentuan

Pasal 5 tentang Pendaftaran Tanah merumuskan bahwa Pendaftaran Tanah

diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional dimana menurut ketentuan

rumusan Pasal 6 ayat (2) Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor

Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

Sudah barang tentu pada setiap pelayanan yang bersifat adminitratif

terdapat pungutan atau biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak yang melakukan

pendaftaran tersebut. Berkenaan dengan hal itu, pada tanggal 22 Januari 2010,

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, yang mana dalam

Pasal 1 Peraturan Pemerintah tersebut merumuskan bahwa jenis Penerimaan

5Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

h.323.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

5

Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional adalah

penerimaan yang berasal dari :

a. Pelayanan Survei, Pengukuran dan Pemetaan;

b. Pelayanan Pemeriksaan Tanah;

c. Pelayanan Konsolidasi Tanah secara Swadaya;

d. Pelayanan Pertimbangan Teknis Pertanahan;

e. Pelayanan Pendaftaran Tanah;

f. Pelayanan Informasi Pertanahan;

g. Pelayanan Lisensi;

h. Pelayanan Pendidikan;

i. Pelayanan Penetapan Tanah Objek Penguasaan Benda-benda Tetap

Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (P3MB) / Peraturan

Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5/Prk/1965; dan

j. Pelayanan di Bidang Pertanahan yang berasal dan kerjasama dengan

pihak lain.

Mengarah kepada tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak terhadap

Peralihan Hak Atas Tanah, dalam Pasal 16 ayat (2) Peraturan Pemerintah tersebut

merumuskan bahwa tarif tersebut dihitung berdasarkan pada nilai tanah dimana

yang dimaksud dengan nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yang

ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam Peta Zona Nilai Tanah yang

disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk tahun berkenaan dan untuk

wilayah yang berlum tersedia peta zona nilai tanah digunakan Nilai Jual Objek

Pajak atas tanah tahun berkenaan.

Menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tersebut,

Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Bangli telah membuat Peta Zona Nilai

Tanah untuk wilayah Kabupaten Bangli pada tanggal 21 Desember 2012 akan

tetapi tidak langsung diberlakukan. Kemudian pada tanggal 3 Januari 2013,

Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan Surat

Edaran Nomor 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

6

Bukan Pajak Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010. Surat Edaran

tersebut dikeluarkan dengan maksud dan tujuan untuk menjadi petunjuk

pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 sehingga tidak terjadi

penafsiran yang berbeda beda atas Peraturan Pemerintah tersebut khususnya

dalam penetapan peta zona nilai tanah. Sehingga berdasarkan pada surat edaran

tersebut, Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Bangli mulai menggunakan

peta zona nilai tanah yang telah disusun mulai pada tanggal 22 Maret 2013.

Penggunaan peta zona nilai tanah tersebut tentu saja memberikan pengaruh tidak

saja terhadap pengenaan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak atas Pendaftaran

Peralihan Hak Milik Atas Tanah di Kabupaten Bangli, akan tetapi juga terhadap

prosedur pendaftarannya.

Sehingga bertitik tolak pada fenomena tersebut penulis bermaksud untuk

melalukan penelitian dengan judul “PENDAFTARAN PERALIHAN HAK

MILIK ATAS TANAH KARENA JUAL BELI DI KABUPATEN BANGLI

(Setelah berlakunya Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif Atas

Penerimaan Negara Bukan Pajak Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 2010).”

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

yang akan dibahas dalam laporan ini antara lain :

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

7

1. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah

karena jual beli di Kabupaten Bangli setelah berlakunya Surat Edaran

Kepala BPN RI Nomor 1/SE-100/I/2013 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat pelaksanaan pendaftaran

peralihan hak milik atas tanah karena jual beli di Kabupaten Bangli

setelah berlakunya Surat Edaran Kepala BPN RI Nomor 1/SE-

100/I/2013 ?

1. 3. Ruang Lingkup Masalah

Agar hasil dan suatu penelitian dapat dicapai sesuai dengan harapan maka

perlu kiranya ditetapkan ruang lingkup isi pokok pembahasan. Pembatasan ini

penting karena dapat memberikan batasan-batasan yang jelas sehingga pada

akhirnya tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang dibahas. Dalam

penelitian ini, pertama yang akan dibahas adalah terbatas pada prosedur

pendaftaran peralihan hak atas tanah yang sudah bersertifikat dalam bentuk hak

milik karena jual beli setelah berlakunya Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif

Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13

Tahun 2010, dan pembahasan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai

kendala-kendala yang ditemui dilapangan terkait dengan hal pendaftaran peralihan

hak tersebut serta upaya-upaya penyelesaiannya.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

8

1. 4. Orisinalitas

Untuk menuliskan penelitian-penelitian terhadap yang sejenis dan

menjelaskan perbedaan penelitian terdahulu (originalitas). Untuk penelitian yang

belum ada penelitian terdahulunya mahasiswa wajib menjelaskan bahwa belum

pernah ada penelitian mengenai masalah yang diangkat dalam usulan penelitian

yang bersangkutan. Untuk substansi pembeda minimal 2 (dua) dengan indikator

pembeda diantaranya adalah judul, permasalahan, dan indikator-indikator yang

lainnya.

Adapun indikator tersebut, yaitu sebagai berikut :

No. Nama Penulis Materi Yang Dulu

1 I Made Sederhana Utama

NIM. 9203020140

Judul :

Prosedur Dan Sahnya Jual Beli Tanah

Berdasarkan Hukum Adat Setelah

Berlakunya Undang-Undang Pokok

Agraria (Studi Kasus Di Desa Rendang,

Kabupaten Tingkat II Karangasem).

Rumusan Masalah :

1. Bagaimanakah Prosedur Dan Sahnya

Jual Beli Tanah Ditinjau Dari

Hukum Adat Dan UUPA?

2. Masalah-Masalah Apakah Yang

Timbul Dalam Hubungannya

Dengan Jual Beli Tanah Setelah

Keluarnya UUPA Yang Dilakukan

Menurut Hukum Adat?

2 I G A R Dwijayanti

NIM. 9103020003

Judul :

Suatu Tinjauan Hukum Tentang Sahnya

Jual Beli Tanah Pekarangan Desa Di

Desa Adat Besang Kangin Kabupaten

Dati II Kelungkung.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana Eksistensi Tanah

Pekarangan Desa Di Desa Adat

Besang Kangin Bila Ditinjau Dari

Perkembangan Keadaan Masyarakat

Sekarang?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

9

2. Bagaimanakah Tata Cara Pengalihan

Hak Atas Tanah Pekarangan Desa

Di Desa Adat Besang Kangin

Tersebut?

3. Apakah Tanah Pekarangan Desa

Dapat Diperjualan-Belikan?

3 Luh Kadek Ariani

NIM. 9715020010

Judul :

Akibat Hukum Terbitnya Sertifikat Dari

Peralihan Hak Atas Tanah Yang Cacat.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimanakah Akibat Hukum Dari

Sebidang Tanah Yang Memiliki

Sertifikat Dari Peralihan Hak Atas

Tanah Yang Cacat?

2. Terhadap Terbitnya Dua Sertifikat

Dari Peralihan Hak Atas Tanah

Tersebut Manakah Yang Sah

Menurut Hukum?

4 I Made Rai Mahayoga

NIM. 030 300 5086

Judul :

Akibat Hukum Jual Beli Hak Milik Atas

Tanah Menurut Hukum Adat (Tanpa

Akta PPAT) Setelah Berlakunya Undang-

Undang Pokok Agraria.

Rumusan Masalah :

1. Apakah Jual Beli Hak Milik Atas

Tanah Yang Tidak Dilakukan

Dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah / PPAT Tetapi Sudah Dilakan

Menurut Hukum Adat Dapat

Dianggap Sah?

2. Bagaimanakah Prosedur Pendaftaran

Jual Beli hak Milik Atas Tanah yang

Dilakukan Tanpa Akta PPAT?

1. 5. Tujuan Penulisan

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yang dikelompokkan dalam tujuan

umum dan tujuan khusus.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

10

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

memahami mengenai pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah

karena jual beli di Kabupaten Bangli terkait dengan Surat Edaran Kepala BPN RI

Nomor 1/SE-100/I/2013.

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dan penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas

tanah karena jual beli di Kabupaten Bangli setelah berlakunya Surat

Edaran Kepala BPN RI Nomor 1/SE-100/I/2013.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan

pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena jual beli di Kabupaten

Bangli setelah berlakunya Surat Edaran Kepala BPN RI Nomor 1/SE-

100/I/2013.

1. 6. Manfaat Penulisan

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian /

bahan penelitian lebih lanjut serta menambah informasi mengenai

pendaftaran peralihan hak milik atas tanah di Kabupaten Bangli setelah

diterapkannya Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1/SE-100 /I/2013.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

11

b. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

masukan dan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat di

dalam pendaftaran peralihan hak milik atas tanah serta masyarakat pada

umumnya yang terlibat dalam transaksi jual beli tanah.

1. 7. Landasan Teoritis

Sebagai dasar untuk menganalisis permasalahan skripsi ini digunakan

landasan teoritis sebagai berikut :

Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan bahwa “Negara Republik Indonesia adalah negara hukum”.

Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk

menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada kekuasaan yang tidak

dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah negara

yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.

Keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga

negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila

kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.6

Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum,

selalu berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law),

6Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti,

Jakarta, h.153.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

12

kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum

dengan cara tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Prinsip

penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal protection)

atau persamaan dalam hukum (equality before the law)7 (vide Pasal 27 ayat (1)

UUD RI tahun 1945). Konsep kesetaraan dihadapan hukum (equality before the

law), di mana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun

berada di atas hukum (above the law).

Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala sesuatu harus

dilakukan secara adil. Konsep due process of law sebenarnya terdapat dalam

konsep hak-hak fundamental (fundamental rights) dan konsep kemerdekaan/

kebebasaan yang tertib (ordered liberty). Konsep due process of law yang

prosedural pada dasarnya didasari atas konsep hukum tentang “keadilan yang

fundamental” (fundamental fairness). Perkembangan, due process of law yang

prossedural merupakan suatu proses atau prosedur formal yang adil, logis dan

layak, yang harus dijalankan oleh yang berwenang, misalnya dengan kewajiban

membawa surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas,

kesempatan yang layak untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti

pengacara bila diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup, memberikan

ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau musyawarah yang pantas, yang

harus dilakukan manakala berhadapan dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan

pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk

7Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat), Refika Aditama,

Bandung, h.207.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

13

kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak atas kepemilikan benda, hak

mengeluarkan pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan mencari

penghidupan yang layak, hak pilih, hak untukberpergian kemana dia suka, hak

atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-hak

fundamental lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang

substansif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa pembuatan

suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan

perlakuan manusia secara tidak adil, tidak logis dan sewenang-wenang.8

Pada bukunya John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty yang berjudul Negara

Hukum dan Perlindungan Konsumen, Lawrence M. Friedman, menyatakan bahwa

“sistem hukum (legal system) terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen struktur

(structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture)”.9

Aspek struktur (structure) oleh Friedman dirumuskan sebagai berikut :

“The structure of a legal system consists of elements of this kind : the

number and size of courts; their yurisdiction (that is what kind of

cases they hear, and how and why), and modes of appeal from one

court to another. Structure also means how the legislature is

organized, how many members sit on the Federal Trade Commission,

what a president can (legally) do or not do, what procedures the

police department follow, and so on”.10

Mengacu kepada rumusan di atas, maka Pengadilan beserta organisasinya, dan

DPR merupakan elemen strukutur dari sistem hukum. Lembaga DPR sebagai

8Ibid.

9John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, 2007, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen

Terhadap Produk Pangan Kedaluwarsa, Pelangi Cendekia, Jakarta, h.37.

10

Ibid.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

14

elemen struktur, alat-alat kelengkapan dan anggota DPR merupakan aspek

struktut dalam sistem hukum.

Elemen kedua dari sistem hukum adalah substansi hukum (substance).

Penjelasan Friedman terhadap substansi hukum adalah sebagai berikut :

“By this is meant the actual rules, norms, and behavior patterns of

people inside the system. This is, first of all, „the law‟ in the popular

sence of the term-the fact that the speed limit is fifty-five miles an

hour, that burglars can be sent to prison, that „by law‟ a pickle maker

has to list his ingredients on the label of the jar”.11

Dengan demikian, Friedman mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

substansi hukum adalah peratura-peraturan yang ada, norma-norma dan aturan

tentang perilaku manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai hukum yang

merupakan substansi hukum.

Elemen ketiga budaya hukum (legal culture), Friedman mengartikannya

sebagai sikap dari masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, tentang

keyakinan, nilai, gagasan serta harapan masyarakat tentang hukum. Dalam tulisan

Friedman merumuskannya sebagai berikut : “By this we mean people‟s attitudes

toward law and the legal system-their beliefs, values, ideas, and expectations. In

other words, it is that part of the general culture which concerns the legal

system”.12

Hubungan ketiga elemen sistem hukum tersebut Friedman menggambarkan

sistem hukum sebagai suatu proses produksi dengan menempatkan mesin sebagai

11

Ibid., h.38.

12

Ibid., h.39.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

15

struktur kemudian produk yang dihasilkan sebagai substansi hukum, sedangkan

mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen budaya hukum.

Struktur dan substansi merupakan ciri-ciri kukuh yang terbentuk

pelan-pelan oleh kekuatan-kekuatan sosial dalam jangka panjang.

Kultur hukum juga bisa mempengaruhi tingkat penggunaan

pengadilan, yakni sikap mengenai akan dipandang benar atau salah,

berguna atau sia-sia, hal tersebut juga akan mempengaruhi produk

hukum yakni Putusan Pengadilan.13

Kekuasaan sering disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan

kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan, demikian pula

sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang.

Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang

memerintah dan pihak lain yang diperintah” (the rule and the ruled).14

Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak

berkaitan dengan hukum. Kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh

Henc van Maarseven disebut sebagai “blote match”15

, sedangkan kekuasaan yang

berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang rasional

atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami

13

Lawrence M. Friedman, 2009, Sistem Hukum, Perspektif Ilmu Sosial, Nusa Media,

Bandung, h.18.

14

Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

h.35-36.

15

Suwoto Mulyosudarmo, 1990, Kekuasaan dan Tanggung Jawab Presiden Republik

Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis Pertanggungjawaban Kekuasaan,

Universitas Airlangga, Surabaya, h.30.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

16

sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan

bahkan yang diperkuat oleh Negara.16

Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan

memiliki makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki

oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan

merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya, yaitu: a) hukum; b) kewenangan

(wewenang); c) keadilan; d) kejujuran; e) kebijakbestarian; dan f) kebajikan.17

Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara

dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat

berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya.

Oleh karena itu Negara harus diberi kekuasaan. Kekuasaan menurut Miriam

Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa

sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau

Negara.18

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ

sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten

16

A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan

Masyarakat Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, h.52.

17

Rusadi Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Universitas Islam Indonesia,

Yogyakarta, h.37-38.

18

Miriam Budiardjo, op.cit, h.35.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

17

complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung

hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban.19

Dengan demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik

dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata.

Artinya, kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari

luar konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan

kewenangan jelas bersumber dari konstitusi.

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah

wewenang digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan

istilah “bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon,

jika dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah

“bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya. Istilah

“bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum

privat. Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya

digunakan dalam konsep hukum publik.20

Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan

dan wewenang. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag)

dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang

disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan

oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”

19

Rusadi Kantaprawira, op.cit, h.39.

20

Philipus M. Hadjon, 2005, Tentang Wewenang, Universitas Airlangga, Surabaya, h.1.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

18

(bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat

wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden).

Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan

pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas,

dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan.21

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan

oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.22

Pengertian wewenang menurut H.D. Stoud adalah:

“Bevoegheid wet kan worden omscrevenals het geheel van

bestuurechttelijke bevoegdheden door publiekrechtelijke

rechtssubjecten in het bestuurechttelijke rechtsverkeer”, (wewenang

dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan

dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintah oleh subjek

hukum publik dalam hukum publik).23

Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas,

penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang

berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan

formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu

spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan

21

Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan

Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, h.22.

22

Indroharto, 1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie

Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h.65.

23

Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan

Pemerintah, Alumni, Bandung, h.4.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

19

kewenangan oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu

yang tersebut dalam kewenangan itu.

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam

melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan

keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara

atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan

yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan delegasi, harus

ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain.

Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang,

akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam

pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk

bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).24

Atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ

(institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh suatu badan legislatif yang

independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan

yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan

bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang

berkompeten.25

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari

suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator

24

Sonny Pungus, 2011, “Teori Kewenangan”, available from : URL : http://sonny-

tobelo.blogspot.com/2011/01/teori-kewenangan.html, data diakses tanggal 27 Juli 2014.

25

Ibid.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

20

(organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas

namanya, sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan

tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain

(mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas

namanya.26

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada

atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada

delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan

secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan

hukum menentukan menganai kemungkinan delegasi tersebut.27

Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Delegasi harus definitif, artinya delegasn tidak dapat lagi

menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b) Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya

delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang

memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c) Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki

kepagawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d) Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegasi

berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan

wewenang tersebut;

26

Ibid.

27

Ibid.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

21

e) Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan

instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.28

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi),

sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan

demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber

kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat

diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi,

delegasi dan mandat. Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu

kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan

mempertahankannya. Tanpa kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan

yuridis yang benar.29

1. 8. Hipotesis

Berkaitan dengan permasalahan diatas dapat ditarik jawaban sementara,

yaitu sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena jual

beli di Kabupaten Bangli setelah berlakunya Surat Edaran Kepala

BPN RI Nomor 1/SE-100/I/2013, yaitu sebagai berikut :

a) Perndaftaran Peta Zona Nilai Tanah dan Aset Properti

b) Pengecekan sertipikat

28

Philipus M. Hadjon, op.cit, h.5.

29

F.A.M. Stroink, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem

Ketatanegaraan Republik Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung, h.219.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

22

c) Pendaftaran peralihan hak milik karena jual beli

2. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pendaftaran peralihan

hak milik atas tanah karena jual beli di Kabupaten Bangli setelah

berlakunya Surat Edaran Kepala BPN RI Nomor 1/SE-100/I/2013,

yaitu sebagai berikut :

a) Kelengkapan berkas yang di ajukan oleh pemohon kurang

lengkap dan tidak sesuai dengan persyaratan yang

dintentukan.

b) Permohonan Peta Zona Nilai Tanah dan Asset Property yang

memerlukan waktu yang cukup lama.

c) Peralatan dan sarana pendukung yang kurang memadai.

d) Penentuan Zona nilai tanah tidak sesuai dengan harga yg

sebenarnya.

e) Kurangnya informasi dan sosialisasi mengenai permohonan

Peta Zona Nilai Tanah dan Asset Properti kepada Masyarakat.

1. 9. Metode Penelitian

Dalam penulisan sebuah karya ilmiah, digunakan sebuah metode atau cara

untuk menemukan atau menentukan hasil dan penelitian tersebut. Metode ini

penting karena sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Dalam laporan ini,

metode penulisan yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut :

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

23

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum empiris, dimana

penelitian hukum empiris adalah studi yang dilakukan berdasarkan data hasil

pengamatan, pengalaman, trial and error (uji coba), juga menggunakan kelima

panca indera manusia (penglihatan, perasa, penciuman, pendengaran, dan

sentuhan) dan bukan secara teoritis serta spekulasi. Penelitian ini bersifat

deskriptif yang bermaksud untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu

individu, keadaan. Gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada

tidaknya hubungan antara suatu gejala, atau menentukan ada tidaknya hubungan

antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Pendekatan Perundang-Undangan, yaitu mengkaji berdasarkan

Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan masalah yang

telah dirumuskan untuk dapat menjelaskan bagaimana pendafataran

peralihan hak milik atas tanah karena jual beli di Kabupaten Bangli.

2) Pendekatan Fakta, yaitu mengkaji kenyataan yang ada di lapangan

tentang kendala-kendala yang dapat menghambat pendafataran

peralihan hak milik atas tanah karena jual beli dan menemukan cara

penyelesaian yang digunakan di lapangan dan mengkaji kembali

dengan Peraturan Perundang-Undnagan dari kenyataan yang ada di

lapangan tersebut.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

24

c. Data Dan Sumber Data

Adapun sifat dan sumber data yang dipergunakan untuk membahas

permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini bersumber dari :

a) Data primer adalah data yang bersumber dan penelitian lapangan yaitu suatu

data yang diperoleh dari sumber pertama dilapangan yaitu baik dari

responden maupun dari informan.30

Dalam penelitian ini data primer

diperoleh dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bangli,

Bapak/Ibu Notaris/PPAT yang memiliki daerah kerja Kabupaten Bangli, dan

masyarakat umum yang melakukan transaksi jual beli tanah di Kabupaten

Bangli.

b) Data sekunder adalah data yang bersumber dan penelitian kepustakaan yaitu

data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dan data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk

bahan-bahan hukum.31

Bahan hukum itu sendiri terdiri dan bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan badan hukum tersier.

Adapun bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini

meliputi :

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang

dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundangundangan. Adapun

peraturan perundang-undangan yang dipergunakan dalam penelitian ini

antara lain :

30

Ibid.

31

Ibid.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

25

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok

Agraria;

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997

tentang Pendaftaran Tanah;

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010

tentang Jenis Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional;

5) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997

tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

6) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan

Pertanahan;

7) Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif Atas

Penerimaan Negara Bukan Pajak Sesuai Peraturan Pemerintah

Nomor 13 Tahun 2010.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini bahan

hukum sekunder terdiri dari pedapat para pakar hukum, karya tulis

hukum yang termuat dalam buku-buku hukum, media cetak yang

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

26

memiliki relevansi dengan penelitian ini dan artikelartikel perkembangan

hukum pada media internet.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder. Dalam penelitian ini untuk bahan hukum tersier digunakan

kamus-kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan kamus-kamus

ilmiah.

d. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat

pengumpul data yaitu bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara

atau interview.32

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah sebagai berikut :

1) Teknik wawancara (interview), yaitu suatu cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data guna mencari informasi dengan cara mengadakan tanya

jawab secara lisan dan tulisan yang diarahkan pada masalah tertentu dengan

informan yang dalam hal ini terdiri dan Pejabat-Pejabat di Kantor Badan

Pertanahan Kabupaten Bangli, Bapak/Ibu Notaris yang memiliki daerah kerja

di Kabupaten Bangli, dan masyarakat yang melakukan transaksi jual beli

tanah. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada daftar pertanyaan yang

telah dipersiapkan sebelumnya.

32

Amirudin dan Zamal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h.67.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

27

2) Data kepustakaan atau bahan pustaka, yaitu data-data yang diperoleh dan atau

bersumber dan buku-buku atau literatur-literatur yang menjadi bahan bahan

dan kemudian dipahami selanjutnya dilakukan pencatatan dengan mengutip

teori-teori hukum yang relevan dengan permasalahan dan penelitian baik

merupakan kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung.

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling. Pengambilan

sampel dengan teknik ini memberikan peran yang sangat besar pada peneliti untuk

menentukan pengambilan sampelnya. Dalam hal ini tidak ada ketentuan yang

pasti berapa jumlah sampel yang harus diambil agar dapat dianggap mewakili

populasinya. Pada teknik ini tidak semua elemen dalam populasi menclapat

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih teknik ini adalah karena

jumlah populasi yang tidak dapat ditentukan secara pasti karena tidak dapat

diketahui secara pasti berapa jumlah pendaftaran peralihan hak milik atas tanah

yang terjadi. Disamping itu penelitian ini bersifat deskriftif dan tidak

dimaksudkan untuk membuat generalisasi tentang populasinya.

Bentuk non probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain :

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

28

1) Quota sampling, yaitu suatu proses penarikan sampel dengan

memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel

tersebut telah memenuhi cirri-ciri tertentu yang menarik perhatian peneliti.33

2) Purposive Sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan

tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti,

yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan

bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik

tertentu yang merupakan ciri utama dan populasinya.34

3) Snowball Sampling, yaitu penarikan sample berdasarkan pada penunjukan

atau rekomendari dari sampel sebelumnya.35

f. Pengolahan Dan Analisa Data

Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang tengah diteliti, maka

keseluruhan data yang telah diperoleh baik bersumber dari data primer maupun

data sekunder diolah dan dianalisa dari segi teori dan prakteknya. Analisa data

yang telah dilakukan adalah analisa kualitatif yakni merupakan data yang tidak

berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa narasi, cerita, dokumen tertulis atau

tidak tertulis serta bentuk-bentuk non angka lainnya.36

Setelah pengolahan data

33

Ibid.

34

Ibid, h.87.

35

Amirudin dan Zamal Asikin, loc.cit.

36

M. Syamsudin, op.cit, h.133.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah I.pdf1. 1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat membawa pengaruh besar terhadap pengembangan lahan-lahan

29

selesai dilakukan, maka hasil pembahasan dan data tersebut disajikan secara

analisis deskriptif.