BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang...

25
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel di Timur Tengah menarik untuk dikaji, karena Pemerintahan di wilayah tersebut telah terlibat dalam perebutan kekuasaan di Timur Tengah sejak Islam berkuasa di Bilad al-Sham dengan berdirinya Dinasti Umayah (661-750 M). Kekuasaan Dinasti tersebut meliputi wilayah negara Suriah, Palestina, Jordan, dan Lebanon saat ini. Dinasti ini berhasil membangun armada laut dan merupakan kekuatan Islam di Utara dalam menghadapi Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul, Kandahar, Ghazni, Bukhara, Samarkand, (Uzbekistan) dan Tirmiz, serta di front Barat adalah Kartagena (ibu kota Bizantium di Ifriqiyah) (Karim,2012:84-14). Kekuatan Islam juga mampu untuk mengambil alih Palestina yang dikuasai oleh tentara Perang Salib (Kristen) semasa Panglima Besar Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1187. Masalah Palestina kemudian menjadi pemicu konflik yang menyeret Suriah setelah Inggris mengambil alih kekuasaan dari kekaisaran Ottoman, dan memberikan wilayah tersebut ke pada Zionis Yahudi untuk mendirikan negara Israel. Sejak negara itu merdeka pada tahun 1948, Suriah terlibat dalam masalah Palestina, dan memilki strategi dalam menghadapi konflik dengan Israel. Suriah menjalankan strateginya dalam menghadapi Israel melalui jalan perang secara langsung, perang tidak langsung di perbatasannya dengan di Lebanon dan melalui perundingan. Suriah telah berperang langsung dengan Israel pada tahun 1948,1967, dan 1973, serta terlibat secara tidak langsung akibat serangan Israel ke 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel di Timur Tengah

menarik untuk dikaji, karena Pemerintahan di wilayah tersebut telah terlibat dalam

perebutan kekuasaan di Timur Tengah sejak Islam berkuasa di Bilad al-Sham dengan

berdirinya Dinasti Umayah (661-750 M). Kekuasaan Dinasti tersebut meliputi

wilayah negara Suriah, Palestina, Jordan, dan Lebanon saat ini. Dinasti ini berhasil

membangun armada laut dan merupakan kekuatan Islam di Utara dalam menghadapi

Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul, Kandahar,

Ghazni, Bukhara, Samarkand, (Uzbekistan) dan Tirmiz, serta di front Barat adalah

Kartagena (ibu kota Bizantium di Ifriqiyah) (Karim,2012:84-14). Kekuatan Islam

juga mampu untuk mengambil alih Palestina yang dikuasai oleh tentara Perang Salib

(Kristen) semasa Panglima Besar Sultan Salahudin al-Ayyubi pada tahun 1187.

Masalah Palestina kemudian menjadi pemicu konflik yang menyeret Suriah setelah

Inggris mengambil alih kekuasaan dari kekaisaran Ottoman, dan memberikan wilayah

tersebut ke pada Zionis Yahudi untuk mendirikan negara Israel. Sejak negara itu

merdeka pada tahun 1948, Suriah terlibat dalam masalah Palestina, dan memilki

strategi dalam menghadapi konflik dengan Israel.

Suriah menjalankan strateginya dalam menghadapi Israel melalui jalan

perang secara langsung, perang tidak langsung di perbatasannya dengan di Lebanon

dan melalui perundingan. Suriah telah berperang langsung dengan Israel pada tahun

1948,1967, dan 1973, serta terlibat secara tidak langsung akibat serangan Israel ke

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

2

Lebanon pada tahun 1982, 1993, dan 1996, tetapi juga Suriah melakukan

perundingan dengan Israel melalui mediasi Amerika Serikat (AS) pada tahun 1991-

2000. Dalam kaitan ini, strategi Suriah dalam menghadapi Israel terkait dengan

upaya Suriah dalam mengambil kebijakan perang yang diperkuat dengan aliansi

militer dengan Rusia (Uni Soviet) dan melalui jalur perundingan. Suriah juga

mempertimbangkan aspek kekuatan militer dan negosiasi dalam menghadapi Israel

untuk melindungi kepentingan keamanannya di kawasan Timur Tengah. Dari kondisi

ini, pergolakan yang terjadi di Suriah pada awal Maret 2011 kemungkinan besar

strateginya dalam menghadapi Israel memiliki dampak atas pergolakan di Suriah.

Suriah dapat memengaruhi stabilitas keamanan regional, karena memiliki

perbatasan langsung dengan Israel di Dataran Tinggi Golan. Dalam hal ini, seperti

yang diutarakan oleh Henry Kissinger, bahwa there can be no war in the Middle East

without Egypt and no peace without Syria (Drysdale and Hinnebusch, 1991:2). Salah

satu alasan dari pernyataan tersebut adalah Suriah memiliki lokasi yang strategis

berada di jantung kawasan Timur Tengah, perbatasan dengan Israel, Turki, Jordan,

Irak dan Lebanon, berada di persimpangan Laut Tengah, dan Teluk Persia, serta

antara benua Afrika dan Eurosia. Posisinya yang strategis memudahkan Suriah untuk

membantu, dan mendukung kelompok perlawanan yang menentang keberadaan Israel

melalui perbatasan.

Posisi Suriah yang berada diperbatasan Israel dapat menjadi salah satu

ancaman militer bagi Israel. Selama Dataran Tinggi Golan masih berada dalam

pendudukan Israel, Suriah akan terus berupaya untuk dapat mengembalikan wilayah

tersebut. Negosiasi antara Suriah dan Israel, yang berlangsung sejak tahun 1991

hingga tahun 2000, mengalami kegagalan. Israel tidak ingin mengembalikan wilayah

tersebut. Penelitian ini menjadi penting, karena Suriah yang berada di garis depan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

3

memiliki strategi dalam menghadapi Israel yang didukung dengan posisi geografi

yang strategis berada di perbatasan dengan Lebanon. Posisinya di berbatasan ini

menjadi pertahanan bagi Suriah dalam menerapkan strateginya untuk menghadapi

Israel di Lebanon.

Perbatasan Suriah-Lebanon menjadi salah satu keuntungan Suriah dalam

membantu kelompok perlawanan Hizbullah di Lebanon Selatan. Sejak militer Suriah

berada di wilayah tersebut pada tahun 1976, wilayah ini telah menjadi sasaran

serangan Israel. Dalam hal ini, Lebanon Selatan memiliki perbatasan dengan

wilayah Dataran Tinggi Golan yang juga berbatasan dengan Israel. Keberhasilan

Israel menduduki wilayah Dataran Tinggi Golan pada tahun 1967 merupakan

pukulan berat bagi Suriah. Negara-negara Arab yang terlibat konflik dengan Israel

yaitu Mesir, dan Jordan yang telah mendapatkan wilayahnya, dan membuka

hubungan diplomatik dengan Israel masing-masing tahun 1979, dan 1994, sedangkan

Suriah tidak dapat memperoleh wilayah yang diduduki Israel meskipun telah

melakukan negosiasi dengan Israel untuk mengembalikan Dataran Tinggi Golan sejak

tahun 1991-2000.

Dalam menghadapi konflik dengan Israel, Suriah didukung dengan kondisi

geografis bahwa Suriah berada di perbatasan dengan Israel di wilayah Dataran Tinggi

Golan. Keadaan posisi geografis yang berbatasan dengan Lebanon memudahkan

Suriah untuk memberikan bantuan, dan fasilitas kepada para pejuang Palestina yang

memiliki basis kekuatan perlawanan di Lebanon, dan menjadi target serangan Israel

ke Lebanon. Terbentuknya Hizbullah di Lebanon pada tahun 1982 yang didukung

Iran telah menjadikan Suriah berperan penting bagi kelompok dimaksud. Suriah

dapat berperan di Lebanon, karena sejak tahun 1976 telah menempatkan pasukannya

di Lebanon, dan kemudian telah ditarik mundur pada tahun 2005. Pidato Presiden

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

4

Hafiz al-Assad tanggal 27 Oktober 1994 ketika kunjungan Presiden William J.

Clinton ke Damaskus menyampaikan bahwa Suriah berpedoman bahwa penyelesaian

konflik Arab-Israel harus diselesaikan secara damai, komprehensif, dan sesuai dengan

resolusi DK PBB no.242, dan 338 yaitu pengembalian seluruh tanah Arab sesuai

batas 4 Juni 1967 secara adil, dan mengembalikan rakyat Palestina ke negaranya,

serta Jerusalem Ibukota Palestina. Suriah merupakan negara terdepan yang tidak

langsung terlibat konflik antara Israel-Lebanon, dan Israel-Palestina (Hamas) di Gaza.

Dukungan Suriah terhadap kelompok ini dapat dikatakan sebagai salah satu

strategi Suriah menghadapi Israel. Suriah masih belum mampu untuk merebut

wilayahnya yang diduduki oleh Israel, sedangkan Mesir sekutu terdekatnya pada

Perang 1967, dan Perang 1973 dengan Israel telah memperoleh wilayah Sinai. Mesir,

bahkan telah menandatangi perjanjian perdamaian dengan Israel pada tahun 1979,

dan Jordan pada tahun 1994 telah sepakat dengan Israel berkaitan dengan pembagian

air di Sungan Jordan. Strategi Suriah dalam menghadapi Israel tidak dapat membawa

kemajuan dalam menuju suatu perdamaian, dan bahkan ketika di masa presiden

Bashar konflik dengan Israel semakin menguat dengan dituduhnya Suriah melakukan

instabilitas politik di Lebanon, dan mendukung terorisme di Timur Tengah.

Upaya Suriah dalam menghadapi Israel sangat terkait dengan masalah

Dataran Tinggi Golan yang lokasinya sangat strategis. Wilayah Golan dengan luas

1860 km2, dibatasi dengan 4 negara yaitu Suriah, Israel, Jordan, dan Lebanon,

memiliki ketinggian antara 209 m hingga 2814 m dari permukaan laut. Bagi Israel,

Golan merupakan tempat yang sangat strategis, karena dataran tingginya dapat

mendeteksi negara lain seperti Lebanon, dan Suriah. Serangan Israel ke Lebanon

Selatan, dan kekuatan militer Suriah dapat segera dapat dideteksi melalui Dataran

tersebut. Posisi strategisnya ini menjadi tujuan Israel untuk mempertahankannya.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

5

Suriah berupaya untuk memperoleh kembali Dataran Tinggi Golan dengan

kesediaannya menghadiri Konferensi Perdamaian Madrid, 30 Oktober 1991 bersama

Jordan, Lebanon, Palestina, dan Israel serta dihadiri pula oleh AS dan Rusia (Uni

Soviet). Konferensi Madrid merupakan awal negosiasi antara Suriah dan Israel

mengenai Dataran Tinggi Golan. Perundingan selanjutnya antara Suriah-Israel tetap

dilakukan secara informal dari tahun 1992 hingga 1995 hingga terbunuhnya PM

Israel Yitzak Rabin tahun 1995, dan terhenti setelah PM Netanyahu menduduki

Pemerintahan Israel tahun 1996. Selanjutnya, Pertemuan Tingkat Tinggi di Jenewa,

26 Maret 2000, yang diadakan atas mediasi AS dalam rangka pengembalian Dataran

Tinggi Golan tidak mencapai solusi, karena Israel tidak ingin mundur sesuai dengan

garis batas 4 Juni 1967.

Dalam proses perdamaian Road Map for Peace yang disponsori oleh PBB,

AS, Uni Eropa, dan Rusia (quartet) di bulan April 2003, quartet tidak melibatkan

Suriah. Mereka tidak mengikutsertakannya meskipun Suriah memiliki pengaruh atas

kelompok perlawanan Palestina di Damaskus, Suriah. Lebih dari itu, AS justru

mendesak Yaser Arafat menunjuk Mahmoud Abbas (Abu Mazen) seorang arsitek

perjanjian Oslo sebagai pengganti Perdana Menteri pada bulan Maret 2003 (Carter,

2007:158-159). Sebaliknya, Suriah justru dikesampingkan dalam masalah konflik

dengan Israel. Lebih dari itu, Suriah bahkan telah dituduh melakukan campur tangan

atas masalah dalam negeri Lebanon, dan Irak. Tuduhan ini membawa konsekwensi

bagi Suriah yaitu, pertama, AS secara formal menerapkan sanksi ekonomi terhadap

Suriah di tahun 2004, karena dianggap telah mendukung terorisme, menduduki

Lebanon, dan mengembangkan senjata pemusnah massal. Kedua, AS, dan Perancis

berhasil melakukan sanksi politik dengan mensponsori resolusi DK PBB No. 1559,

dan 1701, yang intinya penarikan Suriah dari Lebanon yang dilaksanakan akhir April

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

6

2005. Ketiga, penuduhan bahwa Suriah telah mengizinkan wilayahnya sebagai

tempat pelatihan terorisme. Menlu AS Powel mendesak Presiden Bashar al-Assad

bulan Mei 2003 agar Suriah menutup semua kantor organisasi teroris Palestina di

Damaskus, dan mengusir pemimpinnya termasuk juga melucuti Hizbullah di Lebanon

(Gabil, 2006:140). Dalam hal ini, pada tanggal 20 Mei 2005, Dubes Suriah di AS

mengatakan di harian New York Times, bahwa Syria has severed all links with US

military representatives and the Central Intelligence Agency during the last 10 days

because of what he called unjust allegations of Syrian Support to the Iraqi

insurgency. AS, dan sekutunya berusaha memperlemah Suriah dalam percaturan

konflik dengan Israel.

Suriah dengan upayanya untuk menghadapi Israel secara regional justru

sebaliknya semakin meningkat sesuai dengan laporan The Iraq Study Group Report

(ISG)(2006:38-40). Kelompok yang dipimpin oleh mantan Menlunya Presiden

George H. W. Bush, James Baker memberikan laporan, bahwa kerja sama dengan

Suriah dalam membantu AS selama Perang Teluk di tahun 1991 perlu dipertahankan.

Dalam laporannya ISG menjelaskan, bahwa untuk mengatasi stabilitas Irak, dan

konflik Arab-Israel semua negara yang tertarik pada keamanan regional harus bekerja

sama dengan Suriah, dan Iran. Laporan ini menujukkan pentingnya Suriah dalam

percaturan konflik dengan Israel dalam mewujudkan perdamaian di Timur Tengah.

Dalam mewujudkan perdamaian, Suriah berupaya melakukan perundingan

informal dalam rangka menghadapi Israel. Setelah delapan tahun mengalami

kebuntuhan, pada tanggal 21 Mei 2008 Suriah, dan Israel mengumumkan

dimulainya pembicaraan perdamaian di bawah mediasi Turki. Dalam wawancara

dengan Harian Qatar (SANA, 21 Mei 2008), Al-Watan, Presiden Bashar al-Assad

menekankan Erdogan’s role in the process and praised his efforts that intensified

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

7

since April 2007 hingga tanggal tersebut, Turki telah lima kali menfasilitasi

perundingan informal antara Suriah, dan Israel. Perundingan tersebut terhenti, karena

adanya serangan darat Israel ke Gaza akhir Desember 2008. Israel menuntut, bahwa

Suriah harus memutuskan hubungan dengan Hizbullah, dan Hamas serta Iran jika

pertemuan akan dilanjutkan ke arah yang lebih formal (Hadar, 2007:4). Tuntutan ini

tidak dapat dilaksanakan, dan dihentikan oleh Suriah ketika Israel melakukan

penyerangan ke Jalur Gaza pada akhir tahun 2008.

Perundingan informal merupakan salah satu upaya Suriah dalam

menghadapi Israel. Secara tidak langsung, Suriah memiliki posisi tawar menawar,

karena kelompok perlawanan yang didukungnya dapat bertahan terhadap serangan

membabi-buta Israel ke Lebanon Selatan tahun 2006, dan dapat bertahannya Hamas

di Jalur Gaza dari serangan keji Israel di tahun 2008. Strategi Suriah dalam

menghadapi Israel secara tidak langsung telah memperkuat pengaruh Suriah terhadap

kelompok dimaksud. Seperti yang diutarakan oleh David W, Lesch (2007: 20) bahwa

Victory for Hizbullah was a victory of Syria. Bashar had very few strategic assets left

as of early 2007, and Syrian Foreign Policy under Assad is all about having for quid

pro quos, particularly regarding a return of the Golan Heights. Pengaruh Suriah atas

atas kelompok perlawanan dapat dijadikannya sebagai posisi tawar-menawar dalam

menekan Israel untuk melakukan perundingan.

Strategi Suriah dalam menghadapi Israel ini menyebabkan Israel tidak dapat

menghancurkan kekuatan Hizbullah di Lebanon Selatan dan Hamas di Gaza. Upaya

ini kemungkinan besar berpengaruh atas terjadinya pergolakan senjata pada awal

Maret 2011 yang bertujuan untuk memperlemah kekuatan perlawanan Suriah

terhadap Israel, dan mengganti rezim di Suriah bagi kepentingan keamanan Israel.

Hal ini diindikasikan, bahwa AS sekutu Israel, dan beberapa negara sekutu AS

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

8

berusaha untuk menyudutkan, dan memperlemah kekuatan militer, dan ekonomi

Suriah dengan memberikan bantuan kepada para pemberontak, dan mensponsori

resolusi Dewan Keamanan PBB dengan tujuan memberikan sanksi kepada Suriah.

Dalam keadaan ini, Suriah mampu menghadapi tuntutan AS di PBB dengan

menggalang sekutunya Rusia, dan China yang memiliki hak veto di DK PBB yang

telah tiga kali menggagalkan penerapan sanksi kepada Suriah.

1.2. Rumusan Masalah

Pertanyaan-pertanyaan penelitian kemudian dikemukakan sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana strategi Suriah dalam menghadapi perang dengan Israel masa

Presiden Hafiz al-Assad?

1.2.2 Bagaimana strategi keseimbangan komprehensif dalam menghadapi Israel di

masa Presiden Hafiz al-Assad?

1.2.3 Mengapa dalam strateginya menghadapi Israel, dukungan Suriah terhadap

kelompok Perlawanan Palestina-Hamas, dan Hizbullah serta aliansinya

dengan Iran mendapatkan tekanan dari AS?

1.2.4 Bagaimana dampak strategi Suriah dalam menghadapi Israel terhadap

gejolak politik di Suriah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah adalah:

1.3.1 Menerangkan strategi yang dilakukan Suriah dalam menghadapi perang

dengan Israel pada tahun 1948, 1963, dan 1973 serta perang tidak langsung

dengan Israel di Lebanon.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

9

1.3.2 Menerangkan strategi keseimbangan komprehensif yang dilakukan oleh

Suriah dalam menghadapi Israel.

1.3.3 Menjelaskan strategi Suriah dalam menghadapi tekanan AS untuk

memutuskan hubungan dengan kelompok perlawanan Palestina-Hamas,

Hizbullah, dan Iran yang didasari hubungan antara Suriah-AS.

1.3.4 Menjelaskan hubungan antara strategi yang diambil Suriah dalam

menghadapi Israel dan pengaruhnya atas terjadinya pergolakan di Suriah

awal Maret 2011.

1.3.5 Selain sebagai bahan akademik untuk mengupas strategi Suriah dalam

menghadapi konflik dengan Israel,penulis juga memiliki kewajiban moral

sebagai seorang diplomat di Kementerian Luar Negeri untuk memberikan

rekomendasi kebijakan luar negeri Indonesia khususnya dalam mengambil

posisi atau sikap terhadap kondisi yang sedang terjadi di Suriah saat ini. Hal

ini mengingat Kementerian Luar Negeri terkait dengan masalah kebijakan

luar negeri Indonesia terhadap negara-negara Arab yang mana Indonesia

sesuai amanat Pembukaan UUD 45 adalah ikut serta dalam menjaga

ketertiban, dan perdamaian dunia.

1.4 Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka ini penulis menguraikan, bahwa terdapat hasil-hasil

penelitian atau pemikiran sebelumnya yang berkaitan dengan Suriah dalam konflik di

Timur Tengah. Tinjauan pustaka digunakan sebagai bahan dasar penulis untuk

penulisan disertasi sebagai inspirasi, pendukung, dan penjelas dalam kajian ini.

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menunjukkan perbedaan pembahasan

mengenai Suriah yang dibahas atau diteliti oleh penulis lainnya, dan ditujukan untuk

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

10

memberikan teori-teori, dan konsep-konsep politik dari penelitian sebelumnya

sebagai bahan dasar dalam penyusunan disertasi selanjutnya. Tinjauan pustaka

berdasarkan pada lima buku yaitu Syria, The United States, and The War on Terror in

the Middle East oleh Robert G. Rabil; Last Chance: The Middle East in the Balance

ditulis oleh David Garder; Commanding Syria oleh Eyal Zisser; The Truth About

Syria oleh Barry Rubin Carsten: dan Assad: The Struggle of Middle East oleh Patrick

Seale. Buku-buku tersebut sebagai bahan referensi, dan rujukan untuk menguatkan

kajian disertasi.

Robert G Rabil (2006) mengkaji mengenai kebijakan luar negeri AS terhadap

Suriah, dan kebijakan AS di Timur Tengah. Dijelaskan, bahwa kebijakan luar negeri

AS atas Suriah mengalami fluktuasi yaitu antara komitmen AS terhadap keamanan

Israel, dan dukungan negara-negara Arab untuk mewujudkan kepentingannya. Suriah

merupakan salah satu negara yang telah masuk dalam daftar negara teroris oleh AS

sejak tahun 1979, dan menjadi faktor penting ketika Suriah tidak mendukung invansi

AS ke Irak tahun 2003, dan perang terhadap terorisme. AS menyadari, bahwa Suriah

memainkan peran penting atas ketidakstabilan keamanan di Irak. Penulis lebih

menfokuskan pada kepentingan invasi AS di Irak dengan menyudutkan dukungan

Suriah terhadap kelompok perlawanan Palestina sebagai kelompok terorisme. Selain

itu, penulis tidak menjelaskan bagaimana strategi Suriah dalam menghadapi Israel

melainkan lebih menganalisis kebijakan AS terhadap Suriah di Timur Tengah.

Tulisan lain mengenai Suriah yang ditulis oleh David Garder (2009)

menjelaskan, bahwa Suriah sebagai negara kunci dalam mempertahankan Lebanon

dari serangan Israel, sehingga memiliki memiliki posisi penting atas konflik dengan

Israel di Timur Tengah. Kedekatan Suriah dengan kelompok perlawanan Hizbullah

menjadikan Suriah sebagai salah satu negara yang arti peran penting dalam menjaga

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

11

stabilitas keamanan di Lebanon selama lebih kurang 30 tahun. Dalam tulisannya

dijelaskan, meskipun Suriah telah menarik mundur tentaranya dari Lebanon bulan

April 2005 tetapi keterkaitannya dengan Hizbullah menjadikan perannya, dan

pengaruhnya perlu diperhitungkan. Penulis hanya menfokuskan kebijakan Suriah di

Lebanon dalam menghadapi Israel. Peran, dan pengaruhnya di Lebanon berkaitan

dengan kekuatan Palestina di Lebanon menjadi bahan masukan berarti untuk

memberikan gambaran lebih lanjut terhadap strategi Suriah dalam menghadapi

konflik dengan Israel di Timur Tengah secara umum, dan konflik Arab-Israel

khususnya. Tulisan ini dapat menjadi bahan analisis bagi strategi Suriah menghadapi

Israel di Lebanon khususnya mengenai aliansi Suriah-Iran-Hizbullah.

Selanjutnya dalam buku karangan Eyal Zisser (2008) telah menjelaskan

mengenai naiknya Presiden Bashar al-Assad ketumpuk kekuasaan menggantikan

Presiden Hafiz al-Assad serta kebijakan luar negerinya yang berlanjut dalam masalah

konflik Arab-Israel. Pengarang menjelaskan kebijakan Suriah terhadap Amerika

Serikat, Israel, dan Lebanon, namun tidak selesai mengupas bagaimana strategi

Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel. Penulis lebih menekankan

analisisnya pada sisi kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah dalam menghadapi

Suriah, sehingga tidak mencerminkan masalah, dan realitas yang ada atas peran

Suriah. Buku ini lebih mengedepankan konflik Timur Tengah, dan terorisme dari

sudut pandang AS dan Israel. Kajian ini belum menjelaskan alasan dasar dari strategi

Suriah menghadapi Israel.

Penulis lain adalah Barry Rubin (2007) yang menjelaskan, bahwa Suriah

merupakan negara yang mengedepankan kebijakan luar negeri berdasarkan dukungan

kepada kelompok-kelompok yang dianggap teroris oleh AS antara lain Hamas,

Islamic Jihad, dan kelompok perlawanan di Lebanon yaitu Hizbullah. Rabin lebih

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

12

banyak mengamati, dan menekankan dari sudut pandang AS, dan Israel, bahwa

Suriah merupakan negara yang tidak akan pernah menginginkan perdamaian dengan

Israel. Penyelesaian konflik antara Israel, dan Palestina tidak pernah menyinggung

upaya Suriah ke arah perdamaian, karena penulis mengganggap Suriah

menginginkan hegemoni atas wilayah Timur Tengah. Dalam pengamatannya,

tulisannya secara jelas banyak menyudutkan kebijakan luar negeri Suriah sepihak

terutama tuduhannya memasok teroris ke Irak, sehingga tidak mungkin dapat

tercapai perdamaian mengingat Suriah tidak mau bekerja sama dengan AS untuk

memerangi terorisme di era Pemerintahan Bush. Dalam kaitan ini perlu dilanjutkan

kajian mengenai strategi Suriah dalam menghadapi Israel di Timur Tengah, dan

dalam menjelaskan bagaimana strategi Suriah menghadapi Israel, karena apa yang

telah dijelaskan sangat tidak mewakili kebijakan luar negeri Suriah dalam

menghadapi Israel, dan perannya saat ini yang selalu diabaikan oleh Israel yang

bersengketa dengan Hizbullah, dan Hamas.

Patrick Seale (1995) menjelaskan dengan baik mengenai kebijakan luar negeri

Suriah di kawasan Timur Tengah khususnya bagaimana Suriah di bawah Presiden

Hafiz al-Assad memainkan perannya dalam menghadapi Israel. Penulisan ini

menonjolkan riwayat Hafiz al-Assad, dan karirnya hingga menjadi Presiden Suriah.

Peran Suriah dalam konflik Arab-Israel memegang peranan penting dalam kebijakan

luar negerinya, termasuk hubungannya dengan negara-negara Arab lainnya dengan

spirit Pan-Arabisme untuk tindakan represif secara militer dengan Israel. Seale

berhasil mengkaji mengenai doktrin Assad berkaitan dengan keseimbangan

kekuataan masa Perang Dingin. Kajian ini dapat menjadi sumber inspiratif untuk

mengembangkan disertasi khususnya strategi Suriah dalam menghadapi konflik

dengan Israel pada masa Presiden Bashar al-Assad.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

13

Hal utama yang membedakan disertasi ini dengan kajian lainnya tentang

Suriah adalah pembahasan yang komprehensif mengenai strategi Suriah dalam

menghadapi konflik dengan Israel. Strategi Suriah sangat terkait dengan posisi

geografinya yang strategis sebagai pedoman dalam menentukan geopolitiknya untuk

menekan Israel agar kembali melakukan negosiasi dalam masalah Dataran Tinggi

Golan dari masa Presiden Hafiz al-Assad hingga Pemerintahan Presiden Bashar al-

Assad. Disertasi ini juga membahas, bahwa posisi Suriah penting tidak saja, karena

berada di perbatasan tetapi secara geopolitik Suriah juga memiliki strategi dalam

memainkan peran yang lebih luas untuk menekan Israel melalui dukungan atau

koalisinya dengan Iran, dan terhadap kelompok perlawanan Palestina, dan Hizbullah.

Dalan disertasi ini lebih lanjut dikaji strategi yang diambil Suriah dalam menghadapi

konflik dengan Israel yang cenderung membawa dampak atas upaya AS, dan

sekutunya untuk menjatuhkan Presiden Bashar al-Assad. Posisi Suriah menjadi

sangat vital di mata negara-negara besar seperti Rusia, China, dan Iran.

1.5 Kerangka Konseptual

Dalam memahami judul “Strategi Suriah dalam Menghadapi Konflik dengan

Israel 1991-2013”, maka perlu untuk mengetahui arti kata-kata dalam judul

dimaksud untuk memudahkan melakukan analisis dalam penelitian.

1.5.1 Strategi

Strategi berasal dari turunan kata bahasa Yunani, “stratēgos”, yang dapat

diterjemahkan sebagai ‘komandan militer’ pada zaman demokrasi Athena. Kata

strategi adalah a word of military origin, refers to a plan of action designed to

achieve a particular goal. Strategi merupakan suatu rencana militer dalam mencapai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

14

tujuan tertentu dengan target yang jelas. Strategi adalah bagaimana hubungan atas

berbagai pendekatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu. How a battle is fought is

a matter of tactics: the terms and conditions that it is fought on and whether it should

be fought at all is a matter of strategy. Taktik merupakan bagian dari suatu

pertempuran sedangkan strategi menerjemahkan suatu tindakan dalam arti yang lebih

luas dan dalam kondisi tertentu perang dapat dimulai atau tidak (Evans, 2011).

Dalam bukunya Strategy, Liddell Hart (1967:322) menjelaskan, bahwa military

strategy intrudes upon policy and, …it makes battle the only means of achieving

strategic ends. Hart lebih tertuju pada masalah strategi militer yang ditujukan sebagai

dasar bagi mulainya perang. Strategi militer dapat dikatakan sebagai akhir kebijakan

ketika perang sudah berlangsung. Berkaitan dengan strategi militer Hart menjelaskan

military strategy is "the art of distributing and applying military means to fulfil the

ends of policy. Strategi militer merupakan bagian dari seni untuk menyalurkan dan

menerapkan cara-cara militer. Strategi dalam kaitan ini merupakan bagian dari suatu

pertempuran yang telah ditetapkan dengan kebijakan dalam waktu lama.

Dalam bukunya The Power of Nations in the 1990s: A Strategic Assessment

(1995), Ray Cline mendefinsikan strategi adalah as a part of political decision

making process that conceptualizes and establishes goals and objectives designed to

protect and enhance…interests in the international arena. (Heater dan Berridge,

1998:47) Strategi digunakan sebagai proses pengambilan keputusan politik yang

diputuskan untuk mencapai sasaran, dan tujuan dalam melindungi, serta

meningkatkan kepentingannya di dunia internasional dalam menghadapi negara lain

bagi kepentingan politik dan keamanannya. Strategi ini menjadi dasar untuk mengaji

strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel pada tahun 1991-2013.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

15

Strategi yang dijalankan oleh Suriah dalam menghadapi konflik dengan

Israel tidak lepas dari penggunaan kekuatan militer, dan penerapan negosiasi.

Berkaitan dengan itu, Irtiza Hussain dalam bukunya Strategic Dimensions of

Pakistan’s Foreign Policy menjelaskan Strategy has often been described as the art

or the science of the application of power for the achievement of political

goals….Strategy necessitates the interspersing of military action with political

negotiations (Hussain, 1989: 1-2). Hussain menekankan strategi dalam menerapkan

kekuataan militer. Kekuatan militer merupakan menjadi vital dalam membuat suatu

strategi, dan bahkan strategi sebagai suatu seni atau ilmu yang menerapkan kekuatan

dalam mencapai tujuan politik. Penggunaan kekuatan militer dalam suatu strategi

juga diselingi dengan pelaksanaan negosiasi atau perundingan

Dari definisi, dan arti mengenai strategi, maka dapat dikatakan bahwa

strategi adalah bagian dari suatu kebijakan untuk melindungi, dan meningkatkan

berbagai kepentingannya berdasarkan kemampuannya antara tindakan militer dan

negosiasi politik sesuai arah dan tujuannya.

1.5.2 Konflik

Konflik menurut Michael Nicholson dalam bukunya Rationality and the

Analysis of International Conflict menjelaskan, bahwa: A conflict exists when two

people wish to carry out acts which are mutually inconsistent. …the definition of

conflict can be extended from individuals to groups (such as states or nations)

(Nicholson, 1992:11). Konflik terjadi ketika dua pihak melakukan suatu tindakan

yang saling berlawanan, dan memiliki kepentingannya sendiri yang tidak sepaham.

Konfik meluas dari seorang individu hingga menjadi suatu kelompok seperti bangsa,

dan negara dalam mempertahankan kepentingan tertentu. Menurut John Burton,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

16

Disputes…suggests are short-term disagreements that are relatively easy to resolve.

Sengketa secara garis besar cenderung lebih mudah untuk diselesaikan, dan sifatnya

adalah jangka pendek. Konflik menurut Burton: Long-term, deep-rooted problems

that involve seemingly non-negotiable issues and are resistant to resolution. Konflik

tidak sama dengan sengketa. Konflik masalahnya lebih mengakar, dan biasanya

cenderung dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga konflik cenderung akan

melibatkan isu-isu yang sulit dirundingkan untuk mencari solusi yang dapat

disepakati oleh kedua pihak (Burton,1993:55-64).

Dari berbagai pendapat, disimpulkan bahwa konflik adalah masalah yang

telah mengakar secara jangka panjang berdampak pada isu-isu yang muncul akibat

suatu tindakan yang tidak sepaham yang melibatkan individu, kelompok atau negara

yang sulit dirundingkan untuk mencapai solusi.

Penulisan mengenai “Strategi Suriah dalam Menghadapi Konflik Dengan

Israel” merupakan pengambilan keputusan politik oleh Suriah yang didasari atas

arah, dan tujuan dalam rangka melindungi, dan meningkatkan kepentingannya

berdasarkan kemampuan militer melalui negosiasi politik, dan tindakan militer dalam

menghadapi ketegangan politik, dan konflik terbuka dengan Israel. Strategi Suriah ini

didasari oleh geopolitiknya dalam mengambil kebijakan sesuai dengan kondisi

geografisnya yang berbatasan dengan Israel

1.6 Kerangka Pemikiran

Strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel sangat terkait

dengan konflk Palestina-Israel yang berkaitan dengan keinginan suatu bangsa untuk

membentuk suatu negara. Tidak ada konflik di dunia yang sangat problematika

seperti konflik antara Yahudi Israel, dan Arab Palestina yang masing-masing

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

17

menuntut wilayah yang sama. Kaum Yahudi, Kristian, dan Muslim yang menuntut

wilayah suci yang sama, sehingga mengakibatkan peningkatan oposisi dari negara-

negara Arab atas keberadaan negara Israel. Karen A. Mingst dalam bukunya

Essentials of International Relation (2008) menjelaskan, bahwa Disputes over state

territories and the desire of nations to form their own state have been major source of

instability and even conflict. Konflik tersebut mengakibatkan instabilitas di kawasan

Timur Tengah, karena Israel secara bertahap meluaskan ekspansi wilayahnya melalui

perang, dan pemukiman-pemukiman baru.

Ekspansi Israel ke wilayah Dataran Tinggi menjadi dasar atas strategi Suriah

menghadapi Israel. Akibat dari pendudukan Israel, maka Suriah hanya mendapatkan

air 269 juta, kubik dari 435 juta meter, padahal pertaniannya memerlukan 13.000 juta

m kubik air. Israel memperoleh 700 juta meter kubik dari yang semestinya 260 juta

meter kubik. Banyaknya jumlah pasokan air, karena curah hujan setahun di Golan

mencapai 750 mm dibandingkan di Damaskus hanya 212 mm pertahunnya. (Zaitun,

2007:15-16) Di Dataran tersebut, Suriah menduduki seluas 610 kilometer persegi dari

185.179 km2, dengan kota provinsi Quneitra, berjarak 35 km dari ibukota Damaskus.

Israel menduduki area seluas 1250 kilometer persegi. Titik tertinggi dari wilayah

tersebut adalah Gunung Hermon (dinamakan Jabal Sheikh di Suriah) setinggi 2.224

meter di atas laut. Di sebelah Barat Suriah, berbatasan dengan Laut Mediteranian

sepanjang pantai Utara Lebanon. Perbatasan terpanjangnya dengan Turki di sebelah

Utara (822 km), dan kemudian di sebelah Timur dengan Irak (605).

Dalam melihat strategi Suriah dalam konflik dengan Israel, maka secara

geopolitik letak Suriah berada di wilayah konflik, karena adanya pendudukan Israel

di wilayah Palestina yang kemudian meluas ke Lebanon, dan Jordan. Dengan melihat

pada faktor geopolitik, maka lebih mudah untuk memahami perjuangan hidup suatu

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

18

negara dengan melakukan pengawasan atas wilayahnya. Pengembangan dari

pengertian tersebut dapat diterapkan salah satunya dalam melihat kebijakan luar

negeri. Alan Bullock, dan Oliver Stallbrass (1977:263) dalam The Fontana

Dictionary of Modern Thought menjelaskan By geopolitics, it understands that

‘nations or states are engaged in a perpetual struggle for life…which can be derived

from the study of geography and history and successfully applied to foreign policy.

Richard Murir dalam Modern Political Geography yang dikutip dalam bukunya

Alasdair Drysdale, dan Gerald H. Blake dalam The Middle East and North Africa:

Political Geography dengan jelas mengatakan, bahwa political geographer believe

that location matters and that they should show the spatial causes and effects of

political process. Masalah wilayah dapat berpengaruh, dan menjadi penyebab proses

politik yang terjadi di suatu negara.

Proses politik yang terjadi dikaji berdasarkan geopolitik sebagai pandangan

politik suatu negara yang diinspirasikan dengan posisinya dalam peta menurut

pandangan H. Van der Wusten, dan G. Dijkink dalam jurnal German, British and

French Geopolitics: Enduring Difference. Selain itu, E.H.Carr dalam bukunya

Twenty Years Crisis menekankan, bahwa geopolitik tidak dipisahkan dengan politik

internasional, dan tidak terkait dengan ideologi. Geopolitik menjadi dasar kebijakan

untuk mencapai tujuan sesuai kondisi geografis negara tersebut. Geopolitik menjadi

dasar pemikiran tradisi realis internasional yang menganalisis politik dari gambaran

geografi. Konsep geopolitik merupakan upaya pemikiran realis dalam

memperjuangkan kekuatannya dalam suatu wilayah (Drulak, 2006: 420-421).

Geopolitik suatu negara menjadi dasar, dan memiliki tujuan untuk

mendukung atau memberikan justifikasi perluasan kekuatan suatu negara atas dasar

kerangka kerja gambaran geografisnya. Keadaan ini dianggap sebagai strategi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

19

nasionalis yang berorientasi pada politik geografi yang disebut geopolitik. Dalam

sistem internasional yang didasari oleh konflik, dan kompetisi, pemikiran ini akan

menjamin dominasi posisi masing-masing negara. Pemikiran geopolitik menurut

Guntram H. Herb dalam tulisannya the Politics of Political Geography menjelaskan

Political geography have engaged with states in three ways: … to facilitate the

process of maximizing its power over space; to maintain and manage its territorial

existence; and to actively resist and question its spatially manifested actions. (Drulak,

2006: 430-51). Geopolitik dapat menentukan kebijakan suatu negara dalam

menghadapi kondisi regional. Negara mendapatkan tiga pilihan apakah dengan

meningkatkan kekuatan militernya dalam menghadapi negara-negara di sekitarnya

atau berupaya untuk mempertahankan eksistensinya dengan bersikap netral di

wilayah kekuasaannya atau kemudian negara tersebut secara aktif melakukan

tranformasi ke arah perubahan dengan meningkatkan kekuatan ekonominya atau

menghadapi ketidakstabilan, karena adanya perlawanan atau revolusi. Keadaan ini

mempengaruhi geopolitik suatu negara dalam menghadapi masalah atau isu sesuai

dengan kondisi geografisnya.

Kondisi geografis suatu negara sangat terkait dengan sistem internasional

yang anarki menurut pendekatan realis. Realis menganggap, bahwa tidak ada

kewenangan di atas negara, dan negara sangat berdaulat. Sistem yang anarki akan

membatasi tindakan para pengambil keputusan, karena akan mempengaruhi

kapabilitas negara lain. Realis tradisional mengakui, bahwa negara bertindak, dan

membentuk sistem, sedangkan neorealis yakin, bahwa negara akan dihalangi oleh

struktur dari sistem yang berbentuk multipolar (multi kutub), bipolar (dua kutub), dan

unipolar (satu kutub). Dalam multipolar, ada beberapa negara, atau sedikitnya tiga

negara menikmati secara relatif kesamaan kekuatan militer. Dalam sistem bipolar

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

20

beberapa negara melakukan aliansi kepada dua kekuatan besar, sehingga menjadikan

perimbangan kekuatan. Setiap perang yang terjadi adalah untuk mempertahankan

perimbangan kekuasaan. Sedangkan dalam sistem unipolar, satu negara memiliki

pengaruh dalam sistem internasional (Mings, 2008:86-87).

Dalam kondisi sistem internasional yang anarkhi, negara yang kuat dari segi

politik, dan militer serta ekonomi akan berusaha membawa negara di sekitarnya

untuk mengikut arah kebijakan luar negerinya. Robert O. Kohane menyatakan

hegemony states are willing to pay the price to enforce norms unilaterally if

necessary in order to ensure the continuation of the system that benefit them. Dalam

suatu sistem yang unipolar, satu-satunya negara adi kuasa akan bertindak sesuai

ketentuannya secara unilateral, jika diperlukan untuk menjamin kelangsungan sistem

yang menguntungkannya. Satu negara yang dominan ditandai dengan pengeluaran

anggaran militer yang mana AS memiliki anggaran militer lebih besar dari lima belas

negara yang digabung (Mings, 2008:88).

Dalam suatu sistem internasional yang anarkhi, negarawan harus memilki

moralitas dalam membuat kebijakan luar negeri. Menurut Fareed Zakaria dalam

tulisannya Is Realism Finished?, dalam Jurnal National Interest 1992

(Genest,1996:124-126), dikatakannya, A Moral Statesman operating in a realist

world must hence keep in mind three caveats – chaos, competition, and caution.

Pertama, seorang negarawan harus dapat mengatasi kekacauan dalam kehidupan

internasional. Kedua, karena negara tergantung pada kemampuan keamanannya

sendiri, maka negarawan harus dapat dipercaya untuk tidak melakukan kecurangan,

dan kekerasan terhadap negara lain. Fareed Zakaria mengatakan, the competitive

nature of international life ensures that if one country alone acts out of moral rather

than strategic concern, it will encourage others to seek advantage; ketiga, seorang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

21

negarawan harus bertindak sesuai dengan moral yang disebut ethic of responsbility.

Negara harus bertindak sesuai dengan pertanggung jawaban etika internasional dalam

sistem internasional.

Teori mengenai moralitas dalam sistem internasional ini mewarnai sikap

Suriah dalam membuat kebijakan luar negerinya, yang mana posisi yang berbatasan

dengan negara-negara yang terlibat konflik dengan Israel yang bertindak di luar

moral, sehingga menjadi perhitungan mendasar dalam menjalin hubungan dengan

kelompok perlawanan di Lebanon Selatan, dan Palestina. AS, sebagai negara

hegemoni dalam sistem unipolar, menjadi faktor utama penekan terhadap kebijakan

luar negeri Suriah. Secara geografis, geopolitik Suriah membawa konsekwensi atas

kebijakan luar negerinya dalam menghadapi konflik di Timur Tengah. Dengan

demikian, kekuatan negara mempengaruhi negara lain sangat tergantung dari potensi

kekuatannya. Keadaan menentukan strategi Suriah dalam menghadapi Israel.

Dengan dasar pemikiran ini, dalam disertasi dikaji mengenai strategi Suriah

yang memiliki kondisi posisi geografis yang strategis dapat memainkan pengaruhnya

terhadap konflik dengan Israel. Dari posisinya yang strategis, maka geopolitik Suriah

berupaya memperluas pengaruh, dan dukungannya dalam menentukan strateginya

menghadapi Israel. Geopolitik Suriah menentukan arah kebijakan politik luar negeri

Suriah berdasarkan atas faktor geografis dalam rangka mencari dukungan dalam

mengadapi konflik dengan Israel agar dapat memperoleh kembali wilayah Dataran

Tinggi Golan melalui penyelesaian damai atau cara-cara lain.

Kebijakan luar negeri dapat diorientasikan dengan suatu keputusan atau

tindakan suatu negara. Kal Holsti dalam bukunya The International Politics

menekankan, bahwa orientasi kebijakan luar negeri merupakan general attitude and

commitments toward the external environment and its fundamental strategy for

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

22

accomplishing its domestic and external objective and aspiration and for coping with

persisting threat. Strategi mendasar dalam kebijakan luar negeri dalam menghadapi

konflik adalah mengisolasi diri, atau menjauhi konflik, bersikap netral atau

nonalignment, dan membangun koalisi atau aliansi. Strategi ini dapat berubah sesuai

dengan kondisi regional dan perimbangan kekuatan dalam sistem global.

Kebijakan luar negerinya suatu negara diimplementasi menjadi kekuatan

yang efektif melalui diplomasi. Diplomasi biasanya dimulai dengan melakukan

tawar-menawar secara langsung atau tidak langsung agar dapat mencapai kesepakatan

dalam suatu negosiasi atas suatu masalah. Menurut Karen A. Mingst: …, yet for

bargaining to be successful, each party needs to be credible, that is, each party needs

to make believable statement, assume likely positions, and be able to back up its

position by taking action (Mingst, 2008:112). Hasil dari diplomasi mengarah pada

negosiasi. Suatu negara harus dapat menyakinkan pihak lain atas posisinya dalam

menghadapi posisi pihak lawan. Dalam ini proses negosiasi menurut Fred.C.Ikle

dalam bukunya How Nations Negotiate menjelaskan, bahwa to resolve conflict and

avoid the use of force, it is said, one must negotiate. Negotiation requires willingness

to compromise, and both sides must make concessions (Iragorri, 2003: 92-93). Inti

negosiasi adalah menghindari penggunaan kekuatan militer. Suatu negara harus

memiliki komitmen yang dipercaya dalam memberikan konsensi kepada pihak lawan.

Dalam kerangka pemikiran ini strategi Suriah dalam menghadapi Israel akan

dilihat dari sudut pandang geopolitik Suriah yang berbatasan dengan negara-negara

yang berkonflik dengan Israel. Di lain pihak, geopolitik mendasari strategi Suriah

dalam menghadapi konflik juga dipengaruhi oleh sistem internasional yang anarkhi

yang beralih dari bipolar menjadi unipolar dengan hegemoni AS di dunia

internasional. Strategi Suriah dengan geopolitiknya yang diimplementasikan melalui

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

23

kebijakan luar negeri telah mendorong Suriah untuk menyusun perimbangan

kekuatan dengan dukungan kepada aktor-aktor non-negara, seperti Hamas, dan

Hizbullah. Selain itu, strategi Suriah dalam menghadapi Israel juga menerapkan

negosiasi dalam mencapai kepentingannya.

1.7 Hipotesis

Hipotesis yang dibangun dalam menjelaskan rumusan masalah atas strategi

Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel sebagai berikut:

1.7.1 Strategi Suriah dalam menghadapi Israel di Timur Tengah pada masa

Presiden Hafiz al-Assad adalah:

1.7.1.1 Didasari kebijakan luar negeri anti Israel dan anti imperalis berdasar

ideologi Partai Baath yaitu persatuan, kebebasan dan sosialisme.

1.7.1.2 Memperkuat aliansi dengan Mesir, Jordan, Arab Saudi dan Irak

dalam perang menghadapi Israel.

1.7.1.3 Mendukung perjuangan bangsa Palestina dan mempertahankan

wilayah Lebanon dari serangan Israel.

1.7.2 Penerapan Strategi Keseimbangan Komprehensif pada masa Hafiz al-Assad

adalah:

1.7.2.1 Suriah melakukan aliansi dengan Iran, dan Rusia dalam mengatasi

serangan Israel.

1.7.2.2 Suriah melakukan konfrontasi dengan Israel yang digunakan untuk

menarik simpati negara Arab untuk memberikan bantuan ekonomi.

1.7.2.3 Suriah bersedia untuk melakukan perundingan dengan Israel dalam

rangka memperoleh kembali Dataran Tinggi Golan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

24

1.7.3 Strategi Suriah dengan mendukung kelompok perlawanan Palestina-Hamas,

dan serta aliansinya dengan Iran mendapatkan tekanan dari AS karena:

1.7.3.1 Suriah sanggup untuk meningkatkan pertahanan Hizbullah terhadap

serangan Israel di Lebanon Selatan, dan pertahanan Hamas di Gaza.

1.7.3.2 Suriah dituduh mendukung kelompok terorisme yang dibantu oleh

Iran untuk memerangi Israel.

1.7.3.3 Suriah dituduh atas ketidakstabilan politik di Lebanon

1.7.4 Dampak strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel terhadap

gejolak politik di Suriah adalah :

1.7.4.1 Semakin meningkatnya upaya AS dan sekutunya untuk melakukan

intervensi militer, dan menuntut mundurnya Presiden Bashar al-

Assad, serta semakin kuatnya dukungan Rusia, dan China.

1.7.4.2 Pemutusan hubungan kerja sama Turki dengan Suriah yang mulai

erat di bidang politik, ekonomi, dan militer.

1.7.4.3 Semakin memudahkan Israel, dan sekutunya untuk menghentikan

dukungan Suriah terhadap kelompok-kelompok perlawanan.

1.7.4.4 Semakin mudahnya AS, dan sekutunya untuk memetakan kembali

kekuatan militer di Timur Tengah, demi kepentingan Israel.

1.8 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif-eksplanatif dengan

menggunakan data kualitatif, dan data kuantitatif yang dimuat dalam tabel.. Metode

ini bertujuan untuk menjelaskan, dan menelaah fenomena yang terjadi berkaitan

dengan strategi Suriah dalam menghadapi konflik dengan Israel sejak tahun 1991

hingga tahun 2013 pada masa Presiden Hafiz al-Assad, dan Presiden Bashar al-Assad

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66769/potongan/S3-2013... · Bizantium, dan saat itu peta Islam melebar ke Timur sampai ke Kabul,

25

serta menjelaskan implikasi dari strategi Suriah tersebut berkaitan dengan terjadinya

pergolakan senjata yang terjadi pada mulai Maret 2011.

1.8.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Library

Research (Studi Kepustakaan). Metode Studi kepustakaan dilakukan dengan

mengumpulkan dokumen-dokumen yang sekiranya dapat dipergunakan untuk

mengupas, dan mengeksplorasi masalah yang diambil dari buku, jurnal, majalah,

koran, dan situs-situs kajian yang diakses melalui internet serta sumber-sumber

lainnya yang diangggap relevan. Diharapkan dengan teknik pengumpulan data ini,

maka penulis dapat menemukan data-data, dan fakta-fakta yang relevan untuk

menelaah, dan menjelaskan serta menjawab rumusan-rumusan masalah.

1.8.2 Teknik Analisis Data

Data-data yang diperoleh dikelompokan secara sequent analysis data, data

diolah sebagai suatu rangkaian/urutan peristiwa penting yang terjadi dalam suatu

waktu. Peristiwa internasional yang terjadi dalam suatu kejadian adalah untuk

menganalisis, dan menjelaskan kondisi internasional yang diamati di masa lampau.

Menganalisis peristiwa-peristiwa penting yang terjadi atas strategi Suriah dalam

menghadapi konflik dengan Israel pada masa Presiden Hafiz al-Assad, dan kemudian

pada masa Presiden Bashar al-Assad, dan berlanjut pada dampak strategi Suriah

dalam menghadapi konflik dengan pergolakaan yang terjadi di Suriah.

*****