BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97133/potongan/S1-2016...2 meminimalkan...

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan sinar matahari sepanjang kehidupannya, namun selain memberikan manfaat sinar matahari berlebih dapat memberikan efek yang merugikan. Radiasi dari sinar matahari yang berupa sinar ultraviolet (UV) dapat memberikan dampak merugikan bila terpapar berlebihan terutama paparan dari sinar UV-A dan sinar UV-B. Paparan berlebihan akan menyebabakan efek penuaan dini hingga meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit (Draelos dan Thaman, 2006). Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Efek tidak menyenangkan dari sinar UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pejanan serta intensitas radiasi sinar UV (Yuliastuti, 2002). Sinar UV-A biasanya menyebabkan pencoklatan dan menimbulkan sunburn, namun lebih lemah dibandingkan dengan UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif jangka panjang sinar UV-A sama dengan sinar UV-B karena intensitas sinar UV-A yang sampai ke bumi sekitar 10 kali UV-B. Salah satu bentuk proteksi radiasi sinar UV adalah dengan menggunakan tabir surya. Tabir surya berfungsi menyerap, memantulkan atau menyebarkan sinar matahari yang berada pada daerah emisi radiasi UV-B sebelum diserap oleh tubuh. Penggunaan tabir surya diharapkan dapat menghalau jumlah paparan dan intensitas sinar yang mampu mencapai kulit (Draelos dan Thaman, 2006). Berkurangnya energi radiasi yang mampu mencapai kulit diharapkan dapat

Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97133/potongan/S1-2016...2 meminimalkan...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia membutuhkan sinar matahari sepanjang kehidupannya, namun

selain memberikan manfaat sinar matahari berlebih dapat memberikan efek yang

merugikan. Radiasi dari sinar matahari yang berupa sinar ultraviolet (UV) dapat

memberikan dampak merugikan bila terpapar berlebihan terutama paparan dari

sinar UV-A dan sinar UV-B. Paparan berlebihan akan menyebabakan efek

penuaan dini hingga meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit (Draelos dan

Thaman, 2006). Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan

juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Efek tidak menyenangkan dari sinar

UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pejanan serta intensitas

radiasi sinar UV (Yuliastuti, 2002). Sinar UV-A biasanya menyebabkan

pencoklatan dan menimbulkan sunburn, namun lebih lemah dibandingkan dengan

UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif jangka panjang sinar UV-A sama

dengan sinar UV-B karena intensitas sinar UV-A yang sampai ke bumi sekitar 10

kali UV-B.

Salah satu bentuk proteksi radiasi sinar UV adalah dengan menggunakan

tabir surya. Tabir surya berfungsi menyerap, memantulkan atau menyebarkan

sinar matahari yang berada pada daerah emisi radiasi UV-B sebelum diserap oleh

tubuh. Penggunaan tabir surya diharapkan dapat menghalau jumlah paparan dan

intensitas sinar yang mampu mencapai kulit (Draelos dan Thaman, 2006).

Berkurangnya energi radiasi yang mampu mencapai kulit diharapkan dapat

2

meminimalkan efek–efek kerusakan yang tidak diinginkan pada kulit (Shaath,

2005).

Penelitian ini akan menggunakan zat aktif yang berasal dari bahan alam,

yaitu ekstrak etanolik rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin

yang mampu mengabsorbsi UV-A dan UV-B (Hutapea, 1993). Kemampuan

senyawa sintetik dan bahan alam dalam menyerap sinar UV-B tidak terlalu

berbeda. Bahan alam lebih menguntungkan karena memiliki toleransi yang baik

pada kulit, sehingga tidak menimbulkan iritasi berat pada kulit yang sensitif.

Senyawa alam yang biasa digunakan sebagai pelindung UV-B adalah senyawa

yang bekerja sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan agent imunomodulator

(Saewan dan Jimtaisong, 2005). Menurut penelitian terdahulu diketahui bahwa

kunir putih memiliki kandungan yang dapat menyerap sinar UV yang berada pada

panjang gelombang antara 200-400 nm (Badmaev dkk, 2005). Penelitian lainnya

menyebutkan bahwa ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki aktivitas

sebagai tabir surya dengan pengukuran nilai faktor perlindungan surya (FPS)

sebesar 9,94; 15,18; 21,88 dan 27,98 terhadap penggunaan volume ekstrak sebesar

1,00; 1,25; 1,50; dan 1,75 ml dalam 10 gram sediaan (Sri Hartati, 2010).

Berdasarkan hasil tersebut kunir putih diduga dapat digunakan sebagai tabir surya.

Diformulasikan dalam bentuk lotion karena lazim digunakan pada sediaan

topikal dan mudah diaplikasikan pada kulit. Lotion w/o memiliki beberapa

kelebihan yaitu tidak mudah dicuci dengan air dan memiliki daya lekat yang lama

sehingga tidak diperlukan penggunaan berulang dan efektivitasnya menjadi lebih

baik. Pembuatan formula optimum pada penelitian ini menggunakan kombinasi

3

bahan berupa setil alkohol, dan cera alba. Untuk mengetahui formula optimum

dari berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda dapat menggunakan metode

Simplex Lattice Design (Bolton, 2004). Formula optimum dipilih berdasarkan

sifat fisik dan kestabilan lotion hasil kombinasi dari kedua bahan tersebut dengan

metode Simplex Lattice Design menggunakan software Design Expert 9.0.4.1 free

trial.

Untuk mengetahui nilai perlindungan dari lotion w/o kunir putih sebagai

tabir surya, maka dilakukan uji aktivas. Uji aktivitas yang dilakukan adalah secara

in vivo menggunakan hewan uji berupa kelinci. Kelinci merupakan model yang

sensitif pada pengujian yang melibatkan dermal karena memiliki daya abospsi

yang hampir sama dengan manusia (Gad & Chengelis, 1997). Nilai FPS

didapatkan berdasarkan hasil uji dengan membandingkan waktu kemunculan

eritema saat menggunakan lotion dan waktu kemunculan eritema saat tidak

menggunakan lotion.

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan

diselesaikan, antara lain :

1. Bagaimana komposisi bahan setil alkohol dan cera alba yang digunakan untuk

mendapatkan formula optimum lotion w/o esktrak etanolik rimpang kunir

putih berdasarkan metode Simplex Lattice Design?

2. Bagaimana sifat fisik formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang

kunir putih sebagai sediaan tabir surya?

4

3. Bagaimana aktivitas tabir surya formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik

rimpang kunir putih secara in vivo pada kulit kelinci?

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi mengenai formula lotion

w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih yang optimum berdasarkan kombinasi

bahan cera alba dan setil alkohol dengan menggunakan metode Simplex Lattice

Design dan mengetahui aktivitas lotion tersebut sebagai tabir surya yang dapat

diaplikasiakan pada kulit manusia.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui komposisi bahan setil alkohol dan cera alba untuk mendapatkan

formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih berdasarkan

metode Simplex Lattice Design.

2. Mengetahui sifat fisik formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang

kunir putih sebagai tabir surya.

3. Mengetahui aktivitas tabir surya formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik

rimpang kunir putih secara in vivo pada kulit kelinci.

5

E. Tinjauan Pustaka

1. Uraian tanaman kunir putih

Gambar 1. Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val. and Zijp)

Secara umum dikenal tiga jenis tumbuhan yang biasa disebut sebagai kunir

putih, yaitu adalah Curcuma mangga Val. and Zijp, Curcuma zedoaria (Berg.)

Rosc., dan Kaempheria rotunda Linn (Budiman, 2001). Ketiga jenis tanaman

tersebut masih berada pada satu keluarga Zingiberacea (Backer, C.A, 1965).

Penelitian ini menggunakan kunir putih dari jenis Curcuma manga Val. and Zijp

yang paling sering digunakan oleh masyarakat.

Klasifikasi tanaman kunir putih adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Classis : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma mangga Val. and Zijp (Gusmaini dkk, 2004)

6

Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val. and Zijp) merupakan tanaman

semak berumur tahunan. Tanaman ini mempunyai tinggi 50-75 cm, bentuk batang

semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Kunir putih memiliki rimpang

berbentuk bulat, renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya dipenuhi semacam akar

serabut yang halus hingga menyerupai rambut. Rimpang utamanya keras, bila

dibelah tampak daging buah berwarna kekuning-kuningan di bagian luar dan putih

kekuningan di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis seperti bau mangga,

dan rasanya mirip mangga. Senyawa yang memberikan aroma manga tersebut

adalah δ-3-karen dan (Z)-β- osimen (Gusmaini dkk, 2004).

Kandungan kimia dari Curcuma mangga Val. and Zijp antara lain adalah

tannin, kurkumin, amilum, minyak atsiri, damar, saponin, dan flavonoid (Hutapea

dkk, 1993). Kandungan kurkumin pada Curcuma mangga Val. and Zijp terbukti

tertinggi dibandingkan pada genus Curcuma lainnya, yaitu 0,98-3,21% (Bos dkk,

2007). Kandungan lain yang terdapat dalam rimpang kunit putih (Curcuma

mangga Val. and Zijp) yaitu myrcene, β-ocimene, β-pinene, dan α-pinene (Wahab

dkk, 2011). Hasil penelitian Abas (2005) diketahui bahwa dalam rimpang kunir

putih terdapat kurkumanggosida, labda-8(17), 12-diena-15, 16-dial, kalkaratarin

A, zerumin B, skopoletin, kurkumin, desmetoksikurkumin,

bisdesmetoksikurkumi, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-hepatrien-3-on, dan p-asam

hidroksisinamat.

Menurut Badmaev (2005) kandungan kurkuminoid pada ekstrak etanolik

rimpang kunir putih mempunyai gugus kromofor dan auksokrom yang dapat

menyerap sinar pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurkumin merupakan

7

senyawa antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas sehingga dapat

berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau mengacaukan efek yang

merugikan (Wolf dkk, 2001). Pada penggunaan ekstrak sebesar 1,25 ml pada sediaan

sebanyak 10 gram menghasilkan nilai perlindungan sebesar 15,18 (Sri Hartati,

2010).

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair yang sesuai. Kandungan senyawa aktif dalam simplisia diharapkan telah

diketahui untuk mempermudah kegiatan ekstraksi yang akan dilakukan.

Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000). Pelarut

diuapkan dan serbuk sisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan (Anonim, 1995).

Salah satu cara ekstraksi yang sederhana adalah dengan maserasi. Prinsip

maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam

serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar

terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati

dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara

larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan

terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses

difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara

larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 2005).

8

Proses maserasi bila tidak dikatakan lain maka pelarut yang digunakan

adalah etanol 70% dan dilakukan beberapa kali dengan mengganti pelarut dan

mengumpulkan maserat. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-

20o C dalam waktu selama 4 hari (Ansel, 2005). Hasil dari kegiatan ekstraksi

akan didapatkan produk berupa ekstrak. Ekstrak merupakan sediaan kering, kental

atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang

cocok diluar pengaruh matahari langsung (Ditjen POM, 2000).

3. Kulit

Kulit adalah pelindung organ-organ tubuh yang berada pada bagian luar

tubuh manusia dan memiliki fungsi proteksi dan sangat vital bagi manusia. Kulit

merupakan bagian tubuh yang kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat

bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi

tubuh. Secara umum luas kulit manusia dewasa adalah 1,5 m2 dengan bobot

sekitar 15% dari berat badan keseluruhan (Djuanda, 2007).

Gambar 2. Penampang anotomi kulit (Djuanda, 2007)

Menurut Price (2005), secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu

epidermis, dermis dan lapisan subkutis.

9

1. Epidermis

Epidermis terdiri atas 5 lapisan sel penghasil keratin (keratinosit) yaitu:

a. Stratum basal (stratum germinativum), terdiri atas selapis sel kuboid atau

silindris basofilik yang terletak di atas lamina basalis pada perbatasan

epidermis-dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit yang berfungsi

melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari.

b. Stratum spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid, atau agak gepeng dengan inti

ditengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang yang terisi berkas filamen,

merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal karena terdiri dari

beberapa lapis akibat adanya mitosis.

c. Stratum granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang

sitoplasmanya berisikan granul basofilik kasar. Stratum granulosum juga

tampak jelas di telapak tangan dan kaki.

d. Stratum lusidum, tampak lebih jelas pada kulit tebal, lapisan ini bersifat

translusens dan terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat

gepeng dan tak berinti. Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan

korneum

e. Stratum korneum, lapisan ini terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng berkeratin

tanpa inti. Lapisan korneum merupakan lapisan terluar dan pada lapisan

terluarnya sel-sel mati terus mengelupas tanpa terlihat (Junqueira, 2007).

2. Dermis

Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum

papilare di sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam.

10

a. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat

lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan makrofag. Bagian ini

menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah

b. Stratum reticular, pada bagian di bawahnya menonjol ke arah subkutan. Bagian

dermis ini kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Selain

komponen tersebut, dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu

folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Junqueira, 2007).

3. Lapisan Subkutis

Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang

memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel

lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak

ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan subkutan mengandung

syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan

subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat

panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.

4. Sinar matahari

Paparan sinar matahari dapat memberikan efek mengutungkan dan juga

merugikan, tergantung dosis dan frekuensi paparan, intensitas dari sinar

matahari, dan kesensitifan masing-masing individu. Paparan menengah dan

intensitas kecil baik untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan

pembentukan hemoglobin, menurunkan tekanan darah, dan juga mengaktifkan

provitamin D (7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D (Draelos dan Thaman,

2006). Paparan dalam jumlah banyak dan kronis dapat menyebabkan efek

11

buruk berupa sunburn, tanning, eritema, keriput, dan kanker kulit. Menurut

Klug dkk (2010) sinar radiasi UV merupakan penyebab utama terjadinya

kanker kulit. Paparan berlebih dapat menghilangkan elatisitas natural kulit

karena hilangnya kemampuan mengikat air sehingga terjadi keriput (Wilkinson,

2000).

Sinar matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang menjadi

sumber semua jenis sinar. Sinar matahari terdiri dari beberapa spektrum yaitu

sinar infra merah (>760 nm), sinar tampak (400-760 nm), sinar ultra violet

(UV) A (315-400 nm), sinar UV-B (290-315 nm), dan sinar UV-C (100-290

nm) yang berbahaya, memiliki energi yang sangat tinggi dan bersifat

karsinogenik (Kaur dan Saraf, 2009).

UV-A merupakan penyebab utama kerusakan kulit karena dapat

menembus kulit bagian dermis dan dapat bekerja efekif merusak kulit.

Intensitas radiasi UV-A lebih konstan daripada UV-B karena tanpa ada variasi

jam dan musim serta mampu menembus kaca. Sinar UV-A bertanggung jawab

terhadap terjadinya penggelapan kulit (tanning) dan eritemia bila terpapar secara

berlebihan dan konstan. Eritema biasanya mulai muncul dan berkembang setelah

2-3 jam paparan dan intensitas maksimumnya muncul dalam 10-24 jam setelah

paparan dan tanning dapat muncul segera setelah terkena paparan selama 1 jam

dan akan mulai menghilang setelah 2-3 jam (Wilkinson, 2000).

Sinar UV-B diperlukan tubuh manusia untuk mensintesis vitamin D dari

provitamin D, namun efek yang disebabkan cukup besar yaitu eritema, katarak,

dan terjadinya kanker kulit. UV-B dapat mempengaruhi epidermis, dengan cara

12

menstimulasi melanin atau pigmen berwarna merah-coklat yang mewarnai kulit,

yang berfungsi untuk melindungi kulit dari sinar matahari berbahaya. Jenis radiasi

ini tidak mampu menembus kaca, sehingga aman bila kita berada di ruangan kaca

atau tertutup. Sedangkan sinar UV-C jarang terlihat di permukaan bumi karena

hampir seluruhnya sempurna diserap oleh lapisan ozon bumi.

5. Lotion

Lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari

setidaknya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah

serta dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi (Allen, 2012). Lotion ditujukan

untuk pemakaian pada kulit yang sehat. Lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari

fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau

lebih bahan aktif di dalamnya (Allen, 2012).

Kecairan dari lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada

permukaan kulit yang luas. Lotion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah

pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan

kulit (Ansel, 2005). Beberapa hal tersebut yang menjadikan lotion sebagai sediaan

yang sesuai untuk penggunaan topikal.

Terdapat dua tipe emulsi, yaitu emulsi o/w dan emulsi w/o. Emulsi w/o

yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak. Emulsi jenis

w/o dapat lebih lama kontak di kulit dibandingkan dengan jenis o/w dan juga

sifatnya yang tidak mudah dicuci dengan air (Allen, 2012). Kondisi tersebut yang

menyebabkan jenis ini lebih banyak digunakan untuk tujuan terapi karena

diharapkan semakin lama menempel di kulit maka jumlah obat yang masuk dalam

13

tubuh semakin banyak (Paye, 2014). Penggunaan emulsi untuk pemakaian dalam

meliputi per oral atau pada injeksi intravena, sedangkan untuk penggunaan luar

meliputi lotion, krim, dan salep (Allen, 2012). Pengamatan sifat fisik lotion dapat

dilakukan antara lain dengan pemeriksaan viskositas, daya lekat, daya sebar,

pengukuran pH, dan pengamatan organoleptis.

6. Tabir surya

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang berfungsi melindungi

kulit dengan cara menghalangi atau menyerap cahaya matahari agar paparan

langsung ke kulit dapat berkurang. Cahaya matahari secara efektif akan dihalau

terutama pada daerah emisi gelombang UV-B dan inframerah agar energi radiasi

tersebut tidak langsung mengenai kulit, sehingga dapat meminimalkan terjadinya

gangguan kulit karena cahaya matahari (Draelos dan Thaman, 2006).

Menurut Drealos dan Thaman (2006) tabir surya dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu tabir surya fisika dan tabir surya kimia. Tabir surya fisika

memiliki mekanisme kerja dengan cara memantulkan dan menghamburkan radiasi

UV baik UV-A maupun UV-B, sedangkan tabir surya kimia memiliki mekanisme

kerja yang terfokus mengabsorbsi sinar UV-B dan mengubahnya menjadi energi

panas. Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan

kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisika, bahkan ada yang

menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika (Draelos

dan Thaman, 2006). Secara garis besar maka mekanisme kerja tabir surya adalalah

mampu menyerap dan atau menghalangi sinar UV-A maupun UV-B, atau bisa

juga merupakan senyawa yang memiliki kemampuan antioksidan dan mampu

14

bersaing secara kompetitif dengan senyawa yang dirusak matahari, atau senyawa

yang dapat memperbaiki bagian kulit yang dirusak cahaya matahari. Kombinasi

dari efek-efek tersebut mungkin saja dilakukan untuk mendapatkan tabir surya

yang berefek optimum (Saewan dan Jimtaisong, 2005).

7. Metode simplex lattice design (SLD)

Penelitian tentang campuran (mixture) adalah untuk meneliti sebuah produk

yang terdiri atas beberapa komponen. Simplex Lattice Design (SLD) merupakan

salah satu metode untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu

parameter. Penerapan Simplex Lattice Design digunakan untuk menentukan

formula optimal dari campuran bahan, dalam desainnya jumlah total bagian

komponen campuran dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian. Dasar metode

ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Respon yang didapat haruslah

mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun

minimal. Suatu formula dikatakan optimum bila susunan komponennya baik

secara kualitatif maupun kuantitatif (Bolton, 2004).

Hasil eksperimen digunakan untuk membuat suatu persamaan polinomial

(simplex) untuk mendapatkan profil respon. Profil ini ditentukan melalui

persamaan berdasarkan Simplex Lattice Design (Bolton, 2004).

Persamaan matematika yang dapat menggambarkan Simplex Lattice Design

2 komponen adalah :

Y = B1(A) + B2(B) + B12 (A)(B)……………………………………….(1)

Keterangan : Y : respon yang diharapkan B1, B2 : koefisien yang didapat dari percobaan

(A) (B) : fraksi ( bagian ) komponen dengan persyaratan : 0 ≤ [ A] ≤ 1, 0 ≤ [B] ≤ 1

15

8. Faktor pelindung surya (FPS)

Faktor pelindung surya (FPS) yang juga dikenal sebagai sun protecting

factor (SPF) adalah suatu nilai pelindung terhadar radiasi UV yang dapat

melindungi kulit agar tidak terbakar oleh sinar matahari. Nilai FPS ini

menunjukan berapa lama kita dapat berada di bawah paparan langsung sinar

matahari tanpa menyebabkan eritema (Draelos dan Thaman, 2006). FPS juga

merupakan perbandingan antara lamanya waktu sinar matahari (dalam hal sinar

ini UV-B) yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritemia minimal. Eritema

minimal dapat didefinisikan sebagai jangka waktu terendah atau dosis sinar

radiasi UV-B terendah yang dibutuhkan utntuk menyebabkan terjadinya eritema

(Bertin dkk, 2016).

Senyawa tabir surya yang baik digunakan untuk melindungi kulit dari

radiasi UV-B adalah senyawa yang memiliki kemampuan proteksi maksimal

(ultra), namun tetap mengandung konsentrasi yang kecil sehingga tidak

menimbulkan efek berupa iritasi pada kulit. Aktivitas tabir surya suatu sediaan

dibagi atas lima kelompok bedasarkan nilai FPS-nya berdasarkan Food Drug

Administration (FDA) Amerika Serikat, yaitu:

a. Proteksi minimal : nilai FPS 2 - <4

b. Proteksi sedang : nilai FPS 4 - <8

c. Proteksi ekstra : nilai FPS 6 - <8

d. Proteksi maksimum : nilai FPS 8 - <15

e. Proteksi ultra : nilai FPS 15 atau lebih besar

Cara menghitung nilai FPS secara In Vivo adalah :

(Draelos dan Thaman, 2006)

16

Pengujian secara in vivo dilakukan dengan menggunakan kelinci albino.

Kelinci albino merupakan kelinci yang tergolong besar dengan kulit yang tidak

memiliki pigmen dan memiliki mata berwarna merah. Kelinci albino sering

digunakan pada pengujian formulasi sediaan kulit karena memiliki kesensitifan

yang tinggi melebihi manusia (Glaister, 1986). Kelinci sering digunakan karena

dapat menggambarkan respon pada kulit manusia dan memiliki nilai abosorpsi

yang hampir menyerupai manusia (Gad dan Chengelis, 1997). Kelinci memiliki

banyak keuntungan yaitu mudah didapat, mudah diatur, relatif murah, mudah

dirawat, memiliki luas punggung yang cukup untuk dilakukan pengujian terkait

kulit (Bapatla dan Hecht, 1989).

9. Monografi bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Setil alkohol

Setil alkohol biasa digunakan pada sediaan kosmetik dan sediaan

kefarmasian seperti suppositoria, sediaan lepas terkontrol, emulsi, lotion, krim,

dan salep. Pada sediaan lotion, krim, dan salep, setil alkohol digunakan sebagai

emolien, penyerap air, dan emulsifying agent. Setil alkohol dapat meningkatkan

stabilitias, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi.

Pada sediaan emulsi w/o, setil alkohol digunakan sebagai penyerap air. Setil

alkohol juga merupakan emulsifier lemah bagi emulsi w/o, sehingga dapat

mengurangi jumlah emulsifying agent bahan yang lainnya pada formulasi. Setil

alkohol juga dilaporkan dapat meningkatkan konsistensi dari emulsi w/o (Unvala,

2009).

17

b. Mineral oil

Mineral oil biasa digunakan sebagai eksipien pada sediaan formulasi

topikal. Mineral oil memiliki sifat sebagai emolien, lubrikan, dan pelarut dalam

sediaan farmasi. Mineral oil juga biasa digunakan sebagai eksipien pada sediaan

kosmetik dan produk makanan.

Mineral oil secara penampakan merupakan cairan kental berminyak,

transparan, tidak berasa, tidak berbau pada temperatur dingin, dan berbau

petroleum ketika dipanaskan. Mineral oil harus disimpan dalam wadah kedap

udara, terhindar dari cahaya, dan pada tempat yang dingin, dan kering (Owen,

2009).

c. Stearil alkohol

Stearil alkohol biasa digunakan sebagai eksipien kosmetik dan juga sediaan

kefarmasian yang berupa krim dan salep sebagai pengeras. Dapat meningkatkan

stabilitas dengan cara meningkatkan viskositas dari emulsi. Stearil alkohol juga

memiliki sifat sebagai emolien dan emulsifying lemah sehingga biasa digunakan

untuk meningkatkan kapasitas penangkapan air. Penyimpanan stearil alkohol

dalam wadah tertutup baik pada tempat yang dingin dan kering (Unvala, 2009).

d. Cera alba

Cera alba merupakan produk yang didapat dari pemutihan dan pemurnian

malam kuning yang diperoleh dari lebah madu [Apis mellifera Linnae (Apidae)].

Cera alba memiliki warna putih kekuningan, tidak berasa, dan memiliki bau yang

sama dengan malam kuning. Cera alba memiliki titik lebur pada suhu 61-65°C.

18

Cera alba digunakan untuk meningkatkan konsistensi dari sediaan semi padat dan

untuk menstabilkan emulsi tipe w/o (Kibbe, 2009).

e. Sorbitan monooleat (Span 80)

Sorbitan monooleat merupakan cairan kental berwarna kuning dengan

viskositas sebesar 970-1080 mPas dan nilai HLB sebesar 4,3. Sorbitan monooleat

merupakan bahan yang digunakan secara luas pada produk kosmetik dan

makanan. Fungsi utamanya dalam formulasi adalah sebagai agen pengemulsi pada

sediaan semi padat untuk penggunaan topikal. Sorbitan monooleat stabil dalam

keadaan asam lemah dan basa serta dalam emulsi tipe w/o. Penggunaan Sorbitan

monooleat sebagai agen pengemulsi sebanyak 1-10%, agen penstabil sebanyak 1-

10%, dan sebagai agen pembasah sebanyak 0,1-3% (Lawrence, 2009).

f. Metilparaben (nipagin)

Metilparaben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba

dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif

pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum

luas, paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Metilparaben

menunjukan aktivitas optimum pada rentang pH 4-8, dan kemampuannya akan

menurun dengan kenaikan pH. Konsentrasi metilparaben dalam sediaan topikal

sekitar 0,2-0,3% (Johnson dan Steer, 2009).

g. Propilparaben (nipasol)

Propilparaben banyak digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba

dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif

pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum

19

luas, paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Penggunaan propil

paraben pada sediaan topikal sebanyak 0,01-0,6% (Johnson dan Steer, 2009).

F. Landasan Teori

Berdasarkan penelitian Sri Hartati (2010), kunir putih dapat dimanfaatkan

sebagai tabir surya dengan nilai FPS 15,18 dalam sediaan gel dengan volume

ekstrak 1,25 mL dalam 10 gram sediaan dan meningkat sebanding dengan

peningkatan volume. Hasil FPS 15 (ultra) merupakan rekomendasi aktivitas tabir

surya yang dipersyaratkan oleh FDA. Hal ini membuktikan bahwa ektrak etanolik

kunir putih memenuhi syarat digunakan sebagai tabir surya.

Kunir putih mengandung kurkumin yang memiliki gugus auksokrom dan

kromofor yang mampu menyerap sinar UV-B yang terpapar pada kulit (Badmaev,

2005). Selain bekerja dengan cara menyerap sinar UV-B, kurkumin merupakan

senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang dipancarkan oleh

sinar UV-B (Hutapea, 1993). Hal ini sesuai dengan salah satu mekanisme tabir

surya yaitu senyawa dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal

bebas dapat berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau

mengacaukan efek yang merugikan. (Wolf dkk, 2001).

Parameter pada formula optimum lotion w/o adalah sifat fisik yang berupa

viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Penelitian ini menggunakan variasi

kombinasi bahan setil alkohol dan cera alba. Fungsi dari setil alkohol adalah

sebagai sebagai emolien dalam konsentrasi 2-5%, sebagain emulsifying agent 2-

5%, sebagai pengeras 2-10%, dan sebagai penyerap air 5% (Unvala, 2009). Setil

alkohol akan meningkatkan kestabilan dan konsistensi dari lotion. Cera alba

20

digunakan untuk meningkatkan konsistensi dari sediaan semi padat dan untuk

menstabilkan emulsi tipe w/o (Kibbe, 2009). Hasil variasi kadar kemudian

dilakukan perbandingan dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design.

Hasil eksperimen digunakan untuk membuat persamaan polinomial (simplex)

yang digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton, 2004). Kombinasi

formula dan analisis data dilakukan menggunakan program Design Expert versi

9.0.4 free trial.

Uji aktivitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan lotion w/o

kunir putih sebagai tabir surya. Uji aktivitas yang dilakukan adalah secara in vivo

menggunakan hewan uji berupa kelinci. Kelinci dipilih karena berdasarkan

penelitian kulit kelinci lebih sensitif dari pada kulit manusia dan lebih toleran

terhadap bahan-bahan yang bersifat iritan sehingga dapat dimanfaatkan dalam

pengujian secara in vivo (Glaister, 1986). Menurut Gad dan Chengelis (1997),

kelinci dipilih karena memiliki daya absopsi yang hampir sama dengan manusia.

G. Hipotesis

1. Metode Simplex Lattice Design dapat menentukan formula optimum lotion w/o

ekstrak etanolik rimpang kunir putih dengan kombinasi dari komposisi setil

alkohol dan cera alba.

2. Formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki

sifat fisik yang baik.

3. Formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki

aktivitas sebagai tabir surya dan dapat diaplikasikan pada kulit.