Penerapan Tax Planning Dalam Meminimalkan Pajak Penghasilan Terutang
BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97133/potongan/S1-2016...2 meminimalkan...
-
Upload
trinhhuong -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97133/potongan/S1-2016...2 meminimalkan...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia membutuhkan sinar matahari sepanjang kehidupannya, namun
selain memberikan manfaat sinar matahari berlebih dapat memberikan efek yang
merugikan. Radiasi dari sinar matahari yang berupa sinar ultraviolet (UV) dapat
memberikan dampak merugikan bila terpapar berlebihan terutama paparan dari
sinar UV-A dan sinar UV-B. Paparan berlebihan akan menyebabakan efek
penuaan dini hingga meningkatkan resiko terjadinya kanker kulit (Draelos dan
Thaman, 2006). Sinar UV-B sering disebut sebagai sinar sunburn spectrum dan
juga paling efektif menyebabkan pigmentasi. Efek tidak menyenangkan dari sinar
UV dipengaruhi oleh faktor individu, frekuensi, lama pejanan serta intensitas
radiasi sinar UV (Yuliastuti, 2002). Sinar UV-A biasanya menyebabkan
pencoklatan dan menimbulkan sunburn, namun lebih lemah dibandingkan dengan
UV-B. Meskipun demikian efek kumulatif jangka panjang sinar UV-A sama
dengan sinar UV-B karena intensitas sinar UV-A yang sampai ke bumi sekitar 10
kali UV-B.
Salah satu bentuk proteksi radiasi sinar UV adalah dengan menggunakan
tabir surya. Tabir surya berfungsi menyerap, memantulkan atau menyebarkan
sinar matahari yang berada pada daerah emisi radiasi UV-B sebelum diserap oleh
tubuh. Penggunaan tabir surya diharapkan dapat menghalau jumlah paparan dan
intensitas sinar yang mampu mencapai kulit (Draelos dan Thaman, 2006).
Berkurangnya energi radiasi yang mampu mencapai kulit diharapkan dapat
2
meminimalkan efek–efek kerusakan yang tidak diinginkan pada kulit (Shaath,
2005).
Penelitian ini akan menggunakan zat aktif yang berasal dari bahan alam,
yaitu ekstrak etanolik rimpang kunir putih yang diketahui mengandung kurkumin
yang mampu mengabsorbsi UV-A dan UV-B (Hutapea, 1993). Kemampuan
senyawa sintetik dan bahan alam dalam menyerap sinar UV-B tidak terlalu
berbeda. Bahan alam lebih menguntungkan karena memiliki toleransi yang baik
pada kulit, sehingga tidak menimbulkan iritasi berat pada kulit yang sensitif.
Senyawa alam yang biasa digunakan sebagai pelindung UV-B adalah senyawa
yang bekerja sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan agent imunomodulator
(Saewan dan Jimtaisong, 2005). Menurut penelitian terdahulu diketahui bahwa
kunir putih memiliki kandungan yang dapat menyerap sinar UV yang berada pada
panjang gelombang antara 200-400 nm (Badmaev dkk, 2005). Penelitian lainnya
menyebutkan bahwa ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki aktivitas
sebagai tabir surya dengan pengukuran nilai faktor perlindungan surya (FPS)
sebesar 9,94; 15,18; 21,88 dan 27,98 terhadap penggunaan volume ekstrak sebesar
1,00; 1,25; 1,50; dan 1,75 ml dalam 10 gram sediaan (Sri Hartati, 2010).
Berdasarkan hasil tersebut kunir putih diduga dapat digunakan sebagai tabir surya.
Diformulasikan dalam bentuk lotion karena lazim digunakan pada sediaan
topikal dan mudah diaplikasikan pada kulit. Lotion w/o memiliki beberapa
kelebihan yaitu tidak mudah dicuci dengan air dan memiliki daya lekat yang lama
sehingga tidak diperlukan penggunaan berulang dan efektivitasnya menjadi lebih
baik. Pembuatan formula optimum pada penelitian ini menggunakan kombinasi
3
bahan berupa setil alkohol, dan cera alba. Untuk mengetahui formula optimum
dari berbagai jumlah komposisi bahan yang berbeda dapat menggunakan metode
Simplex Lattice Design (Bolton, 2004). Formula optimum dipilih berdasarkan
sifat fisik dan kestabilan lotion hasil kombinasi dari kedua bahan tersebut dengan
metode Simplex Lattice Design menggunakan software Design Expert 9.0.4.1 free
trial.
Untuk mengetahui nilai perlindungan dari lotion w/o kunir putih sebagai
tabir surya, maka dilakukan uji aktivas. Uji aktivitas yang dilakukan adalah secara
in vivo menggunakan hewan uji berupa kelinci. Kelinci merupakan model yang
sensitif pada pengujian yang melibatkan dermal karena memiliki daya abospsi
yang hampir sama dengan manusia (Gad & Chengelis, 1997). Nilai FPS
didapatkan berdasarkan hasil uji dengan membandingkan waktu kemunculan
eritema saat menggunakan lotion dan waktu kemunculan eritema saat tidak
menggunakan lotion.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan masalah yang akan
diselesaikan, antara lain :
1. Bagaimana komposisi bahan setil alkohol dan cera alba yang digunakan untuk
mendapatkan formula optimum lotion w/o esktrak etanolik rimpang kunir
putih berdasarkan metode Simplex Lattice Design?
2. Bagaimana sifat fisik formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang
kunir putih sebagai sediaan tabir surya?
4
3. Bagaimana aktivitas tabir surya formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik
rimpang kunir putih secara in vivo pada kulit kelinci?
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat memberikan informasi mengenai formula lotion
w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih yang optimum berdasarkan kombinasi
bahan cera alba dan setil alkohol dengan menggunakan metode Simplex Lattice
Design dan mengetahui aktivitas lotion tersebut sebagai tabir surya yang dapat
diaplikasiakan pada kulit manusia.
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui komposisi bahan setil alkohol dan cera alba untuk mendapatkan
formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih berdasarkan
metode Simplex Lattice Design.
2. Mengetahui sifat fisik formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang
kunir putih sebagai tabir surya.
3. Mengetahui aktivitas tabir surya formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik
rimpang kunir putih secara in vivo pada kulit kelinci.
5
E. Tinjauan Pustaka
1. Uraian tanaman kunir putih
Gambar 1. Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val. and Zijp)
Secara umum dikenal tiga jenis tumbuhan yang biasa disebut sebagai kunir
putih, yaitu adalah Curcuma mangga Val. and Zijp, Curcuma zedoaria (Berg.)
Rosc., dan Kaempheria rotunda Linn (Budiman, 2001). Ketiga jenis tanaman
tersebut masih berada pada satu keluarga Zingiberacea (Backer, C.A, 1965).
Penelitian ini menggunakan kunir putih dari jenis Curcuma manga Val. and Zijp
yang paling sering digunakan oleh masyarakat.
Klasifikasi tanaman kunir putih adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Classis : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma mangga Val. and Zijp (Gusmaini dkk, 2004)
6
Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val. and Zijp) merupakan tanaman
semak berumur tahunan. Tanaman ini mempunyai tinggi 50-75 cm, bentuk batang
semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Kunir putih memiliki rimpang
berbentuk bulat, renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya dipenuhi semacam akar
serabut yang halus hingga menyerupai rambut. Rimpang utamanya keras, bila
dibelah tampak daging buah berwarna kekuning-kuningan di bagian luar dan putih
kekuningan di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis seperti bau mangga,
dan rasanya mirip mangga. Senyawa yang memberikan aroma manga tersebut
adalah δ-3-karen dan (Z)-β- osimen (Gusmaini dkk, 2004).
Kandungan kimia dari Curcuma mangga Val. and Zijp antara lain adalah
tannin, kurkumin, amilum, minyak atsiri, damar, saponin, dan flavonoid (Hutapea
dkk, 1993). Kandungan kurkumin pada Curcuma mangga Val. and Zijp terbukti
tertinggi dibandingkan pada genus Curcuma lainnya, yaitu 0,98-3,21% (Bos dkk,
2007). Kandungan lain yang terdapat dalam rimpang kunit putih (Curcuma
mangga Val. and Zijp) yaitu myrcene, β-ocimene, β-pinene, dan α-pinene (Wahab
dkk, 2011). Hasil penelitian Abas (2005) diketahui bahwa dalam rimpang kunir
putih terdapat kurkumanggosida, labda-8(17), 12-diena-15, 16-dial, kalkaratarin
A, zerumin B, skopoletin, kurkumin, desmetoksikurkumin,
bisdesmetoksikurkumi, 1,7-bis(4-hidroksifenil)-1,4,6-hepatrien-3-on, dan p-asam
hidroksisinamat.
Menurut Badmaev (2005) kandungan kurkuminoid pada ekstrak etanolik
rimpang kunir putih mempunyai gugus kromofor dan auksokrom yang dapat
menyerap sinar pada panjang gelombang 200-400 nm. Kurkumin merupakan
7
senyawa antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas sehingga dapat
berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau mengacaukan efek yang
merugikan (Wolf dkk, 2001). Pada penggunaan ekstrak sebesar 1,25 ml pada sediaan
sebanyak 10 gram menghasilkan nilai perlindungan sebesar 15,18 (Sri Hartati,
2010).
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair yang sesuai. Kandungan senyawa aktif dalam simplisia diharapkan telah
diketahui untuk mempermudah kegiatan ekstraksi yang akan dilakukan.
Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000). Pelarut
diuapkan dan serbuk sisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang
telah ditetapkan (Anonim, 1995).
Salah satu cara ekstraksi yang sederhana adalah dengan maserasi. Prinsip
maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, pelarut akan masuk kedalam sel tanaman melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara
larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan
terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses
difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbangan antara
larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 2005).
8
Proses maserasi bila tidak dikatakan lain maka pelarut yang digunakan
adalah etanol 70% dan dilakukan beberapa kali dengan mengganti pelarut dan
mengumpulkan maserat. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-
20o C dalam waktu selama 4 hari (Ansel, 2005). Hasil dari kegiatan ekstraksi
akan didapatkan produk berupa ekstrak. Ekstrak merupakan sediaan kering, kental
atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang
cocok diluar pengaruh matahari langsung (Ditjen POM, 2000).
3. Kulit
Kulit adalah pelindung organ-organ tubuh yang berada pada bagian luar
tubuh manusia dan memiliki fungsi proteksi dan sangat vital bagi manusia. Kulit
merupakan bagian tubuh yang kompleks, elastis dan sensitif, serta sangat
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh. Secara umum luas kulit manusia dewasa adalah 1,5 m2 dengan bobot
sekitar 15% dari berat badan keseluruhan (Djuanda, 2007).
Gambar 2. Penampang anotomi kulit (Djuanda, 2007)
Menurut Price (2005), secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu
epidermis, dermis dan lapisan subkutis.
9
1. Epidermis
Epidermis terdiri atas 5 lapisan sel penghasil keratin (keratinosit) yaitu:
a. Stratum basal (stratum germinativum), terdiri atas selapis sel kuboid atau
silindris basofilik yang terletak di atas lamina basalis pada perbatasan
epidermis-dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit yang berfungsi
melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari.
b. Stratum spinosum, terdiri atas sel-sel kuboid, atau agak gepeng dengan inti
ditengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang yang terisi berkas filamen,
merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal karena terdiri dari
beberapa lapis akibat adanya mitosis.
c. Stratum granulosum, terdiri atas 3−5 lapis sel poligonal gepeng yang
sitoplasmanya berisikan granul basofilik kasar. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Stratum lusidum, tampak lebih jelas pada kulit tebal, lapisan ini bersifat
translusens dan terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat
gepeng dan tak berinti. Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan
korneum
e. Stratum korneum, lapisan ini terdiri atas 15−20 lapis sel gepeng berkeratin
tanpa inti. Lapisan korneum merupakan lapisan terluar dan pada lapisan
terluarnya sel-sel mati terus mengelupas tanpa terlihat (Junqueira, 2007).
2. Dermis
Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas yang tidak nyata, stratum
papilare di sebelah luar dan stratum retikular yang lebih dalam.
10
a. Stratum papilar, terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas dan sel jaringan ikat
lainnya terdapat di stratum ini seperti sel mast dan makrofag. Bagian ini
menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Stratum reticular, pada bagian di bawahnya menonjol ke arah subkutan. Bagian
dermis ini kaya dengan jaring-jaring pembuluh darah dan limfa. Selain
komponen tersebut, dermis mengandung beberapa turunan epidermis, yaitu
folikel rambut kelenjar keringat dan kelenjar sebasea (Junqueira, 2007).
3. Lapisan Subkutis
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak
ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Jaringan subkutan mengandung
syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung rambut, dan di lapisan atas jaringan
subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan subkutan adalah penyekat
panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.
4. Sinar matahari
Paparan sinar matahari dapat memberikan efek mengutungkan dan juga
merugikan, tergantung dosis dan frekuensi paparan, intensitas dari sinar
matahari, dan kesensitifan masing-masing individu. Paparan menengah dan
intensitas kecil baik untuk memperlancar aliran darah, meningkatkan
pembentukan hemoglobin, menurunkan tekanan darah, dan juga mengaktifkan
provitamin D (7-dehydrocholesterol) menjadi vitamin D (Draelos dan Thaman,
2006). Paparan dalam jumlah banyak dan kronis dapat menyebabkan efek
11
buruk berupa sunburn, tanning, eritema, keriput, dan kanker kulit. Menurut
Klug dkk (2010) sinar radiasi UV merupakan penyebab utama terjadinya
kanker kulit. Paparan berlebih dapat menghilangkan elatisitas natural kulit
karena hilangnya kemampuan mengikat air sehingga terjadi keriput (Wilkinson,
2000).
Sinar matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang menjadi
sumber semua jenis sinar. Sinar matahari terdiri dari beberapa spektrum yaitu
sinar infra merah (>760 nm), sinar tampak (400-760 nm), sinar ultra violet
(UV) A (315-400 nm), sinar UV-B (290-315 nm), dan sinar UV-C (100-290
nm) yang berbahaya, memiliki energi yang sangat tinggi dan bersifat
karsinogenik (Kaur dan Saraf, 2009).
UV-A merupakan penyebab utama kerusakan kulit karena dapat
menembus kulit bagian dermis dan dapat bekerja efekif merusak kulit.
Intensitas radiasi UV-A lebih konstan daripada UV-B karena tanpa ada variasi
jam dan musim serta mampu menembus kaca. Sinar UV-A bertanggung jawab
terhadap terjadinya penggelapan kulit (tanning) dan eritemia bila terpapar secara
berlebihan dan konstan. Eritema biasanya mulai muncul dan berkembang setelah
2-3 jam paparan dan intensitas maksimumnya muncul dalam 10-24 jam setelah
paparan dan tanning dapat muncul segera setelah terkena paparan selama 1 jam
dan akan mulai menghilang setelah 2-3 jam (Wilkinson, 2000).
Sinar UV-B diperlukan tubuh manusia untuk mensintesis vitamin D dari
provitamin D, namun efek yang disebabkan cukup besar yaitu eritema, katarak,
dan terjadinya kanker kulit. UV-B dapat mempengaruhi epidermis, dengan cara
12
menstimulasi melanin atau pigmen berwarna merah-coklat yang mewarnai kulit,
yang berfungsi untuk melindungi kulit dari sinar matahari berbahaya. Jenis radiasi
ini tidak mampu menembus kaca, sehingga aman bila kita berada di ruangan kaca
atau tertutup. Sedangkan sinar UV-C jarang terlihat di permukaan bumi karena
hampir seluruhnya sempurna diserap oleh lapisan ozon bumi.
5. Lotion
Lotion adalah produk kosmetik yang umumnya berupa emulsi, terdiri dari
setidaknya dua cairan yang tidak tercampur dan mempunyai viskositas rendah
serta dapat mengalir dibawah pengaruh gravitasi (Allen, 2012). Lotion ditujukan
untuk pemakaian pada kulit yang sehat. Lotion adalah emulsi cair yang terdiri dari
fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau
lebih bahan aktif di dalamnya (Allen, 2012).
Kecairan dari lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas. Lotion dimaksudkan segera kering pada kulit setelah
pemakaian dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan
kulit (Ansel, 2005). Beberapa hal tersebut yang menjadikan lotion sebagai sediaan
yang sesuai untuk penggunaan topikal.
Terdapat dua tipe emulsi, yaitu emulsi o/w dan emulsi w/o. Emulsi w/o
yaitu emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak. Emulsi jenis
w/o dapat lebih lama kontak di kulit dibandingkan dengan jenis o/w dan juga
sifatnya yang tidak mudah dicuci dengan air (Allen, 2012). Kondisi tersebut yang
menyebabkan jenis ini lebih banyak digunakan untuk tujuan terapi karena
diharapkan semakin lama menempel di kulit maka jumlah obat yang masuk dalam
13
tubuh semakin banyak (Paye, 2014). Penggunaan emulsi untuk pemakaian dalam
meliputi per oral atau pada injeksi intravena, sedangkan untuk penggunaan luar
meliputi lotion, krim, dan salep (Allen, 2012). Pengamatan sifat fisik lotion dapat
dilakukan antara lain dengan pemeriksaan viskositas, daya lekat, daya sebar,
pengukuran pH, dan pengamatan organoleptis.
6. Tabir surya
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang berfungsi melindungi
kulit dengan cara menghalangi atau menyerap cahaya matahari agar paparan
langsung ke kulit dapat berkurang. Cahaya matahari secara efektif akan dihalau
terutama pada daerah emisi gelombang UV-B dan inframerah agar energi radiasi
tersebut tidak langsung mengenai kulit, sehingga dapat meminimalkan terjadinya
gangguan kulit karena cahaya matahari (Draelos dan Thaman, 2006).
Menurut Drealos dan Thaman (2006) tabir surya dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu tabir surya fisika dan tabir surya kimia. Tabir surya fisika
memiliki mekanisme kerja dengan cara memantulkan dan menghamburkan radiasi
UV baik UV-A maupun UV-B, sedangkan tabir surya kimia memiliki mekanisme
kerja yang terfokus mengabsorbsi sinar UV-B dan mengubahnya menjadi energi
panas. Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dilakukan
kombinasi antara tabir surya kimia dan tabir surya fisika, bahkan ada yang
menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetika (Draelos
dan Thaman, 2006). Secara garis besar maka mekanisme kerja tabir surya adalalah
mampu menyerap dan atau menghalangi sinar UV-A maupun UV-B, atau bisa
juga merupakan senyawa yang memiliki kemampuan antioksidan dan mampu
14
bersaing secara kompetitif dengan senyawa yang dirusak matahari, atau senyawa
yang dapat memperbaiki bagian kulit yang dirusak cahaya matahari. Kombinasi
dari efek-efek tersebut mungkin saja dilakukan untuk mendapatkan tabir surya
yang berefek optimum (Saewan dan Jimtaisong, 2005).
7. Metode simplex lattice design (SLD)
Penelitian tentang campuran (mixture) adalah untuk meneliti sebuah produk
yang terdiri atas beberapa komponen. Simplex Lattice Design (SLD) merupakan
salah satu metode untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu
parameter. Penerapan Simplex Lattice Design digunakan untuk menentukan
formula optimal dari campuran bahan, dalam desainnya jumlah total bagian
komponen campuran dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian. Dasar metode
ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Respon yang didapat haruslah
mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun
minimal. Suatu formula dikatakan optimum bila susunan komponennya baik
secara kualitatif maupun kuantitatif (Bolton, 2004).
Hasil eksperimen digunakan untuk membuat suatu persamaan polinomial
(simplex) untuk mendapatkan profil respon. Profil ini ditentukan melalui
persamaan berdasarkan Simplex Lattice Design (Bolton, 2004).
Persamaan matematika yang dapat menggambarkan Simplex Lattice Design
2 komponen adalah :
Y = B1(A) + B2(B) + B12 (A)(B)……………………………………….(1)
Keterangan : Y : respon yang diharapkan B1, B2 : koefisien yang didapat dari percobaan
(A) (B) : fraksi ( bagian ) komponen dengan persyaratan : 0 ≤ [ A] ≤ 1, 0 ≤ [B] ≤ 1
15
8. Faktor pelindung surya (FPS)
Faktor pelindung surya (FPS) yang juga dikenal sebagai sun protecting
factor (SPF) adalah suatu nilai pelindung terhadar radiasi UV yang dapat
melindungi kulit agar tidak terbakar oleh sinar matahari. Nilai FPS ini
menunjukan berapa lama kita dapat berada di bawah paparan langsung sinar
matahari tanpa menyebabkan eritema (Draelos dan Thaman, 2006). FPS juga
merupakan perbandingan antara lamanya waktu sinar matahari (dalam hal sinar
ini UV-B) yang dibutuhkan untuk menimbulkan eritemia minimal. Eritema
minimal dapat didefinisikan sebagai jangka waktu terendah atau dosis sinar
radiasi UV-B terendah yang dibutuhkan utntuk menyebabkan terjadinya eritema
(Bertin dkk, 2016).
Senyawa tabir surya yang baik digunakan untuk melindungi kulit dari
radiasi UV-B adalah senyawa yang memiliki kemampuan proteksi maksimal
(ultra), namun tetap mengandung konsentrasi yang kecil sehingga tidak
menimbulkan efek berupa iritasi pada kulit. Aktivitas tabir surya suatu sediaan
dibagi atas lima kelompok bedasarkan nilai FPS-nya berdasarkan Food Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat, yaitu:
a. Proteksi minimal : nilai FPS 2 - <4
b. Proteksi sedang : nilai FPS 4 - <8
c. Proteksi ekstra : nilai FPS 6 - <8
d. Proteksi maksimum : nilai FPS 8 - <15
e. Proteksi ultra : nilai FPS 15 atau lebih besar
Cara menghitung nilai FPS secara In Vivo adalah :
(Draelos dan Thaman, 2006)
16
Pengujian secara in vivo dilakukan dengan menggunakan kelinci albino.
Kelinci albino merupakan kelinci yang tergolong besar dengan kulit yang tidak
memiliki pigmen dan memiliki mata berwarna merah. Kelinci albino sering
digunakan pada pengujian formulasi sediaan kulit karena memiliki kesensitifan
yang tinggi melebihi manusia (Glaister, 1986). Kelinci sering digunakan karena
dapat menggambarkan respon pada kulit manusia dan memiliki nilai abosorpsi
yang hampir menyerupai manusia (Gad dan Chengelis, 1997). Kelinci memiliki
banyak keuntungan yaitu mudah didapat, mudah diatur, relatif murah, mudah
dirawat, memiliki luas punggung yang cukup untuk dilakukan pengujian terkait
kulit (Bapatla dan Hecht, 1989).
9. Monografi bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
a. Setil alkohol
Setil alkohol biasa digunakan pada sediaan kosmetik dan sediaan
kefarmasian seperti suppositoria, sediaan lepas terkontrol, emulsi, lotion, krim,
dan salep. Pada sediaan lotion, krim, dan salep, setil alkohol digunakan sebagai
emolien, penyerap air, dan emulsifying agent. Setil alkohol dapat meningkatkan
stabilitias, memperbaiki tekstur, dan meningkatkan konsistensi.
Pada sediaan emulsi w/o, setil alkohol digunakan sebagai penyerap air. Setil
alkohol juga merupakan emulsifier lemah bagi emulsi w/o, sehingga dapat
mengurangi jumlah emulsifying agent bahan yang lainnya pada formulasi. Setil
alkohol juga dilaporkan dapat meningkatkan konsistensi dari emulsi w/o (Unvala,
2009).
17
b. Mineral oil
Mineral oil biasa digunakan sebagai eksipien pada sediaan formulasi
topikal. Mineral oil memiliki sifat sebagai emolien, lubrikan, dan pelarut dalam
sediaan farmasi. Mineral oil juga biasa digunakan sebagai eksipien pada sediaan
kosmetik dan produk makanan.
Mineral oil secara penampakan merupakan cairan kental berminyak,
transparan, tidak berasa, tidak berbau pada temperatur dingin, dan berbau
petroleum ketika dipanaskan. Mineral oil harus disimpan dalam wadah kedap
udara, terhindar dari cahaya, dan pada tempat yang dingin, dan kering (Owen,
2009).
c. Stearil alkohol
Stearil alkohol biasa digunakan sebagai eksipien kosmetik dan juga sediaan
kefarmasian yang berupa krim dan salep sebagai pengeras. Dapat meningkatkan
stabilitas dengan cara meningkatkan viskositas dari emulsi. Stearil alkohol juga
memiliki sifat sebagai emolien dan emulsifying lemah sehingga biasa digunakan
untuk meningkatkan kapasitas penangkapan air. Penyimpanan stearil alkohol
dalam wadah tertutup baik pada tempat yang dingin dan kering (Unvala, 2009).
d. Cera alba
Cera alba merupakan produk yang didapat dari pemutihan dan pemurnian
malam kuning yang diperoleh dari lebah madu [Apis mellifera Linnae (Apidae)].
Cera alba memiliki warna putih kekuningan, tidak berasa, dan memiliki bau yang
sama dengan malam kuning. Cera alba memiliki titik lebur pada suhu 61-65°C.
18
Cera alba digunakan untuk meningkatkan konsistensi dari sediaan semi padat dan
untuk menstabilkan emulsi tipe w/o (Kibbe, 2009).
e. Sorbitan monooleat (Span 80)
Sorbitan monooleat merupakan cairan kental berwarna kuning dengan
viskositas sebesar 970-1080 mPas dan nilai HLB sebesar 4,3. Sorbitan monooleat
merupakan bahan yang digunakan secara luas pada produk kosmetik dan
makanan. Fungsi utamanya dalam formulasi adalah sebagai agen pengemulsi pada
sediaan semi padat untuk penggunaan topikal. Sorbitan monooleat stabil dalam
keadaan asam lemah dan basa serta dalam emulsi tipe w/o. Penggunaan Sorbitan
monooleat sebagai agen pengemulsi sebanyak 1-10%, agen penstabil sebanyak 1-
10%, dan sebagai agen pembasah sebanyak 0,1-3% (Lawrence, 2009).
f. Metilparaben (nipagin)
Metilparaben digunakan secara luas sebagai bahan pengawet antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif
pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum
luas, paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Metilparaben
menunjukan aktivitas optimum pada rentang pH 4-8, dan kemampuannya akan
menurun dengan kenaikan pH. Konsentrasi metilparaben dalam sediaan topikal
sekitar 0,2-0,3% (Johnson dan Steer, 2009).
g. Propilparaben (nipasol)
Propilparaben banyak digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba
dalam kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasi. Golongan paraben efektif
pada rentang pH yang luas dan mempunyai aktivitas antimikroba pada spektrum
19
luas, paraben paling efektif melawan kapang dan jamur. Penggunaan propil
paraben pada sediaan topikal sebanyak 0,01-0,6% (Johnson dan Steer, 2009).
F. Landasan Teori
Berdasarkan penelitian Sri Hartati (2010), kunir putih dapat dimanfaatkan
sebagai tabir surya dengan nilai FPS 15,18 dalam sediaan gel dengan volume
ekstrak 1,25 mL dalam 10 gram sediaan dan meningkat sebanding dengan
peningkatan volume. Hasil FPS 15 (ultra) merupakan rekomendasi aktivitas tabir
surya yang dipersyaratkan oleh FDA. Hal ini membuktikan bahwa ektrak etanolik
kunir putih memenuhi syarat digunakan sebagai tabir surya.
Kunir putih mengandung kurkumin yang memiliki gugus auksokrom dan
kromofor yang mampu menyerap sinar UV-B yang terpapar pada kulit (Badmaev,
2005). Selain bekerja dengan cara menyerap sinar UV-B, kurkumin merupakan
senyawa antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas yang dipancarkan oleh
sinar UV-B (Hutapea, 1993). Hal ini sesuai dengan salah satu mekanisme tabir
surya yaitu senyawa dengan kemampuan antioksidan atau penangkap radikal
bebas dapat berkompetisi dengan molekul target dan mengurangi atau
mengacaukan efek yang merugikan. (Wolf dkk, 2001).
Parameter pada formula optimum lotion w/o adalah sifat fisik yang berupa
viskositas, daya sebar, dan daya lekat. Penelitian ini menggunakan variasi
kombinasi bahan setil alkohol dan cera alba. Fungsi dari setil alkohol adalah
sebagai sebagai emolien dalam konsentrasi 2-5%, sebagain emulsifying agent 2-
5%, sebagai pengeras 2-10%, dan sebagai penyerap air 5% (Unvala, 2009). Setil
alkohol akan meningkatkan kestabilan dan konsistensi dari lotion. Cera alba
20
digunakan untuk meningkatkan konsistensi dari sediaan semi padat dan untuk
menstabilkan emulsi tipe w/o (Kibbe, 2009). Hasil variasi kadar kemudian
dilakukan perbandingan dengan menggunakan metode Simplex Lattice Design.
Hasil eksperimen digunakan untuk membuat persamaan polinomial (simplex)
yang digunakan untuk memprediksi profil respon (Bolton, 2004). Kombinasi
formula dan analisis data dilakukan menggunakan program Design Expert versi
9.0.4 free trial.
Uji aktivitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan sediaan lotion w/o
kunir putih sebagai tabir surya. Uji aktivitas yang dilakukan adalah secara in vivo
menggunakan hewan uji berupa kelinci. Kelinci dipilih karena berdasarkan
penelitian kulit kelinci lebih sensitif dari pada kulit manusia dan lebih toleran
terhadap bahan-bahan yang bersifat iritan sehingga dapat dimanfaatkan dalam
pengujian secara in vivo (Glaister, 1986). Menurut Gad dan Chengelis (1997),
kelinci dipilih karena memiliki daya absopsi yang hampir sama dengan manusia.
G. Hipotesis
1. Metode Simplex Lattice Design dapat menentukan formula optimum lotion w/o
ekstrak etanolik rimpang kunir putih dengan kombinasi dari komposisi setil
alkohol dan cera alba.
2. Formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki
sifat fisik yang baik.
3. Formula optimum lotion w/o ekstrak etanolik rimpang kunir putih memiliki
aktivitas sebagai tabir surya dan dapat diaplikasikan pada kulit.