BAB I ktsp

37
 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan  berikutnya Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SK L) , ma ka di se kolah -se ko lah da ri je nja ng pe ndidikan da sa r da n me ne ngah diterapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pe ndi di ka n, di si ngka t KT SP, se ba ga i pe nyempu rna an da ri Ku rik ul um Be rbas is Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan KTSP ini adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru ( teacher centered ) men jad i mo del pembe laja ran yang berpus at pad a sub yek didik (  students centered ), per uba han dari keg iatan men gaj ar men jadi keg iatan membel ajar kan, dan seterusnya, dan seterusnya. Pen erap an KTS P membua t gu ru semaki n pint ar dan kre atif, kar ena mer eka dituntut harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didikny a, guru dituntut harus mampu merencana kan sendiri materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum- kurikulum sebelumnya yang datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru hanya tinggal menera pkanny a, sehing ga nyaris tidak membe rikan ruang dan tantang an  bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.  Namun demikia n, di bal ik per uba han -per uba han bes ar dan men das ar yang dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan, melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan das ar dal am pen yus una n KTSP mem bawa ko nse kue nsi yan g tida k ring an dala m implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP menuntut adanya profesionalisme yang tinggi dari guru. Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan yang sela ma ini terj adi dala m pen yel eng gara an pembel ajara n biol ogi tida k bol eh te ru la ng lagi. Tugas gu ru se ka ra ng ini bu ka nl ah ”men ga jar biologi”, te ta pi ”membe lajarkan siswa tentang biolog i”. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajar an harus

Transcript of BAB I ktsp

Page 1: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 1/37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan

 berikutnya Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

(SKL), maka di sekolah-sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah

diterapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, disingkat KTSP, sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan KTSP ini

adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana

yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP

menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher 

centered ) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada subyek didik ( students

centered ), perubahan dari kegiatan mengajar menjadi kegiatan membelajarkan, dan

seterusnya, dan seterusnya.

Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka

dituntut harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta

didiknya, guru dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk 

mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-

kurikulum sebelumnya yang datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru

hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak memberikan ruang dan tantangan

 bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.

  Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang

dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan,

melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan

dasar dalam penyusunan KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam

implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP menuntut adanya profesionalisme yang

tinggi dari guru.

Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki

dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan

yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh

terulang lagi. Tugas guru sekarang ini bukanlah ”mengajar biologi”, tetapi

”membelajarkan siswa tentang biologi”. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus

Page 2: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 2/37

 berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru tidak lagi harus mendominasi kegiatan

 pembelajaran dengan metode ceramah sampai berbusa-busa, sementara siswa hanya

duduk manis mendengarkan sambil bengong atau bahkan sampai terkantuk-kantuk.

Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir 

dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar 

Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi,

tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui

observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran biologi (IPA) siswa dilibatkan secara

aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah dapat dikembangkan

Keterampilan Sains (Keterampilan Proses Ilmiah), sehingga pengalaman belajar yang

 benar-benar bermakna tentang Sains dapat diperoleh subyek didik.

Keterampilan-keterampilan dalam bidang Sains (Biologi) meliputi:

Observasi

Klasifikasi, prediksi, inferensi

Membuat hipotesis

Mendisain dan melakukan percobaan

Menggunakan alat ukur (pengamatan)

Identifikasi variabel

Mengontrol variabel

Mengumpulkan data

Mengorganisasi data (tabel, grafik, dll)

Memaknakan data, tabel, dan grafik 

Menyusun kesimpulan

Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan

Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk 

menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup

( Life Skill ), karena dengan keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental

siap untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.

Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu

dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi

(obyek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah

 perubahan mendasar dalam pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan

disikapi secara positif oleh guru biologi seiring dengan penerapan KTSP.

Page 3: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 3/37

 Namun demikian, meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir 

oleh guru, bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari

masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan

  pembelajaran di kelas sepertinya akan selalu memunculkan permasalahan seiring

dengan perkembangan pribadi subyek didik dan seiring pula dengan perkembangan

sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Terkait dengan itu tugas guru

adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul

sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya

suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan.

Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I

SMA ......... Tahun Pelajaran 2007/2008, khususnya terhadap penguasaan

materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam

kehidupan”. Guru dengan berbagai cara telah mengusahakan agar semua siswa aktif 

dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar juga telah dilakukan oleh guru,

 berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah dimanfaatkan, berbagai bentuk 

 penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan oleh siswa, baik di dalam maupun

di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi, melakukan eksperimen, membuat

laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan LKS, dan lain

sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas,

maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka sangat rendah.

Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas masing-

masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada. Sebagian besar dari siswa

  justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti

kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-

main sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau

 berdialog dengan teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu dari hasil

ulangan harian/ulangan blok, prestasi belajar mereka hanya sebesar 45% yang berhasil

mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan

 bagi Kelas X SMA ......... Tahun Pelajaran 2007/2008 untuk mata pelajaran biologi

(IPA) hanya sebesar 65.

Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut

 jelas hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran

yang harus segera dicarikan pemecahannya.

Page 4: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 4/37

Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi

dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi

  penyebab timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan

 penyebab, di antaranya adalah:

2.1 Prinsip-prinsip Belajar dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya akan membentuk manusia yang mampu bersaing

di dunia global, sehingga sebagai guru sejak di sekolah tingkat dasar sudah harus

memiliki kemampuan untuk mempersiapkan peserta didiknya ke arah sana. Tentu saja

dengan cara yang disesuaikan dengan usianya.

Sumber daya manusia yang mampu bersaing memasuki dunia global adalah manusia

yang benar-benar unggul. Manusia unggul adalah manusia yang mempunyai

kemampuan antara lain: (1) berpikir kreatif dan produktif, (2) mampu mengambil

keputusan, (3) mampu memecahkan masalah, (4) belajar bagaimana belajar, (5)kolaborasi, dan (6) mampu mengelola/mengendalikan diri. Untuk membentuk sumber 

daya manusia yang demikian guru benar-benar harus mempertimbangkan strategi

 pembelajaran yang dilakukan.

Pada prinsipnya strategi pembelajaran ditentukan berdasarkan atas teori-teori belajar 

yang sudah ditemukan. Dalam paket 2 ini akan dibahas hubungan teori belajar dengan

 penentuan strategi pembelajaran.

Penentuan strategi bembelajaran merupakan penerapan dari azas-azas pembelajaran.

Azas pembelajaran ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Atau dapat dikatakan

 bahwa azas pembelajaran merupakan implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru.

Prinsip-prinsip belajar adalah:1. Perhatian dan motivasi.

2. Keaktifan.

3. Keterlibatan langsung/ berpengalaman.

4. Pengulangan.

5. Tantangan.

6. Balikan dan penguatan.

7. Perbedaan Individual.

2.2 Klasifikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran

Untuk mendasari strategi pembelajaran maka perlu dibahas teori-teori belajar yang akan

mendasari penerapan strategi pembelajaran. Secara garis besar teori belajar menurutGredler (1991) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) Conditioning theory, (2)

Connection theories, (3) Insightful Learning.

Conditioning theory

Conditioning theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan

suatu respons dari stimulus tertentu. Teori ini dikemukakan oleh Pavlov, dan

dikembangkan oleh Watson, Guthreic, dan Skinner.

Pavlov mengembangkan teori belajar ini dengan disebut juga conditioning reflex, sebab

yang dipelajari adalah gerakan gerakan otot sederhana yang secara otomatis bereaksi

terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex juga dapat ditimbulkan oleh perangsang lain

yang mulanya tidak menimbulkan reflex.

Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjingmenghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

Page 5: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 5/37

• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua

macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai

reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks

yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.Selanjutnya Watson mengembangkan teori belajar dengan berpola pada penemuan

Pavlov, dia berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses terjadinya refleks-

refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Guthreic memperluas

 penemuan Watson yang dikenal dengan the law of association, yaitu suatu kombinasi

stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung menimbulkan gerakan apabila

kombinasi stimuli itu muncul kembali. Maksudnya jika sesuatu dalam situasi tertentu,

maka nantinya dalam situasi yang sama akan mengerjakan hal yang serupa lagi.

Skinner mengembangkan teori belajar ini dengan teori operant conditioning, yaitu

tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang

disengaja atau operant. Teori ini terlihat bahwa di dalam belajar diperlukan adanya

 pengulangan-pengulangan suatu stimulus untuk mendapatkan respons.Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan

selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, di

antaranya :

• Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus

 penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat

melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku

tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant

adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan

oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah

stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun

tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical

conditioning.

Connection theories

Connection theories merupakan teori belajar yang menyatakan bahwa belajar 

merupakan pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini

dikembangkan oleh Thorndhike yang juga dinamakan trial and error learning. Hal ini

disebabkan karena proses belajar dapat melalui coba-coba dalam rangka memilih

respons yang tepat bagi stimulus tertentu. Hukum belajarnya dinamakan Law effect,yaitu:

• Segala tingkah laku yang menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajar.

• Segala tingkah laku yang tidak menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajari.

• Aplikasi dari teori ini dengan adanya pemberian ganjaran, hukuman, dan lain

sebagainya.

Secara rinci hasil eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan

hukum-hukum belajar, di antaranya:

• Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang

memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,

semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula

hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan

Page 6: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 6/37

organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana

unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat

atau tidak berbuat sesuatu.

• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan

semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang

atau tidak dilatih.Insightful Learning

Insightful learning adalah belajar menurut pandangan kognitif. Disebut juga Gestalt dan

Field Teories. Teori mengutamakan pengertian dalam proses belajar mengajar, jadi

 bukan ulangan seperti halnya kedua teori terdahulu. Dengan demikian menurut teori ini

 belajar merupakan perubahan kognitif (pemahaman). Belajar bukan hanya ulangan

tetapi perubahan struktur pengertian.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

• Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam

 perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan

tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau

 peristiwa.• Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang

terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas

makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat

 penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan

 pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik 

hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

• Perilaku bertujuan (purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku

 bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya

dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif 

 jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guruhendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta

didik dalam memahami tujuannya.

• Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan

lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya

memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

Transfer dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi

 pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar 

terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi

tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-

susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok 

yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap

 prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk 

kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,

guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok 

dari materi yang diajarkannya

Selanjutnya teori Gestalt dikembangkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget teori belajar 

merupakan:

• Proses belajar dari konkret ke yang abstrak.

• Pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan mental baru yang

sebelumnya.

• Perubahan umur mempengaruhi kemampuan belajar individu.

Page 7: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 7/37

Teori belajar Brunner merupakan pengembangan dari teoeri Gestaltl insightful learning.

Dalam teori Brunner dikatakan untuk mendapatkan pemahaman belajar dengan

menemukan sendiri, sehingga menggunakan pendekatan discovery learning.

Pendekatan ini, pemahaman pesrta didik didapatkan secara induktif.

Dalam pendekatan ini mengandung makna bahwa refleksi belajar berkisar pada

manusia sebagai pengolah terhadap informasi (masukan) yang diterimanya untuk memperoleh pemahaman. Dasar pikiran teori ini adalah:

• Belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.

• Orang menciptakan sendiri suatu kerangka kognitif bagi diri sendiri.

 Namun demikian teori ini juga ada kelemahannya, yaitu memerlukan banyak biaya,

waktu lama, dan kepemilikan teori dasar mutlak diperlukan. Untuk mengurangi

kekurangan tersebut ada pengembangan teori insightful learning ini dengan tetap

membangun kerangka kognitif sendiri tidak dengan induktif tetapi deduktif. Jadi peserta

tidak harus mengalami sendiri.

Teori terakhir ini dikembangkan oleh Ausebel dengan nama teori bermakna. Belajar 

 bermakna tidak mutlak harus menemukan sendiri, yang penting peserta dapatmembentuk kerangka kognitif sendiri, yang selanjutnya dikembangkan dengan peta

konsep.

Dalam penerapannya sebenarnya guru dapat saja memadukan beberapa teori belajar di

atas. Hanya saja biasanya seorang guru akan mempunyai kecenderungan ke arah mana

mereka akan bertindak. Pada saat ini yang banyak dikembangkan adalah teori yang ke

tiga, karena diharapkan siswa lebih banyak memahami atau mengerti dibandingkan

hanya menghafal saja tanpa pemahaman. Karena dengan menghafal saja konsep-konsep

materi akan segera dilupakan lagi.

Berdasarkan teori-teori di atas muncul adanya prinsip-prinsip belajar yang sebenarnya

merupakan penggabungan dari beberapa teori belajar. Prinsip belajar itu antara lain berupa perhatian dan motivasi, kreativitas, keterlibatan langsung/pengalaman,

 pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, dan perbedaan individu.

Hubungan prinsip belajar, teori belajar dan implikasi asas pembelajaran dapat dilihat

 pada Tabel 2.1.

Tabel 2.3: Hubungan Prinsip Belajar, Teori Belajar, dan Implikasi Asas Pembelajaran.

Prinsip Belajar Dasar Teori Belajar Implikasi Asas Pembelajaran

1. Perhatian dan Motivasi.

BF Skiner 

Operant Conditioning

Perhatian:1. Menunjukkan tujuan.

2. Metode bervariasi.

3. Media yang sesuai.

4. Gaya bahasa tidak monoton.

5. Pertanyaan membimbing.

Motivasi:

1. Bahan ajar sesuai minat siswa.

2. Metode dan teknik yang disukai siswa.

3. Memberitahu hasil pekerjaan siswa.

4. Penguatan.

2. Keaktifan Teori kognitif, Teori Thorndike (Hukum belajar law of exercise) 1. Multimetode dan media.

Page 8: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 8/37

2. Tugas individu dan kelompok.

3. Eksperimen dan memecahkan masalah.

4. Mengerti isi bacaan.

5. Tanya jawab dan diskusi.

3. Keterlibatan langsung/Berpengalaman. John Dewey (Learning by doing) Piaget

(konkret – abstrak).Brunner (Discovery Learning) 1. Pembelajaran individual dan kelompok.

2. Eksperimen.

3. Media.

4. Psikomotorik.

5. Mencari informasi sendiri.

6. Merangkum.

7. Guru sebagai menejer dan pengelola.

4. Pengulangan Teori psikologi daya. Connection Theories (Thorndike-Low of 

exercise) 6 Merancang pengulangan.

7 Mengembangkan soal-soal.

8 Petunjuk kegiatan.9 Alat evaluasi.

10 Bervariasi.

5 Tantangan Conditioning Theory. 1 Eksperimen individual dan kelompok kecil.

2 Tugas pemecahan masalah.

3 Menyimpulkan isi.

4 Menyajikan pelajaran dengan tidak detail.

5 Menemukan konsep, fakta, prinsip, generalisasi.

6 Diskusi.

6. Balikan dan penguatan Teori Medan (Field Theory)

Kurt Lewin.1 Memantapkan jawaban siswa yang benar.

2 Membenarkan jawaban siswa yang salah.

3 Mengoreksi PR.

4 Catatan-catatan pada tugas.

5 Membagi lembar jawaban siswa.

6 Peringkat.

7 Isyarat.

8 Hadiah.

7. Perbedaan Individual.

BF Skiner (Operant Conditioning)

Thorndike (Low of Effect). 1. Multi metode dan media.2. Mengenali karakteristik siswa.

3. Pengayaan dan remidiasi

2.3 Paradigm Pembelajaran

Teori belajar-teori belajar yang telah ditemukan akan digunakan dalam konteks

 pembelajaran. Kecenderungan penggunaan teori-teori belajar akan menghasilkan

 pandangan atau paradigma pembelajaran yang digunakan. Paradigma pembelajaran

dapat dibedakan secara garis besar menjadi 2, yaitu: (1) paradigma behaviorisme dan

(2) paradigma konstruktivisme.

Paradigma Behaviorisme

Pandangan behaviorisme sebenarnya merupakan penerapan dari teori belajar Conditioning theory dan Connection theories. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan dari

Page 9: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 9/37

operant conditioning yang dikemukakan oleh B.F. Skinner. Operant conditioning ialah

sebuah perilaku yang memberikan pengaruh pada lingkungannya serta menimbulkan

akibat. Sebaliknya, perilaku tersebut dipengaruhi oleh akibat itu. Dan tindakan yang

utama ialah pengadaan reinforcement/penguatan. Kemungkinan terulangnya sebuah

 perilaku akan lebih besar, jikalau akibat-akibat yang ditimbulkannya memberikan

reinforcement/penguatan.Penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa menurut operant conditioning ada tiga

komponen belajar, yaitu: (1) stimulus diskriptif, (2) respons peserta didik, dan (3)

konsekuensi perkuatan operan pembelajaran. Asumsi yang membentuk landasan untuk 

conditioning theoris ini adalah: (1) Belajar adalah tingkah laku, (2) Perubahan tingkah

laku secara fungsional terkait dengan adanya perubahan kejadian di lapangan, (3)

Hubungan antara tingkah laku dan lingkungan berpengaruh jika sifat tingkah laku dan

kondisi-kondisi dapat terkontrol secara seksama, (4) Data dari studi eksperimental

tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat diterima sebagai

 penyebab terjadinya tingkah laku, (5) Tingkah laku organisme secara individual

merupakan sumber data yang cocok, (6) Dinamika interaksi organisme dengan

lingkungan adalah sama untuk semua jenis makhluk hidup.Penerapan teori tersebut dalam pembelajaran dari pandangan behaviorisme adalah

teknik pembelajaran berprogram yang mengatur bahan pelajaran menjadi bagian-bagian

kecil (operasional) dan memberikan penguatan pada jawaban-jawabannya

(reinforcement). Sehingga behavior modification merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan untuk mengubah perilaku seseorang sesuai dengan yang diinginkan, melalui

reinforcement berulang sampai perilakunya berubah. Dari sini mengandung pengertian

 bahwa peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan

yang diajarkan.

Penjelasan di atas mengartikan bahwa belajar menurut pandangan behaviorisme sebagai

 perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan keorang yang belajar, sehingga tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan

 pengetahuan. Pengetahuan itu telah terstruktur dengan rapi, objektif, pasti, dan tetap,

sehingga orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan

ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial,

atau dapat dikatakan ciri dari pembelajaran behavioristik adalah adanya keteraturan.

Ketatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik 

adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan. Kontrol belajar dipegang

oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik. Kegagalan atau ketidakmampuan

dalam penambahan pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum,

dan keberhasilan atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas

diberi hadiah.

Pembelajaran cenderung mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Aktivitas belajar 

lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan

mengungkapkan kembali isi buku teks. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada

hasil.

Kecenderungan pandangan ini adalah belajar merupakan perilaku yang nampak.

Menurut pandangan ini perilaku yang nampak sangat sesuai dalam pembelajaran karena

 pengaruh teknologi yang serba rasional dan realistik serta praktis, maka manusia saat

ini cenderung untuk lebih operasional, lebih menyukai yang nampak (observable), yang

dapat diukur (measurable), penampilan/kinerja (performance), dan kemasan yang rapai(appearance).

Page 10: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 10/37

Permasalahan yang timbul dari pandangan behaviorisme ini adalah adanya hal-hal yang

mungkin tidak tercakup dalam perilaku manusia yang tampak. Selain itu juga perlu

dipertimbangkan adalah apakah belajar bisa terjadi dalam lingkungan yang penuh

aturan? Tampaknya memang tidak mudah untuk menerapkan pandangan ini, untuk 

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan saat ini, yaitu berpikir 

kreatif, dapat mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Karena menurut pandangan ini rasanya tidak 

mungkin pembelajaran tanpa adanya ketaatan atau keteraturan.

Apapun kelemahan dari pandangan ini, ternyata dewasa ini banyak teori-teori belajar 

dalam lingkup pandangan behaviorisme yang diterapkan pada prinsip-prinsip belajar 

yang diharapkan. Hal ini menandakan bahwa pandangan ini juga banyak diterapkan

dewasa ini, walau implikasinya banyak dipadukan dengan pandangan konstruktivisme.

Yang perlu dilakukan adalah harus dilihat dan dipilih secara jeli mana yang dapat

ditangani dengan menerapkan pandangan behaviorisme ini dalam pembelajaran.

Paradigma Konstruktivisme

Dasar paradigm konstruktivisme adalah memandang bahwa pengetahuan bersifat non

objective, temporer, selalu berubah, dan tidak menentu, sehingga ciri konstruktivismeadalah ketidakteraturan. Maksudnya kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam

lingkungan belajar, karena hanya di alam yang penuh kebebasan peserta didik dapat

mengungkapkan makna yang berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu

yang ada di dunia nyata.

Menurut pandangan konstruktivisme, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari

 pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan

mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna

serta menghargai ketidakmenentuan. Dengan demikian maka pesrta didik akan

memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada

 pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat

mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan siswa untuk 

mengekplorasi pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru

diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuan

yang telah dimiliki oleh peserta didik.

Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk 

melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta

didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai

interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

Implikasi dalam pembelajaran dari pernyataan di atas adalah diharapkan guru

menyediakan pilihan tugas, sehingga tidak semua peserta didik harus mengerjakantugas yang sama. Dan juga beri kebebasan peserta didik untuk memilih bagaimana cara

mengevaluasi dirinya untuk mengukur kemampuan yang telah dikuasainya.

Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana cara belajar, menciptakan

 pemahaman baru yang sesuai aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata, yang

mendorong peserta didik untuk berpikir ulang dan mendemonstrasikan. Dengan

demikian maka pembelajaran dan evaluasi menekankan pada proses.

Pembelajaran dalam kontek konstruktivisme lebih diarahkan untuk melayani

 pertanyaan atau pandangan peserta didik. Penyajian isi menekankan pada penggunaan

 pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian. Dan

evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang

menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalamkonteks nyata.

Page 11: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 11/37

Implikasi dari pernyataan di atas adalah hendaknya guru memberikan kesempatan

untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya. Beri

kesempatan peserta didik untuk melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya,

tentang cara belajarnya, tentang mengapa ia menyukai tugas tertentu.

Secara ringkas penataan lingkungan belajar berdasarkan pandangan konstruktivisme

menurut Wilson (1996) dalam Diptiadi (1997) adalah:• Menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan. Dalam

hal ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik diajak ikut menentukan topik/sub

topik bidang studi yang mereka pelajari, metode pengajaran, dan strategi pemecahan

masalah.

• Menyediakan pengalaman belajar yang kaya akan berbagai alternatif. Dalam hal ini

dapat dilakukan dengan peninjauan kembali masalah dari berbagai segi.

• Mengintegrasikan proses belajar mengajar dengan konteks yang nyata dan relevan.

Dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan peserta didik dapat menerapkan

 pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.

• Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menentukan isi dan arah belajar 

mereka. Dalam hal ini guru berperan sebagai konsultan.• Mengintegrasi belajar dengan pengalaman bersosialisasi. Dalam hal ini dapat

dilakukan dengan cara peningkatan interaksi antara guru-peserta didik dan peserta

didik-peserta didik.

• Meningkatkan penggunaan berbagai media di samping komunikasi tertulis dan lisan.

• Meningkatkan kesadaran peserta didik dalam proses pembentukan pengetahuan

mereka. Dalam hal ini diharapkan peserta didik mampu menjelaskan

mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.

Dengan penataan lingkungan belajar seperti disebutkan di atas diharapkan mendapatkan

hasil aplikasi pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran, antara lain:• Peserta didik memiliki sikap dan persepsi positif terhadap belajar.

• Peserta didik mengintegrasikan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang

dimilikinya, misalnya mengklasifikasikan, membandingkan, menganalisis, membuat

induksi–deduksi, memecahkan masalah.

• Peserta didik memiliki kebiasaan mental yang produktif, untuk menjadi pemikir yang

mandiri, kritis, dan kreatif.

Secara ringkas, manusia yang diharapkan dalam belajar konstruktivisme adalah berpikir 

kreatif, berani mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar bagaimana

 belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Bila dihubungkan dengan teori belajar 

terdahulu, yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik ini adalah kelompok teori belajar Insightful Learning, karena harapan hasilnya adalah sama. Menurut pandangan

konstruktivisme, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,

aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan mengajar adalah menata

lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna serta menghargai

ketidakmenentuan. Dengan demikian maka peserta didik akan memiliki pemahaman

yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif 

yang dipakai dalam menginterpretasikannya.

Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat

mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan peserta didik untuk 

meluapkan pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru

diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuanyang telah dimiliki oleh peserta didik.

Page 12: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 12/37

Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah non objective, bersifat

temporer, selalu berubah, dan tidak menentu, sehingga ciri konstruktivisme adalah

ketidakteraturan. Maksudnya kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan

 belajar, karena hanya di alam yang penuh kebebasan si belajar dapat mengungkapkan

makna yang berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di

dunia nyata.Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk 

melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta

didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai

interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.

Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran

konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai

rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan

 perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu

meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete

operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang prosesrekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton

(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes

material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence

of their senses to make it fit” sedangkan akomodasi adalah “the difference made to

one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan

tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan

untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan

teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan

secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru

mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.

• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.

Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.

• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.

• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.

• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan

diskusi dengan teman-temanya.

Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne

Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang

sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari

 pembelajaran. Menurut Robert Gagne (1985) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses

 penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam

 bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara

kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu

keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses

kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan

dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;

Page 13: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 13/37

(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)

generalisasi; (7) perlakuan dan umpan balik.

Rangkuman

• Azas pembelajaran ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Atau dapat

dikatakan bahwa azas pembelajaran merupakan implikasi prinsip-prinsip belajar bagi

guru• Secara garis besar teori belajar menurut Gredler (1991) dapat dibedakan menjadi 3

yaitu: (1) Conditioning theory, (2) Connection theories, (3) Insightful Learning.

• Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :

(1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal

operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan

individu yaitu asimilasi dan akomodasi.

• Menurut Robert Gagne (1985) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan

informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil

 belajar.

• Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang

sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.• Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari

sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,

 behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu

dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian

rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu

• Menurut pandangan konstruktivistik, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari

 pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan

mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna

serta menghargai ketidakmenentuan.

1. Teori Belajar dari Bruner

Menurut teori Kontinuum Kongkrit –Abstrak ,ahli psikologi Jerome Bruner dalam

 pengembagan teori belajarnya mengemukakan bahwa pengajaran seharusnya dimulai

dari pengalaman langsung (enactive) menuju representasi ikonik ( seperti penggunaan

gambar atau film) dan baru kemudian menuju representasi simbolik (seperti

 penggunaan kata-kata atau persamaan-persamaan matematis. ( Wartono, 2004)

Bruner dikenal dengan belajar penemuannya. Pada model pembelajaran ini siswa

didorong oleh rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri. Belajar dengan

cara ini dilakukan dengan langkah – langkah :

-  menghadapkan siswa pada situasi yang membingungkan atau suatu masalah

Page 14: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 14/37

-  siswa berusaha untuk membandingkan realita diluar dirinya dengan model mental yang

telah dimilikinya.

-  Dengan pengalamannya dia akan mencoba untuk menyesuaikan atau

mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai

keadaan seimbang dalam benaknya. Untuk maksud ini siswa akan mencoba

mengadakan sisntesis, analisis, menemukan informasi baru dan mennyingkirkan

informasi yang tidak perlu. ( Muslimin Ibrahim, 1998)

2. Teori Kontruktivisme

Ide pokok teori pembelajaran kontruktivis ini adalah siswa secara aktif 

membangun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaan adalah merupakan kerja mental

aktif , bukan menerima pengajaran dari gurusecara pasif. Dalam kerja mental siswa ini

guru memegang peran penting dengan cara memberikan dukungan , tantangan berfikir,

melayani seagai pelatih atau modelnamun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran

(Woolfolk,1993 dalam Muslimin Ibrahim, 1994)

Implikasi teori Kontruktivis :

-  Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak.

-  Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan terlibat aktif dalam

 pembelajaran.

-  Lebih menekankan pembelajaran Top Down Processing 

-  Menerapkan cooperativ learning. (Muslimin Ibrahim, 1994)

3. Pendekatan Contextual Theacing and Learning .

Page 15: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 15/37

Pendekatan Contextual Theacing and Learning merupakan konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

  penerapannya dalamkehidupan mereka sehari-hari dangan melibatkan 7 komponen

utama pembelajaran yang efektif yakni konstruktivisme( Constructivism), bertanya

(Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),

 pemodelan (Modeling) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)

Menentukan Strategi Pembelajaran Biologi

Oleh: Bowo Sugiharto

Mengapa dalam pembelajaran perlu strategi? Tentu saja pertanyaan ini dapat dijawab

dengan mengembalikan kepada hakikat pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran atau

 barang kali menggunakan istilah “belajar dan mengajar” sebenarnya merupakan sebuah

usaha secara sadar dan terencana dengan tujuan terjadinya perubahan perilaku pada

 peserta didik. Sebagai seorang guru/pendidik tentu harus berupaya agar usaha yang

dilakukan dapat berhasil dengan baik sehingga usahanya efektif.

Agar dapat memainkan perannya secara efektif, seorang guru menurut Arends (2004:

20) harus mempunyai empat atribut sebagai berikut:

1. Guru yang efektif mempunyai dasar pengetahuan mengenai belajar dan

mengajar dan menggunakan pengetahuan ini sebagai petunjuk dalam praktik 

mengajar mereka.

2. Guru yang efektif menguasai sekumpulan cara praktik mengajar (model,

strategi, prosedur) dan dapat menggunakannya untuk membelajarkan siswa

dalam kelas dan untuk bekerjasama dengan orang lain di lingkungan sekolah

3. Guru yang efektif mempunyai pengaturan dan keterampilan untuk melakukan

 pendekatan pada semua aspek pekerjaannya dengan cara yang reflektif,

kesejawatan dan dalam rangka pemecahan masalah.

4. Guru yang efektif memandang belajar mengajar sebagai proses belajar 

sepanjang hayat dan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan bekerja untuk 

meningkatkan kemampuan pengajarannya sendiri dan meningkatkan mutu

sekolah.

Melihat pada atribut ke-1 dan ke-2 seperti uraian di atas, maka pemahaman terhadap

strategi pembelajaran biologi mutlak diperlukan. Di sini sering kali menimbulkan

kebingungan untuk membedakan dan menerapkan istilah-istilah seperti pendekatan,

strategi, metode, teknik, serta model pembelajaran. Baiklah berikut pengertian masing-masng istilah tersebut. Uraian yang lebih luas terdapat pada model pembelajaran karena

Page 16: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 16/37

dengan model pembelajaran sudah dapat memberikan gambaran pendekatan, strategi,

metode, dan teknik pembelajaran.

1. Pendekatan Pembelajaran

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kitaterhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang

terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan

metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber, terisnpirasi, dikuatkan dan

diwadahi oleh pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua

 pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-

centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa ( student-centred 

approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran

langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.

Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi

 pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.

Sebuah pendekatan pembelajaran menurut Rustaman dkk (2003: 107-117) dapat

diimplementasikan dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran. Demikian

 pula sebaliknya sebuah metode pembelajaran tertentu dapat digunakan untuk 

mengimplementasikan beberapa pendekatan yang berbeda. Macam-macam pendekatan

yang sering dikenal dalam pembelajaran antara lain: pendekatan tujuan pembelajaran,

 pendekatan konsep, pendekatan lingkungan, pendekatan inkuiri, pendekatan

keterampilan proses, pendekatan interaktif, pendekatan penemuan, pendekatan

 pemecahan masalah, dan pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat

(Salingtemas).

2. Strategi Pembelajaran

Setelah pendekatan pembelajaran ditetapkan, selanjutnya diturunkan ke dalam strategi

pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran terdapat empat unsur dalam strategi,

yaitu:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan

 perilaku dan pribadi peserta didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang

 paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan

teknik pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria

dan ukuran baku keberhasilan.

Dengan demikian strategi dalam pembelajaran diartikan sebagai a plan, method, or 

 series of activities designed to achieves a particular education goal . Jadi, strategi

 pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian

kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Menurut Sanjaya (2007) dalam konteks pembelajaran, strategi berarti pola umum

Page 17: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 17/37

 perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat

umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak 

dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam

 peristiwa belajar.

Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.

1. Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan

 pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran

dapat dicapai secara efektif dan efisien.

2. Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi

 pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat

memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan

 pembelajaran tertentu.

3. Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara

yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran

tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud

meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan

 pengalaman belajar kepada peserta didik.

4. Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi

 pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau

tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu

 peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi

 pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja,melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang

akan disampaikan kepada peserta didik.

5. Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi

 pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai

dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah

laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus

dapat dipraktikkan.

Berdasar pengertian-pengertian di atas, sesungguhnya dalam strategi pembelajaran

terkandung makna perencanaan. Strategi pebelajaran pada dasarnya masih bersifatkonseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan

 pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam

dua bagian, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning 

(Rowntree dalam Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya,

strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan

 strategi pembelajaran deduktif .

3. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya

digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategimerupakan “a plan of operation achieving something ” sedangkan metode adalah “a

Page 18: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 18/37

way in achieving something ” (Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat

diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Rustaman dkk (2003) ada beberapa metode pembelajaran yang dapat

digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, antara lain: 1) metode

ceramah, 2) metode tanya jawab, 3) metode diskusi, 4) metode demonstrasi, 5) metodeekspositori atau pameran, 6) metode karya wisata/widya wisata, 7) metode penugasan,

metode eksperimen, 9) metode bermain peran, dan sebagainya.

Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan

 pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan

 pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat

mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode

sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama

 pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen

 pendidikan. Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan

semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harusdiperhatikan, seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-

lain.

4. Teknik dan Gaya Pembelajaran

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya

pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara

yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.

Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif 

 banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbedadengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.

Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang

 berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya

tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam

koridor metode yang sama.

5. Model Pembelajaran

Pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam pembelajaran dapat diwadahi atau

tercermin dalam sebuah model pembelajaran. Merujuk pada Joyce, weil, dan Shower 

dalam Depdiknas (2004:1), istilah model pembelaja digunakan untuk dua alasan penting, yaitu:

1. Istilah model mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi,

metode, atau prosedur. Istilah model pengajaran mencakup suatu pendekatan

 pengajaran yang luas dan menyeluruh.

2. Model pengajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting.

Model pengajaran diklasifikasikan berdasaran tujuan pembelajarannya,

sintaksnya (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan

model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan

 pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran lain.

Page 19: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 19/37

Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh

strategi atau prosedur tertentu. Hal ini dinyatakan dalam Depdiknas (2004:1). Ciri-ciri

tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau

 pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar 

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan

agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

Pada setiap model pembelajaran dikenal adanya sintaks atau pola urutan yang

menggambarkan keseluruhan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh

serangkaian kegiatan pembelajaran. Masih dalam Depdiknas (2004:2) dikemukakan

 bahwa, ”Sintaks pembelajarn menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang

 perlu dilakukan guru atau siswa, urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas

khusus yang perlu dilakukan oleh siswa”.

Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit

 berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran berbeda kepada siswa, pada ruang fisik,

dan sistem sosial kelas. Arends dan para pakar pembelajaran yang lain berpendapat

 bahwa tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari pada model pembelajaran

yang lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran

agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beranekaragam dan lingkungan

 belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. Menguasai berbagai model

 pembelajaran merupakan bekal utama bagi seorang guru untuk mencapai tujuan

 pembelaran tertentu sesuai dengan lingkungan belajar atau kelompok siswa tertentu.

Berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain: 1) Model

Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction), 2) Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning ), 3) Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Based 

 Learning ).

a. Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction)

Landasan teoretik  DI adalah teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan

(modelling ). Albert Bandura yang merupakan pengembang teori belajar sosial

menyatakan bahwa belajar yang dialami oleh manusia sebagian besar diperoleh dari

suatu pemodelan yiatu meniru perilaku dan pengalaman orang lain.

Model DI dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan

dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menghafal rumus dalam bidang sains

merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana (informasi faktual). Sedangkan

 bagaimana cara mengoperasikan alat-alat tertentu dalam sains merupakan contoh

 pengetahuan prosedural.

Model DI mempunyai lima fase yang sangat penting yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2)

mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, 3) membimbing pelatihan, 4)

mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan 5) memberikan kesempatan

untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Rincian perilaku guru pada setiap fase dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 20: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 20/37

Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung

Fase-fase Perilaku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa.

Guru menyampaikan tujuan, informasi latar 

 belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,

mempersiapkan siswa untuk belajar.

Fase 2

Mendemonstrasikan pengetahuan

atau keterampilan

Guru mendemostrasikan keterampilan yang

 benar atau menyajikan informasi tahap demi

tahap.

Fase 3

Membimbing pelatihan

Guru merencanakan dan memberi bimbingan

 pelatihan awal

Fase 4

Mengecek pemahaman dan

memberikan umpan balik 

Mengecek apakah siswa telah berhasil

melakukan tugas dengan baik, memberikanumpan balik.

Fase 5

Memberikan kesempatan untuk 

 pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan

 pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus

 pada penerapan kepada situasi lebih kompleks

dan kehidupan sehari-hari

 b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning )

Landasan teoretik Model Pembelajaran Kooperatif (CL) adalah teori belajar kognitif– konstruktivis. Salah satu teorinya misalnya yang dikemukan oleh Vigotsky yang

menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vigotsky fungsi

mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama

antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu

terebut. Implikasi dari teori Vigotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk 

 pembelajaran kooperatif.

Landasan teoretik lain menurut Arends (2004: 357-358) dalam pengebangan CL adalah

konsep tentang kelas demokratis seperti yang disampaikan oleh John Dewey. Kelas

demokratis ini membutuhkan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang

dicirikan oleh prosedur yang demokratis dan proses yang ilmiah. Tanggung jawabutama adalah untuk menemukan masalah-masalah sosial dan interpersonal.

Selain untuk mengembangkan hasil belajar akademik, CL juga efektif untuk 

mengembangkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran ini diyakini unggul

dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model

ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang

 berhubungan dengan hasil belajar. Tujuan lain yang penting dengan penerapan CL ini

adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

Keterampilan ini penting untuk dimiliki dalam berkehidupan di masyarakat yang banyak tersusun dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain.

Page 21: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 21/37

Keterampilan kooperatif yang dimaksud antara lain menurut Lungdren (1994) meliputi:

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, 2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah,

dan 3) keterampilan kooperatif tingkat mahir.

Keterampilan kooperatif tingkat awal terdiri atas: 1) menggunakan kesempatan, 2)

menghargai kontribusi, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada dalamkelompok, 5) berada dalam tugas, 6) mendorong partisipasi,7) mengundang orang lain

untuk berbicara, menyelesaiakn tugas pada waktunya, dan 9) menghormati perbedaan

individu.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi: 1) menunjukkan penghargaan dan

simpati, 2) menggunakan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, 3)

mendengarkan dengan aktif, 4) bertanya, 5)membuat ringkasan, 6) menafsirkan, 7)

mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab, dan 9) mengurangi

ketegangan.

Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: 1) mengelaborasi, 2) memeriksa

dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan, dan 5) berkompromi.

Pada CL terdapat enam langkah yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2) menyajikan

informasi, 3) mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, 4)

membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) evaluasi, dan 6) memberikan

 penghargaan. Secara rinci sintaks pembelajaran CL adalah seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif 

Fase-fase Tingkah Laku GuruFase 1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswaransisi

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi

siswa belajar 

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa degan

 jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3

Mengorganisasi siswa kedalam kelompok-kelompok 

 belajar 

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya

membentuk kelompok belajar dan membantu setiap

kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Fase 4

Membimbing kelompok 

 bekerja dan belajar 

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada

saat merek mengerjakan tugas mereka

Fase 5

Ealuasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang

telah dipelajari atau masing-masing kelompok 

mempresentasikan hasil kerjanya

Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik  upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Page 22: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 22/37

Memberikan penghargaan

Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe antara lain: Student Teams

 Achievement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Think Pair 

Share (TPS), Numbered Head Together (NHT), Cooperative Script, dan sebagaiya.

Berikut akan diberikan penejelasan secara singkat beberapa contoh tipe model

 pembelajaran kooperatif.

b.1 Student Teams Achievement Division (STAD)

STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sintaks

 pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.

1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing– 

masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yangheterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang,

rendah).

2. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan

kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab

atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok.

3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan

mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik 

yang telah dipelajari.

4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan

kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau

memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapaatau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau

srandar tertentu.

b. 2. Teams Games Tournament (TGT)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap

kelompok bisa sama bis aberbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja

sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif 

dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan

menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan ( games) yaitu dengan cara guru

 bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikanhasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Adapun sintaks TGT adalah sebagai

 berikut.

1. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok 

materi dan mekanisme kegiatan.

2. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja

ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan

level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati

oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada

meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.3. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal

yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu

Page 23: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 23/37

tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan

hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap

individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen

sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very

good, good, dan medium.

4.  Bumping , pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempatdan seterusnya.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen

sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja

turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh

siswa dengan gelar yang sama.

5. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,

 berikan penghargaan kelompok dan individual.

b.3 . Think Pair Share (TPS)

TPS merupakan pembelajaran kooperati yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa. Struktur kelas siswa menghendaki siswa bekerja saling membantu

dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan penghargaan kooperatif dari

 pada penghargaan individual. Prosedur TPS memberikan kesempatan yang lebih

 banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.

Adapun langkah-langkah pembelajaran TPS adalah sebagai berikut.

1. Tahap Think (berpikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu uang berhubungan

dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan

atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2. Tahap Pairing (berpasangan), guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang

lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada

tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Biasanya guru memberi

waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

3. Tahap Sharing (berbagi), guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan

seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat

 pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

b.4. Numbered Head Together (NHT)

Tahap-tahap pembelajaran pada NHT adalah sebagai berikut.

1. Tahap 1 (Penomoran). Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5

orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 – 5.

2. Tahap 2 (Mengajukan pertanyaan). Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada

siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dapat bersifat spesifik, maupun dalam bentuk 

kalimat tanya atau berbentuk arahan.

Page 24: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 24/37

3. Tahap 3 (Berpikir Bersama). Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban

 pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya telah mengetahui

 jawaban tersebut.

4. Tahap 4 (Menjawab). Guru suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya

sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Bahan:

1. Teori belajar.

Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai sejumlah teori atau

filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Teori

 belajar tersebutsebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan Kurikulum 1984, Kurikulum

1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian bahkan sudah dikenal dalam mata kuliah tentang

 pendidikan dan pengajaran. Penguasaan teori itu dimaksudkan agar guru mampu

mempertanggungjawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan kelas.

a. Behaviorisme.

Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner.

Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor 

eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif 

saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja (manusiaatau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru

memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill )

dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa,

struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan

merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk 

dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.

 b. Gestalt.

Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan bagian demi

 bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya belajar secarakeseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu,

 baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa, aliran ini

melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa secara holistik , bukan bagian

demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan setapak demi setapak,dari fonem, lalu

morfem dan kata, frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah

sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-

 bagian yang saling berpengaruhdan saling bergantung.

c. Kognitivisme.

Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpameremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan

Page 25: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 25/37

interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang

hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat”

 penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah,

menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan

sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah

mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i)

anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya;

(ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi

itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir,

sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.

Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang

terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

(Lihat strategi pembelajaran!).

d. Konstruktivisme.

Teori Piaget di atas melahirkan teori konstruktivisme dalam belajar. Piaget mengatakan

 bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu

sendiri. Menurut konstruktivisme, pebelajar (learner , orang yang sedang belajar) akan

membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan apa yang sudah diketahuinya. Karena

itu belajar tentang dan mempelajari sesuatu itu tidak dapat diwakilkan dan tidak dapat

“diborongkan” kepada orang lain. Siswa sendiri harus proaktif mencari dan menemukan

 pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan

itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”,

atau apa yang disebut pengetahuan awal ( prior knowledge), sehingga guru bisa tepatmenyajikan bahan pengajaran yang pas: Jangan memberikan bahan yang sudah

diketahui siswa, jangan memberikan bahan yang terlalu jauh bisa dijangkau oleh siswa.

Patut diingat bahwa sebelum belajar bahasa Indonesia siswa sudah mempunyai bahasa

ibu (bahasa daerah) sebagai “pengetahuan awal” mereka. Pengetahuan, pengalaman,

dan keterampilannya dalam bahasa daerahnya itu harus dimanfaatkan oleh guru untuk 

 belajar ber bahasa Indonesia dengan lebih baik.

e. CBSA.

Sebenarnya CBSA sudah kita kenal sejak 1981 yang menyertai Kurikulum 1984 juga.

CBSA itu suatu pendekatan yang lahir untuk mengatasi keadaan kelas yang siswanyaserba pasif. Adalah pandangan yang salah jika dikatakan CBSA itu mengaktifkan siswa

dan “membuat guru diam” (tidak aktif). Juga salah jika CBSA itu mesti berdiskusi

secara kelompok, mesti memindahkan bangku dan kursi. Yang penting sebenarnya

ialah CBSA itu menuntut agar ada keterlibatan mental-psikologis pada siswa sepanjang

 proses belajar-mengajar. Hanya saja keterlibatan mental-psikologis itu kadang-kadang

harus diwujudkan dalam perilaku fisik, misalnya bertanya, memberikan jawaban dan

tanggapan, memberikan pendapat, dsb. Dalam hal pelajaran bahasa Indonesia, CBSA

itu harus mewujud dalam kegiatan siswa untuk banyak berbicara dan menulis,

 pokoknya harus aktif-produktif ketimbang pasif-reseptif. Dalam hal-hal tertentu CBSA

itu mengharuskan siswa banyak terlibat dalam proses belajar-mengajar, siswa

mengalami belajarnya sendiri, mendalami materi, dsb. Dalam pembelajaran bahasaIndonesia CBSA amat bisa sejalan dengan pendekatan komunikatif.

Page 26: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 26/37

f. Keterampilan Proses.

Sebenarnya keterampila proses itu serupa dan senafas dengan CBSA karena roh dari

kedua pendekatan itu sama yaitu bagaimana agar siswa itu terlibat aktif dalam proses

 belajar-mengajar di dalam kelas. Keterampilan proses ini lahir antara lain karena guru

sering hanya memperhatikan hasil belajar dan kurang memperhatikan proses untuk mencapai hasil itu. Dengan kata lain, guru (dan murid) menghalalkan segala cara agar 

memperoleh hasil yang “baik” tanpa melihat cara (teknik, metode, pendekatan, teori)

memperoleh hasil itu. Akibatnya, guru berlaku kurang jujur, misalnya dengan membuat

soal-soal yang sangat-saangat mudah, membiarkan murid menyontek, dan sebagainya;

murid pun berlaku tidak jujur, yakni sengaja menyiapkan sontekan, turunan, dan

sebagainya. Sebenarnya, sejak kurikulum 1975 kita sudah mengenal TIK (Tujuan

Instruksional Khusus) yang rumusannya mencantumkan cara-cara untuk mencapai hasil

 belajar yang bisa diamati dan diukur. Dalam rumusan yang kira-kira sama, KBK pun

merumuskan “kompetensi” dengan deskriptor-deskriptor tertentu. Dalam bahasa

Indonesia pendekatan ini dapat secara langsung digunakan untuk menilai perilaku

berbhasa sehari-hari di dalam kelas secara terus-menerus.

g. Belajar secara Sosial.

Istilah Inggrisnya ialah social learning , dan sekarang dikenal dengan istilah belajar 

secara gotong royong. Pendekatan ini menekankan pentingnya belajar bersama, secara

 berkelompok atau berpasangan, mengingat di dalam kehidupan bermasyarakat pun

orang

selalu bekerja sama untuk melakukan sesuatu. Dalam pelajaran bahasa Indonesia

 pendekatan ini bisa diterapkan misalnya dalam menyusun karya tulis (membuatlaporan, membuat sinopsis, meringkas bacaan, dan sebagainya), berdiskusi, berdialog,

mendengarkan, dan sebagainya.

h. CTL.

Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari

Contextual Teaching and Learning , atau mengajar dan belajar secara kontekstual.

Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu

 bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai

dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar . Konteks itu

 bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaanemosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya,

kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada

 beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar,

antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman. Dalam pelajaran bahasa dan

sastera Indonesia guru hendaknya memperhatikan kondisi kebahasaan siswa: apakah

siswa Anda berasal dari pedesaan atau perkotaan, dari keluarga ekonomi lemah atau

keluarga mampu, ada di SMP atau SMA. Guru hendaknya juga memperhatikan besar-

kecilnya pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa

Indonesia sehari-hari. Hal ini sering menyulitkan guru karena guru dan murid

mempunyai latar belakang kebahsaan yang sama sehingga kedua pihak bisa melakukan

“kesalahan” yang sama dalam berbahasa Indonesia. Guru yang berlatar belakang bahasaBali tentu sulit mengidentifikasi kesalahan dalam berbahasa Indonesia yang dilakukan

Page 27: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 27/37

murid-muridnya yang juga berkatar belakang bahasa Bali, karena guru tidak menyadari

kesalahannya sendiri. Minat siswa dalam sastra dan kesastraan juga bisa bergantung

kepada latar belakang di atas.

i. Pendekatan Komunikatif .

Ini adalah pendekatan khas dalam belajar berbahasa. Intinya pendekatan ini menuntut

agar (i) siswa diberi kebebasan berbicara tanpa beban (wajib berbahasa Indonesia yang

 baik dan benar); (ii) siswa mampu mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain

dan mampu menangkap dana memahami gagasan orang lain; (iii) siswa lebih banyak 

belajar  berbahasa (empat keterampilan berbahasa) ketimbang belajar bahasa (teori,

kaidah tatabahasa, struktur bahasa,dsb); (iv) guru tidak perlu banyak menyalahkan

ujaran siswa, apalagi menginterupsi ketika siswa sedang berbicara, karena hal itu dapat

mematikan motivasi siswa untuk berbicara. Bahasa harus kita pandang secara holistik 

(menyeluruh), bukan serpih-serpih (bagian demi bagian). Pendekatan komunikatif 

hakikatnya juga sejalan dengan prinsip-prinsip dalam pragmatik .

 j. Pendekatan Tematik-Integratif .

Sebenarnya pendekatan ini sudah kita kenal pada kurikulum 1984. Intinya, tiap

 pelajaran harus berpijak pada tema atau subtema tertentu. Dan tiap bahan pelajaran

tidaklah berdiri sendiri melainkan dipadukan (diintegrasikan) dengan bahan pelajaran

yang lain. Dalam belajar berbahasa Indonesia, bahan pelajaran dapat dipadukan secara

internal , misalnya keterampilan berbicara dengan tema pariwisata dengan keterampilan

menulis, dengan aspek kebahasaan seperti kalimat dan frasa. Dapat pula secara

eksternal dipadukan dengan sastra. Bahkan bahasa Indonesia dapat dipadukan dengan

mata pelajaran yang lain. Misalnya, untuk pelajaran kalimat majemuk, guru dapatmemadukan kalimat majemuk dengan keterampilan membaca, dan bacaan itu diambil

dari buku teks Sejarah, Ekonomi, Biologi, IPA, IPS, dsb. Artinya, siswa dapat ditugasi

untuk mencari dan menemukan contoh-contoh kalimat majemuk di dalam buku-buku

teks itu.

2 Penerapan Teori Belajar.

Dalam hal penerapan teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi

dasar yang hendak dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor, dan bahan ajarnya.

Misalnya, jika untuk kompetensi K , indikator  I , dan deskriptor  D, serta bahan ajar fakta

dan kosep frasa, guru akan menggunakan pendekatan tematik-integratif, bagaimanawujudnya dalam Rencana Pembelajaran?

Untuk menjawab pertanyaan ini guru hendaknya menentukan dulu temanya, misalnya

lalu-lintas. Jika kompetensi yang hendak dicapai ialah keterampilan membaca

 pemahaman, maka ditentukan bacaan bertema lalu-lintas yang dipastikan mengandung

sekian banyak  frasa. Jika Anda mengajar di SMP, bacaan seperti itu dapat dicari dalam

 buku teks IPS tentang transportasi. Di situ Anda sudah melakukan integrasi

antardisiplin atau antarmata pelajaran. Di dalam bacaan itu siswa diperkenalkan dengan

 fakta tentang frasa dan bukan frasa. Lalu guru melakukan diskusi untuk mencapai

 pemahaman tentang konsep frasa. Siswa kemudian bisa diajak mengalami belajar 

dengan cara mencari dan menemukan frasa-frasa lain dalam novel atau cerpen. Lagi-lagi ini adalah pendekatan integratif. Siswa akhirnya diminta membuat laporan singkat

Page 28: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 28/37

secara tertulis. Artinya, Anda telah melakukan integrasi internal: aspek kebahasaan

(yakni konsep frasa), keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.

Cobalah buat Rancangan Pembelajaran, dengan kondisi seperti di atas tetapi dengan

menggunakan teori konstruktivisme!

3 Beberapa Catatan.

a. Fakta: dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia bisa mengacu kepada fakta-fakta

kebahasaan seperti bahasa terdiri atas bunyi-bunyi; sebuah kata terdiri atas fonem-

fonem; kalimat terdiri atas beberapa kata, dsb.

 b. Konsep: mengacu kepada batasan, definisi, atau deskripsi (perian) tentang fon,

fonem, morf, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dsb.

c. Prosedur: mengacu kepada langkah-langkah dalam mempelajari suatu pengetahuan

atau keterampilan tertentu. Misalnya, bagaimana prosedur menulis surat resmi,

membuka dan menutup diskusi, cara mengajukan pertanyaan dalam diskusi, dsb.

d. Prinsip: mengacu kepada teori, rumus, hukum, dsb.yang bersifat aksiomatis.

Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada hukum D-M, ada prinsip kerjasama dalam

 percakapan, ada kaidah tentang giliran berbicara, dsb.

Masing-masing itu merupakan bahan ajar yang sedikit banyak mempunyai ciri khas,

sehingga teori dan pendekatannya pun bisa berbeda. Misalnya, agak sulit kita

mengajarkan prinsip atau konsep jika kita harus menggunakan teori behaviorisme.

 b. Indikator Esensial: Menentukan strategi pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia

 berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi

 pelajaran.

Deskriptor:

1) Mendeskripsikan berbagai strategi pembelajaran.

2) Memilih strategi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang sesuai dikaitkan

dengan karakteristik peserta didik, dan materi ajar.

Bahan:

1 Strategi Pembelajaran.

Dalam dunia militer, strategi ialah cara memenangkan perang (war ), dengan

mempertahankan keadaan dan kekuatan lawan dan membandingkannya dengan

keadaan dan kekuatan sendiri. Dalam proses belajar-mengajar, strategi itu harus

“memenangkan” perjuanagn guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Untuk itu tiga hal harus diperhatikan guru, yaitu (i) karakteristik siswa, (ii) kompetensi

yang hendak dicapai, dan (iii) bahan ajar.

Page 29: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 29/37

Menurut Raka Joni (1984), strategi, atau sering disebut model-model mengajar

(teaching models), berarti “pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan

kegiatan belajar-mengajar”. Sifat “umum” dari pola itu mengacu kepada jenis dan

urutan perilaku tersebut tampak dipergunakan dan atau diperagakan guru-murid dalam

 bermacam-macam peristiwa belajar. Jadi konsep strategi ini mengacu kepada

karaktersitik abstrak rentetan perbuatan guru-murid di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah penalaran (rasionel) yang

membedakan strategi yang satu dengan strategi yang lain secara mendasar. Patut diingat

 juga bahwa istilah strategi ini sering dikacaukan dengan pendekatan.Berikut ini

dikemukakan berbagai strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Raka Joni

(1984).

2. Berbagai Strategi

Berbagai strategi dapat dimunculkan dari beberapa dasar penggolongan.

(1) Berdasarkan pengaturan guru-siswa.

Dari segi pengaturan guru, dapat dibedakan strategi pembelajaran oleh seorang guru

atau oleh tim pengajar. Lalu, berdasarkan hubungan guru-siswa, dapat dibedakan

strategi pembelajaran tatap muka atau dengan media pembelajaran, misalnya melalui

media cetak, audiovisual (televisi, CD, VCD). Dari sudut siswa, dapat dibedakan

pembelajaran klasikal (seluruh kelas) atau kelompok kecil (5-7 orang), atau

individual.

(2) Struktur peristiwa belajar-mengajar .

Dari sudut struktur ini dapat dibedakan strategi pembelajaran tertutup, dalam arti

segala sesuatunya telah ditentukan secara relatif ketat dalam rancangan pembelajaran,

dan strategi yang relatif terbuka. Dalam hal ini tujuan khusus (kompetensi yang

hendak dicapai) dan bahan ajar serta prosedur yang akan ditempuh untuk mencapai

tujuan itu ditentukan ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Dalam model kedua

itu peranan siswa bisa teramat besar. Penejlasan agak terperinci tentang pembelajaran

inkuiri akan disajikan kemudian.

(3)  Peran pembelajar-pebelajar di dalam mengolah pesan.

Tiap proses belajar-mengajar tentu mempunyai tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai, selalau ada pesan yang bisa berupa pengetahuan (knowledge), wawasan,

keterampilan, atau isi pengajaran lainnya. Pesan itu dapat disajikan melalaui strategi

ekspositoris atau strategi heuristik atau hipotetis. Dalam strategi ekspositoris

 pembelajar (guru) sudah mengolah tuntas sebelum proses belajar-mengajar berlangsung

lalu disampaikan kepada pebelajar (siswa). Sebaliknya, dalam strategi heuristik pesan

itu diolah sendiri oleh pebelajar dengan bantuan, sedikit atau banyak, gurunya. Yang

tergolong heuristik ialah penemuan (discovery) dan inkuiri (inquiry). Dalam hal

 penemuan siswa menemukan prinsip atau hubungan yang sebelumnya tidak 

diketahuinya sebagai akibat dari pengalaman belajarnya yang sudah diatur oleh guru.

Contohnya ialah percobaan di dalam laboratorium. Di dalam inkuiri, struktur peristiwa

 belajar benar-benar bersifat terbuka, dalam arti siswa sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu melalui proses asimilalsi, yaitu proses “memasukkan” hasil

Page 30: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 30/37

 pengamatannya ke dalam struktur kognitifnya yang telah tersedia, dan proses

akomodasi, yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan (modifikasi) atau

 penyesuaian-penyesuaian di dalam struktur kognitifnya yang lama sehingga cocok 

dengan gejala (pengetahuan) baru yang diamati.

(4) Proses pengolahan pesan.

Bagaimanapun yang namanya belajar itu mesti melibatkan proses berpikir, khususnya

dalam mengolah pesan, melalui pengalaman belajarnya. Proses berpikir ini tidak sama

dari orang ke orang, juga tidak sama bagi bahan ajar yang berbeda-beda. Ada proses

 pengolahan pesan yang berpangkal pada yang umum (generik), berupa teori, hukum,

 prinsip, rumus, kepercayaan, dsb. untuk dilihat keberlakuan atau akibatnya pada gejala-

gejala yang khusus. Strategi ini disebut strategi deduktif . Sebaliknya, ada peristiwa

 belajar-mengajar yang pengolahan pesannya bertolak dari conntoh-contoh atau gejala-

gejala konkret menuju ke perampatan (generalisasi) atau prinsip yang bersifat umum.

Strategi belajar yang bergerak dari khusus ke umum ini disebut strategi induktif .

Bruce Joyce dan Marsha Weil (1972) mengadakan pengelompokan lain yang dianggap

 para pakar lebih komprehensif, dalam arti bahwa penggolongan ini dilakukan dengan

memperhatikan beberapa faktor sekaligus, seperti wawasan tentang manusia dan

dunianya, tujuan belajar, dan lingkungan belajar. Mereka mengemukakan empat

kelompok model atau strtaegi pembelajaran.

(1) Kelompok model-model interaksi sosial .

Kelompok model-model ini didasarkan kepada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-

masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatan yangdiperolah di dalam, dan dengan menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses

sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat

dalam arti seluas-luasnya secara built-in dan terus-menerus.

Yang tergolong kelompok ini ialah pengajaran dengan model yurisprudensi, yasng

 bertujuan untuk melatih kemampuan berpikir sebagaimana dibutuhkan di dalam

 penelitian IPA, meskipun penerapannya di dalam ilmu-ilmu sosial untuk dapat

memahami peristiwa kemasyarakatan juga diharapkan. Yang lain ialah model kerja

kelompok, yang menekankan pembentukan keterampilan untuk ambil bagian dalam

 proses-proses kelompok yang menekankan keterampilan komunikaksi antarpribadi

(interpersonal), bekerja dan inkuiri ilmiah. Pembentukan pribadi di dalam aspek-aspek di atas merupakan hasil pengiring yang penting yang hendak dicapai. (Lihat pendekatan

sosial di atas!).

(2) Kelompok model-model pengolahan informasi.

Kelompok ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia:

 bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengolah data,

mendeteksi masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan

lambang-lambang. Model-model ini sangat bermanfaat untuk pembentukan

kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik, tetapi

 juga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Model ini juga penting bagi pembentukan

Page 31: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 31/37

konsep, pembentukan kemampuan berpkir pada umumnya tetapi juga untuk 

kemampuan sosial-moral, dan untuk proses berpikir akomodatif.

(3) Kelompok model-model personal — humanistik .

Model-model ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalammemandang dan membangun realitas, yang melihat manusia terutama sebagai pembuat

makna (meaning maker ). Atau dengan kata lian, kelompok ini mengutamakan proses

 perngorganisasian internal yang dilakukan individu serta pengaruhnya terhadap cara

dan proses “pergaulan” individu tersebut dengan lingkungannya dengan dirinya sendiri.

Model-model mengajar dalam kelompok ini sangat mementingkan efek pengiring

(nurturent effects) sistem lingkungan belajar. Contoh dari model ini ialah model

 pengajaran non-direktif dari Carl Rogers yang bermanfaat untuk pembentukan

kemampuan belajar mandiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri

sehingga terbentuk konsep diri ( self-concept ). Yang lain ialah model sinektetik dari

William Gordon, bermanfaat untuk pembentukan kreativitas dan kemampuan secara

kreatif.

(4) Kelompok model-model modifikasi perilaku.

Ini bertolak dari psikologi behavioristik, yang mementingkan penciptaan sistem

lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan (reinforcement )

terhadap perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki.

Istilah teknis yang digunakan untuk proses pembentukan perilaku dengan manipulasi

ini shaping (Inggris to shape ‘membentuk’). Contohnya ialah model operant 

conditioning dari tokoh behaviorisme, B.F.Skinner.

Dari sumber-sumber lain dapat dapat ditambahkan beberapa strategi pembelajaran yang

 berikut.

(1) Strategi inkuiri.

Strategi yang sangat dianjurkan oleh Bruner (1966) ini dapat dipandang sebagai unsur 

 penting dalam teori konstruktivisme. Dalam strategi inkuiri siswa didorong untuk 

secara aktif terlibat dalam kegiatan belajarnya dan membangun konsep-konsep bagi

dirinya sendiri. Ini berarti perilaku guru untuk selalu “menceramahi” dalam bentuk 

sajian teori, hukum, prinsip, dsb yang bersifat induktif harus dihindari. Model inkuiri

akan sangat memacu siswa untuk selalu ingin tahu dan memotivasi siswa untuk mandiridalam menentukan solusi, dan berpikir kritis. Dari paparan singkat di atas, kita dapat

melihat bahwa strategi ini senafas dengan pendekatan CBSA, keterampilan proses, dan

 pendekatan komunikatif. Dalam hal itu guru dapat membantu dan melatih dengan

 pertanyaan-pertanyaan pendalaman.Dalam pembelajaran bahasa Indonesia strategi ini

dapat digunakan, misalnya, dalam membaca pemahaman. Siswa dapat diminta untuk 

mencari dan menemukan makna kata-kata tertentu di dalam kamus. Dari situ mereka

akan tertantang untuk “melihat” kata-kata lain. Pelajaran tentang polisemi, homonimi,

makna kias, dsb juga dapat menggunakan strategi ini dengan memanfaatkan kamus.

Dalam hal keterampilan mendengarkan guru dapat memanfaatkan televisi dengan

 berbagao ragam bahasanya.

(2) Model pembelajaran berbasis masalah.

Page 32: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 32/37

Model pembelajaran yang juga menekankan pentingnya berpikir kritis, terutama

 berpikir tingkat tinggi, juga dianut oleh model ini. Tujuannya agar siswa dapat

memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari bahan ajar. Kadang-kadang strategi

ini juga disebut “pendekatan”, dan sama dengan istilah-istilah seperti Pembelajaran

Berbasis-Proyek ( Project-Based Learning ), Pendidikan Berbasis Pengalaman

( Experience-Based Education), Pembelajaran Autentik ( Authentic Learning ), Pembelajaran Berpijak pada Kenyataan Hidup ( Anchored Instruction).

Salah satu ciri penting dari model ini ialah penentuan sebuah masalah (problematik)

yang dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan. Masalah ini akan dikaji dan diteliti,

dicarikan pemecahannya. Dalam hal yang berhubungan dengan masalah sosial dan

humaniora, pemecahannya tentu tidak cukup dari satu aspek tertentu, tetapi diperlukan

 perlakuan antardisiplin ilmu. Penelitian ini harus berakhir dengan sebuah produk atau

karya tertulis yang harus disajikan secara lisan atau dipajang. Tujuan model ini ialah

membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan

memecahkan masalah, dan secara umum mengembangkan keterampilan intelektual.

(3) Model pembelajaran kooperatif .

Kita sudah maklum, tidak ada dua manusia yang persis sama dalam berbagai hal. Tiap

siswa adalah individu yang unik . Perbedaan inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh

dunia pendidikan. Mereka dapat dimanipulasikan oleh guru untuk belajar secara

kooperatif, bekerja sama. Ini yang disebut belajar secara kooperatif (kooperative

learning ) atau belajar secara sosial ( social learning ). Dengan cara ini potensi-potensi

 positif yang ada di dalam diri tiap siswa dipertemukan dalam kegiatan belajar bersama,

dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 orang), tidak hanya untuk hal-hal yang bersifat

intelektual melainkan juga untuk urusan sikap dan nilai. Dalam budaya Jawa konsep inimungkin lebih tepat dipahami sebagai perilaku yang “serba saling”, yaitu saling asih,

 saling asah, dan saling asuh, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa belajar 

secara kooperatif itu dapat membangun rasa kasih sayang (yang kuat dan “pandai”

menyayangi dan membantu yang lemah dan “kurang pandai”), membangun kebiasaan

 bertukar pikiran, berdiskusi, bermusyawarah dengan sesama teman atau orang lain, dan

membangun kerja sama, kebiasaan saling mengingatkan, saling melengkapi (bukan

saling bersaing dan bertentangan). Dari sini pula ditunjukkan adanya ketergantungan

antarmanusia, perlu dan manfaatnya hubungan dan kontak pribadi melalui pertemuan

tatap muka, sehingga terjalin komunikasi terbuka sehingga terjalin persaudaraan,

 pertemanan, dan solidaritas, tetapi juga terbangun tanggung jawab individu untuk 

 jalinan tersebut. Untuk itu patut disarankan adanya pengelompokan yang bersifatheterogen. Dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, siswa secara berkelompok 

 bisa, misalnya, menyusun pantun atau puisi, mengisi teka-teki silang, menulis anekdot

atau naskah pidato, menyusun laporan, dsb.

3. Memilih Strategi.

Strategi itu boleh saja kita umpamakan sebagai penggunaan salah satu pendekatan (atau

lebih), berikut metode-metode dan teknik-teknik yang cocok untuk ketiga hal di

atas.Dalam dunia pengajaran bahasa dipahami bahwa pendekatan itu bersifat

aksiomatis, mengacu kepada asumsi, teori, prinsip, hukum, dsb. tentang psikologi

 belajar dan tentang bahasa yang kita yakini kebenarannya. Metode bersifat prosedural,yaitu langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan yang sudah

Page 33: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 33/37

ditentukan. Teknik merupakan implementasi dari metode itu. Jika, misalnya, guru sudah

menentukan “strategi” CBSA, atau strategi “semi-terbuka” dan inkuiri, dengan

 pendekatan komunikatif, maka dia harus melihat ketiga hal tsb, kemudian

mengharmoniskannya dengan strategi terpilih. Jika pendekatan komunikatif yang

dipilih, maka seluruh metode dan teknik tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip

komunikatif. Misalnya, jangan mengajarkan struktur bahasa atau kaidah tatabahasa,seperti mempersoaalkan apa kalimat tanya itu, susunannya bagaimana, intonasinya

 bagaimana, dst., apalagi membahas kalimat tanya tanpa mengaitkannya dengan

keterampilan berbahasa tertentu, apalagi paparannya lebih banyak didominasi guru,

karena semuanya itu bertentangan dengan CBSA dan pendekatan komunikatif.

Andaikata Anda mengajar di SMP di wilayah pedesaan. Cobalah dulu membayangkan

seperti apa karateristik mereka dari segi perkembangan kognitifnya, keadaan sosial-

ekonominya, dsb. Yang Anda hadapi adalah siswa kelas 3 (atau kelas 9). Anda

 bayangkan berapa rerata usia mereka, kemampuan berbahasanya seperti apa.

Kemampuan yang hendak dicapai ialah menulis dengan bahan ajar  paragraf 

argumentasi. Bayangkan seperti apa kira-kira motivasi dan minat mereka untuk menulis, dan kemampuan mereka untuk berargumentasi. Jika jawaban untuk semua itu

“kurang positif”, maka Anda perlu memakai metode imitasi, yakni minta siswa untuk 

membaca contoh-contoh dalam bacaan; gunakan pula teknik  pertanyaan atau

 pancingan,yakni memancing minat siswa dengan berbagai pertanyaan, memancing

dengan pertanyaan agar siswa memberikan argumen, dst. Dalam seperti agak sulit jika

guru memakai strategi “terbuka”. Mungkin guru perlu memakai strategi pengajaran

 berkelompok dengan strategi induktif.

c. Indikator Esensial: Menyusun rancangan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

 berdasarkan strategi yang telah dipilih.

Deskriptor:

1) Menyusun silabus dan rencana pembelajaran;

2) Merancang kerangka pengalaman belajar (tatap muka, terstruktur, dan mandiri)

untuk mencapai kompetensi;

3) Memilih dan mengorganisasikan materi dan bahan ajar;

4) Memilih dan merancang media dan sumber belajar yang diperlukan;

5) Membuat rancangan evaluasi proses dan penilaian hasil belajar.

Bahan:

1. Silabus.

Seorang guru dintuntut menguasai seluruh isi materi kurikulum sebagai bagian pokok 

dari kompetensi profesionalnya. Kurikulum itu menurunkan silabus. Sebenarnya tiap

guru wajib menyusun sendiri silabus bagi sekolah dan siswa-siswanya sendiri. Artinya,

silabus merupakan hasil penyesuaian antara kurikulum nasional dengan kondisi dan

Page 34: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 34/37

karakteristik sekolah dan siswa. Tetapi, yang sangat mungkin sebagian dari silabus itu,

sedikit atau banyak, sudah disepakati bersama oleh sekelompok guru bidang studi.

Silabus berisi uraian program yang mencantumkan bidang studi yang diajarkan, tingkat

sekolah, semester, pengelompokan kompetensi dasar, materi pokok, indikator, tema,

strategi pembelajaran, alokasi waktu, dan strategi asesmennya. Wujudnya serupadengan GBPP. Dari silabus diturunkan ke rencana pembelajaran (RP).

2. Rancangan Pembelajaran.

RP diturunkan dari silabus. RP merupakan rancangan pembelajaran yang disusun guru

untuk satu atau dua pertemuan untuk mencapai satu kompetensi dasar. RP itu harus

merupakan program yang dapat diterapkan di dalam kelas. Isinya berupa gambaran

tentang kompetensi dasar (yang hendak dicapai), indikator, materi pokok, skenario

 pembelajaran tahap demi tahap, dan penilaian belajar.

(1) Merumuskan tujuan/kompetensi dasar .

Kompetensi dasar atau indikator hasil belajar harus dirumuskan secara jelas-gamblang.

Jika kita menggunakan model Tujuan Instruksional Khusus (TIK), maka rumusannya

harus mengandung unsur: A (audience), yakni siswa; B (behaviour ), yaitu perilaku

yang diharapkan dikuasai siswa; C (condition) yakni syarat atau kondisi yang

diciptakan guru untuk mencapai perilaku yang diharapkan, dan D (degree), yaitu

tingkat atau kriteria keberhasilan belajar. Jika tujuan itu diperinci dalam beberapa

 jenjang maka urutannya harus logis, dalam arti dari yang mudah ke yang sukar, dari

yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, dari berpikir 

tingkat rendah ke berpikir tingkat tinggi.

Di samping tujuan, yang hakikatnya merupakan dampak atau hasil instruksional

(instructional effects), guru juga harus merancang dampak atau hasil pengiring

(nurturent effects)-nya. Hasil atau efek instruksional adalah hasil langsung dari tindak 

mengajar, yaitu hasil yang dirumuskan di dalam kompetensi dasar atau tujuan tersebut.

Jika tujuan instruksionalnya dirumuskan “ Diberi sebuah topik tentang pariwisata siswa

mampu menyusun sebuah paragraf argumentatif terdiri dari 200 kata.”, maka hasil

instruksionalnya pastilah sesuai dengan rumusan itu. Tetapi, di balik rumusan itu

haruslah dirumuskan juga pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, atau wawasan yang

terbentuk sebagai hasil yang mengiringi tujuan-tujuan instruksional tadi. Misalnya:

mengetahui cara berargumentasi, terampil berdebat, berbahasa secara logis, bernalar dalam bahasa, berpikir kritis, santun dalam berargumen, jujur dan bertanggung jawab

atas kritik-kritiknya, dsb. Berbeda dengan hasil instruksional yang segera bisa dilihat

setelah, misalnya, siswa diberi tes hasil belajar, dampak pengiring ini mungkin baru

dapat tercapai dalam beberapa pertemuan.

(2) Mengembangkan dan mengorganisasikan materi, media pembelajaran, dan sumber 

belajar.

Pertama harus dibedakan antara media pembelajaran (bagan, gambar, grafik, jangka,

 penggaris, hand-out , LKS, dsb) dengan sumber belajar (kamus umum, kamus istilah,ensiklopedi, buku teks, buku sumber, dsb). Media dapat dibagi menjadi media cetak 

Page 35: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 35/37

(hand-out, LKS) dan media elektronik (mesin perekam, televisi, komputer, CD,

VCD).Dapat pula dibedakan antara media pandang atau media visual (bagan, gambar,

grafik), media dengar atau audio (mesin perekam, kaset, radio), dan media dengar-

pandang atau audio-visual (televiisi, CD, VCD). Kedua unsur di atas, sedikit atau

 banyak, harus ada dan tersedia; keduanya harus sesuai dengan kompetensi yang 

hendak dicapai dan bahan-ajar . Di dalam RP guru harus secara jelas menyebutkan apamedianya dan apa sumber belajarnya, difungsikan untuk apa, dan mengapa

menggunakan media ini dan sumber belajar itu. Misalnya, jika kompetensi dasarnya

 berhubungan dengan keterampilan mendengarkan, mungkin perlu disediakan media

cetak berupa formulir isian (berisi hal-hal yang perlu diperhatikan) atau hand-out 

(lembar pegangan), dan media elektronik berupa radio, mesin perekam, atau televisi.

Sumber belajarnya mungkin berupa buku teks dan kamus (KBBI). Sumber belajar ini

 juga harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dan dengan lingkungan siswa, di

samping dengan materi.

Dalam hal materi yang perlu diperhatikan ialah cakupannya, baik secara kuantitas

(keluasannya) maupun secara kualitas (kedalamannya). Sistematika materi harus ditata(diurut, disusun) secara logis. Materi juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan

kebutuhan siswa. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam

tentang siswa (Ingat pendekatan kontekstual!). Materi yang “terlalu mudah” bagi siswa

akan membuat siswa jenuh dan tidak bermanfaat bagi mereka; materi yang “terlalu

sulit”, karena terlalu jauh dari pengetahuan-awal mereka, akan menyebabkan siswa

tidak termotivasi untuk mempelajarinya, bahkan bisa frustrasi. Akhirnya, guru harus

memperhatikan kemutakhiran materi itu, berikut contoh dan ilustrasinya.

(3) Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran.

Skenario adalah sebuah rancangan berupa kerangka pengalaman belajar, dalam bentuk 

 perilaku belajar sswa. Pengalaman belajar itu biasanya dilakukan dengan tatap muka

antara guru-siswa, tetapi dapat pula dalam bentuk belajar terstruktur dan mandiri.

Belajar terstruktur ialah belajar untuk mendalami materi sajian, yang dalam kurikulum

lama mungkin disebut kegiatan kokurikuler, wujudnya bisa berupa latihan, mencari

contoh-contoh pendukung, dsb. Belajar mandiri merupakan kegiatan belajar yang

mengarah ke perluasan atau penerapan materi di luar kelas.

(4) Rancangan evaluasi proses dan hasil belajar .

Penilaian (evaluasi, asesmen) yang dirancang mencakup dua kegiatan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil belajar. Penilaian proses menyoroti perilaku siswa selama

 proses belajar-mengajar, perilaku yang dapat diamati dan mencakup, misalnya prakarsa

siswa untuk bertanya, menyumbangkan saran/pikiran, menjawab pertanyaan,

memberikan saran perbaikan, mengoreksi kesalahan, kesediaan untuk membantu teman,

dsb. Semua itu menunjukkan aktivitas siswa. Untuk itu barangkali yang perlu disiapkan

guru ialah blanko (form) pengamatan, yang dapat diisi segera setelah proses belajar-

mengajar usai. Di dalam blanko itu dicantumkan aktivitas-aktivitas apa yang hendak 

diamati guru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, dan semua itu harus sudah

dirancang dalam RP. Jadi penilaian proses itu merupakan penilaian yang bersifat

nontes.

Page 36: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 36/37

Penilaian hasil belajar biasanya berupa tes. Untuk itu guru harus menentukan dulu jenis

dan prosedur penilaian, serta menyiapkan alat evaluasi. Jika hasil belajar akan dinilai

dengan tes esai, tentukan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa. Tuliskan

 pertanyaan- pertanyaannya, berikut saran jawabannya. Sertakan pula skor (termasuk 

 bobotnya, jika ada) untuk masing-masing unsur dari jawaban itu. Misalnya, jika siswa

diminta menulis sebuah paragraf, guru harus sudah menentukan unsur-unsur apa dari paragraf itu yang akan dinilai: urutan yang logis, kohesi dan koherensi, diksi, ejaan,

dsb. Masing-masing unsur itu dapat diberi bobot skor yang berbeda-beda. Yang penting

syarat-syarat untuk melakukan tugas itu harus jelas bagi siswa (supaya tidak salah

mengerjakan) dan guru (supaya mudah menskor dan menilai).

Jika penilaian dilakukan dengan tes objektif, buatlah alatnya, yaitu berupa seperangkat

 butir tes yang sesuai dengan tujuan dan materi, yang memang mampu mentes apa yang

seharusnya dites, berikut kunci jawabannya. Tes ini sebaiknya mencakup seluruh materi

yang dipelajari oleh siswa. Perhatikan jenjang kesulitan tes: jangan hanya bersifat

hapalan (recall ), melainkan juga pemahaman dan penerapan, syukur bisa lebih.

DAFTAR BACAAN

Ardiana, Leo Indra.dkk 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Pelatihan Terintegrasi

 Berbasis Kompetensi Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Ditjen

Dikdasmen.

Depdiknas. 2005. Buku Saku Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dit.PTK dan KPT.

Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Perbukuan &

Rineka Cipta.

Gulö, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar . Jakarta: Gramedia.

Joni,T.Raka. 1984. Strategi Belajar-Mengajar, suatu Tinjauan Pengantar . Jakarta:

Ditjen Dikti, P2LPTK.

Joni, T.Raka.1985. Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem

 Penyampaian. Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.

Joni,T.Raka, dkk. 1985. Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.

Mappa, Syamsu, dkk. 1984. Teori Belajar-Mengajar . Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.

 Nurhadi dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual . Malang: Penerbit Universitas Negeri

Malang.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Suparno, Paul. 2004. Teori Inteligensi Ganda, dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta:

Kanisius.

Sumarsono. 2002. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo

Page 37: BAB I ktsp

5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 37/37