BAB I ktsp
Transcript of BAB I ktsp
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 1/37
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan
berikutnya Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), maka di sekolah-sekolah dari jenjang pendidikan dasar dan menengah
diterapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, disingkat KTSP, sebagai penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan KTSP ini
adalah semangat perubahan, perubahan dari suasana keterpasungan menjadi suasana
yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP
menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered ) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada subyek didik ( students
centered ), perubahan dari kegiatan mengajar menjadi kegiatan membelajarkan, dan
seterusnya, dan seterusnya.
Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka
dituntut harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta
didiknya, guru dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-
kurikulum sebelumnya yang datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru
hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak memberikan ruang dan tantangan
bagi perkembangan ide dan kreativitas dari guru.
Namun demikian, di balik perubahan-perubahan besar dan mendasar yang
dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan,
melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan
dasar dalam penyusunan KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam
implementasinya di lapangan. Itu berarti KTSP menuntut adanya profesionalisme yang
tinggi dari guru.
Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki
dilakukakannya perubahan mendasar dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kesalahan
yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh
terulang lagi. Tugas guru sekarang ini bukanlah ”mengajar biologi”, tetapi
”membelajarkan siswa tentang biologi”. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 2/37
berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru tidak lagi harus mendominasi kegiatan
pembelajaran dengan metode ceramah sampai berbusa-busa, sementara siswa hanya
duduk manis mendengarkan sambil bengong atau bahkan sampai terkantuk-kantuk.
Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir
dan berkembang berdasarkan observasi dan eksperimen. Dengan demikian, belajar
Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi,
tetapi dituntut pula menemukan fakta-fakta dan konsep-konsep tersebut melalui
observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran biologi (IPA) siswa dilibatkan secara
aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah dapat dikembangkan
Keterampilan Sains (Keterampilan Proses Ilmiah), sehingga pengalaman belajar yang
benar-benar bermakna tentang Sains dapat diperoleh subyek didik.
Keterampilan-keterampilan dalam bidang Sains (Biologi) meliputi:
Observasi
Klasifikasi, prediksi, inferensi
Membuat hipotesis
Mendisain dan melakukan percobaan
Menggunakan alat ukur (pengamatan)
Identifikasi variabel
Mengontrol variabel
Mengumpulkan data
Mengorganisasi data (tabel, grafik, dll)
Memaknakan data, tabel, dan grafik
Menyusun kesimpulan
Mengkomunikasikan hasil/ide/secara tertulis atau lisan
Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk
menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup
( Life Skill ), karena dengan keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental
siap untuk menghadapi permasalahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu
dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi
(obyek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah
perubahan mendasar dalam pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan
disikapi secara positif oleh guru biologi seiring dengan penerapan KTSP.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 3/37
Namun demikian, meskipun sikap positif terhadap perubahan telah diakomodir
oleh guru, bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari
masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran di kelas sepertinya akan selalu memunculkan permasalahan seiring
dengan perkembangan pribadi subyek didik dan seiring pula dengan perkembangan
sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Terkait dengan itu tugas guru
adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul
sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya
suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan.
Seperti halnya yang terjadi dalam pembelajaran biologi di Kelas X-1 Semester I
SMA ......... Tahun Pelajaran 2007/2008, khususnya terhadap penguasaan
materi/Kompetensi Dasar: “Mendeskripsikan ciri-ciri, replikasi, dan peran virus dalam
kehidupan”. Guru dengan berbagai cara telah mengusahakan agar semua siswa aktif
dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar juga telah dilakukan oleh guru,
berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah dimanfaatkan, berbagai bentuk
penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan oleh siswa, baik di dalam maupun
di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi, melakukan eksperimen, membuat
laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi, mengerjakan LKS, dan lain
sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan tanya jawab, diskusi kelas,
maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka sangat rendah.
Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi kelas masing-
masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 40 siswa yang ada. Sebagian besar dari siswa
justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan pembelajaran, seperti
kelihatan bengong dan melamun, kurang bergairah, kurang memperhatikan, bermain-
main sendiri, berbicara dengan teman ketika dijelaskan, canggung berbicara atau
berdialog dengan teman waktu diskusi, dan lain sebagainya. Sementara itu dari hasil
ulangan harian/ulangan blok, prestasi belajar mereka hanya sebesar 45% yang berhasil
mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan
bagi Kelas X SMA ......... Tahun Pelajaran 2007/2008 untuk mata pelajaran biologi
(IPA) hanya sebesar 65.
Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut
jelas hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran
yang harus segera dicarikan pemecahannya.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 4/37
Bertolak dari permasalahan tersebut kemudian dilakukan refleksi dan konsultasi
dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi
penyebab timbulnya masalah. Dari situ diperoleh beberapa faktor kemungkinan
penyebab, di antaranya adalah:
2.1 Prinsip-prinsip Belajar dalam Pencapaian Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya akan membentuk manusia yang mampu bersaing
di dunia global, sehingga sebagai guru sejak di sekolah tingkat dasar sudah harus
memiliki kemampuan untuk mempersiapkan peserta didiknya ke arah sana. Tentu saja
dengan cara yang disesuaikan dengan usianya.
Sumber daya manusia yang mampu bersaing memasuki dunia global adalah manusia
yang benar-benar unggul. Manusia unggul adalah manusia yang mempunyai
kemampuan antara lain: (1) berpikir kreatif dan produktif, (2) mampu mengambil
keputusan, (3) mampu memecahkan masalah, (4) belajar bagaimana belajar, (5)kolaborasi, dan (6) mampu mengelola/mengendalikan diri. Untuk membentuk sumber
daya manusia yang demikian guru benar-benar harus mempertimbangkan strategi
pembelajaran yang dilakukan.
Pada prinsipnya strategi pembelajaran ditentukan berdasarkan atas teori-teori belajar
yang sudah ditemukan. Dalam paket 2 ini akan dibahas hubungan teori belajar dengan
penentuan strategi pembelajaran.
Penentuan strategi bembelajaran merupakan penerapan dari azas-azas pembelajaran.
Azas pembelajaran ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Atau dapat dikatakan
bahwa azas pembelajaran merupakan implikasi prinsip-prinsip belajar bagi guru.
Prinsip-prinsip belajar adalah:1. Perhatian dan motivasi.
2. Keaktifan.
3. Keterlibatan langsung/ berpengalaman.
4. Pengulangan.
5. Tantangan.
6. Balikan dan penguatan.
7. Perbedaan Individual.
2.2 Klasifikasi Teori Belajar dalam Pembelajaran
Untuk mendasari strategi pembelajaran maka perlu dibahas teori-teori belajar yang akan
mendasari penerapan strategi pembelajaran. Secara garis besar teori belajar menurutGredler (1991) dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1) Conditioning theory, (2)
Connection theories, (3) Insightful Learning.
Conditioning theory
Conditioning theory adalah suatu teori yang menyatakan bahwa belajar merupakan
suatu respons dari stimulus tertentu. Teori ini dikemukakan oleh Pavlov, dan
dikembangkan oleh Watson, Guthreic, dan Skinner.
Pavlov mengembangkan teori belajar ini dengan disebut juga conditioning reflex, sebab
yang dipelajari adalah gerakan gerakan otot sederhana yang secara otomatis bereaksi
terhadap suatu perangsang tertentu. Reflex juga dapat ditimbulkan oleh perangsang lain
yang mulanya tidak menimbulkan reflex.
Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjingmenghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 5/37
• Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua
macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
• Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks
yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.Selanjutnya Watson mengembangkan teori belajar dengan berpola pada penemuan
Pavlov, dia berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses terjadinya refleks-
refleks atau respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Guthreic memperluas
penemuan Watson yang dikenal dengan the law of association, yaitu suatu kombinasi
stimuli yang telah menyertai suatu gerakan, cenderung menimbulkan gerakan apabila
kombinasi stimuli itu muncul kembali. Maksudnya jika sesuatu dalam situasi tertentu,
maka nantinya dalam situasi yang sama akan mengerjakan hal yang serupa lagi.
Skinner mengembangkan teori belajar ini dengan teori operant conditioning, yaitu
tingkah laku bukanlah sekedar respons terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan yang
disengaja atau operant. Teori ini terlihat bahwa di dalam belajar diperlukan adanya
pengulangan-pengulangan suatu stimulus untuk mendapatkan respons.Secara rinci hasil dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan
selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, di
antaranya :
• Law of operant conditioning yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus
penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
• Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat
melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant
adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan.Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan
oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah
stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun
tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical
conditioning.
Connection theories
Connection theories merupakan teori belajar yang menyatakan bahwa belajar
merupakan pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respons. Teori belajar ini
dikembangkan oleh Thorndhike yang juga dinamakan trial and error learning. Hal ini
disebabkan karena proses belajar dapat melalui coba-coba dalam rangka memilih
respons yang tepat bagi stimulus tertentu. Hukum belajarnya dinamakan Law effect,yaitu:
• Segala tingkah laku yang menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajar.
• Segala tingkah laku yang tidak menyenangkan akan diingat dan mudah dipelajari.
• Aplikasi dari teori ini dengan adanya pemberian ganjaran, hukuman, dan lain
sebagainya.
Secara rinci hasil eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan
hukum-hukum belajar, di antaranya:
• Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.• Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 6/37
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana
unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
• Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan
semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang
atau tidak dilatih.Insightful Learning
Insightful learning adalah belajar menurut pandangan kognitif. Disebut juga Gestalt dan
Field Teories. Teori mengutamakan pengertian dalam proses belajar mengajar, jadi
bukan ulangan seperti halnya kedua teori terdahulu. Dengan demikian menurut teori ini
belajar merupakan perubahan kognitif (pemahaman). Belajar bukan hanya ulangan
tetapi perubahan struktur pengertian.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
• Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu objek atau
peristiwa.• Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik
hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
• Perilaku bertujuan (purposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guruhendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta
didik dalam memahami tujuannya.
• Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan tempat ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya
memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
Transfer dalam belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi
pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar
terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi
tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-
susunan yang tepat. Jadi menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok
yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum(generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap
prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk
kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu,
guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok
dari materi yang diajarkannya
Selanjutnya teori Gestalt dikembangkan oleh Piaget. Menurut teori Piaget teori belajar
merupakan:
• Proses belajar dari konkret ke yang abstrak.
• Pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan mental baru yang
sebelumnya.
• Perubahan umur mempengaruhi kemampuan belajar individu.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 7/37
Teori belajar Brunner merupakan pengembangan dari teoeri Gestaltl insightful learning.
Dalam teori Brunner dikatakan untuk mendapatkan pemahaman belajar dengan
menemukan sendiri, sehingga menggunakan pendekatan discovery learning.
Pendekatan ini, pemahaman pesrta didik didapatkan secara induktif.
Dalam pendekatan ini mengandung makna bahwa refleksi belajar berkisar pada
manusia sebagai pengolah terhadap informasi (masukan) yang diterimanya untuk memperoleh pemahaman. Dasar pikiran teori ini adalah:
• Belajar berinteraksi dengan lingkungan secara aktif.
• Orang menciptakan sendiri suatu kerangka kognitif bagi diri sendiri.
Namun demikian teori ini juga ada kelemahannya, yaitu memerlukan banyak biaya,
waktu lama, dan kepemilikan teori dasar mutlak diperlukan. Untuk mengurangi
kekurangan tersebut ada pengembangan teori insightful learning ini dengan tetap
membangun kerangka kognitif sendiri tidak dengan induktif tetapi deduktif. Jadi peserta
tidak harus mengalami sendiri.
Teori terakhir ini dikembangkan oleh Ausebel dengan nama teori bermakna. Belajar
bermakna tidak mutlak harus menemukan sendiri, yang penting peserta dapatmembentuk kerangka kognitif sendiri, yang selanjutnya dikembangkan dengan peta
konsep.
Dalam penerapannya sebenarnya guru dapat saja memadukan beberapa teori belajar di
atas. Hanya saja biasanya seorang guru akan mempunyai kecenderungan ke arah mana
mereka akan bertindak. Pada saat ini yang banyak dikembangkan adalah teori yang ke
tiga, karena diharapkan siswa lebih banyak memahami atau mengerti dibandingkan
hanya menghafal saja tanpa pemahaman. Karena dengan menghafal saja konsep-konsep
materi akan segera dilupakan lagi.
Berdasarkan teori-teori di atas muncul adanya prinsip-prinsip belajar yang sebenarnya
merupakan penggabungan dari beberapa teori belajar. Prinsip belajar itu antara lain berupa perhatian dan motivasi, kreativitas, keterlibatan langsung/pengalaman,
pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, dan perbedaan individu.
Hubungan prinsip belajar, teori belajar dan implikasi asas pembelajaran dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.3: Hubungan Prinsip Belajar, Teori Belajar, dan Implikasi Asas Pembelajaran.
Prinsip Belajar Dasar Teori Belajar Implikasi Asas Pembelajaran
1. Perhatian dan Motivasi.
BF Skiner
Operant Conditioning
Perhatian:1. Menunjukkan tujuan.
2. Metode bervariasi.
3. Media yang sesuai.
4. Gaya bahasa tidak monoton.
5. Pertanyaan membimbing.
Motivasi:
1. Bahan ajar sesuai minat siswa.
2. Metode dan teknik yang disukai siswa.
3. Memberitahu hasil pekerjaan siswa.
4. Penguatan.
2. Keaktifan Teori kognitif, Teori Thorndike (Hukum belajar law of exercise) 1. Multimetode dan media.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 8/37
2. Tugas individu dan kelompok.
3. Eksperimen dan memecahkan masalah.
4. Mengerti isi bacaan.
5. Tanya jawab dan diskusi.
3. Keterlibatan langsung/Berpengalaman. John Dewey (Learning by doing) Piaget
(konkret – abstrak).Brunner (Discovery Learning) 1. Pembelajaran individual dan kelompok.
2. Eksperimen.
3. Media.
4. Psikomotorik.
5. Mencari informasi sendiri.
6. Merangkum.
7. Guru sebagai menejer dan pengelola.
4. Pengulangan Teori psikologi daya. Connection Theories (Thorndike-Low of
exercise) 6 Merancang pengulangan.
7 Mengembangkan soal-soal.
8 Petunjuk kegiatan.9 Alat evaluasi.
10 Bervariasi.
5 Tantangan Conditioning Theory. 1 Eksperimen individual dan kelompok kecil.
2 Tugas pemecahan masalah.
3 Menyimpulkan isi.
4 Menyajikan pelajaran dengan tidak detail.
5 Menemukan konsep, fakta, prinsip, generalisasi.
6 Diskusi.
6. Balikan dan penguatan Teori Medan (Field Theory)
Kurt Lewin.1 Memantapkan jawaban siswa yang benar.
2 Membenarkan jawaban siswa yang salah.
3 Mengoreksi PR.
4 Catatan-catatan pada tugas.
5 Membagi lembar jawaban siswa.
6 Peringkat.
7 Isyarat.
8 Hadiah.
7. Perbedaan Individual.
BF Skiner (Operant Conditioning)
Thorndike (Low of Effect). 1. Multi metode dan media.2. Mengenali karakteristik siswa.
3. Pengayaan dan remidiasi
2.3 Paradigm Pembelajaran
Teori belajar-teori belajar yang telah ditemukan akan digunakan dalam konteks
pembelajaran. Kecenderungan penggunaan teori-teori belajar akan menghasilkan
pandangan atau paradigma pembelajaran yang digunakan. Paradigma pembelajaran
dapat dibedakan secara garis besar menjadi 2, yaitu: (1) paradigma behaviorisme dan
(2) paradigma konstruktivisme.
Paradigma Behaviorisme
Pandangan behaviorisme sebenarnya merupakan penerapan dari teori belajar Conditioning theory dan Connection theories. Sebagai ilustrasi dapat dicontohkan dari
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 9/37
operant conditioning yang dikemukakan oleh B.F. Skinner. Operant conditioning ialah
sebuah perilaku yang memberikan pengaruh pada lingkungannya serta menimbulkan
akibat. Sebaliknya, perilaku tersebut dipengaruhi oleh akibat itu. Dan tindakan yang
utama ialah pengadaan reinforcement/penguatan. Kemungkinan terulangnya sebuah
perilaku akan lebih besar, jikalau akibat-akibat yang ditimbulkannya memberikan
reinforcement/penguatan.Penjelasan di atas dapat menggambarkan bahwa menurut operant conditioning ada tiga
komponen belajar, yaitu: (1) stimulus diskriptif, (2) respons peserta didik, dan (3)
konsekuensi perkuatan operan pembelajaran. Asumsi yang membentuk landasan untuk
conditioning theoris ini adalah: (1) Belajar adalah tingkah laku, (2) Perubahan tingkah
laku secara fungsional terkait dengan adanya perubahan kejadian di lapangan, (3)
Hubungan antara tingkah laku dan lingkungan berpengaruh jika sifat tingkah laku dan
kondisi-kondisi dapat terkontrol secara seksama, (4) Data dari studi eksperimental
tingkah laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat diterima sebagai
penyebab terjadinya tingkah laku, (5) Tingkah laku organisme secara individual
merupakan sumber data yang cocok, (6) Dinamika interaksi organisme dengan
lingkungan adalah sama untuk semua jenis makhluk hidup.Penerapan teori tersebut dalam pembelajaran dari pandangan behaviorisme adalah
teknik pembelajaran berprogram yang mengatur bahan pelajaran menjadi bagian-bagian
kecil (operasional) dan memberikan penguatan pada jawaban-jawabannya
(reinforcement). Sehingga behavior modification merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengubah perilaku seseorang sesuai dengan yang diinginkan, melalui
reinforcement berulang sampai perilakunya berubah. Dari sini mengandung pengertian
bahwa peserta didik diharapkan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan
yang diajarkan.
Penjelasan di atas mengartikan bahwa belajar menurut pandangan behaviorisme sebagai
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan keorang yang belajar, sehingga tujuan pembelajaran ditekankan pada penambahan
pengetahuan. Pengetahuan itu telah terstruktur dengan rapi, objektif, pasti, dan tetap,
sehingga orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan
ditetapkan lebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial,
atau dapat dikatakan ciri dari pembelajaran behavioristik adalah adanya keteraturan.
Ketatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Peserta didik
adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan. Kontrol belajar dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri peserta didik. Kegagalan atau ketidakmampuan
dalam penambahan pengetahuan dikatagorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum,
dan keberhasilan atau kemampuan dikatagorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas
diberi hadiah.
Pembelajaran cenderung mengikuti urutan kurikulum secara ketat. Aktivitas belajar
lebih banyak didasarkan pada buku teks dengan penekanan pada keterampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil.
Kecenderungan pandangan ini adalah belajar merupakan perilaku yang nampak.
Menurut pandangan ini perilaku yang nampak sangat sesuai dalam pembelajaran karena
pengaruh teknologi yang serba rasional dan realistik serta praktis, maka manusia saat
ini cenderung untuk lebih operasional, lebih menyukai yang nampak (observable), yang
dapat diukur (measurable), penampilan/kinerja (performance), dan kemasan yang rapai(appearance).
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 10/37
Permasalahan yang timbul dari pandangan behaviorisme ini adalah adanya hal-hal yang
mungkin tidak tercakup dalam perilaku manusia yang tampak. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan adalah apakah belajar bisa terjadi dalam lingkungan yang penuh
aturan? Tampaknya memang tidak mudah untuk menerapkan pandangan ini, untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang diharapkan saat ini, yaitu berpikir
kreatif, dapat mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar bagaimana belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Karena menurut pandangan ini rasanya tidak
mungkin pembelajaran tanpa adanya ketaatan atau keteraturan.
Apapun kelemahan dari pandangan ini, ternyata dewasa ini banyak teori-teori belajar
dalam lingkup pandangan behaviorisme yang diterapkan pada prinsip-prinsip belajar
yang diharapkan. Hal ini menandakan bahwa pandangan ini juga banyak diterapkan
dewasa ini, walau implikasinya banyak dipadukan dengan pandangan konstruktivisme.
Yang perlu dilakukan adalah harus dilihat dan dipilih secara jeli mana yang dapat
ditangani dengan menerapkan pandangan behaviorisme ini dalam pembelajaran.
Paradigma Konstruktivisme
Dasar paradigm konstruktivisme adalah memandang bahwa pengetahuan bersifat non
objective, temporer, selalu berubah, dan tidak menentu, sehingga ciri konstruktivismeadalah ketidakteraturan. Maksudnya kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam
lingkungan belajar, karena hanya di alam yang penuh kebebasan peserta didik dapat
mengungkapkan makna yang berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu
yang ada di dunia nyata.
Menurut pandangan konstruktivisme, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan
mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan. Dengan demikian maka pesrta didik akan
memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada
pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat
mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan siswa untuk
mengekplorasi pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru
diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuan
yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk
melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta
didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Implikasi dalam pembelajaran dari pernyataan di atas adalah diharapkan guru
menyediakan pilihan tugas, sehingga tidak semua peserta didik harus mengerjakantugas yang sama. Dan juga beri kebebasan peserta didik untuk memilih bagaimana cara
mengevaluasi dirinya untuk mengukur kemampuan yang telah dikuasainya.
Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana cara belajar, menciptakan
pemahaman baru yang sesuai aktivitas kreatif-produktif dalam konteks nyata, yang
mendorong peserta didik untuk berpikir ulang dan mendemonstrasikan. Dengan
demikian maka pembelajaran dan evaluasi menekankan pada proses.
Pembelajaran dalam kontek konstruktivisme lebih diarahkan untuk melayani
pertanyaan atau pandangan peserta didik. Penyajian isi menekankan pada penggunaan
pengetahuan secara bermakna mengikuti urutan dari keseluruhan ke bagian. Dan
evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang
menuntut aktivitas belajar yang bermakna serta menerapkan apa yang dipelajari dalamkonteks nyata.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 11/37
Implikasi dari pernyataan di atas adalah hendaknya guru memberikan kesempatan
untuk menerapkan cara berpikir dan belajar yang paling cocok dengan dirinya. Beri
kesempatan peserta didik untuk melakukan evaluasi diri tentang cara berpikirnya,
tentang cara belajarnya, tentang mengapa ia menyukai tugas tertentu.
Secara ringkas penataan lingkungan belajar berdasarkan pandangan konstruktivisme
menurut Wilson (1996) dalam Diptiadi (1997) adalah:• Menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan. Dalam
hal ini dapat dilakukan dengan cara peserta didik diajak ikut menentukan topik/sub
topik bidang studi yang mereka pelajari, metode pengajaran, dan strategi pemecahan
masalah.
• Menyediakan pengalaman belajar yang kaya akan berbagai alternatif. Dalam hal ini
dapat dilakukan dengan peninjauan kembali masalah dari berbagai segi.
• Mengintegrasikan proses belajar mengajar dengan konteks yang nyata dan relevan.
Dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengupayakan peserta didik dapat menerapkan
pengetahuan yang didapat dalam kehidupan sehari-hari.
• Memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menentukan isi dan arah belajar
mereka. Dalam hal ini guru berperan sebagai konsultan.• Mengintegrasi belajar dengan pengalaman bersosialisasi. Dalam hal ini dapat
dilakukan dengan cara peningkatan interaksi antara guru-peserta didik dan peserta
didik-peserta didik.
• Meningkatkan penggunaan berbagai media di samping komunikasi tertulis dan lisan.
• Meningkatkan kesadaran peserta didik dalam proses pembentukan pengetahuan
mereka. Dalam hal ini diharapkan peserta didik mampu menjelaskan
mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan cara tertentu.
Dengan penataan lingkungan belajar seperti disebutkan di atas diharapkan mendapatkan
hasil aplikasi pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran, antara lain:• Peserta didik memiliki sikap dan persepsi positif terhadap belajar.
• Peserta didik mengintegrasikan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang
dimilikinya, misalnya mengklasifikasikan, membandingkan, menganalisis, membuat
induksi–deduksi, memecahkan masalah.
• Peserta didik memiliki kebiasaan mental yang produktif, untuk menjadi pemikir yang
mandiri, kritis, dan kreatif.
Secara ringkas, manusia yang diharapkan dalam belajar konstruktivisme adalah berpikir
kreatif, berani mengambil keputusan, dapat memecahkan masalah, belajar bagaimana
belajar, kolaborasi, dan pengelolaan diri. Bila dihubungkan dengan teori belajar
terdahulu, yang sesuai dengan pandangan konstruktivistik ini adalah kelompok teori belajar Insightful Learning, karena harapan hasilnya adalah sama. Menurut pandangan
konstruktivisme, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit,
aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan mengajar adalah menata
lingkungan agar peserta didik termotivasi dalam menggali makna serta menghargai
ketidakmenentuan. Dengan demikian maka peserta didik akan memiliki pemahaman
yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pada pengalamannya, dan perspektif
yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Implikasi pembelajaran dari pernyataan di atas adalah guru diharapkan dapat
mendorong munculnya diskusi dalam rangka memberi kesempatan peserta didik untuk
meluapkan pikiran atau aktivitas dan keterampilan berpikir kritis. Selain itu guru
diharapkan dapat mengkaitkan informasi baru ke pengalaman pribadi atau pengetahuanyang telah dimiliki oleh peserta didik.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 12/37
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan adalah non objective, bersifat
temporer, selalu berubah, dan tidak menentu, sehingga ciri konstruktivisme adalah
ketidakteraturan. Maksudnya kebebasan menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan
belajar, karena hanya di alam yang penuh kebebasan si belajar dapat mengungkapkan
makna yang berbeda dari hasil interpretasinya terhadap segala sesuatu yang ada di
dunia nyata.Peserta didik adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk
melakukan pengaturan diri dalam belajar, dan kontrol belajar dipegang oleh peserta
didik. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai
interpretasi yang berbeda yang perlu dihargai.
Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu
meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete
operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang prosesrekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes
material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence
of their senses to make it fit” sedangkan akomodasi adalah “the difference made to
one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
• Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
• Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
• Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
• Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
• Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
diskusi dengan teman-temanya.
Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari
pembelajaran. Menurut Robert Gagne (1985) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses
penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam
bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan
dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi;
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 13/37
(2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6)
generalisasi; (7) perlakuan dan umpan balik.
Rangkuman
• Azas pembelajaran ditentukan berdasarkan prinsip-prinsip belajar. Atau dapat
dikatakan bahwa azas pembelajaran merupakan implikasi prinsip-prinsip belajar bagi
guru• Secara garis besar teori belajar menurut Gredler (1991) dapat dibedakan menjadi 3
yaitu: (1) Conditioning theory, (2) Connection theories, (3) Insightful Learning.
• Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu :
(1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal
operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan
individu yaitu asimilasi dan akomodasi.
• Menurut Robert Gagne (1985) bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar.
• Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang
sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan.• Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari
sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain,
behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu
dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian
rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu
• Menurut pandangan konstruktivistik, belajar adalah penyusunan pengetahuan dari
pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Sedangkan
mengajar adalah menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna
serta menghargai ketidakmenentuan.
1. Teori Belajar dari Bruner
Menurut teori Kontinuum Kongkrit –Abstrak ,ahli psikologi Jerome Bruner dalam
pengembagan teori belajarnya mengemukakan bahwa pengajaran seharusnya dimulai
dari pengalaman langsung (enactive) menuju representasi ikonik ( seperti penggunaan
gambar atau film) dan baru kemudian menuju representasi simbolik (seperti
penggunaan kata-kata atau persamaan-persamaan matematis. ( Wartono, 2004)
Bruner dikenal dengan belajar penemuannya. Pada model pembelajaran ini siswa
didorong oleh rasa ingin tahu untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri. Belajar dengan
cara ini dilakukan dengan langkah – langkah :
- menghadapkan siswa pada situasi yang membingungkan atau suatu masalah
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 14/37
- siswa berusaha untuk membandingkan realita diluar dirinya dengan model mental yang
telah dimilikinya.
- Dengan pengalamannya dia akan mencoba untuk menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keadaan seimbang dalam benaknya. Untuk maksud ini siswa akan mencoba
mengadakan sisntesis, analisis, menemukan informasi baru dan mennyingkirkan
informasi yang tidak perlu. ( Muslimin Ibrahim, 1998)
2. Teori Kontruktivisme
Ide pokok teori pembelajaran kontruktivis ini adalah siswa secara aktif
membangun pengetahuan mereka sendiri. Pembelajaan adalah merupakan kerja mental
aktif , bukan menerima pengajaran dari gurusecara pasif. Dalam kerja mental siswa ini
guru memegang peran penting dengan cara memberikan dukungan , tantangan berfikir,
melayani seagai pelatih atau modelnamun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran
(Woolfolk,1993 dalam Muslimin Ibrahim, 1994)
Implikasi teori Kontruktivis :
- Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak.
- Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan terlibat aktif dalam
pembelajaran.
- Lebih menekankan pembelajaran Top Down Processing
- Menerapkan cooperativ learning. (Muslimin Ibrahim, 1994)
3. Pendekatan Contextual Theacing and Learning .
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 15/37
Pendekatan Contextual Theacing and Learning merupakan konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalamkehidupan mereka sehari-hari dangan melibatkan 7 komponen
utama pembelajaran yang efektif yakni konstruktivisme( Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community),
pemodelan (Modeling) dan penilaian sebenarnya (Authentic Assesment)
Menentukan Strategi Pembelajaran Biologi
Oleh: Bowo Sugiharto
Mengapa dalam pembelajaran perlu strategi? Tentu saja pertanyaan ini dapat dijawab
dengan mengembalikan kepada hakikat pembelajaran itu sendiri. Pembelajaran atau
barang kali menggunakan istilah “belajar dan mengajar” sebenarnya merupakan sebuah
usaha secara sadar dan terencana dengan tujuan terjadinya perubahan perilaku pada
peserta didik. Sebagai seorang guru/pendidik tentu harus berupaya agar usaha yang
dilakukan dapat berhasil dengan baik sehingga usahanya efektif.
Agar dapat memainkan perannya secara efektif, seorang guru menurut Arends (2004:
20) harus mempunyai empat atribut sebagai berikut:
1. Guru yang efektif mempunyai dasar pengetahuan mengenai belajar dan
mengajar dan menggunakan pengetahuan ini sebagai petunjuk dalam praktik
mengajar mereka.
2. Guru yang efektif menguasai sekumpulan cara praktik mengajar (model,
strategi, prosedur) dan dapat menggunakannya untuk membelajarkan siswa
dalam kelas dan untuk bekerjasama dengan orang lain di lingkungan sekolah
3. Guru yang efektif mempunyai pengaturan dan keterampilan untuk melakukan
pendekatan pada semua aspek pekerjaannya dengan cara yang reflektif,
kesejawatan dan dalam rangka pemecahan masalah.
4. Guru yang efektif memandang belajar mengajar sebagai proses belajar
sepanjang hayat dan mempunyai pengetahuan dan ketrampilan bekerja untuk
meningkatkan kemampuan pengajarannya sendiri dan meningkatkan mutu
sekolah.
Melihat pada atribut ke-1 dan ke-2 seperti uraian di atas, maka pemahaman terhadap
strategi pembelajaran biologi mutlak diperlukan. Di sini sering kali menimbulkan
kebingungan untuk membedakan dan menerapkan istilah-istilah seperti pendekatan,
strategi, metode, teknik, serta model pembelajaran. Baiklah berikut pengertian masing-masng istilah tersebut. Uraian yang lebih luas terdapat pada model pembelajaran karena
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 16/37
dengan model pembelajaran sudah dapat memberikan gambaran pendekatan, strategi,
metode, dan teknik pembelajaran.
1. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kitaterhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang
terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya, strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber, terisnpirasi, dikuatkan dan
diwadahi oleh pendekatan tertentu. Roy Killen (1998) misalnya mencatat ada dua
pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-
centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa ( student-centred
approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran
langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori.
Sedangkan, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Sebuah pendekatan pembelajaran menurut Rustaman dkk (2003: 107-117) dapat
diimplementasikan dengan menggunakan beberapa metode pembelajaran. Demikian
pula sebaliknya sebuah metode pembelajaran tertentu dapat digunakan untuk
mengimplementasikan beberapa pendekatan yang berbeda. Macam-macam pendekatan
yang sering dikenal dalam pembelajaran antara lain: pendekatan tujuan pembelajaran,
pendekatan konsep, pendekatan lingkungan, pendekatan inkuiri, pendekatan
keterampilan proses, pendekatan interaktif, pendekatan penemuan, pendekatan
pemecahan masalah, dan pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat
(Salingtemas).
2. Strategi Pembelajaran
Setelah pendekatan pembelajaran ditetapkan, selanjutnya diturunkan ke dalam strategi
pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran terdapat empat unsur dalam strategi,
yaitu:
1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan
perilaku dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang
paling efektif.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan
teknik pembelajaran.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria
dan ukuran baku keberhasilan.
Dengan demikian strategi dalam pembelajaran diartikan sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achieves a particular education goal . Jadi, strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.Menurut Sanjaya (2007) dalam konteks pembelajaran, strategi berarti pola umum
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 17/37
perbuatan guru-peserta didik di dalam perwujudan kegiatan belajar-mengajar. Sifat
umum pola tersebut berarti bahwa macam dan urutan perbuatan yang dimaksud tampak
dipergunakan dan/atau dipercayakan guru-peserta didik di dalam bermacam-macam
peristiwa belajar.
Di bawah ini akan diuraikan beberapa definisi tentang strategi pembelajaran.
1. Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien.
2. Kozma (dalam Sanjaya 2007) secara umum menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat
memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan
pembelajaran tertentu.
3. Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara
yang dipilih untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran
tertentu. Selanjutnya dijabarkan oleh mereka bahwa strategi pembelajaran dimaksud
meliputi; sifat, lingkup, dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik.
4. Dick dan Carey (1990 dalam Sanjaya, 2007) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau
tahapan kegiatan belajar yang/atau digunakan oleh guru dalam rangka membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi
pembelajaran bukan hanya terbatas pada prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja,melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang
akan disampaikan kepada peserta didik.
5. Cropper di dalam Wiryawan dan Noorhadi (1998) mengatakan bahwa strategi
pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. la menegaskan bahwa setiap tingkah
laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus
dapat dipraktikkan.
Berdasar pengertian-pengertian di atas, sesungguhnya dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Strategi pebelajaran pada dasarnya masih bersifatkonseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan
pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam
dua bagian, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning
(Rowntree dalam Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya,
strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan
strategi pembelajaran deduktif .
3. Metode Pembelajaran
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya
digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategimerupakan “a plan of operation achieving something ” sedangkan metode adalah “a
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 18/37
way in achieving something ” (Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat
diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Rustaman dkk (2003) ada beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, antara lain: 1) metode
ceramah, 2) metode tanya jawab, 3) metode diskusi, 4) metode demonstrasi, 5) metodeekspositori atau pameran, 6) metode karya wisata/widya wisata, 7) metode penugasan,
metode eksperimen, 9) metode bermain peran, dan sebagainya.
Pemilihan metode terkait langsung dengan usaha-usaha guru dalam menampilkan
pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga pencapaian tujuan
pengajaran diperoleh secara optimal. Oleh karena itu, salah satu hal yang sangat
mendasar untuk dipahami guru adalah bagaimana memahami kedudukan metode
sebagai salah satu komponen bagi keberhasilan kegiatan belajar-mengajar sama
pentingnya dengan komponen-komponen lain dalam keseluruhan komponen
pendidikan. Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar akan
semakin efektif kegiatan pembelajaran. Tentunya ada juga faktor-faktor lain yang harusdiperhatikan, seperti: faktor guru, anak, situasi (lingkungan belajar), media, dan lain-
lain.
4. Teknik dan Gaya Pembelajaran
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif
banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbedadengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang
berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
5. Model Pembelajaran
Pendekatan, strategi, metode, dan teknik dalam pembelajaran dapat diwadahi atau
tercermin dalam sebuah model pembelajaran. Merujuk pada Joyce, weil, dan Shower
dalam Depdiknas (2004:1), istilah model pembelaja digunakan untuk dua alasan penting, yaitu:
1. Istilah model mempunyai makna yang lebih luas daripada suatu strategi,
metode, atau prosedur. Istilah model pengajaran mencakup suatu pendekatan
pengajaran yang luas dan menyeluruh.
2. Model pengajaran dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting.
Model pengajaran diklasifikasikan berdasaran tujuan pembelajarannya,
sintaksnya (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Penggunaan
model pembelajaran tertentu memungkinkan guru dapat mencapai tujuan
pembelajaran tertentu dan bukan tujuan pembelajaran lain.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 19/37
Istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh
strategi atau prosedur tertentu. Hal ini dinyatakan dalam Depdiknas (2004:1). Ciri-ciri
tersebut adalah (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau
pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar
(tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan
agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.
Pada setiap model pembelajaran dikenal adanya sintaks atau pola urutan yang
menggambarkan keseluruhan alur langkah yang pada umumnya diikuti oleh
serangkaian kegiatan pembelajaran. Masih dalam Depdiknas (2004:2) dikemukakan
bahwa, ”Sintaks pembelajarn menunjukkan dengan jelas kegiatan-kegiatan apa yang
perlu dilakukan guru atau siswa, urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas
khusus yang perlu dilakukan oleh siswa”.
Setiap model memerlukan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit
berbeda. Setiap pendekatan memberikan peran berbeda kepada siswa, pada ruang fisik,
dan sistem sosial kelas. Arends dan para pakar pembelajaran yang lain berpendapat
bahwa tidak ada model pembelajaran yang lebih baik dari pada model pembelajaran
yang lain. Guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran
agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sangat beranekaragam dan lingkungan
belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. Menguasai berbagai model
pembelajaran merupakan bekal utama bagi seorang guru untuk mencapai tujuan
pembelaran tertentu sesuai dengan lingkungan belajar atau kelompok siswa tertentu.
Berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain: 1) Model
Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction), 2) Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning ), 3) Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Based
Learning ).
a. Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction)
Landasan teoretik DI adalah teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan
(modelling ). Albert Bandura yang merupakan pengembang teori belajar sosial
menyatakan bahwa belajar yang dialami oleh manusia sebagian besar diperoleh dari
suatu pemodelan yiatu meniru perilaku dan pengalaman orang lain.
Model DI dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan
dapat dipelajari selangkah demi selangkah. Menghafal rumus dalam bidang sains
merupakan contoh pengetahuan deklaratif sederhana (informasi faktual). Sedangkan
bagaimana cara mengoperasikan alat-alat tertentu dalam sains merupakan contoh
pengetahuan prosedural.
Model DI mempunyai lima fase yang sangat penting yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2)
mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, 3) membimbing pelatihan, 4)
mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan 5) memberikan kesempatan
untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Rincian perilaku guru pada setiap fase dapat
dilihat pada Tabel 1.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 20/37
Tabel 1. Sintaks Model Pembelajaran Langsung
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan siswa.
Guru menyampaikan tujuan, informasi latar
belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar.
Fase 2
Mendemonstrasikan pengetahuan
atau keterampilan
Guru mendemostrasikan keterampilan yang
benar atau menyajikan informasi tahap demi
tahap.
Fase 3
Membimbing pelatihan
Guru merencanakan dan memberi bimbingan
pelatihan awal
Fase 4
Mengecek pemahaman dan
memberikan umpan balik
Mengecek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik, memberikanumpan balik.
Fase 5
Memberikan kesempatan untuk
pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan
pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus
pada penerapan kepada situasi lebih kompleks
dan kehidupan sehari-hari
b. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning )
Landasan teoretik Model Pembelajaran Kooperatif (CL) adalah teori belajar kognitif– konstruktivis. Salah satu teorinya misalnya yang dikemukan oleh Vigotsky yang
menekankan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Menurut Vigotsky fungsi
mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama
antarindividu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu
terebut. Implikasi dari teori Vigotsky ini dikehendakinya susunan kelas berbentuk
pembelajaran kooperatif.
Landasan teoretik lain menurut Arends (2004: 357-358) dalam pengebangan CL adalah
konsep tentang kelas demokratis seperti yang disampaikan oleh John Dewey. Kelas
demokratis ini membutuhkan guru untuk menciptakan lingkungan belajar yang
dicirikan oleh prosedur yang demokratis dan proses yang ilmiah. Tanggung jawabutama adalah untuk menemukan masalah-masalah sosial dan interpersonal.
Selain untuk mengembangkan hasil belajar akademik, CL juga efektif untuk
mengembangkan keterampilan sosial siswa. Model pembelajaran ini diyakini unggul
dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model
ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat
meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar. Tujuan lain yang penting dengan penerapan CL ini
adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.
Keterampilan ini penting untuk dimiliki dalam berkehidupan di masyarakat yang banyak tersusun dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 21/37
Keterampilan kooperatif yang dimaksud antara lain menurut Lungdren (1994) meliputi:
1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, 2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah,
dan 3) keterampilan kooperatif tingkat mahir.
Keterampilan kooperatif tingkat awal terdiri atas: 1) menggunakan kesempatan, 2)
menghargai kontribusi, 3) mengambil giliran dan berbagi tugas, 4) berada dalamkelompok, 5) berada dalam tugas, 6) mendorong partisipasi,7) mengundang orang lain
untuk berbicara, menyelesaiakn tugas pada waktunya, dan 9) menghormati perbedaan
individu.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi: 1) menunjukkan penghargaan dan
simpati, 2) menggunakan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, 3)
mendengarkan dengan aktif, 4) bertanya, 5)membuat ringkasan, 6) menafsirkan, 7)
mengatur dan mengorganisir, menerima tanggung jawab, dan 9) mengurangi
ketegangan.
Keterampilan kooperatif tingkat mahir meliputi: 1) mengelaborasi, 2) memeriksa
dengan cermat, 3) menanyakan kebenaran, 4) menetapkan tujuan, dan 5) berkompromi.
Pada CL terdapat enam langkah yaitu: 1) menyampaikan tujuan, 2) menyajikan
informasi, 3) mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, 4)
membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) evaluasi, dan 6) memberikan
penghargaan. Secara rinci sintaks pembelajaran CL adalah seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Tingkah Laku GuruFase 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswaransisi
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa degan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasi siswa kedalam kelompok-kelompok
belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat merek mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Ealuasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 22/37
Memberikan penghargaan
Model pembelajaran kooperatif mempunyai banyak tipe antara lain: Student Teams
Achievement Division (STAD), Teams Games Tournament (TGT), Jigsaw, Think Pair
Share (TPS), Numbered Head Together (NHT), Cooperative Script, dan sebagaiya.
Berikut akan diberikan penejelasan secara singkat beberapa contoh tipe model
pembelajaran kooperatif.
b.1 Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Sintaks
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut.
1. Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing–
masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yangheterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan (tinggi, sedang,
rendah).
2. Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan
kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab
atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok.
3. Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan
mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik
yang telah dipelajari.
4. Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan
kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau
memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapaatau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau
srandar tertentu.
b. 2. Teams Games Tournament (TGT)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap
kelompok bisa sama bis aberbeda. Setelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja
sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif
dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan
menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan ( games) yaitu dengan cara guru
bersikap terbuka, ramah , lembut, dan santun. Setelah selesai kerja kelompok sajikanhasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas. Adapun sintaks TGT adalah sebagai
berikut.
1. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok
materi dan mekanisme kegiatan.
2. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja
ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan
level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati
oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada
meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.3. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 23/37
tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal dan
hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap
individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen
sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar) superior, very
good, good, dan medium.
4. Bumping , pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempatdan seterusnya.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen
sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja
turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh
siswa dengan gelar yang sama.
5. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,
berikan penghargaan kelompok dan individual.
b.3 . Think Pair Share (TPS)
TPS merupakan pembelajaran kooperati yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Struktur kelas siswa menghendaki siswa bekerja saling membantu
dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan penghargaan kooperatif dari
pada penghargaan individual. Prosedur TPS memberikan kesempatan yang lebih
banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Adapun langkah-langkah pembelajaran TPS adalah sebagai berikut.
1. Tahap Think (berpikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu uang berhubungan
dengan pelajaran. Selanjutnya siswa diminta untuk memikirkan jawaban pertanyaan
atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
2. Tahap Pairing (berpasangan), guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang
lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap pertama. Interaksi pada
tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban atau berbagi ide. Biasanya guru memberi
waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
3. Tahap Sharing (berbagi), guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan
seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat
pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.
b.4. Numbered Head Together (NHT)
Tahap-tahap pembelajaran pada NHT adalah sebagai berikut.
1. Tahap 1 (Penomoran). Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5
orang, dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 – 5.
2. Tahap 2 (Mengajukan pertanyaan). Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada
siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dapat bersifat spesifik, maupun dalam bentuk
kalimat tanya atau berbentuk arahan.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 24/37
3. Tahap 3 (Berpikir Bersama). Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya telah mengetahui
jawaban tersebut.
4. Tahap 4 (Menjawab). Guru suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
Bahan:
1. Teori belajar.
Sebelum merancang pembelajaran, seorang guru harus menguasai sejumlah teori atau
filsafat tentang belajar, termasuk beberapa pendekatan dalam pembelajaran. Teori
belajar tersebutsebagian sudah dikenal dalam pelaksanaan Kurikulum 1984, Kurikulum
1994, dan Kurikulum 2004. Sebagian bahkan sudah dikenal dalam mata kuliah tentang
pendidikan dan pengajaran. Penguasaan teori itu dimaksudkan agar guru mampu
mempertanggungjawabkan secara ilmiah perilaku mengajarnya di depan kelas.
a. Behaviorisme.
Teori ini di dalam linguistik diikuti antara lain oleh L.Bloomfield dan B.F.Skinner.
Dalam hal belajar, termasuk belajar bahasa, teori ini lebih mementingkan faktor
eksternal ketimbang faktor internal dari individu, sehingga terkesan siswa hanya pasif
saja menunggu stimulus dari luar (guru). Belajar apa saja dan oleh siapa saja (manusiaatau binatang) sama saja, yakni melalui mekanisme stimulus – respons. Guru
memberikan stimulus, siswa merespons, seperti tampak pada latihan tubian (drill )
dalam pelajaran bahasa Inggris. Pelajaran yang mementingkan kaidah tatabahasa,
struktur bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, kalimat) dan bentuk-bentuk kebahasaan
merupakan penerapan behaviorisme, karena behaviorisme lebih mementingkan bentuk
dan struktur bahasa ketimbang makna dan maksud.
b. Gestalt.
Berbeda dengan behaviorisme yang bersifat fragmentaris (mementingkan bagian demi
bagian, sedikit demi sedikit), teori belajar ini melihat pentingnya belajar secarakeseluruhan. Jika Anda mempelajari sebuah buku, bacalah dari awal sampai akhir dulu,
baru kemudian bab demi bab. Dalam linguistik dan pengajaran bahasa, aliran ini
melihat bahasa sebagai keseluruhan utuh, melihat bahasa secara holistik , bukan bagian
demi bagian. Belajar bahasa tidak dilakukan setapak demi setapak,dari fonem, lalu
morfem dan kata, frasa, klausa sampai dengan kalimat dan wacana. Bahasa adalah
sesuatu yang mempunyai staruktur dan sistem, dalam arti bahasa terdiri atas bagian-
bagian yang saling berpengaruhdan saling bergantung.
c. Kognitivisme.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpameremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar merupakan
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 25/37
interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus sepanjang
hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan “pusat”
penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai masalah,
menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan dan
sebagainya. Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah
mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i)
anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya;
(ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi
itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir,
sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang
terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
(Lihat strategi pembelajaran!).
d. Konstruktivisme.
Teori Piaget di atas melahirkan teori konstruktivisme dalam belajar. Piaget mengatakan
bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu
sendiri. Menurut konstruktivisme, pebelajar (learner , orang yang sedang belajar) akan
membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan apa yang sudah diketahuinya. Karena
itu belajar tentang dan mempelajari sesuatu itu tidak dapat diwakilkan dan tidak dapat
“diborongkan” kepada orang lain. Siswa sendiri harus proaktif mencari dan menemukan
pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan
itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah diketahui pebelajar”,
atau apa yang disebut pengetahuan awal ( prior knowledge), sehingga guru bisa tepatmenyajikan bahan pengajaran yang pas: Jangan memberikan bahan yang sudah
diketahui siswa, jangan memberikan bahan yang terlalu jauh bisa dijangkau oleh siswa.
Patut diingat bahwa sebelum belajar bahasa Indonesia siswa sudah mempunyai bahasa
ibu (bahasa daerah) sebagai “pengetahuan awal” mereka. Pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilannya dalam bahasa daerahnya itu harus dimanfaatkan oleh guru untuk
belajar ber bahasa Indonesia dengan lebih baik.
e. CBSA.
Sebenarnya CBSA sudah kita kenal sejak 1981 yang menyertai Kurikulum 1984 juga.
CBSA itu suatu pendekatan yang lahir untuk mengatasi keadaan kelas yang siswanyaserba pasif. Adalah pandangan yang salah jika dikatakan CBSA itu mengaktifkan siswa
dan “membuat guru diam” (tidak aktif). Juga salah jika CBSA itu mesti berdiskusi
secara kelompok, mesti memindahkan bangku dan kursi. Yang penting sebenarnya
ialah CBSA itu menuntut agar ada keterlibatan mental-psikologis pada siswa sepanjang
proses belajar-mengajar. Hanya saja keterlibatan mental-psikologis itu kadang-kadang
harus diwujudkan dalam perilaku fisik, misalnya bertanya, memberikan jawaban dan
tanggapan, memberikan pendapat, dsb. Dalam hal pelajaran bahasa Indonesia, CBSA
itu harus mewujud dalam kegiatan siswa untuk banyak berbicara dan menulis,
pokoknya harus aktif-produktif ketimbang pasif-reseptif. Dalam hal-hal tertentu CBSA
itu mengharuskan siswa banyak terlibat dalam proses belajar-mengajar, siswa
mengalami belajarnya sendiri, mendalami materi, dsb. Dalam pembelajaran bahasaIndonesia CBSA amat bisa sejalan dengan pendekatan komunikatif.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 26/37
f. Keterampilan Proses.
Sebenarnya keterampila proses itu serupa dan senafas dengan CBSA karena roh dari
kedua pendekatan itu sama yaitu bagaimana agar siswa itu terlibat aktif dalam proses
belajar-mengajar di dalam kelas. Keterampilan proses ini lahir antara lain karena guru
sering hanya memperhatikan hasil belajar dan kurang memperhatikan proses untuk mencapai hasil itu. Dengan kata lain, guru (dan murid) menghalalkan segala cara agar
memperoleh hasil yang “baik” tanpa melihat cara (teknik, metode, pendekatan, teori)
memperoleh hasil itu. Akibatnya, guru berlaku kurang jujur, misalnya dengan membuat
soal-soal yang sangat-saangat mudah, membiarkan murid menyontek, dan sebagainya;
murid pun berlaku tidak jujur, yakni sengaja menyiapkan sontekan, turunan, dan
sebagainya. Sebenarnya, sejak kurikulum 1975 kita sudah mengenal TIK (Tujuan
Instruksional Khusus) yang rumusannya mencantumkan cara-cara untuk mencapai hasil
belajar yang bisa diamati dan diukur. Dalam rumusan yang kira-kira sama, KBK pun
merumuskan “kompetensi” dengan deskriptor-deskriptor tertentu. Dalam bahasa
Indonesia pendekatan ini dapat secara langsung digunakan untuk menilai perilaku
berbhasa sehari-hari di dalam kelas secara terus-menerus.
g. Belajar secara Sosial.
Istilah Inggrisnya ialah social learning , dan sekarang dikenal dengan istilah belajar
secara gotong royong. Pendekatan ini menekankan pentingnya belajar bersama, secara
berkelompok atau berpasangan, mengingat di dalam kehidupan bermasyarakat pun
orang
selalu bekerja sama untuk melakukan sesuatu. Dalam pelajaran bahasa Indonesia
pendekatan ini bisa diterapkan misalnya dalam menyusun karya tulis (membuatlaporan, membuat sinopsis, meringkas bacaan, dan sebagainya), berdiskusi, berdialog,
mendengarkan, dan sebagainya.
h. CTL.
Seiring dengan diperkenalkannya KBK, muncul gagasan tentang CTL, singkatan dari
Contextual Teaching and Learning , atau mengajar dan belajar secara kontekstual.
Pendekatan ini sebenarnya diilhami oleh filsafat konstruktivisme. Sebenarnya siswa itu
bisa didorong untuk aktif melakukan tindak belajar jika apa yang dipelajari itu sesuai
dengan konteks. Konteks ini tidak sekadar diartikan lingkungan belajar . Konteks itu
bisa berupa konteks siswa (usia, kondisi sosial-ekonomi, potensi intelektual, keadaanemosi, dsb), konteks isi (materi pelajaran), konteks tujuan (tujuan belajarnya,
kompetensi yang hendak dicapai), konteks sosial-budaya, konteks lingkungan, dsb. Ada
beberapa unsur dalam CTL yang harus diterapkan di dalam proses belajar-mengajar,
antara lain, pertanyaan, inkuiri, penemuan, pengalaman. Dalam pelajaran bahasa dan
sastera Indonesia guru hendaknya memperhatikan kondisi kebahasaan siswa: apakah
siswa Anda berasal dari pedesaan atau perkotaan, dari keluarga ekonomi lemah atau
keluarga mampu, ada di SMP atau SMA. Guru hendaknya juga memperhatikan besar-
kecilnya pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia dalam pemakaian bahasa
Indonesia sehari-hari. Hal ini sering menyulitkan guru karena guru dan murid
mempunyai latar belakang kebahsaan yang sama sehingga kedua pihak bisa melakukan
“kesalahan” yang sama dalam berbahasa Indonesia. Guru yang berlatar belakang bahasaBali tentu sulit mengidentifikasi kesalahan dalam berbahasa Indonesia yang dilakukan
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 27/37
murid-muridnya yang juga berkatar belakang bahasa Bali, karena guru tidak menyadari
kesalahannya sendiri. Minat siswa dalam sastra dan kesastraan juga bisa bergantung
kepada latar belakang di atas.
i. Pendekatan Komunikatif .
Ini adalah pendekatan khas dalam belajar berbahasa. Intinya pendekatan ini menuntut
agar (i) siswa diberi kebebasan berbicara tanpa beban (wajib berbahasa Indonesia yang
baik dan benar); (ii) siswa mampu mengomunikasikan gagasannya kepada orang lain
dan mampu menangkap dana memahami gagasan orang lain; (iii) siswa lebih banyak
belajar berbahasa (empat keterampilan berbahasa) ketimbang belajar bahasa (teori,
kaidah tatabahasa, struktur bahasa,dsb); (iv) guru tidak perlu banyak menyalahkan
ujaran siswa, apalagi menginterupsi ketika siswa sedang berbicara, karena hal itu dapat
mematikan motivasi siswa untuk berbicara. Bahasa harus kita pandang secara holistik
(menyeluruh), bukan serpih-serpih (bagian demi bagian). Pendekatan komunikatif
hakikatnya juga sejalan dengan prinsip-prinsip dalam pragmatik .
j. Pendekatan Tematik-Integratif .
Sebenarnya pendekatan ini sudah kita kenal pada kurikulum 1984. Intinya, tiap
pelajaran harus berpijak pada tema atau subtema tertentu. Dan tiap bahan pelajaran
tidaklah berdiri sendiri melainkan dipadukan (diintegrasikan) dengan bahan pelajaran
yang lain. Dalam belajar berbahasa Indonesia, bahan pelajaran dapat dipadukan secara
internal , misalnya keterampilan berbicara dengan tema pariwisata dengan keterampilan
menulis, dengan aspek kebahasaan seperti kalimat dan frasa. Dapat pula secara
eksternal dipadukan dengan sastra. Bahkan bahasa Indonesia dapat dipadukan dengan
mata pelajaran yang lain. Misalnya, untuk pelajaran kalimat majemuk, guru dapatmemadukan kalimat majemuk dengan keterampilan membaca, dan bacaan itu diambil
dari buku teks Sejarah, Ekonomi, Biologi, IPA, IPS, dsb. Artinya, siswa dapat ditugasi
untuk mencari dan menemukan contoh-contoh kalimat majemuk di dalam buku-buku
teks itu.
2 Penerapan Teori Belajar.
Dalam hal penerapan teori belajar, guru hendaknya memperhatikan dulu kompetensi
dasar yang hendak dicapai oleh siswa, indikator, deskriptor, dan bahan ajarnya.
Misalnya, jika untuk kompetensi K , indikator I , dan deskriptor D, serta bahan ajar fakta
dan kosep frasa, guru akan menggunakan pendekatan tematik-integratif, bagaimanawujudnya dalam Rencana Pembelajaran?
Untuk menjawab pertanyaan ini guru hendaknya menentukan dulu temanya, misalnya
lalu-lintas. Jika kompetensi yang hendak dicapai ialah keterampilan membaca
pemahaman, maka ditentukan bacaan bertema lalu-lintas yang dipastikan mengandung
sekian banyak frasa. Jika Anda mengajar di SMP, bacaan seperti itu dapat dicari dalam
buku teks IPS tentang transportasi. Di situ Anda sudah melakukan integrasi
antardisiplin atau antarmata pelajaran. Di dalam bacaan itu siswa diperkenalkan dengan
fakta tentang frasa dan bukan frasa. Lalu guru melakukan diskusi untuk mencapai
pemahaman tentang konsep frasa. Siswa kemudian bisa diajak mengalami belajar
dengan cara mencari dan menemukan frasa-frasa lain dalam novel atau cerpen. Lagi-lagi ini adalah pendekatan integratif. Siswa akhirnya diminta membuat laporan singkat
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 28/37
secara tertulis. Artinya, Anda telah melakukan integrasi internal: aspek kebahasaan
(yakni konsep frasa), keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Cobalah buat Rancangan Pembelajaran, dengan kondisi seperti di atas tetapi dengan
menggunakan teori konstruktivisme!
3 Beberapa Catatan.
a. Fakta: dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia bisa mengacu kepada fakta-fakta
kebahasaan seperti bahasa terdiri atas bunyi-bunyi; sebuah kata terdiri atas fonem-
fonem; kalimat terdiri atas beberapa kata, dsb.
b. Konsep: mengacu kepada batasan, definisi, atau deskripsi (perian) tentang fon,
fonem, morf, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dsb.
c. Prosedur: mengacu kepada langkah-langkah dalam mempelajari suatu pengetahuan
atau keterampilan tertentu. Misalnya, bagaimana prosedur menulis surat resmi,
membuka dan menutup diskusi, cara mengajukan pertanyaan dalam diskusi, dsb.
d. Prinsip: mengacu kepada teori, rumus, hukum, dsb.yang bersifat aksiomatis.
Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada hukum D-M, ada prinsip kerjasama dalam
percakapan, ada kaidah tentang giliran berbicara, dsb.
Masing-masing itu merupakan bahan ajar yang sedikit banyak mempunyai ciri khas,
sehingga teori dan pendekatannya pun bisa berbeda. Misalnya, agak sulit kita
mengajarkan prinsip atau konsep jika kita harus menggunakan teori behaviorisme.
b. Indikator Esensial: Menentukan strategi pembelajaran Bahasa dan sastra Indonesia
berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi
pelajaran.
Deskriptor:
1) Mendeskripsikan berbagai strategi pembelajaran.
2) Memilih strategi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang sesuai dikaitkan
dengan karakteristik peserta didik, dan materi ajar.
Bahan:
1 Strategi Pembelajaran.
Dalam dunia militer, strategi ialah cara memenangkan perang (war ), dengan
mempertahankan keadaan dan kekuatan lawan dan membandingkannya dengan
keadaan dan kekuatan sendiri. Dalam proses belajar-mengajar, strategi itu harus
“memenangkan” perjuanagn guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk itu tiga hal harus diperhatikan guru, yaitu (i) karakteristik siswa, (ii) kompetensi
yang hendak dicapai, dan (iii) bahan ajar.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 29/37
Menurut Raka Joni (1984), strategi, atau sering disebut model-model mengajar
(teaching models), berarti “pola umum perbuatan guru-murid di dalam perwujudan
kegiatan belajar-mengajar”. Sifat “umum” dari pola itu mengacu kepada jenis dan
urutan perilaku tersebut tampak dipergunakan dan atau diperagakan guru-murid dalam
bermacam-macam peristiwa belajar. Jadi konsep strategi ini mengacu kepada
karaktersitik abstrak rentetan perbuatan guru-murid di dalam peristiwa belajar-mengajar. Implisit di balik karakteristik abstrak itu adalah penalaran (rasionel) yang
membedakan strategi yang satu dengan strategi yang lain secara mendasar. Patut diingat
juga bahwa istilah strategi ini sering dikacaukan dengan pendekatan.Berikut ini
dikemukakan berbagai strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Raka Joni
(1984).
2. Berbagai Strategi
Berbagai strategi dapat dimunculkan dari beberapa dasar penggolongan.
(1) Berdasarkan pengaturan guru-siswa.
Dari segi pengaturan guru, dapat dibedakan strategi pembelajaran oleh seorang guru
atau oleh tim pengajar. Lalu, berdasarkan hubungan guru-siswa, dapat dibedakan
strategi pembelajaran tatap muka atau dengan media pembelajaran, misalnya melalui
media cetak, audiovisual (televisi, CD, VCD). Dari sudut siswa, dapat dibedakan
pembelajaran klasikal (seluruh kelas) atau kelompok kecil (5-7 orang), atau
individual.
(2) Struktur peristiwa belajar-mengajar .
Dari sudut struktur ini dapat dibedakan strategi pembelajaran tertutup, dalam arti
segala sesuatunya telah ditentukan secara relatif ketat dalam rancangan pembelajaran,
dan strategi yang relatif terbuka. Dalam hal ini tujuan khusus (kompetensi yang
hendak dicapai) dan bahan ajar serta prosedur yang akan ditempuh untuk mencapai
tujuan itu ditentukan ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Dalam model kedua
itu peranan siswa bisa teramat besar. Penejlasan agak terperinci tentang pembelajaran
inkuiri akan disajikan kemudian.
(3) Peran pembelajar-pebelajar di dalam mengolah pesan.
Tiap proses belajar-mengajar tentu mempunyai tujuan atau kompetensi yang hendak dicapai, selalau ada pesan yang bisa berupa pengetahuan (knowledge), wawasan,
keterampilan, atau isi pengajaran lainnya. Pesan itu dapat disajikan melalaui strategi
ekspositoris atau strategi heuristik atau hipotetis. Dalam strategi ekspositoris
pembelajar (guru) sudah mengolah tuntas sebelum proses belajar-mengajar berlangsung
lalu disampaikan kepada pebelajar (siswa). Sebaliknya, dalam strategi heuristik pesan
itu diolah sendiri oleh pebelajar dengan bantuan, sedikit atau banyak, gurunya. Yang
tergolong heuristik ialah penemuan (discovery) dan inkuiri (inquiry). Dalam hal
penemuan siswa menemukan prinsip atau hubungan yang sebelumnya tidak
diketahuinya sebagai akibat dari pengalaman belajarnya yang sudah diatur oleh guru.
Contohnya ialah percobaan di dalam laboratorium. Di dalam inkuiri, struktur peristiwa
belajar benar-benar bersifat terbuka, dalam arti siswa sepenuhnya dilepas untuk menemukan sesuatu melalui proses asimilalsi, yaitu proses “memasukkan” hasil
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 30/37
pengamatannya ke dalam struktur kognitifnya yang telah tersedia, dan proses
akomodasi, yaitu dengan mengadakan perubahan-perubahan (modifikasi) atau
penyesuaian-penyesuaian di dalam struktur kognitifnya yang lama sehingga cocok
dengan gejala (pengetahuan) baru yang diamati.
(4) Proses pengolahan pesan.
Bagaimanapun yang namanya belajar itu mesti melibatkan proses berpikir, khususnya
dalam mengolah pesan, melalui pengalaman belajarnya. Proses berpikir ini tidak sama
dari orang ke orang, juga tidak sama bagi bahan ajar yang berbeda-beda. Ada proses
pengolahan pesan yang berpangkal pada yang umum (generik), berupa teori, hukum,
prinsip, rumus, kepercayaan, dsb. untuk dilihat keberlakuan atau akibatnya pada gejala-
gejala yang khusus. Strategi ini disebut strategi deduktif . Sebaliknya, ada peristiwa
belajar-mengajar yang pengolahan pesannya bertolak dari conntoh-contoh atau gejala-
gejala konkret menuju ke perampatan (generalisasi) atau prinsip yang bersifat umum.
Strategi belajar yang bergerak dari khusus ke umum ini disebut strategi induktif .
Bruce Joyce dan Marsha Weil (1972) mengadakan pengelompokan lain yang dianggap
para pakar lebih komprehensif, dalam arti bahwa penggolongan ini dilakukan dengan
memperhatikan beberapa faktor sekaligus, seperti wawasan tentang manusia dan
dunianya, tujuan belajar, dan lingkungan belajar. Mereka mengemukakan empat
kelompok model atau strtaegi pembelajaran.
(1) Kelompok model-model interaksi sosial .
Kelompok model-model ini didasarkan kepada dua asumsi pokok, yaitu (a) masalah-
masalah sosial diidentifikasi dan dipecahkan atas dasar dan melalui kesepakatan yangdiperolah di dalam, dan dengan menggunakan proses-proses sosial, dan (b) proses
sosial yang demokratis perlu dikembangkan untuk melakukan perbaikan masyarakat
dalam arti seluas-luasnya secara built-in dan terus-menerus.
Yang tergolong kelompok ini ialah pengajaran dengan model yurisprudensi, yasng
bertujuan untuk melatih kemampuan berpikir sebagaimana dibutuhkan di dalam
penelitian IPA, meskipun penerapannya di dalam ilmu-ilmu sosial untuk dapat
memahami peristiwa kemasyarakatan juga diharapkan. Yang lain ialah model kerja
kelompok, yang menekankan pembentukan keterampilan untuk ambil bagian dalam
proses-proses kelompok yang menekankan keterampilan komunikaksi antarpribadi
(interpersonal), bekerja dan inkuiri ilmiah. Pembentukan pribadi di dalam aspek-aspek di atas merupakan hasil pengiring yang penting yang hendak dicapai. (Lihat pendekatan
sosial di atas!).
(2) Kelompok model-model pengolahan informasi.
Kelompok ini bertolak dari prinsip-prinsip pengolahan informasi oleh manusia:
bagaimana manusia menangani rangsangan dari lingkungan, mengolah data,
mendeteksi masalah, menyusun konsep, memecahkan masalah, dan menggunakan
lambang-lambang. Model-model ini sangat bermanfaat untuk pembentukan
kemampuan berpikir induktif yang banyak diperlukan dalam kegiatan akademik, tetapi
juga bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Model ini juga penting bagi pembentukan
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 31/37
konsep, pembentukan kemampuan berpkir pada umumnya tetapi juga untuk
kemampuan sosial-moral, dan untuk proses berpikir akomodatif.
(3) Kelompok model-model personal — humanistik .
Model-model ini meletakkan nilai tertinggi pada perkembangan pribadi di dalammemandang dan membangun realitas, yang melihat manusia terutama sebagai pembuat
makna (meaning maker ). Atau dengan kata lian, kelompok ini mengutamakan proses
perngorganisasian internal yang dilakukan individu serta pengaruhnya terhadap cara
dan proses “pergaulan” individu tersebut dengan lingkungannya dengan dirinya sendiri.
Model-model mengajar dalam kelompok ini sangat mementingkan efek pengiring
(nurturent effects) sistem lingkungan belajar. Contoh dari model ini ialah model
pengajaran non-direktif dari Carl Rogers yang bermanfaat untuk pembentukan
kemampuan belajar mandiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri
sehingga terbentuk konsep diri ( self-concept ). Yang lain ialah model sinektetik dari
William Gordon, bermanfaat untuk pembentukan kreativitas dan kemampuan secara
kreatif.
(4) Kelompok model-model modifikasi perilaku.
Ini bertolak dari psikologi behavioristik, yang mementingkan penciptaan sistem
lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi penguatan (reinforcement )
terhadap perilaku secara efektif sehingga terbentuk pola perilaku yang dikehendaki.
Istilah teknis yang digunakan untuk proses pembentukan perilaku dengan manipulasi
ini shaping (Inggris to shape ‘membentuk’). Contohnya ialah model operant
conditioning dari tokoh behaviorisme, B.F.Skinner.
Dari sumber-sumber lain dapat dapat ditambahkan beberapa strategi pembelajaran yang
berikut.
(1) Strategi inkuiri.
Strategi yang sangat dianjurkan oleh Bruner (1966) ini dapat dipandang sebagai unsur
penting dalam teori konstruktivisme. Dalam strategi inkuiri siswa didorong untuk
secara aktif terlibat dalam kegiatan belajarnya dan membangun konsep-konsep bagi
dirinya sendiri. Ini berarti perilaku guru untuk selalu “menceramahi” dalam bentuk
sajian teori, hukum, prinsip, dsb yang bersifat induktif harus dihindari. Model inkuiri
akan sangat memacu siswa untuk selalu ingin tahu dan memotivasi siswa untuk mandiridalam menentukan solusi, dan berpikir kritis. Dari paparan singkat di atas, kita dapat
melihat bahwa strategi ini senafas dengan pendekatan CBSA, keterampilan proses, dan
pendekatan komunikatif. Dalam hal itu guru dapat membantu dan melatih dengan
pertanyaan-pertanyaan pendalaman.Dalam pembelajaran bahasa Indonesia strategi ini
dapat digunakan, misalnya, dalam membaca pemahaman. Siswa dapat diminta untuk
mencari dan menemukan makna kata-kata tertentu di dalam kamus. Dari situ mereka
akan tertantang untuk “melihat” kata-kata lain. Pelajaran tentang polisemi, homonimi,
makna kias, dsb juga dapat menggunakan strategi ini dengan memanfaatkan kamus.
Dalam hal keterampilan mendengarkan guru dapat memanfaatkan televisi dengan
berbagao ragam bahasanya.
(2) Model pembelajaran berbasis masalah.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 32/37
Model pembelajaran yang juga menekankan pentingnya berpikir kritis, terutama
berpikir tingkat tinggi, juga dianut oleh model ini. Tujuannya agar siswa dapat
memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari bahan ajar. Kadang-kadang strategi
ini juga disebut “pendekatan”, dan sama dengan istilah-istilah seperti Pembelajaran
Berbasis-Proyek ( Project-Based Learning ), Pendidikan Berbasis Pengalaman
( Experience-Based Education), Pembelajaran Autentik ( Authentic Learning ), Pembelajaran Berpijak pada Kenyataan Hidup ( Anchored Instruction).
Salah satu ciri penting dari model ini ialah penentuan sebuah masalah (problematik)
yang dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan. Masalah ini akan dikaji dan diteliti,
dicarikan pemecahannya. Dalam hal yang berhubungan dengan masalah sosial dan
humaniora, pemecahannya tentu tidak cukup dari satu aspek tertentu, tetapi diperlukan
perlakuan antardisiplin ilmu. Penelitian ini harus berakhir dengan sebuah produk atau
karya tertulis yang harus disajikan secara lisan atau dipajang. Tujuan model ini ialah
membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan
memecahkan masalah, dan secara umum mengembangkan keterampilan intelektual.
(3) Model pembelajaran kooperatif .
Kita sudah maklum, tidak ada dua manusia yang persis sama dalam berbagai hal. Tiap
siswa adalah individu yang unik . Perbedaan inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh
dunia pendidikan. Mereka dapat dimanipulasikan oleh guru untuk belajar secara
kooperatif, bekerja sama. Ini yang disebut belajar secara kooperatif (kooperative
learning ) atau belajar secara sosial ( social learning ). Dengan cara ini potensi-potensi
positif yang ada di dalam diri tiap siswa dipertemukan dalam kegiatan belajar bersama,
dalam kelompok-kelompok kecil (5-7 orang), tidak hanya untuk hal-hal yang bersifat
intelektual melainkan juga untuk urusan sikap dan nilai. Dalam budaya Jawa konsep inimungkin lebih tepat dipahami sebagai perilaku yang “serba saling”, yaitu saling asih,
saling asah, dan saling asuh, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa belajar
secara kooperatif itu dapat membangun rasa kasih sayang (yang kuat dan “pandai”
menyayangi dan membantu yang lemah dan “kurang pandai”), membangun kebiasaan
bertukar pikiran, berdiskusi, bermusyawarah dengan sesama teman atau orang lain, dan
membangun kerja sama, kebiasaan saling mengingatkan, saling melengkapi (bukan
saling bersaing dan bertentangan). Dari sini pula ditunjukkan adanya ketergantungan
antarmanusia, perlu dan manfaatnya hubungan dan kontak pribadi melalui pertemuan
tatap muka, sehingga terjalin komunikasi terbuka sehingga terjalin persaudaraan,
pertemanan, dan solidaritas, tetapi juga terbangun tanggung jawab individu untuk
jalinan tersebut. Untuk itu patut disarankan adanya pengelompokan yang bersifatheterogen. Dalam pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, siswa secara berkelompok
bisa, misalnya, menyusun pantun atau puisi, mengisi teka-teki silang, menulis anekdot
atau naskah pidato, menyusun laporan, dsb.
3. Memilih Strategi.
Strategi itu boleh saja kita umpamakan sebagai penggunaan salah satu pendekatan (atau
lebih), berikut metode-metode dan teknik-teknik yang cocok untuk ketiga hal di
atas.Dalam dunia pengajaran bahasa dipahami bahwa pendekatan itu bersifat
aksiomatis, mengacu kepada asumsi, teori, prinsip, hukum, dsb. tentang psikologi
belajar dan tentang bahasa yang kita yakini kebenarannya. Metode bersifat prosedural,yaitu langkah-langkah pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan yang sudah
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 33/37
ditentukan. Teknik merupakan implementasi dari metode itu. Jika, misalnya, guru sudah
menentukan “strategi” CBSA, atau strategi “semi-terbuka” dan inkuiri, dengan
pendekatan komunikatif, maka dia harus melihat ketiga hal tsb, kemudian
mengharmoniskannya dengan strategi terpilih. Jika pendekatan komunikatif yang
dipilih, maka seluruh metode dan teknik tidak boleh menyimpang dari prinsip-prinsip
komunikatif. Misalnya, jangan mengajarkan struktur bahasa atau kaidah tatabahasa,seperti mempersoaalkan apa kalimat tanya itu, susunannya bagaimana, intonasinya
bagaimana, dst., apalagi membahas kalimat tanya tanpa mengaitkannya dengan
keterampilan berbahasa tertentu, apalagi paparannya lebih banyak didominasi guru,
karena semuanya itu bertentangan dengan CBSA dan pendekatan komunikatif.
Andaikata Anda mengajar di SMP di wilayah pedesaan. Cobalah dulu membayangkan
seperti apa karateristik mereka dari segi perkembangan kognitifnya, keadaan sosial-
ekonominya, dsb. Yang Anda hadapi adalah siswa kelas 3 (atau kelas 9). Anda
bayangkan berapa rerata usia mereka, kemampuan berbahasanya seperti apa.
Kemampuan yang hendak dicapai ialah menulis dengan bahan ajar paragraf
argumentasi. Bayangkan seperti apa kira-kira motivasi dan minat mereka untuk menulis, dan kemampuan mereka untuk berargumentasi. Jika jawaban untuk semua itu
“kurang positif”, maka Anda perlu memakai metode imitasi, yakni minta siswa untuk
membaca contoh-contoh dalam bacaan; gunakan pula teknik pertanyaan atau
pancingan,yakni memancing minat siswa dengan berbagai pertanyaan, memancing
dengan pertanyaan agar siswa memberikan argumen, dst. Dalam seperti agak sulit jika
guru memakai strategi “terbuka”. Mungkin guru perlu memakai strategi pengajaran
berkelompok dengan strategi induktif.
c. Indikator Esensial: Menyusun rancangan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
berdasarkan strategi yang telah dipilih.
Deskriptor:
1) Menyusun silabus dan rencana pembelajaran;
2) Merancang kerangka pengalaman belajar (tatap muka, terstruktur, dan mandiri)
untuk mencapai kompetensi;
3) Memilih dan mengorganisasikan materi dan bahan ajar;
4) Memilih dan merancang media dan sumber belajar yang diperlukan;
5) Membuat rancangan evaluasi proses dan penilaian hasil belajar.
Bahan:
1. Silabus.
Seorang guru dintuntut menguasai seluruh isi materi kurikulum sebagai bagian pokok
dari kompetensi profesionalnya. Kurikulum itu menurunkan silabus. Sebenarnya tiap
guru wajib menyusun sendiri silabus bagi sekolah dan siswa-siswanya sendiri. Artinya,
silabus merupakan hasil penyesuaian antara kurikulum nasional dengan kondisi dan
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 34/37
karakteristik sekolah dan siswa. Tetapi, yang sangat mungkin sebagian dari silabus itu,
sedikit atau banyak, sudah disepakati bersama oleh sekelompok guru bidang studi.
Silabus berisi uraian program yang mencantumkan bidang studi yang diajarkan, tingkat
sekolah, semester, pengelompokan kompetensi dasar, materi pokok, indikator, tema,
strategi pembelajaran, alokasi waktu, dan strategi asesmennya. Wujudnya serupadengan GBPP. Dari silabus diturunkan ke rencana pembelajaran (RP).
2. Rancangan Pembelajaran.
RP diturunkan dari silabus. RP merupakan rancangan pembelajaran yang disusun guru
untuk satu atau dua pertemuan untuk mencapai satu kompetensi dasar. RP itu harus
merupakan program yang dapat diterapkan di dalam kelas. Isinya berupa gambaran
tentang kompetensi dasar (yang hendak dicapai), indikator, materi pokok, skenario
pembelajaran tahap demi tahap, dan penilaian belajar.
(1) Merumuskan tujuan/kompetensi dasar .
Kompetensi dasar atau indikator hasil belajar harus dirumuskan secara jelas-gamblang.
Jika kita menggunakan model Tujuan Instruksional Khusus (TIK), maka rumusannya
harus mengandung unsur: A (audience), yakni siswa; B (behaviour ), yaitu perilaku
yang diharapkan dikuasai siswa; C (condition) yakni syarat atau kondisi yang
diciptakan guru untuk mencapai perilaku yang diharapkan, dan D (degree), yaitu
tingkat atau kriteria keberhasilan belajar. Jika tujuan itu diperinci dalam beberapa
jenjang maka urutannya harus logis, dalam arti dari yang mudah ke yang sukar, dari
yang sederhana ke yang kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, dari berpikir
tingkat rendah ke berpikir tingkat tinggi.
Di samping tujuan, yang hakikatnya merupakan dampak atau hasil instruksional
(instructional effects), guru juga harus merancang dampak atau hasil pengiring
(nurturent effects)-nya. Hasil atau efek instruksional adalah hasil langsung dari tindak
mengajar, yaitu hasil yang dirumuskan di dalam kompetensi dasar atau tujuan tersebut.
Jika tujuan instruksionalnya dirumuskan “ Diberi sebuah topik tentang pariwisata siswa
mampu menyusun sebuah paragraf argumentatif terdiri dari 200 kata.”, maka hasil
instruksionalnya pastilah sesuai dengan rumusan itu. Tetapi, di balik rumusan itu
haruslah dirumuskan juga pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, atau wawasan yang
terbentuk sebagai hasil yang mengiringi tujuan-tujuan instruksional tadi. Misalnya:
mengetahui cara berargumentasi, terampil berdebat, berbahasa secara logis, bernalar dalam bahasa, berpikir kritis, santun dalam berargumen, jujur dan bertanggung jawab
atas kritik-kritiknya, dsb. Berbeda dengan hasil instruksional yang segera bisa dilihat
setelah, misalnya, siswa diberi tes hasil belajar, dampak pengiring ini mungkin baru
dapat tercapai dalam beberapa pertemuan.
(2) Mengembangkan dan mengorganisasikan materi, media pembelajaran, dan sumber
belajar.
Pertama harus dibedakan antara media pembelajaran (bagan, gambar, grafik, jangka,
penggaris, hand-out , LKS, dsb) dengan sumber belajar (kamus umum, kamus istilah,ensiklopedi, buku teks, buku sumber, dsb). Media dapat dibagi menjadi media cetak
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 35/37
(hand-out, LKS) dan media elektronik (mesin perekam, televisi, komputer, CD,
VCD).Dapat pula dibedakan antara media pandang atau media visual (bagan, gambar,
grafik), media dengar atau audio (mesin perekam, kaset, radio), dan media dengar-
pandang atau audio-visual (televiisi, CD, VCD). Kedua unsur di atas, sedikit atau
banyak, harus ada dan tersedia; keduanya harus sesuai dengan kompetensi yang
hendak dicapai dan bahan-ajar . Di dalam RP guru harus secara jelas menyebutkan apamedianya dan apa sumber belajarnya, difungsikan untuk apa, dan mengapa
menggunakan media ini dan sumber belajar itu. Misalnya, jika kompetensi dasarnya
berhubungan dengan keterampilan mendengarkan, mungkin perlu disediakan media
cetak berupa formulir isian (berisi hal-hal yang perlu diperhatikan) atau hand-out
(lembar pegangan), dan media elektronik berupa radio, mesin perekam, atau televisi.
Sumber belajarnya mungkin berupa buku teks dan kamus (KBBI). Sumber belajar ini
juga harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, dan dengan lingkungan siswa, di
samping dengan materi.
Dalam hal materi yang perlu diperhatikan ialah cakupannya, baik secara kuantitas
(keluasannya) maupun secara kualitas (kedalamannya). Sistematika materi harus ditata(diurut, disusun) secara logis. Materi juga harus disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan siswa. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam
tentang siswa (Ingat pendekatan kontekstual!). Materi yang “terlalu mudah” bagi siswa
akan membuat siswa jenuh dan tidak bermanfaat bagi mereka; materi yang “terlalu
sulit”, karena terlalu jauh dari pengetahuan-awal mereka, akan menyebabkan siswa
tidak termotivasi untuk mempelajarinya, bahkan bisa frustrasi. Akhirnya, guru harus
memperhatikan kemutakhiran materi itu, berikut contoh dan ilustrasinya.
(3) Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran.
Skenario adalah sebuah rancangan berupa kerangka pengalaman belajar, dalam bentuk
perilaku belajar sswa. Pengalaman belajar itu biasanya dilakukan dengan tatap muka
antara guru-siswa, tetapi dapat pula dalam bentuk belajar terstruktur dan mandiri.
Belajar terstruktur ialah belajar untuk mendalami materi sajian, yang dalam kurikulum
lama mungkin disebut kegiatan kokurikuler, wujudnya bisa berupa latihan, mencari
contoh-contoh pendukung, dsb. Belajar mandiri merupakan kegiatan belajar yang
mengarah ke perluasan atau penerapan materi di luar kelas.
(4) Rancangan evaluasi proses dan hasil belajar .
Penilaian (evaluasi, asesmen) yang dirancang mencakup dua kegiatan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil belajar. Penilaian proses menyoroti perilaku siswa selama
proses belajar-mengajar, perilaku yang dapat diamati dan mencakup, misalnya prakarsa
siswa untuk bertanya, menyumbangkan saran/pikiran, menjawab pertanyaan,
memberikan saran perbaikan, mengoreksi kesalahan, kesediaan untuk membantu teman,
dsb. Semua itu menunjukkan aktivitas siswa. Untuk itu barangkali yang perlu disiapkan
guru ialah blanko (form) pengamatan, yang dapat diisi segera setelah proses belajar-
mengajar usai. Di dalam blanko itu dicantumkan aktivitas-aktivitas apa yang hendak
diamati guru sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, dan semua itu harus sudah
dirancang dalam RP. Jadi penilaian proses itu merupakan penilaian yang bersifat
nontes.
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 36/37
Penilaian hasil belajar biasanya berupa tes. Untuk itu guru harus menentukan dulu jenis
dan prosedur penilaian, serta menyiapkan alat evaluasi. Jika hasil belajar akan dinilai
dengan tes esai, tentukan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa. Tuliskan
pertanyaan- pertanyaannya, berikut saran jawabannya. Sertakan pula skor (termasuk
bobotnya, jika ada) untuk masing-masing unsur dari jawaban itu. Misalnya, jika siswa
diminta menulis sebuah paragraf, guru harus sudah menentukan unsur-unsur apa dari paragraf itu yang akan dinilai: urutan yang logis, kohesi dan koherensi, diksi, ejaan,
dsb. Masing-masing unsur itu dapat diberi bobot skor yang berbeda-beda. Yang penting
syarat-syarat untuk melakukan tugas itu harus jelas bagi siswa (supaya tidak salah
mengerjakan) dan guru (supaya mudah menskor dan menilai).
Jika penilaian dilakukan dengan tes objektif, buatlah alatnya, yaitu berupa seperangkat
butir tes yang sesuai dengan tujuan dan materi, yang memang mampu mentes apa yang
seharusnya dites, berikut kunci jawabannya. Tes ini sebaiknya mencakup seluruh materi
yang dipelajari oleh siswa. Perhatikan jenjang kesulitan tes: jangan hanya bersifat
hapalan (recall ), melainkan juga pemahaman dan penerapan, syukur bisa lebih.
DAFTAR BACAAN
Ardiana, Leo Indra.dkk 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Pelatihan Terintegrasi
Berbasis Kompetensi Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Ditjen
Dikdasmen.
Depdiknas. 2005. Buku Saku Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Dit.PTK dan KPT.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Pusat Perbukuan &
Rineka Cipta.
Gulö, W. 2002. Strategi Belajar-Mengajar . Jakarta: Gramedia.
Joni,T.Raka. 1984. Strategi Belajar-Mengajar, suatu Tinjauan Pengantar . Jakarta:
Ditjen Dikti, P2LPTK.
Joni, T.Raka.1985. Cara Belajar Siswa Aktif, Implikasinya terhadap Sistem
Penyampaian. Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.
Joni,T.Raka, dkk. 1985. Wawasan Kependidikan Guru. Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.
Mappa, Syamsu, dkk. 1984. Teori Belajar-Mengajar . Jakarta: Ditjen Dikti, P2LPTK.
Nurhadi dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual . Malang: Penerbit Universitas Negeri
Malang.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius.
Suparno, Paul. 2004. Teori Inteligensi Ganda, dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta:
Kanisius.
Sumarsono. 2002. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo
5/14/2018 BAB I ktsp - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-i-ktsp-55a75848b617b 37/37