Bab I hadits ekonomi

download Bab I hadits ekonomi

If you can't read please download the document

description

Bab I hadits ekonomi

Transcript of Bab I hadits ekonomi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat perlu dana maupun modal. Misalnya untuk membuka suatu lapangan usaha tidak hanya dibutuhkan bakat dan kemauan keras untuk berusaha, tetapi juga diperlukan adanya modal dalam bentuk uang tunai. Hal itulah yang menjadi potensi perlu adanya lembaga perkreditan yang menyediakan dana pinjaman. Untuk mendapatkan modal usaha melalui kredit masyarakat membutuhkan adanya sarana dan prasarana. Maka pemerintah memberikan sarana berupa lembaga perbankan dan lembaga non perbankan.

Salah satu sarana untuk mendapatkan modal adalah dengan gadai. Berbicara masalah gadai tentu ada hubungannya dengan jaminan. Nilai dari jaminan tersebut harus lebih tinggi daripada jumlah hutang yang mau dipinjam. Oleh sebab itu dalam pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai hadits-hadits tentang gadai beserta penjelasannya.

Rumusan Masalah

Bagaimana penjelasan hadits gadai I ?Bagaimana penjelasan hadits gadai II ?Bagaimana penjelasan hadits gadai III ?Bagaimana penjelasan hadits gadai IV ?

Tujuan

Untuk mengetahui penjelasan hadits gadai I.Untuk mengetahui penjelasan hadits gadai II.Untuk mengetahui penjelasan hadits gadai III.Untuk mengetahui penjelasan hadits gadai IV.

BAB II

PEMBAHASAN

Hadits tentang Gadai

Hadits I

( )

Artinya:

Aisyah berkata : Rsulullah SAW membeli makanan pada seorang Yahudi sampai batas waktu yang jelas dan menjaminkan kepadanya baju besi (HR. Bukhari). Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi, (Jakarta: PT.Bank Muamalat Indonesia. 1997). Hal 200.

Makna Mufradat

: Rasulullah SAW membeli : Makanan : Sampai batas waktu yang jelas: Besi

Penjelasan Hadits

Hadits di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah menggadaikan baju besi (baju perang) kepada orang Yahudi untuk membeli makanan. Dalam prakteknya bahwa syarat barang yang digadaikan sama dengan syarat jual beli. Artinya, semua barang yang sah sah diperjualbelikan sah pula di gadaikan. Tidak sah hukumnya jika barang yang di gadaikan itu berupa gharar (tipuan) karena belum jelas adanya, seperti janin dalam perut induknya. Selain itu batas waktu yang ditentukan juga harus jelas. A. Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Hamzah. 2010), Hal 290-296

Pengertian Ar-Rahn itu sendiri adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana, bahwa Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.

Ar-Rahn memiliki 4 unsur, yaitu Rahin (orang yang memberikan jaminan), al-Murtahin (orang yang menerima), al-Marhun (jaminan), al-Marhunni (utang). Menurut ulama Hanafiyah rukun rahn adalah ijab dan qabul dari rahin dan al-Murtahin, sebagaimana dalam akad yang lain. Akan tetapi, akad dalam rahn tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang.

Di beberapa negara Islam termasuk di antaranya adalah Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari penggadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga penggadaian adalah dari sifat bunga yang berlipat ganda, sedangkan biaya Rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka. Ilfi Nur Diana, Hadis hadis Ekonomi, (Yogyakarta: UIN Malang Press. 2008). Hal 157-158.

Hadits II

:

Artinya:

Dari Anas ia berkata: Rasulullah SAW menggadaikan baju perang kepada seseorang Yahudi di Madinah, dan dari orang Yahudi itu beliau mengambil syair (jagung) untuk keluarganya. (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah)

Makna Mufradat

: Gadai : Baju perang: Jagung: untuk keluarganya

Penjelasan Hadits

Hadits di atas menjelaskan bahwa Gadai (rahn) hukumnya dibolehkan, baik bagi orang yang sedang dalam perjalanan maupun orang yang tinggal di rumah. Akan tetapi, dalam hadits-hadits tersebut Nabi SAW melaksanakan Gadai (rahn) ketika sedang di Madinah. Ini menunjukkan bahwa Gadai (rahn) tidak terbatas hanya dalam perjalanan saja, tetapi juga bagi orang yang tinggal di rumah. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama. Sedangkan menurut Imam Mujtahid, Dhahhak, dan Zhahiriyah, Gadai (rahn) hanya dibolehkan bagi orang yang sedang dalam perjalanan, sesuai dengan ayat 283 Surat Al-Baqarah (2). A. Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Hamzah. 2010), Hal 288-289

Hadits III

: ( )

Artinya:

Punggung (hewan) boleh dinaiki (dibuat kendaraan) dengan memberikan nafkahnya ketika digadaikan dan susu boleh diminim (diperah) dengan memberi nafkahnya ketika digadaikan, baik terhadap yang menaiki (pakai) kendaraan, maupun yang meminum (memerah) susu, wajib memberi nafkah (HR. Al-Bukhari)

Makna Mufradat

: Punggung (hewan) : Boleh dinaiki (dibuat kendaraan): Dengan memberikan nafkahnya: Digadaikan: Susu

Penjelasan Hadits

Hadits di atas menjelaskan bahwa hewan-hewan yang digadaikan, maka yang menaiki atau memerah susu hewan tersebut, wajib memberi nafkah hewan-hewan yang dijadikan jaminan (pinjaman bagi pemiliknya), seperti memberi makan, minum dan memeliharanya dengan baik. Masrup Suhaemi dan Abu Laily Istiqomah, Terjemah Bulughul Maram, (Surabaya: Al-ikhlas. 1993), Hal 564

Pada asalnya barang, biaya pemeliharaan dan manfaat barang yang digadaikan adalah milik orang yang menggadaikan (Rahin) dan Murtahin tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian tersebut kecuali bila barang tersebut berupa kendaraan atau hewan yang di ambil air susunya, maka boleh menggunakan dan mengambil air susunya apabila ia memberikan nafkah (dalam pemeliharaan barang tersebut). Pemanfaatannya tentunya sesuai dengan besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan. http://bankjailan.blogspot.com/2011/12/hadits-tentang-gadai. Html?m=1

Hadits IV

: : : ( , , )

Artinya:

Sesuatu/benda yang digadaikan tidak lenyap dari pemiliknya (yang menggadaikan), keuntungan baginya, dan kerugian atasnya. (HR. Darukutni, dan Al-Hakim, dengan para perawi yang kuat, kecuali yang terpelihara Riwayat Abu Daud, dan lainnya ialah mursalnya) Subhi Ibn Muhammad Ramdhan, Syarah Bulughul Maram, (Mesir: Maktabah Islamiyah, 2005), Hal 93

Makna Mufradat

: Tidak lenyap : Dari pemiliknya : Keuntungan baginya : Dan kerugian atasnya

Penjelasan Hadits

Hadits di atas menjelaskan bahwa barang gadai adalah milik orang yang menggadaikan, dan apabila terdapat tambahan pada borg (barang yang digadaikan), maka itu adalah milik rahin, seperti anak hewan, namun apabila terjadi kehilangan atau kerusakan atas barang yang digadaikan maka kerusakan tersebut seutuhnya ditanggung oleh rahin dan murtahin tidak wajib menggantinya serta rahin tetap harus melunasi hutangnya tersebut. Dan apabila kerusakan tersebut diakibatkan kelalaian atau kecerobohan marhun, maka kerusakan tersebut ditanggung oleh marhun.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan tidak halal bagi penggadai untuk mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, meskipun pegadai mengizinkannya. Apabila dia mengambil manfaat dari barang yang digadaikan maka ini adalah piutang yang mendatangkan manfaat. Dan setiap piutang yang mendatangkan manfaat adalah riba. Ini berlaku apabila gadaian bukanlah binatang yang biasa ditunggangi atau diperah susunya. Apabila gadaian adalah binatang yang biasa ditunggangi atau diperah susunya maka penggadai boleh mengambil manfaat darinya sebagai kompensasi biaya yang dia keluarkan untuknya. Sehingga bagi yang memegang barang-barang gadai berkewajiban memberikan makanan, bila barang gadaian itu berupa hewan.

Apabila terjadi kehilangan atau kerusakan atas barang yang digadaikan maka kerusakan tersebut seutuhnya ditanggung oleh rahin dan murtahin tidak wajib menggantinya serta rahin tetap harus melunasi hutangnya tersebut. Dan apabila kerusakan tersebut diakibatkan kelalaian atau kecerobohan marhun, maka kerusakan tersebut ditanggung oleh marhun.

DAFTAR PUSTAKA

Khan, Muhammad Akram. 1997. Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi. Jakarta: PT.Bank Muamalat Indonesia.

Diana, Ilfi Nur. 2008. Hadis hadis Ekonomi. Yogyakarta: UIN Malang Press.

Muslich, A. Wardi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Hamzah.

Suhaemi, Masrup dan Abu Laily Istiqomah. 1993. Terjemah Bulughul Maram. Surabaya: Al-ikhlas.

Ramdhan, Subhi Ibn Muhammad. 2005. Syarah Bulughul Maram. Mesir: Maktabah Islamiyah.

http://bankjailan.blogspot.com/2011/12/hadits-tentang-gadai. Html?m=1