BAB I dipertahankan sampai batas maksimal. Dalam suatu...

18
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Trenggalek adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini menempati wilayah seluas 1.205,22 km² yang dihuni oleh ±700.000 jiwa. Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang ada di pesisir pantai selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo sebelah utara, Kabupaten Pacitan sebelah barat, Kabupaten Tulungagung sebelah timur dan pantai selatan. Kabupaten Trenggalek terdiri dari 14 kecamatan yaitu: Bendungan, Dongko, Durenan, Gandusari, Kampak, Karangan, Munjungan, Panggul, Pogalan, Pule, Suruh, Trenggalek, Tugu, Watulimo, dan Kom. Penduduknya mayoritas bermatapencaharian di bidang pertanian dengan tanaman utama padi di musim penghujan dan jagung , kedelai , singkong di musim kemarau. Upaya meningkatkan kesejahteraan kaum petani terus dilakukan oleh Pemkab Trenggalek, Jawa Timur. Hal itu diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan infrastruktur dan prasarana publik seperti penyediaan saluran air irigasi, air baku (domestik) serta kanal-kanal pengendalian banjir. 1.2 Latar Belakang Bendungan Tugu terletak di Sungai Keser Desa Nglinggis Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek. Bendungan Tugu mempunyai daerah aliran sungai (DAS) seluas 43.6 km 2 . Sebagian besar daerah genangan dari Bendungan Tugu ini berada di Desa Nglinggis Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek dan sebagian kecil lainnya berada di wilayah Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Pembangunan Bendungan Tugu diharapkan mampu menyediakan air irigasi untuk sawah penduduk seluas 4.203 Ha yang meliputi wilayah Kecamatan Tugu, Kecamatan Karangan, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Gandusari, dan Kecamatan Durenan serta bertujuan untuk mengembangkan areal irigasi dan meningkatkan intensitas tanam dari areal irigasi yang telah ada. Selain untuk sektor pertanian, Bendungan Tugu juga diharapkan sebagai penyedia air baku untuk industri dan rumah tangga, mampu mengembangkan dan meningkatan produksi sektor perikanan air tawar, serta meningkatkan sektor pariwisata. Bendungan Tugu memerlukan bangunan pelengkap salah satunya yaitu bangunan pelimpah atau spillway untuk melimpahkan kelebihan air dari debit yang akan dibuang sehingga kapasitas waduk dapat dipertahankan sampai batas maksimal. Dalam suatu perencanaan spillway diperlukan pertimbangan dan perhitungan – perhitungan sehingga didapatkan suatu hasil yang efisien dan paling ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan dalam tugas akhir ini didapat hasil analisa yang tepat untuk mendapatkan bangunan yang memenuhi berbagai syarat kestabilan. Dalam studi awal tentang perencanaan spillway pada Bendungan Tugu, spillway direncanakan menggunakan pelimpah samping dan belum memperhitungkan kestabilannya. Sedangkan pada tugas akhir ini akan dilakukan perencanaan spillway yang diletakkan tegak lurus dengan tubuh bendungannya lengkap dengan bangunan penunjangnya dan analisa kestabilannya. Sehingga pada akhirnya akan diperoleh bangunan spillway yang efisien yang dapat mendukung didalam pengoperasian bendungan sehingga dapat memenuhi fungsi – fungsinya 1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana menganalisa hidrologi untuk mengetahui debit banjir yang mengalir pada Sungai Keser ? 2. Bagaimana merencanakan tipe dan dimensi spillway lengkap dengan bangunan penunjangnya? 3. Bagaimana stabilitas bangunan spillway dari Bendungan Tugu? 1.3 Tujuan 1. Mendapatkan debit banjir yang mengalir pada Sungai Keser dengan periode ulang tertentu. 2. Merencanakan tipe dan dimensi spillway lengkap dengan bangunan penunjangnya yang sesuai dengan elevasi dan kondisi tanah. 3. Mengetahui apakah spillway tersebut aman dan stabil 1.4 Batasan Masalah 1. Penentuan letak as main dam berdasarkan studi sebelumnya. 2. Tidak memperhitungakan stabilitas tubuh bendungan, pondasi bendungan, kekuatan geologi material pada as bendungan. 3. Tidak melakukan perhitungan sedimentasi. 4. Tidak membahas analisa dampak lingkungan. 5. Tidak membahas analisa biaya / ekonomisnya. 6. Tidak membandingkan dengan perencanaan spillway pelimpah samping pada studi sebelumnya.

Transcript of BAB I dipertahankan sampai batas maksimal. Dalam suatu...

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum Trenggalek adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini menempati wilayah seluas 1.205,22 km² yang dihuni oleh ±700.000 jiwa. Trenggalek merupakan salah satu kabupaten yang ada di pesisir pantai selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ponorogo sebelah utara, Kabupaten Pacitan sebelah barat, Kabupaten Tulungagung sebelah timur dan pantai selatan. Kabupaten Trenggalek terdiri dari 14 kecamatan yaitu: Bendungan, Dongko, Durenan, Gandusari, Kampak, Karangan, Munjungan, Panggul, Pogalan, Pule, Suruh, Trenggalek, Tugu, Watulimo, dan Kom.

Penduduknya mayoritas bermatapencaharian di bidang pertanian dengan tanaman utama padi di musim penghujan dan jagung, kedelai, singkong di musim kemarau. Upaya meningkatkan kesejahteraan kaum petani terus dilakukan oleh Pemkab Trenggalek, Jawa Timur. Hal itu diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan pembangunan infrastruktur dan prasarana publik seperti penyediaan saluran air irigasi, air baku (domestik) serta kanal-kanal pengendalian banjir. 1.2 Latar Belakang

Bendungan Tugu terletak di Sungai Keser Desa Nglinggis Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek. Bendungan Tugu mempunyai daerah aliran sungai (DAS) seluas 43.6 km2. Sebagian besar daerah genangan dari Bendungan Tugu ini berada di Desa Nglinggis Kecamatan Tugu Kabupaten Trenggalek dan sebagian kecil lainnya berada di wilayah Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo.

Pembangunan Bendungan Tugu diharapkan mampu menyediakan air irigasi untuk sawah penduduk seluas 4.203 Ha yang meliputi wilayah Kecamatan Tugu, Kecamatan Karangan, Kecamatan Pogalan, Kecamatan Gandusari, dan Kecamatan Durenan serta bertujuan untuk mengembangkan areal irigasi dan meningkatkan intensitas tanam dari areal irigasi yang telah ada. Selain untuk sektor pertanian, Bendungan Tugu juga diharapkan sebagai penyedia air baku untuk industri dan rumah tangga, mampu mengembangkan dan meningkatan produksi sektor perikanan air tawar, serta meningkatkan sektor pariwisata.

Bendungan Tugu memerlukan bangunan pelengkap salah satunya yaitu bangunan pelimpah atau spillway untuk melimpahkan kelebihan air dari debit yang akan dibuang sehingga kapasitas waduk dapat

dipertahankan sampai batas maksimal. Dalam suatu perencanaan spillway diperlukan pertimbangan dan perhitungan – perhitungan sehingga didapatkan suatu hasil yang efisien dan paling ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan dalam tugas akhir ini didapat hasil analisa yang tepat untuk mendapatkan bangunan yang memenuhi berbagai syarat kestabilan. Dalam studi awal tentang perencanaan spillway pada Bendungan Tugu, spillway direncanakan menggunakan pelimpah samping dan belum memperhitungkan kestabilannya. Sedangkan pada tugas akhir ini akan dilakukan perencanaan spillway yang diletakkan tegak lurus dengan tubuh bendungannya lengkap dengan bangunan penunjangnya dan analisa kestabilannya. Sehingga pada akhirnya akan diperoleh bangunan spillway yang efisien yang dapat mendukung didalam pengoperasian bendungan sehingga dapat memenuhi fungsi – fungsinya 1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana menganalisa hidrologi untuk mengetahui debit banjir yang mengalir pada Sungai Keser ?

2. Bagaimana merencanakan tipe dan dimensi spillway lengkap dengan bangunan penunjangnya?

3. Bagaimana stabilitas bangunan spillway dari Bendungan Tugu?

1.3 Tujuan 1. Mendapatkan debit banjir yang mengalir pada

Sungai Keser dengan periode ulang tertentu. 2. Merencanakan tipe dan dimensi spillway

lengkap dengan bangunan penunjangnya yang sesuai dengan elevasi dan kondisi tanah.

3. Mengetahui apakah spillway tersebut aman dan stabil

1.4 Batasan Masalah 1. Penentuan letak as main dam berdasarkan studi

sebelumnya. 2. Tidak memperhitungakan stabilitas tubuh

bendungan, pondasi bendungan, kekuatan geologi material pada as bendungan.

3. Tidak melakukan perhitungan sedimentasi. 4. Tidak membahas analisa dampak lingkungan. 5. Tidak membahas analisa biaya / ekonomisnya. 6. Tidak membandingkan dengan perencanaan

spillway pelimpah samping pada studi sebelumnya.

2

START

PENGUMPULAN DATA• Data Hidrologi• Data Topografi• Data Geologi

• Data Teknis Bendungan

ANALISA HIDROLOGI• Curah Hujan Maksimum

• Analisa Distribusi Frekuensi• Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi

• Hidrograf Banjir• Debit Banjir Rencana

• Penelusuran Banjir (Flood Routing)

ANALISA TOPOGRAFI• Lengkung Kapasitas Waduk

PERENCANAAN SPILLWAY• Penentuan Tipe Spillway /Pelimpah

• Saluran Transisi• Saluran Peluncur

• Bangunan Peredam Energi• Penentuan Tinggi Jagaan

KONTROL STABILITAS PELIMPAH• Kontrol Guling• Kontrol Geser

• Kontrol Daya Dukung• Kontrol Stabilitas Bangunan Peredam Energi

FINISH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Studi Awal Sejak tahun 1984 sampai tahun 2009

sudah beberapa kali dilakukan studi mengenai pembangunan Bendungan Tugu oleh pemerintah. Diawali pada tahun 1984, konsultan asing Nippon Koei,Co.Ltd. telah melakukan fesibility study pembangunan Bendungan Tugu ini bersamaan dengan pembuatan detail desain dari Bendungan Wonorejo Tulungagung yang masih berada dalam satu sub DAS Ngasinan. Beberapa kali studi dilakukan dalam perencanaan pembangunan Bendungan Tugu menghasilkan beberapa kali perubahan letak as dari main dam.

Berikut adalah data teknis perencanaan Bendungan Tugu yang paling terakhir yang direncanakan oleh PT Indra Karya Cabang I Malang.

Tabel 2.1 Data Teknis Bendungan Tugu

(Sumber: Studi Pendahuluan Perencanaan Teknis Bendungan Tugu

Trenggalek. PT. Indra Karya. 2009)

BAB III METODOLOGI

3.1 Diagram Alir

YA

TIDAK

3

BAB IV ANALISA DATA

4.1 Analisa Hidrologi 4.1.1 Perhitungan Curah Hujan Rata – Rata 4.1.1.1 Thiessen Polygon

Perhitungan ini bertujuan untuk memperoleh besarnya hujan harian maksimum yang terjadi pada suatu daerah. Berdasarkan hasil studi sebelumnya ada dua stasiun hujan yang berada dekat dengan lokasi bendungan Tugu, yaitu: stasiun Tugu dan Pule. Perhitungan dilakukan pada setiap tahunnya sehingga akan diketahui curah hujan rata – rata maksimum. Tabel 4.2 Perhitungan Curah Hujan Rata - Rata

No Tahun

Curah Hujan (mm) Luas DAS

R Stasiun Tugu Pule

Tugu Pule 0.56803 0.43197 mm 1 1976 83 85 47.15 36.72 83.86 2 1977 66 57 37.49 24.62 62.11 3 1978 160 146 90.89 63.07 153.95 4 1979 65 74 36.92 31.97 68.89 5 1980 61 67 34.65 28.94 63.59 6 1981 200 115 113.61 49.68 163.28 7 1982 95 70 53.96 30.24 84.20 8 1983 285 85 161.89 36.72 198.61 9 1984 46 89 26.13 38.44 64.57

10 1985 84 71 47.71 30.67 78.38 11 1986 70 56 39.76 24.19 63.95 12 1987 98 125 55.67 54.00 109.66 13 1988 90 62 51.12 26.78 77.90 14 1989 97 75 55.10 32.40 87.50 15 1990 96 53 54.53 22.89 77.43 16 1991 97 162 55.10 69.98 125.08 17 1992 160 135 90.89 58.32 149.20 18 1993 97 104 55.10 44.92 100.02 19 1994 80 67 45.44 28.94 74.38 20 1995 92 90 52.26 38.88 91.14 21 1996 95 70 53.96 30.24 84.20 22 1997 64 23 36.35 9.94 46.29 23 1998 68 85 38.63 36.72 75.34 24 1999 72 91 40.90 39.31 80.21 25 2000 116 65 65.89 28.08 93.97 26 2001 79 60 44.87 25.92 70.79 27 2002 72 67 40.90 28.94 69.84 28 2003 110 85 62.48 36.72 99.20 29 2004 98 87 55.67 37.58 93.25 30 2005 120 157 68.16 67.82 135.98 31 2006 106 74 60.21 31.97 92.18 32 2007 160 234 90.89 101.08 191.97 33 2008 75 123 42.60 53.13 95.73 34 2009 78 107 44.31 46.22 90.53 35 2010 73 106 41.47 45.79 87.25

(Sumber: Hasil Perhitungan dari Data Hidroklimatologi)

Kesimpulan: Untuk hujan rata – rata maksimum diperoleh dari perhitungan Thiessen Polygon adalah sebesar 198.61 mm

4.1.2 Analisa Distribusi Frekuensi Untuk menghitung curah hujan rencana seperti pada Bab II akan dilakukan dengan dua metode yaitu EJ Gumbel dan Log Pearson Type III.

4.1.2.1 EJ Gumbel Dalam metode E.J Gumbel, pertama

kali akan dilakukan perhitungan variable - variabel distribusi data seperti banyaknya jumlah data, nilai rata – rata, standar deviasi, nilai factor reduksi nilai rata – rata, dan nilai factor reduksi standar deviasi. Untuk nilai reduksi nilai rata – rata dan standart deviasi bisa dilihat pada tabel 4.3 dan 4.4 dengan melihat N (jumlah data). Tabel 4.5 Perhitungan Curah Hujan Rencana

Metode EJ Gumbel No Tahun X

No Tahun X

1 1983 198.61

19 1982 84.20 2 2007 191.97

20 1996 84.20

3 1981 163.28

21 1976 83.86 4 1978 153.95

22 1999 80.21

5 1992 149.20

23 1985 78.38 6 2005 135.98

24 1988 77.90

7 1991 125.08

25 1990 77.43 8 1987 109.66

26 1998 75.34

9 1993 100.02

27 1994 74.38 10 2003 99.20

28 2001 70.79

11 2008 95.73

29 2002 69.84 12 2000 93.97

30 1979 68.89

13 2004 93.25

31 1984 64.57 14 2006 92.18

32 1986 63.95

15 1995 91.14

33 1980 63.59 16 2009 90.53

34 1977 62.11

17 1989 87.50

35 1997 46.29 18 2010 87.25

N = 35 jumlah data Xr = 96.70 nilai rata - rata

stdev = 36.22 standar deviasi yn = 0.5402 reduced mean sn = 1.1285 reduced standar deviasi

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Kemudian dilakukan perhitungan curah hujan rencana dengan metode E.J. Gumbel dengan periode ulang tertentu berdasarkan persamaan 2.3 sampai 2.6 pada bab II.

Misalkan untuk periode ulang 10 tahun maka: yT = - [ ln . ln(10/9) ] = 2,25037

5154,11,1285

5402,025037,2=K

XT = 96,70 + (1,5154 . 36,22) = 151,59

4

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana untuk Periode Ulang T dengan Metode EJ Gumbel

T(tahun) yT K XT (mm) 2 0.36651 -0.1539 91.12 5 1.49994 0.8505 127.51

10 2.25037 1.5154 151.59 25 3.19853 2.3556 182.03 50 3.90194 2.9789 204.61 100 4.60015 3.5977 227.02 200 5.29581 4.2141 249.35

1000 6.90726 5.6421 301.07 (Sumber: Hasil Perhitungan)

Kesimpulan: Misalkan untuk periode ulang 100 tahun maka besar curah hujan yang mungkin terjadi sebesar R = 227.02 mm

4.1.2.2 Log Pearson Type III

Dengan menggunakan persamaan 2.11 pada Bab II maka dapat dihitung curah hujan rencana sesuai dengan periode ulangnya, seperti terlihat pada tabel berikut ini. X merupakan curah hujan maksimum yang tercatat dari kedua stasiun yang sudah dihitung menggunakan metode Thiesen Polygon. Log X adalah nilai logaritma dari curah hujan maksimum sedangkan Log Xr didapat dari jumlah total LogX dibagi dengan banyaknya data. Sd Log X adalah standart deviasi yang didapat dari total (Log X-Log Xr)2 dibagi dengan banyaknya data dikurangi satu lalu dipanglkatkan dengan 0,5. Untuk nilai K di dapat dilihat pada tabel 2.3 pada Bab II dengan menggunakan nilai Cs = 0,4 maka didapat nilai K untu periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 1000 tahun. Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Curah Hujan

Rencana untuk Periode Ulang T Tahun dengan Metode Log Pearson Type III

T(tahun) log Xr K Sd

logX log X

Xt (mm)

2 1.96 -0.066 0.14 1.95 89.36 5 1.96 0.816 0.14 2.08 119.62

10 1.96 1.317 0.14 2.15 141.17 25 1.96 1.880 0.14 2.23 170.06 50 1.96 2.261 0.14 2.29 192.89

100 1.96 2.615 0.14 2.34 216.84 200 1.96 2.949 0.14 2.38 242.16

1000 1.96 3.670 0.14 2.49 307.36 (Sumber: Hasil Perhitungan)

Dari tabel 4.7 di atas Xt merupakan hujan yang mungkin terjadi pada periode ulang T tahun dengan menggunakan persamaan Log Pearson

Type III. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, misalkan untuk periode ulang 100 tahun maka besar curah hujan yang mungkin terjadi sebesar R = 216.84 mm

4.1.3 Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi 4.1.3.1 Uji Kesesuaian Chi Square

Dalam melakukan uji kesesuaian data dengan metode chi kuadrat melalui beberapa tahapan berikut ini:

a. Mengurutkan data pengamatan dari besar ke kecil .

b. Mengelompokkan data menjadi G subgrup, tiap–tiap subgroup minimal 4 (empat) data pengamatan. Sedangkan banyak kelas ditentukan dari persamaan 2.17 pada Bab II.

G = 1 + 3,322 log 35 = 6,1297≈ 6 c. Menentukan derajat kebebasan

dk = G – R – 1 = 3 (nilai R=2, untuk distribusi log normal).

Dengan derajat kepercayaan α = 5 % dan dk =3 maka diperoleh χkr = 7.815 berdasarkan tabl 2.5 pada bab II. Dari hasil perhitungan G jumlah kelas distribusi = 6 sub kelompok dengan interval peluang (P) = 0,1667 maka besarnya peluang untuk setiap grup adalah :

Sub group 1 : P < 0,1667 Sub group 2 : 0,1667 < P < 0,3334 Sub group 3 : 0,3334< P < 0,50 Sub group 4 : 0,50 < P < 0,6667 Sub group 5 : 0,6667 < P < 0,8334 Sub group 6 : P > 0,8334

4.1.3.1.1 Uji Kesesuaian Chi Square Distribusi

Frekuensi E.J Gumbel Persamaan dasar yang digunakan dalam metode distribusi Log Pearson type III adalah:

XT = Xr + K . Sd (pers.2.3 bab II) Dari hasil perhitungan sebelumnya pada tabel 4.7 didapat:

Xr = 96,70 Sd = 36,22

Berdasarkan persamaan garis lurus : XT = 96,70 + k ( 36,22) , maka: Untuk P = 0.8334 X = 96,70 + 2,09116 ( 36,22) =172,44 Untuk P = 0.6667 X = 96,70 + 0,910453 ( 36,22) =129,68 Untuk P = 0.50 X = 96,70 + 0,366 ( 36,22) =109,95 Untuk P = 0.3334 X = 96,70 + (-0,094125) ( 36,22) =93,29 Untuk P = 0.1667 X = 96,70 + (-0,595214) ( 36,22) =75,14

Sehingga :

5

Sub group 1 : X < 75,14 Sub group 2 : 75,14 < X < 93,29 Sub group 3 : 93,29 < X < 109,95 Sub group 4 : 109,95 < X < 129,68 Sub group 5 : 129,68 < X < 172,44 Sub group 6 : X > 172,44

Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan Chi Kuadrat

Tabel 4.10 Perhitungan Chi Kuadrat untuk

distribusi E.J. Gumbel

No Nilai batas

Sub Kelompok

Jumlah data (Oi-

Ei)2 (Oi-Ei)2

Oi Ei Ei 1 X < 75,14 9 5.83 10.028 1.719

2 75,14 < X <

93,29 14 5.83 66.694 11.433

3 93,29 < X <

109,95 5 5.83 0.694 0.119

4 109,95 < X <

129,68 1 5.83 23.361 4.005

5 129,68 < X <

172,44 4 5.83 3.361 0.576 6 X > 172,44 2 5.83 14.694 2.519

Total 35 35 20.371 (Sumber: Hasil Perhitungan)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan :

χkr = 7,815 χ2 = 20,371 χkr < χ2 tidak dapat diterima

maka persamaan distribusi E.J Gumbel yang diperoleh tidak dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang curah hujan rencana dalam penyusunan studi akhir perencanaan spillway bendungan Tugu ini.

4.1.3.1.2 Uji Kesesuaian Chi Square Distribusi

Frekuensi Log Pearson Type III Persamaan dasar yang digunakan dalam metode distribusi Log Pearson type III adalah:

LogX = LogX + K . Sdlog x LogX = 1,96

Sdlog x = 0,14 Berdasarkan persamaan garis lurus : Log X = 1,96 + k .(0,14) , maka: Untuk P = 0.8334 Log X = 1,96 + (-0,98696).(0,14) X=66,35 Untuk P = 0.6667 Log X = 1,96 + (-0,43009).(0,14) X=79,394 Untuk P = 0.50 Log X = 1,96 + (0).(0,14) X=91,2 Untuk P = 0.3334 Log X = 1,96 + (0,42982).(0,14) X=104,755 Untuk P = 0.1667 Log X = 1,96 + (0,84).(0,14) X=119,564

Sehingga :

Sub group 1 : X < 66,35 Sub group 2 : 66,35 < X < 79,394 Sub group 3 : 79,394 < X < 91,2 Sub group 4 : 91,2 < X < 104,755 Sub group 5 : 104,755 < X < 119,564 Sub group 6 : X > 119,564

Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan Chi Kuadrat sesuai pada persamaan 2.16 pada bab II

Tabel 4.12 Perhitungan Chi Kuadrat untuk

distribusi Log Pearson Type III

No Nilai batas Sub Kelompok

Jumlah data (Oi-

Ei)2

(Oi-Ei)2

Oi Ei Ei 1 X < 66,35 5 5.83 0.694 0.119 2 66,3 < X < 79,394 8 5.83 4.694 0.805 3 79,394 < X < 91,2 8 5.83 4.694 0.805 4 91,2 < X < 104,75 6 5.83 0.028 0.005 5 104,7 < X < 119,5 1 5.83 23.361 4.005 6 X > 119,564 7 5.83 1.361 0.233

Total 35 35 5.971 (Sumber: Hasil Perhitungan)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan :

χkr = 7,815 χ2 = 5,971 χkr > χ2 diterima

maka persamaan distribusi log pearson type III yang diperoleh dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang curah hujan rencana dalam penyusunan studi akhir perencanaan spillway bendungan Tugu ini.

4.1.3.2 Smirnov Kolmogorov

Uji ini digunakan untuk menguji simpangan horisontal yaitu selisih / simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris (D maks).

Tabel 4.13 Perhitungan Uji Smirnov

Kolmogorov N = 35 jumlah data

Xr = 96.70 nilai rata - rata stdev = 36.22 standar deviasi Dmax = 0.11 peringkat m =34 Do = 0.23 lihat tabel 2.6 bab II Do > Dmax DITERIMA (Sumber: Hasil Perhitungan)

Karena nilai Do yang diambil pada tabel 2.6 bab II dengan nilai kritis Do = 0,23 (Dmaksimum = 0,11 < Do = 0,23) maka distribusi yang diperoleh dapat diterima untuk menghitung distribusi peluang curah hujan rencana dalam penyusunan studi akhir perencanaan spillway bendungan Tugu ini.

6

4.1.4 Kesimpulan Analisa Frekuensi Kesimpulan yang diperoleh dari hasil Uji Kecocokan Chi Square dan Smirnov Kolmogorov untuk menentukan persamaan distribusi yang dipakai dalam perhitungan selanjutnya (debit banjir rencana) adalah menggunakan metode Log Pearson Type III karena hanya metode ini yang memenuhi uji kecocokan. Tabel 4.14 Kesimpulan Hasil Distribusi

Persamaan Distribusi

Uji Kecocokan

Evaluas

i

Uji Kecocokan

Evaluas

i Chi - Kuadrat Smirnov

Kolmogorov

Xh2 Nilai Xh2 Dma

ks Nilai Do

Gumbel 20.371 > 7.81

NOT

OK

0.1 < 0.2 OK Log Pearson Tipe III

5.971 < 7.81 OK

(Sumber: Hasil Perhitungan)

4.1.5 Perhitungan Curah Hujan Efektif Periode Ulang Distribusi hujan yang sering terjadi di Indonesia dengan hujan terpusat 5 jam dan koefisien pengaliran sebesar 0,75 karena termasuk kategori pegunungan tersier. Tabel 4.16 Perhitungan Distribusi Tinggi Hujan

Efektif Periode Ulang 100 Tahun

Jam ke -

Rt RT'

Periode ulang (th) : 100 R24 maks (mm) : 216.84

(mm) (mm) Rt=RtxR24 (mm)

RT=RT'xR24 (mm)

1 0.585 0.585 126.854 126.854 2 0.368 0.152 79.799 32.960 3 0.281 0.107 60.933 23.202 4 0.232 0.085 50.308 18.432 5 0.200 0.072 43.369 15.613

(Sumber: Hasil Perhitungan) Tabel 4.17 Perhitungan Distribusi Tinggi Hujan

Efektif Periode Ulang 100 Tahun

Jam ke -

Rt Koefisien Pengaliran

Periode ulang (th) : 100 R24 maks (mm) : 216.84

(mm) C RT (mm)

Re=RTxC (mm)

1 0.585 0.75 126.854 95.140 2 0.152 0.75 32.960 24.720 3 0.107 0.75 23.202 17.402 4 0.085 0.75 18.432 13.824 5 0.072 0.75 15.613 11.710

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Perhitungan Distribusi Hujan dari hasil tabel 4.17 nantinya akan dipakai untuk perhitungan debit hidrograf satuan Nakayasu.

4.1.6 Perhitungan Hidrograf Banjir Untuk membuat hidrograf banjir pada

sungai - sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu, misalnya waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar saluran, luas, kemiringan saluran, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan sebagainya

Dalam perhitungan hidrograf satuan spillway pada bendungan Tugu ini digunakan metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Hidrograf satuan Nakayasu. Parameter hidrograf: (lihat persamaan 2.19 sampai 2.24 pada bab II) A = 43,6 km2 L = 13,6 km R0 = 1 mm tr = 1 jam tg = 0,4 + 0,058 x L = 0,4 + 0,058 x 13,6 = 1,1888 jam Tp = tg + (0,8 x tr) = 0,922 + (0,8 x 1)

= 2,9888 jam α = 3 (untuk bagian naik hidrograf yang

cepat dan bagian menurun yang lambat)

T0,3 = α x tg = 3 x1,1888

= 3,5664 jam

dtm

x

AxR

/,787353=

)5664,3 x2,9888 x (0,3 x 3,616,43=

)T T x (0,3 x 3,6= Q

3

0,3p

0p

Grafik 4.1 Hidrograf Satuan Nakayasu

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Q (m

3/d

t)

t (jam)

UNIT HIDROGRAF NAKAYASU

7

4.1.7 Perhitungan Debit Perhitungan hidrograf debit banjir periode ulang 100 tahun dengan metode Nakayasu, ditabelkan dalam tabel 4.22:

Tabel 4.22 Perhitungan Debit Banjir periode Ulang 100 tahun

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Grafik 4.2 Hidrograf Satuan Nakayasu

Periode Ulang 100 tahun

Dari hasil perhitungan tabel 4.22 dapat dibuat grafik hidrograf Nakayasu hubungan antara debit dan waktu yang disajikan pada grafik 4.2 diatas. Dari tabel 4.22 dan grafik 4.2 dapat dilihat bahwa debit maksimum terbesar pada periode ulang 100 tahun dengan Metode Nakayasu adalah sebesar 404,401 m3/dt.

4.2 Lengkung Kapasitas Waduk Lengkung kapasitas waduk adalah grafik

hubungan antara elevasi dengan luas dan volume suatu waduk.. Untuk perhitungan luas dibatasi oleh masing – masing kontur. Kemudian dihitung volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan. Akumulasi seluruh pertambahan sibawah suatu elevasi tertentu merupakan volume tampungan waduk tersebut. Perhitungan luasan tiap elevasi pada DAS Waduk Tugu ini dihitung menggunakan program AutoCAD dengan beda elevasi kontur sebesar 5 m. Untuk menghitung volume antar elevasi menggunakan rumus 2.27 pada bab II kemudian dibandingkandan dipilih hasil yang besar yang dipakai. Hasil perhitungan luas waduk pada masing – masing elevasi ditabelkan dalam tabel 4.15 sebagai berikut. Perhitungan volume antar elevasi yang digunakan adalah rumus 2.27b pada bab II.

Tabel 4.23 Perhitungan Lengkung Kapasitas Waduk

(Sumber: Hasil Perhitungan)

t Q Q akibat hujan netto m3/dt Q

banjir jam ke-1

jam ke-2

jam ke-3

jam ke-4

jam ke-5

jam m3/dt 95.140 24.720 17.402 13.824 11.710 m3/dt 1 2 3 4 5 6 7 8

0 0.0000 0.000 0.000 1 0.2736 26.032 0.000 26.032 2 1.4442 137.398 6.764 0.000 144.162 3 3.8215 363.580 35.700 4.761 0.000 404.041 4 2.6920 256.122 94.469 25.131 3.782 0.000 379.504 5 1.9207 182.740 66.548 66.501 19.964 3.204 338.957 6 1.3704 130.383 47.481 46.846 52.828 16.911 294.449 7 1.0280 97.802 33.877 33.424 37.214 44.748 247.066 8 0.8208 78.092 25.412 23.848 26.552 31.523 185.426 9 0.6554 62.354 20.291 17.889 18.945 22.491 141.969

10 0.5233 49.788 16.201 14.283 14.211 16.047 110.530 11 0.4178 39.754 12.936 11.405 11.347 12.037 87.479 12 0.3354 31.913 10.329 9.106 9.060 9.611 70.020 13 0.2833 26.956 8.292 7.271 7.234 7.674 57.428 14 0.2393 22.769 7.004 5.837 5.776 6.128 47.514 15 0.2022 19.233 5.916 4.930 4.637 4.893 39.609 16 0.1708 16.246 4.997 4.165 3.917 3.928 33.252 17 0.1442 13.723 4.221 3.518 3.308 3.318 28.088 18 0.1218 11.591 3.566 2.971 2.795 2.802 23.725 19 0.1029 9.791 3.012 2.510 2.360 2.367 20.040 20 0.0869 8.270 2.544 2.120 1.994 1.999 16.928 21 0.0734 6.986 2.149 1.791 1.684 1.689 14.298 22 0.0620 5.901 1.815 1.513 1.423 1.427 12.078 23 0.0524 4.984 1.533 1.278 1.202 1.205 10.202

0

40

80

120

160

200

240

280

320

360

400

440

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24

Q (m

3/d

t)

t (jam)

UNIT HIDROGRAF NAKAYASU

Elevasi Luas Genangan

Volume Genangan

Volume Kumulatif

m m2 m3 m3

185 1087.0438 0 0 190 7127.4760 20536.300 20536.300 195 17170.7875 60745.659 81281.958 200 29579.1098 116874.743 198156.702 205 43089.8776 181672.469 379829.170 210 60257.4149 258368.231 638197.401 215 78693.8908 347378.264 985575.666 220 104546.7413 458101.580 1443677.246 225 135567.8929 600286.586 2043963.831 230 172919.5857 771218.697 2815182.528 235 221157.6009 985192.967 3800375.494 240 254433.4516 1188977.631 4989353.126 245 298583.8998 1382543.379 6371896.504 250 348184.8564 1616921.891 7988818.395 255 398845.5915 1867576.120 9856394.514 260 449453.2454 2120747.092 11977141.607 265 493843.8626 2358242.770 14335384.377

8

4.3 Penelusuran Banjir ( Flood Routing ) Penelusuran banjir ini bertujuan untuk

mengetahui berapa tinggi di atas bangunan pelimpah dari suatu bendungan dengan lebar yang telah ditentukan. Kemudian dari tinggi air ini dapat dicari tebal air yang melewati bangunan pelimpah tersebut.

Elevasi puncak spillway direncanakan pada elevasi +251.00 meter.

4.3.1 Hubungan Elevasi dengan Tampungan

Hubungan elevasi dan tampungan dicari berdasarkan lengkung kapasitas waduk diatas (tabel 4.15). Langkah – langkah perhitungan sebagai berikut: Menghitung luas tampungan diatas mercu

spillway dengan cara interpolasi data kapasitas tampungan waduk, dimana elevasi puncak spillway ditetapkan = +251,0 meter

Hasil interpolasi kemudian diplot menjadi sebuah kurva hubungan antara elevasi, luas tampungan dan volume diatas puncak pelimpah (lihat grafik 4.4)

Grafik 4.4 Hubungan Elevasi, Luas Tampungan

dan Volume diatas Puncak Pelimpah

4.3.2 Penulusuran Banjir dengan Lebar Spillway 30 meter

Untuk perencanaan kapasitas spillway, perhitungan penelusuran banjir dicari dengan periode ulang 100 tahun (Q100) serta lebar spillway direncanakan sesuai dengan hasil studi sebelumnya yaitu sebesar 30 meter dimana letak bangunan pelimpah ini direncanakan berada pada as bendungan, berbeda dari hasil studi sebelumnya yang bangunan pelimpahnya berada disamping dari tubuh bendungan.

Dengan hasil perhitungan seperti pada tabel 4.19 dan digambarkan dalam grafik hubungan debit banjir Qinflow dan Qoutflow pada bangunan pelimpah sebagai berikut:

Grafik 4.5 Elevasi, 2

.QtS , dan Debit Outflow

BAB V PERENCANAAN SPILLWAY

5.1 Perencanaan Tubuh Bendungan

Dalam tugas akhir ini desain dari tubuh bendungan di desain sama dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh PT Indra Karya. Berdasarkan pertimbangan ketersediaan material timbunan disekitar lokasi proyek maka bendungan direncanakan dengan tipe urugan batu dengan inti tegak. Bendungan pengelak nantinya akan dimanfaatkan menjadi satu kesatuan dengan tubuh bendungan utama. Kemiringan lereng pada desain bendungan Tugu tahun 2009 untuk bagian hulu direncanakan 1 : 2,25 dan kemiringan bagian hilir 1 : 2,0.

Selanjutnya dalam tugas akhir ini akan direncanakan alternative spillway dari bendungan Tugu yang berbeda dari hasil studi sebelumnya.

5.1.1 Tinggi Jagaan Tinggi jagaan adalah perbedaan antara

elevasi permukaan maksimum – rencana air dalam waduk dan elevasi mercu bendungan. Elevasi permukaan maksimum – rencana

251

252

253

254

255

256

257

258

2590 400 800 1200 1600 2000 2400 2800

251

252

253

254

255

256

257

258

259

350 360 370 380 390 400 410 420 430 440 450

Ele

vasi

(m

)

Volume (m3) Thousands

Ele

vasi

(m

)

Luas (m2) Thousands

251

252

253

254

255

256

257

258

2590 1 2 3 4 5 6

251

252

253

254

255

256

257

258

259

0.00 0.30 0.60 0.90 1.20 1.50

Ele

vasi

(m

)

S+ (dt.Q)/2 106 (m3)

Ele

vasi

(m

)

Q 106 (m3)

9

biasanya merupakan elevasi banjir rencana waduk. Mengingat bendungan tipe urugan dengan tinggi bendungan 50 – 100 m tidak bisa menahan limpasan yang melalui puncaknya maka harus ditambah tinggi sebesar 3,00 m ( hi = 3,00m). Sumber: Bendungan Type Urugan, Suyono Sosrodarsono hal 173 Elevasi muka air banjir = elevasi muka air

normal + tinggi muka air banjir

= +251,00 + 3,16 = +254,16 Elevasi puncak mercu bendungan = elevasi

muka air banjir + tinggi jagaan

= +254,16 + 3,00 = +257,16 Dipakai elevasi puncak mercu bendungan +259,00 (sama dengan hasil studi sebelumnya)

5.1.2 Lebar Mercu Bendungan Lebar mercu bendungan yang memadai

diperlukan agar puncak bendungan dapat bertahan terhadap hempasan ombak di atas permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian puncak tubuh bendungan yang bersangkutan. Disamping itu, pada penentuan lebar mercu perlu pula diperhatikan kegunaannya sebagai jalan jalan lalu lintas umum.

Guna memperoleh lebar minimum mercu bendungan (b), biasanya dihitung dengan rumus sebagai berikut:

b = 3,6 H1/3 - 3,0 dimana : b = lebar mercu bendungan H = tinggi bendungan

= elevasi mercu bendungan – elevasi permukaan pondasi

maka: b = 3,6 (81)1/3 – 3,0 = 12,57 m

Dipakai lebar mercu bendungan 12,5 m

5.1.3 Kemiringan Lereng Bendungan Penentuan kemiringan lereng

bendungan didasarkan pada data – data tanah yang akan digunakan sebagai bahan urugan untuk inti tubuh bendungan, yaitu dari bahan tanah yang diperoleh di sebelah utara atau kiri sungai K. Keser, merupakan endapan koluvial yang umumnya berkembang material lempung dengan spesifikasi yaitu :

- berat volume jenuh (γsat) = 1,8 ton / m3 - sudut geser dalam (Ф) = 15 0

Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Uji Laboratorium Material Tanah Urugan

- Natural Water Content - Specific Gravity - Gradasi Butiran * Gravel * Sand * Silt * Clay - Wet density - Saturated density - Plasticity Index - Internal Friction Angle * Ф Total * Ф Effektif - Cohesion * C Total * C Effektif - Uji Kepadatan (proctor) O M C Max Dry Unit Weight

23,97 – 31,86 % 2.597 – 2,647 0,88 – 15,41 % 16,95 – 32,74 % 22,29 – 34,15 % 37,45 – 47,70 % 1,740 – 1,803 gr/cm3 1,824 – 1,872 gr/cm3 24,67 – 29,06 %

14o 30’ 38” - 16o 45’ 55” 16o 45’ 54” - 19o 29’ 10” 0,354 – 0,420 kg/cm2 0,339 – 0,402 kg/cm2

28,25 – 31,15 % 1,404 – 1,480 gr/cm3

(Sumber: Studi Pendahuluan Perencanaan Teknis Bendungan Tugu Trenggalek. PT. Indra Karya.

2009)

Untuk angka keamanan dalam perencanaan stabilitas lereng bendungan dipakai SF = 1,5. Faktor beban akibat gempa yang digunakan dalam perencanaan sebelumnya didasarkan pada Pedoman Penentuan Beban Gempa Pada Bangunan Pengairan (tahun 1999/2000), hingga didapatkan koefisien faktor gempa untuk Kabupaten Tulungagung sebesar K = 0,14 g.

Perhitungan kemiringan lereng bendungan untuk bagian hulu dan hilir adalah sebagai berikut : a). Kemiringan lereng bagian hulu :

SF = mk

Tankm

'1'

1,5 =

mTanm

80,114,011580,114,0

1,5 = m

m

252,010675,0

m = 2,5 → pakai 2,25 (sama dengan hasil studi sebelumnya)

b). Kemiringan lereng bagian hilir :

SF = nk

Tankn

1

1,5 =

nTann

14,011514,0

n = 1,96 → pakai 2,00 (sama dengan hasil studi sebelumnya)

10

5.1.4 Stabilitas Tubuh Bendungan Untuk kestabilan terhadap lereng permukaan timbunan bendungan ditinjau terhadap: - Untuk kemiringan bagian hilir (tanpa

rembesan) - Untuk kemiringan bagian hulu (dengan

rembesan) Hasil perhitungan untuk desain

bendungan sesuai dengan hasil studi sebelumnya, dimana dalam penulisan tugas akhir ini hanya sebatas pada jenis serta dimensi (tinggi, lebar, kemiringan lereng) sedang kontrol kestabilan tubuh bendungan tidak masuk dalam perhitungan (dianggap stabil)

5.2 Perencanaan Pelimpah

Bangunan pelimpah merupakan suatu bangunan yang harus mampu melimpahkan kelebihan air dari debit banjir yang akan dibuang sehingga kapasitas bendungan dapat dipertahankan sampai batas maksimum.

Kelebihan air akibat debit banjir yang tidak terbuang akan mengakibatkan melimpahnya air banjir melalui mercu bendungan. Hal ini sangat tidak diharapkan terutama pada bendungan tipe urugan.

Tipe bangunan pelimpah/spillway pada bendungan direncanakan memakai tipe spillway yang biasa digunakan pada bendungan tipe urugan yaitu pelimpah bebas mercu ogee.

5.2.1 Perhitungan Dimensi pelimpah

Perhitungan bentuk pelimpah bebas mercu ogee adalah sebagai berikut : Dari perhitungan sebelumnya didapat : Q = 363,51 m3/dtk h0 = 3,16 mater L = 30,00 meter P = 3,00 meter Perhitungan puncak pelimpah :

q = LQ

= 12,117 m3/dtk/m

ha = 2

0

2

2 hPgq

= 0,197 m

H0 = h0 + ha= 3,357 m

0Hha = 0,059

Dari grafik hubungan antara 0H

ha dengan nilai k

dan nilai n didapat : k = 0,51 n = 1,845

Persamaan lengkung bagian downsteam spillway bendungan tipe ogee adalah :

0HY

= n

HXk

0

357,3Y

= 845.1

357,351,0

X

Y = 0,18 X1,87 Tabel 5.2. Perhitungan lengkung downstream

untuk spillway tipe ogee

(Sumber: Hasil Perhitungan) Untuk lengkung bagian upstream spillway bendungan tipe ogee dicari dari grafik hubungan

antara 0H

ha dengan nilai 0H

X c , nilai 0H

Yc dan

nilai 0H

R :

R1 = 0,500 H0 = 1,679 meter R2 = 0,210 H0 = 0,705 meter Xc = 0,252 H0 = 0,846 meter Yc = 0,100 H0 = 0,336 meter

5.2.2 Perhitungan tinggi muka air di atas ambang

pelimpah Untuk mengetahui tinggi muka air

dalam bangunan pelimpah digunakan perumusan Bernoulli. Perhitungan tinggi muka air pada bangunan pelimpah dengan panjang pelimpah sebesar 30 meter adalah sebagai berikut :

5.2.2.1 Perhitungan tinggi muka air di titik 1

Dari perhitungan sebelumnya diketahui untuk kondisi di hulu adalah : Q = 363,51 m3/dtk h0 = 3,16 m L = 30 m g = 9,81 m/dtk2

Titik X (m) Y (m) 1 0.00 0.00 2 1.18 0.25 3 1.72 0.50 4 2.15 0.75 5 2.51 1.00 6 2.83 1.25 7 3.12 1.50 8 3.40 1.75 9 3.65 2.00

10 3.89 2.25 11 4.12 2.50 12 4.34 2.75 13 4.55 3.00 14 4.75 3.25 15 4.95 3.50

11

n = 0,02 (koefisien manning untuk beton diplester, sumber : Anggrahini, Ir, MSc, Hidrolika saluran terbuka) θ = 12 0

z0 = 0,25 m l = 1,18 m pada kondisi tersebut, ketika air melimpah di atas puncak spillway, kedalaman air dihilir akan menurun sedangkan debit aliran bertambah sampai aliran di atas ambang menjadi aliran kritis, sehingga untuk perhitungan tinggi muka air di atas ambang pelimpah dipakai tinggi muka air kritis (hcr).

Perhitungan kedalaman kritis (hcr) dan kecepatan kritis (vcr) pada bagian hulu spillway adalah :

hcr = 3

2

LgQ

= 32

3081,951,363

= 2,54 meter

vcr = Lh

Q

cr

= 3054,02

51,363

= 4,763 m/dtk Dengan memakai persamaan Bernoulli :

g

vCosdz2

20

00 fHg

vCosdz

2

21

11

81,92763,41216,325,0

2

Cos

fHvCosd

81,92120

21

1

4,01 fHvCosd

81,9212

21

1

Dengan cara coba – coba dimasukkan harga d1 = 2,015 meter, sehingga didapat : A = Ld 1 = 60,45 m2 P = Ld 12 = 34,03 m

R = PA

= 1,776 m

v1 = AQ

= 6,013 m/dtk

Hf = lR

vn

3/4

21

2

= 0,008 m

Nilai dari hasil perhitungan diatas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga :

4,01 = fHvCosd

81,9212

21

1

4,01 = 008,081,92

013,612015,22

Cos

4,01 = 4,01 → OK 5.2.2.2 Perhitungan tinggi muka air di titik 2

Dari perhitungan sebelumnya diketahui : Q = 363,51 m3/dtk h0 = 2,015 m L = 30 m g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02 θ = 25 0

z0 = 0,25 m l = 0,54 m v0 = 6,013 m/dtk d1 = 1,835

5.2.2.3 Perhitungan tinggi muka air di titik 3 Dari perhitungan sebelumnya diketahui : Q = 363,51 m3/dtk h0 = 1,835 m L = 30 m g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02 θ = 34 0

z0 = 0,75 m l = 1,11 m v0 = 6,603 m/dtk d1 = 1,551

5.2.2.4 Perhitungan tinggi muka air di titik 4 Dari perhitungan sebelumnya diketahui : Q = 363,51 m3/dtk h0 = 1,551 m L = 30 m g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02 θ = 45 0

z0 = 1.75 m l = 1,72 m v0 = 7,812 m/dtk d1 = 1,242 meter

Gambar 5.5 Tinggi muka air di atas pelimpah

12

4

3

12

4

3

5.2.3 Perhitungan tinggi muka air pada saluran transisi

Saluran transisi direncanakan dengan dinding tegak yang mengalami penyempitan kearah hilir dengan inklinasi sebesar 12° 30’. Dengan direncanakan lebar saluran peluncur adalah 60%-65% dari lebar spillway. Lebar spillway (B) = 30 m Lebar saluran peluncur (b) = 62.5 % x 30

= 18.7 m Maka dengan inklinasi sebesar 12° 30’ dapat diketahui panjang dari saluran transisi ini:

L = f

bB)5,12tan(2/)(

= 25,4855 m ≈ 25,5 m

Gambar 5.6 Tampak atas saluran transisi Untuk perhitungan profil muka air disaluran transisi ini dapat dilihat di gambar di bawah ini:

Gambar 5.7 Potongan memanjang saluran transisi

Data – data perhitungan kondisi muka air pada saluran transisi: Q = 363,51 m3/dtk B = 30 m b = 18,7 m L = 25,5 m Z1 = 2.4 m dc1 = 1,242 m v1 = 9,756 m/dtk g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02

k = koefisien kehilangan tinggi tekanan yang disebabkan oleh perubahan penampang lintang saluran transisi yang besarnya antara 0,1 – 0,2 ( dipakai k = 0,15).

Dengan cara coba – coba dimasukkan harga dc2 = 1,763 meter, sehingga didapat : Nilai dari hasil perhitungan diatas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga :

fccc

c Hg

vvkg

vd

2)(

249,8

22

21

22

2

733,0)81,9(2

)026,11756,9(15,0)81,9(2

026,11763,149,8222

8,49= 8,49 → OK

5.2.4 Perhitungan tinggi muka air pada saluran

belokan Saluran belokan diperlukan untuk

mengarahkan aliran akibat posisi pelimpah langsung tidak tepat lurus menuju sungai di hilir. Pada saluran belokan ini muka air antara tikungan dalam dan tikungan luar mempunyai beda tinggi. Hal ini akibat adanya pengaruh aliran superkritis pada saluran melengkung.

Sketsa saluran belokan pada perencanaan spillway disini adalah sebagai berikut:

Gambar 5.8 saluran peluncur belokan tampak

atas Data – data perhitungan kondisi muka air pada saluran peluncur belokan: Q = 363,51 m3/dtk b2 = 18,7 m b3 = 18,7 m L = 21 m Z2 = 0 m dc2 = 1,763 m vc2 = 11,026 m/dtk g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02

13

Kecepatan (vc3) pada saluran tikungan ini dihitung menggunakan pendekatan rumus :

tanθ = gRV 22

dimana: θ = sudut kelengkungan = 18° R= jari – jari kelengkungan V= kecepatan

Sumber: Suyono Sosrodarsono hal 212 Pada tikungan dalam R0= 58,65 m V = 9,67 m/dtk Pada tikungan luar R1= 77,35 m V = 11,10 m/dtk Pada tengah saluran (kecepatan rata-rata) R= 68,0 m V = 10,41 m/dtk

Sedangkan beda tinggi antara muka air di tikungan yaitun antara ketinggian permukaan air pada tanggul bagian dalam dan bagian luar dihitung dengan pendekatan yang dilakukan oleh Apmann yang mengasumsikan kecepatan yang berbeda sehingga rumusnya:

∆H = g

KV2

2

dimana: K = RB

dengan nilai ≤ 0,7

B = lebar saluran R = jari – jari kelengkungan lengkung tengah

Sumber: K.G. Ranga Raju . Aliran Melalui Saluran Terbuka. 1986. hal 288

Jadi ∆H = 1,5189 ≈ 1,52 m Pada perencanaan ini hanya dihitung salah satu metode untuk mengurangi superelevasi yang terjadi yaitu dengan membuat dasar dari saluran menjadi miring (Miring Tikungan). Metode ini cocok digunakan untuk saluran yang keadaan alirannya sama dengan yang dirancangannya. Kelemahan metode ini adalah kemungkinan terjadinya erosi pada dinding dalam jika alirannya lambat.

S = 16,06881,9

41,10 2

x

Jadi kemiringan dasar saluran dibuat miring kearah dalam sebesar 0,16. Perhitungan kedalaman kritis section 3 (dc3) dan kecepatan kritis vc3 pada bagian saluran tikungan dengan cara coba – coba dimasukkan harga dc3 = 1,81 Nilai dari hasil perhitungan diatas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga :

fccc

c Hg

vvkg

vd

2)(

296,7

23

22

23

3

523,0)81,9(2

)026,1141,10(15,0)81,9(2

41,10793,196,7222

7,96 = 7,96 → OK

5.2.5 Perhitungan tinggi muka air pada saluran peluncur

Saluran peluncur didesain berbentuk segi empat serta pada ujung hilir terdapat bagian yang berbentuk terompet, sehingga terjadi pelebaran penampang saluran dengan sudut sebesar = tan-1 (1/3F). Data – data perhitungan kondisi muka air pada saluran peluncur: Q = 363,51 m3/dtk b3 = 18,7 m L = 270 m Z2 = 50 m dc3 = 1,81 m vc3 = 10,41 m/dtk g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02 Perhitungan kedalaman kritis section 4 (dc4) dan kecepatan kritis vc3 pada bagian saluran peluncur dengan cara coba – coba dimasukkan harga dc4= 1,046 Nilai dari hasil perhitungan diatas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga :

fccc

c Hg

vvkg

vd

2)(

233,57

24

23

24

4

464,40)81,9(2

)854,1841,10(15,0)81,9(2

854,18046,133,57222

57,33 = 57,30 → OK

Perhitungan bagian terompet pada saluran peluncur (section 5)

Besarnya angka Froude: F = 80,54

24

c

c

gxdv

Besarnya inklinasi atau pelebaran :

tan θ = 057.080,53

13

1

xxF

θ = 3,276° maka untuk lebar saluran peluncur pada bagian terompet direncanakan sebesar 40 meter (untuk selanjutnya sebagai lebar dari saluran kolam olak) Data – data perhitungan kondisi muka air pada saluran peluncur terompet: Q = 363,51 m3/dtk b4 = 18,7 m b5 = 40 m L = 180 m

14

Z4 = 20,6 m dc4 = 1,046 m vc4 = 18,854 m/dtk g = 9,81 m/dtk2 n = 0,02 Perhitungan kedalaman kritis section 5 (dc5) dan kecepatan kritis vc5 pada bagian saluran peluncur dengan cara coba – coba dimasukkan harga dc5 = 0,641 Nilai dari hasil perhitungan diatas dimasukkan dalam persamaan Bernoulli, sehingga :

fccc

c Hg

vvkg

vd

2)(

225,39

25

24

25

5

31,27)81,9(2

)177,14854,18(15,0)81,9(2

177,1465,025,39222

39,25= 39,30→ OK

5.2.6. Perhitungan Dimensi Bangunan Peredam

Energi Tipe kolam olakan sendiri ada empat tipe

yang dibedakan berdasarkanhidrolika dan konstruksinya. Di dalam menentukan tipe kolam olakan, maka terlebih dahulu harus menghitung bilangan Froude.

Dari perhitungan sebelumnya didapat harga: v1 = 14,177 m/dtk d1 = 0,641 m

Besarnya angka Froude: F = 65,5 Oleh karena F > 4,5 dan v < 18 m/dtk maka digunakan bangunan peredam energi kolam olakan tipe III. Tinggi air pada kolam (d2)

18121 2

1

2 Fdd

d2 = 4,82 m Sumber: KP-02. Hal 56

Panjang kolam olakan

Untuk menentukan panjang kolam olakan dipakai rumus :

L = 5 (n + d2) dimana : L = panjang kolam olakan, m n = tinggi ambang ujung kolam

=18

)18(1 Fd

d2 = kedalaman air di atas ambang, m

Sumber: KP-02. Hal 57 Jadi L = 5 x ( 0,85 + 4,82 )

= 28,4 m Perencanaan Gigi Pemencar Aliran (blok

muka) Jumlah gigi pemencar aliran 31 buah tinggi = d1= 0,64 m

lebar = d1= 0,64 m jarak antar blok = d1= 0,64 m jarak blok tepi ke tepi = 0,5d1= 0,32 m Cek lebar kolam olakan 40 = (31 x 0,64) + (30 x 0,64) + (2 *0,32) 40 = 39,68 OK

Sumber: KP-02. Hal 59 Perencanaan Gigi Benturan (blok halang)

Jumlah gigi pemencar aliran 27 buah

tinggi = n3 = 16

)65,54(64,06

)4(1

Fd

m tebal bagian atas blok = 0,2 n3 = 0,2 m lebar = 0,75 n3 = 0,75 m jarak antar blok = 0,75 n3 = 0,75 m jarak blok tepi ke tepi = 0,375 n3 = 0,375 m kemiringan blok halang bagian hilir = 1:1 Cek lebar kolam olakan 40 = (27 x 0,75) + (26 x 0,75) + (2 *0,375) 40 = 40,5 OK

Sumber: KP-02. Hal 59 Perencanaan Ambang Hilir (ambang ujung)

tinggi = n =

85,018

)65,518(641,018

)18(1

Fd m

kemiringan lereng hulu ambang ujung = 1:2 Sumber: KP-02. Hal 59

Jarak antara blok muka dengan blok penahan = 0,82 d2 = 0,82 x 4,82 = 3,9524 ≈ 4 m

Sumber: KP-02. Hal 59 5.2.7. Perhitungan Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan ditentukan berdasarkan angka standard untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut: Lebih rendah dari 50 m Hf 2,0 m Dengan tinggi 50 s/d 100 m Hf 3,0 m Lebih tinggi dari 100 m Hf 3,5 m

Sumber: Suyono Sosrodarsono, hal 173 Maka tinggi jagaan pada saluran transisi, peluncur, dan pereedam energi dipakai sebesar 3 meter.

5.2.8. Perhitungan Stabilitas Spillway 5.2.8.1 Gaya – gaya yang bekerja pada bangunan

pelimpah Dalam menghitung gaya – gaya yang

bekerja pada bangunan pelimpah ini diperhitungkan dalam kondisi muka air setinggi mercu serta pada kondisi banjir. 1. Gaya akibat Tekanan Air Luar (Hw) dan

beban air (w) a. Pada kondisi muka air setinggi mercu

hhwHw ..21 = 4,5 t/m

15

)..(.21

1 HxwHxw = 8,82 t/m

)..(2 PwHxw = 4,5 t/m b. Pada kondisi muka air banjir

2)0.(21 PhwHw = 19,16 t/m

)..(.21

1 HxwHxw = 8,82 t/m (hulu)

))0.(.(2 hPwHxw = 26, t/m (hulu)

)..(21

3 HxwHxw =14,81 t/m (hilir)

dimana : Hx = kedalaman pondasi di bagian hulu= 4,2 m di bagian hilir = 4,2 + h1 = 5,442 m

2. Gaya akibat Tekanan Air Dalam atau Gaya

Angkat (Uplift ) Panjang jalur rembesan arah vertikal (Lv) Lv = 2+1+0,7+0,7+2,5+0+0,7+0,5+0,5+

1,3+1+2 +1+1,7=15,6 m (sampai bangunan pelimpah)

Lv = 15,6+ 2,4+0+50+20,6+4+0,5+0+1,3 = 94,4 m (sampai bangunan peredam)

Panjang jalur rembesan arah horizontal(Lh) Lh = 1+2+0,7+0,7+0,7+0,4+0,8+0,5+0,6

+0,6+0,5+0,5= 9,4 m (sampai bangunan pelimpah)

Lh = 9,4+25,5+21+270+180+0+1,5+25+1,9 = 534,3 m (sampai bangunan peredam ) Panjang creep line total (Lt) Lt = 15,6 + 1/3(9,4) = 18,733 m (sampai bangunan pelimpah) Lt =94,4 + 1/3(534,3) = 275,5 m (sampai bangunan peredam)

Koefisen rembesan (C) = 3 koef. rembesan material kerikil / brangkal Gaya tekan ke atas (uplift pressure)

dihitung dengan rumus, HLtLxHxUx .

a. Pada kondisi muka air setinggi mercu Beda elevasi muka air (∆H)

∆H = 3 m (sampai bangunan pelimpah) Lt > ∆H . C 18,733 > 9 OK

∆H = 73 m (sampai bangunan peredam) Lt > ∆H . C 275,5 > 219 OK

Tabel 5.3 Perhitungan gaya uplift titik saat muka air normal

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Tabel 5.4 Perhitungan gaya uplift bidang saat muka air

normal

(Sumber: Hasil Perhitungan)

16

b. Pada kondisi muka air banjir Beda elevasi muka air (∆H)

∆H = 3,19 m (sampai bangunan pelimpah) Lt > ∆H . C 18,733 > 18,57 OK

∆H = 76,19 m (sampai bangunan peredam) Lt > ∆H . C 275,5 > 228,57 OK

Tabel 5.5 Perhitungan gaya uplift titik saat muka

air banjir

(Sumber: Hasil Perhitungan)

Tabel 5.6 Perhitungan gaya uplift bidang saat

muka air banjir

(Sumber: Hasil Perhitungan)

3. Gaya Vertikal akibat Berat Sendiri Konstruksi (G) G = γbeton x A dimana : γbeton = berat jenis beton bertulang

2,6 t/m3 A = luas penampang pias

Tabel 5.7 Perhitungan gaya vertikal akibat beban sendiri

(Sumber: Hasil Perhitungan)

4. Gaya Horisontal akibat Tekanan Tanah

Samping (P) Besarnya gaya akibat tekanan tanah samping yang bekerja yaitu pada saat kondisi normal (air setinggi mercu) dan saat banjir adalah sama. Data tanah: γsat = 2 t/m3

Φ = 35 ° Ka = 0,271

Kp = 33,21 Tekanan Tanah Aktif

Hx = kedalaman tanah sampai pondasi terdalam 4,2 m

P1 = 0,5. Hx ( γsat . Hx) . Ka = 4,78 t/m

17

Tekanan tanah Pasif Hx = kedalaman tanah sampai pondasi terdalam 3 m P2 = 0,5. Hx ( γsat . Hx) . Kp= 33,21 t/m

5.2.8.2 Kontrol Guling Pertama – tama ditentukan titik acuan

pada bangunan dalam perencanaan ini ditentukan titik 27 sebagai acuan. Setelah itu dicari momen yaitu gaya dikalikan jarak yang bekerja pada bangunan tesebut kemudian dipisahkan momen mana yang menyebabkan guling maupun momen mana yang berfungsi sebagai penahan.. 1. Kondisi muka air normal

Angka keamanan = SF > 1,2

2,1gulingmomen

penahanmomen

2,189,19023,312

OK

2,164,1 2. Kondisi muka air banjir

2,153,28375,354

OK

2,125,1 5.2.8.3 Kontrol Geser

Kontrol stabilitas bangunan pelimpah selanjutnya adalah uji ketahanan geser atau sliding. Kontrol terhadap geser ini dilakukan pada dua kondisi yaitu saat muka air normal dan saat muka air banjir. 1. Kondisi muka air normal

SF = H

fUV

)( > 1,2

26,1

65,0)06,2370,75( x > 1,2

27,192 > 1,2 OK

2. Kondisi muka air banjir

SF = H

fUV

)( > 1,2

72,18

65,0)11,2970,75( x > 1,2

1,62 > 1,2 OK

5.2.8.4 Kontrol Daya Dukung Tanah Pertama – tama dicari dahulu besarnya

eksentrisitas jarak antara titik tangkap gaya terhadap titik tengah pondasi yaitu: 1. Kondisi muka air normal

ΣV = 75,70 – 23,06 = 52,6 t/m’ ΣM = 312,23 – 190,89 = 121,3 t.m/m’

9,06

4,039,021

6,523,121

Be

maka:

12 = )61(Bxex

BxLV

)4,5

4,061(14,5

6,521

xxx

= 14,024 t/m2 < σ ijin OK

)

4,54,061(

14,56,52

2xx

x

= 5,471 t/m2 > 0 OK

2. Kondisi muka air banjir ΣV = 75,70 – 29,11 = 46,6 t/m’ ΣM = 354,75 – 283,53 = 71,2 t.m/m’

8,13

2,117,121

6,462,71

Be

maka:

max = )2/.(3

2eBLx

V

= 20,32 t/m2 < σ ijin OK 5.2.8.5 Kontrol Daya Dukung Bangunan Peredam

Energi Kontrol daya dukung bangunan

peredam energi ini dilakukan di beberapa titik yang dianggap mewakili. Kontrol ini adalah untuk mengetahui stabilitas dari bangunan peredam energi yang diakibatkan adanya gaya uplift dari tanah.

WxPxSdx

dimana: dx = tebal lantai pada titik x (m) Px = gaya angkat pada titik x (t/m2) Wx = kedalaman air pada titik x (m) γ = berat jenis beton bertulang (2,6 t/m3) S = factor keamanan 1,25 (keadaan

ekstrem) (KP.06 ;1986) 1. Kondisi muka air normal

Tabel 5.12 Perhitungan daya dukung bangunan peredam energi saat muka air normal

) 2. Kondisi muka air banjir

Tabel 5.13 Perhitungan daya dukung bangunan peredam energi saat muka air banjir

18

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian secara umum dan perhitungan secara teknis pada bab – bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Dalam perhitungan penelusuran banjir maka didapatkan debit banjir rencana yang melewati Sungai Keser pada periode ulang 100 tahun sebesar Q100= 363,51 m3/dt dengan tinggi muka air di atas pelimpah h=3,16 m. Elevasi puncak spillway ditetapkan pada elevasi +251,00, sedangkan elevasi genangan dengan hujan periode ulang 100 tahun terletak pada elevasi +258,16

b. Dimensi bangunan pelimpah: Type pelimpah = ogee Tinggi pelimpah = 3,00 m Panjang pelimpah = 30,00 m Elevasi puncak = +251,00 Elevasi dasar = +248,00 Tinggi jagaan = 3,00 m Dimensi Saluran Transisi : Panjang saluran = 25,50 m Lebar saluran hulu = 30,00 m Lebar saluran hilir = 18,70 m Elevasi saluran hulu = +248,00 Elevasi saluran hilir = +245,60 Tinggi jagaan = 3,00 m Dimensi Saluran Belokan : Panjang saluran = 21,10 m Lebar saluran = 18,70 m Elevasi saluran = +245,60 Tinggi jagaan = 3,00 m Dimensi Saluran Peluncur : Panjang saluran = 270,00 m Lebar saluran = 18,70 m Elevasi saluran hulu = +245,60 Elevasi saluran hilir = +195,60 Tinggi jagaan = 3,00 m Dimensi Saluran Peluncur Terompet : Panjang saluran = 180,0 m Lebar saluran hulu = 18,70 m Lebar saluran hilir = 40,00 m Elevasi saluran hulu = +195,60 Elevasi saluran hilir = +175,00 Tinggi jagaan = 3,00 m Dimensi bangunan peredam energi: Type kolam olakan = USBR Type III Panjang pelimpah = 28,40 m Lebar pelimpah = 40,00 m Elevasi dasar = +175,00 Tinggi jagaan = 3,00 m

c. Kontrol stabilitas bangunan pelimpah dan bangunan pelengkapnya: Kontrol guling, kontrol geser, kontrol daya dukung tanah, dan kontrol daya dukung bangunan peredam energi pada saat muka air normal (setinggi mercu) dan pada saat muka air banjir menunjukkan bangunan pelimpah serta bangunan pelengkap yang direncanakan masih tergolong aman.

6.2 Saran

Dalam perencanaan ini tidak dilakukan perbandingan dengan perencanaan sebelumnya sehingga tidak diketahui perencanaan mana yang lebih baik dari segi biaya, mutu dan waktu pelaksanaan. Untuk lebih sempurnanya mungkin perlu ditambahkan.

-----o0o-----

DANAYANTI AZMI DEWI N 3107100040