BAB I DESAIN ARSITEKTUR -...

27
51 BAB I DESAIN ARSITEKTUR Pembuatan desain produk terdiri dari dua pembahasan yaitu desain arsitektur dan desain industri. Pada bab ini akan dibahas tentang desain arsitektur. 1.1 Desain Arsitektur Arsitektur produk adalah penugasan elemen-elemen fungsional dari produk terhadap kumpulan bangunan fisik (physical building blocks) produk. Tujuan arsitektur produk adalah menguraikan komponen fisik dasar dari produk, apa yang harus dilakukan komponen tersebut dan seperti apa penghubung atau pembatas (interface) yang digunakan untuk peralatan lainnya. Sebuah produk dianggap terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian produk (part), komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Beberapa elemen fisik ditentukan oleh konsep produk, dan yang lainnya ditentukan selama fase perancangan detail. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap chunks terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari produk. Terdapat 2 jenis karakteristik produk, yaitu: a. Modular Arsitektur paling modular adalah yang setiap elemen fungsionalnya diimplementasikan oleh satu chunk. Terdapat beberapa interaksi antar chunk yang dapat dijelaskan dengan baik. Arsitektur modular mempermudah perubahan desain suatu chunk tanpa merubah chunk lainnya agar produk dapat berfungsi secara baik. Chunk juga didesain cukup independen satu dengan lainnya. Gambar 1.1 Contoh Produk Modular

Transcript of BAB I DESAIN ARSITEKTUR -...

Page 1: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

51

BAB I

DESAIN ARSITEKTUR

Pembuatan desain produk terdiri dari dua pembahasan yaitu desain arsitektur dan desain

industri. Pada bab ini akan dibahas tentang desain arsitektur.

1.1 Desain Arsitektur

Arsitektur produk adalah penugasan elemen-elemen fungsional dari produk terhadap

kumpulan bangunan fisik (physical building blocks) produk. Tujuan arsitektur produk adalah

menguraikan komponen fisik dasar dari produk, apa yang harus dilakukan komponen tersebut dan

seperti apa penghubung atau pembatas (interface) yang digunakan untuk peralatan lainnya.

Sebuah produk dianggap terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen fungsional

dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang terhadap kinerja keseluruhan

produk. Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian produk (part), komponen,

dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk. Elemen-elemen

fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut. Beberapa elemen fisik ditentukan

oleh konsep produk, dan yang lainnya ditentukan selama fase perancangan detail.

Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks utama yang

disebut chunks. Setiap chunks terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan

fungsi dari produk.

Terdapat 2 jenis karakteristik produk, yaitu:

a. Modular

Arsitektur paling modular adalah yang setiap elemen fungsionalnya diimplementasikan oleh

satu chunk. Terdapat beberapa interaksi antar chunk yang dapat dijelaskan dengan baik.

Arsitektur modular mempermudah perubahan desain suatu chunk tanpa merubah chunk

lainnya agar produk dapat berfungsi secara baik. Chunk juga didesain cukup independen satu

dengan lainnya.

Gambar 1.1 Contoh Produk Modular

Page 2: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

52

b. Integral

Elemen-elemen fungsional dari produk diimplementasikan dengan menggunakan lebih dari

satu chunk. Satu chunk mengimplementasikan beberapa elemen fungsional. Interaksi antar

chunk sulit dijelaskan dan mungkin bersifat insidental (tidak diprediksi sebelumnya) terhadap

fungsi utama produk.

Gambar 1.2 Contoh Produk Integral

1.1.1 Tipe-Tipe Modularitas

Arsitektur modular terdiri dari tiga tipe yaitu slot, bus, dan seksional. Perbedaan antara ketiga

tipe ini terletak pada acara pengaturan interaksi antar chunk.

a. Arsitektur Modular Slot

Masing-masing penghubung antar chunk pada arsitektur modular slot mempunyai tipe yang

berbeda dari yang lain. Karena itu beberapa chunk yang terdapat pada produk tidak dapat

dipertukarkan.

b. Arsitektur Modular Bis

Pada arsitektur jenis ini, chunk-chunk yang berbeda dapat dihubungkan ke produk melalui

hubungan yang sama. Contohnya adalah perluasan card untuk personal komputer. Produk-

produk non-elektronik juga dapat dibuat di sekitar arsitektur modular bis. Lampu jalan, sistem

penyusunan yang menggunakan rel, rak-rak yang dapat disesuaikan yang terdapat di atas

mobil semuanya berbentuk aristektur modular bis.

Desain arsitektur berfokus pada fungsi utama suatu produk sedangkan pada desain

industri tidak hanya berfokus pada fungsi tetapi dari berbagai aspek lain, seperti

desain produk, aspek ergonomis, dan sebagainya.

Page 3: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

53

c. Arsitektur Modular Seksional

Semua penghubung mempunyai tipe yang sama tetapi tidak ada satu elemen tunggal yang

semua chunk-chunk berbeda dapat dipasang sekaligus. Contoh lainnya sistem pipa, sofa yang

melingkar, dinding pemisah kantor dan beberapa sistem komputer merupakan contoh dari

arsitektur modular seksional.

1.1.2 Menetapkan Arsitektur

Karena arsitektur produk akan mempunyai implikasi yang dalam terhadap aktivitas

pengembangan produk selanjutnya, terhadap proses manufaktur dan pemasaran produk jadi, maka

perlu dilakukan suatu usaha lintas fungsi oleh tim pengembangan penjelasan mengenai chunk-

chunk utama, dan dokumentasi interaksi penting antar chunk. Pada bab ini direkomendasikan

metode yang terdiri dari 4 langkah, yaitu:

a. Membuat skema produk

Skema adalah diagram yang menggambarkan pengertian tim terhadap elemen-elemen

penyusun produk. Skema harus mencerminkan pemahaman tim yang terbaik mengenai kondisi

produk. Namun, bukan berarti skema harus mengandung setiap detail pemikiran. Detail-detail

ini maupun elemen fungsional yang lebih rinci lainnya akan ditangguhkan sampai langkah

selanjutnya. Contoh skema untuk produk meja setrika disajikan dalam Gambar 1.3.

Aliran material

Gambar 1.3 Skema Produk Meja Setrika

KAKI MEJA

BANTALAN KAKI

RAK BAJU

KERANGKA MEJA

BUSA ALAS

KAIN PELAPIS

TEMPAT MELETAKKAN

SETRIKA

Page 4: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

54

b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat pada skema

Salah satu prosedur untuk mengatur kompleksitas alternatif adalah dengan mengasumsikan

bahwa setiap elemen pada skema akan ditugaskan terhadap satu chunk tersendiri. Kemudian

secara bertahap dilakukan pengelompokkan jika memungkinkan. Untuk mengetahui kapan

sebaiknya pengelompokkan dilakukan, dapat dilihat pengelompokkan elemen-elemen meja

setrika menjadi chunk pada Gambar 1.4.

: Aliran material

Gambar 1.4 Pengelompokkan Elemen-Elemen Meja Setrika ke Dalam Chunk

c. Membuat rancangan geometris yang masih kasar

Susunan geometris dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model fisik

(cotohnya dari triplek atau busa) yang terdiri dari dua atau tiga dimensi. Kriteria keputusan untuk

memilih susunan geometris sangat terkait dengan tahap pengelompokan elemen-elemen pada

skema. Apabila pengelompokan tersebut tidak layak, beberapa elemen harus disusun ulang pada

chunk-chunk yang lain. Perancangan geometris dari chunk sangat terkait dengan aspek estetika,

keamanan dan kenyamanan produk.

d. Mengidentifikasi interaksi fundamental dan insidental

Karena chunk akan berinteraksi satu dengan yang lainnya, diperlukan koordinasi aktivitas

chunk. Untuk mengendalikan koordinasi, dilakukan identifikasi interaksi yang sudah diketahui.

Terdapat dua kategori interaksi antar chunk, yaitu:

Page 5: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

55

1. Interaksi Fundamental

Interaksi fundamental yang sesuai dengan garis skema yang menghubungkan satu chunk ke

chunk yang lainnya. Interaksi ini sudah direncanakan, dan dapat dipahami dengan baik bahkan

sejak skema yang paling awal dibuat karena proses ini sangat mendasar (fundamental)

terhadap operasi sistem.

2. Interaksi Insidental

Interaksi insidental merupakan interaksi yang muncul karena implikasi elemen fungsional

menjadi bentuk fisik tertentu atau karena pengaturan geometris dari chunk.

1.2 Komponen Arsitektur Produk

Cara menguraikan komponen fisik dasar dari produk adalah dengan BOM (Bill Of Material).

Bill of material atau daftar kebutuhan material merupakan daftar komponen atau material yang

diperlukan untuk menyusun sebuah produk rakitan lengkap. Jumlah dan nama komponennya

termasuk juga sumber asal perolehan (dibuat sendiri atau dibeli) akan diidentifikasikan. Umumnya

yang tercantum dalam bill of material hanyalah komponen yang berkaitan langsung dengan produk

yang akan dibuat atau dirakit. Bila ditinjau dari komponen penyusun produknya, bill of material

dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Bill of Material Tree

Bill of material table tidak cukup untuk menggambarkan produk yang memiliki

subassembly, maka digunakan bill of material tree. Bill of material tree berupa “pohon”

dengan beberapa level yang menggambarkan struktur produk. Produk akhir

berada pada level 0 (nol), dan nomor level bertambah untuk level-level di bawahnya.

Arsitektur produk terdiri dari empat langkah, yaitu: membuat skema produk,

mengelompokkan elemen yang terdapat pada skema, membuat rancangan

ergonomis yang masih kasar serta mengidentifikasi interaksi fundamental dan

insidental

Page 6: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

56

Gambar 1.5 BOM Tree Meja Setrika

Gambar di atas adalah BOM (Bill of Material) tree untuk meja setrika. Meja setrika ini terdiri

dari dua bagian utama, yaitu meja dan kaki.

2. Bill of Material Table

Bill of material table menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponen-

komponen pembentuknya. Berikut merupakan tabel komponen yang didapatkan dari BOM

tree:

Tabel 1.1 Komponen dari BOM Tree

No Komponen Jumlah Dimensi Material Keterangan

1 Meja - - - -

1.1 Tempat Meletakkan Setrika 1 15 cm x 10 cm Alumunium Dibeli

1.2 Rangka Alas Meja 1 120 cm x 35 cm Stainless steel Dibeli

1.3 Alas Meja - - - -

1.3.1 Busa 1 120 cm x 35 cm x 5 cm Busa General Dibeli

1.3.2 Kain Pelapis 1 120 cm x 40 cm Kain Polyester Dibeli

2 Kaki - - Stainless steel Dibuat

2.1 Tempat Pakaian 1 50 cm x 30 cm Stainless steel Dibuat

Page 7: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

57

Tabel 1.1 Komponen dari BOM Tree (Tabel Lanjutan)

No Komponen Jumlah Dimensi Material Keterangan

2.2 Kaki Utama - - - -

2.2.1 Penyangga Kaki 4 123 cm x 3 cm x 3 cm Stainless steel Dibeli

2.2.2 Bantalan Kaki 4 3 cm x 3 cm Karet Dibeli

Produk meja setrika memiliki dua bagian yaitu bagian meja dan bagian kaki. Bagian meja

berfungsi sebagai komponen utama yaitu tempat untuk melakukan kegiatan setrika. Pada bagian

meja memiliki tiga bagian yaitu tempat meletakkan setrika yang terbuat dari material alumunium

dengan dimensi 15 cm x 10 cm, rangka alas meja yang terbuat dari stainless steel dengan dimensi

120 cm x 35 cm, dan alas meja sendiri yang terbagi lagi menjadi dua level breakdown yaitu busa

yang memiliki material busa general dengan dimensi 120 cm x 35 cm x 5 cm dan kain pelapis

yang memiliki material kain polyester dengan dimensi 120 cm x 40 cm.

Bagian kaki digunakan untuk menopang meja setrika agar bisa digunakan dengan baik oleh

pengguna. Pada bagian kaki terdiri dari tempat pakaian yang terbuat dari material stainless steel

dengan dimensi 50 cm x 30 cm, dan pada bagian kaki utama terbagi menjadi dua level breakdown

yaitu penyangga kaki memiliki empat penyangga yang terbuat dari material stainless steel yang

memiliki dimensi 123 cm x 3 cm, 3 cm dan bantalan kaki memiliki empat bantalan yang terbuat

dari material karet dengan ukuran 3 cm x 3 cm.

BOM Tree pada suatu produk hanya

menunjukkan komponen-komponen

penyusun produk tersebut sedangkan

pada BOM Table memuat lebih banyak

informasi, seperti dimensi, keterangan

dibuat atau dibeli, dsb.

Dimensi pada komponen penyusun

suatu produk di BOM Table

merupakan hasil pengukuran

antropometri dan mempertimbangkan

persentil serta allowance. Contoh pada

meja setrika menggunakan D4 (tinggi

siku) untuk dimensi tinggi meja

setrika.

Allowance terdiri dari dua jenis, yaitu:

-allowance positif: menambahkan ukuran dimensi produk sesuai dengan keperluan

-allowance negatif: mengurangkan ukuran dimensi produk sesuai dengan keperluan

Page 8: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

58

1.2.1 Antropometri

Antropometri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran tubuh khususnya ukuran badan,

bentuk, kekuatan serta kapasitas kerja (Pheasant, 2006). Sedangkan Menurut (Wignjosoebroto,

2008), antropometri adalah studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia.

Bidang antropometri meliputi berbagai ukuran tubuh manusia yang berbeda seperti berat badan,

posisi ketika berdiri, ketika merentangkan tangan, lingkar tubuh, panjang tungkai, dan sebagainya.

Data antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja,

fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan

dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya. Berikut ini merupakan pengukuran

dimensi antropometri Indonesia.

Page 9: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

59

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia

Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D1. Dimensi Tinggi

Tubuh

Jarak vertikal dari

lantai ke bagian

paling atas kepala

D2. Dimensi Tinggi

Mata

Jarak vertikal dari lantai ke

bagian luar sudut mata

kanan.

D3. Dimensi Tinggi Bahu

Jarak vertikal dari

lantai ke bagian atas

bahu kanan

(acromion) atau

ujung tulang bahu

kanan. D4. Dimensi Tinggi

Siku

Jarak vertikal dari lantai ke

titik terbawah di sudut siku

bagian kanan.

D5. Dimensi Tinggi

Pinggul

Jarak vertikal dari

lantai ke bagian

pinggul kanan.

D6. Dimensi Tinggi

Tulang Ruas

Jarak vertikal dari lantai ke

bagian tulang ruas atau

buku jari tangan kanan

(metacarpals).

D7. Dimensi Tinggi

Ujung Jari

Jarak vertikal dari

lantai ke ujung jari

tengah tangan kanan

(dactylion)

D8. Dimensi Tinggi

Dalam Posisi

Duduk

Jarak vertikal dari alas

duduk ke bagian paling

atas kepala.

D9. Dimensi Tinggi Mata

Dalam Posisi Duduk

Jarak vertikal dari

alas duduk ke bagian

luar sudut mata

kanan.

D10. Dimensi Tinggi

Bahu Dalam Posisi

Duduk

Jarak vertikal dari alas

duduk ke bagian atas bahu

kanan.

Page 10: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

60

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan) Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D11. Dimensi Tinggi

Siku Dalam Posisi

Duduk

Jarak vertikal dari alas

duduk ke bagian bawah

lengan bawah tangan

kanan.

D12. Dimensi

Tebal Paha

Jarak vertikal dari alas duduk

ke bagian paling atas dari

paha kanan.

D13. Dimensi Panjang

Lutut

Jarak horizontal dari

bagian belakang pantat

(pinggul) ke bagian

depan lulut kaki kanan.

D14. Dimensi

Panjang Popliteal

Jarak horizontal dari bagian

belakang pantat (pinggul) ke

bagian belakang lutut kanan.

D15. Dimensi Tinggi

Lutut

Jarak vertikal dari lantai

ke tempurung lutut

kanan

D16. Dimensi

Tinggi Popliteal

Jarak vertikal dari lantai ke

sudut popliteal yang terletak

di bawah paha, tepat di

bagian belakang lutut kaki

kanan.

D17. Dimensi Lebar

Sisi Bahu

Jarak horizontal antara

sisi paling luar bahu kiri

dan sisi paling luar bahu

kanan.

D18. Dimensi

Lebar Bahu

Bagian Atas

Jarak horizontal antara bahu

atas kanan dan bahu atas kiri

Page 11: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

61

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan) Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D19. Dimensi Lebar

Pinggul

Jarak horizontal antara

sisi luar pinggul kiri dan

sisi luar pinggul kanan.

D20. Dimensi

Tebal Dada

Jarak horizontal dari

bagian belakang tubuh ke

bagian dada untuk subyek

laki-laki atau ke bagian

buah dada untuk subyek

wanita.

D21. Dimensi Tebal

Perut

Jarak horizontal dari

bagian belakang tubuh

ke bagian yang paling

menonjol di bagian

perut.

D22. Dimensi

Panjang

Lengan Atas

Jarak vertikal dari

bagian bawah lengan

bawah kanan ke bagian

atas bahu kanan

D23. Dimensi

Panjang Lengan

Bawah

Jarak horizontal dari

lengan bawah diukur

dari bagian belakang

siku kanan ke bagian

ujung dari jari tengah.

D24. Dimensi

Panjang

Rentang

Tangan Ke

Depan

Jarak dari bagian atas

bahu kanan (acromion)

ke ujung jari tengah

tangan kanan dengan

siku dan pergelangan

tangan kanan lurus.

D25. Dimensi

Panjang Bahu-

Genggaman Tangan

Ke Depan

Jarak dari bagian atas

bahu kanan (acromion)

ke pusat batang silinder

yang digenggam oleh

tangan kanan, dengan

siku dan pergelangan

tangan lurus.

D26. Dimensi

Panjang Kepala

Jarak horizontal dari

bagian paling depan

dahi (bagian tengah

antara dua alis) ke

bagian tengah kepala.

Page 12: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

62

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan) Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D27. Dimensi Lebar

Kepala

Jarak horizontal dari

sisi kepala bagian kiri

ke sisi kepala bagian

kanan, tepat di atas

telinga.

D28. Dimensi

Panjang Tangan

Jarak dari lipatan

pergelangan tangan ke

ujung jari tengah tangan

kanan dengan posisi

tangan dan seluruh jari

lurus dan terbuka.

D29. Dimensi Lebar

Tangan

Jarak antara kedua sisi

luar empat buku jari

tangan kanan yang

diposisikan lurus dan

rapat.

D30. Dimensi

Panjang Kaki

Jarak horizontal dari

bagian belakang kaki

(tumit) ke bagian paling

ujung dari jari kaki kanan.

D31. Dimensi Lebar

Kaki

Jarak antara kedua sisi

paling luar kaki.

D32. Dimensi

Panjang

Rentangan

Tangan Ke

Samping

Jarak maksimum ujung

jari tengah tangan kanan

ke ujung jari tengah

tangan kiri.

Page 13: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

63

Tabel 1.2 Dimensi Antropometri Indonesia (Lanjutan) Dimensi Keterangan Dimensi Keterangan

D33. Dimensi

Panjang Rentangan

Siku

Jarak yang diukur dari

ujung siku tangan

kanan ke ujung siku

tangan kiri.

D34. Dimensi

Tinggi

Genggaman

Tangan Ke Atas

Dalam Posisi

Berdiri

Jarak vertikal dari lantai

ke pusat batang silinder

(centre of a cylindrical

rod) yang digenggam oleh

telapak tangan kanan.

D35. Dimensi Tinggi

Genggaman Tangan

Ke Atas Dalam

Posisi Duduk

Jarak vertikal dari alas

duduk ke pusat batang

silinder.

D36. Dimensi

Panjang

Genggaman

Tangan Ke

Depan

Jarak yang diukur dari

bagian belakang bahu

kanan (tulang belikat) ke

pusat batang silinder yang

digenggam oleh telapak

tangan kanan.

Sebagian besar data antropometri dinyatakan dalam bentuk persentil. Suatu populasi untuk

kepentingan studi dibagi dalam seratus kategori prosentase, dimana nilai tersebut akan diurutkan

dari terkecil hingga terbesar pada suatu ukuran tubuh tertentu. Persentil menunjukkan suatu nilai

presentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut

(Wignjosoebroto, 2008). Apabila dalam mendesain produk terdapat variasi untuk ukuran

sebenarnya, maka seharusnya dapat merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat

mampu menyesuaikan (adjustable) dengan suatu rentang tertentu (Wignjosoebroto, 2008).

Oleh karena itu, untuk penetapan antropometri dapat menerapkan distribusi normal. Dalam

statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata dan standar

deviasi dari data yang ada dan digabungkan dengan nilai persentil yang telah ada seperti pada

Gambar di bawah ini:

Page 14: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

64

Gambar 1.6 Persentil dalam distribusi normal

Nilai-nilai distribusi persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data

antropometri dijelaskan pada Tabel di bawah ini:

Tabel 1.2 Tabel Rumus Perhitungan Persentil

Persentil Rumus Perhitungan

1-st X - 2,325 σx

5-th X - 1,645 σx

10-th X - 1,28 σx

50-th X 90-th X + 1,28 σx

95-th X + 1,645 σx

99-th X + 2,325 σx

Perhitungan Persentil

Rata-rata x̅ = ∑𝑥i

n

𝑛

𝑖=1

Sumber: Jogiyanto (1990: 40)

Keterangan:

xi = nilai dari data

n = banyaknya data x dalam suatu sampel

Standar deviasi : 𝑠 = √(�̅�−𝑋𝑖)2

𝑛−1

Sumber: Jogiyanto (1990:84)

Keterangan:

�̅� = rata-rata

xi = nilai dari data

n = banyaknya data x dalam suatu sampel

Page 15: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

65

1.2.2 Desain Produk & Mekanisme Produk

Setelah mengetahui komponen fisik dasar dari produk dapat dibuat desain produk dan desain

komponen dari produk. Pada Gambar 1.7 dan 1.8 terdapat desain produk dan desain komponen

produk dari meja setrika yang akan dibuat.

Gambar 1.7 Desain produk Meja Setrika

Page 16: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

66

Gambar 1.8 Desain komponen produk

Mekanisme dari meja setrika ini, yaitu meja setrika dalam kondisi terpisah antara alas setrika,

tempat penyimpanan pakaian dan kaki setrika. Untuk menggunakan meja setrika user harus

merakitnya terlebih dahulu sesuai dengan ketinggian yang diinginkan. Kaki setrika dapat dipasang

dengan mengaitkan dengan slot yang tersedia sesuai dengan ketinggian yang dibutuhkan yang

terletak di bawah kerangka meja setrika. Setelah sesuai dengan kebutuhan, rak penyimpanan baju

dikaitkan pada kaki setrika pada kaitan yang telah disediakan.setelah kaki setrika terpasang dengan

baik maka meja setrika siap digunakan.

Selain itu meja setrika ini juga memiliki interaksi antar chunk-nya, yaitu interaksi fundamental

dan insidental. Meja setrika ini memiliki interaksi fundamental, yaitu chunk kaki setrika untuk

menyokong alas meja sehingga dapat berdiri agar dapat dilakukan tempat kegiatan menyetrika.

Sedangkan untuk interaksi insidental pada kaki meja setrika rawan jatuh apabila pemasangan kaki

meja setrika tidak dilakukan dengan benar dan melukai pengguna.

Mekanisme produk menjelaskan bagaimana suatu produk dapat menjalankan

fungsinya atau dengan kata lain langkah-langkah yang dilakukan untuk

menjalankan fungsi dari produk.

Page 17: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

67

1.3 Langkah-langkah Praktikum

Berikut merupakan langkah-langkah Praktikum Arsitektur Produk:

1. Membuat skema produk serta mengelompokkannya ke dalam chunk.

2. Membuat BOM Tree dan BOM Table.

3. Menentukan antropometri sebagai ukuran produk serta mempertimbangkan persentil dan

allowance.

Page 18: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

68

Page 19: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

69

BAB II

DESAIN INDUSTRI

2.1 Desain Industri

Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai analisis produk yang telah dibuat dari bab VIII dari

segi ergonomic, analisis aspek estetika, rencana packaging dan analisis dari Break Even Point

(BEP) dari produk yang telah dirancang. Kebanyakan produk di pasaran diperbaiki dengan

beberapa cara atau dengan Desain Industrial yang baik. Semua produk yang digunakan,

dioperasikan atau dilihat orang-orang bergantung pada Desain Industrial untuk mencapai

kesuksesan. Untuk menjelaskan pentingnya, Desain Industrial terbagi menjadi dua dimensi yaitu

sisi ergonomis dan estetika ( Karl T Ulrich, 2001:202). Investigasi kebutuhan konsumen (dari segi

ergonomi dan estetika), kemudian diaplikasikan pada konsep produk yang sedang dikembangkan,

diperbaiki hingga mencapai konsep final, hingga sampai pada rancangan konsep packaging pada

produk.

2.1.1 Analisis Aspek Ergonomis

Aspek ergonomi berarti suatu produk desain proporsinya sesuai dengan pekerja ketika

digunakan. Pada aspek ergonomis akan dibahas mengenai produk yang berkaitan dengan aspek

ergonomi yaitu dari segi visual ergonomis, culture, safety and health dan lainnya.

a. Visual Ergonomics

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan pada suatu desain barang yang berada pada sisi

penilaian aspek ergonomis adalah visual ergonomics, visual ergonomics memungkinkan

untuk menggabungkan antara hubungan dari indra manusia, pekerjaan dan lingkungan di

sekitar pekerjaan.

Pengertian Desain Industri

Desain Industri merupakan jasa professional dalam menciptakan dan mngembangkan

konsep dan spesifikasi guna mengoptimalkan fungsi-fungsi, nilai, dan penampilan produk

serta sistem untuk mencapai keuntungan yang mutual antara pemakai dan produsen.

(Perhimpunan Desainer Industri Amerika (IDSA)

Page 20: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

70

Gambar 1.9 Hubungan antara faktor lingkungan dan pekerjaan dalam visual ergonomics

Dari ketiga hubungan tersebut yang meliputi dari faktor indra manusia adalah ketajaman

visual, penglihatan warna, kemampuan indra untuk melihat dari jarak tertentu, pemakaian alat

bantu (kacamata), dan kesehatan mata. Kemudian yang meliputi dari faktor pekerjaan adalah

tampilan visual, pemasangan alat elektronik, pengaturan tata letak fasilitas kerja, ukuran huruf

dan warna, kesediaan waktu istirahat, dan intensitas pekerjaan. Dan yang terakhir adalah

lingkungan adalah pechayaan, kualitas udara, zat yang berbahaya bagi mata, faktor fisiologi

dan kepuasan dalam bekerja.

Tabel 1.2 Penilaian Visual Ergonomis

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Visual ergonomics

Tampilan display pada produk

mudah dilihat dan dimengerti untuk

mengenali produk tersebut serta

mempermudah penggunaanya.

b. Cultural Ergonomics

Ergonomi budaya merupakan pendekatan yang menganggap variasi interaksi dan

pengalaman yang ditawarkan benda tersebut kepada pengguna berdasarkan budaya . Dalam

mendesain berdasarkan pertimbangan dari ergonomi budaya bukan hanya mempertimbangkan

konteks budaya tetapi juga untuk mempertimbangkan untuk memberikan pengalaman yang

interaktif bagi pengguna. Dalam ergonomi budaya mempertimbangkan pemahaman kita

tentang makna budaya sekitar dan digunakan untuk mengevaluasi produk sehari-hari yang

digunakan. Dalam aspek ini bertujuan untuk menggabungkan ergonomi budaya dan desain

interaktif untuk mengeksplorasi interaksi yang bisa ditawarkan berupa pengalaman kepada

pengguna.

Page 21: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

71

Tabel 1.3 Penilaian Cultural Ergonomics

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Cultural ergonomics

Produk telah menyesuaikan

dengan adat atau kebiasaan

dari segmentasi serta

targeting produk.

c. Postur Kerja

Dari segi ergonomi produk hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana dampak pada

produk tersebut terhadap kenyamanan postur operator. Dalam penentuan dimensi produk

diperlukan ukuran ukuran produk yang biasa sebut dengan dimensi antropometri. Data

antropometri tersebut digunakan untuk berbagai keperluan, seperti perancangan stasiun kerja,

fasilitas kerja, dan desain produk agar diperoleh ukuran-ukuran yang sesuai dan layak dengan

dimensi anggota tubuh manusia yang akan menggunakannnya.

Tabel 1.4 Penilaian Postur Kerja dan Antropometri

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Postur Kerja dan

Antropometri

Bentuk dasar mempertimbangkan 3 aspek

antropometri dimana sudah disesuaikan

dengan dimensi-dimensi tubuh yang digunakan

dalam produk tersebut.

d. Coupling

Didalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam

genggaman tangan.

Tabel 1.5 Skor Coupling

0

Good

1

Fair

2

Poor

3

Unaccepttabel

Pegangan pas &

kuat ditengah,

genggaman kuat

Pegangan tangan bisa

diterima tapi tidak ideal

atau coupling lebih sesuai

digunakan oleh bagian lain

dari tubuh

Pegangan tangan tidak

bisa diterima

walaupun

memungkinkan

Dipaksakan, genggaman yang

tidak aman,tanpa

pegangan, coupling tidak

sesuai digunakan oleh tubuh

Sumber: Hignett, 2000

Penilaian coupling dapat dilihat berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Page 22: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

72

Tabel 1.6 Penjelasan Skor Coupling

Good Fair Poor

Kontainer atau box

merupakan desain

optimal, pegangan

bahannya tidak licin

Kontainer atau box tidak

mempunyai pegangan

Wadah atau benda tidak

beraturan berukuran besar,

sulit dipegang, atau

memiliki tepi yang tajam

Untuk benda tidak

beraturan, yang biasanya

tidak dikemas, pegangan

yang nyaman dimana

tangan dapat dengan

mudah membungkus

sekitar objek

Untuk wadah desain yang

optimal tanpa pegangan

atau benda tidak beraturan,

coupling didefinisikan

sebagai pegangan dimana

tangan dapat dilipat sekitar

90°

Sulit dipegang (licin,

tajam, dan lain-lain)

Benda yang didalamnya

tidak mudah tumpah

Tangan tidak dapat meraih

dengan mudah

Berisi barang yang tidak

stabil (pecah, jatuh,

tumpah, dan lain-lain)

Memerlukan sarung tangan

untuk mengangkatnya

Sumber: Mark & James, 2008

Di dalam penentuan kenyamanan kerja diperlukan beberapa kenyamanan dalam genggaman

tangan.

Tabel 1.7 Penilaian Coupling

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Bentuk Coupling

Bentuk coupling termasuk dalam kategori good

dikarenakan berbentuk silinder yang dapat

digenggam & kuat.

e. Safety and Health

Aspek keamanan berarti suatu produk desain tidak mencelakai pemakainya. Definisi

kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan

perusahaan. Hubungan kerja disini berarti bahwa kecelakaan terjadi karena akibat dari pekerjaan

atau pada waktu melaksanakan pekerjaan (Suma’mur 1989).

Penilaian dan analisis terhadap nilai keselamatan dan kesehatan dalam penggunaan dan

perancangan produk dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode seperti HIRARC

(Hazard Identification Risk Assesment and Control), FTA (Fault Tree Analysis), FMEA (Failure

Page 23: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

73

Mode and Effect Analysis), HAZOP (Hazard and Operability Analysis), ETA (Event Tree

Analysis) dan metode lain yang dapat digunakan.

Tabel 1.8 Penilaian Safety and Health

Aspek Ergonomis Level kepetingan Penjelasan

Keselamatan dan Kesehatan

Penggunaan

Nilai keselamatan dan kesehatan

menjadi tingkat kepentingan yang paling

tinggi dikarenakan keselamatan dan

kesehatan merupakan poin krusial

menyangkut keselamatan pengguna

selama menggunakan.

Dikarenakan tingginya tingkat kepentingan keselamatan dan kesehatan pengguna, maka

dilakukan analisis aspek-aspek yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai safety and health

dalam penggunaan produk serta aspek-aspek yang dapat digunakan atau diterapkan untuk

meminimalisir kecelakaan yang dapat terjadi.

2.1.2 Analisis Aspek Estetika

Berikut ini merupakan pengertian dari aspek estetika yaitu estetika atau nilai-nilai keindahan

ada dalam seni maupun desain, yang membedakan adalah estetika dalam seni untuk diapresiasi,

sedangkan estetika dalam desain adalah bagian dari sebuah fungsi suatu produk.

Dalam teori desain dikenal prinsip form follow function, yaitu bentuk desain mengikuti fungsi.

Selain memenuhi fungsi, ada tiga aspek desain yang harus dipenuhi jika suatu produk desain ingin

dianggap berhasil, yaitu produk desain harus memiliki aspek keamanan (safety), kenyamanan

(ergonomi) dan keindahan (estetika). Aspek keamanan berarti suatu produk desain tidak

mencelakai pemakainya. Aspek ergonomi berarti suatu produk desain proporsinya pas ketika

dipakai. Aspek keindahan berarti suatu produk disain harus memberikan pengalaman yang

menyenangkan jika dilihat.

Desain perwujudannya harus memenuhi fungsi tertentu. Selain fungsi, ada tiga prinsip dasar

yang harus dipenuhi untuk bisa dikatakan sebagai desain yang bagus, yaitu keamanan,

kenyamanan dan keindahan. Karya seni perwujudannya harus mengungkapkan ide (gagasan)

tertentu. Aspek estetika yang menjadi pertimbangannya yaitu dari 2 aspek, yaitu bentuk dasar dari

desain tersebut dan warna.

Page 24: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

74

Tabel 1.9 Penilaian Aspek Estetika

Aspek Estetika Level kepetingan Penjelasan

Diferensial Produk

Diferensial produk yang akan

dibuat dengan produk-produk

lain yang telah ada di pasaran

termasuk dari ukuran serta

bentuk produk memiliki

pengaruh yang besar terhadap

aspek estetika suatu produk.

Mode/ Kesan

Produk yang dibuat terlihat

bergengsi untuk konsumen dalam

segmentasi tertentu memiliki

nilai tambah untuk produk.

2.1.3 Rencana Packaging

Gambar 1.10 Packaging dalam produk

Kotler dan Amstrong (2012) mendefinisikan kemasan sebagai proses yang melibatkan

kegiatan mendesain dan memproduksi, fungsi utama dari kemasan sendiri yaitu untuk melindungi

produk agar produk tetap terjaga kualitasnya.

Kemasan adalah pelindung dari suatu barang, baik barang biasa mau pun barang-barang hasil

produksi industri. Dalam dunia industri kemasan merupakan pemenuhan suatu kebutuhan akibat

adanya hubungan antara penghasil barang dengan masyarakat pembeli.

Fandy Tjiptono menyatakan bahwa pemberian kemasan pada produk memiliki beberapa

tujuan, yaitu:

Page 25: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

75

1. Pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan, kehilangan, berkurangnya dan

sebagainya.

2. Memberikan kemudahan dalam penggunaan (operation), misalnya supaya tidak tumpah,

sebagai alat pemegang dan sebagainya.

3. Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable), misalnya untuk diisi kembali atau untuk

wadah lain.

4. Memberi daya tarik (promotion), yaitu aspek artistik, warna, bentuk maupun desainnya.

5. Identitas produk (image), misalnya berkesan kokoh, awet, lembut, dan mewah.

6. Distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung dan ditangani.

7. Informasi (labelling), yaitu menyangkut isi, pemakaian dan kualitas.

8. Cermin inovasi produk, berkaitan dengan kemajuan teknologi dan daur ulang (1999:106).

Gambar 1.11 Perencanaan Packaging

Kunci utama untuk membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus

simple (sederhana), fungsional dan menciptakan respons emosional positif yang secara tidak

langsung “berkata”, “Belilah saya.” Kemasan harus dapat menarik perhatian secara visual,

emosional dan rasional. Sebuah desain kemasan yang bagus memberikan sebuah nilai tambah

terhadap produk yang dikemasnya.

Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika)

dan daya tarik praktis (fungsional).

1. Daya tarik visual (estetika)

Daya tarik visual mengacu pada penampilan kemasan yang mencakup unsur-unsur grafis

antara lain: warna, bentuk, merek, ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual

yang mempunyai peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata

Page 26: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

76

(visual communication). Daya tarik visual sendiri berhubungan dengan faktor emosi dan

psikologis yang terletak pada bawah sadar manusia. Sebuah desain yang baik harus

mampu mempengaruhi konsumen untuk memberikan respons 16 positif tanpa

disadarinya.

Gambar 1.12 Kemasan dari Batok Kelapa

2. Daya tarik praktis (fungsional)

Daya tarik praktis merupakan efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan

kepada konsumen maupun distributor. Beberapa daya tarik praktis lainnya yang perlu

dipertimbangkan antara lain: (1) Dapat melindungi produk. (2) Mudah dibuka atau

ditutup kembali untuk disimpan. (3) Porsi yang sesuai untuk produk. (4) Dapat digunakan

kembali (reusable). (5) Mudah dibawa, dijinjing atau dipegang. (6) Memudahkan

pemakai untuk menghabiskan isinya dan mengisi kembali dengan jenis produk yang dapat

diisi ulang (refill).

Page 27: BAB I DESAIN ARSITEKTUR - lab-srk.ub.ac.idlab-srk.ub.ac.id/id/wp-content/uploads/2018/02/MODUL-4.pdf · TEMPAT MELETAKKAN SETRIKA . 54 b. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat

77

Gambar 1.13 Kemasan dari fiber glass

Sedangkan untuk membuat kemasan yang menarik harus memperhatikan beberapa hal

sebelum membuatnya, yaitu :

1. Melakukan survei

Lakukan survei untuk mengenal konsep desain kompetitor, seberapa pengaruh desain

kompetitor terhadap penjualan produk. Buat Panelis dan poling untuk mengetahui sebarapa

kuat kompetisi antara konsep desain produk anda dengan kompetitor. Dari hasil survey ini

desainer akan mampu menciptakan konsep desain kemasan yang bisa bersaing.

2. Membuat konsep desain kemasan dan beberapa alternatif

Buatlah minimal 2 konsep desain kemasan sebagai bahan perbandingan antar dua konsep

desain yang telah dibuat.

Pilihan terbanyak terhadap salah satu konsep menjadi indikasi karakter konsumen terhadap

produk yang akan dikemas nantinya.

3. Menciptakan desain kemasan yang menarik dan berkarakter

Usahakan untuk menciptakan desain kemasan produk yang belum dipakai oleh produk lain.

Sehingga produk yang ditawarkan memberikan kesan lebih menarik dan lebih unik

dibandingkan produk lain dengan jenis usaha yang sama.

4. Sesuaikan desain kemasan dengan isi produk

Desain kemasan yang dirancang selayaknya harus mengacu kepada jenis dan karakter produk

yang akan dikemas. Sehingga jangan sampai terjadi desain kemasan tidak memberikan corak

produknya. Misal, desain sabun mandi tentunya berbeda dengan konsep desain pelumas mesin

motor, sehingga kewajiban desainer memperkuat persepsi ini

5. Sesuaikan desain kemasan dengan karakter konsumen.

Seorang desainer kemasan harus pandai menganalisa kelompok segmen produk yang akan

dikemas sehingga acuan hebatnya sebuat desain kemasan bukan hanya pada bagus atau

tidaknya dari sisi grafisnya, tapi bagaimana desain yang diciptakan tersebut selaras dengan

sasaran pasar yang dibidik, sehingga calon konsumen tidak merasa asing dengan desain

kemasan yang dibuat. Membuat desain kemasan produk sesuai dengan target pasarnya, bisa

dibedakan berdasarkan umur konsumen, maupun jenis kelamin konsumen, kelas harga

penjualan, dan budaya daerah.