BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi informasi. Walaupun masih belum lama secara luas populer di Indonesia, industri kreatif sering dinyatakan sebagai industri masa depan yang sangat prospektif. Berdasarkan data Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011 (Rencana Startegis Kemenparekraf RI 2012-2014) kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang utama bersumber dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Pada ketiga sektor tersebut, usaha pariwisata dan industri kreatif berada dan menunjukkan adanya keterkaitan antara kedua industri ini. Modal utama yang dibutuhkan di bidang industri kreatif bukan modal fisik skala besar atau mesin besar, melainkan modal tenaga kerja yang kreatif dan tahan banting, penggabungan antara kreatifitas, keahlian, dan bakat individu. Menurut definisinya seperti dinyatakan oleh Departement of Culture, Media and Sports (DCMS) Inggris, industri kreatif merupakan kegiatan-kegiatan yang bersumber pada kreatifitas, ketrampilan dan talenta individu yang memiliki potensi untuk mewujudkan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan melalui pembuatan dan pengeksploitasian kekayaan intelektual (UNCTAD, 2008 dan Gibbon, 2011). Bagi Indonesia yang baru mengenal dan mulai berorientasi pada pengembangan industri kreatif, tercatat bahwa PDB industri kreatif pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,27%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor permainan interaktif. Pertumbuhan ekspor industri kreatif pada tahun 2009 melambat, dengan nilai positif (1,5%), namun ada tahun 2010, nilai ekspor industri kreatif tumbuh pesat sebesar 12,5%. Kontribusi ekspor industri kreatif terhadap ekspor nasional tahun 2009 sebesar 7,63% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 8,59%. (Kemenparekraf RI, 2012). Berdasarkan data terakhir, industri kreatif mampu

Transcript of BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1...

Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi informasi.

Walaupun masih belum lama secara luas populer di Indonesia, industri kreatif sering

dinyatakan sebagai industri masa depan yang sangat prospektif. Berdasarkan data

Laporan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2011 (Rencana Startegis Kemenparekraf

RI 2012-2014) kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang utama bersumber dari

sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor

pengangkutan dan komunikasi. Pada ketiga sektor tersebut, usaha pariwisata dan

industri kreatif berada dan menunjukkan adanya keterkaitan antara kedua industri

ini.

Modal utama yang dibutuhkan di bidang industri kreatif bukan modal fisik

skala besar atau mesin besar, melainkan modal tenaga kerja yang kreatif dan tahan

banting, penggabungan antara kreatifitas, keahlian, dan bakat individu. Menurut

definisinya seperti dinyatakan oleh Departement of Culture, Media and Sports

(DCMS) Inggris, industri kreatif merupakan kegiatan-kegiatan yang bersumber pada

kreatifitas, ketrampilan dan talenta individu yang memiliki potensi untuk mewujudkan

kesejahteraan dan lapangan pekerjaan melalui pembuatan dan pengeksploitasian

kekayaan intelektual (UNCTAD, 2008 dan Gibbon, 2011).

Bagi Indonesia yang baru mengenal dan mulai berorientasi pada

pengembangan industri kreatif, tercatat bahwa PDB industri kreatif pada tahun 2009

tumbuh sebesar 2,27%, dengan pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor permainan

interaktif. Pertumbuhan ekspor industri kreatif pada tahun 2009 melambat, dengan

nilai positif (1,5%), namun ada tahun 2010, nilai ekspor industri kreatif tumbuh pesat

sebesar 12,5%. Kontribusi ekspor industri kreatif terhadap ekspor nasional tahun

2009 sebesar 7,63% dan pada tahun 2010 meningkat menjadi sebesar 8,59%.

(Kemenparekraf RI, 2012). Berdasarkan data terakhir, industri kreatif mampu

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

2

berkontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto) sebesar 7,29 persen pada

tahun 2013 lalu atau senilai 486,1 triliun rupiah (Kemenparekraf dalam Koran

Jakarta, 17 Mei 2014).

Pada tahun 2010, industri kreatif mampu menyerap tenaga kerja

sebanyak 8,6 juta orang dengan rata-rata tingkat partisipasi sejak tahun 2002

sebesar 7,8% (BPS dan Kemenparekraf,tanpa tahun dalam Renstra Kemenparekraf

2012-2014:52). Dalam hal kontribusi terhadap jumlah usaha, selama tahun 2002-

2012 rata-rata sekitar 2,9 juta perusahaan bergerak di sektor industri kreatif. Jumlah

ini menempatkan industri kreatif pada peringkat ke-4 diantara 10 sektor

perekonomian seperti pertanian, perdagangan dan lain-lain.

Dibandingkan dengan sektor-sektor penghasil devisa lainnya, sektor

pariwisata berada di urutan ke-5 pada tahun 2010, setelah sempat berada di urutan

ke-4 pada 2009. Kontribusi devisa sektor kepariwisataan berada di bawah minyak

dan gas bumi, minyak kelapa sawit, batubara, dan karet olahan. Pertumbuhan

devisa tertinggi terjadi pada tahun 2008, yaitu sebesar US$7.348 dengan tingkat

pertumbuhan sebesar 37,44%. Setelah sempat turun pada tahun 2009, sektor

pariwisata kembali normal tahun 2010 dengan pertumbuhan sebesar 20,72%

dengan total devisa US$7.603 juta.Jumlah ini merupakan devisa tertinggi yang

diperoleh Indonesia pada periode 2000-2010. Kontribusi kepariwisataan terhadap

tenaga kerja nasional meningkat dari 4,7% atau sebanyak 4,4 juta orang di tahun

2006, menjadi 6,9% atau sebanyak 7,4 juta orang di tahun 2010. Kontribusi

kepariwisataan terhadap tenaga kerja relatif meningkat sejak tahun 2006 sampai

2010 (Renstra Kemenparekraf 2012-2014).

Data perkembangan wisatawan mancanegara dan penerimaan devisa dari

sektor pariwisata selama tahun 2009-2013 dapat ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut.

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

3

Tabel 1.1 Perkembangan wisatawan mancanegara dan devisa

Tahun 2009-2013

Tahun

Wisatawan Mancanegara Rata-Rata

Lama Tinggal

(Hari)

Rata-Rata

Pengeluaran Per

Orang (USD)

Penerimaan Devisa

Jumlah Pertumbuhan

(%)

Per

Hari

Per

Kunjungan

Jumlah

(Juta USD)

Pertumbuhan

(%)

2009 6,323,730 7.69 129.57 995.93 6,297.99

2010 7,002,944 10.74 8.04 135.01 1,085.75 7,603.45 20.73

2011 7,649,731 9.24 7.84 142.69 1,118.26 8,554.39 12.51

2012 8,044,462 5.16 7.70 147.22 1,133.81 9,120.85 6.62

2013 8,802,129 9.42 7.65 149.31 1,142.24 10,054.14* 10.23

* Data sementara

Sumber: Pusdatin Kemenparekraf & BPS (2014)

Apabila dibandingkan dengan industri kreatif maka penerimaan devisa dari

sektor pariwisata masih berada di bawah sektor industri kreatif. Perbandingan

penerimaan devisa dari industri kreatif dan pariwisata tersebut dapat ditunjukkan

pada tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Perkembangan penerimaan devisa dari industri pariwisata

dan industri kreatif Tahun 2009-2013

Tahun Industri Pariwisata (Juta

USD)

Industri Kreatif *

(Miliar Rp)

2009 6.323 n.a

2010 7.003 96.703

2011 7.650 105.190

2012 8.044 110.145

2013 8.802 118.968

* Data sementara

Sumber: Peneliti, diolah dari data Kemenparekraf RI (2014)

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

4

Berdasarkan besarnya potensi industri kreatif tersebut di atas, dapat

dijelaskan bahwa industri kreatif memiliki peran penting dan dapat diharapkan untuk

meningkatkan kualitas kepariwisataan nasional seperti dinyatakan pada penelitian

terdahulu (Koestantia, 2010) bahwa industri kreatif mampu meningkatkan daya tarik

wisata sebagai salah satu komponen daya saing destinasi pariwisata.

Dokumen Rencana Pengembangan Industri Kreatif 2009-2025 yang

dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2008)

menyatakan bahwa industri kreatif di Indonesia mencakup 14 subsektor yaitu

periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fesyen, video, film dan

fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan,

layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, serta riset dan

pengembangan. Keempat belas subsektor industri kreatif tersebut kemudian oleh

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ditambah dengan kuliner sebagai

usaha kreatif yang akan terus dikembangkan. Penambahan subsektor ke-15 ini

didasarkan pada besarnya potensi usaha kreatif tersebut di Indonesia.

Definisi yang diberikan oleh pemerintah tersebut, cukup jelas

mengindikasikan bahwa ekonomi kreatif meliputi sektor industri kreatif bersifat lintas

sektor dan mencakup banyak sekali bidang usaha dan sektoral. Dalam kaitannya

dengan sektor pariwisata, industri kreatif menjadi salah satu basis produksi (input)

yang sangat diharapkan dapat menyokong pertumbuhan sektor kepariwisataan

khususnya dalam hal penciptaan lapangan kerja dan meningkatkan daya tarik

pariwisata bagi daerah. Tidak semua subsektor industri kreatif memiliki keterkaitan

langsung dengan sektor pariwisata, namun beberapa subsektor industri kreatif

merupakan peluang sekaligus harapan untuk dapat mendukung perkembangan

sektor pariwisata, seperti kerajinan/cenderamata atau dalam bentuk atraksi (daya

tarik) wisata pada suatu destinasi pariwisata tertentu. Indonesia memiliki akar

budaya dengan keragaman yang tinggi sebagai salah satu aset terbesar pariwisata

nasional. Oleh karena itu, keberadaaan tiap-tiap subsektor tersebut tentunya sangat

penting dalam menyokong pengembangan pariwisata nasional.

Meskipun industri kreatif dan pariwisata memiliki kelompok usaha masing-

masing namun di lapangan dapat dilihat adanya kekuatan yang saling mendukung

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

5

dan memperkuat fungsi satu dengan lainnya. Berdasarkan data Kemenparekraf RI

(2011), 3 subsektor industri kreatif yang terkait erat dengan industri pariwisata dan

memberikan kontribusi cukup besar bagi perkembangan pariwisata nasional adalah

kuliner 32%, fesyen 28,7% dan kemudian kerajinan 14,7%, namun pertumbuhan

ketiganya masih di bawah pertumbuhan PDB Nasional. Sebagian besar yang

bergerak di sektor industri kreatif tersebut merupakan kelompok UKM dengan

produktivitas Rp. 19,5 juta per pekerja per tahun. Apabila dilihat dari arah

pergerakan dan orientasi kerjanya, industri kreatif selama ini didominasi oleh

masyarakat tingkat menengah kebawah. Hal ini sejalan dengan industri pariwisata

yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

Skala pengembangan industri kreatif umumnya berbasis seni dan budaya.

Oleh karena itu, beberapa pustaka menyebutkan industri kreatif merupakan

kelanjutan dari industri budaya. Kapabilitas industri kreatif dalam menghadapi krisis

didasarkan atas kemampuan kreatifitas dan inovasi dalam membuat desain produk

serta pola-pola pemasaran yang lebih dinamis dengan melihat berbagai peluang.

Modal yang dialokasikan tidak sebesar modal usaha dalam sebuah perusahaan

besar. Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari pengembangan industri kreatif yang

didasarkan pada beberapa kecenderungan-kecenderungan yang berlaku global,

yaitu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, siklus inovasi

semakin singkat, produksi ekonomi global meningkat 6 kali lipat pada 20 tahun

terakhir, mobilitas manusia meningkat 5 kali lipat dalam kurun waktu 10 tahun

terakhir dan munculnya kekuatan ekonomi global baru serta kesenjangan negara

kaya dan miskin semakin lebar.

Pengembangan industri kreatif akan lebih optimal apabila dilihat pula dari

konteks pengembangan pariwisata.Sektor pariwisata merupakan sektor yang

bergerak di berbagai lini pada sektor-sektor pendukung lainnya, termasuk

didalamnya adalah industri kreatif. Keberadaan industri kreatif dapat memperkuat

kualitas kepariwisataan dan menciptakankan daya tarik wisata, sebaliknya

pertumbuhan pariwisata dapat pula menciptakan kreatifitas dan kualitas produk

kreatif karena adanya pengaruh kunjungan wisatawan. Akan sangat tepat jika

melihat pengembangan industri kreatif dalam wadah suatu destinasi pariwisata yang

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

6

populer, sehingga akan terjadi suatu keterkaitan antara keduanya yang saling

menunjang.

Industri kreatif dalam hubungannya dengan sektor pariwisata lebih bersifat

timbal balik dan akan membentuk multiplier effect serta mengurangi eksploitasi

sumber daya alam bagi pembangunan pariwisata yang masif (Suriyani, 2008).

Dengan semakin berkembangnya kegiatan pariwisata, akan makin terbuka peluang

pengembangan industri kreatif yang lebih berkualitas. Namun pada kenyataannya,

perkembangan industri pariwisata Indonesia belum memberikan efek positif bagi

pengembangan industri kreatif (tabel 1.2).

Sebaliknya, pariwisata dapat dipromosikan melalui industri kreatif dalam

bentuk hasil karya seni dan budaya seperti kerajinan, seni pertunjukan, film dan lain-

lain . Secara umum peluang industri kreatif bagi semua daerah/kota di Indonesia

menjadi sangat terbuka sebagai dampak dari keanekaragaman seni, budaya dan

warisan budaya, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang menghambat

pengembangan industri kreatif di Indonesia. Tidak semua daerah mampu

mengubahnya menjadi industri yang membuka lapangan kerja dan mendorong

pertumbuhan ekonomi. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM, pengembangan iklim

yang kurang kondusif seperti Administrasi Negara dan kebijakan/peraturan,

kurangnya penghargaan bagi industri kreatif baik finansial maupun non finansial,

cepatnya pertumbuhan teknologi dan komunikasi, lemahnya dukungan dana dan

sulitnya mendapatkan sumber pembiayaan. Semua itu merupakan kendala bagi

daerah untuk menjadikan industri kreatif sebagai industri unggulan bagi daerah.

Tiga kota yang menjadi pusat pertumbuhan industri kreatif adalah Jakarta,

Bandung, dan Yogyakarta (Kemenparekraf dalam Koran Jakarta, 17 Mei 2014).

Dalam penelitian ini Bandung dipilih sebagai fokus lokasi penelitian karena Kota

Bandung telah berkembang sebagai salah satu motor penggerak industri kreatif dan

berdasarkan pertemuan di Yokohama (2007) ditetapkan sebagai proyek rintisan

Kota Kreatif se Asia Timur atau the Emerging Creative City oleh British Council.

Bandung juga menjadi penyumbang industri kreatif tertinggi di Indonesia dengan

menggelar festival industri kreatif setiap bulannya. Industri kreatif yang termaju

berasal dari fesyen, tekstil, musik dan film indie, terdapat juga produk-produk

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

7

penunjang gaya hidup kaum muda, makanan sampai teknologi informasi

(Disperindag Jabar, 2008). Selain itu Bandung juga merupakan destinasi pariwisata

populer yang memiliki beberapa kawasan wisata dan sentra-sentra industri kreatif,

sehingga sangat tepat apabila kawasan-kawasan tersebut dipilih sebagai lokasi

amatan intensif.

Kajian sementara dari Bappeda Kota Bandung (2005) menyatakan lebih dari

500 usaha kerajinan ada di Kota Bandung, namun di lapangan tidak terlihat nyata

keterkaitan lokasinya terhadap sistim keruangan Kota Bandung. Data Bappeda

Kota Bandung merupakan data terakhir yang dapat diperoleh, namun berdasarkan

pengamatan di lapangan terdapat fasilitas penjualan kerajinan di Jl. Braga (1 buah)

dan di Saung Angklung Ujo (toko cenderamata). Umumnya produk yang dipasarkan

di kedua tempat tersebut didatangkan dari daerah-daerah lain di luar Kota Bandung.

Sementara berdasarkan data Biro Pusat Statistik Kota Bandung (2012) terdapat 1

usaha kerajinan. Karena sulitnya memperoleh data yang pasti maka tidak dilakukan

pengamatan yang mendalam terhadap subsektor kerajinan. Demikian pula dengan

seni pertunjukan yang meliputi berbagai sanggar seni dan kesenian daerah.

Keberadaan subsektor industri kreatif tersebut tersebar dilingkungan perumahan-

perumahan di Kota Bandung dan umumnya kelompok kesenian tersebut tidak

memiliki ruang pertunjukan sendiri kecuali Saung Angklung Ujo sehingga dalam hal

ini tidak dilakukan penelitian secara mendalam.

Sebagai destinasi pariwisata dan pusat industri kreatif, Kota Bandung memiliki

karakter ruang yang spesifik, dicirikan oleh adanya sebaran sentra produksi dan

penjualan di Cibaduyut dan Suci serta lokasi penjualan industri kreatif yang

menonjol di kawasan Cihampelas, Dago, Riau, Surapati sampai ke bagian selatan

dan pinggiran kota. Sebaran industri kreatif pada kelima kawasan amatan

menunjukkan kecenderungan pola sebaran yang tidak sama. Dari aspek keruangan

destinasi pariwisata, karakteristik ruang Kota Bandung mencirikan adanya hubungan

yang kuat antara kegiatan wisata dan industri kreatif. Hal ini dikarenakan citra Kota

Bandung sebagai destinasi pariwisata alam dan budaya telah terbentuk sejak zaman

Belanda (Kunto, 1988) sehingga perubahan ruang Kota Bandung merupakan

fenomena yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Dalam konteks inilah, penelitian

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

8

dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola sebaran industri kreatif memiliki

keterkaitan dengan sistim keruangan 5(lima) kawasan di Kota Bandung sebagai

lokus yang akan dikaji. Profil Kota Bandung dilihat dari aspek perkembangan industri

kreatifnya dapat terlihat pada tabel 1.3 berikut ini yang merepresentasikan

keterkaitan industri kreatif dengan sebuah destinasi pariwisata.

Tabel 1.3 Potensi usaha industri kreatif di Kota Bandung

NO.

SEKTOR USAHA

JUMLAH UNIT USAHA

1. Periklanan 275

2. Pasar Seni & Barang Antik 49

3. Kerajinan Tangan 511

4. Desain 17

5. Fesyen 893

6. Film, Video dan Fotografi 297

7. Computer Games (hiburan interaktif) 18

8. Musik 156

9. Seni Pertunjukan 1301

10 Arsitektur 90

11. Layanan computer & Piranti lunak 275

12 Televisi dan Radio 38

13 Penerbitan dan percetakan 547

14 Riset dan Pengembangan 390

15 Kuliner * 532

Jumlah ** 5291

*Data sementara

**Data terakhir yang tersedia.

Sumber: Bappeda Kota Bandung (2005)

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

9

1.2 Permasalahan

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah sulitnya memperoleh

rekaman data mengenai pertumbuhan industri kreatif pada masing-masing kawasan

amatan,terutama data masing-masing subsektor industri kreatif yang berkembang

dalam kawasan. Berdasarkan hasil pengamatan dan telaahan peneliti atas beberapa

hasil penelitian terdahulu, belum diketahui bentuk pola sebaran industri kreatif dan

keterkaitannya dengan sistim keruangan sebuah destinasi pariwisata. Satu hal

yang bisa diamati saat ini adalah sentra-sentra yang menjadi lokasi penjualan

produk industri kreatif kemudian menjadi atraksi wisata yang terus berkembang dan

mempengaruhi kegiatan serta fungsi kawasan setempat. Sebaliknya dimana tumbuh

fasilitas wisata atau adanya atraksi wisata memicu pula tumbuhnya fasilitas

penjualan hasil kerajinan, fesyen, wisata kuliner dan lain-lain karena adanya

kunjungan wisatawan, sedangkan lokasi produksi industri kreatif di Indonesia

umumnya belum semua dapat menjadi daya tarik wisata.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Untuk memperoleh gambaran tentang bentuk pola sebaran industri kreatif dan

hubungannya dengan sistim keruangan destinasi pariwisata, maka dalam penelitian

ini dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk pola sebaran industri kreatif pada sebuah destinasi

pariwisata? Mengapa demikian?

2. Bagaimana keterkaitannya dengan sistim keruangan destinasi pariwisata?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi?

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menjelaskan bentuk-bentuk pola sebaran industri kreatif pada sebuah

destinasi pariwisata dan keterkaitannya dengan sistim keruangan destinasi

pariwisata.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pola sebarannya.

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

10

3. Membangun konsep sebaran industri kreatif (klaster kreatif) pada destinasi

pariwisata yang terkait dengan kegiatan kepariwisataan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain ditujukan untuk

pihak-pihak sebagai berikut:

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, diharapkan dapat memperkaya teori

dan konsep yang telah ada sehingga dapat dikembangkan penelitian-

penelitian lebih lanjut di bidang pariwisata dan industri kreatif.

2. Bagi dunia rancang bangun dan perencanaan diharapkan dapat dijadikan

dasar pertimbangan dalam merencanakan ruang dan wilayah destinasi

pariwisata serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3. Bagi penyusun kebijakan dan strategi diharapkan dapat menjadi dasar bagi

perumusan kebijakan, strategi, dan program dalam pengembangan industri

kreatif dan pariwisata.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk lebih mempertajam fokus pembahasan, dalam penelitian ini dilakukan

sejumlah pembatasan, baik yang mencakup wilayah amatan maupun substansi

analisis sebagai berikut:

1. Berdasarkan konsep-konsep yang ada tentang industri kreatif, sejauh

pengetahuan peneliti belum ada konsep yang menjelaskan keterkaitan antara

industri kreatif dengan sistim keruangan destinasi pariwisata. Untuk

menghindari kerancuan dan perbedaan penafsiran yang terkait dengan judul

penelitian, maka pada penelitian ini dilakukan pembatasan atas substansi

kedua industri tersebut yang didasarkan pada beberapa teori sebagai definisi

dasar yang kemudian selanjutnya menjadi definisi operasional dan acuan

dalam analisis.

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

11

a. Industri Kreatif menurut definisi asalnya (DMCS-UK, 2002) adalah Industri

yang berbasis pada kreatifitas, talenta dan inovasi. Dalam penelitian ini

dipilih subsektor industri fesyen, arsitektur/heritage, kerajinan dan kuliner

yang dekat dan banyak diminati wisatawan.

b. Pola Sebaran yang dimaksudkan pada penelitian ini merupakan susunan

dan karakteristik sebaran usaha kreatif yang terkait dengan faktor lokasi

dan fungsi kegiatan yang terjadi di dalamnya. Hal ini didasarkan pada teori

lokasi (Christaller 1933 dan Tarigan, 2004) yang menjelaskan keterkaitan

kegiatan ekonomi dengan lokasi dan pola spasial pergerakan (Short,

1984). Pola sebaran industri kreatif ditinjau dari sebaran lokasi industri

fesyen dengan fungsi kegiatan penjualan dan produksinya serta sebaran

lokasi penjualan kuliner pada tiap kawasan amatan yang menjadi kasus

tersendiri. Bangunan arsitektur dalam penelitian ini merupakan daya tarik

wisata pada kawasan penelitian.

c. Sistim Keruangan, didasarkan pada pemahaman tentang pariwisata

(Inskeep, 1991 dan Mill & Morrison, 1985) merupakan suatu sistim yang

menunjukkan interaksi atau hubungan antar berbagai komponen destinasi

pariwisata yang meliputi atraksi wisata, amenitas, aksesibilitas,

infrastruktur dan fasilitas pendukung, melalui mekanisme kegiatan fungsi

di dalamnya.

d. Destinasi Pariwisata adalah suatu area yang mencakup wilayah geografis

tertentu yang didalamnya terdapat elemen-elemen produk wisata yang

memiliki keterkaitan dan keterpaduan sistimik dalam menciptakan motivasi

kunjungan dan menggerakkan kegiatan kepariwisataan (UU tentang

Kepariwisataan No.10/ Th. 2009). Pada penelitian ini sebagai destinasi

adala kawasan wisata dan sentra industri kreatif di Kota Bandung yang

menjadi kawasan amatan.

2. Batasan wilayah penelitian sebagai lokasi amatan intensif adalah kawasan

wisata dan sentra industri kreatif di Kota Bandung. Justifikasi yang mendasari

pemilihan kawasan wisata adalah karena kuatnya arus kunjungan wisatawan

dan pertumbuhan usaha kreatif di kawasan tersebut. Secara lebih spesifik

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

12

fokus wilayah amatan dibatasi pada pengamatan subsektor industri fesyen

dan kuliner di kawasan Dago, RE.Martadinata/Riau dan Cihampelas ,

sedangkan di Cibaduyut dan Suci pengamatan dilakukan terhadap sebaran

produksi industri fesyen (sepatu dan kaos sablon).. Kelima kawasan

penelitian dapat ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut ini

Gambar 1.1 Wilayah penelitian berdasarkan fungsi kegiatan

industri kreatif di Kota Bandung Sumber: Peneliti,diolah dari data primer (2011)

3. Secara substansi penelitian ini dibatasi pada pemahaman atas kawasan

Dago dan RE. Martadinata yang dipandang memenuhi kriteria lokasi

penelitian karena adanya bangunan arsitektur bersejarah, industri fesyen

dan kuliner yang tumbuh dengan pesat dan banyak dikunjungi oleh

wisatawan sehingga saat ini menjadi pusat pertumbuhan industri pariwisata

CIHAMPELAS

DAGO RIAU

SUCI

CIBADUYUT

Kawasan wisata & sentra penjualan industri kreatif

sentra produksi industri kreatif

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

13

di Kota Bandung. Di sisi lain kawasan Dago merupakan kawasan cagar

budaya dan kawasan RE. Martadinata telah lama dikenal sebagai kawasan

Riau serta dipromosikan sebagai kawasan wisata belanja fesyen dan kuliner

kreatif. Oleh karena itu kedua kawasan wisata ini dipandang sangat penting

untuk diteliti lebih dalam guna mengetahui keterkaitan antara kedua industri

tersebut dan keterkaitannya dengan sistim keruangan Kota Bandung.

4. Sementara kawasan Cibaduyut, Suci dan Cihampelas merupakan sentra-

sentra produksi industri kreatif yang telah ditetapkan dengan kebijakan

pemerintah daerah setempat dalam Peraturan Daerah nomor 18 Tahun

2011. Cihampelas meskipun telah ditetapkan sebagai sentra industri Jeans

namun di lapangan terlihat fungsi kegiatan penjualan fesyen saat ini lebih

dominan. Cihampelas merupakan pemusatan kegiatan pelayanan ekonomi

dan banyak dikunjungi wisatawan. Sementara kegiatan produksi di Cibaduyut

terlihat menyebar pada lingkungan perumahan dan kegiatan penjualannya

menempati lokasi di jalan utama. Kawasan Suci merupakan sentra produksi

kaos namun produksinya dilakukan tersebar pada lingkungan perumahan

pula. Kegiatan yang menonjol pada jalur utama adalah penerimaan pesanan

dan distribusi. Oleh karena itu menjadi sangat penting untuk mengetahui

faktor-faktor apa yang mempengaruhi perbedaan kondisi keruangan 3 lokasi

tersebut dan pola sebaran industri kreatif setempat.

1.7 Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan peneliti, penelitian mengenai pola sebaran industri

kreatif dan sistim keruangan destinasi pariwisata untuk program S3 atau yang

sederajat belum pernah dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian tentang industri

kreatif yang telah dilakukan umumnya ditinjau dari aspek ekonomi dan geografi.

Berikut beberapa hasil penelitian yang terkait dengan industri kreatif seperti tertuang

pada tabel 1.4.

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

14

Tabel 1.4 Perbandingan hasil penelitian terkait dengan industri kreatif

NO. PENELITI JUDUL LOKASI FOKUS PENELITIAN

1. Ivan Turk (2003)

Cities,Cluster s and Creative

Industries : The Case Of Film

And Tv In Scotland

Glasgow, Scotland-

UK

Konsep kluster mempengaruhi pemikiran dan kebijakan

di bidang industri kreatif. Penelitian ini menganalisis

berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan film

dan TV di Skotlandia.

2. Luciana Lazzeretti,

Rafael Boix,

Francesco Capone

( 2009 )

Why Do Creative Industries

Cluster? An Analysis Of The

Determinants Of Clustering Of

Creative Industries

Denmark, Italia dan

Spanyol

Penelitian difokuskan pada historic &cultural heritage

dimana terjadi perbedaan pola klaster yang terkait

dengan pekerja kreatif di masing-masing negara. Pola

klaster dipengaruhi oleh peran sejarah, budaya,

diversifikasi produk, konsentrasi SDM dan Creative

Class.

3 Klaus R. Kunzmann

(2004)

Culture, creativity and spatial

planning

Dortmund &

Cardiff, UK

Budaya merupakan aspek penting yang harus menjadi

dasar untuk perencanaan,baik kota maupun wilayah.

Budaya merupakan dasar dari kreatifitas. Hanya

dengan pendekatan budaya lokal (etnik) dapat dijamin

adanya perencanaan kota/daerah yang berkelanjutan

4. Ted Tshang (2003) The Effect of Product

Development and Cultural

Sourcing on the Location of

Creative Industri : The Case of

US Computer Games Industri

Singapore Fokus pada perkembangan industri Computer Games

yang dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya

budaya setempat dan kreatifitas pengembang.

5. Abdul Halim& Azman

Che Mat (2010)

The Contribution of Heritage

Product Toward Malaysian

Tourism Industri

Trengganu,

Malaysia

Mengembangkan model hubungan industri kreatif dan

industri pariwisata melalui pengembangan produk

heritage dan membuktikan bahwa industri kreatif

mampu meningkatkan daya saing pariwisata Malaysia

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

15

NO. PENELITI JUDUL LOKASI FOKUS PENELITIAN

6. Chang Deong Khang

(2010)

The Impact of Bus Rapid

Transit on Location Choiceof

Creative Industri and

Employment Density

inSeoul,Korea

Seoul, Korea Fokus penelitian pada sistim BRT (Bus Rapid Transit)

dalam kota yang memicu tumbuhnya sentra industri

kreatif dan pemusatan tenaga kerja. Adanya halte BRT

di dalam kota Seoul telah mengakibatkan

terkonsentrasinya tenaga kerja karena pertimbangan

jarak ke lokasi kerja.

7 Zhang Meiqing &

Wang Lijun (2008)

Investigation and Analysis on

Creative Industri Cluster

Beijing Penelitian difokuskan pada perkembangan industri

kreatif di Beijing dan Shanghai yang cenderung

membentuk klaster dan dipengaruhi oleh faktor institusi,

SDM, sosial dan budaya. Meiqing dan Lijun

mengajukan model Sistim Produksi Industri Kreatif (The

Value of the Creative Industri Production Sistim) yang

dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut. Peneliti

berkesimpulan bahwa proses pembentukan klaster

industri kreatif terbagi 2 yaitu: Top Down dan Bottom Up

process. Industri. Faktor yang dominan mempengaruhi

adalah modal pemerintah atau lembaga terkait.

8. Durmaz ,B.

Platt,S.Yigitcanlar.T

.(2009)

Creativity,Culture and Tourism

: The case of Istanbul and

London Film Industries

Istanbul & London Penelitian difokuskan pada pengembangan industri film

di Istanbul dan London. Penelitian menemukenali

dampak positif industri film terhadap industri pariwisata

karena dapat mempromosikan suatu daerah/kota.

Penelitian membahas pentingnya industri kreatif

terhadap pengembangan perkotaan dan pariwisata

yang berkelanjutan. Kesimpulan penelitian ini

difokuskan pada strategi pengembangan kota dan

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

16

NO. PENELITI JUDUL LOKASI FOKUS PENELITIAN

kebijakan.

9. Roberta Comunian,

Caroline Chapain, Nick

Clifton (tanpa Tahun)

Location, location, location:

exploring the complex

relationship between creative

industries and place

Inggris Penelitian difokuskan pada pemahaman hubungan

yang dinamis antara industri kreatif dengan geografi.

Peneliti menyimpulkan bahwa tempat kreatif/Creative

Placesmerupakan suatu hubungan yang kompleks

(complex relationship)dan membawa dampak terhadap

lokasi, baik yang berupa kota-kota kecil atau pedesaan.

Hubungan yang kompleks tersebut terkoneksi karena 4

faktor yaitu: infrastruktur, Pemerintah, Soft infrastructure

dan Pasar.

10. Lunderquist, Per

(2002)

Spatial Clustering and

Industrial Competitiveness

Swedia

Uppsala University

Disertasi diarahkan pada faktor penyebab dan dampak

dari klastering yang terkait dengan kegiatan ekonomi.

Klaster industri musik di Swedia menunjukkan adanya

keterkaitan antara konsentrasi usaha musik di wilayah

Stockholm dengan proses lokalisasi pembelajaran dan

inovasi sehingga terjadi persaingan industri.

Page 17: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

17

Berdasarkan telaahan atas penelitian-penelitian tersebut di atas dapat

dijelaskan bahwa belum ada penelitian yang mengaitkan secara tegas antara

pola sebaran industri kreatif dengan sistim keruangan destinasi

pariwisata,meskipun penelitian yang dilakukan oleh Durmaz et.al(2009) memiliki

kemiripan dalam memilih obyek penelitian yaitu kota dan kepariwisataan.

Penelitian Durmaz et.al tersebut tidak membahas secara dalam mengenai

bentuk pola sebaran industri kreatif dan interaksi yang terjadi antara industri

kreatif dengan pariwisata. Demikian pula dengan beberapa konsep industri

kreatif yang ada, meskipun berdasarkan hasil studi empirik dan pengamatan

dapat diindikasikan bahwa ada keterkaitan yang cukup besar antara industri

kreatif dengan destinasi pariwisata karena kedua sektor tersebut merupakan

sektor yang bergerak di berbagai lini.

Berawal dari pemetaan atas teori-teori dan konsep yang ada yang

dilanjutkan dengan pengamatan terhadap fenomena di lapangan, disusun suatu

kerangka pemikiran untuk mencari kekosongan dari teori konsep yang ada

sebagai suatu theorytical gap yang nantinya menjadi panduan dasar dalam

melakukan penelitian selanjutnya.

1.8 Kedudukan Penelitian Dalam Kajian Ilmu Arsitektur dan Perencanaan

dan Kebaharuan Pengetahuan

Industri kreatif adalah cerminan dari industri usaha kecil-menengah (UKM)

yang merupakan salah satu basis usaha sektor pariwisata yang memberikan

dampak langsung (direct effect) kepada masyarakat. Dapat diamati bahwa

keberadaan beberapa subsektor industri kreatif seperti kerajinan, arsitektur, dan

seni pertunjukan, bahkan juga subsektor-subsektor lainnya seperti teknologi

informasi, fesyen, dan desain telah menjadi bagian penting dari eksistensi

industri pariwisata yang multidimensional.

Sebagai komponen daya saing destinasi pariwisata keberadaan industri

kreatif dalam sebuah destinasi tidak dapat terlepas dari segala kegiatan yang

terjadi pada destinasi tersebut (Koestantia, 2010). Keberadaan industri kreatif

membawa berbagai dampak dan konsekuensi terhadap perkembangan destinasi

pariwisata yang bersangkutan, baik menyangkut dampak fisik destinasi maupun

sosial budaya masyarakat di dalamnya.

Page 18: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

18

Dalam tinjauan ilmu Arsitektur dan Perencanaan, ilmu Arsitektur

merupakan ilmu yang menyangkut bentuk fisik ruang buatan sebagai tempat

(place) bagi manusia yang berhubungan dengan segala kompleksitas kebutuhan

kehidupannya, baik individu maupun komunal. Bentuk ruang fisik buatan dapat

berupa bangunan individu maupun lingkungan terbangun yang mewadahi

manusia dan segala kegiatannya. Oleh karena itu, ilmu Arsitektur merupakan

bagian dari ilmu pemukiman manusia atau human settlement di dalam pengertian

yang lebih luas (Doxiadis, 1968 dalam Mulyandari, 2010:15). Dalam berbagai

penelitian, human settlement selalu menyangkut aspek ekonomi, sosial dan

budaya.

Sementara suatu kota atau kawasan dapat berkembang apabila

direncanakan dengan baik dengan meningkatkan sektor-sektor yang bisa

dioptimalkan. Antara ilmu arsitektur dengan perencanaan kota memiliki

hubungan yang sangat erat karena ilmu arsitektur lahir dari adanya tuntutan akan

kebutuhan manusia dalam pemenuhan wadah atau tempat bernaung, baik di

perkotaan maupun pedesaan. Hasil penelitian yang difokuskan pada

perkembangan kawasan dalam Kota Bandung ini diharapkan akan dapat mengisi

dan memperkaya teori-teori perkotaan.

Dalam konteks penelitian ini yang mencoba untuk meneliti pola-pola

sebaran industri kreatif di Indonesia, tidak terlepas dari faktor penentuan lokasi

industri terkait. Teori lokasi yang digunakan sebagai dasar penentuan sebaran

industri kreatif oleh para peneliti seperti Lazzaretti ( 208), Evans (2009),

Ratanawaraha et.al (2008) dan Horley et.al (2010) nampak menggunakan teori-

teori populer dengan penekanan pada aspek ekonomi dan menggabungkannya

dengan teori Florida (2008), sehingga konsep-konsep pola sebaran industri

kreatif tersebut masih menyatakan bahwa lokasi industri kreatif dipengaruhi oleh

faktor-faktor: biaya produksi, persaingan, ketersediaan bahan baku, moda

transportasi dan pemusatan tenaga kreatif.

Beberapa konsep tentang lokasi industri kreatif menyatakan bahwa

industri kreatif cenderung terkonsentrasi di kota-kota besar dan membentuk pola

klaster dengan penafsiran yang beragam serta keterkaitannya dengan inovasi

(Lazzaretti et.al, 2009). Konsep pola sebaran industri kreatif tersebut didasarkan

pada hasil penelitian di luar negeri yang dilakukan terhadap perusahaan

Page 19: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

19

perusahaan industri kreatif dalam bentuk firm sehingga penekanannya masih

pada manfaat ekonomi,sedangkan di Indonesia usaha kreatif tumbuh dari usaha

rumahan (home industri) .

Pola klaster yang dihasilkan pada penelitian-penelitian tersebut di atas

didasarkan pada fungsi kegiatan produksi dan belum menyentuh pola distribusi

serta fungsi kegiatan penjualan produk kreatif. Konsep-konsep yang muncul dari

beberapa penelitian tersebut di atas selama ini belum dirangkai menjadi suatu

teori dan belum menjelaskan secara spesifik tentang pola sebaran industri kreatif

yang terkait dengan aspek keruangan setempat. Dalam sistim keruangan

destinasi pariwisata, aksesibilitas merupakan subsistim dan komponen destinasi

yang sangat mempengaruhi keputusan wisatawan dalam pemilihan lokasi

destinasi tujuan wisata. Aksesibilitas terkait dengan infrastruktur dan jaringan

transportasi. Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain

selalu melalui jalur-jalur tertentu yang dalam penelitian ini dinyatakan sebagai

jalur pergerakan.

Penelitian ini meninjau berbagai fungsi-fungsi kegiatan yang terjadi di

dalam lokasi industri kreatif serta pengaruh keruangan yang diakibatkan oleh

interaksi antar fungsi kegiatan tersebut. Penelitian ini memperhitungkan pula

pasar konsumen yang merupakan individu dan kelompok wisatawan yang

memiliki daya beli bervariasi serta keinginan dan kebutuhan yang senantiasa

berubah-ubah. Karena itu penelitian ini mencoba untuk membangun teori pola

sebaran industri kreatif dengan pengaruh pola perjalanan wisatawan terhadap

penentuan lokasi industri kreatif.

Dalam korelasinya dengan dinamika masyarakat urban, kreatifitas

dirumuskan Florida (2002) dalam teori yang disebutnya pertumbuhan ekonomi 3-

T, yaitu Teknologi, Talenta (bakat), dan Toleransi. Teknologi adalah kunci yang

mendorong pertumbuhan ekonomi. Talenta (bakat) terkait dengan modal

manusia, dan dalam hal ini kota adalah tempat dimana modal manusia ini bisa

tumbuh lebih cepat. Namun teori ini tidak menjelaskan bagaimana masyarakat di

negara berkembang yang masih menggunakan teknologi sederhana dan

mendasarkan pada budaya, dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi

perkotaan. Untuk itu maka penelitian ini mencoba untuk mengisi celah tersebut

dengan penelitian yang melibatkan masyarakat sederhana tetapi mampu

menciptakan kreatifitas sebagai dasar industri kreatif.

Page 20: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

20

Terkait dengan fokus penelitian yang memilih kasus di Kota Bandung,

maka pemilihan teori tidak dapat terlepas dari teori perkotaan. Dari aspek sosial,

kota dapat dipandang sebagai suatu komunitas yang diciptakan awalnya untuk

menampung kegiatan masyarakatnya dan meningkatkan produktifitas melalui

konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja. Oleh karena itu memungkinkan

adanya keragaman intelektualitas, budaya dan kegiatan rekreatif seperti kegiatan

industri kreatif dan kepariwisataan. Suatu wilayah dapat dikatakan sebagai kota

apabila mampu menyediakan kebutuhan dan pelayanan yang dibutuhkan oleh

penduduk setempat. Sementara pelayanan kota tergantung pada struktur kota

tersebut.

Teori struktur kota (Harris dan Ullmann, 1945) menjelaskan bahwa proses

pertumbuhan suatu kota ditimbulkan oleh perkembangan yang terjadi secara

terus menerus dari sejumlah pusat-pusat pertumbuhan yang kemudian

mempengaruhi pola penggunaan lahan. Apabila teori ini dikaitkan dengan

konsep pariwisata perkotaan maka jelas bahwa pariwisata perkotaan merupakan

kebutuhan wisatawan atas sebuah kota dan bersama dengan penduduk

setempat memanfaatkan kota secara berbeda (Jansen dan Verbeke, 1986 dan

Law, 1993). Baik teori struktur kota maupun teori penggunaan lahan (Colby,

1933) didasarkan pada keterkaitannya dengan industri manufakturing dan tidak

secara spesifik menjelaskan keterkaitannya dengan industri kreatif dan

pariwisata.

Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa perencanaan destinasi

pariwisata merupakan bagian dari perencanaan kota, yang melibatkan beberapa

aspek terkait seperti lokasi, kegiatan dan infrastruktur. Oleh karenanya penelitian

ini meliputi penggunaan fasilitas kota oleh wisatawan dan hubungan fungsi-

fungsi kegiatan kedua industri tersebut dalam sistim keruangan destinasi

pariwisata (place) akan dapat memperkaya teori-teori tersebut dan merupakan

hal baru yang akan memberikan kontribusi berarti bagi perkembangan ilmu

arsitektur dan perencanaan destinasi pariwisata kota.

Semua temuan penelitian ini yang terkait dengan hal-hal tersebut di atas

diharapkan dapat dirangkai menjadi teori baru dalam pola sebaran industri kreatif

di Indonesia dan mengisi celah (gap) konsep yang ada selama ini. Kedudukan

penelitian ini dalam kebaharuan pengetahuan dapat ditunjukkan pada diagram

(gambar 1.2) berikut ini:

Page 21: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75519/potongan/S3...1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai

21

Gambar 1.2 Kedudukan penelitian dan kebaharuan pengetahuan