BAB I Awan-hujan

32
MAKALAH KLIMATOLOGI AWAN DAN HUJAN Disusun Oleh : Kelas H / Kelompok 7 1. Candra Ayu Febriana 125040201111028 2. M. Abdi Guna Wiyahya 125040201111029 3. Prawesty Dinnar Jatumara 125040201111030 4. Anita Qur’ania 125040201111031 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

description

....

Transcript of BAB I Awan-hujan

Page 1: BAB I Awan-hujan

MAKALAH KLIMATOLOGI

AWAN DAN HUJAN

Disusun Oleh :

Kelas H / Kelompok 7

1. Candra Ayu Febriana 125040201111028

2. M. Abdi Guna Wiyahya 125040201111029

3. Prawesty Dinnar Jatumara 125040201111030

4. Anita Qur’ania 125040201111031

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2012

Page 2: BAB I Awan-hujan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi cuaca maupun iklim adalah awan

dan hujan. Dimana kedua faktor ini terdapat hubungan yang sangat erat. Awan yang

terdapat pada atmosfer bumi terbentuk akibat. Awan terbentuk dan memiliki ukuran

sesuai dengan kekuatan alam yang mendorong kelembapan udara tersebut ke atas dan

temperatur atmosfer. Awan yang mengalami kondensasi akan terbentuk hujan.

Salah satu faktor penunjang dalam peningkatan produktivitas pertanian adalah

pengetahuan tentang distribusi curah hujan dapat diketahui daerah mana saja yang

rawan menghadapi banjir atau kekeringan akibat ekstrimnya curah hujan. Sebagai

contoh akhir akhir ini terjadi perubahan yang sangat ekstrim pada kondisi global yang

mempengaruhi banyak faktor.

Topik yang belum lama ini menjadi bahasan hangat yakni hujan asam. Hujan

asam yang terbentuk akibat ketidakseimbangannya kandungan ion yang terbentuk

disaat kondensasi. Di mata kuliah klimatologi ini kita akan mempelajari bagaimana

proses awan dan bagaimana proses hujan terjadi juga bagaimana hubungan

keterkaitan antara awan dan hujan. Dengan makalah ini akan dibahas lebih lanjut

tentang awan dan hujan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk mengetahui pengertian awan

1.2.2 Untuk mengetahui proses pembentukan awan

1.2.3 Untuk mengetahui pengertian kondensasi

1.2.4 Untuk mengetahui jenis-jenis kondensasi

1.2.5 Untuk mengetahui proses kondensasi

1.2.6 Untuk mengetahui teori pembentukan awan

1.2.7 Untuk mengetahui klasifikasi awan

1.2.8 Untuk mengetahui penyebaran awan

1.2.9 Untuk mengetahui pengertian presipitasi

Page 3: BAB I Awan-hujan

1.2.10 Untuk mengetahui teori yang menjelaskan terjadinya hujan

1.2.11 Untuk mengetahui Klasifikasi presipitasi

1.2.12 Untuk mengetahui Modifikasi curah

1.2.13 Untuk mengetahui Faktor yang mempengeruhi curah hujan

1.2.14 Untuk mengetahui hujan asam

1.2.15 Untuk mengetahui dampak deposisi asam

1.2.16 Untuk mengetahui upaya mengendalikan deposisi asam

Page 4: BAB I Awan-hujan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Awan

Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara,

terjadi sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara

secara vertikal. Awan juga massa terlihat yang tertarik oleh gravitasi, seperti massa

materi dalam ruang yang disebut awan antar bintang dan nebula. Awan dipelajari dalam

ilmu awan atau fisika awan, suatu cabang meteorologi.

2.2 Proses Pembentukan Awan

Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi.

Udara yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan

udara di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah. Partikel-partikel yang disebut dengan

aerosol inilah yang berfungsi sebagai perangkap air dan selanjutnya akan membentuk

titik-titik air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara

terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, maka ia akan mengalami pendinginan dan

selanjutnya mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang

mengembun inilah yang terlihat sebagai awan. Makin banyak udara yang mengembun,

makin besar awan yang terbentuk.

2.3 Pengertian Kondensasi

Kondensasi atau nama lainnya dikenal dengan pengembunan adalah proses

perubahan wujud zat dari zat gas menajdi zat cair. Perubahan fisika adalah perubahan zat

yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Perubahan ini

tidak menghasilkan zat baru.

Pengembunan atau kondensasi merupakan proses perubahan zat yang melepaskan kalor/

panas. Kondensasi atau pengembunan ini merupakan lawan dari penguapan atau

evaporasi yang melepaskan panas.

Proses terjadinya pengembunan atau kondensasi ini adalah saat uap air di udara

melalui permukaan yang lebih dingin dari titik embun uap air, maka uap air ini akan

terkondensasi menjadi titik – titik air atau embun. 

Proses kondensasi ini dapat dijumpai di alam sekitar. Proses terbentuknya awan

merupakan proses kondensasi. Uap air yang naik akibat sinar matahari akan terkondensasi

di udara, hal ini dikarenakan udara di atas permukaan bumi lebih rendah dari titik embun

Page 5: BAB I Awan-hujan

uap air. Proses kondensasi inilah yang menyebabkan terjadinya awan.

2.4 Jenis-jenis Kondensasi

1. Inti higroskopis

Inti higroskopis adalah inti yang dapat menyerap dan mengikat uap air, terdiri

dari hasil pembakaran (asam Belerang dan uap zat lemas) dan garam-garam laut

(NaCl), dan juga dapat mempercepat terbentuknya awan

2. Inti non higroskopis

Inti non higroskopis yaitu berupa debu, pasir atau bahan padatan tanah yang sangat

kecil, tidak dapat menyerap dan mengikat uap air, dan tidak berpengaruh terhadap

pembentukkan awan.

2.5 Proses Kondensasi

Proses kondensasi terjadi ketika udara yang bergerak ke atas akan mengalami

pendinginan kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, Inti higroskopis menyerap air

pada RH 80%, berkembang terus hingga RH 90% dan akan berlangsung sempurna bila

RH 100% (tidak mudah), harus ada penambahan uap air yang cukup,

pendinginan/penurunan suhu, dapat terjadi bila udara berhubungan dg benda yang lebih

dingin , udara panas dan dingin bercampur , dan perubahan tekanan udara.

2.6 Teori Pembentukan Awan

Dalam pembentuukan awan bnyak teori yang melandasinya antara lain

1. Teori Tumbukan dan Penyatuan

Uap air di permukaan bumi akan berpindah secara horizontal dan vertikal,

secara horizontal air berpindah dikarenakan adanya angin, sedangkan secara vertical

air berpindah apabila ada gaya yang mendorong massa udara ke atas (up-draff),

setelah sampai di atas maka terjadilah tumbukan antara butir yang kecil dan besar.

Kemudian terjadilah penyatuan dan kondensasi atau perubahan dari uap air menjadi

fase cair (pengkristalan) dan terbentuklah awan.

2. Teori Bergeron (teori kristal es)

 Teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 derajat) yang terdiri dari

kristal es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 derajat celcius tetapi

belum membeku). perbedaan tekanan uap di sekitar butir-butir air dan di sekitar

partikel es (eair>e es) mengakibatkan butir-butir air mengembun di sekitar partikel-

Page 6: BAB I Awan-hujan

partikel es. partikel ini menyebabkan kristal es menjadi besar. jika berat butir hujan

ini telah melampaui daya dorong ke atas maka akan jatuh sebagai hujan. pembentukan

hujan demikian sering terjadi di daerah ekstra tropika atau pada awan cumulus yang

tumbuh menjadi cumulonimbus, dengan puncak awan berada di bawah titik beku.

Sifat-sifat butiran awan yaitu

1. Tidak semua awan yang terbentuk berpotensi menjadi hujan

2. Awan yang berpotensi hujan adalahjika berdiameter > 50 μ dan mempunyai

kecepatan jatuh 70 cm/sec. Kecepatan jatuh berhubungan dengan up-draff (uf),

apabila uf = g , maka tidak terjadi hujan, dan apabila uf < g maka akan terjadi

hujan.

3. Jika sebuah awan tumbuh secara kontinu, maka puncak awan akan melewati

isoterm 0 0C. Tetapi sebagian tetes-tetes awan masih berbentuk cair dan sebagian

lagi berbentuk padat atau kristal-kristal es jika terdapat inti pembekuan. Jika tidak

terdapat inti pembekuan, maka tetes-tetes awan tetap berbentuk cair hingga

mencapai suhu -40 0C bahkan lebih rendah lagi.

2.7 Klasifikasi Awan

Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya yaitu

A. Menurut morfologinya (bentuknya)

1) Awan Commulus

yaitu awan yang bentuknya bergumpal-gumpal dan dasarnya horizontal.

2) Awan Stratus

yaitu awan yang tipis dan tersebar luas sehingga dapat menutupi langit secara

merata.

3) Awan Cirrus

yaitu awan yang berdiri sendiri yang halus dan berserat, berbentuk seperti bulu

burung. Sering terdapat kristal es tapi tidak dapat menimbulkan hujan.

B. Menurut ketinggiannya

1. Awan tinggi ( tingginya antara 6.000-9000 m) karena tingginya selalu terdiri

dari kristal-kristal es.

a. Cirrus (Ci) : Awan putih seperti bulu burung

Page 7: BAB I Awan-hujan

b. Cirrostratus (Ci-St) : Awan putih merata seperti tabir

c. Cirrocumulus (Cr-Cu) : Seperti sisik ikan

2. Awan sedang (2000 m – 6000 m)

a. Altocumulus (A-Cu) : Awan bergumpal-gumpal lebat

b. Altostratus (A-St) : Awan berlapis-lapis tebal

3. Awan rendah (di bawah 200 m)

a. Stratocumulus (St-Cu) : Awan yang tebal luas dan bergumpal- gumpal

b. Stratus (St)  : Awan merata rendah dan berlapis-lapis.

c. Nimbo Stratus (No-St) : Lapisan awan yang luas, sebagian telah

merupakan hujan.

4. Awan yang terjadi karena udara naik, terdapat pada ketinggian 500 m–1500 m

a. Cummulus (Cu)   : Awan bergumpal-gumpal, dasarnya rata.

b. Comulo Nimbus (Cu-Ni) : awan yang bergumpal gumpal luas dan

sebagian telah merupakan hujan, sering terjadi angin ribut.

Keterangan :

1.Awan stratus

Awan ini menimbulkan hujan gerimis

2.Awan stratokumulus

Page 8: BAB I Awan-hujan

Awan rendah berbentuk seperti gelombang

3.Awan kumulus

Awan sebagai pertanda cuaca terang

4.awan altostratus

Awan sebagai pertanda akan turun hujan

5.Awan altokumulus

Awan menengah yang bentuknya seperti gelombang atau bola bola yang

tebal

6.Awan nimbostratus

Page 9: BAB I Awan-hujan

Awan yang muncul saat akan dan saat hujan

7.Awan kumulonimbus

Awan paling besar dan tumbuh secara vertikal, naik dalam bentuk gunung

berbentuk kembang kol yang bagian atasnya berserat dan sering menyebar

dalam bentuk landasan,awan ini menimbulkan hujan deras, disertai angin

dan petir.Kadang menyebabkan hujan es,diketahui pula sering membawa

tumpangan berupa angin puting beliung bahkan tornado.Sisa dari puncak

awan ini setelah menjadi hujan adalah awan keluarga sirus

8.Awan sirostratus

Awan yang tampak seperti kelambu halus

9.Awan sirokumulus

Awan yang berbentuk seperti gerombolan domba

10.Awan sirus

Page 10: BAB I Awan-hujan

Awan halus seperti sutera atau bulu burung. Awan ini letaknya paling tinggi

Tabel Klasifikasi Awan:

2.8 Penyebaran Awan

Keawanan dinyatakan dalam luas total langit yang tertutup awan dalam satuan

perdelapan, persepuluh atau persen. Jika keawanan bernilai 0 maka dikatakan langit cerah

tanpa awan. Jika keawanan 8/8 atau 10/10 atau 100 % maka langit tertutup awan total.

Penyebaran awan biasanya identik dengan penyebaran hujan. Keawanan cukup tinggi

berada dekat equator yang berhubungan dengan konvergensi massa udara dari dua

belahan bumi (ITCZ = inter tropical convergence zone). Keawanan yang sangat rendah

Page 11: BAB I Awan-hujan

terjadi di sekitar 20º – 30º lintang yg merupakan daerah divergensi karena adanya sel-sel

tekanan tinggi subtropika. Keawanan rata-rata terbesar ditemui sekitar lintang 60º yang

merupakan daerah pertemuan massa udara hangat lembab dari lintang rendah dan udara

dingin dan kering dari kutub.

Variasi keawanan dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

1. Di atas daratan

a. Keawanan min : terjadi malam hari ketika udara mulai stabil karena suhu

permukaan bumi

b. Keamanan max : terjadi siang sampai sore hari yg diakibatkan oleh proses

konveksi terutama di daerah tropis

c. Keawanan max sekunder : berasal dari kabut pagi yang naik, sering

terjadi di daerah benua terutama di atas lembah dan danau.

2. Di atas permukaan laut

a. Keawanan max : terjadi pada malam hari pada saat ketidakstabilan meningkat

karena adanya pendinginan (pelepasan energi melalui radiasi) dari puncak awan

b. Keawanan min : terjadi menjelang matahari terbit, pada saat terjadi absorbsi

radiasi langsung oleh lapisan-lapisan udara yang rendah sehingga awan-awan

rendah menghilang (menguap kembali).

2.9 Pengertian Presipitasi

Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling

penting. Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan

bumi. Hujan merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi

faktor pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan

(DAS). Peran hujan sangat menentukan proses yang akan terjadi dalam suatu kawasan

dalam kerangka satu sistem hidrologi dan mempengaruhi proses yang terjadi

didalamnya. Mahasiswa akan belajar tentang bagaimana proses terjadinya hujan,

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya, bagaimana karakteristik hujannya dan

mempelajari cara menghitung rata-rata hujan pada sutau kawasan dengan berbagai

model penghitungan rata-rata hujan.

2.10 Teori Yang Menjelaskan Terjadinya Hujan

Page 12: BAB I Awan-hujan

1. Teori Kristal Es

teori ini berlaku untuk awan dingin (di bawah 0 derajat) yang terdiri dari

kristal es dan air lewat dingin (air yang suhunya di bawah 0 derajat celcius tetapi

belum membeku). perbedaan tekanan uap di sekitar butir-butir air dan di sekitar

partikel es (eair>e es) mengakibatkan butir-butir air mengembun di sekitar partikel-

partikel es. partikel ini menyebabkan kristal es menjadi besar. jika berat butir hujan

ini telah melampaui daya dorong ke atas maka akan jatuh sebagai hujan. pembentukan

hujan demikian sering terjadi di daerah ekstra tropika atau pada awan cumulus yang

tumbuh menjadi cumulonimbus, dengan puncak awan berada di bawah titik beku.

2. Teori Tumbukan

butir-butir air yang lebih besar mempunyai kecepatan jatuh yang lebih    besar

dari butir-butir yang lebih kecil. tumbukan antar butir yang disertai penyatuan

menyebabkan butir bertambah besar dan berat sehingga mampu melawan daya angkat

udara dan jatuh sebagai hujan. laju pertumbuhan awan melalui proses tumbukan dan

penyatuan ini lebih besar dari laju pertumbuhan dengan kondensasi. proses ini tidak

hanya terjadi di daerah tropika, tetapi juga di lintang menengah dengan hadirnya

udara tropis di musim panas.

2.11 Klasifikasi Presipitasi

Hujan juga dapat terjadi oleh pertemuan antara dua massa air, basah dan

panas. Tiga tipe hujan yang umum dijumpai didaerah tropis dapat disebutkan sebagai

berikut:

1. Hujan konvektif ( convectional storms ), tipe hujan ini disebabkan oleh adanya beda

panas yang diterima permukaan tanah dengan panas yang diterima permukaan tanah

dengan panas yang diterima oleh lapisan udara diatas permukaan tanah tersebut.

Sumber utama panas di daerah tropis adalah berasal dari matahari. Beda panas ini

biasanya terjadi pada akhir musim kering yang menyebabkan hujan dengan intensitas

tinggi sebagai hasil proses kondensasi massa air basah pada ketinggian di atas 15 km.

2. Hujan Frontal ( frontal/ cyclonic storms ), tipe hujan yang umumnya disebabkan oleh

bergulungnyadua massa udara yang berbeda suhu dan kelembaban. Pada tipe hujan

ini, massa udara lembab yang hangat dipaksa bergerak ketempat yang lebih tinggi.

Page 13: BAB I Awan-hujan

Tergatung pada tipe hujan yang dihasilkanya, hujan frontal dapat dibedakan menjadi

hujan frontal dingin dan hangat. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan

frontal yang lazim dijumpai.

3. Hujan Orografik ( Orographic storms ), jenis hujan yang umum terjadi didaerah

pegunungan, yaitu ketika massa udara bergerak ketempat yang lebuh tinggi mengikuti

bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses kondensasi. Tipe hujan

orografik di anggap sebagai pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai karma

berlangsung di daerah hulu DAS.

Page 14: BAB I Awan-hujan

2.12 Modifikasi Curah (Hujan Buatan)

Modifikasi teknologi TMC

Dengan mempertimbangkan konsep TMC untuk menambah  curah hujan,

dengan sedikit saja modifikasi, teknologi  ini juga bisa digunakan untuk

mengantisipasi (atau  bisa diartikan mencegah) terjadinya banjir (akibat  curah hujan

tinggi).

Modifikasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Bahan semai yang digunakan adalah bahan semai  higroskopis dengan ukuran lebih

dari 10 µ-100 µ. Agar  lebih aman dari kemungkinan terjadinya peningkatan  curah

hujan, bisa saja digunakan bahan semai  higroskopis dengan ukuran 30-100 µ.

Dengan cara ini,  penyemaian awan hanya bertujuan untuk mempercepat  terjadinya

hujan. Mekanisme ini disebut juga sebagai  jumping process.

2. Awan-awan yang disemai adalah awan-awan yang masih berada di atas laut dan

diperkirakan (dengan mengukur  kecepatan angin dan posisi awan) dalam tiga jam ke

depan masih berada di atas laut. Dengan cara ini, bisa  dipastikan awan-awan yang

disemai akan jatuh di lautan  karena awan-awan yang disemai akan turun menjadi

hujan  dalam waktu kurang dari dua jam akibat mekanisme

jumping process.

2.13 Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan

1. Factor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah

garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah

lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang

tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang

kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.

2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan

yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah

suhunya akan semakin tinggi.

3. Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.

Page 15: BAB I Awan-hujan

4. Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin

jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.

5. Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah

pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin

menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai

ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh

diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi

tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di

Indonesia adalah angin Brubu.

6. Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu

antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.

7. Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil,

karena perjalanan uap air juga akan panjang.

2.14 Hujan Asam

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang harus benar-

benar difikirkan oleh umat manusia. Hujan asam merupakan istilah umum untuk

menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi. Sebenarnya turunnya asam

dari atmosfir ke bumi bukan hanya dalam kondisi “basah” Tetapi juga “kering”.

Sehingga dikenal pula dengan istilah deposisi ( penurunan / pengendapan ) basah dan

deposisi kering (Laras, 2006). Bhatfi et.al (1992) mengemukakan bahwa hujan asam

dapat terjadi ketika ada reaksi antara air, oksigen dan zat-zat asam lainnya di

atmosfer. Sinar matahari akan mempercepat terjadinya reaksi antar zat-zat tersebut.

Deposisi basah mengacu pada hujan asam , kabut dan salju. Ketika hujan asam

ini  mengenai tanah, ia dapat berdampak buruk bagi tumbuhan dan hewan , tergantung

dari konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah , buffering capacity ( kemampuan

air atau tanah  untuk menahan perubahan pH ), dan jenis tumbuhan/hewan yang

terkena. Deposisi kering mengacu pada gas dan partikel yang mengandung asam.

Sekitar 50% keasaman di atmosfir jatuh kembali ke bumi melalui deposisi kering.

Kemudian angin membawa gas dan partikel asam tersebut mengenai bangunan,

mobil, rumah dan pohon (Laras, 2006).

Page 16: BAB I Awan-hujan

Ketika hujan turun ,partikel asam yang menempel di bangunan atau pohon

tersebut akan terbilas, menghasilkan air permukaan (runoff) yang asam. Angin dapat

membawa material asam pada deposisi kering dan basah melintasi batas kota dan

Negara sampai ratusan kilometer. Untuk mengukur keasaman hujan asam  igunakan

pH meter. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH dibawah 5,0 ( Air

murni mempunyai pH 7 ). Makin rendah pH air hujan tersebut , makin berat

dampaknya bagi mahluk hidup.

Sumber hujan asam

Lehr et. Al ( 2005) membagi 3 jenis polutan utama yang menyebabkan

terjadinya hujan asam yaitu sulfur dioksida(SO2), nitrogen oksida (NOx)  dan volatile

organic compounds (VOCs) atau zat-zat organic yang mudah menguap. Sumber dari

kandungan sulfur alami diudara sebagian besar sekitar 25 sampai 30% berasal dari

letusan gunungapi seperti di El Chichon tahun 1982 atau Gunung Pinatubo pada tahun

1991.  Hidrokarbon juga dapat menyebabkan hujan asam, asam karboksilik, HCOO,

dan asam metilkarboksilik, CH3CO, merupakan hasil dari oksidasi emisi biota laut

maupun darat. Selain secara alami gas sulfur juga berasal dari pembakaran batubara

(Tjasyono, 2004, Lehr et. Al, 2005,) dan berasal dari emisi industri. Pada tahun 1983 

United Nations Environment Programme memperkirakan besarnya sulfur yang

dilepaskan antara 80-288  juta ton tiap tahunnya dan sekitar 69 juta ton diantaranya

berasal dari aktivitas manusia. (http://www.ace.mmu.ac.uk, 2010).

Nitrogen oksida (NOr = NO + NO2) selain berasal dari letusan gunungapi,

sumber dari zat ini adalah dari emisi tanah, kilat, pertukaran gas stratosfer-troposfer,

dan pembakaran biomassa. NO  merupakan hasil pembakaran bahan bakar

hidrokarbon, baik bahan bakar fosil maupun dari biomassa. besarnya oksida nitrogen

yang dilepaskan antara 20-90  juta ton tiap tahunnya dari alam dan sekitar 24 juta ton

diantaranya berasal dari aktivitas manusia (http://www.ace.mmu.ac.uk), 2010).

Amoniak dihasilkan dari emisi pupuk. Sumber-sumber pencemar ini berasar dari

pembuangan asap mesin (kendaraan bermotor dan stasiun pembangkit energy) dan

pembakaran biomassa (Tjasyono, 2004). Produksi N2O (termasuk CO2, HNO3, dan

CH4) dapat menyebabkan dampak lain yaitu efek rumah kaca dimana N2O memiliki

masa tinggal lebih dari 150 tahun di atmosfer sebelum terurai (Crutzen, 1987 dalam

Lehr et. Al ( 2005).

Page 17: BAB I Awan-hujan

Pembentukan

Fenomena Hujan Asam (http://en.wikipedia.org)

Hujan asam terdiri dari berbagai macam ion baik anion maupun kation. Kondisi

keseimbangan ionnya adalah

[H] + [Nat] + [Na4] + 2[Ca2] = 2[SO421 + 2[S032] + [NOfl + [C1] + [OH] + [HCO3] +

2[CO32]

Hal utama yang mempengaruhi pH hujan adalah karbon dioksida (CO2) dalam bentuk asam

karboksilik dalam air. Reaksi karbon dioksida adalah sebagai berikut

CO2 gas + H20 –> H2CO3 (2)

H2CO3 –>HCO3 + H (3)

HCO3 –>CO3 + H

Emisi SO2, NO, dan NH3 merupakan transformasi dari bentuk gas kemudian larut dalam air

hujan dimana terjadi reaksi kimia antara gas dan air. Sulfur dioksida ditransformasikan

sebagai berikut:

SO2+OH –> HOSO2

Dalam bentuk cair, reaksi lain dapat terjadi. Contohnya:

SO2 + H2O SO2 x H2O (14)

SO2 x H2O–> HSO3 + H (15)

HSO3 –> S032 + H

Page 18: BAB I Awan-hujan

Nitirit oksida (NO) sangat cepat beroksidasi menjadi NO2, khususnya ketika bereaksi dengan

ozon:

NO +O3–>NO2 +O2

Dari situ terlihat bahwa NO mengalami trasnformasi menjadi asam nitrit ketika bereaksi

dengan hidroksida

NO2+OH–>HNO3

2.15 Dampak Deposisi Asam

Deposisi asam yang turun akan membasahi tanah dan benda-benda dipermukaan

bumi, mengalir melalui sungai hingga ke danau atau rawa-rawa dan selanjutnya akan

memberikan dampak yang negatif.

1. Tanah. Pada tanah, deposisi asam akan menghilangkan nutrisi yang dibutuhkan dari

tanah. Deposisi asam juga dapat membebaskan senyawa-senyawa beracun ditanah

seperti almunium dan mercury, yang secara alamiah berada di tanah. Senyawa

beracun tersebut dapat mengkontaminasi aliran air sungai dan ait tanah sehingga

meracuni tumbuh-tumbuhan disekitarnya. Akan tetapi sebagian besar tanah termasih

jenis alkali dan dapat menetralisir aam secara tidak langsung, tapi jenis tanah yang

bukan alkali seperti di pegunungan yang bayak terkandung dari granit, maka tanah

hanya dapat bertahan sebentar saja dari asam.

2. Pepohonan. Dengan berkurangnya nutrisi tanah, deposisi asam dapat memperlambat

pertumbuan pohon. Deposisi asam juga dapat langsung menyerang pohon dengan

merusak lapisan lilin pada daun sehingga menyebabkan bintik mati berwarna

kecoklatan. Akibat dari kerusakan daun tersebut, pepohonan akan kekurangan

kemampuannya untuk ber-fotosintesis. Lebih jauh lagi, organisme hidup disekitar

tumbuhan juga akan terkena penyakit bila mengkonsumsi dedaunan yang rusak tadi.

Pepohonan pada dataran tinggi memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena

dampak deposisi asam. Pepohonan pada daerah tersebut lebih sering kontak dengan

awan yang mengandung asam. Salah satu kejadian terbutuk yang tercatat akibat

deposisi asam ini adalah rusaknya setengah populasi tumbuhan di Black Forest bagian

baratlaut Jerman.

3. Pertanian. Sebagian besar pertanian tidak terkena dampak yang signifikan dari

deposisi asam. Bagian tanah pada lahan pertanian bahkan mampu untuk menyerap

dan menetralisir asam. Akan tetapi lahan pertanian pada dataran tinggi dan

Page 19: BAB I Awan-hujan

pegunungan dapat terkena dampak deposisi asam. Lapisan tanah yang tipis kurang

mampu menetralisir asam. Petani dapat mencegah kerusakan tanaman dari asam

dengan cara menambahkan serpihan batu kapur (limestone) untuk menetralisir asam.

Atau bila sejumlah besar nutrisi telah hilang karena deposisi asam, petani dapat

menambahkan pupuk yang kaya akan nutisi.

4. Air Permukaan. Deposisi asam yang jatuh ketanah dan mengalir ke sungai, danau

dan rawa akan menyebabkan kenaikan pH air permukaan tersebut. Beberapa kota

besar seperti NewYork, Kanada bagian tenggara dan di Norwegia, air permukaannya

telah menunjukkan pH dibawah 5 sebagai indikasi penceparan asam. Akibatnya,

populasi akuatik air permukaan akan berkurang atau bahkan menghilang.

5. Hewan. Deposisi asam dapat mempengaruhi hewan secara tidak langsung. Jika dalam

suatu rantai makanan terdapat spesies yang peka terhadap asam, maka seluruh hewan

yang memakan spesies tersebut akan terkontaminasi. Deposisi asam juga dapat

membahayakan ekosistem air. Hewan-hewan kecil di air biasanya akan mati pada saat

pH mendekati 6. Kodok masih dapat bertahan pada pH yang sedikit lebih asam, tetapi

bila makanannya punah akibat asam, maka populasi kodok-pun akan berkurang.

Telur-telur ikan tidak akan menetas pada pH mendekati 5 dan apabila pH mencapat

4,5, maka air akan steril dan tidak bisa mendukung kehidupan disekitarnya.

6. Manusia. Keasaman pada air permukaan hanya berdampak kecil pada manusia secara

langsung. Bahkan masih dikatakan aman untuk berenang di danau yang paling asam

sekalipun. Akan tetapi, secara tidak langsung deposisi asam akan menghanyutkan

polutan mercury dari tanah dan akan meracuni ikan yang dikonsumsi manusia.

Diudara, asam yang bereaksi dengan senyawa lain akan menyebabkan kabut polusi

(urban smog) yang mengakibatkan iritasi pada paru-paru, asthma, bronchitis dan

penyakit pernapasan lainnya. Partikel solid dari sulfat akan sangat merusak paru-paru

bila terhirup.

7. Bangunan. Deposisi asam baik basah maupun kering dapat merusak bangunan,

patung, kendaraan bermotor dan benda yang terbuat dari batu, logam atau material

lain bila diletekkan diarea terbuka untuk waktu yang lama. Kerusakan akibat korosi

ini terbilang mahal apalagi bila terjadi pada kota-kota bersejarah. Kuil-kuil di Athena,

Yunani dan Taj Majal di India kini mulai rusak akibat polusi asam.

Page 20: BAB I Awan-hujan

2.16 Upaya Mengendalikan Deposisi Asam

Cara terbaik untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengurangi

jumlah SO2 dan NOx yang dikeluarkan oleh pabrik, kendaraan bermotor dan

pembangkit listrik. Jalan lan untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan

mengganti bahan bakar yang lebih bersih dari SO2 dan NOx. Pengurangan kandungan

sulfur dari minyak bumi dan batubarajuga dapat dilakukan sebelum diolah menjadi

bahan bakar. Penggunaan Air Scrubber dan catalytic converter juga bermanfaat untuk

mencegah polutan terbebas ke udara. Bila deposisi asam telah terjadi, bubuk batu

kapur dapat digunakan untuk menetralisir asam. Di Norwegia dan Swedia, danau-

danau diberi perawatan khusus untuk menetralkan asam. Diperkotaan, permukaan

benda dapat dilapisi oleh cat anti asam untuk mengantisipasi kerusakan.

Perjanjian Internasional juga dijadikan acuan agar berbagai negara lebih

disiplin terhadap pengeluaran polusinya. Kanada tercatat menerima sekitar 50 persen

polusi asam dari US. Norwegia dan Swedia juga menerima polusi asamnya dari

Inggris, Jerman, Polandia dan Rusia. Sebagian besar polusi asam i Jepang juga datang

dari Cina. Pada tahun 1988, disponsori oleh PBB, 24 negara menandatangani

perjanjian untuk mengurangi emisi NOx. Tahun 1991, US dan Kanada

menandatangani perjanjian batasan polusi SO2 dari industri negaranya. Tahun 1994 di

Oslo, Norwegia, 12 negara Eropa menyetujui untuk mengurangi emisi SO2 hingga 87

persen ditahun 2010.

Langkah legislatif tersebut membawa hasil yang cukup baik untuk mengurangi

deposisi asam. Dilaporkan bahwa Emisi sulfur di Eropa berkurang mencapai 40

persen dari tahun 1980 hingga 1994. Pada tahun yang sama, polusi SO2 di Norwegia

juga turun 75 persen. Emisi SO2 tahunan US turun dari 26 juta ton menjadi 18,3 ton

pertahunnya sejak tahun 1980. Kanada juga melaporkan emisi SO2 nya berkurang

menjadi 2,6 juta ton.

Page 21: BAB I Awan-hujan

BAB III

KESIMPULAN

Awan adalah kumpulan titik-titik air atau es yang melayang-layang di udara, terjadi

sebagai hasil kondensasi pada latitude yang tinggi oleh adanya penaikan udara secara

vertikal.

Awan dapat terbentuk jika terjadi kondensasi uap air di atas permukaan bumi. Udara

yang mengalami kenaikan akan mengembang secara adiabatik karena tekanan udara

di atas lebih kecil daripada tekanan di bawah, selanjutnya akan membentuk titik-titik

air. Selanjutnya aerosol ini terangkat ke atmosfer, dan bila sejumlah besar udara

terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, lalu mengalami pendinginan dan selanjutnya

mengembun. Kumpulan titik-titik air hasil dari uap air dalam udara yang mengembun

inilah yang terlihat sebagai awan.

Pengembunan adalah proses perubahan wujud zat dari zat gas menajdi zat cair.

Proses kondensasi terjadi ketika udara yang bergerak ke atas akan mengalami

pendinginan kelembaban nisbinya (RH) akan bertambah, Inti higroskopis menyerap

air pada RH 80%, berkembang terus hingga RH 90% dan akan berlangsung sempurna

bila RH 100% (tidak mudah), harus ada penambahan uap air yang cukup,

pendinginan/penurunan suhu, dapat terjadi bila udara berhubungan dg benda yang

lebih dingin , udara panas dan dingin bercampur , dan perubahan tekanan udara.

Teori pembentukan awan ada dua yaitu teori tumbukan dan penyatuan dan teori

Bergeron (teori kristal es).

Awan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan ketinggiannya yaitu menurut

morfologinya (bentuknya) dan ketinggiannya. Berdasarkan bentuknya yaitu Awan

Commulus , Awan Stratus, Awan Cirrus , sedangkan berdasarkan ketinggiannya

yaitu awan tinggi ( tingginya antara 6.000-9000 m), awan sedang (2000 m – 6000 m),

awan rendah (di bawah 200 m), dan awan yang terjadi karena udara naik, terdapat

pada ketinggian 500 m–1500 m.

Penyebaran awan dilangit dinyatakan dalam luas total langit yang tertutup awan

dalam satuan perdelapan, persepuluh atau persen. Jika keawanan bernilai 0 maka

dikatakan langit cerah tanpa awan. Jika keawanan 8/8 atau 10/10 atau 100 % maka

langit tertutup awan total.

Page 22: BAB I Awan-hujan

Presipitasi (hujan) merupakan salah satu komponen hidrologi yang paling penting.

Hujan adalah peristiwa jatuhnya cairan (air) dari atmosfer ke permukaan bumi. Hujan

merupakan salah satu komponen input dalam suatu proses dan menjadi faktor

pengontrol yang mudah diamati dalam siklus hidrologi pada suatu kawasan (DAS).

Teori yang menjelaskan terjadinya hujan ada 2 yakni teori kristal es dan teori

tumbukan.

Klasifikasi presipitasi Hujan konvektif ( convectional storms ), Hujan Frontal (

frontal/ cyclonic storms ), Hujan Orografik ( Orographic storms ),

Modifikasi curah dengan mempertimbangkan konsep TMC untuk menambah  curah

hujan, dengan sedikit saja modifikasi, teknologi  ini juga bisa digunakan untuk

mengantisipasi (atau  bisa diartikan mencegah) terjadinya banjir (akibat  curah hujan

tinggi).

Faktor Yang Mempengaruhi Curah Hujan yaitu faktor garis lintang, faktor ketinggian

tempat, dari sumber air (penguapan), arah angin, hubungan dengan deretan

pegunungan, faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, faktor luas daratan.

Hujan asam adalah suatu masalah lingkungan yang serius yang harus benar-benar

difikirkan oleh umat manusia. Hujan asam merupakan istilah umum untuk

menggambarkan turunnya asam dari atmosfir ke bumi.

Dampak deposisi asam akan berdampak pada tanah, pepohonan, pertanian, air

permukaan, hewan, manusia dan bangunan.

Cara terbaik untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengurangi jumlah SO2

dan NOx yang dikeluarkan oleh pabrik, kendaraan bermotor dan pembangkit listrik.

Jalan lan untuk mengurangi deposisi asam adalah dengan mengganti bahan bakar

yang lebih bersih dari SO2 dan Nox.

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: BAB I Awan-hujan

http://www.cuacajateng.com/pembentukanawan.html. (Diakses tanggal 28 November 2012)

http://arisyazhi.blogspot.com/2010/12/pembentukan-hujan.html (Diakses tanggal 28

November 2012)

: http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2117917-pengembunan-atau-kondensasi/

#ixzz2DajYgsJN (Diakses tanggal 28 November 2012)

http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?page_id=114 (Diakses tanggal 28 November 2012)

. Hart, John.2009. Acid rain. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.

Asdak, chay.2007.hidrologi dan pengelolaan DAS.Yogyakarta:Gadjah Mada University

Chai, asdak.1995.Daur hidrologi dan ekosistem DAS.Yogyakarta.Gadjah Mada University

press

Handoko.1993.Klimatologi Dasar.Bogor: Pustaka Jaya

Musfil A.S. 2008. Isu Lingkungan Global. Diktat PLI. Surabaya: Teknik Kimia ITS,

Suyono, Sudarsono. Dan Kensaku. Takeda,2006.Hidrologi untuk pengairan.PT.Jakarta:

Pradnya Paramita