BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk...

32
BAB I A. Latar Belakang Kebutuhan informasi yang menyangkut sejarah sangat dibutuhkan oleh suatu kelompok masyarakat karena informasi sejarah itu merupakan bagian dari pada kehidupannya di masa lalu yang dapat memprediksikan kehidupan dirinya di masa depan. Buku ini berjudul SEJARAH JEMAAT GPIB ‘BETHANIA’ UJUNG PANDANG, adalah suatu tulisan yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang kehidupan jemaat ‘Bethania’ yang senantiasa bergumul menyatakan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara pada umumnya dan di tengah-tengah masyarakat Kota Madya Makassar pada khususnya. Untuk memberikan suatu keadaan yang sesungguhnya, tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu tulisan ini bersifat apa adanya, penuh dengan keterbatasan yang tentunya terbuka untuk perubahan, penyesuaian bahkan pembaharuan bilamana itu dibutuhkan. Rencana untuk menuangkan suatu cerita yang bernafaskan sejarah telah lama dirintis oleh Jemaat Bethania. Hal ini dapat diketahui dari surat Majelis Sinode Jakarta Nomor 2877/74/MS.X tanggal 15 February 1974 yang ditandatangani oleh Penatua D.H Kasenda (Ketua II) dan Pendeta B.Simauw, S.Th dimana dalam surat itu Majelis Sinode GPIB mengharapkan kepada sekalian Majelis Jemaat GPIB (yang terdapat di 21 propinsi Indonesia) untuk menyampaikan secara terperinci latar belakang jemaat, sensus- sensu, pembangunan Gedung Gereja dan lain-lain keterangan yang bersifat sejarah sampai batas waktu hingga akhir Juni 1974. Di lingkungan Jemaat Bethania surat tersebut tidak terlalu berpengaruh karena pada tahun 1973, oleh Pengurus Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Bethania telah dibentuk team yang memang ditugaskan untuk menulis sejarah tentang Gereja Bethania. Team ini secara intensif telah mengadakan pertemuan- pertemuan yang membicarakan tentang sejarah gereja. Tercatat seperti yang tercantum dalam surat Team Nomor 02/Team Penyusun/11973 tanggal 9 November 1973 bahwa team melaporkan kegiatannya (selengkapnya maksud surat disalin) sebagai berikut : I. Operation Tool (OT) Sesudah rapat tanggal 16 Oktober 1973, maka team mengadakan konsultasi pada tanggal 17 Oktober 1973 untuk menentukan : a. Kurun waktu, lokasi, pembagian dalam tahap dan konstruksi dari pada rangka sejarah.

Transcript of BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk...

Page 1: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

BAB I

A. Latar Belakang

Kebutuhan informasi yang menyangkut sejarah sangat dibutuhkan oleh suatu kelompok masyarakat

karena informasi sejarah itu merupakan bagian dari pada kehidupannya di masa lalu yang dapat

memprediksikan kehidupan dirinya di masa depan.

Buku ini berjudul SEJARAH JEMAAT GPIB ‘BETHANIA’ UJUNG PANDANG, adalah suatu tulisan yang

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan informasi tentang kehidupan jemaat ‘Bethania’ yang senantiasa

bergumul menyatakan kehadirannya di tengah-tengah kehidupan bangsa dan negara pada umumnya dan

di tengah-tengah masyarakat Kota Madya Makassar pada khususnya. Untuk memberikan suatu keadaan

yang sesungguhnya, tentu tidak semudah seperti membalikkan telapak tangan. Oleh karena itu tulisan ini

bersifat apa adanya, penuh dengan keterbatasan yang tentunya terbuka untuk perubahan, penyesuaian

bahkan pembaharuan bilamana itu dibutuhkan.

Rencana untuk menuangkan suatu cerita yang bernafaskan sejarah telah lama dirintis oleh Jemaat

Bethania. Hal ini dapat diketahui dari surat Majelis Sinode Jakarta Nomor 2877/74/MS.X tanggal 15

February 1974 yang ditandatangani oleh Penatua D.H Kasenda (Ketua II) dan Pendeta B.Simauw, S.Th

dimana dalam surat itu Majelis Sinode GPIB mengharapkan kepada sekalian Majelis Jemaat GPIB (yang

terdapat di 21 propinsi Indonesia) untuk menyampaikan secara terperinci latar belakang jemaat, sensus-

sensu, pembangunan Gedung Gereja dan lain-lain keterangan yang bersifat sejarah sampai batas waktu

hingga akhir Juni 1974.

Di lingkungan Jemaat Bethania surat tersebut tidak terlalu berpengaruh karena pada tahun 1973, oleh

Pengurus Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Bethania telah dibentuk team yang memang ditugaskan untuk

menulis sejarah tentang Gereja Bethania. Team ini secara intensif telah mengadakan pertemuan-

pertemuan yang membicarakan tentang sejarah gereja. Tercatat seperti yang tercantum dalam surat Team

Nomor 02/Team Penyusun/11973 tanggal 9 November 1973 bahwa team melaporkan kegiatannya

(selengkapnya maksud surat disalin) sebagai berikut :

I. Operation Tool (OT)

Sesudah rapat tanggal 16 Oktober 1973, maka team mengadakan konsultasi pada tanggal 17 Oktober

1973 untuk menentukan :

a. Kurun waktu, lokasi, pembagian dalam tahap dan konstruksi dari pada rangka sejarah.

Page 2: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

b. Penentuan jangka waktu untuk menyusun dan memasukkan konsepsi.

c. Berdasarkan ketentuan A dan B, maka Operation Tool disusun dan ditetapkan dalam queslionaires.

II. Konsep

a. Wawancara diadakan pada tanggal 18,19 dan 20 Oktober terhadap orang tua yang mengetahui tentang

kota Makassar, termasuk Bapak J.A.Sasabone (wawancara berlangsung selama dua jam).

Tanggal 21 Oktober pagi diadakan penelitian terhadap : berkas surat-surat, risalah-risalah rapat, dan

surat-surat authentiek lainnya dari Yayasan.

Tanggal 21 Oktober malam: konsepsi disusun.

Tanggal 22 Oktober, konsep sejarah diketik dan dibagi-bagikan untuk mendapatkan TANGGAPAN dan

SANGGAHAN.

b. 1. Koreksi dan tambahan dikirim dari konseptor dari kota Palu tertanggal 25 Oktober 1973 surat

tercatat No.790. surat dikirim kepada Pengurus Harian Majelis.

2. Konsultasi antara Ketua Majelis, Sekretaris team dan konseptor pada tanggal 20 Oktober 1973.

3. Surat pertama dari team berupa tanggapan dan usul di dalam pasal 9 tertanggal 29 Oktober 1973 .

4. Sanggahan pertama dari Bapak J.A.Sasabone di dalam rapat bersama dari P.M Majelis dan team

tertanggal 6 November 1973 (kami memohon dari PHM sudi kiranya Raw data yang diberikan

bapak Sasabone dapat diperbanyak dan dibagi-bagikan kepada anggota team).

c. 1. Berdasarkan keputusan rapat tanggal 6 November 1973 research diintensipkan dengan tugas-tugas

khusus diberikan kepada Bapak W.Samahati dan Bapak Mamahit (kami mohon dari PHM sudi

kiranya Raw data yang dimasukan oleh bapak-bapak tersebut diatas diperbanyak dan dibagi-bagikan

kepada anggota-anggota team).

2. Pembagian Tugas dari team dengan terbentuknya Panitia Kecil untuk mengolah hasil-hasil research

dan konsep terdiri :

Ketua : DR (HC) J.A.SASABONE

Anggota : Dra.Da.C.L.Manuputty-M

Anggota : Karel Kuhuwael

Page 3: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Anggota : B.E.Tunawanakotta

Rapat bersama antara Team dan PHM akan diselenggarakan tanggal 15 November 1973 oleh PHM

dimana a. l diberikan Progress Report dan Evaluasi.

III. Design dan Isi

Pandangan kami mengenai brochure :

1. Kulit Muka : gambar lambang Jemaat Bethania (diurus oleh PHM).

2. Kata Pengantar.

3. Prakata.

4. Sejarah Jemaat Bethania (lih. Bagian I dan II).

5. Foto-foto.

6. Bagan Organisasi (diurus oleh PHM).

7. Nama-nama PHM dan anggota Majelis.

8. Peta Jemaat Bethania (Bgn Penjelasan).

IV. Penjelasan

Bagan Organisasi dari GPIB Jemaat Bethania, peta daerah lingkup jemaat Bethania dan Lambang

Jemaat Bethania adalah yang serasi dan sama pentingnya dengan sejarah Gereja Bethania , jikalau

brochure diterbitkan.

Khusus mengenai Peta Jemaat Bethania :

a. Didasarkan atas Peta Kota Madya Up yang dapat dibeli di toko buku:

1. Dioleh diatasnya Daerah Lingkup Jemaat Bethania.

2. Ditempatkan sektor-sektor AYALON, BETLEHEM, PNIEL dan BETHANIA.

3. Dibubuhkan rumah-rumah ibadah, rumah sakit/ klinik/ bersalin dan kantor pos, tak lupa juga

sekolah-sekolah Kristen dan Rumah Theodora.

b. Demografie : Contoh

Kota Madya Makassar berpenduduk 442.100 jiwa. Islam 330.574 jiwa dengan 202 mesjid/

mushallah, Kristen Protestan 46.712 jiwa dengan 37 gedung gereja. Katholik 9.467 jiwa dengan 9

gedung gereja. Hindu Budha 12.212 jiwa dengan 4 klenteng dan 1 Wihara. 14.955 jiwa beragama

lain dan 28.180 jiwa belum tercatat keyakinannya. (Dikutip dari IPKRISS terbitan 1970 Lamp.IV hal

20 oleh M.Umar Djoha Daeng Situdju / Johanis Wataba).

Page 4: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Team bekerja keras untuk menyusun riwayat Jemaat melalui rancangan dan konsep kemudian

dibahas dalam pertemuan-pertemuan rutin. Konsep dirubah (ditambah dan dikurangi bagian-

bagiannya) sehingga menghasilkan sebuah konsep net untuk diolah lebih lanjut oleh Majelis Jemaat

pada waktu itu. Hal ini dapat diketahui berdasarkan surat tim tanggal 21 November 1973, Nomor 03/

Tim Penyusun/1973, Naskah tertanggal 22 Oktober 1973 ditandatangani oleh Bapak

B.E.TUWANAKOTTA (disalin sesuai aslinya oleh Ibu C.J.HUWAE, pada tanggal 4 Desember

1973) yang diserahkan kepada Pimpinan harian Majelis Jemaat Bethania untuk diproses lebih lanjut.

Dengan demikian maka tugas tim telah selesai.

Karena kesibukan dan tugas lain, konsep tersebut tidak sempat digarap lebih lanjut sesuai kehendak

tim penyusun, sesuai suratnya tersebut diatas sehingga maksud dari pada surat Majelis Sinode hingga

tahun1993 tidak terealisasi. Dalam rapat-rapat Paripurna Majelis Jemaat GPIB Bethania, masalah ini

selalu mendapat perhatian dari peserta rapat karena kebutuhan akan sejarah memang menjadi idaman

jemaat yang ingin mengetahui latar belakang berdirinya Rumah Gereja Bethania dan juga sebagai

tanggung jawab moral terhadap maksud baik dari Majelis Sinode GPIB. Karena ini merupakan suatu

kewajiban maka dalam setiap rapat Paripurna Majelis Jemaat masalah penulisan sejarah selalu

dimasukkan sebagai program kerja tahunan.

Pada tahun 1993, berdasarkan surat keputusan Majelis Jemaat Nomor 05/93/MJ.V/Kpts tanggal 9

Mei 1993 dibentuk komisi-komisi untuk membantu Majelis Jemaat merealisasikan program kerja

tahunannya, salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan /

Penelitian Perencanaan dan Pengembangan’ disingkat Komisi BINDIK-LITNABANG dengan

susunan keanggotaannya adalah sebagai berikut :

Bapak Drs.J.G.Nelwan (Koordinator)

Bapak C.P.Patty

Bapak Drs.D.M.Talahatu

Bapak Drs.B.Labuha

Bapak Tommy K Welas

Bapak Isamu Hiroji

Diaken Ny.W.Sasabone

Bapak Drs.Harry Katuuk

Tugas daripada komisi ini adalah menyusun Sejarah Gereja Bethania disamping tugas lain yang telah

diputuskan dalam rapat Paripurna Majelis Jemaat pada April 1993 sebagai Program Kerja Tahun

1993/1994. Komisi secara rutin yaitu mulai bulan Juni-Agustus 1993 mengadakan pertemuan di

kalangan anggotanya. Pertemuan rutin ini dihadiri oleh PHMJ dalam hal ini bapak Penatua

Page 5: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

A.J.Samalate dalam kapasitasnya sebagai Ketua II periode 1992-1996 yang membidangi komisi

BINDIK-LITNABANG dan bapak Jopie M Sahilatua (Sekretaris II). Pertemuan antara lain untuk

merumuskan perencanaan dan proposal dalam rangka pelaksanaan program kerja Majelis Jemaat.

Setelah perencanaan dan proposal disusun, koordinator komisi (Bapak Drs.J.G.Nelwan)

menyampaikan surat tertanggal 27 Agustus 993 kepada Pengurus harian Majelis Jemaat tentang

Kalender dan Proposal Rencana Pelaksanaan Program kerja Majelis Jemaat tahun 1993-1994. Dalam

pengantar surat tersebut dinyatakan bahwa untuk program tertentu yang memerlukan kerjasama

dengan komisi lain (lintas komisi) dapat dibicarakan bersama.

Di lain pihak Komisi Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan (disingkat Komisi EKUBANG) yang

dikoordinir oleh bapak W.L.F.Sahanaya, juga membicarakan tentang pembicaraan aset/harta milik

gereja yang sampai saat itu belum diketahui dimana rimbanya. Pembicaarn dalam komisi

EKUBANG ini diikuti oleh bapak Fredrik Tulaseket, SE dalam kapasitasnya sebagai ketua IV PHMJ

periode 1992-1996 yang membidangi komisi EKUBANG.

Dalam kesempatan pertama bapak Fredrik Tulaseket, SE mengundang dua komisi yaitu Komisi

BINDIK-LITNABANG dan Komisi EKUBANG untuk bersama-sama membicarakan inisiatif

penggabungan kedua komisi untuk memenuhi kelengkapan aset/harta milik gereja serta penulisan

sejarah gereja. Hasil daripada pembicaraan ini menelorkan Surat Keputusan Majelis Jemaat Nomor

10/93/MJ.X/Kpts tanggal 22 Oktober 1993 tentang pembentukan ‘TIM KELENGKAPAN HARTA

MILIK GEREJA DAN PENULISAN SEJARAH GEREJA ‘BETHANIA’ UJUNG PANDANG’

dengan masa tugas sampai dengan 31 Maret 1994. Susunan personalia Tim adalah sebagai berikut :

1. Diaken P.J.Moka sebagai Koordinator

2. Bapak Drs. J.G.Nelwan sebagai Anggota

3. Penatua J.M.Papilaya sebagai Anggota

4. Diaken Ny.W.Sasabone sebagai Anggota

5. Penatua dr.D.Ch.P.Gaspersz sebagai Anggota

6. Bapak C.P.Patty sebagai Anggota

7. Diaken Nn.Dra.L.A.Tupan sebagai Anggota

8. Bapak Isamu Iliroji sebagai Anggota

9. Bapak Drs. B.Labuha sebagai Anggota

10. Bapak Drs. D.M.Talahatu sebagai Anggota

11. Bapak Tommy W Kelas sebagai Anggota

12. Bapak Drs. Harry Katuuk sebagai Anggota

Page 6: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Tim segera bertugas dan mengadakan pertemuan-pertemuan baik di lingkungan Tim maupun dengan

pihak PHMJ, khususnya membicarakan tentang rencana kerja dan proposal kebutuhan biaya selama

Tim melaksanakan tugasnya.

Pada hari Minggu tanggal 12 Desember 1993, dalam ibadah Hari minggu jam 09.00 yang dipimpin

oleh Pendeta Y.E.F.Talise Sm.Th, salah satu tugas Tim yang menyangkut kelengkapan harta milik

gereja dapat direalisasikan yaitu penyerahan dokumen gereja dari bapak B.E.Tuwanakotta kepada

PHMJ melalui penandatanganan Berita Acara. Dengan selesainya tugas tersebut maka perhatian Tim

ditujukan pada Penulisan Sejarah Gereja ‘Bethania’.

Melalui pertemuan-pertemuan rutin di kalangan Tim pada bulan January 1994, disepakati out line

atau sistimatika penulisan dengan pembagian tugas seperlunya. Saat itulah tugas penulisan mulai

dikerjakan. Namun untuk tugas itu harus di dahului dengan perkunjungan-perkunjungan kepada

orang-orang tua jemaat yang dipandang mengetahui tentang sejarah jemaat.

B. METODOLOGI PENULISAN

Penulisan tentang sejarah berbeda dengan penelitian-penelitian yang memerlukan perangkat statistik,

karena penelitian sejarah lebih cenderung untuk menggunakan pendekatan dokumentasi yang

mempunyai nilai-nilai sejarah. Metode ini dikenal dengan Metode Penggunaan Bahan Dokumen.

Dan pendekatan ini juga tidak dikhususkan pada penelitian sejarah tetapi dapat digunakan pada

penelitian-penelitian sosial lainnya.

Sartono Kartodirdjo, dalam karangannya yang berjudul Metode-metode Penelitian Masyarakat‘ oleh

Koentjraningrat (redaktur) 1983, halam 44 mengatakan :

‘Bahwasanya data yang terdapat dalam bahan documenter tidaklah secara khusus tersedia bagi

penelitian sejarah saja, tetapi juga secara leluasa dapat digunakan dalam penelitian ilmu-ilmu

sosial pada umumnya, akan menjadi jelas apabila kita ingat bahwa masyarakat sebagai gejala

mempunyai dimensi temporal. Sistem sosial dalam masyarakat terdiri dari interaksi yang telah

dipranatakan serta mempunyai kontinuitas. Disamping proyeksi ke masa depan, yang terdiri dari

anjuran dan harapan, sistem sosial juga mempunyai proyeksi ke masa lampau, yaitu berupa adat

istiadat, nilai-nilai budaya dan pranata-pranatanya. Hal ini memperkuat alasan untuk

menggunakan bahan documenter dalam sosiologis, antropologi dan ilmu politik. Lagi pula

apabila kita memandang rangkaian hubungan sosial dewasa ini sebagai kulminasi dari

Page 7: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

perkembangan serta perubahan historis, maka ilmu-ilmu sosial perlu menggunakan bahan

documenter.’

Berdasarkan pendapat tersebut, penelitian tentang sejarah gereja dapat digunakan pula pendekatan

sosial misalnya Sosiologi. Berhubung dalam penulisan sejarah ini menyangkut keadaan suatu

masyarakat dengan kelembagaannya yang khas maka disamping aspek dokumen yang diteliti, aspek

masyarakatnya pun secara langsung terlibat di dalamnya. Oleh karena itu penulisan buku ini

menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan sosial kemasyarakatan sebagai gejala yang

mempunyai dimensi temporal secara kontinyu dan pendekatan bahan dokumen sebagai data

terhadap perubahan historis.

Kedua pendekatan tersebut sanggup memproyeksikan suatu keadaan di masa lampau dan sanggup

pula memprediksikan keadaan di masa depan. Pendekatan melalui bahan documenter dapat melihat

sampai sejauh mana proses perkembangan suatu objek penelitian dari suatu populasi sebagai akibat

proses sejarah. Dengan demikian pendekatan ini bila dikaitkan dengan kondisi sosial suatu

masyarakat akan menghasilkan prediksi-prediksi tertentu yang mampu menggambarkan keadaan

masa lalu, keadaan masa sekarang dan anjuran atau harapan untuk memprediksikan masa depan.

Lain dari pada itu hal yang terpenting dalam pendekatan documenter adalah dokumen-dokumen yang

bernilai sejarah harus diukur validitasnya sehingga tingkat kepercayaan terhadap dokumen yang

lazim disebut nilai kritik dapat dikurangi serendah mungkin. Penulisan dengan menggunakan

pendekatan bahan dukomenter pada pokoknya akan meliputi dokumen yang bentuknya tertulis

maupun tidak tertulis. Dokumen-dokumen ini dikenal sebagai data verbal seperti yang terdapat

dalam surat-surat, catatan-catatan, laporan-laporan dan memories (kenangan) yang diungkapkan

oleh seseorang. Dan dokumen ini pula dapat mengatasi ruang dan waktu, sehingga dimungkinkan

untuk memperoleh pengetahuan tentang gejala historis. (Sartono Kartodirdjo,147).

Yang dimaksud dengan surat-surat ialah persuratan yang dilakukan oleh badan yang berwenang atau

pejabat yang ditunjuk untuk itu, yang otentikasinya tidak perlu diragukan lagi. Catatan-catatan

adalah rekaman hasil kegiatan yang dituangkan ke dalam suatu buku, yang berguna untuk merekam

apa yang pernah dibicarakan. Sedangkan memories (kenangan) adalah informasi lisan yang

dituturkan oleh pelaku sejarah. Dalam teknis penelitian, penggalian dokumen memerlukan waktu

yang cukup lama dengan ketekunan untuk mengkomparasikan temuan dokumen yang satu dengan

dokumen yang lain (kritik historis) sehingga berguna bagi generalisasi.

Page 8: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Lebih lanjut Sartono Kartodirdjo (hal. 59) mengatakan bahwa penilaian terhadap bahan documenter

harus dilakukan dengan cermat artinya sebelum mengambil data, terlebih dahulu harus ditanyakan

apakah dokumen itu otentik atau palsu, siapakah pembuatnya, bagaimanakah bahasanya, bentuknya

dan apakah sumbernya. Jawaban terhadap pertanyaan ini merupakan ‘kritik historis’. Kritik historis

ini akan menjadi alat bantu dalam menyeleksi kebutuhan dokumen yang diperlukan.

Telah dikemukakan diatas bahwa penulisan buku ini menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan

bahan dokumen dan pendekatan sosiologis. Untuk memenuhi prosedur penulisan maka diperlukan

serangkaian kegiatan wawancara untuk mengkomparasikan hasilnya dengan dokumen yang ada.

Penulisan buku sejarah ini menggunakan teknik wawancara dengan bentuk wawancara yang tidak

berstruktur dan metode pertanyaannya terbuka (Jacob Vredenbergt, hal 93). Artinya wawancara

dilakukan kepada pelaku-pelaku sejarah melalui pertanyaan yang tidak tersusun dengan sistematis

dan pertanyaan-pertanyaan itu melibatkan pula objek lain diluar objek penelitian (terbuka) yang

tujuannya untuk mengetahui keterkaitan periodik terhadap suatu peristiwa.

C. OBJEK PENULISAN

Objek penulisan dalam buku ini adalah suatu organisasi gereja yang dikenal dengan nama Gereja

Protestan Indonesia di Bagian Barat Jemaat ‘Bethania’ Ujung Pandang disingkat GPIB Jemaat

‘Bethania’ dengan pusat kegiatan keagamaan di Gedung Gereja yang terletak di Jalan G.Nona /

S.Nuri Nomor 3 Ujung Pandang.

GPIB jemaat Bethania sebagai suatu organisasi atau Lembaga keagamaan mempunyai rekaman

tentang lintasan sejarahnya (sama halnya dengan gereja lain) karena dalam kehadirannya lembaga ini

telah menunjukkan peranan yang sangat penting dalam membina warganya. GPIB Jemaat ‘Bethania’

ini telah melewati masa-mas sulit dengan dinamika tertentu melalui perjuangan merindukan akan

Kasih Tuhan yang oleh jemaat-Nya semata-mata ditujukan untuk menempuh kehidupan dunia

berdasarkan ajaran Kristus untuk keselamatan di alam baka nanti.

Lintasan sejarah dalam kurun waktu tertentu telah membawa warganya pada suatu keadaan yang

harmonis bagi kehidupan berjemaat sesuai dengan motto yang terdapat dalam Lukas 13:29. Pola

baku yang terdapat dalam Injil itu menuntun jemaat untuk beribadah, bersekutu, berpelayanan dan

berkesaksian menurut ajaran Kristus yang menyongsong masa depan bagi dirinya maupun bagi

generasinya. Banyak suka dan duka dalam kehidupan jemaat yang telah tergambar dalam lintasan

sejarahya, sehingga menimbulkan tekad untuk mandiri sebagai konsekuensi dari pada perjuangan

Page 9: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

masa lalu. Lintasan sejarah itu sulit untuk dilupakan, namun diperlukan pula rekaman untuk

menyimpannya karena keuzuran waktu, banyak dokumen dan memoar yang telah memudar seperti

memudarnya kehidupan fisik umat manusia. Banyak tokoh-tokoh pelaku sejarah telah dipanggil

Allah Bapa di Sorga, banyak dokumen telah lapuk karena waktu, dan banyak cerita telah di

modifikasi sehingga meragukan keabsahannya. Namun itulah salah satu dinamika dalam penulisan

sejarah.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistimatika penulisan buku ini disusun sedemikian rupa dengan berpatokan pada kurun-kurun waktu

tertentu yang tujuannya agar penulisan pada Bab yang satu saling bersambungan dengan uraian-

uraian pada bab berikutnya. Oleh karena itu sistimatika buku yang berjudul SEJARAH JEMAAT

GPIB ‘BETHANIA’ UJUNG PANDANG ini disusun sebagai berikut :

Bab I merupakan bab pendahuluan yang memuat tentang latar belakang, metode penulisan, objek

penulisan dan sistimatika penulisan.

Bab II tentang Sejarah Jemaat Bethania yang berisikan keadaan Jemaat Protestan di Kota Makassar

(1921-1973), keadaan semasa pendudukan Jepang (1941-1945), masa transisi (1945-1949), keadaan

Jemaat di Fort Roterdam dan keadaan Jemaat di Ambon kamp.

Bab III tentang Pembangunan Rumah Gereja ‘Bethania’ (1949-1973) yang berisikan tentang

kerinduan akan adanya Rumah Gereja, usaha-usaha penggalangan dana dan berdirinya Rumah

Sembahyang ‘Bethania’.

Bab IV tentang kehadiran Jemaat Bethania di lingkungan GPIB, dimana dikemukakan selayang

pandang Majelis Sinode GPIB, Jemaat Bethania bagian daripada GPIB dan juga melukiskan keadaan

Musyawarah Pelayanan.

Bab V menyangkut GPIB Jemaat Bethania masa kini. Dalam bab ini dibahas tentang sekilas lanjutan

pembangunan dan rehabilitasi gereja, pemekaran wilayah pelayanan, Tata Gereja, tugas pelayanan

Majelis Jemaat, Badan Pelayanan Kategorial, Komisi-komisi, BPPJ, Tugas-tugas Paduan Suara,

Kevikariatan, Pegawai Kantor dan Aset / Harta milik gereja.

Bab VI tentang Pembinaan Gerejawi, dalam bab ini diuraikan tentang pembinaan Pendeta Jemaat,

pembinaan anggota Majelis jemaat, pembinaan BPK, pembinaan warga jemaat termasuk katekisasi

dan pembinaan-pembinaan yang sifatnya terpadu.

Page 10: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Bab VII adalah bab terakhir dalam buku ini yang memuat tentang simpulkan umum yang telah

ditulis pada bab sebelumnya.

Page 11: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

BAB II

SEJARAH JEMAAT ‘BETHANIA’

Seperti telah dikemukakan dalam Bab I (Latar Belakang), bahwa penulisan sejarah Jemaat GPIB

Bethania telah dimulai sejak tahun 1973. Hasil daripada konsep penulisan sejarah gereja tersebut

dapat ditemukan dan dibaca di kantor Majelis Jemaat ‘Bethania’ sebagai dokumen sejarah karya

penulis yang tidak dapat dinilai harganya. Dikatakan demikian karena nara sumber dan pelaku

sejarah sebahagian besar telah meninggal dunia sehingga sangat sulit untuk menggali kembali

sejarah jemaat melalui dokumen tulisan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa pelaku sejarah yang masih hidup, perlahan-lahan

memories terungkap kembali. Gambaran jemaat, atau cikal bakal jemaat pada waktu itu secara

transparan dapat dilihat kembali. Hal ini menjadi bahan referensi bagi Tim Kelengkapan Harta Milik

Gereja dan Penulisan Sejarah Gereja sehingga dapat melaksanakan tugasnya (lanjutan tugas yang

pernah dilakukan oleh team tahun 1973) sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh

Majelis Jemaat yaitu 31 Maret 1994.

Dalam bab ini, diuraikan tentang sejarah cikal bakal Jemaat GPIB Bethania yang direkam dari

konsep tim Penyusun Sejarah Rumah Gereja sesuai surat Tim kepada Pimpinan Majelis jemaat

Nomor 03/Team Penyusun/1173 tanggal 21 Novembaer 1973, dimana teknik penulisan, sistimatika,

gaya dan tata bahasa dimodifikasi kembali sesuai kemampuan yang sifatnya terbatas dari Tim

penulisan Sejarah yang dibentuk pada tahun 1993.

A. KEADAAN JEMAAT PROTESTAN DI KOTA MAKASSAR

1921-1941

Cikal bakal jemaat adalah kaum pendatang dari berbagai suku bangsa di Indonesia yaitu Minahasa,

Sangihe-Talaud, Ambon, Nusa Tenggara, Tapanuli dan lain-lain yang beragama Kristen Protestan.

Sejak tahun 1921 jemaat-jemaat itu telah saling berkenalan dan saling mengunjungi satu sama lain.

Di antara kaum muda mereka saling kawin-mawin membentuk keluarga Kristen yang jumlahnya

semakin lama semakin banyak. Mereka secara sadar membentuk suatu kelompok pergaulan hidup

berdasarkan kesamaan-kesamaan budaya dan agama, dan karena lokasi pemukiman juga tempat

tinggal mereka saling berdekatan yaitu disekitar kampung Lariangbangi (sekarang Jl. S.Poso),

Kampung Pisang / kampung Lajangiru (sekarang Jl. G.Merapi), Kampung Mardekaya (sekarang Jl.

Page 12: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

G.Latimojong dan Jl. Veteran), dan Kampung Maricaya dan Kampung Dadi (sekarang Jl. Rusa dan

Jl. Lanto Dg Pasewang).

Mereka mengadakan interaksi keagamaan dalam kehidupan sehari-hari melalui suatu kebaktian

keluarga yang dinamakan ‘Beston’ (Belanda = Bidstond). Beston adalah kebaktian/ibadah yang

dihadiri oleh keluarga-keluarga yang seiman, saling berdekatan rumah, sesuku untuk memuji dan

memuliakan kebesaran Tuhan. Beston diadakan secara bergiliran dalam tenggang waktu tertentu

(biasanya seminggu sekali). Dan Beston atau kebaktian keluarga ini telah menyebar keseluruh

pemukiman Kristen di Kota Makassar sehingga pemerintah pada waktu itu menunjuk saudara

Montolalu dengan jabatan Hoofd Inlandse Christenan untuk mengurus orang-orang Kristen bangsa

Indonesia dalam bidang ketertiban beribadah.

Interaksi keluarga cikal bakal Jemaat Bethania memang memungkinkan menurut teori-teori

kemasyarakatan (misalnya saja teori Sosiologi) yang mengatakan bahwa hubungan antar masyarakat

merupakan aktivitas-aktivitas yang timbal balik antara individu-individu dalam suatu pergaulan

bersama. Sifat interaksi meliputi adanya pelaku yang berjumlah dua atau lebih, adanya komunikasi

antara pelaku dengan perantara lambang-lambang, adanya aspek waktu yang meliputi masa lalu,

sekarang dan masa depan, serta adanya objektivitas (Soedjono, 1985, 42).

Interaksi yang dilakukan berulang-ulang menyebabkan rasa seiman sepengharapan dikalangan

keluarga itu tumbuh semakin mendalam sehingga ada kesepakatan untuk menamakan beston sebagai

ciri khas masing-masing. Muncullah bagian-bagian beston dengan nama Mohabed, Tuwokona,

Ebenhaezer, Persaudaraan, Syarekat Masehi, Sehati, Memontomori, Maranatha dan lain-lain.

Kemudian melalui beston-beston itu lahir pula perkumpulan-perkumpulan menyanyi (Koor) dengan

nama Tuwokona, Ebenhaezer, Persaudaraan, Maranatha, Sehati dan lain-lain.

Sebagai catatan sejarah, paduan suara Tuwokona didirkan pada tanggal 30 Maret 1931 oleh

Hyronimus Lansart, anggota-anggota pertama dari pada paduan suara ini semula adalah kaum bapak

yang sebagian besar berasal dari Sangihe Talaud. Kaum Ibu juga tidak ketinggalan misalnya saja

‘Kaum Ibu KRIS (Kebangunan Rohani Ibu-ibu Sangir)’ didirikan pada tanggal 21 Desember 1939

dengan badan pengurus yang diketahui oleh Ibu Jd.Ny.W.Daud-Mangeghog. Juga ‘Kaum Ibu Batu

Hidup ’ lahir di sekitar tahun itu.

Beston adalah kebaktian yang sifatnya terbuka, artinya siapa saja asalkan seiman dapat

mengikutinya, namun dengan mayoritas keluarga dalam beston tersebut adalah satu suku bangsa

dengan ciri khas budaya tertentu. Karena sifat keterbukaan beston dalam hal keanggotaan maka

Page 13: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

pemupukan rasa persaudaraan, rasa senasib dan sepenanggungan dalam Kristus semakin kuat dan

tidak saja menerobos dalam kebaktian, tetapi juga menerobos dalam kehidupan sosial dan keluarga

melalui perkawinan di antara jemaat.

Dalam catatan Tim Penulisan Sejarah tahun 1973 disebutkan nama-nama keluarga krtisten yang

bermukim disekitar kampung-kampung Lariangbangi, kampung Pisang, kampung Mardekaya,

kampung Dadi/Maricaya yaitu :

Keluarga Minahasa : Keluarga Rambat, Pantouw, Tampun, Pongoh, Kamasi, Tanos, Tumbelaka,

Malonda, Kekung, Montolalu, Paat dan lain-lain.

Keluarga Sangihe-Talaud : Keluarga Daud, Kawinda, Matualaga, Tatontos, Sanggelorang,

Manumpil dan lain-lain.

Keluarga Nusa Tenggara : Keluarga Hans, Paada, Eluama, Ohey, Johannes, Messakh, Tuju dan

lain-lain.

Keluarga dari Tapanuli : Keluarga Sitompul dan Conradijn Gultom yang pada waktu itu sebagai

guru sekolah.

Keluarga Ambon : Keluarga Wattimena, Puttiray, Aipassa, Tetelepta, Hittiyahubessi, Sitania,

Kayadu, Ophir, Siegers, Diasz dan lain-lain.

Beston hanya terbatas pada kebaktian keluarga saja, sedangkan untuk beribadah hari Minggu mereka

mengikuti kebaktian di Gereja Immanuel. Pendeta-pendeta yang bertugas memimpin ibadah pada

sekitar tahun 1941 adalah Ds.F.Noya, Ds.Mathindas, Ds.Pattykayhattu dan Ds.Undap.

B. KEADAAN SEMASA PENDUDUKAN JEPANG

(1941-1945)

Di zaman pendudukan Jepang, keadaan jemaat sangat menderita, kekejaman bala tentara Jepang

kadang di luar batas perikemanusiaan. Kekejaman itu membuat banyak orang mati karena siksaan

atau di pencung. Banyak wanita menjadi janda dan banyak pula anak-anak menjadi piatu. Untuk

menghindari kekejaman itu dan juga untuk menghindari pemboman yang dilakukan oleh tentara

sekutu, jemaat mengungsi ke tempat-tempat yang dirasa aman. Jemaat menyingkir ke daerah-daerah

terpencil di sekitar kota Makassar seperti ke Pakatto, Ko’bang, Katangka, Pa’bangeang, Soro,

Kasimberang, Sampeang, Pao-pao, Pacinongan dan daerah-daerah lain dengan tujuan untuk

keselamatan juwa.

Page 14: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Kekejaman bala tentara Jepang ini misalnya menimpa salah seorang hamba Tuhan yaitu Pendeta

Pattykayhattu dimana beliau sudah mengadakan perjamuan kudus di Pakatto (Kabupaten Gowa),

beliau ditangkap oleh tentara Jepang kemudian di pancung. Tokoh kita J.A.Sasabone juga pernah

ditangkap oleh tentara Jepang namun setelah ditahan selama 6 bulan beliau dilepaskan kembali. Dan

orang - orang tertentu yang dapat dianggap dapat membahayakan kehadiran tentara Jepang tersebut

dikejar-kejar ke manapun perginya.

Pada tahun 1941 hadir di tengah-tengah jemaat seorang hamba Tuhan yang bernama Pendeta Pieters

Souhoka, pendeta yang berasal dari Gereja Protestan Maluku (GPM) yang oleh Majelis Sinode GPM

ditugaskan untuk melayani Jemaat Protestan di Luwuk (Sulawesi Tengah). Karena peristiwa perang

Dunia II, beliau tidak dapat meneruskan perjalanannya ke Luwuk dan akhirnya tinggal di Makassar.

Dalam pelaksanaan tugas sebagai pelayan firman, Pendeta Souhoka menggantikan Ds.F.Noya yang

pindah ke Jawa.

Pendeta Souhoka dan keluarga termasuk pengungsi yang mengungsi ke Jipang (Ko’bang) sekitar 16

kilometer dari Makassar. Di Jepang ini pendeta Souhoka secara teratur mengadakan kebaktian

bersama-sama dengan pengungsi lainnya. Beliau sering ke Makassar dengan berjalan kaki untuk

memimpin kebaktian. Demikian juga pendeta Undap yang mengungsi ke Romang Polong sering ke

Makassar dengan tugas yang sama dengan tugas pendeta Souhoka. Hamba-hamba Tuhan ini

memang demikian adanya, tugas panggilan gereja tetap dilaksanakan tanpa pamrih yang dikemudian

hari tercatat sebagai tokoh pelaku sejarah jemaat GPIB Bethania.

Karena keadaan yang sulit untuk berkomunikasi (pengungsi saling berjauhan lokasi dan tidak ada

sarana transportasi) disertai perasaan takut kepada tentara Jepang, jemaat saling berkumpul satu

dengan yang lainnya menunggu-nunggu kapan penderitaan ini berakhir. Di Makassar, gereja

Immanuel disita oleh tentara Jepang dan rumah ibadah itu dijadikan tempat penyimpanan abu

jenazah tentara Jepang yang meninggal. Sedangkan jemaat yang tidak ikut mengungsi dan tetap

tinggal di kota Makassar secara pribadi beribadah dirumah masing-masing sambil dicekam

ketakutan. Apakah ketakutan itu disebabkan karena kekejaman tentara Jepang ataukah ketakutan itu

disebabkan karena bom yang dijatuhkan dari pesawat-pesawat pembom milik sekutu.

Karena tidak ada tempat untuk kebaktian, jemaat yang tidak ikut mengungsi dan tetap bermukim di

Makassar itu mengadakan kebaktian dirumah seorang jemaat seiman yaitu dirumah Keluarga Muntu

yang tinggal di Kampung Maricaya. Namun, karena begitu besar Kasih Allah kepada Anak-Nya

Yesus Kristus Sang Penyelamat Dunia, sekejam-kejamnya tentara Jepang, tokh masih ada sinar kasih

Page 15: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

terpancar dihati mereka. Masih ada orang-orang Jepang yang beragama Kristen Protestan yang

diutus Tuhan untuk melaksanakan firman-Nya. Mereka adalah Pendeta Miamira dan Pendeta Seya

yang melayani jemaat dalam kebaktian di kota Makassar. Kebaktian itu sifatnya umum, bukan lagi

kebaktian yang dulunya bernama beston. Beston sebagai kebaktian keluarga praktis tidak dapat

dilakukan karena sebagian besar jemaat telah pergi mengungsi.

Tentara sekutu membalas penyerangan Jepang terhadap Pearl Harbour dengan menjatuhkan bom

atom di Hirosima dan Nagasaki pada tanggal 06 dan 09 Agustus 1945, berangsur-angsur tentara

Jepang pulang ke negerinya dan berangsur-angsur pula pengungsi Kristen kembali ke rumahnya

semula di Makassar. Tetapi penderitaan tetap berlangsung karena kemerdekaan Republik Indonesia

yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tidak segera sampai di telinga penduduk di

Makassar. Dan pendudukpun masih diliputi keraguan tentang keadaan yang sebenarnya.

C. MASA TRANSISI

(1945-1949)

Masa transisi ini adalah suatu masa yang terjadi karena adanya perubahan sistem pemerintahan,

sistem politik dari pemerintahan penjajahan Jepang kepada pemerintahan Negara Republik Indonesia

serta keterlibatan tentara Sekutu dalam pemerintahan negara. Setelah tentara Jepang meninggalkan

kota Makassar, karena bertekuk lutut dan menyerah tanpa syarat kepada tentara sekutu maka

pemerintahan daerah diambil alih oleh putra bangsa Indonesia. Namun sistem pemerintahan belum

stabil, karena kota Makassar berada dalam cekraman tentara Australia sesudah itu diambil alih oleh

tentara Inggris. Dilain pihak timbul ketidaksenangan penduduk Makassar terhadap orang-orang

Belanda dan konco-konconya dimana adanya pandangan bahwa suku Ambon merupakan anggota

tentara Kerajaan Belanda, maka suku Ambon bermukim di Vic Kamp (Pelamonia sekarang)

dikumpulkan kemudian mereka ditempatkan di Fort Roterdam (Benteng Ujung Pandang).

Pendeta P. Souhoka termasuk salah satu di antara mereka. Harta benda dan kekayaan material

material habis sama sekali dan yang tetap tinggal adalah kekayan rohani yaitu kecintaan dan takut

akan Tuhan. Keadaan ini mempengaruhi secara menyeluruh terhadap kegiatan keagamaan bagi

jemaat Kristen di kota Makassar sehingga kebaktian-kebaktian keluarga (beston) tidak mungkin lagi

dilakukan. Lain dari pada itu gedung Gereja Immanuel rusak, sehingga untuk kebaktian hari Minggu

untuk sementara terhenti.

Page 16: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

D. KEADAAN JEMAAT DI FORT ROTERDAM

(1945-1949)

Suasana di Fort Roterdam (Benteng Ujung Pandang) pada tahun 1945 tentunya tidak seperti di

rumah sendiri. Namun inilah sejarah. Karena kondisi dan suasana politik, jemaat harus tinggal di

benteng tersebut. Di luar benteng, jemaat Kristen keadaannya tidak jauh dengan yang tinggal di

dalam benteng, karena kegiatan keagamaan tidak juga dilakukan. Gedung gereja Immanuel

sementara diperbaiki sehingga jemaat masih berpikir-pikir apa yang harus dilakukan. Jemaat yang

mengungsi akibat kejaran tentara Jepang pun masih mempersiapkan diri di rumahnya masing-

masing.

Pendeta P.Souhoka tetap mendampingi jemaatnya bersama-sama tinggal di dalam benteng. Karena

kebaktian keluarga tidak mungkin lagi dilakukan dalam benteng, maka jemaat dalam keadaan

terpaksa harus berbakti di dalam gedung gereja tua yang sudah lama tidak dipakai lagi. Pada tahun

1945 inilah untuk pertama kalinya kebaktian ‘kunci usbu’ diadakan setiap sabtu malam dimulai

pukul 19.00, dan setiap rabu malam diadakan Penelaan Alkitab. Pertemuan-pertemuan Kristiani yang

membicarakan yang membicarakan perkembangan jemaat juga diadakan disitu. Tak ketinggalan juga

‘Zondag School’ (Sekolah Minggu) bagi anak-anak diadakan digedung gereja tua dalam benteng

Ujung Pandang.

Kenyataannya, yang mengikuti kebaktian dalam benteng bukan saja penghuni benteng tetapi warga

jemaat dari luar pun mengikuti kebaktian di gereja tua. Hal ini disebabkan karena gereja Immanuel

belum selesai perbaikannya. Stabilitas politik berangsur-angsur normal, banyak kaum muda yang

telah berkeluarga meninggalkan benteng untuk menempuh hidup baru pula diluar benteng. Pada

akhir tahun 1946 setelah rumah gereja Immanuel selesai perbaikannya, kebaktian bagi warga jemaat

mulai dipusatkan di gedung gereja Immanuel. Kegiatan sekolah minggu untuk anak-anak yang agak

besar diadakan di gereja Immanuel dan untuk anak kecil tetap diadakan di gedung tua dalam

benteng. Kegiatan kebaktian kunci usbu, Penelaan Alkitab dan Katekisasi tetap diadakan di dalam

benteng (gedung tua) seperti biasanya. Dengan demikian Ibadah Hari Minggu diadakan di dua

tempat yaitu di Gereja Immanuel dan di Gereja Tua dalam benteng Ujung Pandang. Begitu pula

dengan kebaktian memperingati hari-hari besar Kristen diadakan di dua tempat tersebut.

Pendeta-pendeta Jepang telah pulang ke negaranya, maka pelayan firman adalah pendeta-pendeta

orang Belanda yang memang menjalankan misi gerejawi dan pekabaran Injil bagi warga jemaat. Lain

dari pada itu berdatangan pula pendeta-pendeta baru yaitu Ds.Rumambi, Ds.Metiari dan Ds.Pais

Page 17: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

yang bertugas untuk membantu pendeta Mathindas, pendeta Undap dan pendeta souhoka. Keadaan

ini berlangsung sampai November 1948.

Lebih lanjut dalam konsep sejarah yang disusun oleh Tim Penulisan Sejarah Bethania tahun 1973

diriwayatkan peristiwa-peristiwa penting yang nantinya akan menjadi tonggak sejarah bagi lahirnya

jemaat Bethania. Peristiwa-peristiwa penting yang dimaksud terjadi pada awal tahun 1947 sampai

akhir tahun1948 (2 tahun) dengan catatan kronologis sebagai berikut :

a. Pada tanggal 25 April 1947 atas prakarsa dari Pendeta P.Souhoka dan ibu, didirikan perkumpulan

Kaum Ibu yang bernama ‘Martha Maria’ dengan ketua Ny. Janda Magdalena Manuhutu. Nyonya

Souhoka (isteri Pendeta Souhoka) memberikan bimbingan dan pengarahan pada saat

pembentukan kaum ibu itu.

b. Pada tanggal 30 Juni 1947, perkumpulan pemuda dibentuk juga atas prakarsa Pendeta P.Souhoka

dan ibu. Perkumpulan pemuda itu dinamakan ‘SURSUM CORDA’ yang artinya ‘Putra Sulung

Gereja’ dengan pengurus pertama Lukas Manuhutu (Ketua), Adolfina Patty (Wakil Ketua),

Simon Hehanussa (Sekretaris), Leentje Wattimena (Sekretaris II), Constansa (Tutty) Tehupeiory

(Bendahara). Keanggotaan dalam organisasi pemuda Sursum Corda tidak terbatas pada anggota-

anggota yang bermukim di benteng Ujung Pandang, tetapi juga anggota (jemaat) lain ikut serta

dalam kegiatan keagamaan yang disponsori oleh Sursum Corda.

c. Juli 1947, di benteng didirikan Christelijke Scholl. Anak-anak Kristen bersekolah disitu yaitu

untuk tingkat Sekolah dasar. Sekolah ini menggunakan tempat disebelah atas dan bawah gedung

tua tempat kebaktian diadakan. Kepala sekolah pertama adalah Gilliam. Terakhir pada tahun 1949

sekolah ini dipindahkan ke gedung baru di Maricaya.

d. Atas prakarsa Ir.Clay yang bekerja sebagai syahbandar pada tahun 1947 ini juga didirikan ‘HUIZE

THEODORA’ suatu gironthotheek.

e. Pada akhir tahun1947 atas kerja sama antara Perkumpulan Kaum Ibu Martha Maria dengan

perkumpulan Pemuda Sursum Corda, dibenteng diadakan toneel akbar yang dilaksanakan selama

3 malam berturut-turut. Toneel (drama) yang dimainkan oleh Sursum Corda ini sangat populer

saat itu karena bersimbolkan dua untai bunga berwarna merah putih yang menceritakan tentang

revolusi. Pendeta Souhoka sangat berperan dalam toneel ini, karena makna bunga merah putih

dijelaskannya dalam ilustrasi dengan sangat baiknya.

Page 18: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

f. Diluar benteng, perkumpulan Tuwukona yang dahulunya hanya merupakan kelompok-kelompok

beston, kini telah berubah wujud menjadi perkumpulan yang bidang kegiatannya tidak hanya

dalam bentuk paduan suara tetapi juga kegiatan olah raga dan kesenian. Dibidang olah raga

perkumpulan ini pada tahun 1947 sangat terkenal dengan kesebelasan sepak bolanya karena para

pemainnya juga terdaftar sebagai pemain-pemain sepak bola PSM (Persatuan Sepak Bola

Makassar). Kesebelasan Tuwokona ini menjadi buah bibir bagi penghuni benteng, ini wajar

karena sesama warga gereja yang minoritas tetapi dapat berbuat sesuatu bagi pemerintah daerah

khususnya dan bagi masyarakat kota Makassar pada umumnya. Lain dari pada itu, Perkumpulan

Tuwokona ini terkenal juga dengan ‘Fluit Orkes Tuwokona’ yaitu sekelompok pemain orkes

terompet yang biasanya diundang untuk mengisi acara-acara tertentu.

g. Pada tahun 1948, jemaat telah mempersiapkan diri untuk menghadapi era baru yaitu era

kebangkitan umat kristiani yang nantinya akan melembagakan dirinya dalam tubuh GPIB.

Lembaga-lembaga keagamaan dikukuhkan melalui persiapan mental spiritual sejak 1947 oleh

Pendeta P.Souhoka. Namun masalah utama saat itu ialah masalah kekurangan dana. Tindakan

pertama untuk mengatasi masalah ialah dengan mengadakan Pasar Derma bagi keperluan

pengutusan wakil jemaat di persidangan Sinode Am III 30 Mei - 10 Juni 1948 dan persiapan

pelembagaan jemaat baru yang akan disampaikan pada Persidangan Sinode I (Proto Sinode) 25-

31 Oktober 1948. (hal ini dapat dibaca pada Naskah Tim Penulisan Sejarah tahun 1973 dan

Bahtera Guna Dharma halaman 136, 142, 145, sedangkan khusus menyangkut Proto Sinode dapat

dibaca pada halaman 179-184) dan di singgung sepintas pada Bab IV dalam buku ini.

h. Pada bulan November 1948, di benteng diadakan kebaktian syukur dengan mengambil tempat di

gedung tua. Kebaktian syukur ini dimaksudkan sebagai ungkapan sukacita bahwa sudah tiba

saatnya warga jemaat meninggalkan benteng dan tinggal di tempat pemukiman baru yang

ditentukan oleh pemerintah daerah. Ternyata kemudian bahwa pemukiman yang baru dimaksud

adalah juga bekas tempat tinggal jemaat sebelum ditempatkan di benteng Ujung Pandang.

Perpindahan dilakukan dalam 3 kelompok dengan sasaran di sekitar jalan G.Nona.

kelompok pertama (de eerste plug) meninggalkan benteng pada November 1948 dan kelompok

ini menempati rumah-rumah di sekitar jalan Pattirosompe dan jalan Bolangi. Pendeta P.Souhoka

beserta keluarga termasuk dalam kelompok ini. Pendeta Souhoka menempati dua petak rumah di

sudut kiri jalan Pattirosompe, yang satu petak untuk rumah tinggal dan yang satu lagi untuk

kebaktian kunci usbu.

Page 19: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Kelompok kedua (de tweede plug) meninggalkan benteng pada Desember 1948 kemudian

menempati rumah-rumah di sekitar jalan Nuri, jalan S.Digul dan jalan G.Kaero.

Kelompok ketiga (de derde plug) kelompok terakhir meninggalkan benteng pada akhir Januari

1949, mereka menempati rumah-rumah di sekitar jalan Ina Saudari, jalan Manokwari dan jalan

Bulu Ina.

Tempat pemukiman dari kelompok-kelompok tersebut diatas di kemudian hari terkenal dengan nama

Ambon Kamp di kampung Maricaya. Ada juga kelompok lain yang meninggalkan benteng tetapi

tidak mau mengikuti ketiga kelompok tersebut diatas. Kelompok ini terdiri dari janda-janda militer

yang ditunjuk oleh pemerintah untuk tinggal di sekitar jalan Bangau (kemudian dikenal dengan

nama Mattoangging Kamp).

E. KEADAAN JEMAAT DI AMBON KAMP.

Jemaat yang pindah dari benteng Ujung Pandang, bukan tinggal pada lingkungan yang baru tetapi

tinggal di lingkungan yang lama yang pernah ditinggalkan dahulu yaitu Kampung Maricaya.

Perkumpulan-perkumpulan seperti Martha Maria dan Sursum Corda tetap bersama-sama dengan

jemaat di Ambon Kamp, demikian pula halnya dengan pemuda-pemuda Ebenhaezer, Persaudaraan

dan Maranatha (lanjutan dari beston yang di bentuk pada tahun1930-an) bergabung dalam kegiatan

keagamaan di Ambon Kamp karena lokasi tempat tinggal anggotanya di sekitar Ambon Kamp.

Karena jumlah jemaat semakin banyak, ada inisiatif untuk mendirikan perkumpulan-perkumpulan

baru untuk keperluan pelayanan di kalangan jemaat. Untuk itu pada tanggal 27 Juni 1949 didirikan

Perkumpulan ‘Kaum Ibu Debora’ oleh ibu Dorkas Pascoal-Salindeho dengan ketua pertama ialah ibu

Ny.M.Pakasi-Mohede, Pelindung : Pendeta S.Undap. Kegiatan tetap berpusat di gereja Immanuel

sebagai satu-satunya gereja Protestan saat itu. Dan jemaat di Ujung Pandang terdaftar sebagai bagian

Jemaat Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) bersama-sama dengan jemaat Pare-pare,

Watansopeng, Raha, Palopo, Bone dan Malino. Ketujuh jemaat ini bergabung dalam Klasis Sulawesi

Selatan dalam struktur GPIB di Jakarta (Bahtera Guna Dharma, halaman 178).

Pendeta P.Souhuka tetap bersama-sama dengan jemaat, dan pada masa ini cita-cita untuk

membangun rumah gereja masih dalam taraf embrional, artinya masih banyak yang harus dikerjakan

yang menyangkut dengan pelayanan sebelum memikirkan tentang bangunan gereja. Demikian pula

halnya dengan tokoh jemaat lainnya yaitu J.A.Sasabone yang sebenarnya telah menginjakkan

kakinya di Makassar pada tanggal 24 februari 1906 pada umur 18 tahun. Beliau hadir di tengah-

Page 20: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

tengah jemaat, bahkan memiliki pengalaman yang luas terhadap suku-suku bangsa yang ada di kota

Makassar. Pada waktu beliau tinggal bersama-sama dengan jemaat di Ambom Kamp, profesi beliau

adalah sebagai wartawan, yang kemudian hari terkenal sebagai wartawan senior di kota Indonesia.

Ciri khas kepribadian beliau yang sangat menonjol adalah senantiasa berpandangan praktis dan

correct terhadap masalah yang dihadapinya. Lain dari pada itu kebanggaan jemaat terhadap beliau

adalah bahwa beliau diangkat sebagai Warga Kota Terhormat oleh Walikota, beliau memperoleh

gelar Doctor honoraris Causa oleh salah satu Universitas di kota Makassar ini.

Di Ambon Kamp Jl. Gunung Nona kebaktian-kebaktian keluarga atau kebaktian rumah tangga

diadakan di rumah Pendeta Souhoka dan selalu disponsori oleh Sursum Corda dan Martha Maria

serta organisasi lain dari Wijk Locaal (sekarang SD Kristen Jl. Sungai Saddang). Mulai saat inilah

sangat dirasakan adanya kebutuhan terhadap gereja. Kebaktian-kebaktian keluarga tersebut kegiatan-

kegiatan sosial juga diadakan oleh jemaat misalnya saja kegiatan ‘Fancy Fair’ sering dilakukan.

Dana hasil penyelenggaraan fancy fair itu dikirim kepada Majelis Jemaat Sinode GPM di Maluku,

GMIM di Minahasa dan GMIT di Kupang guna membantu pelayanan dan pembangunan gereja. Pada

akhir tahun 1949 Pendeta P.Souhoka, Pendeta tercinta dan pendeta pejuang pindah ke Medan. Jemaat

sangat sedih, terharu dan nelangsa mengantar kepindahan beliau. Beliau hingga saat ini tetap

dikenang sebagai tokoh sejarah, pelaku perubahan dan sumber inspirasi terhadap keteladanan,

kesetiaan dan pengabdian tanpa pamrih demi jemaat yang beliau cintai. Bukan hanya Bapak Pendeta

saja yang senantiasa dikenang dalam sejarah ini, tetapi ibu Souhoka, ibu jemaat, ibu pendiri Martha

Maria dan ibu tercinta bagi kaum muda Sursum Corda harus mengikuti suami melaksanakan tugas

pelayanan di tempat yang baru.

Pendeta Pieter Souhoka diganti oleh seorang pendeta yang juga mempunyai kualitas kepemimpinan

yang sama dengan pendeta P.Souhoka yaitu Pendeta J.Sapulete. karena adanya pergantian pimpinan

jemaat, tempat kebaktian yang semula diadakan di rumah pendeta P.Souhoka sekarang berpindah ke

rumah Majelis Gereja bapak Sahilatua, kemudian tempat kebaktian berpindah lagi ke gudang MTD

(sebelah Barat dari Masjid Hikmah sekarang). Dan tak berapa lama tempat kebaktian berpindah lagi

ke rumah bapak O.M.Paais.

Demikianlah kehidupan berjemaat di Ambon Kamp sampai dengan akhir 1949.

Page 21: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

BAB III

PEMBANGUNAN RUMAH GEREJA ‘BETHANIA’

(1949-1973)

A. Kerinduan Akan Adanya Gedung Gereja.

Setelah Pendeta P.Souhoka beserta keluarga pindah ke Medan, keadaan di Ambon Kamp pada tahun

1949 sampai 1952 adalah seperti biasa. Kegiatan keagamaan tidak ada yang menonjol pada selama

itu, namun cita-cita dan pemikiran untuk membangun rumah tempat ibadah senantiasa menjadi

pembicaraan di kalangan jemaat. Kebaktian hari minggu dilakukan di Gereja Immanuel, karena

gereja Immanuel pada waktu merupakan pusat kegiatan bagi kebanyakan warga Protestan (yang

berasal dari Ambon, Manado dan Sangihe Talaud) yang tinggal di kota Ujung Pandang.

Pejabat-pejabat gereja seperti Pendeta, Majelis Jemaat, Pengurus-pengurus Kaum Ibu, Pemuda dan

Pengurus-pengurus Kebaktian Anak serta Kebaktian Teruna masih berada dalam satu atap di Gereja

Immanuel, walaupun gereja Immanuel agak berjauhan dengan jemaat. Pemikiran dan cita-cita untuk

membangun rumah gereja yang telah dirintis oleh jemaat sejak perpindahan mereka dari Benteng

Ujung Pandang, baru merupakan tahap embrional berdasarkan gagasan dari pendeta P.Souhoka hal

ini disebabkan karena kebaktian-kebaktian rutin ‘kunci usbu’ masih dilakukan dengan cara

berpindah-pindah tempat. Begitu sulitnya untuk mencari tempat-tempat kebaktian sampai-sampai

gudang MTD digunakan sebagai tempat ibadah, dengan perasaan was-was karena jemaat merasa

kebaktian agak terganggu.

Dalam kondisi demikian, pendeta J.Sapulete melanjutkan perintisan untuk mewujudkan cita-cita itu

melalui usaha-usaha dengan cara menggerakkan jemaat melalui bimbingan rohani. Usaha-usaha

spiritual ini adalah sebagai motivasi untuk membangun sebuah rumah tempat beribadah sebagai

pengganti tempat kebaktian kunci usbu yang berpindah-pindah tempat tadi.

Dalam naskah Sejarah Gereja Bethania yang ditulis oleh team 1973, pada halaman 8 dikatakan

bahwa pada tanggal 3 November 1952 jemaat melalui usaha Sursum Corda mengadakan ‘fancy fair’

di halaman MTD (sekarang Masjid Hikmah). Kemudian pada awal tahun 1953 diadakan rapat

dirumah O.M Paais. Yang memprakarsai rapat ini adalah Martha Maria, Sursum Corda,

Persaudaraan, Maranatha dan lain-lain. J.A.Sasabone dan C.Luhulima secara kebetulan dipanggil

secara pribadi untuk mengikuti rapat tersebut. Rapat memutuskan bahwa sudah saatnya membentuk

Page 22: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

panitia yang akan bergerak untuk membangun tempat ibadah. Dan rapat juga memutuskan

pembentukan panitia dengan komposisi sebagai berikut :

1. Ds. J. Sapulete Ketua

2. J.A.Sasabone Wakil Ketua

3. C.h.Luhulima Bendahara

4. L.Manuhutu Sekretaris I

5. L.Silahooy Sekretaris II

6. A.D.Lopulalan Anggota

7. P.Sitania Anggota

8. O.Paais Anggota

9. J.Pulumahuny Anggota

10. L.Noija Anggota

11. J.F.Wattimena Anggota

12. J.M.L.Latupeirissa Anggota

13. N.B.Pattiradjawane Anggota

14. Ny.S.J.Sitania Anggota

15. Ny.P.Mailoa Anggota

16. Ny.M.Manuhutu Anggota

17. Ny.L.Luhulima Anggota

18. Ny.J.Lilipory Anggota

Panitia ini dinamakan ‘Panitia Pembangunan Rumah Sembahyang Ambon Kamp’. Nama-nama

Panitia terpatri pada tanggal 07 Juli 1953 dapat dilihat dan dibaca pada prasasti yang tertempel di

Page 23: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

halaman dalam gedung gereja Bethania saat ini. Menurut pertimbangan-pertimbangan tertentu,

Rumah Sembahyang yang rencananya yang akan di bangun di halaman MTD (sekarang berdiri

Masjid Hikmah) tetapi dalam pertimbangan tertentu pula panitia dan jemaat menyatakan tidak

mungkin rencana ini akan terwujud, karena sangat terganggu dengan keadaan lingkungan saat itu.

Alternatif kedua adalah lapangan di depan rumah O.M. Paais yang terletak antara Jl. Manokwari dan

Jl. Inasaudari (sekarang di kenal dengan Lapangan Basmi), rencana ini pun dibatalkan karena

lokasinya terlalu kecil dan dari pihak pemerintah daerah yaitu camat tidak mendukung dengan alasan

akan dibangun kantor camat diatas tanah kosong itu. Pilihan ketiga ialah tanah kosong di Jl.S.Nuri

yang pada waktu itu diatas ada sebuah rumah ronda. Penduduk setempat sangat berkeberatan

terhadap terhadap rencana ini. Tetapi Kepala Pekerjaan Umum Propinsi Sulawesi selatan pada waktu

Bapak Dengah segera memberikan support sebagai isyarat bahwa rumah sembahyang dapat

dibangun disitu.

B. Usaha-usaha Penggalangan Dana dan Berdirinya Gedung Gereja ‘Bethania’

Segera sesudah rencana ditetapkan, Martha Maria menyumbangkan modal pertama sebesar Rp.

1000,- (seribu rupiah) disusul dengan uang dari Ibu Sapulete (isteri pendeta Sapulete) setelah beliau

menggadaikan barang-barang perabot rumah tangganya. Kemudian disusul dengan kegiatan panitia

melalui ‘fancy fair’pada tanggal 1 Juli 1953. Pada akhir tahun 1953 Rumah Sembahyang yang sangat

sederhana dibangun. Rumah Sembahyang sederhana itu dibangun panjangnya 15 meter dan lebar 6

meter untuk kapasitas 200 orang. Yang melaksanakan pembangunan tersebut adalah PT Borobudur

dengan anggaran Rp.17.500,- panitia mendapat kesulitan cukup banyak untuk melunasi pembayaran

ini.

Melalui usaha panitia dan seluruh warga jemaat telah hadir rumah sembahyang. Dan untuk

pemanfaatannya, GPIB meminta kiranya kebaktian-kebaktian hari minggu termasuk perjamuan

kudus dapat diadakan di rumah sembahyang itu. Hal ini tentunya merupakan sukacita bagi jemaat

karena cita-cita telah menunjukkan hasil nyata sebagai sebuah karya yang penuh perjuangan.

Kebaktian-kebaktian tidak lagi diadakan dengan cara berpindah-pindah tempat. Keadaan ini

berlangsung hingga tahun 1957. Tetapi sebelumnya pada tahun 1954 Pendeta Sapulete telah

dimutasikan ke Jatinegara-Jakarta, Pendeta S.Undap (pendeta GPIB) dialih tugaskan pula ke Tanjung

Priok maka hadirlah Pendeta M Patalala ditengah-tengah jemaat.

Panitia tetap merasa tidak puas, karena memang begitulah manusia, panitia tetap berikhtiar untuk

membangun rumah sembahyang yang permanen. Oleh karena itu pada tanggal 14 Agustus 1957,

Page 24: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

panitia memohon bantuan dana dari Gubernur Sulawesi yang pada waktu itu dijabat oleh Bapak Andi

Pangerang Pettarani untuk memperluas bangunan yang sudah ada. Pada akhir bulan itu juga bapak

gubernur memberikan bantuan dana sebesar Rp. 15.000,- dengan ketentuan kiranya gambar

perluasan bangunan harus dimasukan dengan ukuran 1:100. Pada tanggal 17 November 1957 gambar

sesuai permintaan bapak gubernur dimasukan dengan pelebaran sekitar dua setengah meter dan yang

melaksanakan ini adalah NV Indra bahagian pembangunan. Ruang tempat kebaktian mulai agak

lapang karena sanggupmemuat sekitar 300an jemaat.

Bantuan dari bapak gubernur merupakan suatu kesyukuran karena secara langsung pembangunan

gereja mendapat perhatian positif dari pemerintahan daerah. Lima tahun kemudian yaitu pada

tanggal 22 Juni 1962 Panitia mengadakan rapat untuk mencari dana guna perbaikan gedung yaitu

mengganti bangunan yang semi permanen (gamaca) menjad permanen, dengan perkiraan dana

sebesar Rp.110.000,- ibu Martha Maria sanggup mengumpulkan dana sebesar R. 69.524.50,-

Pada permulaan tahun 1963, gedung rumah sembahyang dapat diperbaiki dengan perongkosan

sebesar Rp.175.000,- sebelum gedung selesai, pada tanggal 21 September 1962 Panitia Rumah

Sembahyang Ambon Kamp Maricaya dibadan-hukumkan menjadi Yayasan dengan Akte Notaris

Nomor 28 tertanggal 21 September 1962. Karena Pendeta J.Sapulete telah pndah maka J.A Sasabone

menjadi Ketua Yayasan. Dan sesuatu yang harus dimuat sebagai informasi bahwa pada permulaan

tahun 1965 ada pemberitahuan resmi bahwa Gedung Gereja harus dibongkar, karena akan dibangun

rumah diatasnya dimana material bangunan rumah telah ditempatkan dimuka gereja. Seluruh anggota

yayasan tidak berdaya, tetapi pada waktu itu juga ketua yayasan, J.A Sasabone kembali dari Jakarta

seusai mengikuti Konferensi Wartawan se Asia Afrika. Beliau langsung menghadap kepada Bapak

Brigjen A.Yusuf (Panglima Kodam XIV Hasanuddin pada waktu itu) dengan permohonan kiranya

panglima dapat turun tangan menyelesaikan masalah yang terjadi digereja ini. Bapak Brigjen

A.Yusuf segera turun kelapangan dan memutuskan agar material bahan-bahan bangunan yang telah

ditimbun didepan gedung gereja harus segera dipindahkan dalam waktu secepatnya. Masalah selesai

dengan baik, dan jemaat sangat berterima kasih kepada Bapak Panglima yang telah banyak

membantu.

Pada tanggal 23 November 1966, Yayasan memanggil anggota-anggotanya untuk rapat

membicarakan perbaikan gedung gereja. Pada tanggal 23 November itu juga .A Sasabone

menamakan Rumah Sembahyang dengan anama ‘BETHANIA’. Pemilihan nama ‘BETHANIA’

karena beliau teringat ketika beliau masih muda dan mengkuti katekisasi di kampong Soa Ema di

Ambon, nama gereja di Soa Ema adalah ‘Bethania’. Pada tanggal 16 January1967,Yayasan meminta

Page 25: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

ijin walikota untuk memperbaiki gedung gereja. Pada tanggal 29 Maret1967 bapak Walikota M.

Daeng Patompo meletakkan batu pertama secara simbolik untuk pembangunan menara gereja

didalam suatu kebaktian. Inilah mula pertama keinginan untuk mengerjakan lanjutan pembangunan

rumah gereja menjadi permanen. Untuk kelengkapan keanggotaan yayasan, J.A Sasabone

mengundang anggota yayasan untuk mengadakan rapat dalam rangka menambah anggota

(menggantikan anggota yang sudah meninggal). Hasilnya terpilih Ny.L.Pontoh-Ayal, Nona

L.Siahaya, Ny.D.Ruhukail, L.E.M Tuwanakotta, B.E Tuwanakotta, L.Silahooy, AKBP R.D Kalangit

dan Karel Kuhuwael sebagai anggota yayasan yang baru.

Permulaan bulan Juni 1967 Panitia Pasar Derma terbentuk dengan ketuanya adalah AKBP R.D

Kalangit. Pasar Derma I diadakan pada tanggal 1-3 Juli 1967, Pasar Derma II diadakan pada tanggal

1-3 November 1967, Pasar Derma III diadakan pada tanggal 11-14 Mei 1968, Pasar Derma IV

diadakan pada tanggal 3-5 Agustus 1968.

Tahun 1967 sewaktu Pasar Derma sukses tepatnya tanggal 13 Agustus 1967, pada hari Minggu

malam seluruh Majelis Jemaat GPIB hadir didalam gedung tua ‘Bethania’ didalam suatu kebaktian

yang dipimpin oleh Pendeta D.M Souisa karena pada keesokan harinya yaitu hari senin tanggal 14

Agustus 1967 gedung tua sudah harus dibongkar. Pemerintah memberikan bantuan melalui bapak

Brigjen Solihin (Panglima Kodam XIV Hasanuddin), bapak Ahmad Lamo (Walikota Makassar).

Banyak yang telah membantu jemaat dalam membangun Rumah Gereja Bethania antara lain:

J.A Mual (Pimpinan BNI 1946) sangat banyak membantu yayasan dalam membiayai

pembangunan sewaktu beliau bertugas di Makassar. Demikian pula, walaupun beliau telah

pindah ke Jakarta, bapak ini tetap membantu yayasan dalam mendukung kebutuhan dana

yang diperlukan. Juga keluarga Bundt, Komisaris Loupatty, Fa.Tono, Ch.E.Tuwanakotta dan

masih banyak lagi pribadi-pribadi yang tidak sempat disebutkan namanya satu persatu, tetapi

yang jelas mereka adalah warga Bethania sendiri.

Gerekan Pemuda GPIB yang dsponsori oleh penasihatnya Max Imbar mengadakan aksi

amplop.

Paduan Suara ‘Tiga Saudara’.

Pemuda Sursum Corda.

Tahun 1968 seluruh tenaga dikerahkan untuk menyelesaikan pembangunan gedung gereja ‘Bethania’

dan pada tanggal 8 September 1968 gedung gereja secara resmi dibuka oleh pendeta Souisa dalam

ibadah yang dihadiri oleh bapak M.Daeng Patompo, Walikotamadya Makassar. Pada tanggal 23

Page 26: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

September 1968, yayasan mengirim delegasi dibawah pimpinan Karel Kuhuwael ke Badan Pengurus

Harian Majelis Jemaat GPIB untuk membicarakan mengenai uang kolekte yang memohon kiranya

50% dari hasil kolekte di gereja Bethania dapat disetujui untuk keperluan pembangunan.

Permohonan ini disetujui dan bulan November 1968 balkon gereja dikerjakan bersama tembok pagar

muka dan selesai sebelum hari Natal tahun itu juga. Bulan January 1969 yayasan kembali mengutus

anggotanya untuk meminta kiranya kiranya kolekte 50% dapat digunakan lagi. BPH menyetujuinya

guna pemeliharaan gedung beserta peralatannya.

Pada tanggal 18 April 1970 J.A Sasabone mengajukan surat berhenti sebagai ketua Yayasan, dan

berdasarkan pertemuan tanggal 1 Agustus 1970 rapat terpaksa memilih Karel Kuhuwael sebagai

ketua dan L.E.M Tuwanakotta sebaga Bendahara (Rsalah rapat beserta surat dari bapak J.A

Sasabone diserahkan kepada Notaris untuk dikukuhkan dalam sebuah Akte). Pada tanggal 13

Desember 1971 gevel dari beton bertulang mula dibangun oleh annemer dan diselesaikan tanggal 23

Desember 1971 menyongsong hari natal. Sampai akhir September 1972 hanya terjadi rapat rutin dan

keadaan gereja Bethania sudah seperti apa yang dapat kita lihat sekarang.

Page 27: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

C. HIBAH KEPADA GEREJA

Tim otonomisasi melalui jemaat GPIB Ujung Pandang telah terbentuk. Tujuan Tim adalah untuk

menyelesaikan penghibaan asset gereja-gereja Protestan yang tergabung dalam jemaat GPIB

Ujung Pandang kepada GPIB Jakarta melalui Majelis Sinode.

Untuk melaksanakan penghibaan ini yayasan mengadakan serangkaian rapat yaitu :

a. Tanggal 21 Oktober 1972 yayasan memanggil rapat seluruh anggotanya dengan acara

tunggal adalah Penyerahan Gedung Gereja kepada Majels Sinode GPIB Jakarta yang

akan dipakai oleh jemaat Bethania serta segi-segi hukumnya.

b. Rapat II tanggal 3 Desember 1972 membicarakan progress didalam bidang hukum atas

penyerahan ini.

c. Rapat III tanggal 21 Desember 1972 memandatkan J.A Sasabone (penasehat yayasan)

untuk menyerahkan gedung gereja beserta seluruh inventarisnya kepada Sinode GPIB

yang diwakili oleh Penatua Dick Kasenda dihadapan notaris. Seluruh risalah rapat

diserahkan kepada notaries Sitske Lmowa,SH pada tanggal 23 Desember 1972.

Pada tanggal 28 Desember 1972 ‘Akte Hibah’ telah selesai dengan nomor 177/1972. Dan pada

tanggal 1 January bertempat di gereja Immanuel diadakan penyerahan secara simbolis seluruh

asset gereja Bethania kepada Majelis Sinode. Pada tanggal 12 January 1973 diadakan rapat

pembubaran yayasan, kemudian pada tanggal 21 January 1973 secara resmi yayasan bubar dalam

suatu ibadah di gereja Bethania yang dipimpin oleh Pendeta D.M Souisa, dan pada malam harinya

sisa uang kas diserahkan kepada Majelis Jemaat GPIB ‘BETHANIA’.

Tanggal 7 April 1973 Pendeta C.Ch Hurseuny tiba di Ujung Pandang (dari Bali) sebagai pendeta

jemaat yang pertama dari Jemaat GPIB ‘BETHANIA’ Ujung Pandang.

Page 28: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

BIOGRAFI PENDETA-PENDETA JEMAAT GPIB ‘BETHANIA’ UJUNG PANDANG

1. Pendeta Peter Souhoka

Tempat/Tanggal Lahir :

Bangsa/Agama : Indonesia / Kisten Protestan

Jabatan : Pendeta Jemaat

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan :

Pendidikan :

Nama Isteri :

Bangsa/Agama :

Alamat :

Nama Anak :

Riwayat Pekerjaan :

2. Pendeta J Sapulete

Tempat/Tanggal Lahir :

Bangsa/Agama : Indonesia / Kisten Protestan

Jabatan : Pendeta Jemaat

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan :

Pendidikan :

Nama Isteri :

Bangsa/Agama :

Alamat :

Nama Anak :

Riwayat Pekerjaan :

3. Pendeta M Pattalala

Tempat/Tanggal Lahir :

Bangsa/Agama : Indonesia / Kisten Protestan

Jabatan : Pendeta Jemaat

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status Perkawinan :

Pendidikan :

Nama Isteri :

Page 29: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Bangsa/Agama :

Alamat :

Nama Anak :

Riwayat Pekerjaan :

4. Pendeta Emeritus Dominggus Matheus Souisa

Tempat/Tanggal Lahir : Haria/13 Oktober 1900

Pendidikan : S.D Stovil Ambon (1918-1923)

Pengalaman Kerja (Bidang Gerejani) :

a. Sebagai guru jemaat di MalukuTenggara (1925-1928)

b. Terhitung mulai tanggal 1 April 1964 diangkat sebagai pendeta GPIB jemaat

Makassar klasis Sulawesi Selatan dengan surat keputusan Majelis Sinode GPIB

tanggal 6 Mei 1964.

c. Terhitung mulai tanggal 1 February 1971 memberhentikan dengan hormatdan ucapan

terima kasih atas pelayanannya dan memberi kepadanya EMERITAT , dengan surat

keputusan Nomor 116/1/MS.X/KPTS ttgl 24 desember 1971.

Lain-lain keterangan : Meninggal dunia di Ujung Pandang, hari Kamis tanggal 1

February 1973 pukul 08.30.

5. Pendeta Coenraad Charles Hursepuny

Tempat/Tanggal Lahir : Waesamu – Seram/7 Oktober 1934

Jenis kelamin : Laki-laki

Bangsa/Agama : Indonesia / Kristen Protestan

Pendidikan : a. Algeme Lagere School 6 tahun (Ijazah)

b. Sekolah Menengah Pertama (Berijazah)

c. Sekolah Theologia 5 tahun (Berijazah)

Status Perkawinan : kawin

Tempat/Tanggal Kawin : Denpasar – Bali, 07 Juli 1967

Nama Isteri : Olly Hursepuny – Piry

Banga/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Nama Anak : a. Coen Nico Albert (Denpasar, 23-05-1968)

b. Jos Junus Apollos (Denpasar, 24-06-1969)

c. Hannoch Mulia (Denpasar, 8-01-1971)

d. Hendrika L.T.Hartaty (Denpasar, 6-10-1972)

e. Benjamin Chenny Agustinus (Ujung Pandang, 10-02-1974)

Page 30: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Riwayat Pekerjaan :

1 January 1960 melayani jemaat GPIB Palembang, Besluit Majelis Sinode No.

1 Mei 1962 dimutasikan ke jemaat Depok, Besluit Majelis Sinode No.MS.VII/No.6

1 Mei 1966 dimutasikan ke jemaat GPIB Denpasar Bali, Besluit Majelis Sinode

No.VIII/14/MS/66.

1 January 1973 dimutasikan ke jemaat GPIB ‘Bethania’ Ujung Pandang dengan surat

keputusan Majelis Sinode No. 1776/72/MS.X tanggal 18 Desember 1973.

Terhitung tanggal 1 Juni 1979 dimutasikan ke jemaat GPIB ‘Maranatha’ Surabaya.

6. Pendeta Johannes Pamungkas Sm,Th

Tempat/Tanggal Lahir : Bandung/30 Juni 1943

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : a. SD

b. SMP

c. Sekolah Theologia

d. Sekolah Tinggi Theologia

Status Perkawinan : Kawin

Nama Isteri : A.Tutuhatunowa

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Nama Anak : a. Johny Pamungkas

b. Grace Pamungkas

Riwayat Pekerjaan :

Terhitung mulai tanggal 1 November 1980 bertugas di jemaat GPIB ‘Bethania’ yang

sebelumnya bertugas di GPIB Dumai.

Sesuai surat keputusan Majelis Sinode Nomor 1593/83/MS.XIII tanggal 28 November 1985

terhitung mula tanggal 1 Januar 1986 dimutasikan ke GPIB jemaat ‘Bukt Moria’ Jakarta.

7. Pendeta Markus Kurami Tumakaka S.Th

Tempat/Tanggal Lahir : Uluanso/16 Juni 1941

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : Sarjana Theologia

Status Perkawinan : Kawin

Nama Isteri : Drs. Smarah.T

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Page 31: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

Nama Anak : a. Refa Martino

b. Benhamar Noeli

c. Rebeka Sumarina

Riwayat Pekerjaan :

Sebelumnya bertugas di GPIB jemaat ‘Harapan’ Jakarta. Menjadi Pendeta jemaat di GPIB

‘Bethania’ sesuai dengan keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor 1654/86/MS.XIII/Kpts

tanggal 5 February 1986 dan mengakhiri masa jabatannya di jemaat Bethania berdasarkan

surat keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor 528/91/MS.XV/Kpts tanggal 28 Juni 1991. Dan

terhitung mulai tanggal 1 Jul 1991 ditempatkan dan ditugaskan selaku Pendeta Jemaat/Ketua

Majelis Jemaat GPIB ‘Bahtera Hayat’ di Surabaya.

8. Pendeta Yan Eduward Fredrik Talise

Tempat/Tanggal Lahir : Ende/17 April 1958

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : a. SD 1966 – 1972 (Denpasar) – Berijazah

b. SMP 1973 – 1975 (Denpasar) – Berijazah

c. STM 1976 – 1979 (Denpasar) – Berijazah

d. Sarjana Muda Theologia (Jateng) – Berijazah

e. Sementara menempuh S1 Thologia 1992

Pangkat : Pendeta Pimpinan Madya TK.I

Jabatan : Ketua Majelis Jemaat

Golongan : C – II – 4

Masa Kerja : 8 Tahun 7 bulan

Alamat terakhir : Jl. Pelanduk No.4 Ujung Pandang

Riwayat Pekerjaan : 1. Sebagai Vikaris 1985 -1986

2. Sebagai Pendeta di GPIB Jemaat ‘Kanaan’ Balikpapan

(1987- 1991)

3. Sebagai Pendeta di GPIB Jemaat ‘Bethania’ Ujung

Pandang (1991- sekarang)

Status Perkawinan : Kawin

Nama Isteri : I Voni Ponia Hellyanak

Page 32: BAB I A. Latar Belakang - · PDF filetanggung jawab moral ... salah satu komisi yang dibentuk itu bernama ‘Komisi Pembinaan dan Pendidikan ... masyarakat dengan kelembagaannya yang

t

Tempat/Tanggal Lahir : Kupang (NTT)/01 Mei 1960

Pendidikan Terakhir : SMA

Bangsa/Agama : Indonesia/Kristen Protestan

Pekerjaan : -

Nama Anak : Eunike Imaniar Yani Talise

Tempat/Tanggal Lahir : Balikpapan/15 Juni 1989

Pendidikan : TK Ujung Pandang

Demikian biodata ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Ujung Pandang, 14 February 1994

Pendeta Y.E.F Talise Sm.Th