BAB I

45
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Batu saluran kemih merupakan massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu saluran kemih dapat ditemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan ureter. Batu ginjal (nefrolitiasis) adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran kemih yang paling sering terjadi. Kolik ginjal akut merupakan salah satu gejala yang tersering dialami pasien. Kolik ginjal mempengaruhi sekitar 1,2 juta orang setiap tahun dan menyumbang sekitar 1% dari semua pasien yang datang ke rumah sakit di Amerika Serikat. Meskipun nefrolitiasis bukanlah penyebab umum dari gagal ginjal tetapi merupakan salah satu risiko dari kerusakan ginjal. Penanganan awal dan deteksi yang yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut. I.2. Tujuan

description

prostatitis

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Batu saluran kemih merupakan massa keras seperti batu yang terbentuk

di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu saluran kemih dapat ditemukan

sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-

buli dan ureter. Batu ginjal (nefrolitiasis) adalah batu yang terbentuk di tubuli

ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan

bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu saluran

kemih yang paling sering terjadi.

Kolik ginjal akut merupakan salah satu gejala yang tersering dialami

pasien. Kolik ginjal mempengaruhi sekitar 1,2 juta orang setiap tahun dan

menyumbang sekitar 1% dari semua pasien yang datang ke rumah sakit di

Amerika Serikat.

Meskipun nefrolitiasis bukanlah penyebab umum dari gagal ginjal tetapi

merupakan salah satu risiko dari kerusakan ginjal. Penanganan awal dan

deteksi yang yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi tersebut.

I.2. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini adalah untuk

mengetahui gambaran radiologi dari salah seorang pasien serta mempelajari

kondisi pasien dari awal terjadinya penyakit hingga post diberikan terapi.

I.3. Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk

mempersiapkan para calon dokter untuk menangani pasien di lapangan.

Disamping itu, penulisan laporan ini juga dapat dijadikan sebagai pemelatih

skill berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal.

Page 2: BAB I

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Merupakan suatu penyakit yang salah satu gejalanya adalah pembentukan batu di dalam ginjal.

Gambar 1. Batu Ginjal

II.2 ETIOLOGI

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan

keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu

pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu

keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu

pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.Faktor intrinsik antara lain :

1. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun

3. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak

dibandingkan dengan pasien perempuan

Page 3: BAB I

Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :

1. Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu

saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal

sebagai daerah stonebelt.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium

pada air yang dikonsumsi.

4. Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya

batu.

5. Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

II.3 EPIDEMIOLOGI

Abad ke-16 hingga abad ke-18 tercatat insiden tertinggi penderita batu saluran kemih yang ditemukan diberbagai negara di Eropa. Berbeda dengan eropa, di negara-negara berkembang penyakit batu ini masih ditemukan hingga saat ini, misalnya Indonesia, Thailand, India, Kamboja, dan Mesir.

II.4 EFEK BATU PADA SALURAN KEMIH

Ukuran dan letak batu biasanya menentukan perubahan patologis yang terjadi pada traktus urinarius : a. Pada ginjal yang terkena

· Obstruksi

· Infeksi

· Epitel pelvis dan calis ginja menjadi tipis dan rapuh.

· Iskemia parenkim.

· Metaplasia

b. Pada ginjal yang berlawanan

· Compensatory hypertrophy

· Dapat menjadi bilateral

Page 4: BAB I

II.5 GAMBARAN KLINIS

Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain :

1. Tidak ada gejala atau tanda

2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral

3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik

4. Pielonefritis dan/atau sistitis

5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing

6. Nyeri tekan kostovertebral

7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan

8. Gangguan faal ginjal.

II.6 DIAGNOSIS

Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis,

penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik,

laboratorium, dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya

obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.

A. Anamnesis

Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.

B. Pemeriksaan Fisik

· Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi,

berkeringat, dan nausea.

· Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi

berat atau dengan hidronefrosis.

· Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal

ginjal dan retensi urin.

Page 5: BAB I

· Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis.

C. Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi

USG Ginjal

Untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

Gambar 2. USG nefrolithiasis

Foto Polos Abdomen

Menunjukan adanya batu didalam kandung kemih yang

abnormal, menunjukkan adanya calculi atau perubahan

anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.

Page 6: BAB I

Gambar 3. Foto polos abdomen

IVP (Intra Venous Pyelografi )

Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,

membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli

kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih

dan memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab

nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada

struktur anatomik (distensi ureter).

Gambar 4. Intravenous Pielografi

Page 7: BAB I

Pielogram retrograd

Pielogram retrograd kadang diperlukan jika detail sistem

pelvicalyces dan ureter tidak tergambar dengan jelas

menggunakan kontras intravena, terutama jika terdapat

kecurigaan adanya tumor epitel pada saluran kemih. Pada

pemeriksaan ini, sebuah kateter dimasukkan ke dalam ureter

setelah dilakukan sistoskopi; kemudian kontras disuntikkan

melalui kateter dan akan menggambarkan sistempelvicalyces

dan ureter

Gambar 5. Pielogram retrograd

Pielogram antegrad

Jika pielogram retrograd tidak mungkin dilakukan (misalnya

setelah sistektomi), sebuah jarum berukuran kecil, dibawah

pengaruh anestesi, dapat dimasukkan ke dalam system

pelvicalyces dan kemudian dilakukan penyuntikan kontras

untuk memvisualisasi calyces, pelvis dan ureter.

Page 8: BAB I

Gambar 6. Pielogram antegrad

Page 9: BAB I

PENATALAKSANAAN

1. Terapi medis dan simtomatik

Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi

simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum

yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.

2. Litotripsi

Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk

membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut

nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah

ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan

memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.

3. Tindakan bedah

Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut,

atau bila cara non-bedah tidak berhasil.

Benigna Prostat Hiperplasia

I. DEFINISI

Hiperplasia Prostat Benigna sebenarnya adalah suatu keadaan dimana

kelenjar periuretral prostat mengalami hiperplasia yang akan mendesak

jaringan prostat yang asli ke perifer. Selain itu, BPH merupakan pembesaran

kelenjar prostat yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang

biasanya pada usia pertengahan atau lanjut.

Page 10: BAB I

Gambar 7. Benign Prostat Hyperplasia

II. ETIOLOGI

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak

adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2) Adanya ketidakseimbangan antara

estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, (4)

Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel.5

a. Teori Dihidrotestosteron (DHT)

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang

sangat penting pada pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk

dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan

bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan

dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada

inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang

menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH

tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja

pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen

Page 11: BAB I

lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi

dibandingkan dengan prostat normal. 5

b. Ketidakseimbangan estrogen dan testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun,

sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara

estrogen : testosterone relatif meningkat. Telah diketahui bahwa

estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel- sel

kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel- sel prostat

terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor

androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel- sel prostat

(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun

rangsangan terbentuknya sel- sel baru akibat rangsangan testosterone

menurun, tetapi sel – sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang

lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 5

c. Interaksi stroma epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan

sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel- sel stroma

melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel stroma

mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma

mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-

sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta

mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu

menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel epitel maupun stroma. 5

d. Berkurangnya kematian sel prostat (Apoptosis)

Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

homeostatis kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat

keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel.

Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang apoptosis menyebabkan

Page 12: BAB I

jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin meningkat sehingga

mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon androgen

berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah

dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar

prostat.1

b. Teori stem cell

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa

pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma dan

epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di

dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel

aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel

aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara

mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan

berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

III. PATOFISIOLOGI

Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional,

sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon testosteron, yang

di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit

aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase.

Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam

sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang

memacu pertumbuhan kelenjar prostat.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika

dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan

tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli- buli harus

berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus

menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi

otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-

buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien dirasakan

Page 13: BAB I

sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract

symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. 5

Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter

ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli- buli ke ureter atau terjadi

refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan

mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke

dalam gagal ginjal. 5

IV. MANIFESTAS KLINIK

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)

Terdiri atas gejala obstruksi dan iritasi :Obstruksi Iritasi

· Hesistansi

· Pancaran miksi lemah

· Intermitensi

· Miksi tidak puas

· Distensi abdomen

· Terminal dribbling (menetes)

· Volume urine menurun

· Mengejan saat berkemih

· Frekuensi

· Nokturi

· Urgensi

· Disuria

Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

Tabel 1. Gejala Obstruksi dan Iritasi Benigna Prostat HiperplasiaManifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia

prostat masih tergantung tiga faktor, yaitu:

· Volume kelenjar periuretral

· Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

· Kekuatan kontraksi otot detrusor

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli

untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami

Page 14: BAB I

kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang

diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh factor pencetus antara

lain :

1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung diuretikum, minum tertalu banyak)

2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat)

3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan antikolinergik atau adrenergic-α)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan

penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan

pengobatan BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat

beberapa sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring

System (IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological

Association (AUA). Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta

untuk menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan

skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19

sedang, dan 20-35 berat.

Page 15: BAB I

b. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Merupakan penyulit dari hiperplasi prostat, berupa gejala obstruksi

antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (hidronefrosis), demam

(infeksi/ urosepsis).

c. Gejala di luar saluran kemih

Keluhan pada penyakit hernia/ hemoroid sering mengikuti

penyakit hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena

sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan

tekanan intra abdominal.

Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan,

anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik

(Brunner & Suddarth, 2001). Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi

4 gradiasi, yaitu:

Page 16: BAB I

· Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE

(colok dubur) ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine

kurang dari 50 ml.

· Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1,

prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan sisa

urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.

· Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba

lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.

· Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.

V. PEMERIKSAAN FISIK

Buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra

simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu

menetes yang merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa.

1) Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat

memberikangambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya

kelainan lain sepertibenjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba

prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :

Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

Adakah asimetri

Adakah nodul pada prostat

Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih

dapat diraba biasanya besar prostat diperkirakan <60 gr.

Page 17: BAB I

Gambar 4. Pemeriksaan Colok DuburPada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal,

permukaan licin dan konsistensi kenyal.12 Pemeriksaan fisik apabila

sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadang-kadang

ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pnielonefritis akan disertai

sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat

teraba apabila sudah terjadi retensi total, buli-buli penuh (ditemukan

massa supra pubis) yang nyeri dan pekak pada perkusi. Daerah inguinal

harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia

eksterna harus pula diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab

yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa

navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis,

condiloma di daerah meatus1.

Page 18: BAB I

2) Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah

sisa urin setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur

urin yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula

diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah

miksi. Sisa urin lebih dari 100cc biasanya dianggap sebagai batas untuk

indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi prostat.Derajat berat

obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin pada waktu

miksi, yang disebut uroflowmetri. Angka normal pancaran kemih rata-

rata 10-12 ml/detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik.

Pada obstruksi ringan, pancaran menurun antara 6 – 8 ml/detik,

sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau kurang.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau

inflamasi pada saluran kemih. Mengevaluasi adanya eritrosit,

leukosit, bakteri, protein atau glukosa.

b. Kultur urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus

menentukan sensifitas kuman terhadap beberapa antimikroba

yang diujikan

c. Faal ginjal

Mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran

kemih bagian atas. Elektrolit, BUN, dan kreatinin berguna untuk

insufisiensi ginjal kronis pada pasien yang memiliki postvoid

residu (PVR) yang tinggi.

d. Gula darah

Page 19: BAB I

Mencari kemungkinan adanya penyekit diabetes mellitus yang

dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli

neurogenik)

e. Penanda tumor PSA (prostat spesifik antigen)

Jika curiga adanya keganasan prostat

2. Pemeriksaan Patologi Anatomi

BPH dicirikan oleh berbagai kombinasi dari hiperplasia epitel dan

stroma di prostat. Beberapa kasus menunjukkan proliferasi halus-otot

hampir murni, meskipun kebanyakan menunjukkan pola

fibroadenomyomatous hyperplasia

Gambar 7. Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Benigna Prostat

Hiperplasia

3. Pencitraan pada Benigna Prostat Hiperplasia:

a. Foto polos

Berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya

batu/kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan buli-

buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda suatu retensi

urine

b. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal (TRUS)

Adalah tes USG melalui rectum. Dalam prosedur ini, probe

dimasukkan ke dalam rektum mengarahkan gelombang suara di

prostat. Gema pola gelombang suara merupakan gambar dari kelenjar

prostat pada layar tampilan. Untuk menentukan apakah suatu daerah

yang abnormal tampak memang tumor, digunakan probe dan gambar

Page 20: BAB I

USG untuk memandu jarum biopsi untuk tumor yang dicurigai.

Jarum mengumpulkan beberapa potong jaringan prostat untuk

pemeriksaan dengan mikroskop. Biopsy terutama dilakukan untuk

pasien yang dicurigai memiliki keganasan prostat.

Transrektal ultrasonografi (TRUS) sekarang juga digunakan untuk

pengukur volume prostat, caranya antara lain :

· Metode “step planimetry”. Yang menghitung volume rata-rata

area horizontal diukur dari dasar sampai puncak.

· Metode diameter. Yang menggabungkan pengukuran tinggi

(H/height) ,lebar (W/width) dan panjang (L/length) dengan

rumus : ½ (H x W x L)

c. Sistoskopi

Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui

pembukaan urethra di dalam penis. Prosedur ini dilakukan setelah

solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang.

Tabung, disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya

yang membantu dokter melihat bagian dalam uretra dan kandung

kemih. Tes ini memungkinkan dokter untuk menentukan ukuran

kelenjar dan mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.

Gambar 8. Gambaran Sistoskopi Benigna Prostat Hiperplasia

d. Ultrasonografi trans abdominal

· Gambaran sonografi benigna hyperplasia prostat menunjukan

pembesaran bagian dalam glandula, yang relatif hipoechoic

dibanding zona perifer. Zona transisi hipoekoik cenderung

menekan zona central dan perifer. Batas yang memisahkan

hyperplasia dengan zona perifer adalah “surgical capsule”.

Page 21: BAB I

· USG transabdominal mampu pula mendeteksi adanya

hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH

yang lama.

Gambar 7. Gambaran Sonografi Prostat Normal

Gambar 8. Gambaran Sonografi Benigna Prostat Hiperplasia

e.Sistografi buli

Gambar 9.Gambaran Elevasi Dasar Buli yang Mengindikasikan

Benigna Prostat Hiperplasia

NEFROKALSINOSIS

Nefrokalsinosis didefiniskan sebagai peningkatan kadar kalsium ginjal,

paling sering disebabkan oleh hiperkalsemia dan hiperkalsiuria, yang

menyebabkan deposisi kalsium di parenkim ginjal (nefrokalsinosis kortikal) atau

piramida medula (nefrokalsinosis medular). Nefrokalsinosis tipe kortikal sering

Page 22: BAB I

disebabkan oleh nekrosis tubular akut (NTA), sedangkan tipe medular merupakan

perluasan dari nefrokalsinosis kortikal atau kelainan tersendiri akibat gangguan

metabolik.

Gambaran Radiologis

Mayoritas kasus nefrokalsinosis bersifat asimtomatik dan teridentifikasi dengan

pemeriksaan radiologi. Nefrokalsinosis medular terlihat oleh ultrasonografi

sebagai gambaran ekogenik pada piramida sebelum nefrokalsinosis dapat

dideteksi dengan foto polos abdomen. Kalsifikasi ginjal pada nefrokalsinosis

dapat terlihat pada foto polos dan CT Scan abdomen berupa daerah radioopak

yang melapisi piramida medula atau di dalam parenkim ginjal. Kalsifikasi pada

gambaran ultrasonografi berupa daerah hiperekoik, biasanya di dalam piramida

medula. Sebagian besar nefrokalsinosis adalah sistemik, maka kalsifikasi biasanya

bilateral.

Foto Polos

Deteksi dengan foto polos dapat dilakukan jika kadar terkumpul dalam parenkim

ginjal telah mencapai 100 HU. Gambaran kalsifikasi juga tergantung pada ukuran

batu (< 2 mm jarang terdeteksi), resolusi spasial teknik perekaman, dan faktor

kontras.

Computed Tomography Scan (CT Scan)

Pemeriksaan CT Scan dianggap sebagai modalitas paling sensitif untuk

mendiagnosis nefrokalsinosis. Pemeriksaan ini dapat mengetahui nefrokalsinosis

radiografi yang menggambarkan ginjal dengan kalsifikasi piramida bilateral, yang konsisten dengan nefrokalsinosis, kemungkinan besar hiperparatiroidisme.

Page 23: BAB I

pada tahap paling awal, memberikan gambaran densitas yang jelas, dan ukuran

luasnya nefrokalsinosis, serta mampu membedakan dengan kista ginjal.

Pemeriksaan ini juga sensitif untuk mendeteksi nefrokalsinosis akibat

hiperoksaluria dan hiperkalsemia akibat hiperparatiroidisme.

Gambar-gambar ini menunjukkan nefrokalsinosis medula bilateral

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pemeriksaan MRI jarang digunakan untuk mendiagnosis nefrokalsinosis karena

tidak mampu membedakan deposit kalsium.

Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan USG memberikan gambaran ekogenik pada sudut-sudut piramida

ginjal dan ekolusen pada pusat piramida. Piramida ginjal terlihat baik sebagai

gambaran melingkar atau struktur ekogenik. Gambaran ini dapat dilihat oleh USG

sebelum terlihat oleh foto polos. Kalsifikasi di korteks menyebabkan

meningkatnya ekogenitas kortikal dengan bayangan lengkap pada kasus berat.

Fibrosis piramida ginjal memberikan gambaran ekogenik.

Pemeriksaan USG juga bisa menimbulkan positif/negatif palsu pada infark

ginjal kronik, angiomiolipoma, hemangioma, onkositoma, dan keganasan

(karsinoma sel ginjal, sarkoma, metastasis).

Page 24: BAB I

(Gambar ini menunjukkan medulla hyperechoic terkait dengan fokus echogenic, Sebuah medulla hyperechoic

juga dapat dilihat dalam kondisi yang menyebabkan hyperuricemia dan hipokalemia)

KISTA GINJAL

Definisi

Kista berasal dari kata Cystic yang berarti rongga tertutup abnormal,

dilapisi epitel yang mengandung cairan atau bahan semisolid. Kista ginjal adalah

kista yang terdapat pada ginjal. Kista ginjal adalah struktur berisi cairan di dalam

atau di tepi ginjal. Ginjal merupakan salah satu lokasi tersering terjadinya kista

pada tubuh. Meskipun lesi kista memiliki kondisi histologis yang serupa

( mikroskopik atau makroskopik, kantung dilapisi epitel), namun jumlah, lokasi,

dan gambaran klinisnya kista berbeda.

Pemeriksaan penunjang.

Ultrasonografi ginjal

Unltasonografi ginjal merupakan suatu teknik pemeriksaan noninvasive yang memiliki tujuan untuk mengetahui ukuran dari ginjal dan kista. Selain itu juga dapat terlihat gambaran dari cairan yang terdapat dalam cavitas karena pantulan yang ditimbulkan oleh cairan yang mengisi kista akan memberi tampilan berupa struktur yang padat.

Ultrasonografi ginjal dapat juga digunakan untuk melakukan screening terhadap keturuan dan anggota keluarga yang lebih mudah untuk memastikan apakah ada atau tidaknya kista ginjal yang gejalanya tidak terlihat (asymptomatic) 

Page 25: BAB I

MRI

Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat mengidentifikasi kistik ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm seperti pada lampiran MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya memiliki riwayat aneurisma atau stroke 

Computed tomography (CT)

Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontrasBiopsi

Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis tidak dapat ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan 

PROSTATITISDEFINISI.

Prostatitis adalah infeksi atau perdangan pada kelenjar prostat yang

memperlihatkan beragam sindrom klinis dengan berbagi bentuk. Isitilah

prostattitis didifinisikan sebagai peradangan mikroskopik dari jaringan kelenjar

prostat, yang menacakup berbagai kondisi klinis.

Page 26: BAB I

Manifestasi Klinis.A. Anamnesis.

1. Prostatitis Bakteri Akut.

o Demam.

o Panas Dingin.

o Rasa Tidak Enak.

o Arthralgias.

o Mialgia.

o Nyeri perirenal Prostat.

o Disuria.

o Gejala Obstruksi saluran kencing, termasuk frekuensi,

urgensi, disuria, nokturia, aliran lemah, dan rasa tidak puas

berkemih.

o Nyeri Pinggang dan Nyeri perut sedikit.

Pada pemeriksaan fisis dengan colok dubur, prostat teraba bengkak,

hangat dan nyeri (pada keadaan ini tidak diperkenankan melakukan

masase prostat untuk mengeluarkan getah kelenjar prostat karena dapat

manimbulkan rasa sakit dan akan memacu terjadinya bakteremia, bahkan

bila tidak tertangani secara tepat dapat menimbulkan abses prostat atau

menimbulkan urosepsis)

2. Prostatitis Kronis Bakteri

o Intermiten disuria

o Infeksi saluran kemih berulang.

o Biasanya tidak ada gejala sistemik.

o Gejala Obstruksi intermiten dari saluran kencing.

o Nyeri saat ejakulasi atau hematospermi.

Pada pemeriksaan colok dubur ( DRE ) mungkin teraba krepitasi

yang merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat.

3. Prostatatitis Kronis dan Sindrom Nyeri Pelvik Kronis.

Page 27: BAB I

o Panggul terasa sakit dan ketidak nyamanan di daerah

perineum, suprapubik, coccygeal, uretra, dan testis selama

lebih dari 3 – 6 bulan sebelumnya.

o Gejala obstruksi saluran kencing, termasuk frekuensi,

disuria, dan rasa tidak puas berkemih.

o Sakit saat ejakulasi

o Disfungsi ereksi.

4. Asymtomatic Prostatitis Inflamsi.

o Tidak terdapat gejala dan tanda dari suatu prostatitis.

o Adanya proses inflamasi pada prostat diketahui dari

spesimen yang kemungkinan didapat dari cairan semen

pada saat analisis semen dan jaringan prostat yang

didapatkan pada biopsy maupun pada saat operasi prostat

o Sebagian besar prostatitis yang tanpa menunjukkan gejala

seperti pada kategori ini tidak memerlukan terapi, tetapi

didapatkannya sel-sel inflamasi pada analisis semen seorang

pria yang mandul perlu mendapatkan terapi antibiotik

Pemeriksaan Laboratorium.

1. Hitung Darah Lengkap, cultur darah merupakan indikasi untuk casus dari

pasien keracunan akut atau curigai septicemia.

2. Urine, untuk mendapatkan nilai kuantitatif untuk menghitung jumlah sel

darah putih dan bakteri, kehadiran lemak tubuh, dan makrofag.

3. Kultur Urine, untuk mengidentifikasi jika ada organisme kausatif dalam

urine.

4. Kimia, menetukan kandungan elektrolit, termasuk nilai BUN dan kreatinin

pada pasien dengan retansi urine atau obstruksi.

5. PSA ( Prostate specific antigen ), peradangan prostat dapat menyebabkan

elevasi prostat spesifik antigen serum ( PSA ), dimana digunakan terutama

sebagai alat skrining dari kanker dan tidak secara rutin digunakan dalam

diagnosis prostatitis.

Page 28: BAB I

Imaging Study.

1. Ultrasonography Trans – abdominal untuk menilai volume urin yang

tertahan.

2. Ultrasonografi transrectal.

· Krakteristik fitur dari penebalan kapsul dan kalkuli prostat.

· Melihat penebalan dan pembesaran dari septa dari vesikula

seminalis.

· Interpretasi sangat subyektif dan oleh karenanya diperlukan tenaga

ahli, diagnosis klinis memerlukan korelasi dari pemeriksaan colok

dubur ( DRE )

3. Pada prostatitis akut, yang ditandai dengan peningkatan warna di daareh

uretra prostat, sekitar saluran ejakulasi, dan dekat dengan vesika seminalis

yang dapat dilakukan dengan USG Doppler warna.

4. Computed tomography ( CT – scan ) di daerah pelvis mengkin berguna

dalam evaluasi abses prostat atau curiga adanya neoplasma.

5. Cystoscopy berguna dalam tindak lanjut dari kasus – kasus refrakter

untuk menyingkirkan neoplasma yang ada di vesika urinaria atau sistitis

interstisial.

Page 29: BAB I

CystitisDefinisi

Cystitis adalah inflamasi yang terjadi pada vesika urinaria. Cystitis bisa

disebabkan oleh infeksi bakteri dan juga oleh faktor non infeksi seperti obat-

obatan, iritan, atau radiologi (Mayo Clinic, 2012)

Etiologi

Obstruksi, apapun penyebabnya (seperti kateterisasi, bedah urologi), merupakan

faktor risiko utama berkembangnya ISK.

Pada laki-laki yang berusia lebih dari 50 tahun, hipertrofi prostat dengan obstruksi

parsial menjadi penyebab utama risiko terjadinya peningkatan ISK. Faktor risiko

yang lebih sering diperhatikan pada pria berusia lanjut meliputi gangguan

kognitif, inkontinensia tinja atau urin , dan penggunaan kateter.

Faktor risiko primer pemasangan kateter yang dapat menyebabkan bakteriuria

adalah :

· jenis kelamin perempuan

Page 30: BAB I

· kondisi komorbiditas yang signifikan ( terutama diabetes mellitus )

· usia yang lebih tua dari 50 tahun

· kurangnya antibiotik sistemik

· kadar serum kreatinin yang lebih dari 2mg/dL

Diagnosis1. Sign & Symptom

a. Symptom (Fauci, Braunwald, et al, 2008)

Disuria

Sering kencing (polakisuria)

Urgensi

Nyeri suprapubik

Mual muntah

Demam

Nyeri costovertebral

Stranguria (kencing pelan dan nyeri yang disebabkan

karena spasme otot dari urethra dan vesika urinaria)

( Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)

b. Sign

Page 31: BAB I

Urine berkabut dan berbau busuk

Urine berdarah (pada hemorrhagic cystitis (Brusch, et

al,2014))

Nyeri tekan suprapubik

Flank pain

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Urinalisis (Brusch, et al, 2014)

Low grade proteinuria

Tes Dipstick

Pemeriksaan mirkoskopis : Pyuria

Tes nitrate (untuk mendeteksi produk dari nitrate

reduktase, suatu enzim yang dihasilkan oleh banyak

spesies bakteri). Sensivitas 22% dan spesifitas 94%-

100%

b. Kultur Urine (Brusch, et al, 2014)

Berdasarkan Infectious Disease Society of America

(IDSA) tahun 2010, dikatakan cystitis bila didapatkan

>1000 CFU/ml urine midstream

Ditemukan uropathogen pada aspirasi suprapubik

c. CBC (Brusch, 2014)

Leukositosis

d. Renal Imaging Procedure (Sudoyo, Setiyohadi, et al, 2009)

USG

Radiografi

Foto polos perut

Pielografi IV

Micturating cystogram

Isotop Scanning

Page 32: BAB I

(Menunjukkan cincin lengkung dari dinding kandung kemih ter kalsifikasi)

Differential diagnosis

Cystitis harus dibedakan dari kondisi infeksi inflamasi yang mana memiliki gejala

dysuria yang lebih menonjol, termasuk vaginitis, infeksi urethral yang disebabkan

oleh sexually transmitted pathogen, dan penyakit noninflammatory yang

menimbulkan discomfort urethra..Vaginitis dikarakteristikan dengan iritasi

pengeluaran urine yang dihubungkan dengan iritasi vaginal dan bersifat subakut.

Biasanya vaginitis memiliki riwayat pengeluaran cairan berwarna putih atau bau

dari vagina dan memiliki banyak pasangan atau pasangan baru. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan adanya discharge pada vagina, dan pada pemeriksaan cairan

vagina ditemukan adanya sel inflamasi. Differential diagnosis lainnya antara lain,

virus herpes simplex, gonorrhoea, chlamydia, trichomoniasis, jamur dan bakteri

vaginosis. Uretheritis menyebabkan dysuria yang biasanya onset nya subakut

yang berhubungan dengan discharge dan memiliki banyak pasangan atau

pasangan baru. Umumnya urethritis disebabkan oleh gonorrhoea, chlamydia,

herpes simplex, dan trichomoniasis. Sehingga culture dan tes immunologi di

sarankan. Injury dari urethra dihubungkan dengan sexual intercourse, iritasi bahan

kimia, ataupun allergi yang dapat menyebabkan terjadinya dysuria (Tanagho &

McAninch, 2006).

Management

Page 33: BAB I

Cystitis ringan dapat sembuh dalam 4-9 hari tanpa pengobatan. Tapi

apabila terjadi infeksi bakteri berat, maka dapat menimbulkan manifestasi seperti

demam, dan nyeri perut, dan kondisi ini memerlukan pengobatan dengan

menggunakan antibiotic. Pemilihan antibiotic sebaiknya berdasarkan hasil kultur

urine (Andrologi, 2014). TMP-SMX, Nitrofurantion, dan fluoroquinolones sangat

efektif untuk melawan hampir seluruh pathogen yang menyebabkan cystitis.

TPM-SMX dan nitrofurantion direkomendasikan untuk pengobatan pada cystitis

tanpa komplikasi. Bagaimana pun juga, diperkirakan adanya resisten TMP-SMX

oleh E. coli pada cystitis tanpa komplikasi sekitar 20%, dibandingkan dengan

nitrofuantion yang hanya sekitar<2% . Sehingga TMP-SMX lebih

direkomendasikan pada area dengan prevalensi resistensi E.coli terhadap TMP-

SMX <20%. Pada dewasa dan anak-anak durasi pengobatan sekitar 3-5 hari.

Terapi yang lebih lama tidak di perlukan. Terapi single dose pada reccurent

cystitis kuranglah efektif. Jika ingin menggunakan single-dose, Fluoroquinolones

dengan half-lives yang lebih panjang lebih cocok untuk terapi single-dose.

Resistensi terhadap penicillins dan aminopenicillins sangatlah tinggi sehingga

tidak direkomendasikan. (Wein, Kavoussi et al, 2010).

Prognosis (Medlineplus,2014)

Kebanyakan kasus dari cystitis menimbulkan rasa tidak nyaman namun akan

sembuh tanpa komplikasi setelah pengobatan.