BAB I

download BAB I

of 4

Transcript of BAB I

2

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPeningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan dan dipenuhi dengan menyelenggarakan suatu pembangunan kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terarah dan terpadu yang merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pemerintah melalui program pembangunan kesehatan memiliki tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pengaturan, pengendalian, dan pengawasan minuman beralkohol[footnoteRef:2]. [2: Arif Usman, Media Pembinaan Hukum Nasional.]

Pada hakekatnya setiap warga negara berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat ini telah secara tegas dinyatakan dalam ketentuan Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) yang berbunyi : Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Peredaran minuman berkadar alkohol, kita kenal sebagai minuman keras sudah sangat luas. Dari perkotaan hingga pelosok pedesaan jenis minuman ini mudah sekali didapatkan. Minuman keras termasuk dalam kategori NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat-zat Adiktif), dan minuman keras termasuk dalam golongan zat-zat adiktif. Zat-zat adiktif adalah zat-zat yang tidak termasuk narkotika maupun psikotropika namun dapat menimbulkan ketergantungan. Minuman berkadar alkohol adalah minuman hasil fermentasi/peragian karbohidarat, biasanya yang dipakai adalah sari buah anggur[footnoteRef:3]. [3: Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 86/Menkes/Per/IV/77, yang dimaksud dengan Minuman Keras adalah: Semua jenis minuman beralkohol, tetapi bukan obat, yang meliputi minuman keras golongan A, minuman keras golongan B, minuman keras golongan C.]

Penyalahgunaan minuman beralkohol tidak terbatas pada satu kalangan atau golongan saja. Yang memprihatinkan adalah bahwa korban penyalahgunaan zat (dalam hal inialkohol) pada umumnya dimulai pada masa remaja.20 Padahal menurut ketentuan hukum pasal 20 (3) Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 86/Men-Kes/Per/IV/77 disebutkan bahwa Dilarang menjual atau menyerahkan minuman keras kepada anak dibawah umur 16[footnoteRef:4]. [4: Ibid Hal 174. ]

Dibeberapa tempat minuman yang disajikan biasanya sudah diracik oleh para penjual dengan minuman berkadar alkohol yang sudah mempunyai label atau merk tertentu. Demikian juga dengan warung remang-remang yang terdapat dipinggir jalan juga menyediakan minuman beralkohol walaupun hanya sekedar minuman cap tikus. Bahkan pada pesta-pesta hajatan biasanya sang tuan rumah akan menyediakan minuman keras untuk para tamunya agar bisa lebih meriah dalam merayakan pesta hajatan tersebut. Kebiasaan minum minuman keras ini bahkan secara tidak sadar seperti sudah menjadi budaya atau tradisi dalam masyarakat[footnoteRef:5]. [5: Reza Indragiri Amriel, Psikologi Kaum Muda Pengguna Narkoba, Salemba Humanika, Jakarta, 2008, hal 6.]

Menurut H. E. Barnes dan N. K. Teeters, masalah minuman keras dapat dikategorikan sebagai Penyakit masyarakat atau Sosial Pathology[footnoteRef:6]. Sebagai penyakit sosial, jelas minuman keras merupakan gejala sosial yang berpengaruh terhadap masyarakat dalam berbagai bentuk perilaku yang membawa dampak negatif terhadap masyarakat sebagai akibat pemabukan minuman keras yang diderita seseorang. Tindakan atau perbuatan negatif seseorang seperti: pelanggaran lalu lintas, pencurian, penganiyaan, perkosaan, dan lain sebagainya dapat dilakukan oleh pemabuk. [6: Soedjono Dirdjosisworo, Alkoholisme ; Paparan Hukum dan Kriminologi, CV Remadja Karya, Bandung, 1984.]

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai alkohol dan kesehatan pada 2011 menyebutkan, sebanyak 320.000 orang usia 15-29 tahun meninggal di seluruh dunia setiap tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Jumlah ini mencapai sembilan persen dari seluruh kematian dalam kelompok usia tersebut. Di Indonesia, dalam catatan Gerakan Nasional Anti Miras (Genam), setiap tahunnya jumlah korban meninggal akibat minuman beralkohol mencapai 18.000 orang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 jumlah pengkonsumsi alcohol seluruh Indonesia berjumlah 4,6% dimana jumlah penduduk saat itu berjumlah 224.904.900 jiwa yang berarti 10.345.625 jiwa pengkonsumsi alkohol dan jumlah terbanyak peminum alkohol adalah usia produktif usia 15-34 yakni 6,7%[footnoteRef:7]. [7: Ibid, Hal 1.]

Dampak yang ditimbulkan dari alkoholisme juga sangat kompleks, dari masalah kesehatan/fisik, kejiwaan/psikologi dan sosial. Secara medis penyalahgunaan alkohol menyebabkan timbulnya komplikasi pada organ otak, rusaknya sistem pembuluh darah, jantung, hati, liver, pencernaan, pankreas, otot, seks dan janin, endokrin, gangguan nutrisi, metabolisme, dan resiko kanker[footnoteRef:8]. Dari sudut psikiatri penyalahgunaan zat (alkohol) dapat mengakibatkan Gangguan Mental Organik akibat zat atau disebut juga Sindrom Otak Organik, yang disebabkan oleh efek langsung dari zat tersebut terhadap susunan saraf pusat/otak yang akhirnya mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku yang tidak terkontrol pada diri penderita. [8: I Gusti K. Alit (editor), Perilaku Remaja dan Permasalahannya, Yayasan Penerus Nilai-nilai LuhurPerjuangan 1945, Jakarta, 1995, hal 28 & 162.]

Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk mencegahnya adalah mengaturnya dengan Peraturan Perundang-Undangan. Pemerintah dalam hal ini juga menaruh perhatian sangat serius terhadap pembuatan, peredaran, penjualan minuman keras dan penggolongannya.

1.2. Permasalahan 1. Luasnya peredaran minuman beralkohol mulai dari daerah perkotaan hingga pelosok desa. 2. Besarnya dampak negatif bagi kesehatan, bagi para penikmat minuman beralkohol.

1