BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah -...
Transcript of BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah -...
1
BAB I
1.1. Latar Belakang Masalah
Brunei merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian lebih di
bidang kesehatan, mengingat banyak sekali penyakit-penyakit yang muncul di
tengah kehidupan warga yang menyebabkan angka kematian cukup tinggi di
Brunei. Dalam beberapa dekade terakhir, penyakit yang paling sering dialami
warga Brunei ialah penyakit kanker, jantung koroner, penyakit kardiovaskular dan
diabetes mellitus yang menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
Brunei Darussalam.1
Kanker paru-paru penyumbang utama kematian di Brunei pada tahun
2008, dan 90% dari kasus kanker paru-paru tersebut ialah disebabkan oleh asap
rokok.2 Masalah kesehatan yang terjadi hampir diseluruh negara tidak lepas dari
peran dan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, penggunaan tembakau merupakan
salah satu dari empat faktor utama sebagai penyebab penyakit tidak berjangkit
(Non-Communicable Diseases-NCDs).3 Menurut data dari WHO, 90% penyakit
kanker paru-paru, 75% penyakit bronkitis kronis serta 25% penyakit jantung
1 Brunei Darussalam-World Health Organization.2014. Diakses melalui http://www.who.int/nmh/countries/brn_en.pdf ( 11 Oktober 2014, 12.11 WIB) 2 Catherine Wilson.2010.”Smoking top cause of cancer death in Brunei. Diakses melalui http://www.bt.com.bn/science-technology/2010/04/08/smoking-top-cause-cancer-death-brunei ( 3 November 2014, 11.32 WIB) 3 Non-Communicable-Diseases (NCDs) adalah penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan manusia di dunia. Empat penyakit yang diakibatkan oleh NCD ialah penyakit kanker, jantung, diabetes, dan kanker paru-paru . Adapun penyebab NCD disini ialah penggunaan tembakau dan alkohol yang berbahaya serta makanan yang tidak sehat. Diakses melalui http://www.globalhealth.gov/global-health-topics/non-communicable-diseases/ (3 November 2014, 23.34 WIB)
2
adalah disebabkan oleh asap rokok.4 Di Brunei sendiri, rokok adalah penyebab
utama kematian dan paling di anggap mengancam kehidupan warga Brunei.
Ketika sebagian besar negara-negara di kawasan Asia Tenggara sibuk
menaruh perhatiannya dalam bidang ekonomi. Pemerintah Brunei mulai melirik
hal lainnya, yaitu permasalahan kesehatan yang mulai di tunjukkan Brunei sekitar
tahun 1990an melalui pidato-pidato yang dilontarkan oleh Sultan. Selain untuk
memberantas permasalahan kesehatan yang terjadi di Brunei, hal ini juga
dikarenakan jumlah penduduk Brunei yang sedikit yakni sekitar 406.000 jiwa,5
jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Disisi lain
minimnya jumlah penduduk Brunei yang secara tidak langsung berdampak
terhadap kapasitas sumber daya manusia yang dibutuhkan pemerintah guna
mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu, Pemerintah Brunei
memandang bahwa penyakit tidak berjangkit (NCD-s) merupakan ancaman bagi
pembangunan sosio-ekonomi dan menjadi penghalang terhadap Tujuan
Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs).
Pemerintah Brunei mempunyai cara tersendiri untuk meningkatkan
harapan hidup masyarakatnya, selain membangun kapasitas medis dan pelayanan
kesehatan pada tingkat spesialis, Pemerintah Brunei juga melakukan gerakan-
gerakan pencegahan melalui program kesadaran. Salah satu caranya adalah
dengan memberantas kebiasaan merokok melalui amandemen yang dibuat dalam
bea dan cukai rokok, tembakau dan produk tembakau. Hal ini membuat
4 Ministry of Health.2014.”MAC”. Diakses melalui http://www.moh.gov.bn/bulletinsnewsletters/download/Fokus153.pdf (11 oktober 2014,13.11 WIB) 5 Ptkpt.2014 “Jumlah penduduk di seluruh dunia”. Diakses melalui http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6 (08 Januari 2014, 21:24 WIB)
3
masyarakat Brunei sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok. Brunei
menganggap bahwa rokok merupakan salah satu barang yang paling berbahaya
dan merupakan sumber penyakit.
Oleh karena itu Brunei telah menandatangani, meratifikasi, dan menjadi
bagian dari kerangka kerja WHO yaitu The WHO Framework Convention on
Tobacco Control (WHO FCTC) pada 3 Juni 2004. Brunei menjadi Negara ke-18
dari 172 negara yang meratifikasinya. (WHO FCTC) menyediakan suatu kerangka
bagi upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait
ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi prevalensi
konsumsi rokok serta paparan terhadap asap rokok. Dalam konvensi pengendalian
tembakau ini, negara-negara yang telah meratifikasi diikat secara hukum
internasional dalam bentuk (Internationality legally binding instrument).6
Adapun tindakan nyata yang telah di ambil Pemerintah Brunei guna
melindungi masyarakatnya sesuai dengan instrumen FCTC. Dimana Pemerintah
Brunei pada tanggal 1 Juni 2005 secara resmi menerapkan beberapa peraturan
terkait masalah rokok dan peraturan-peraturan tembakau 2007 yang salah satu
isinya berbunyi “penjualan produk rokok kepada anak berusia dibawah 18 tahun
merupakan tindakan ilegal serta melarang semua iklan rokok dipasang di area
pemerintahan”.7 Hal inilah yang pada akhirnya membuat jumlah import rokok dan
6 WHO Framework Convention on Tobaco Control.2014. Diakses melalui http://www/who.int./fctc/text_download/en/ ( 6 November 2014, 14.23 WIB) 7 Azzaraimy.2008. Tobacco Order Now In Force, diakses melalui http://www.moh.gov.bn/news/20080602a.html ( 10 Oktober 2014. 22.35 WIB)
4
tembakau di Brunei mengalami penurunan. Mengingat Brunei juga merupakan
salah satu negara yang tidak memproduksi tembakau maupun rokok.8
Kebijakan Pemerintah Brunei dalam bidang kesehatan yang dinilai
berpengaruh bagi masyarakatnya adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis
kepada seluruh masyarakat Brunei. Tidak hanya itu saja, Pemerintah Brunei juga
memberikan pelayanan kesehatan yang baik terhadap imigran. Dimana para
imigran yang bekerja maupun yang hanya berkunjung ke Brunei memiliki hak
atas perawatan dan biaya kesehatan yang kecil. Kebijakan tersebut tidak lepas dari
kekayaan ekonomi yang dimiliki oleh Brunei sehingga mampu memberikan
perawatan kesehatan yang baik bagi masyarakatnya.9
Kesehatan merupakan salah satu agenda yang telah dimasukan dalam
rencana pembangunan nasional Brunei, yaitu pembangunan jangka pendek dan
jangka panjang. Pembangunan jangka pendek Pemerintah Brunei ialah Health
Promotion Blueprint 2011-2015. Ini merupakan satu dokumen kerangka kerja
promosi kesehatan untuk tahun 2011-2015 yang mengandung strategi-strategi
jangka pendek dan sederhana untuk mempromosikan cara hidup sehat dan
mencegah penyakit kronik di Brunei.10 Sedangkan pembangunan rencana jangka
panjang Brunei ialah “Wawasan Brunei 2035” atau “Vision Brunei 2035”.
Perhatian pemerintah sendiri terhadap kesehatan telah dimulai jauh sebelum
8 Abdul Latif. Smoking : Brunei Darussalam Perspective. Hal 02 diakses melalui https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:P3jVltQ4Z2YJ:www.bruneiresources.com ( 09 Januari 2014. 22.43 WIB) 9 WHO Western Pacific Region.2011. Brunei Darussalam Context. Hal 30. Diakses melalui http://www.wpro.who.int/countries/brn/3BRUpro2011_finaldraft.pdf (10 Januari 2014, 11.21 WIB) 10 Haji Aliddin bin Haji Moktal.2014.Pusat Promosi Kesehatan. Diakses melalui http://www.pelitabrunei.gov.bn/nasional/item/9199-pusat-promosi-kesihatan-sentiasa-dipantau-direview (17 november 2014, 15.11 WIB)
5
kesehatan menjadi salah satu bagian dari Vision Brunei 2035. Hal ini dibuktikan
dengan pidato-pidato yang telah disampaikan oleh Sultan pada tahun 2011. Salah
satu contoh pidato yang dikemukakan oleh Sultan berbunyi :
“In the field of health, aside from building up the Nation’s medical services capacity at the specialist level, efforts to improve health should also be intensified through prevention and awareness programmes. This includes strengthening efforts to completely eradicate the dangerous habit of smoking through the amandments made in the duty and excise of cigarettes, tobacco and tobacco products”11 Pidato yang disampaikan oleh Sultan tiap tahunnya lebih berkembang
dalam capaian kesehatan, dimana perkembangan tersebut membawa pemerintah
Brunei lebih memperhatikan kesehatan masyarakatnya. Dalam pidato 1996 yang
menjadi fokus perhatian pemerintah Brunei adalah peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan. Sedangkan pada tahun 2010 Sultan melihat faktor lain dalam
mempengaruhi kesehatan masyarakat Brunei, seperti halnya makanan, kebersihan,
dan lain-lain. Serta pada tahun 2011 Sultan mulai memfokuskan rokok sebagai
sebuah ancaman terhadap kesehatan masyarakat dan juga merupakan penyebab
utama kematian di Brunei.12
Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Brunei, Pemerintah
melalui departemen kesehatan telah melakukan terobosan serta strategi-strategi
guna memberantas permasalahan kesehatan di Brunei. Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) telah melakukan beberapa tindakan seperti mengembangkan
11 Brunei Darussalam national Multisectoral Action Plan for the Prevention and Control of Noncummunicable Diseases (BruMAP-NCD).2013. Diakses melalui ftp://ftp.wpro.who.int/scratch/NHP/NCD/NCD-policies-WPR/BRN/FINALBRUMAPBOOK.pdf ( 2 November 2014, 12.01 WIB) 12 Tobacco Control Laws.2013.Brunei Darussalam. Diakses melalui http://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/country/brunei-darussalam/summary (21 Juli 2014, 12.40 WIB)
6
kebijakan yang relevan dalam mekanisme peraturan dengan menerapkan
kebijakan fiskal dan melakukan langkah-langkah pencegahan khususnya,
begitupun dengan intervensi pendidikan dan informasi untuk memastikan
intervensi klinis sesuai dengan rekomendasi dari WHO.13 Kebijakan yang dibuat
oleh Brunei tidak hanya bersifat domestik, melainkan Brunei juga mengambil
langkah internasional guna melindungi kesehatan masyarakatnya.
Sejak tahun 1985, Brunei telah menjadi bagian dari World Health
Organization (WHO), masuknya Brunei dalam WHO guna meningkatkan kualitas
hidup masyarakatnya terutama terkait kesehatan.14 Pada tahun 2004, Brunei juga
telah meratifikasi kerangka kerja tembakau dengan WHO FCTC yang didalamnya
terdapat perjanjian internasional mengenai pengendalian tembakau. Brunei juga
ikut serta dalam WTO (World Trade Organization) sejak tahun 1995.15
Keikutsertaan Brunei dalam WTO bertujuan untuk meningkatkan standar produk
yang masuk ke dalamnya. Karena di dalam WTO terdapat 2 perjanjian yang
spesifik mengenai keselamatan pangan, kehidupan, keselamatan hewan, tumbuhan
dan standar produk. Perjanjian tersebut meliputi sanitary and phitosanitary (SPS)
dan technical barrier to trade, dengan begitu tidak sembarang produk bisa dengan
13 Asean-Pasific Newsletter On Occupational Health and Safety.2013. Diakses melalui www.ttl.fi/.../asian_pacific_newsletter/.../Asian_Pacific_Newsletter1_%20... (21 Juli 2014, 01.11 WIB) 14 United Nations Treaty Collection.2014. Constitution od the World Health Organization. Diakses melalui https://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IX-1&chapter=9&lang=en (22 Juli 2014, 18.12 WIB) 15 World Trade Organization.2014. Brunei Darussalam and the WTO. Diakses melalui http://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/brunei_darussalam_e.htm (23 JUli 2014, 11.12 WIB)
7
mudah masuk ke dalam Brunei, terutama produk-produk makanan serta produk-
produk lain yang dapat merusak kesehatan masyarakat Brunei.16
1.2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka pertanyaan yang muncul adalah
“Mengapa Pemerintah Brunei Darussalam Meratifikasi The WHO
Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) ?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis disini adalah untuk
mengetahui alasan dasar dan faktor rasional dari pemerintah Brunei Darussalam
dalam meratifikasi WHO FCTC.
1.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahlu yang pertama ialah penelitian yang dilakukan oleh Eka
Dualolo melalui jurnal yang berjudul “Alasan Indonesia tidak Menandatangani
dan Meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Asia
Pasifik”.17Jurnal ini menjelaskan alasan-alasan Pemerintah Indonesia tidak
menandatangani dan meratifikasi (FCTC). Dalam perjanjian (FCTC) banyak
aspek yang menjadikan Pemerintah Indonesia sampai saat ini belm
menandatangani WHO (FCTC). Adapun alasan tersebut ialah alasan Cost, yaitu
16 Edy Herjanto, Notifikasi Dalam Perjanjian TBT-WTO Dalam Perkembangannya, diakses melalui https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ChafCAAEM9cJ:www.bsn.go.id (08 Januari 2014, 23.09 17 Eka Dualolo.2014.”Alasan Indonesia tidak Menandatangani dan Meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Asia Pasifik. Diakses melalui http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/03/ejurnal%20_EKA%20DUALOLO_%20(03-04-14-12-39-35).pdf ( 4 November 2014, 14.23 WIB)
8
Industri rokok memberikan kontribsi yang besar bagi APBN melalui cukai dan
pajak rokok dan dianggap menjadi komoditas yang menguntungkan.
Alasan selanjutnya yaitu alasan benefit, dimana industri rokok di Indonesia
telah banyak memberikan kontribusi di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Seperti pendidikan, olahraga, dan kebudayaan. Alasan ketiga ialah Alasan risk.
Yaitu apabila industri rokok gulung tikar maka banyak masyarakat yang
kehilangan pekerjaan. Disamping itu, akan berpengaruh pada penghasilan dan
tunjangan, eksternal setting dan persaingan global.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Colin Mcinnes dan Kelley Lee
melalui artikelnya yang berjudul “Health, Security and Foreign Policy” artikel ini
lebih menekankan pembahasan terhadap hubungan antara warga asing, kebijakan
kemanan dan kesehatan masyarakat global.18 Dimana disini lebih difokuskan
terkait dua isu kesehatan yang paling gencar di dunia internasional, yaitu penyakit
menular HIV/AIDS. Artikel ini menjelaskan bagaimana hubungan luar negeri
menjadi sangat penting untuk mengantisipasi berbagai isu-isu terkait
permasalahan kesehatan yang semakin marak. Dan juga dibahas resiko kesehatan
di negara berkembang akan berdampak bagi negara-negara barat yang menjadi
fokus perhatian penulis disini. Selain itu terkait isu keamanan yang paling
berbahaya disini bukan terkait penyebaran yang dilakukan oleh imigran,
melainkan ancaman dari senjata biologis yang muncul di awal tahun 1990an. Oleh
karena itu, perhatian telah difokuskan pada hubungan antara kesehatan dan
kebijakan luar negeri dan keamanan di dua bidang penyakit menular dan bio-teror. 18 Collin Mcinnes dan Kelley Lee.2006. Health, Security and Foreign Policy. Diakses melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDMQFjAB&url=http%3A%2F%2Fcgch.lshtm.ac.uk (30 januari 2014, 22.42 WIB)
9
Strategi kemanan nasional disini menjadi sangat penting untuk terus melindungi
warga negaranya karena kesehatan yang buruk akan merusak struktur ekonomi
dan sosial dari negaranya.
Dalam penelitian-penelitian terdahulu di atas, terdapat perbedaan serta
persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dari penelitian
terdahulu yang pertama memiliki tema yang sama, yakni terkait kebijakan luar
negeri suatu negara dalam kerangka kerja WHO (FCTC). Sedangkan perbedaan
penelitian penulis dengan penelitian terdahulu disini ialah penelitian terdahulu
menolak untuk meratifikasi WHO (FCTC) tersebut dengan pertimbangan aspek
politik dan ekonomi. Penelitian penulis disini ialah setuju dengan kerangka kerja
WHO(FCTC) mengingat Brunei merupakan negara yang dari segi ekonomi sangat
baik dan ingin meningkatkan harapan hidup masyarakat Brunei melalui
pemberantasan tembakau dan rokok.
Penelitian terdahulu kedua menekankan pembahasan terhadap hubungan
antara warga asing, kebijakan kemanan dan kesehatan masyarakat global.
Penelitian ini difokuskan terhadap dua isu kesehatan yang sangat berbahaya yaitu
HIV/AIDS. Hubungan yang saling mempengaruhi terkait kesehatan dan kebijakan
luar negeri menjadi landasan dalam menjaga keamanan nasional. Adapun dari segi
perbedaan dari penulis disini ialah penulis lebih memfokuskan permasalahan
kesehatan terkait Non Communicable Diseases (NCDs) atau penyakit tidak
menular. Sedangkan penelitian terdahulu memfokuskan permasalahan kesehatan
suatu negara dari pengendalian penyakit menular seperti HIV/AIDs.
10
Nama Judul Teori dan
Konsep Hasil
Eka Dualolo Alasan Indonesia
tidak
Menandatangani dan
Meratifikasi
Framework
Convention on
Tobacco Control
(FCTC) di Asia
Pasifik
Teori
Kebijakan
Luar
Negeri
Penelitian terkait alasan
Pemerintah Indonesia untuk
tidak menandatangani WHO
(FCTC). Banyak aspek yang
menjadi tolak ukur
Pemerintah Indonesia tidak
meratifikasi (FCTC). Tiga
alasan utama ialah alasan
cost, benefits, and risk.
Hubungan politik dan
ekonomi disini menjadi faktor
yang sangat dipertimbagkan
oleh Pemerintah Indonesia.
Collin Mcinnes dan
Kelley Lee
Health, Security and
Foreign Policy
Strategi
Keamanan
Nasional
menekankan pembahasan
terhadap hubungan antara
warga asing, kebijakan
kemanan dan kesehatan
masyarakat global.
Memfokuskan dua isu
penting yaitu HIV/Aids. Dan
juga ancaman senjata biologis
11
yang semakin berkembang.
Strategi keamanan nasional
masing-masing negara disini
untuk melindungi
masyarakatnya dan menjaga
hubungan antar negara
1.5. Kerangka Teori atau Konsep
1.5.1. Teori Pengambilan Keputusan
Model Aktor Rasional
Dalam kasus ini, kajian teori yang digunakan yaitu teori politik luar negeri
dari Graham T. Allison untuk menganalisa model kebijakan luar negeri
Pemerintah Brunei. Politik luar negeri suatu negara dirumuskan dalam suatu
proses pembuatan keputusan (decision making process). Penulis menggunakan
teori pembuat keputusan dari Graham T. Allison model pertama yaitu Model
Aktor Rasional. Dalam model ini, kebijakan luar negeri dipandang sebagai akibat
dari tindakan-tindakan aktor rasional dimana alternatif-alternatif terbaik diambil
berdasarkan pemikiran strategis atau pertimbangan untung rugi (cost and benefits)
atas masing-masing alternatif. Dengan demikian politik luar negeri memusatkan
perhatian pada kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa.19
19 Ridwan Herdiawan.2013. “Kepentingan Turki dalam Penempatan Sitem Pertahanan Anti-Misil Balistik NATO di Turki. diakses melalui http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
12
Pada Model Aktor Rasional ini, Graham T. Allison memfokuskan pada
‘state centric’. Dimana pengaruh yang ditimbulkan disini dilihat dari
pemimpinnya yang menjadi objek unit analisis.20 Analisis dari model pembuat
keputusan ini didasari oleh tujuan dan sasaran yang ingin di capai. Dalam proses
pengambilan keputusan, terdapat pilihan-pilihan dan konsekuensi yang akan
diterima oleh pemerintah suatu negara. Sehingga pilihan terbaik akan diambil
menjadi kebijakan luar negeri untuk mencapai tujuan negara. Penjelasan
sederhana dari Mohtar Mas’oed mengenai model aktor rasional ialah memandang
politik luar negeri terlahir dari tindakan-tindakan aktor dengan proses intelektual
yang lebih menekankan perilaku individu dalam setiap pemerintahan demi
mencapai kepentingan nasionalnya. Juga dijelaskan bahwa untuk mencapai
kepentingan nasional, peran individulah yang lebih dominan dalam mengambil
keputusan.21
Dalam fenomena yang sedang dikaji, penulis melihat bahwa politik luar
negeri Brunei dalam mengambil sebuah kebijakan sangat dominan oleh peran
Sultan sebagai rezim di negaranya, yakni Sultan Haji Hassanal Bolkiah yang
menjabat pada saat ini. Mengingat Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara
yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional yang mengarah ke
absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan, sekaligus merangkap sebagai perdana menteri, menteri keuangan
content/uploads/2013/05/ejournal%20hlm%20163-177%20pdf%20%2805-01-13-02-48-42%29.pdf (30 Oktober 2014, 20.34 WIB) 20 Scoot Burchil dan Andrew Linklater.2009.”Teori Hubungan Internasional”.Nusa Media, Bandung Hlm.18 21 Mohtar Mas’oed.1990.Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan metodologi, Jakarta : LP3ES,
13
dan menteri pertahanan di Brunei. Peran Sultan dianggap paling penting untuk
merumuskan suatu kebijakan luar negeri guna melindungi masyarakatnya. Dalam
hal ini terkait ratifikasi WHO FCTC, Brunei mengambil langkah tersebut untuk
melindungi permasalahan kesehatan terkait tembakau dan rokok yang mengancam
kesehatan masyarakat Brunei.
1.5.2. Konsep Health Security
Penulis disini menggunakan konsep Health Security sebagai pisau analisa
guna menjelaskan bagaimana perlindungan pemerintah terhadap masyarakat
Brunei. Health security sendiri merupakan bagian dari Human security. Human
security pertama kali diperkenalkan di UNDP 1994 yakni dalam Human
Development Report. Dalam UNDP 1994 Human Security didefinisikan sebagai;
“human security means: safety from such chronic threats as hunger, disease and repression; and protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life-whether in homes. In jobs or in communities”22
Dari definisi diatas, laporan UNDP 1994 menspesifikasikan elemen apa
saja yang termasuk dalam Human Security, diantaranya adalah keamanan di
bidang ekonomi yakni bebas dari adanya kemiskinan. Keamanan mengenai
makanan, dimana masyarakat harus memiliki akses yang mudah dalam
memperoleh makanan. Keamanan lingkungan yakni berupa perlindungan dari
masalah polusi. Keamanan pribadi lebih menekankan kepada penyiksaan, perang,
22 Hiroshi Ohta.2009.The Interlinkage of Climate Security and Human Security: The Convergence on Policy Requirements. (diakses melalui http://cast.ku.dk/events/cast_conferences/climatesecurity/ohta-humansecurityclimatesecurityandir-march-09.pdf/ hal 22 (30 januari 2014, 22.05 WIB)
14
tindakan kriminal, penggunaan obat terlarang, kekerasan domestik, bunuh diri,
dan bahkan kecelakaan lalu lintas. Keamanan komunitas lebih kepada
perlindungan terhadap budaya tradisional dan kelompok etnik. Keamanan politik
disini dijelaskan mengenai kebebasan berpolitik, dan kebebasan dari penindasan
dalam berpolitik dan keamanan kesehatan yang didalamnya menjelaskan
mengenai akses terhadap kesehatan dan proteksi dari berbagai penyakit.23
Konsep dari Human Security sendiri dapat digunakan untuk menjelaskan
segala sesuatu yang berkaitan dengan tujuh aspek yang telah dijelaskan oleh
UNDP sendiri tanpa memandang negara tersebut termasuk dalam kategori maju
berkembang atau sedang berkembang. Pada intinya jaminan kesehatan,
merupakan bagian penting dari keamanan manusia. Hal ini menjadi basis pertama
pertahanan terhadap keadaan darurat dalam kesehatan. Akibat dari hadirnya
globalisasi menjadikan permasalahan ini lebih kompleksitas, berurusan dengan
skala dan tingkat jaminan kesehatan akan membutuhkan upaya internasional yang
lebih besar dan dukungan dari berbagai elemen yang terkait.24
Menurut Rebecca Katz dan Daniel A Singer definisi yang lebih luas terkait
dengan Health Security ialah berfokus pada ancaman terhadap individu. Konsep
keamanan manusia, hak dan kemampuan individu, komunitas dan masyarakat
untuk memiliki keamanan hidup yang bebas dari rasa takut. Menjaga kesehatan
publik biasanya menjadi perhatian dalam negeri. Namun, dengan lahirnya
globalisasi, kesehatan masyarakat semakin diakui sebagai hal penting dalam
23 Ibid.Hlm. 22 24William Aldis.2008.”Health Security as a public health concept: a critical analysis. Diakses melalui http://heapol.oxfordjournals.org/content/23/6/369.full ( 21 Juli 2014, 10.10 WIB)
15
kebijakan luar negeri. Sehingga kebijakan luar negeri dipandang sebagai sebuah
mekanisme penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.25
Secara historis, kesehatan telah menduduki eselon yang lebih rendah dari
prioritas nasional. Namun dalam beberapa dekade terakhir, para pembuat atau
penentu suatu kebijakan dalam negara semakin mengenali dampak merugikan
krisis kesehatan pada kepentingan nasional. Masalah kesehatan tertentu kini telah
diangkat dalam agenda nasional, karena memiliki implikasi penting untuk
menentukan suatu kebijakan luar negeri yang dianggap sebagai ancaman terhadap
keamanan nasional. Meskipun karakteristik masalah kesehatan sebagai isu
kebijakan luar negeri dapat memberikan visibilitas yang lebih besar dan dana
yang lebih besar.26
Dalam menganalisa fenomena yang sedang dikaji penulis lebih
menspesifikasikan kepada Health Security. Karena melihat bagaimana kebijakan
Pemerintah Brunei dalam menangani permasalahan kesehatan yang ada di
negaranya. Terlepas Brunei dikategorikan sebagai negara maju maupun negara
berkembang, Brunei sendiri mulai memperhatikan kesehatan sejak tahun 1996
melalui pidato yang disampaikan oleh Sultan Hasanah Bolkiah selaku pemimpin
negara. Pidato-pidato Sultan disini telah terbukti melalui kebijakan yang telah
diambil Sultan dalam regulasi tembakau dan rokok di Brunei.
25 Rebecca Katz. WHO. “Foreign Policy and Health Security”. Diakses melalui http://www.who.int/trade/glossary/story030/en/ ( 12 Oktober 2014, 14.21 WIB) 26 Ibid
16
Dalam beberapa dekade terakhir, dampak dari adanya asap rokok
merupakan penyebab utama kematian di Brunei. Hal ini dibuktikan melalui
penyakit-penyakit Non Communiable Diseases (NCDs) yang telah dialami
masyarakat Brunei. Pemerintah melalui Sultan melihat permasalahan kesehatan di
Brunei sebagai ancaman yang sangat serius. Karena itu penulis melihat bahwa
langkah maupun kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Brunei
melalui ratifikasi The WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO
FCTC) adalah sebagai bentuk Health Security pemerintah terhadap permasalahan
kesehatan. Dimana Pemerintah Brunei terus melakukan pengawasan serta
pengembangan terkait regulasi yang telah dijalankan di Negara Brunei.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Tingkat Analisa
Tingkat analisa memiliki peran penting dalam sebuah penelitian, karena
memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu fenomena atau peristiwa. Ketika
meneliti sebuah peristiwa ataupun fenomena, maka kita akan melihat banyak
faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Dengan adanya tingkat
analisa, maka mampu membantu peneliti memilah dan memilh salah satu faktor
yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor yang lainnya.27 Disini peneliti
menggunakan satu jenis level analisis yaitu Induksionis, dimana pada level ini
unit analisa (variabel dependennya) berada pada tingkat yang lebih rendah
27Ibid Hlm.36
17
dibandingkan dengan unit eksplanasinya (variabel independennya).28 Pada
fenomena yang sedang dikaji disini, yang menjadi unit analisanya adalah
kebijakan Pemerintah Brunei dan unit eksplanasinya adalah dampak dari ratifikasi
WHO FCTC .
Alasan penulis menggunakan level analisis Induksionis terkait fenomena
yang dikaji ialah adanya perjanjian kerangka kerja WHO FCTC yang dibahas
mampu dijelaskan melalui kebijakan Health Security Pemerintah Brunei dalam
meregulasi tembakau dan rokok. Oleh karena itu, disini peneliti lebih melihat
kebijakan luar negeri pemerintah Brunei untuk meratifikasi (WHO FCTC) dalam
bidang kesehatan sebagai bentuk perlindungan pemerintah kepada masyarakat
Brunei.
1.6.2. Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Eksplanatif, dimana
penulis berusaha menjelaskan atau menerangkan mengenai alasan Pemerintah
Brunei dalam meratifikasi WHO FCTC. Kebijakan luar negeri Pemerintah Brunei
dibidang kesehatan sebagai bentuk perlindungan pemerintah terhadap masyarakat
Brunei. Untuk menjelaskan hal tersebut, penulis berusaha mencari tahu.
bagaimana instrumen atau nilai-nilai pokok dari perjanjian FCTC yang diadopsi
oleh Pemerintah Brunei memiliki pengaruh terhadap permasalahan pengendalian
tembakau di Brunei melalui regulasinya.
28 Ibid. Hlm.39
18
1.6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yakni melalui
study pustaka, dimana data-data yang diperoleh berasal dari buku, majalah dan
juga Internet. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis mencari dan
mengambil data dari berbagai sumber dan dikumpulkan lalu dipilih data yang
dianggap masuk dan mampu membantu penulis menjelaskan fenomena yang
sedang dikaji.
1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian yang dibahas adalah sejak Pemerintah
Brunei mulai memfokuskan perhatiannya kepada permasalahan kesehatan yaitu
mulai bergabungnya Brunei dengan WHO dan meratifikasi The WHO Framework
Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) pada tahun 2004 serta meregulasi
tembakau dan rokok yang menjadi akar dari berbagai macam penyakit di Brunei.
Sehingga yang menjadi perhatian peneliti disini adalah perkembangan kebijakan
pemerintah Brunei di bidang kesehatan melalui ratifikasi WHO FCTC dan
pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat Brunei. Penulis membatasi fenomena
ini dimulai dari tahun 2004-2014.
1.7. Hipotesa
Dari penelitian diatas, maka hipotesa penulis disini ialah kesehatan
memang telah menjadi isu prioritas nasional di Brunei. Sultan Brunei telah
memfokuskan permasalahan kesehatan sejak tahun 1990an melalui pidato-
pidatonya mengingat dalam beberapa dekade terakhir, ancaman kesehatan telah
19
berdampak buruk bagi masyarakat Brunei. Kesehatan juga telah dimasukkan
dalam agenda resmi pembangunan masyarakat Brunei yaitu Health Promotion
Blueprint 2011-2015 dan Vision Brunei 2035, yang dimana dalam agenda tersebut
pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Brunei.
Selain itu, bentuk keseriusan Pemerintah Brunei dalam bidang kesehatan
juga ditunjukkan dengan keikutsertaan Brunei dalam WHO dengan meratifikasi
perjanjian internasional terkait pengendalian tembakau yaitu FCTC pada tahun
2004. Kehadiran perjanjian internasional dalam FCTC sangat mendukung langkah
Pemerintah Brunei dalam fokusnya terhadap permasalahan kesehatan. Non
Communicable Diseases telah menjadi penyumbang utama kematian di Brunei
melalui penyakit kanker yang tingkat pertumbuhannya kian hari kian meningkat.
Adapun rokok di Brunei telah menyumbang sebesar 90% penyakit kanker pada
masyarakatnya. Kesepakatan dalam FCTC disini selaras dengan agenda tujuan
pembangunan nasional Brunei yang juga didalamnya terdapat strategi untuk
meredam penggunaan tembakau di negaranya. Penulis melihat bahwa langkah
yang diambil Sultan Brunei ialah bentuk dari Health Security Pemerintah terhadap
masyarakatnya.
20
1.8. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Penelitian Terdahulu
1.5. Kerangka Teori dan Konsep
1.6. Metode Penelitian
1.7. Hipotesa
1.8. Sistematika Penulisan
BAB II The WHO Framework Convention on Tobacco Control dan
Merokok dalam Pandangan Brunei
2.1. Isi perjanjian (WHO FCTC)
2.2. Proses Ratifikasi Brunei Terhadap (WHO FCTC)
2.3. Regulasi Tembakau dan Rokok di Brunei
2.3.1. Tobacco Order 2005 dan Peraturan-Peraturan 2007
2.3.2. Tobacco Regulations Amendments 2012
2.4. Rokok dalam Pandangan Masyarakat Brunei
21
2.5. Rokok dalam Pandangan Pemerintah Brunei
BAB III Rasionalitas Kebijakan Luar Negeri Brunei Terhadap
Regulasi Tembakau dan Rokok
3.1. Agenda Pembangunan Nasional Brunei Darussalam
3.1.1 Health Promotion Blueprint 2011-2015
3.1.2. Vision Brunei 2035
3.2. Brunei National Multisectoral Action Plan for the Prevention
and Control Non Communicable Diseases (NCD-s) 2013-
2018
3.3. Faktor Agama dalam Memandang Tembakau dan Rokok di
Brunei
3.4. Alasan dan Konsekuensi Kebijakan Luar Negeri Brunei dalam
Ratifikasi FCTC
3.5. Peran Pemerintah Terhadap Kesehatan Masyarakat Brunei
3.6. Dampak Regulasi Tembakau dan Rokok di Brunei
3.7. Tingkat Kesehatan Masyarakat Brunei
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan