BAB DUA

6
BAB III LANDASAN TEORI A. Konsep Harga diri Rendah 1. Definisi Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering ga cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang l utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Stuart, 20 2. Etiologi ". #redisposisi a. penolakan orang tua b. harapan orang tua yang tidak relistis c. kegagalan yang berulang kali d. kurang mempunyai tanggungjawab personal e. ketergantungan pada orang lain $. ideal diri yag tidak realistis 2. #resipitasi a.%rauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam. b.&etegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang d dimana individu mengalami $rustrasi. 'da tiga jenis transisi peran "! %ransisi peran perkembangan adalah perubahan normati$ yang berkait dengan pertumbuhan. #erubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma)norma budaya, nil tekanan untuk penyesuaian diri. 2! %ransisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya keluarga melalui kelahiran atau kematian. *! %ransisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan keadaan sakit. %ransisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilang tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan $ungsi tubuh, perub $isik, serta prosedur medis dan keperawatan. . Tanda dan ge!ala +enurut &eliat (200 ! gejala klinis yang ditunjukkan oleh pasie rendah kronis adalah sebagai berikut ".#erasaan malu pada diri 2.-asa bersalah terhadap diri sendiri *.+erendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya m bodoh dan tidak tahu apa)apa.

description

hdr

Transcript of BAB DUA

BAB IIILANDASAN TEORI

A. Konsep Harga diri Rendah

1. Definisi

Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain (Stuart, 2007).

2. Etiologi

1. Predisposisi

a. penolakan orang tuab. harapan orang tua yang tidak relistisc. kegagalan yang berulang kalid. kurang mempunyai tanggungjawab personale. ketergantungan pada orang lainf. ideal diri yag tidak realistis2. Presipitasi a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang megancam.

b. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran:

1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk penyesuaian diri.

2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

3) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, serta prosedur medis dan keperawatan.3. Tanda dan gejala

Menurut Keliat (2006) gejala klinis yang ditunjukkan oleh pasien harga diri rendah kronis adalah sebagai berikut:1. Perasaan malu pada diri

2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri

3. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya memang bodoh dan tidak tahu apa-apa.

4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang lain, lebih suka menyendiri.

5. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin memilih alternatif tindakan.

6. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin klien ingin mengakhiri kehidupan.

4. Jenis-jenis harga diri rendah

Jenis-jenis harga diri rendah menurut Kelliat (2006) adalah sebagai berikut:

1. Situasional

yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll.

2 Kronis

Perasaan negatif terhadap diri sudah berlangsung lama yaitu sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif, kejadian sakit yang dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Adapun akibat harga diri rendah berkepanjangan (kronis) adalah sebagai berikut:

a. Klien akan mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang lain.

b. Jika berlangsung lama tanpa adanya intervensi yang terapeutik dapat menyebabkan terjadinya kekacauan identitas dan akhirnya terjadi di personalisasi. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrogasikan aspek-aspek. Depersonalisasi adalah perasaan tidak realita dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan, serta tidak dapat meredakan dirinya dengan orang lain.5. Retang respon

6. Pohon masalah

Menurut Keliat (2006) mengemukakan untuk memudahkan penyusunan diagnosa keperawatan, maka disusun pohon masalah.

7. Masalah keperawatan dan data yang perlu di kaji

1. Menarik diri (isolasi sosial)

2. Harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri8. Diagnosa keperawatan1. Kerusakan nteraksi sosial : menarik diri (isolasi sosial)

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3. Defisit perawatan diri

9. Rencana tindakan keperawatan

Tujuan Umum:

Klien tidak terjadi gangguan konsep diri: harga diri rendah/klien akan meningkatkan harga diri nya.

Tujuan Khusus:

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan:

1. Bina hubungan saling percaya: salam terpeutik perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu,tempat dan topik pembicaraan)

2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

3. Sediakan waktu untuk mendengar klien.

4. Katakan pada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mamu menolong dirinya sendiri.

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Tindakan:

1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat didiskusikan kemampuan dan aspek positif ysng dimiliki.

2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, klien utamakan member pujian yang realistik

3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

3. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

Tindakan :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang kerumah.

4. Klien dapat menetapkan/merencanakan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Tindakan:

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.

2. Tingkatkan kegiatan sesuai denga toleransi kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai sesuai kondisi dan kemampuan.

Tindakan:

1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan

2. Beri pujian atas keberhasilan kita.

3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

B . Konsep Terapi Penghentian Pikiran (thought stopping)1. Definisi

Terapi penghentian pikiran (thought stopping) merupakan salah satu jenis psikoterapi yang menekankan dan meningkatkan kemampuan berfikir. Terapi ini merupakan bagian dari terapi perilaku behavior yang dapat digunakan untuk membantu klien mengubah proses berpikir (Videbeck, 2008). Laraia (2009) menjelaskan bahwa terapi penghentian pikiran yang sebagai suatu proses menghentikan pikiran mengganggu. Terapi penghentian pikiran merupakan teknik yang digunakan untuk meminimalkan distress akibat pikiran yang tidak diinginkan (ONeill & Whittal, 2002). Terapi penghentian pikiran pikiran merupakan suatu cara yang dapat dilatih untuk menghentikan pikiran yang mengganggu atau tidak diinginkan (Pasaribu, 2012)2. Tujuan

Terapi penghentian pikiran (thought stopping) bertujuan untuk mengeliminasi pikiran yang tidak diharapkan serta tidak realistic, tidak produktif serta menghasilkan ansietas (ONeill & Whittal, 2002).3. PrinsipPrinsip pelaksanaan terapi ini adalah kontrol pikiran negatif yang mengganggu. Keberhasilan terapi ini bergantung sejauh mana klien mampu mengendalikan pikiran sehingga berhasil mengusir pikiran negatif. Terapi penghentian pikiran dapat dilakukan sebagai variasi menghentikan pikiran yang tidak menyenangkan atau memutuskan pikiran atau obsesi yang mengancam. Kontrol pikiran dilakukan dengan cara memutuskan pikiran negatif yang mengganggu dengan caradistraksi (Townsend, 2009). Distraksi akan memutuskan atau menghambat pikiran otomatis dan menggiring klien untuk berpikir alternative yang lebih adaptif. Klien diajarkan berteriak STOP dengan keras saat pikiran negatif muncul kembali. Teriakan STOP merupakn distraksi untuk memutus pikiran negatif. Teknik sitraksi lain dapat berupa menarik karet gelang pada pergelangan, memercik wajah dengan air dngin, dan lain-lain. Teknik distraksi akan membuat klien berhenti memikirkan pikran negatif sehingga terjadi blocking pada pemikirannya sehingga pikiran negatif dapat diputus.

4. Pelaksanaan Terapi Penghentian Pikiran

Pelaksanaan terapi penggantian pikiran merujuk pada penelitian sebelumnya (Agustarika, 2009; Supriati, 2010) yang membagi pelaksanaan terapi ini dalam 3 sesi. Sesi pertama: Identifikasi dan putuskan pikiran yang mengancam atau membuat stress: apakah pemikiran itu realistis atau tidak, apakah pemikiran tersebut membuat klien produktif atau tidak, apakah pemikiran tersebut bersifat netral (tidak mempengaruhi diri) atau justru membuat anda tidak percaya diri, apakah pemikiran tersebut dapat dikontrol dengan mudah atau tidak. Pilih salah satu pikiran yang sangat ingin dihilangkan dan instruksikan klien menuliskan dalam selembar kertas pada kolom sebelah kiri. Atur alarm selama 3 menit (bila menggunakan alrm), instruksikan klien berhenti memikirkan pikiran mengancam (membuat stress) atau ketika terapis berteriak STOP! Minta klien memejamkan mata dan membayangkan situasi saat pikiran yang mengancam membuat stress seolah-olah akan terjadi, lalu putuskan dengan berteriak STOP! Ganti pikiran tersebut dengan membayangkan pikiran positif yang telahh diidentifikasi.

Sesi kedua: Berlatih pemutusan pikiran dengan menggunakan rekaman identifikasi pikiran-pikiran yang membuat stress lain yang telah dituliskan di kolom sebelah kiri. Rekam kata STOP! Dalam interval 1-3 menit selama 30 menit dengan menggunakan tape. Bayangkan pikiran tersebut dan setiap mendengar suara STOP dari tape klien berteriak STOP!. Ganti pikiran tersebut dengan pikiran positif. Jika telah berhasil, ulangi lagi tanpa menggunakan rekaman. Selanjutnya latih pikiran dengan mengucapkan STOP dengan nada normal, dengan bisikan dan dengan membayangkan mendengar teriakan STOP

Sesi 3: Berlatih pemutusan pikiran secara otomatis dengan membuat jadwal dalam selembar kertas bersama-sama dengan klein utnuk melakukan teknik pemutusan pikiran secar otomatis yang dapat berlangsung selama beberapa hari. Latihan teknik penghentian pikiran ini dilakukan sampai klien dapat melakukan secara mandiri tanpa kehadiran terapis.III. Alat Ukur

Dalam penerapan evidence based ini, kelompok menggunakan alat ukur Self Esteem Scale yang diadobsi dari Rosenberg (1965) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh kelompok. Untuk kuesioner dengan jumlah 10 pernyataan, dimana 5 pernyataan negatif, dan 5 pernyataan positif. Untuk penilaian skor pernyataan positif sangat setuju diberi nilai 3, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 1 dan sangat tidak setuju diberi nilai 0. Sedangkan untuk pernyataan negatif kebalikan dari pernyataan positif. Rentang nilai pada kuesioner ini adalah 0-30. Penilaian dilakukan dengan membandingkan mean pre test dan mean post test seluruh pasien yang mengikuti terapi modalitas. Adapaun pernyataan yang positif yaitu pernyataan nomor 1, 3, 4, 7, dan 10. Pernyataan yang negative yaitu nomor 2, 5, 6, 8, dan 9.Respon adaptif

Respon maladaptif

Konsep Diri

positif

Aktualisasi

Diri

Harga diri

Rendah kronis

Keracunan

Identitas

Depersonalisasi

Resiko perilaku kekerasan

Perubahan persepsi sensori

Halusinasi

Kerusakan interaksi sosial

Menarik diri (isolasi sosial)

Gangguan Konsep diri: harga diri rendah

Defisit Perawatan Diri

Koping individu tidak efektif