BAB 8 PERDEBATAN TENTANG UTILITARIANISME
-
Upload
yuliussunarya -
Category
Documents
-
view
212 -
download
16
Transcript of BAB 8 PERDEBATAN TENTANG UTILITARIANISME
PERDEBATAN TENTANG UTILITARIANISME
1. Versi Klasik dan Teori Utilitarianisme
Utilitarianisme merupakan aliran filsafat yang mengajarkan manusia
hanya mengejar kebahagiaan. Bentham dan Mill membagi teori klasik
utilitarianisme menjadi tiga yaitu: tindakan hanya dinilai benar atau salah
berdasarkan akibat yang ditimbulkan, akibat dapat diukur dengan kebahagiaan
dan ketidakbahagiaan yang dihasilkan, dan kesejahteraan orang lain mempunyai
nilai yang sama.
Teori di atas merupakan teori klasik yang banyak mengundang
perdebatan namun beberapa penganut utilitarianisme kontemporer mengatakan
bahwa utilitarianisme memerlukan pengembangan dalam bentuk yang lebih
memuaskan.
2. Kebahagiaan Satu-satunya yang Penting
Ada dua pertanyaan “apakah yang baik?” dan “tindakan mana yang
benar?” Berdasarkan teori utilitarianisme maka pertanyaan kedua mengacu pada
pertanyaan yang benar karena kebahagiaan merupakan tujuan akhir dan
ketidakbahagiaan merupakan keburukan terakhir. Gagasan kebahagiaan
merupakan tujuan akhir dikenal dengan hedonisme. Kecelakaan yang
mengakibatkan seorang pianis muda cacat pada jari-jarinya sehingga ia tidak
dapat memainkan piano merupakan sumber ketidakbahagiaan atau kemalangan
baginya. Situasi telah mengubahnya. Bahkan seseorang dapat melecehkan
sahabatnya. Hedonisme menegaskan bahwa situasi tetap stabil karena
ketidakbahagiaan tidak muncul. Hedonisme salah memahami hakikat
kebahagiaan.
G.E. Moore (1873-1958) mengatakan bahwa ada tiga kebaikan intrinsik
yaitu kenikmatan, persahabatan, dan kesukaan estetis. Namun para pengikut
utilitarianisme mengatakan bahwa hedonisme bukanlah ukuran kebahagiaan
pada zaman kini.
3. Akibat-Akibat Tindakan sebagai Ukuran?
Gagasan bahwa hanya akibat sebagai ukuran merupakan bagian penting
dari utilitarianisme disanggah oleh beberapa kelompok. Ketidakhati-hatian dalam
melihat akibat atau dampak dapat menimbulkan kesalahan fatal. Keadilan
dipertaruhkan dalam utilitarianisme bahkan dapat melanggar hak-hak pribadi
seseorang.
Pekerja seks yang ditangkap dan dijebloskan oleh polisi ke dalam
penjara. Tindakan polisi menimbulkan ketidakbahagiaan seseorang. Apakah
mereka bahagia sebagai pekerja seks? Maka perlu polisi memperlakukan
pekerja seks secara seimbang dan manusiawi. Apakah tindakan polisi sudah
sesuai dengan cita-cita keadilan? Sebagai tindakan pembenaran polisi akan
mencari alasan bahwa pekerja seks bekerja dengan penuh kebahagiaan.
Tindakan ini sesuai dengan utilitarianisme karena polisi menganggap bahwa
tindakan mereka secara moral benar.
Dengan mengandalkan standar utilitarianis, seseorang merasa sah jika
menganggap bahwa tinggal dirumah saja untuk menikmati kesenangannya
sendiri merupakan hal yang bisa dibenarkan, meski sebelumnya dia telah
menyepakati janji untuk bertemu temannya di suatu tempat yang telah
ditetapkan waktunya. Hal mengingkari janji sesungguhnya sama artinya dengan
melanggar kewajiban terhadap diri sendiri, oleh karenanya keputusan ini tidak
dapat dibenarkan , sebab jika siapapun dibenarkan untuk mengingkari janji,
maka keberpihakan tindakan manusia terhadap akibat akan sangat diabaikan.
Karena kepeduliannya yang ekslusif terhadap akibat, maka faham
utilitarianisme membuat perhatian manusia terbatas pada apa yang akan terjadi
saja sebagai akibat dari tindakan – tindakan. Padahal manusia berpikir bahwa
pertimbangan mengenai masa lampau-pun mempunyai kepentingan. Dalam hal
mengabaikan peristiwa-peristiwa masa lampau yang mempunyai akibat di masa
mendatang tampaknya utilitarianisme merupakan teori moral yang tidaklah
memadai karena mengabaikan apa yang barangkali kita anggap sebagai
pertimbangan kebelakang ( backward looking )
4. Haruskah Kita Peduli Secara Merata Kepada Setiap Orang ?
Moralitas utilitarian mengajarkan bahwa manusia harus mengupayakan
kesejahteraan setiap orang secara merata dan sama penting dan ini merupakan
beban yang berat dituntut oleh utilitarianisme, karena pengikut
aliran ini akan menuntut seseorang untuk memberikan penghasilannya sampai
merendahkan standar hidupnya sendiri pada taraf orang-orang yang paling
membutuhkan pertolongan orang tersebut. Padahal pada prakteknya tidak
masuk akal jika kita temui tingkat pengorbanan diri seperti itu hingga sampai
pada tahap memberikan diri seutuhnya pada kekurangan hidup oranglain yang
bahkan tidak memiliki relasional dengannya, dalam hal seperti ini tampak bahwa
utilitarianisme kurang mendapatkan sentuhan dengan aspek-aspek realitas.
5. Pembelaan Utilitarianisme
Banyak pemikir yang tetap percaya utilitarianisme dalam bentik-bentuk
tertentu memang benar. Ada tiga pembelaan umum yang telah dikemukakan
dalam menjawab argumen-argumen tersebut.
Pembelaan tahap pertama: Contoh-Contoh Yang Direkayasa Tidak Berlaku
Pembelaan dalam tahap pertama ini mau menekankan bahwa contoh-
contoh yang digunakan dalam argumen anti-utilitarianis itu tidak realistis dan
tidak melukiskan situasi yang ada dalam dunia nyata, sehingga mempunyai
konsekuensi yang tidak bisa diterima dalam kasus-kasus pengandaiannya
adalah cara yang sah untuk memperlihatkan kekurangan teoretisnya.
Pembelaan Tahap Kedua: Prinsip Utilitas Merupakan Tuntutan Untuk
Aturan Pemilihan, Bukan Tindakan Individual.
Versi klasik Utilitarianisme tidak konsisten dengan moral akal sehat dan
berusaha menyelamatkan teori itu dengan memberikan formulasi baru yang
akan sepaham dengan evaluasi akal sehat kita. Aspek yang menimbulkan
permasalahan dari versi klasik adalah pengandaian bahwa setiap tindakan
individual harus dievaluasi dengan merujuk pada prinsip utilitas. Oleh karena itu,
versi baru Utilitarianisme memodifikasikan teorinya sehingga tindakan individual
tidak lagi diadili dengan prinsip utilitas. Teori baru Utilitarianisme ini disebut
Utilitarianisne-Peraturan untuk menandingi teori aslinya, yang sekarang disebut
Utilitarianisme-Tindakan. Dalam Utilitarianisme-Peraturan menyimpulkan bahwa
orang tidak boleh memberi kesaksian melawan yang tidak bersalah, jadi
Utilitarianisme-Peraturan tidak dapat dituduh melanggar moral akal sehat kita,
atau berlawanan dengan gagasan tentang keadilan yang biasa, hak-hak pribadi
dan lainnya.
Pembelaan Tahap Ketiga: “Akal Sehat” Dapat Dipercaya.
Moral akal sehat kita belum tentu bisa diandalkan. Bisa jadi di dalamnya
ada berbagai unsur irasional, termasuk kecurigaan yang diserap orang tua kita,
agama kita dan kebudayaan umumnya.
Dan pertimbangkan keberatan bahwa Utilitarianisme terlalu menuntut
karena akan meminta kita menggunakan sumber-sumber kita untuk memberi
makan pada anak-anak yang kelaparan daripada untuk pergi menonton bioskop
dan membeli mobil dan kamera. Apakah tidak masuk di akal untuk mempercayai
bahwa melanjutkan kehidupan kita yang makmur kurang penting daripada anak-
anak itu?
Dengan pemikiran semacam itu Utilitarianisme-Tindakan tetap merupakan
ajaran yang dapat diperhatikan dengan sempurna dan tidak perlu dimodifikasi.
Utilitarianisme-Tindakan dikenal sebagai ajaran radikal yang mengimplikasikan
bahwa banyak dari perasaan moral kita sehari-hari bisa jadi keliru dan
menantang kita untuk memikirkan kembali hal-hal yang sejak sekarang kita
terima begitu saja.
Mungkinkah, misalnya, generasi yang akan datang muak melihat kembali
masyarakat yang makmur dalam abad ke-21 menikmati hidup mereka yang
nyaman, sementara anak-anak dari dua per tiga bagian dunia mati begitu saja
karena penyakit yang tak dapat dihindari? Jika demikian mereka mungkin
mencatat bahwa para filsuf utilitarian dikritik sebagai sempit pikiran karena
mengajukan teori moral yang secara langsung mengutuk hal-hal seperti itu.