Bab 8 Ikan Kayong
-
Upload
taraka-yumna -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Bab 8 Ikan Kayong
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan sesungguhnya dapat dijadikan sumber
bagi peningkatan kesejateraaan masyarakat khususnya di Kabupaten Kayong Utara, namun
saat ini belum dioptimalkan pemanfaatannya. Salah satu hal mendasar yang menyebabkan
belum optimalya pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan adalah kurang
memadainya saran dan prasarana pendukung. RPJMN 2010-1014 pada prioritas ketahanan
pangan menyatakan peran dari sektor perikanan dan pengembangan sarana prasarana karena
berperan sebagai pengungkit (multiplier) bagi proses pembangunan. Oleh sebab itu, upaya
mengoptimalka pemanfaatan dan sumberdaya dan peningkatan daya saing produk perikanan
maka sarana dan prasarana menjadi sangat penting diperhatikan; dukungan sarana dan
prasarana yang cukup (jumlah dan kualitas), efisien (biaya dan lokasi) dan berorientasi pada
keberlanjutan pengelolaan manfaat jangka panjang.
8.1. IRAP (INTEGRATED RURAL ACCESSIBILITY PLANNING)
Kebutuhan akses masyarakat dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar.
Pertama, yang berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti penyediaan air, energi dan
ketahanan pangan. Kedua, yang berkaitan dengan aspek-aspek kesejahteraan sosial
kehidupan seperti kesehatan dan pendidikan. Ketiga, yang berkaitan dengan ekonomi aspek
kesejahteraan kehidupan pedesaan termasuk perikanan, peternakan, perdagangan dan pondok
industri. Kurangnya akses membatasi kesempatan bahwa orang harus meningkatkan dan
mempertahankan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Peningkatan akses terbukti memiliki
korelasi dengan pengurangan kemiskinan.
Aksesibilitas ditentukan oleh lokasi di mana orang tinggal, lokasi fasilitas dan layanan
dan sistem transportasi. Akses dapat ditingkatkan melalui pemberian infrastruktur yang
menghasilkan distribusi yang lebih baik dari fasilitas dan layanan (pasokan air, sekolah,
Laporan Akhir 8-1
BabPRIORITAS PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR DASAR INDUSTRI PERIKANAN
8
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
pasar, puskesmas) atau peningkatan mobilitas masyarakat dan penyedia layanan (jalan,
saluran air, dan jembatan). Pembangunan infrastruktur bertujuan meningkatkan akses
mencapai tujuan tersebut.
Aplikasi metode IRAP (Integrated Rural Accessibility Planning) bertujuan sebagai
informasi bagi para peneliti selanjutnya dan bagi para pelaku perencanaan pembangunan
pedesaan di Kabupaten Kayong Utara untuk mengungkap tingkat aksesibilitas desa-desa
berdasarkan karakteristik zona agroekosistem sehingga dapat diketahui desa-desa yang
memiliki akses kuat, akses sedang dan akses lemah terhadap sumber-sumber produktif.
Pendekatan Integrated Rural Accessibility Planning (IRAP) adalah metode
perencanaan yang dikembangkan oleh ILO untuk meningkatkan akses di daerah pedesaan
yang dirancang untuk aplikasi tingkat pemerintah daerah. IRAP juga secara bersamaan
berusaha memperbaiki sistem transportasi pedesaan seta distribusi fasilitas dan layanan.
Tujuan dari proses IRAP adalah meningkatkan akses terhadap barang dan jasa di daerah
pedesaan untuk mengefisienkan penggunaan biaya dengan penggunaan sumberdaya lokal.
Keunggulan metode IRAP adalah unsur kesederhanaan, kemudahan penggunaaannya,
aplikasi murah dan outputnya langsung. Perencana lokal dapat menggunakannya sebagai
bagian dari kegiatan perencanaan rutin, untuk menentukan prioritas untuk sektor-sektor yang
berbeda dan masyarakat. Proses ini memungkinkan perencana dapat secara cepat menilai apa
yang harus dilakukan dan di mana dengan mengidentifikasi prioritas infrastruktur pedesaan.
Pelaksanaan prosedur IRAP di Indonesia telah dijalankan selama tiga periode. Periode
pertama pada tahun 1997-1998 di dua provinsi, periode kedua pada tahun 2001- 2002 di dua
kabupaten, dan periode ketiga pada tahun 2003-2004 di 17 kabupaten pada 3 provinsi yang
berbeda. Metode IRAP yang diterapkan di Indonesia pada dasarnya merupakan modifikasi
metode yang sudah diaplikasikan di beberapa negara, seperti Filipina, Thailand, dan Laos
dengan memperhatikan karakteristik wilayah (termasuk karakteristik geografis dan
penduduk) serta kemampuan masyarakat dan pemerintah karena akan mempengaruhi
pengumpulan data, pemetaan, perhitungan skor aksesibilitas; sedangkan kemampuan staf
perencanaan di tingkat kabupaten akan menentukan kompilasi data dan proses aksesibilitas
peta serta dan seleksi dan persiapan prioritas.
Menurut ruang lingkup instrumen survei yang digunakan dalam pengumpulan data
aksesibilitas maka kuesioner disusun pada tingkat Kecamatan/Desa. Kuesioner meliputi: (i)
area survei dan identitas responden; (ii) karakteristik umum; (iii) karakteristik penelitian yang
Laporan Akhir 8-2
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
mencakup: mobilitas, transportasi, air bersih, listrik, pendidikan, fasilitas kesehatan,
perikanan, industri kecil, pasar; (iv) masalah dan prioritas kegiatan.
Karakteristik umum mencakup populasi dan sumber mata pencaharian untuk
memperoleh informasi terkait jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga, sedangkan sumber
mata pencaharian untuk memperoleh informasi terkait jenis sumber mata pencaharian dan
rumah tangga terlibat dalam setiap sumber mata pencaharian. Sementara itu, karakteristik
penelitian mencakup tiga sub-bagian pada bagian mobilitas, yaitu tujuan utama, masyarakat
transportasi, dan transportasi pribadi untuk memperoleh informasi terkait masalah
aksesibilitas (kualitas jalan, tujuan, waktu, biaya dan modus transportasi) dari masyarakat
untuk mencapai pusat desa, kecamatan dan kabupaten.
Sebagian besar rumah tangga pedesaan di Indonesia menggunakan sumber tenaga
listrik dari PLN. Hanya penduduk yang lokasinya sangat terpencil masih memanfaatkan
sumber-sumber lain sehingga tujuan informasi utama terkait listrik adalah jumlah pengguna
rumah tangga dan waktu rata-rata pelayanan listrik, terutama dari PLN. Pada bagian
pendidikan, responden diharapkan dapat menginformasikan kondisi aksesibilitas anak-anak
usia sekolah perjalanan ke sekolah dasar dan menengah yang bertujuan untuk mengidetifikasi
keberadaan sekolah di tingkat desa yang selanjutnya mempertanyakan jenis moda transportasi
yang digunakan, jarak, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan ke sekolah.
Pada bagian pendidikan akan dipertanyakan tentang fasilitas kesehatan yang
mencakup keberadaannya di tingkat desa; kondisi aksesibilitas untuk mencapai fasilitas
tersebut; jenis fasilitas dan jumlah paramedis. Pada sektor perikanan aka dipertanyakan
terkait produksi, produksi dan industri kecil, jenis komoditas yang diproduksi dan jumlah
rumah tangga yang terlibat, jumlah produksi penjualan, dan masalah aksesibilitas yang
dihadapi untuk menjual produk. Identifikasi masalah aksesibilitas mencakup kualitas jalan,
jarak, pengangkutan produk, waktu tempuh dan biaya perjalanan. Pada bagian perikanan juga
dipertanyakan tentang jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas pengolahan hasil.
Pada bagian pasar/pelabuhan didefinisikan sebagai pasar untuk perdagangan
konsumsi barang sehari-hari. Keberadaan pasar sangat penting sehingga perlu dipertanyakan
tentangkeberadaan, lokasi, dan tingkat kesulitan untuk mencapainya. Kualitas jalan, modus
transportasi, jarak, waktu dan biaya akan menjadi komponen yang menentukan aksesibilitas
masyarakat untuk mencapai pasar/pelabuhan.
Laporan Akhir 8-3
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Dalam pelaksanaan IRAP di Indonesia pada periode 2003-2004, nilai indikator
dipersempit, yaitu dalam kisaran 1 sampai 3. Kisaran ini berbeda dari yang digunakan dalam
periode dari 2001-2002, yaitu 1 sampai 7. Tujuannya adalah untuk mempermudah proses
perhitungan. Jumlah indikator didefinisikan dari hasil kuesioner, sementara nilai
didefinisikan oleh staf perencana di tingkat kabupaten. Oleh karena itu, nilai indikator akan
seragam untuk semua desa di satu kabupaten. Sementara itu, tidak semua indikator memiliki
kontribusi yang sama penting dalam penentuan kondisi aksesibilitas di desa. Oleh karena itu,
harus ditentukan bobot pada masing-masing indikator, penentuan bobot indikator dalam
periode 2003-2004 tidak akan berubah dibandingkan dengan tahun
Secara teoritis diketahui bahwa kondisi akses memiliki hubungan yang berlawanan
dengan jarak, waktu dan biaya dengan rumus sebagai berikut:
Akses = f (jarak, waktu, biaya) ................................................................... (1)
Masalah akses ini menjadi lebih penting bagi masyarakat terkait dampaknya. Perhitungan
skor aksesibilitas dirumuskan berdasarkan nilai indikator dan bobot indikator rata-rata dari
setiap indikator.
Selanjutnya, langkah terakhir adalah penentuan peringkat prioritas dari masing-masing
desa/kecamatan yang didasarkan dari skor aksesibilitas, dimana semakin tinggi skor
aksesibilitas maka lebih berat masalahnya sehingga maka perlu mendapatkan prioritas untuk
meningkatkan aksesibilitas. Namun, hasil identifikasi tersebut merupakan langkah awal yang
masih harus dikonfirmasi dengan program perencanaan dan kegiatan di desa tersebut karena
pada saat yang sama ketika melakukan survei, perencanaan yang sudah direncanakan terkait
transportasi atau non-transportasi dapat meningkatkan masalah aksesibilitas pada sektor
pendidikan di desa yang satu dibandingkan desa lainnya sehingga peringkat prioritas dapat
berpindah.
8.2. REKAPITULASI NILAI AKSESIBILITAS
8.2.1. Penentuan Prioritas Sektor Kabupaten Kayong Utara
Aksesibilitas adalah tingkat kemudahan atau kesulitan terhadap akses barang dan jasa.
Konsep yang diterapkan pada kegiatan ini adalah aksesibilitas merupakan tingkat kesulitan.
Hal ini berarti semakin tinggi nilai aksesibilitas maka semakin sulit akses terhadap barang
dan jasa, dan sebaliknya semakin rendah nilai aksesibilitas maka semakin mudah akses
Laporan Akhir 8-4
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
terhadap barang dan jasa. Rekapitulasi rerata nilai aksesibilitas infrstruktur dasar industri
perikanan dari persepsi nelayan di Kabupaten Kayong Utara diwakili oleh Kecamatan
Sukadana untuk perikanan budidaya dan Kecamatan Pulau Maya untuk perikanan tangkap
seperti tersaji pada tabel 8.1.
Tabel 8.1. Rekapitulasi Rerata Total Nilai Aksesibilitas Di Kabupaten Kayong Utara
Prioritas Uraian Rerata Total Nilai Aksesibilitas1 Listrik 10.96
1.1. Biaya penggunaan 11.261.2. Waktu penggunaan 10.67
2 Jalan dan Jasa Transportasi 8.592.1. Kualitas jalan 11.332.2. Jarak menuju lokasi 10.802.3. Biaya perjalanan menuju lokasi 7.892.4. Waktu perjalanan menuju lokasi 7.293.5. Bagaimana mencapai lokasi 5.61
3 Pasar/Pelabuhan 8.043.1. Jarak 11.823.2. Kualitas jalan menuju pasar 10.003.3. Waktu menuju pasar 7.493.4. Biaya ke pasar 6.863.5. Cara dan waktu menuju pasar 4.06
4 Perikanan 7.284.1. Jumlah fasilitas 10.194.2. Kualitas jalan menuju pelabuhan 10.134.3. Waktu menuju pelabuhan 9.304.4. Biaya menju pelabuhan 7.974.5. Jarak menuju pelabuhan 4.694.6. Tempat menjual hasil 4.504.7. Alat mengangkut hasil 4.22
5 Air 6.935.1. Kualitas air 9.375.2. Waktu menuju sumber 7.475.3. Jarak untuk mengambil air 3.94
6 Pendidikan 6.006.1. Jarak menuju sekolah 9.016.2. Waktu untuk ke sekolah 6.416.3. Biaya untuk ke sekolah 4.486.4. Cara menuju ke sekolah 4.11
7 Kesehatan 5.837.1. Jarak menuju fasilitas 8.627.2. Biaya menuju fasilitas 5.22
Laporan Akhir 8-5
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Prioritas Uraian Rerata Total Nilai Aksesibilitas7.3. Waktu menuju fasilitas 4.987.4. Cara menuju fasilitas 4.50
Sumber: analisis primer, 2014
Hasil rekapitulasi rerata total nilai aksesibilitas di Kabupaten Kayong Utara
menunjukkan bahwa listrik menjadi prioritas pertama dalam perbaikan infrastruktur dasar
industri perikanan karena listrik mempunyai manfaat ekonomi, sosial, kultural, dan politik.
Manfaat ekonomi, pembangunan listrik akan memacu pertumbuhan industri, meningkatkan
produksi, dan memperuas jaringan perdagangan. Manfaat sosial, jaringan listrik bukan hanya
menciptakan proses pemenuhan kebutuhan hidup menjadi lebih efektif dan efisien, tetapi juga
memperlebar jaringan sosial. Manfaat politik, pembangunan politik akan memperkuat public
trust sehingga pemerintah dapat optimal melaksanakan perannya sebagai institusi yang
mengatur, melayani, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manfaat kultural,
pembangunan listrik dapat mempertemukan berbagai macam pengetahuan, norma dan nilai
sosial. Namun, kenyataannya infrastruktur listrik selama ini menghadapi persoalan, yaitu
keterbatasan infrastruktur sehingga belum terpenuhinya standar pelaanan minimum dan
terhambatnya peningkatan daya saing ekonomi, pertumbuhan dan intensitas yang masih
tinggi, pembangunan, pengelolaan proses distribusi, retribusi, dan kontrol penggunaan.
Demikian halnya dengan prioritas kedua dalam infrastruktur dasar, yaitu jalan dan
jasa transportasi yang berfungsi melayani mobilitas orang, barang, dan jasa baik lokal,
regional, nasional maupun internasional, serta peranannya sebagai pendukung pembangunan
sektor lainnya. Infrastruktur transportasi merupakan bagian yang amat penting dari
pembangunan daerah khususnya karena merupakan unsur vital dalam kehidupan masyarakat.
Infrastruktur transportasi juga merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk pengangkutan
yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan
meminimalkan modal komplementer sehingga proses produksi dan distribusi akan lebih
efisien. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-
wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk
dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian
faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.
Transportasi yang meliputi prasarana jalan, transportasi sungai, danau penyeberangan,
laut, dan udara untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat selama ini masih
menghadapi permasalahan, antara lain: (i) Belum tertatanya sistem transportasi yang
Laporan Akhir 8-6
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
terkoneksi secara intermoda/multimoda yang mampu menurunkan biaya transportasi; (ii)
Belum memadainya sarana dan prasarana transportasi publik sehingga masyarakat
menggunakan kendaraaan pribadi; (iii) Belum optimalnya penyelenggaraan transportasi
keperintisan untuk memenuhi aksesibilitas masyarakat perdesaan; (iv) Belum optimalnya
pemanfaatan alternatif sumber pendanaan terutama dari perbankan nasional maupun swasta.
Transportasi juga berperan mendukung pembangunan sektor industri, perikanan,
perdagangan, dan pariwisata karena peningkatan kapasitas infrastruktur transportasi dapat
menunjang kawasan industri; dan memperlancar distribusi dan penyediaan jasa tansportasi
untuk mendukung pengembangan industri kecil, industri menengah termasuk industri
kerajinan dan industri rumah tangga agar dapat menunjang pemasarannya. Transportasi dapat
memperlancar distribusi komoditas hasil perikanan ke wilayah pemasaran sehingga dapat
menjamin stabilitas harga dan distribusi perdagangan; menerapkan kebijaksanaan tarif yang
wajar dan terjangkau oleh masyarakat; mengembangkan transportasi ke daerah tujuan wisata
dan mendukung kegiatan kepariwisataan dengan menyediakan sarana transportasi yang
dibutuhkan; dan mendukung perkembangan pariwisata dan perdagangan.
Prioritas ketiga adalah pasar/pelabuhan. Pasar menjadi prioritas selanjutnya dalam
infrastruktur dasar industri perikanan karena pada Kecamatan Sukadana dan Kecamatan
Pulau Maya tida memiliki fasilitas pasar atau depo perikanan bagi nelayan baik budidaya atau
tangkap sehingga hasil perikanan khususnya tangkap dijual ke pelabuhan yang berada di
kecamatan Teluk batang atau pontianak. Sementara lokasi lainnya, jarak, biaya dan waktu
menuju pelabuhan juga menjadi faktor pertimbangan nelayan hasil perikanannya, sedangkan
transportasi publik tidak tersedia.
Selanjutnya, sektor perikanan juga menjadi infrastruktur dasar keempat yang perlu
mendapat prioritas aksesibilitas karena merupakan sektor mata pencaharian utama sebagian
besar penduduk di Kabupaten Kayong Utara. Peran penting infrastruktur tersebut dalam
pengembangan suatu wilayah terutama terletak pada fungsinya sebagai input dalam proses
produksi. Oleh sebab itu, bentuk keberhasilan pembangunan masyarakat pedesaan berada
pada sektor perikanan. Pembangunan sektor perikanan bertujuan untuk meningkatkan
produksi komoditas perikanan, perluasan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan
petani secara khusus dan menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Analisis infrastruktur industri perikanan budidaya umumnya terkait penambahan
lahan, penambahan/perbaikan saluran irigasi, jalan, balai benih, serta penyediaan pakan.
Laporan Akhir 8-7
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Sebaran kebutuhan sarana trasnportasi berupa jalan dan penyediaan saluran air adalah
prorporsional dengan penambahan kebutuhan areal lahan budidaya. Perencanaan jaringan
jalan akses yang saling keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan, yaitu pusat pemerintahan,
pusat kegiatan ekonomi, sentra produksi perikanan diharapkan dapat mewujudkan interaksi
yang baik pada pusat-pusat kegiatan tersebut.
Penyediaan benih bermutu dalam jumlah yang cukup merupakan salah satu kunci
keberhasilan pencapaian target produksi sehingga peran balai benih ikan tawar sangat
memerlukan penambahan kapasitas pembenihan dengan revitalisasi unit-unit pembenihan
yang sudah ada maupun penambahan unit pembenihan yang baru. Sementara itu, faktor
berikutnya adalah penyediaan pakan ikan karena biaya pakan merupakan salah satu
komponen budidaya yang cukup besar.
Analisis infrastruktur perikanan tangkap menunjukkan sangat ditetukan oleh
penambahan/revitalisasi/optimalisasi pelabuhan perikanan untuk meningkatkan hasil dan
mutu tangkapan. Pelabuhan merupakan interface antara aktivitas perikanan tangap dengan
aktivitas perikanan di darat (pengolahan dan pemasaran) sehingga pelabuhan perikanan
merupakan pusat segala aktivitas yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan dan
usaha pendukung lainnya seperti penyediaan bahan perbekalan, perkapalan, perbengkelan,
pengolahan hasil tangkapan, dan lain-lain.
Prioritas kelima adalah infrastruktur air karena pelaksanaan, pengembangan, dan
pengelolaan sumber daya air tersebut mengalami beberapa kendala/permasalahan yang sangat
kompleks. Secara umum permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan
pemenuhan standar pelayanan minimal dan dukungan terhadap daya saing sektor riil
khususnya perikanan. Air bersih juga merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan
dalam kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas
pembangunan.
Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya
memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya. Sebagaimana barang ekonomi lainnya,
air mempunyai nilai bagi penggunanya, yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan
untuk penggunaan sumber daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama
manfaat dari tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan
(Briscoe dalam Oktavianus, 2003).
Laporan Akhir 8-8
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Permasalahan yang masih dijumpai dalam pengembangan dan pengelolaan sumber
daya air akibat belum terpenuhinya standar pelayanan minimal antara lain: (i) Meningkatnya
kebutuhan air baku sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi yang
tidak disertai dengan meningkatnya pasokan air baku sehingga tingkat layanan air baku
rendah terutama; (ii) Pola pemanfaatan air yang tidak efisien, boros, dan tidak ramah
lingkungan; (iii) Belum optimalnya koordinasi dan fungsi kelembagaan pengelolaan sumber
daya air, (iv) Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air karena masih terbatasnya
kesempatan dan kemampuan.
Prioritas terakhir dalam infrastruktur dasar perikanan adalah sektor pendidikan dan
kesehatan. Infrastruktur pendidikan merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan (rehabilitasi sekolah dasar dan menengah
dan penyediaan meubeler) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena
ketersediaan prasarana pendidikan akan memudahkan masyarakat untuk belajar.
Pembangunan prasarana pendidikan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah
baru dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas masyarakat yang belajar.
Sementara itu, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan
nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia
secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh,
terpadu, dan terarah. Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta
pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau
seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata. Pengembangan
infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan
kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan.
Oleh sebab itu, sektor pendidikan dan kesehatan meskipun menjadi prioritas terakhir
tetapi sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga perlu
menjadi pertimbangan karena beberapa alasan: (i) Jumlah dan tenaga pendidik dibandingkan
dengan jumlah siswa memiliki rasio yang masih dibawah standar nasional; (ii) Kualitas dan
kompentensi tenaga pendidik yang masih perlu ditingkatkan; (iv) Fasilitas infrastruktur yang
perlu ditingkatkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Sementara
itu, beberapa alasan peningkatan infrastruktur dasar sektor kesehatan antara lain: (i) jumlah
Laporan Akhir 8-9
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
sarana kesehatan yang masih terbatas dan bahkan tidak tersedia; (ii) Tenaga kesehatan yang
amsih terbatas dan bahkan tidak tersedia untuk melayani masyarakat di Kabupaten Kayong
Utara.
8.2.2. Penentuan Desa dan Sektor Prioritas
Rekapitulasi rerata nilai aksesibilitas infrstruktur dasar industry perikanan di
Kabupaten kayong Utara yang diwakili Kecamatan Sukadana sebagai daerah perikanan
budidaya dan Kecamatan Pulau Maya sebagai daerah perikanan tangkap untuk
mengidentifikasi nilai aksesibilitas masing-masing desa seperti tersaji pada tabel 8.2.
Tabel 8.2. Rekapitulasi Rerata Total Nilai Aksesibilitas Desa
Desa/Kecamatan Sektor Aksesibilitas Rerata Nilai Aksesibilitas
Desa Sedahan Jaya/Kecamatan Sukadana
1. Jalan dan Jasa Transportasi 4,202. Air 6,683. Listrik 7,554. Pendidikan 5,455. Kesehatan 5,056. Perikanan 4,277. Pasar 13,32
Desa Tanjung Satai/Kecamatan Pulau Maya
1. Jalan dan Jasa Transportasi 9,952. Air 7,423. Listrik 11,634. Pendidikan 6,525. Kesehatan 6,536. Perikanan 8,767. Pasar 8,04
Sumber: analisis primer, 2014
Berdasarkan tabel 8.2 terlihat bahwa di Desa Sedahan menunjukkan bahwa
infrastruktur Pasar menjadi prioritas utama untuk penanganan aksesibilitas, diikuti dengan
listrik dan air; sedangkan sektor perikanan tidak menjadi prioritas penanganan utama karena
umumnya perikanan budidaya di Kabupaten Kayong Utara hanya merupakan sebagian kecil
sumber mata pencaharian masyarakat yang umumnya diusahakan bersama dengan padi (mina
padi) dan pada tingkat kabupaten hanya mencapai 4,48% dari keseluhan produksi perikanan
sedangkan 95,52% masih didominasi oleh perikanan tangkap.
Sektor perikanan menjadi sektor prioritas pananganan aksesibilitas ke-3 di Tanjung
Satai; setelah listrik dan jalan transportasi karena sebagaian besar penduduk yang bermata
pencaharian sebagai nelayan adalah perikanan tangkap apalagi Tanjung Satai merupakan
daerah kepulauan dengan sumberdaya perikanan tangkap yang masih besar potensinya namun
Laporan Akhir 8-10
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
belum dapat dioptimalkan karena salah satunya keterbatasan saran dan prasarana. Daerah
tersebut hanya memiliki darmaga dan cold-storage, sedangkan pelabuhannya berada di
Kecamatan Teluk Batang sehingga nelayan akan membawa hasil tangkapan nya ke pelabuhan
di Kecmatan Teluk Batang tersebut untuk dijual dan bahkan sampai ke Pontianak.
8.2.3. Penentuan Intervensi Penanganan Sarana Prasarana Aksesibilitas Infrastruktur
Penentuan intervensi yang akan diambil berdasarkan nilai aksesibilitas yang telah
diperoleh dengan memperhatikan nilai aksesibilitas pada sarana dan prasarana infrstruktur
dasar seperti tersaji pada 8.3.
Tabel 8.3. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rerata Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Infrastruktur dasar Desa Di Kabupaten Kayong Utara
Sektor Aksesibilitas Infrastruktur
Sarana dan Prasarana Aksesibilitas Infrastruktur
Nilai Rerata Aksesibilitas DesaSukadana Pulau Maya
1. Jalan dan Jasa Transportasi 4,20 9,95Jarak menuju lokasi 4,00 12,00Kualitas jalan 4,78 13,67Biaya perjalanan menuju lokasi 4,11 8,92Waktu perjalanan menuju lokasi 3,90 8,11Bagaimana mencapai tujuan lokasi 4,22 7,05
2. Air 6,68 7,42Kualitas air 8,41 10,04Jarak untuk mengambil air 7,70 8,28Waktu menuju sumber 3,94 3,94
3. Listrik 7,55 11,43Biaya penggunaan 6,19 12,99Waktu penggunaan 8,91 10,27
4. Perikanan 4,27 8,76Tempat menjual hasil 4,42 8,66Jarak ke pasar - 7,88Jumlah fasilitas - 8,56Kualitas jalan menuju pelabuhan 4,50 9,00Biaya menuju pasar - 11,67Waktu menuju pasar 3,89 11,67Alat mengangkut produksi - 4,22Kapasitas fasilitas - 8,44
5. Pendidikan 5,45 6,52Jarak menuju sekolah 7,42 10,55Biaya untuk ke sekolah 4,11 4,81Waktu untuk ke sekolah 6,16 6,63Cara menuju ke sekolah 4,11 4,11
6. Kesehatan 5,05 6,53Jarak menuju fasilitas 7,10 10,00Biaya menuju fasilitas 4,39 5,97Waktu perjalanan menuju fasilitas 4,22 5,65Cara menuju fasilitas 4,50 4,50
7. Pasar 13,32 8,04Tempat 13,32 -
Laporan Akhir 8-11
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Jarak menuju pasar - 11,82Biaya ke pasar - 6,86Waktu menuju pasar - 11,67Cara menuju pasar - 4,06
Berdasarkan tabel 8.3 terlihat bahwa pada Desa Sedahan Jaya menunjukkan bahwa
sarana dan prasarana infrastruktur dasar yang menjadi prioritas utama penanganan
aksesibilitas, antara lain : (i) kualitas jalan dalam jalan dan sarana transportasi; (ii) Kualitas
air dalam sarana dan prasarana air; (iii) Waktu penggunaan dalam sarana dan prasarana
listrik; (iv) Tempat menjual hasil dalam sarana dan prasarana perikanan; (v) Jarak menunju
sekolah dalam sarana dan prasarana pendidikan; (vi) Jarak menunju fasilitas dalam sarana
dan prasarana kesehatan; (vii) Tempat dalam sarana dan prasarana pasar.
Sementara itu, pada Desa Tanjung Satai menunjukkan bahwa sarana dan prasarana
infrastruktur dasar yang menjadi prioritas utama penanganan aksesibilitas, antara lain : (i)
kualitas jalan dalam jalan dan sarana transportasi; (ii) Kualitas air dalam sarana dan prasarana
air; (iii) Biaya penggunaan dalam sarana dan prasarana listrik; (iv) Biaya dan waktu menuju
pasar dalam sarana dan prasarana perikanan; (v) Jarak menunju sekolah dalam sarana dan
prasarana pendidikan; (vi) Jarak menunju fasilitas dalam sarana dan prasarana kesehatan;
(vii) Jarak menuju pasar dalam sarana dan prasarana pasar.
Hasil pengamatan ini juga menunjukkan bahwa tempat, jarak, waktu, dan jumlah
menjadi faktor kunci dalam penanganan prioritas infrastruktur dasar industri perikanan.
8.3. PENANGANAN INFRASTRUKTUR DASAR
Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem produksi hulu dan hilir
untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah
sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuan industrialisasi kelautan dan
perikanan adalah terwujudnya percepatan peningkatan pendapatan pembudidaya, nelayan,
pengolah, pemasar, dan petambak. Oleh sebab itu, industrialisasi kelautan dan perikanan
dalam rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 dengan
strategi sebagai berikut: (i) Pengembangan komoditas dan produk unggulan berorientasi
pasar; (ii) Penataan dan pengembangan kawasan dan sentra produksi secara berkelanjutan;
(iii) Pengembangan konektivitas dan infrastruktur; (iv) Pengembangan usaha dan investasi;
(v) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia; (vi)
Laporan Akhir 8-12
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Pengendalian mutu dan keamanan produk; dan (vii) Penguatan pengawasan pemanfaatan
sumber daya kelautan dan perikanan.
Selanjutnya, pengembangan konektivitas dan infrastruktur dasar yang termuat dalam
salah satu strategi industri perikanan dan kelautan menjadi fokus kegiatan Infrastruktur Dasar
Industri Perikanan Daerah Tertinggal di Kabupaten Kayong Utara dapat dicapai melalui
strategi sebagai berikut:
(i) Penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan;
(ii) Pembangunan dan manajemen infrastruktur dasar dan pelayanan publik terintegrasi;
(iii) Peningkatan dan perluasan hubungan bisnis hulu-hilir, hulu-hulu dan hilir-hilir melalui
jaringan komunikasi; dan
(iv) Pengembangan hubungan geografis antar kawasan melalui pembangunan dan
manajemen infrastruktur dasar pelayanan publik yang terintegrasi.
(v) Peningkatan infrastruktur perikanan tangkap yang diarahkan untuk pembangunan secara
selektif pada lokasi terpilih, misalnya Kecamatan Teluk Batang dan Pulau maya.
(vi) Penyediaan infrastruktur perikanan budidaya dengan memprioritaskan pada perbaikan
atau pembangunan infrastruktur untuk komoditas utama, misalnya lele, nila atau
bandeng.
(vii) Peningkatan infrastruktur pengolahan dengan upaya meningkatkan kecukupan sarana
dan prasarana seperti listrik, air dan jalan.
(viii) Peningkatan infrastruktur pemasaran untuk meningkatkan prasarana pemasarana dalam
negeri dalam bentuk pengembangan depo pemasaran hasil perikanan.
(ix) Pengembangan sistem pemantauan dan pelaporan infrastrukturperikanan yang
mencakup standar satuan atau obyek penilaian kondisi.
Setelah melakukan identifikasi maka perlu dilakukan identifikasi pengelolaan
penanganan/pembangunan, termasuk didalamnya instansi yang akan melakukan penanganan
tersebut.
8.3.1. Langkah-Langkah Penanganan
8.3.1.1. Perencanaan (Planning)
Laporan Akhir 8-13
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Perencanaan disusun secara komprehensif dan konsisten serta mengacu kepada
konsep bottom-up planning, dimana keputusan yang diambil didapat dari aspirasi bawah.
Semua masukan perencanaan harus dapat mengakomodasikan aspirasi masyarakat secara
demokratis, melalui keterlibatan berbagai kelembagaan sosial politik dan sosial ekonomi,
perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui forum dialog, dan
hasilnya kemudian dikaji lebih lanjut melalui forum diskusi Pemerintah Daerah dan DPRD.
Proses pemberian masukan dan asistensi dapat dilakukan kepada Pemerintah Pusat yang
berdiri sebagai policy maker dalam lingkup nasional.
8.3.1.2. Pelaksanaan (Execution)
Pelaksanaan pembangunan daerah sebagai upaya penyelesaian permasalahan
ketertinggalan dan keterpencilan didesentralisasikan kepada pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Untuk menunjang upaya Pemerintah
Kabupaten, seluruh potensi masyarakat yang tergabung dalam berbagai kelembagaan di
daerah diharapkan ikut membantu. Hal ini sejalan dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan
dasar masyarakat dan sekaligus sebagai manifestasi penerapan paradigma baru pembangunan
yang berpihak kepada masyarakat.
Dalam paradigma baru yaitu penerapan konsep good governance dalam
pembangunan, masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dan kesejajaran peran antara
pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis dijunjung tinggi. Dalam rangka mewujudkan
kesejajaran masyarakat, dilakukan pemberdayaan dengan memberikan ruang untuk
meningkatkan partisipasi dalam setiap pengambilan keputusan.
8.3.1.3. Pengendalian/Pengawasan (Monitoring)
Pengendalian / pengawasan pada hakekatnya akan, perlu dan harus dilakukan oleh
setiap penyandang dana dalam kegiatan pembangunan. Dalam hal ini, selayaknya
pengendalian dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Internal Pemerintah
Kabupaten itu sendiri. Bahkan dalam era transparansi ini, masyarakat dan pihak swasta juga
dapat terlibat dalam pengendalian pembangunan. Pemerintah Kabupaten dengan DPRD
setempat dapat menyiapkan wadah bagi masyarakat dan pihak swasta untuk dapat
memberikan masukan/informasi hasil pengawasan, agar dapat ditindaklanjuti oleh
pemerintah. Pemberian sanksi bagi aparat/lembaga yang melakukan kesalahan menjadi syarat
Laporan Akhir 8-14
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
mutlak berfungsinya pengawasan. Pengendalian pembangunan diajukan pada penilaian
pencapaian sasaran fungsional dari suatu program/kegiatan/proyek sehingga diharapkan dari
setiap pembangunan dapat diketahui hasil dan manfaatnya.
8.3.1.4. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi pelaksanaan pembangunan merupakan usaha yang dilakukan dalam rangka
mengukur dan menilai kinerja pembangunan seta merekomendasikan bahan masukan bagi
penyusunan rencana kebijakan pembangunan selanjutnya. Pada hakekatnya evaluasi berjalan
beriringan dengan kegiatan monitoring (Monev-Monitoring Evaluation). Sehingga pada
dasarnya seperti juga pada monitoring, evaluasi seharusnya dilakukan oleh setiap penyandang
dana pembangunan. Terutama untuk program pembangunan yang berkelanjutan dan
berjangka panjang, evaluasi memiliki arti strategis untuk mereview arah, manfaat dan
pencapaian hasil yang telah dilaksanakan.
Dalam paradigma baru, evaluasi pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Kehadiran berbagai potensi kelembagaan di
luar birokrasi pemerintah dapat dipesankan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program
pembangunan dengan difasilitasi oleh instansi pemerintah.
8.3.2. Kerangka Strategi Pembangunan Infrastruktur
8.3.2.1. Penataan Ruang Berkualitas
Konsep penataan ruang yang berwawasan lingkungan bertujuan untuk menciptakan
ruang yang berkualitas dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun sektoral
dengan memperhatikan 2 (dua) dimensi penting, yaitu: (i) Skala kewilayahan; (ii) Skala
komunitas. Skala kewilayahan terkait dengan pemanfaatan ruang menurut daya dukung dan
daya tampung. Mengingat bahwa, perkembangan jumlah penduduk akan membawa
konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan akan sumber daya alam dan energi untuk
menopang keberlanjutan kehidupan.
Ppenataan ruang perlu memperhatikan kapasitas daya dukung dan daya tampung
lahan, apakah ruang yang direncanakan mampu untuk mendukung keberlanjutan dari
kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain dalam jangka panjang. Kemampuan daya
dukung lahan akan direpresentasikan dari sumber-sumber daya alam yang akan dimanfaatkan
Laporan Akhir 8-15
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
untuk menopang kehidupan makhluk hidup yang tinggal di atas lahan tersebut. Di samping
itu, dari sisi dimensi ruang, apakah ruang yang direncanakan tersebut mampu untuk
memberikan ruang gerak/mobilitas manusia (termasuk barang dan jasa) yang hidup di atas
lahan tersebut selama beberapa tahun perencanaan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa
seluruh aktivitas yang membutuhkan mobilitas yang akan berlangsung di atas lahan tersebut
dalam jangka waktu lama, dapat terakomodir.
Dimensi kedua adalah skala komunitas, yaitu penataan ruang harus memperhatikan
karakteristik sosial-budaya masyarakat yang akan menempati lahan tersebut. Karakter
masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan guna lahan yang di tempatinya. Oleh karena
itu, dalam penataan ruang perlu memperhatikan sifat komunitas yang akan ditempatkan
dalam lahan tersebut.
Dengan memperhatikan dua dimensi penting di atas (skala kewilayahan dan skala
komunitas), penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang seimbang
dan harmonis, sehingga dengan demikian penataan ruang yang berwawasan lingkungan
diharapkan mampu mendukung terealisasinya goal pembangunan nasional, yaitu
pembangunan yang pro-poor, pro-growth, dan pro-environment.
8.3.2.2. Penguatan Kapasitas Instansi Daerah
Strategi kedua adalah penguatan kapasitas instansi di daerah dalam penyelenggaraan
infrastruktur untuk memastikan bahwa setiap daerah memiliki pemahaman/kompetensi yang
memadai untuk mendukung terciptanya pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada
peningkatan kualitas lingkungan. Pemahaman atau kompetensi yang dibutuhkan tersebut
sangat terkait dengan kualitas sumber daya manusia sebagai aparat pemerintah yang memiliki
tugas dan kewenangan dalam menciptakan pembangunan infrastruktur yang berwawasan
lingkungan. Oleh karena itu penting kiranya memberikan pemahaman yang benar mengenai
proses pembangunan infrastruktur dari tahap perencanaan hingga operasional.
Adanya kualitas sumberdaya manusia yang memadai dalam penyelenggaraan
infrastruktur untuk meningkatkan kualitas lingkungan erat kaitanya dengan proses
perencanan penataan ruang, sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007
tentang Penataan Ruang, dimana dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan
Laporan Akhir 8-16
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka Pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memberikan insentif dan/atau disinsentif.
Kebijakan insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan atau
kompensasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, misalnya
berupa: keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan
urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan; dan
pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Sementara
itu, kebijakan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, misalnya berupa:
pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan pembatasan penyediaan
infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
Kebijakan insentif dan disinsentif dalam pembangunan infrastruktur sebagaimana
dijelaskan di atas ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih berkualitas, atau
memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas. Di samping itu, kebijakan insentif dan
disinsentif ini merupakan wujud konkret penegakan fungsi good governance dalam
penyelenggaraan infrastruktur yang berwawasan lingkungan.
Namun, masalah pokok yang seringkali menjadi kendala bagi pemerintah daerah,
yaitu mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap proses pembangunan di segala
sektor. Masih lemahnya pengawasan di daerah menjadi salah satu penyebab terjadinya
pergeseran dalam peruntukkan ruang. Kasus-kasus berkembangnya pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan peruntukkannya, merupakan bukti dari lemahnya mekanisme
pengawasan di daerah, terutama dalam hal pemberian ijin pembangunan fisik infrastruktur.
Untuk itu, mekanisme pengawasan perlu diperketat dan ditingkatkan.
Di samping itu, dalam rangka proses penyelesaian/legalisasi perencanaan tata ruang
wilayah (RTRW) baik di setiap provinsi maupun kabupaten/kota dalam bentuk Peraturan
Daerah (Perda), maka strategi yang kiranya dapat dilakukan oleh pemerintah adalah
dukungan finansial untuk menuju ke proses tersebut. Dukungan finansial tersebut dapat
ditempuh melalui intervensi fiskal berupa Dana Alokasi Khusus, mengingat hal ini dapat
dipandang sebagai salah satu program Pemerintah yang perlu mendapat prioritas. Dengan
demikian, proses penyelesaian legalisasi Perda Tata Ruang di tiap Wilayah Provinsi atau
kabupaten/kota dapat terwujud.
Laporan Akhir 8-17
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
Keterlibatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawasan.
Strategi ini dapat menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mendukung upaya
mewujudkan lingkungan yang berkualitas. Masyarakat perlu diberikan ruang atau saluran
untuk menyampaikan aspirasi dan inisiatifnya guna mendukung langkah-langkah pemerintah
dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas.
8.3.2.3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor Terkait
Kerjasama berbagai stakeholders diperlukan untuk mewujudkan sinergisme dalam
implementasinya. Prinsip kerjasama yang dibangun adalah kerjasama yang saling
memberikan manfaat/keuntungan. Manfaat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah
terciptanya kualitas lingkungan hidup melalui pembangunan infrastruktur. Oleh sebab itu,
perlu kerjasama antara pihak-pihak yang terkait tersaji pada tabel 8.4.
Tabel 8.4. Dukungan Lintas Sektor Penyediaan Sarana dan Prasarana Perikanan
No. Dukungan Kegiatan Instansi Terkait1. Penyediaan sarana air bersih
Pekerjaan Umum
Energi dan Sumberdaya Mineral
Kesehatan
Pendidikan dan Kebudayaan
2. Pembangunan saluran irigasi untuk budidaya perikanan
3. Penyediaan jaringan listrik4. Pembangunan akses jalan dan jalan lingkungan
5. Penyediaan BBM perikanan dan pasokan untuk SPDN
6. Penyediaan sarana, prasarana, dan layanan kesehatan
7. Penyediaan sarana, prasarana, dan layanan pendidikan
Sumber: analisis data primer dan sekunder, 2014
8.3.2.4. Penguatan Kapasitas Pendanaan
Menurut UU no. 32 tahun 2009 dinyatakan secara tegas bahwa, evaluasi secara
holistik terhadap dampak yang diperkirakan akan terjadi, dimana hal tersebut telah dikaji
dalam dokumen AMDAL belum dapat berjalan secara efektif karena kelemahannya terkait
pengawasan. Di sisi lain, dokumen AMDAL mewajibkan adanya kegiatan rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atau yang disebut RKL dan RPL. Kegiatan ini
belum sepenuhnya dapat dijalankan mengingat keterbatasan sumber daya (SDM dan
Laporan Akhir 8-18
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara
finansial). Kasus-kasus yang terjadi di daerah mencerminkan masih minimnya dukungan
sumber daya yang dimiliki untuk dapat menjalankan kegiatan RKL dan RPL tersebut.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa di dalam UU 32 tahun 2009
dinyatakan bahwa setiap Pemegang izin lingkungan yang diwajibkan untuk memiliki
AMDAL maupun UKL/UPL, wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi
lingkungan hidup, bilamana pada suatu ketika terjadi adanya gangguan terhadap fungsi-
fungsi lingkungan, seperti pencemaran, polusi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hal ini
menjadi cukup krusial bagi daerah-daerah yang tidak memiliki kapasitas dalam hal
pendanaan untuk menjamin upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup bagi proyek-proyek
pembangunan fisik yang berskala besar yang jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat
akan menimbulkan dampak negatif dan dapat mengganggu fungsi-fungsi lingkungan hidup.
Laporan Akhir 8-19