BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
-
Upload
ari-teresa -
Category
Documents
-
view
67 -
download
6
description
Transcript of BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
BAB 7PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH GAS
Udara
Udara disusun oleh komponen-komponen gas utama: nitrogen [N2], oksigen [O2], dan beberapa jenis gas mulia serta jenis gas hasil kegiatan
biologik dan kegiatan alami gunung berapi.
• Atmosfir merupakan sistem yang dinamik Siklus gas dalam atmosfir mencakup berbagai proses fisik dan proses kimiawi menghasilkan berbagai jenis gas dengan waktu tinggal suatu jenis molekul gas yang memasuki atmosfir berada dalam rentang hitungan jam hingga jutaan tahun.
• Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar (Tabel 6.1 menyatakan konsentrasi gas di dalam atmosfir yang bersih dan kering pada permukaan tanah)
Baku Mutu Udara Sekeliling
Sasaran Undang-undang Pengelolaan Lingkungan adalah melindungi kesehatan manusia, mahluk, tumbuhan dan benda, maka Baku Mutu Udara Sekeliling [Ambient Air Quality Standard] harus ditetapkan.
Penetapan baku mutu didasarkan pada kandungan zat pencemar yang memasuki lingkungan udara. Peraturan Pemerintah tentang Baku Mutu Udara Sekeliling sebagai pengganti S.K. Men. KLH No.2/1988 belum diterbitkan. Baku Mutu Udara Sekeliling di beberapa negara ditetapkan tanpa pemilahan untuk perlindungan manusia atau perlindungan bagi benda dan mahluk lain.
Amerika Serikat telah menetapkan baku mutu yang didasarkan kepada kedua sasaran itu dan dikenal sebagai 'primarv standard dan 'seconday standard'. Baku mutu ini menggunakan konsentrasi senyawa pencemar dan partikulat yang diizinkan di dalam udara sekeliling. Tabel 6.2 menyatakan Baku Mutu Udara Sekeliling.
Baku mutu emisi udara
Baku Mutu Emisi Udara adalah upaya untuk mencegah zat pencemar memasuki lingkungan udara dalam volum dan laju yang berlebihan.
Baku Mutu Emisi ini dipilah dalam dua kelompok : (1) Baku Mutu Emisi Sumber Tak-bergerak misal
tungku peleburan, tungku ketel, dan
(2) Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak misal kendaraan bermotor. SK. Men. LH No. 13/1995 menyatakan baku mutu emisi untuk sumber yang tidak bergerak.
Satuan Pengukuran
Lembaga yang harus mengawasi Baku Mutu Lingkungan Udara dan Baku Mutu Emisi harus membandingkan hasil analisis udara dan emisi dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
Kandungan partikulat atau debu dinyatakan dalam satuan mill-gram per luas per satuan wak-tu misal mg/em2.bulan atau mg/cm2.tahun. Kadar partikulat tersuspensi atau kadar, pencemar gas dinyataican dalam satuan mass per volum misal mikrogram per m3 [pg/m3].
Semula satuan pengukuran konsentrasi pencemar gas menggunakan satuan parts per million [ppm] atas dasar volum atau parts per billion [ppb]
Catatan: ppm = bagian per juta (bpj)
Persamaan-persamaanKonversi satuan:
Boyle – Gay Lusac:
Hukum Avogadro:
Suatu jenis gas akan memiliki volum yang sama dengan jenis gas yang lain pada temperatur dan tekanan yang sama.
Pada keadaan standar: 273 K [ 0 °C] dan tekanan 1 atm (760 mmHg) volum gas itu adalah 22,4 L per mol gas.
Contoh: 1. Hitung volum gas yang ditempati oleh 2 mol gas pada 25 °C dan 820 mmHg. Penyelesaian : VI.PI/T1 = V2.P2/'T2 atau {[2 mol x 22,4 L/mol x 76 mm Hg] / 273 K} = {[V2 x 820 mmHg] / 298 K}, V2 = 45,32 L Jika nilai L/mol telah diketahui, maka nilai ini digunakan dalam persamaan pengubahan ug/m3 ke ppm.
2. Hasil analisis suatu cuplikan udara vang dilaporkan pada temperatur 0oC dan 1 atrn mengandung 9 ppp gas CO . Hituna konsentrasi CO dalam satuan ug/m3 dan mg/m3. Penyelesaian:
Jenis dan Pengaruh Senyawa Pencemar
Istilah senyawa pencemar digunakan untuk berbagai senyawa yang asing dalam susunan udara bersih dan mengakibatkan gangguan atau penurunan kualitas udara serta penurunan kondisi fisik atmosfir.
Senyawa-senyawa pencemar udara dikelompokkan dalam senyawa-senyawa yang mengandung:
a. unsur karbon, misal CO dan hidrokarbon,
b. unsur nitrogen, misal NO dan NO2,
c. unsur sulfur, misal H2S, SO2 dan SO3.
d. unsur halogen, misal HF,
e. partikel padat atau cair,
f. senyawa beracun, dan
g. senyawa radioaktif.
Senyawa pencemar digolongkan sebagai:(a) senyawa pencemar primer: senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber(b) senyawa' pencemar sekunder: senyawa baru yang dibentuk akibat antar aksi dua atau lebih senyawa pencemar primer selama berada di atmosfir.
Lima jenis senyawa pencemar yang umum dikaitkan dengan pencemaran udara:(1) karbonmonoksida [CO], (2) oksida nitrogen [NOx], (3) oksida sulfur [SOx], (4) hidrokarbon (HC), dan (5) partikel [debu].
Dampak ini tampak pada:
a. penurunan jarak-pandang dan radiasi matahari,
b. kenyamanan yang berkurang,
c. kerusakan tanaman
d. percepatan kerusakan bahan konstruksi dan sifat tanah,
e. peningkatan laju kematian atau jenis penyakit. Senyawa pencemar udara adalah padatan renik atua debu,
gas karbon dioksida (CO), gas sulfur oksida (SOx), gas nitrogen oksida (NOx), serta senyawa hidrokarbon.
Senyawa pencemar udara ini dikelompokkan dalam dua ienis kelompok, yaitu:
a. pencemaran primer: pencemar mematikan sejak titik
pengeluaran;
b. pencemar sekunder: pencemar hasil reaksi dari pencemar
primer dan memiliki daya mematikan sesudah reaksi itu
berlangsung.
Pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama :a. pengangkutan,b. kegiatan rumah tangga,c. pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara, d. pembakaran sampah,e. pembakaran sisa pertanian dan kebakaran hutan, dan f. pembakaran bahan bakar dari emisi proses.
Gambar 6.1 merupakan hasil pengamatan di Amerika Serikat tentang bagian emisi senyawa pencemar dari berbagai sumber pencemar.
Pada gambar 6.1 menunjukkan bahwa industri memberikan bagian yang relatif kecil pada pencemaran atmosferik, jika dibandingkan dengan pengangkutan. Meskipun demikian, sumber industri mudah diamati karena industri merupakan golongan sumber pencemaran titik (point source of pollution). Bagian paling besar yang dibebaskan oleh industri adalah padatan renik atau debu.
Gambar 6.2 menyatakan bahwa debu merupakan bagian yang paling besar dibebaskan ke lingkungan oleh industri.
Meskipun industri memberikan sumbangan pada pencemaran atmosferik yang relatif rendah, namun industri harus dan wajib melakukan penanggulangan pencemaran.
Tabel 6.3 menyatakan emisi tahunan senyawa-senyawa pencemar dari beberapa jenis industri di Amerika Serikat yang dilakukan US-EPA [Ross. 1972; Snell. 1981 ], data yang sejenis untuk industri industri di Indonesia belum dapat disajikan.
Pengendalian pencemaran ini akan mengakibatkan tingkat :a. kesehatan masyarakat yang lebih balk. b. kenyamanan hidup yang lebih tinggi.c. risiko lebih rendah,d. kerusakan materi yang rendah, dane. kerusakan lingkungan lebih rendah atau menurun.
Kendala yang harus dipertimbangkan adalah watak pencemaran itu sendiri. Watak ini bergantung:a. jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, b. kondisi geografis, danc. kondisi meteorologik.
Metoda Pengendalian Pencemaran Udara
Pengendalian pencemaran yang dapat dilakukan mencakup: pengendalian pada sumber dan pengenceran, sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotik maupun untuk kesehatan manusia.
Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan :(a) jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses, (b) jenis peralatan proses,(c) kondisi operasi, dan(d) keseluruhan proses produksi itu sendiri.
Secara umum penghilangan senyawa pencemar dengan tuntas tidak mungkin diterapkan tanpa pembiayaan vang besar. Metoda pengumpulan senyawa pencemar yang akan memasuki atmosfir adalah metoda yang didasarkan atas pengurangan (reduction) senyawa pencemar.
Berbagai jenis alat pengumpul (collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu saja atau kadar debu dan gas.
Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang dibebaskan ke lingkungan dipaparkan dalam tabel 6.4 dan prinsip pengurangan kadar debu dan gas secara simultan dituliskan dalam tabel 6.5.
Metoda pemisahan ini diterapkan dalam berbagai rancangan alat pemisah debu dari aliran gas atau udara.
Alat pemisah debu atau pengumpul debu ini dapat dipilah dalam :a. pemisahan secara mekanis,b. pemisahan dengan cara penapisanc. pemisahan dengan cara basah, dan d. pemisahan secara elektrostatik.
Debu ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas (true, apparent, bulk density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variabel ini mengakibatkan bahwa pemilihan alat dan sistem pengendalian pencemaran udara oleh debu dan gas harus sesuai sasaran dan watak kinerja alat juga penilaian ekonomik.
Tabel 6.4 menyatakan watak operasi berbagai alat pemisah debu.
Gambar 6.3 adalah sketsa gravity chamber dan prinsip pemisahan yang diterapkan adalah perbedaan densitas atau gaya gravitasi terhadap massa partikel.
Gambar 6.4 adalah alat pemisah debu yang menggunakan penyekat. Alat ini membutuhkan luas lantai yang lebih kecil daripada gravity chamber.
Gambar 6.5 clan 6.6 menyatakan berbagai jenis siklon kering baik dengan aliran gas secara axial atau tangensial. Efisiensi siklon ini ditentukan oleh rancangan saluran masuk dan pembangkitan vortex di dalam siklon.
Gambar 6.7 dan 6.8 merupakan jenis penapis debu yang dapat bekerja secara manual atau otomatik dalam pembersihan/ pengumpulan debu yang menempel pada kain penapis. Pembersihan ini dapat dilakukan dengan getaran, cincin yang bergerak ke bawah, atau aliran udara-tekan.
Gambar 6.10 adalah gambar suatu pengendap elektrostatik. Pembangkitan arus searah dilakukan pada unit itu sendiri.
Gambar 6.11 dan 6.12 menyatakan sketsa pemisah yang dapat menyerap debu dan gas yang terlarut dan merupakan pengembangan unit gravity chamber. Gambar 6.13 dan 6.14 adalah alat pencuci gas yang didasarkan atas penggunaan piringan (plafe, tray) dan packing.
Gambar 6.15 dan 6.16 adalah gambar tentang pencuci venturi dengan aliran gas kotor ke bawah dan ke atas.
Gambar 6.17 adalah pencuci aliran gas dengan aliran melintang terhadap packing yang teratur dan tetap.
Gambar 6.18 menyatakan sketsa pencuci gabungan. Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam
suatu sistem produksi harus dikaji sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi operasi dan biaya.
Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang menentukan dalam pemilihan sistem dan teknologi pengendalian pencemaran udara di dalam industri.
Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara
Tabel 6.6 adalah tabel penggunaan alat pengendalian pencemaran udara untuk berbagai keadaan fisik senyawa pencemar.
Gambar-gambar 6.19, 6.20 dan 6.21 merupakan contoh penerapan teknologi pengendalian pencemaran dalam suatu plant.
Gambar 6.19 menyatakan penggunaan Pengendap Elektrostatik dan gambar 6.21 menyatakan sistem pengendalian pencemaran yang dihubungkan dengan perolehan kembali senyawa yang memiliki nilai ekonomik.
EMISSION CONTROL TECHNOLOGIES FOR COAL-FIRED POWER PLANTS
04/18/23Waste Energy Management
50
Electric power industry Pollutant emissions Control technologies
04/18/23Waste Energy Management
51
Energy Policy Implemention
04/18/23 Waste Energy Management 52
ENERGY SOURCESENERGY
EONOMICACTIVITIES
ENVIRONMENT
POPULATION
Policy Setting
1. Price
2. TechnologyConstraint
Load
Constraint
Constraint
Load
Load
Proses Produksi Spent
Resources
Input Control• Dihemat• Disimpan• Substitusi
Operation Control• House Keeping • Maintenace & Repair
Energi Efisiensi• Teknologi• Harga/Biaya
Waste Treatment
Off ProductsDEFINISI
04/18/23Waste Energy Management
53
Waste/PolutionControl
Electric Power Industry
$250 billion in annual electricity sales in 2002; likely to have annual sales between $250 and $270 billion in 2010 to 2015
Industry operates 16,500 units and 5,700 plants
There are 3,100 electric utilities, 2,800 IPPs, 230 IOUs, and 2,000 publicly owned utilities
The industry employs 362,000 people
04/18/23Waste Energy Management
54
• In the last five years, we have seen industry spend $88 billion in new power plant investments
Electricity generation illustration
04/18/23Waste Energy Management
55
Electric Generation in 2002 Historical & Projected Electric Generation
Source: 2002 and historical generation is from EIA’s Annual Energy Review. Projected generation is from EPA’s Integrated Planning Model.
Total Generation = 3,858 billion kWhs
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
1970 1980 1990 2000 2010 2020
Bill
ion
kW
h
Coal
Oil/Gas
Nuclear
Hydro
Other
Emissions of SO2 & NOx illustrations
04/18/23Waste Energy Management
56
NOx Emissions
-
5
10
15
20
25
30
1970 1980 1990 2000 2010 2020
SO2 Emissions
-
5
10
15
20
25
30
35
1970 1980 1990 2000 2010 2020
Source: EPA
Mill
ion
To
ns
Mill
ion
To
ns
Power Sector
Power Sector
Power Sector
Power Sector
All Other SourcesAll Other Sources
Waste Fired Power Plant Reno Nord Plant, Denmark
04/18/23Waste Energy Management
57
Technical & Environmental Data from the Reno Nord Plant, Denmark
04/18/23Waste Energy Management
58
04/18/23Waste Energy Management
59
Pollutant Reduction
Emissions reductions possible through: Emissions control technologies
Advanced power generation technologies
Power plant upgrading options
Fuel switching
Focus on emissions control technologies
04/18/23Waste Energy Management
60
NOx Control Technologies
Primary – reduce the NOx produced in the primary combustion zone. Widely used - low NOx burners (LNBs) and
overfire air (OFA)
Secondary - reduce the NOx already present in the flue gas Widely used - reburning, selective non-
catalytic reduction (SNCR), and selective catalytic reduction (SCR)
04/18/23Waste Energy Management
61
Low NOx Burners
Limit NOx formation by delaying complete mixing of fuel and air
Reduced oxygen in primary flame zone
Reduced flame temperature
Reduced residence time at peak temperature
Can provide reductions in excess of 50%
04/18/23Waste Energy Management
62
Overfire Air
5 to 20% of the total combustion air is injected through ports located downstream of the top burner level
Burners operate at lower than normal air-to-fuel ratio resulting in NOx control, OFA added to achieve complete combustion
Can be used with LNB to increase NOx reduction by 10 to 25%
04/18/23Waste Energy Management
63
Reburning
Reburn fuel (natural gas, coal, other fuels) is injected to provide 15-25% of total heat input
>50% NOx reduction, mercury and SO2 reduction
Low capital costs Fuels costs, availability of
adequate residence time Applications: cyclone,
wall, tangential; 33-600 MWe
04/18/23Waste Energy Management
64
Main fuel and air
Reburn zone
Burning zone
Flue gas
Superheaters
Reburn air
Reburn fuel
Main fuel and air
SNCR
Urea or NH3 injection, generally between 980 to 1150 oC
30 to 60 % NOx reduction
Low capital costs Load following, NH3
slip, performance on larger boilers
Applications: cyclone, wall, tangential; 50-620 MW
04/18/23Waste Energy Management
65
Burning zone
Flue gas
Superheaters
Reagent
Main fuel and air
SCR
NH3 injection, generally between 350-400 oC
More than 90 % reduction is possible, especially with LNB
Capital intensive, space requirements, NH3 slip, SO3 emissions, catalyst deactivation
Applications: More than 75 boilers;
cyclone, wall, tangential; 122 - 1300 MW
04/18/23Waste Energy Management
66
SO2 Control Technologies
04/18/23Waste Energy Management
67
L im es tone F orced O xida t ionL im es tone Inhib ited O xida t ionL im eM agnes ium -E nhanced L im eS eaw ate r
W et
L im e S pray D ry ingD uc t S orbent Injec t ionF urnace S orbent Injec t ionC ircula t ing F luid ized B ed
Dry
T hrow aw ay
S od ium S ulf iteM agnes ium O xideS od ium C arbona teA m ine
W et
A ctiva ted C arbon
Dry
Regenerable
Flue G a s D esulfuriza tion
L im es tone Forced O xida t ionL im es tone Inhib ited O xida t ionJe t B ubb ling R eac to rL im eM agnes ium -E nhanced L im eD ua l A lka liS eaw ate r
W et
L im e S pray D ry ingFurnace S orbent Injec t ionL IFA CE conom ize r S orbent Injec t ionD uct S orbent Injec t ionD uct S pray D ry ingC ircula t ing F luid ized B edHypas S orbent Injec t ion
Dry
Once-through
S od ium S ulf iteM agnes ium O xideS od ium C arbona teA m ine
W et
A ctiva ted C arbon
Dry
Regenerable
Flue G a s D esulfuriza tion
Wet Scrubbers
04/18/23Waste Energy Management
68
FGD at Centralia Power Plant
• State-of-the-art is 95% SO2 removal
• 98 GW (33%) of coal-fired units have scrubbers
• We project 115 GW to have scrubbers by 2010 for Title IV and State regs
Lime Spray Drying
State of the art is 90% removal
More than 14 GW of installation
04/18/23Waste Energy Management
69
Flue Gas In
Slurry In
Recycle Tank
Recycle Loop
Disposal
Flue Gas Out
Performance
04/18/23Waste Energy Management
70
50
60
70
100
90
80
Wet Limestone
Spray Drying
1970s 1980s 1990s
MedianDesi
gn S
O2
R
em
oval Effi
ciency
, %
0
Mercury in Coal-fired Boilers
04/18/23Waste Energy Management
71
>2500 °C
Hg°
APCDInletEntrained PM
CO2
H2O
SO2
NOx
HCl N2 Hg
Coal
Mercury Speciation:
300 °F
Hgo, Hg2+ compounds, particulate mercury Hg(p)
Mercury Speciation
In general, speciation depends on:
Coal properties (mercury, chlorine, and ash contents)
Time/temperature profile
Flue gas composition and fly ash characteristics (carbon, calcium, iron, porosity)
Flue gas cleaning conditions
04/18/23Waste Energy Management
72
Mercury Capture in Existing Equipment
Removal in PM Controls Mercury can be adsorbed onto fly ash surfaces;
Hg2+ is more readily adsorbed than Hg0
Mercury can be physically adsorbed at relatively lower temperatures (hot-side ESP vs. cold-side ESP)
Capture in Wet Scrubbers Hg2+ capture depends on solubility of each
compound; Hg0 is insoluble and cannot be captured
Capture enhanced by SCR
04/18/23Waste Energy Management
73
ICR Data
04/18/23Waste Energy Management
74
0
20
40
60
80
100
Hg
Rem
oval
(%
)
Bituminous
Subbituminous
• Bituminous vs subbituminous
• Hg capture for different coal-control technology combinations correlate with coal chlorine content
Chlorine vs. Mercury Speciation
ICR data for Hg0 at ESP & FF inlet
Hg0 oxidation appears to be independent of chlorine above 100 µg/g
Other important factors Temperature Fly ash
carbon
04/18/23Waste Energy Management
75
0%
20%
40%
60%
80%
100%
10 100 1,000 10,000
Coal Chlorine, ppm dry
%H
g0 a
t PC
D In
let
Cold-side ESP & FF
Hot-side ESP
SCR and Mercury Interactions
Speciation influences emissions control Ionic Hg2+ is removed easily by wet
scrubbers Volatile elemental Hg0 is difficult to
capture SCR units are being used extensively to
meet current NOx regulations SCR can convert elemental mercury in
coal combustion flue gas into the ionic form field data in Europe and U.S. reflects
increase in Hg2+ across SCR reactor
04/18/23Waste Energy Management
76
SCR-Mercury R&D
Tested 4 utility plants in the 2001 and 2 in 2002; retested 2 plants in 2002; total of 8 data points
Oxidized mercury increase across SCR: bit. - up to 71%; subbit. - 10% (one data point only)
Removal in PM control and FGD (5 data points) - ~ 85% - 90% Results from repeated tests were consistent with previous data;
impacts of SCR catalyst aging not apparent SCR systems with relatively lower catalyst volumes (space velocity
greater than 3500 hr-1) also showed significant oxidation increases Data gaps: PRB, blends Ongoing EPA bench- and pilot-scale research: HCl provides critical
chlorine source for Hg0 oxidation; NOx has a significant promotional effect; SOx has little effect under the conditions of this study
04/18/23Waste Energy Management
77
PM Control Technologiesfor Power Plants
Electrostatic precipitators (ESPs)
72% of U.S. coal-fired boilers, total PM up to 99.9%, fine PM 80-95%
Baghouses
14% of U.S. coal-fired boilers, total PM up to 99.9%, fine PM 99-99.8%
04/18/23Waste Energy Management
78
Sometimes a picture is worth a …
04/18/23Waste Energy Management
79
How Does an ESP Work?
04/18/23Waste Energy Management
80
Corona (Negative polarity)
Particulate Matter (PM)
Discharge Electrode(High Voltage Wire)
Collection Plate (Positive Polarity)
Particle Flow
Charged Particles
Collected ParticlesDust Layer
Emerging Technologies
04/18/23Waste Energy Management
81
Sorbent Injection
The extent of capture depends on:
Sorbent characteristics (particle size distribution, porosity, capacity at different gas temperatures)
Residence time in the flue gas
Type of PM control (FF vs. ESP)
Concentrations of SO3 and other contaminants
04/18/23Waste Energy Management
82
Flue Gas
Ash and Sorbent
Sorbent Injection
ESP or FF
Activated Carbon Injection (ACI)
ACI successfully used to reduce mercury emissions from waste-to-energy facilities. Effort underway to transfer to coal-fired power plants.
Not currently installed at any power plant, but short-term testing suggests it may eventually be able to achieve 90% control for all coal types.
04/18/23Waste Energy Management
83
Activated carbon injection system
Activated carbon storage and feed system
TEKNIS PERHITUNGAN EMISI GRK
TEKNIS PERHITUNGAN EMISI GRK
85
3.1 Sumber-sumber Emisi GRKBerdasarkan cakupan lokasi area terjadinya emisi :-Emisi Langsung (Direct Emission)-Emisi Tidak Langsung (Indirect Emission)-Emisi Optional (Optional Emission)
Berdasarkan proses terjadinya emisi :-Stasionery Combustion-Mobile Combustion-Emission Process-Fugitive Emission
Setiap proses produksi memiliki potensi menghasilkan emisi langsung dan tidak langsung dari satu atau lebih dari kategori sumber di atas. Seluruh hasil perhitungan berdasarkan masing-masing kelompok selanjutnya dijumlahkan sebagai emisi GRK total.
Langkah-langkah perhitungan karbon :
Langkah 1
Pengumpulan data penggunaan bahan bakar. Data bisa didapat dari metering data penggunaan, laporan stock bagian logistik ataupun bon pembelian bahan bakar
Langkah 2
Pengumpulan data fuel density, calorific /heating value dan konversikan pada satuan volume, massa atau energy content.
Langkah 3
Estimasi carbon content bahan bakar yang digunakan. Data bisa didapat dari analisis uji laboratorium, data dari pemasok bahan bakar, atau bisa menggunakan nilai default factor.
Langkah 4
Pengumpulan data oxidasi fraction, data bisa didapat dari analisa carbon content, saran ahli atau bisa menggunakan nilai default factor.
Langkah 5
Lakukan pengecekan untuk memastikan semua unit satuan yang akan dihitung semuanya sesuai.
Langkah 6
Lakukan perhitungan estimasi emisi CO2
86
Perhitungan emisi karbon dapat dilakukan dengan persamaan berikut:
E = Produksi emisi CO2 (ton/tahun)
Fuel = Kapasitas bahan bakar (kL atau Ton)Hci = Nilai kalor bahan bakar (HHV), item i (nilai kalor/kg atau persatuan volume)Ci = Kandungan karbon bahan bakar, item i (berat C/nilai kalor)CO2 = Berat molekul CO2
C = Berat atom Karbon
E = Produksi emisi CO2 (ton/tahun)
V = Kapasitas bahan bakar (mscf/tahun atau mgal/tahun) CF = Faktor emisi karbon (ton/mscf atau ton/mgal) 44/12 = Rasio berat molekul CO2 terhadap Karbon
520/T = Ratio temperatur standar terhadap temperatur bahan bakar (°R) P/14.7 = Ratio tekanan standar terhadap tekanan bahan bakar (psia)
Dapat juga menggunakan persamaan berikut (Brithis unit)
87
HHV = high heating valueMCwet = kandungan air bahan bakar (wet
basis)Mcdry = kandungan air bahan bakar (dry basis)
LHH2O = Kalor laten uap air
H = Fraksi massa hydrogen bahan bakar (dry basis)
Perhitungan nilai HHV dapat menggunakan persamaan berikut:
HHV = (1 – MCwet) x LHV – LHH2O (MCdry + 9H)
Perkiraan jumlah emisi N2O dan CH4 dari proses pembakaran stasioner dapat menggunakan
panduan/nilai default yang diterbitkan oleh berbagai lembaga. Sehingga perhitungan jumlah emisi CH4 dan N2O adalah:
Emisi CH4 (ton CH4/th) = Ek x FECH4
Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Ek x FECH4 x GWPCH4
Emisi N2O (ton N2O /th) = Ek x FEN2O
Emisi N2O (ton CO2 eq/th) = Ek x FEN2O x GWPN2O
Ek = Banyaknya energi yang dikonsumsi (TJ/th)FECH4 = faktor emisi CH4 (ton CH4/th)FEN2O = faktor emisi N2O (ton N2O /th)GWPCH4 = 21CO2
GWPN2O = 310CO2
88
Tabel Nilai default faktor emisi CH4 dan N2O beberapa jenis bahan
bakar non fosil (massa CO2/mmBTU).
Tabel Nilai default emisi CH4 dan N2O pembangkitan listrik menurut jenis
bahan bakar (massa CO2e/mmBTU).
89
Jenis Bahan Bakar
NCV (Net Calorific Value) TJ/kg
MFO 41,02
HSD 42,72
Batu bara 24,0
Gas alam 48,0
Tabel Nilai NCV Bahan bakar yang dirilis pertamina 2003
Bahan BakarNilai default carbon
content (kg/GJ)Crude oil 20Natural Gas Liquids 17.5Motor Gasoline 18.9Aviation Gasoline 19.1Other Kerosene 19.6Gas/.Diesel oil 20.2Residual Fuel oil 21.1Liquified Petroleum Gases 17.2Lubricants 20Anthracite 26.8Coking coal 25.8
Tabel Nilai kandungan karbon bahan bakar, IPCC 2006
90
Kendaraan operasional yaitu semua kendaraan yang dipergunakan oleh pihak industri sebagai bagian dari supporting atau utilitasnya
Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan harus diperhitungkan sebagai bagian dari total emisi industri bersangkutan.
Metode perhitungan emisi pada dasarnya sama dengan metode perhitungan pada mesin-mesin stasioner.
Perhitungan dapat juga menggunakan dengan mendata total penggunaan bahan bakar fosil yang dikonsumsi oleh kendaraan operasional industri dan dikalikan dengan factor emisi CO2 dari masing-masing jenis bahan bakar
Untuk perhitungan emisi N2O dan CH4 dapat menggunakan berbagai nilai default FE (faktor emisi) yang diterbitkan oleh berbagai lembaga internasional
91
3.4 Perhitungan Emisi Dari Kendaraan Operasional
3.5 Perhitungan Emisi Pembelian Energi Listrik
Seluruh energi listrik yang digunakan oleh industri baja didapat dari pembelian dari pihak ketiga (PLN, dll) dikelompokkan sebagai emisi tidak langsung, dimana produksi emisi CO2 terjadi diluar lokasi industri.
Pada prinsipnya, perhitungan emisi GRK ini sama halnya dengan perhitungan pada mesin-mesin stasioner, namun faktor emisi listrik yang dipergunakan sudah memperhitungkan faktor emisi secara keseluruhan dalam proses pembangkitan listrik
Jumlah emisi dari pembelian/penggunaan listrik:
Emisi, n = PPE x E,rate,n
Emisi, n = Emisi dari sumber GRK, n
PPE = Pembelian Penggunaan Energy listrik (MWh, kWh)
E, rate = Laju produksi emisi dari masing-masing GRK/MWh
92
PT. PLN (persero) telah menerbitkan faktor emisi untuk produksi listriknya berdasarkan region Jawa, Sumatera dan rata Nasional. Average grid emission factor untuk Indonesia pada tahun 2008 adalah 0,787 kgCO2/kWh, dan target menjadi 0,741 kgCO2/kWh pada tahun 2018.
Untuk pembangkitan listrik Jawa Bali (grid emission factor) 0,798 kgCO2/kWh (2008) ditargetkan turun menjadi 0,744kgCO2/kWh.
Sedangkan untuk pembangkitan listrik di Luar Jawa Bali, grid emission factor berada pada besaran 0,745 kgCO2/kWh (2008) ditargetkan turun
menjadi 0,732kgCO2/kWh sesuai dengan target perbaikan emisi CO2 dari
PLN.
93
Penyelesaian1. Perhitungan emisi langsungA.Perhitungan emisi dari pembakaran bahan bakar (Pada Reheating Furnace
Dari data diketahui : Jumlah penggunaan solar (Q) = 2000 kL = 3.207 x 103 LMassa jenis solar (ρ) = 845 x 10-3 kg/L
-CO2
Dari Tabel :Ci = 20,2 kg/GJHCi = 42,72 TJ/kt CO2 = 44 molecular weightC = 12FOi = 100%
Emisi CO2 = 5347 tCO2
).(
).(2
1 wm
wmn
iiiii C
COFOCHCFuelE
12
44GJ
kg20,2101042,7210845103207 Emisi 63332 kg
ktxktGJ
LkgLCO
94
Dari Tabel diperoleh :NCV = 42,72 TJ/Gg NCV = 42,72 TJ/Gg x 10-6 Gg/kg
= 42,72 x 10-6 TJ/kgFECH4 = 3 kg/TJ (Faktor emisi CH4 IPCC 2006)FEN2O = 0,6 kg/TJ (Faktor emisi N2O IPCC 2006)
- CH4
Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Ek x FECH4 x GWPCH4 Ek = (Q x ρ x NCV)Ek = (3.207 x 103 L x 845x 10-3 kg/L x 42,72 x 10-6 TJ/kg)Ek = 116 TJEmisi CH4 = 116 TJ x 3 kg/TJ Emisi CH4 = 348 kg CH4
Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Emisi CH4 x GWPCH4 Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = 348 kg CH4 x 21Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = 7308 kgCO2-eq/th = 7,31 tCO2-eq/th
95
- N2O Emisi N2O (ton CO2 eq/th) = Ek x FEN2O x GWPN2O Emisi N2O = 116 TJ x 0.6 kg/TJ Emisi N2O = 69,6 kg N2O Emisi N2O(ton CO2 eq/th) = 69,6 kg N2O x 310CO2
Emisi N2O(ton CO2 eq/th) = 21576 kgCO2-eq/th = 21,58 tCO2-eq/th
Total emisi pada pembakaran reheating furnace = emisi CO2 + CH4 + N2O
Total emisi = 8.575 tCO2 + 7,31 tCO2-eq/th + 21,58 tCO2-eq/th
Total emisi = 8.604 tCO2
96
TERIMA KASIH