BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

97
BAB 7 PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH GAS

description

limbah gas

Transcript of BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Page 1: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

BAB 7PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH GAS

Page 2: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Udara

Udara disusun oleh komponen-komponen gas utama: nitrogen [N2], oksigen [O2], dan beberapa jenis gas mulia serta jenis gas hasil kegiatan

biologik dan kegiatan alami gunung berapi.

Page 3: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

• Atmosfir merupakan sistem yang dinamik Siklus gas dalam atmosfir mencakup berbagai proses fisik dan proses kimiawi menghasilkan berbagai jenis gas dengan waktu tinggal suatu jenis molekul gas yang memasuki atmosfir berada dalam rentang hitungan jam hingga jutaan tahun.

• Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar (Tabel 6.1 menyatakan konsentrasi gas di dalam atmosfir yang bersih dan kering pada permukaan tanah)

Page 4: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 5: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Baku Mutu Udara Sekeliling

Sasaran Undang-undang Pengelolaan Lingkungan adalah melindungi kesehatan manusia, mahluk, tumbuhan dan benda, maka Baku Mutu Udara Sekeliling [Ambient Air Quality Standard] harus ditetapkan.

Penetapan baku mutu didasarkan pada kandungan zat pencemar yang memasuki lingkungan udara. Peraturan Pemerintah tentang Baku Mutu Udara Sekeliling sebagai pengganti S.K. Men. KLH No.2/1988 belum diterbitkan. Baku Mutu Udara Sekeliling di beberapa negara ditetapkan tanpa pemilahan untuk perlindungan manusia atau perlindungan bagi benda dan mahluk lain.

Amerika Serikat telah menetapkan baku mutu yang didasarkan kepada kedua sasaran itu dan dikenal sebagai 'primarv standard dan 'seconday standard'. Baku mutu ini menggunakan konsentrasi senyawa pencemar dan partikulat yang diizinkan di dalam udara sekeliling. Tabel 6.2 menyatakan Baku Mutu Udara Sekeliling.

Page 6: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 7: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Baku mutu emisi udara

Baku Mutu Emisi Udara adalah upaya untuk mencegah zat pencemar memasuki lingkungan udara dalam volum dan laju yang berlebihan.

Baku Mutu Emisi ini dipilah dalam dua kelompok : (1) Baku Mutu Emisi Sumber Tak-bergerak misal

tungku peleburan, tungku ketel, dan

(2) Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak misal kendaraan bermotor. SK. Men. LH No. 13/1995 menyatakan baku mutu emisi untuk sumber yang tidak bergerak.

Page 8: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Satuan Pengukuran

Lembaga yang harus mengawasi Baku Mutu Lingkungan Udara dan Baku Mutu Emisi harus membandingkan hasil analisis udara dan emisi dengan baku mutu yang telah ditetapkan.

Kandungan partikulat atau debu dinyatakan dalam satuan mill-gram per luas per satuan wak-tu misal mg/em2.bulan atau mg/cm2.tahun. Kadar partikulat tersuspensi atau kadar, pencemar gas dinyataican dalam satuan mass per volum misal mikrogram per m3 [pg/m3].

Semula satuan pengukuran konsentrasi pencemar gas menggunakan satuan parts per million [ppm] atas dasar volum atau parts per billion [ppb]

Catatan: ppm = bagian per juta (bpj)

Page 9: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Persamaan-persamaanKonversi satuan:

Boyle – Gay Lusac:

Hukum Avogadro:

Suatu jenis gas akan memiliki volum yang sama dengan jenis gas yang lain pada temperatur dan tekanan yang sama.

Pada keadaan standar: 273 K [ 0 °C] dan tekanan 1 atm (760 mmHg) volum gas itu adalah 22,4 L per mol gas.

Page 10: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Contoh: 1. Hitung volum gas yang ditempati oleh 2 mol gas pada 25 °C dan 820 mmHg. Penyelesaian : VI.PI/T1 = V2.P2/'T2 atau {[2 mol x 22,4 L/mol x 76 mm Hg] / 273 K} = {[V2 x 820 mmHg] / 298 K}, V2 = 45,32 L Jika nilai L/mol telah diketahui, maka nilai ini digunakan dalam persamaan pengubahan ug/m3 ke ppm.

2. Hasil analisis suatu cuplikan udara vang dilaporkan pada temperatur 0oC dan 1 atrn mengandung 9 ppp gas CO . Hituna konsentrasi CO dalam satuan ug/m3 dan mg/m3. Penyelesaian:

Page 11: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Jenis dan Pengaruh Senyawa Pencemar

Istilah senyawa pencemar digunakan untuk berbagai senyawa yang asing dalam susunan udara bersih dan mengakibatkan gangguan atau penurunan kualitas udara serta penurunan kondisi fisik atmosfir.

Senyawa-senyawa pencemar udara dikelompokkan dalam senyawa-senyawa yang mengandung:

a. unsur karbon, misal CO dan hidrokarbon,

b. unsur nitrogen, misal NO dan NO2,

c. unsur sulfur, misal H2S, SO2 dan SO3.

d. unsur halogen, misal HF,

e. partikel padat atau cair,

f. senyawa beracun, dan

g. senyawa radioaktif.

Page 12: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Senyawa pencemar digolongkan sebagai:(a) senyawa pencemar primer: senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber(b) senyawa' pencemar sekunder: senyawa baru yang dibentuk akibat antar aksi dua atau lebih senyawa pencemar primer selama berada di atmosfir.

Page 13: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Lima jenis senyawa pencemar yang umum dikaitkan dengan pencemaran udara:(1) karbonmonoksida [CO], (2) oksida nitrogen [NOx], (3) oksida sulfur [SOx], (4) hidrokarbon (HC), dan (5) partikel [debu].

Page 14: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Dampak ini tampak pada:

a. penurunan jarak-pandang dan radiasi matahari,

b. kenyamanan yang berkurang,

c. kerusakan tanaman

d. percepatan kerusakan bahan konstruksi dan sifat tanah,

e. peningkatan laju kematian atau jenis penyakit. Senyawa pencemar udara adalah padatan renik atua debu,

gas karbon dioksida (CO), gas sulfur oksida (SOx), gas nitrogen oksida (NOx), serta senyawa hidrokarbon.

Senyawa pencemar udara ini dikelompokkan dalam dua ienis kelompok, yaitu:

a. pencemaran primer: pencemar mematikan sejak titik

pengeluaran;

b. pencemar sekunder: pencemar hasil reaksi dari pencemar

primer dan memiliki daya mematikan sesudah reaksi itu

berlangsung.

Page 15: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Pencemaran udara yang merupakan akibat dari kegiatan manusia dibangkitkan oleh enam sumber utama :a. pengangkutan,b. kegiatan rumah tangga,c. pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar minyak atau batubara, d. pembakaran sampah,e. pembakaran sisa pertanian dan kebakaran hutan, dan f. pembakaran bahan bakar dari emisi proses.

Gambar 6.1 merupakan hasil pengamatan di Amerika Serikat tentang bagian emisi senyawa pencemar dari berbagai sumber pencemar.

Pada gambar 6.1 menunjukkan bahwa industri memberikan bagian yang relatif kecil pada pencemaran atmosferik, jika dibandingkan dengan pengangkutan. Meskipun demikian, sumber industri mudah diamati karena industri merupakan golongan sumber pencemaran titik (point source of pollution). Bagian paling besar yang dibebaskan oleh industri adalah padatan renik atau debu.

Page 16: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 17: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Gambar 6.2 menyatakan bahwa debu merupakan bagian yang paling besar dibebaskan ke lingkungan oleh industri.

Meskipun industri memberikan sumbangan pada pencemaran atmosferik yang relatif rendah, namun industri harus dan wajib melakukan penanggulangan pencemaran.

Tabel 6.3 menyatakan emisi tahunan senyawa-senyawa pencemar dari beberapa jenis industri di Amerika Serikat yang dilakukan US-EPA [Ross. 1972; Snell. 1981 ], data yang sejenis untuk industri industri di Indonesia belum dapat disajikan.

Pengendalian pencemaran ini akan mengakibatkan tingkat :a. kesehatan masyarakat yang lebih balk. b. kenyamanan hidup yang lebih tinggi.c. risiko lebih rendah,d. kerusakan materi yang rendah, dane. kerusakan lingkungan lebih rendah atau menurun.

Kendala yang harus dipertimbangkan adalah watak pencemaran itu sendiri. Watak ini bergantung:a. jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, b. kondisi geografis, danc. kondisi meteorologik.

Page 18: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 19: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 20: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Metoda Pengendalian Pencemaran Udara

Pengendalian pencemaran yang dapat dilakukan mencakup: pengendalian pada sumber dan pengenceran, sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi baik untuk lingkungan fisik dan biotik maupun untuk kesehatan manusia.

Pengendalian pencemaran dapat dicapai dengan pengubahan :(a) jenis senyawa pembantu yang digunakan dalam proses, (b) jenis peralatan proses,(c) kondisi operasi, dan(d) keseluruhan proses produksi itu sendiri.

Secara umum penghilangan senyawa pencemar dengan tuntas tidak mungkin diterapkan tanpa pembiayaan vang besar. Metoda pengumpulan senyawa pencemar yang akan memasuki atmosfir adalah metoda yang didasarkan atas pengurangan (reduction) senyawa pencemar.

Berbagai jenis alat pengumpul (collectors) didasarkan atas pengurangan kadar debu saja atau kadar debu dan gas.

Page 21: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Prinsip pengurangan kadar debu dalam aliran gas yang dibebaskan ke lingkungan dipaparkan dalam tabel 6.4 dan prinsip pengurangan kadar debu dan gas secara simultan dituliskan dalam tabel 6.5.

Metoda pemisahan ini diterapkan dalam berbagai rancangan alat pemisah debu dari aliran gas atau udara.

Alat pemisah debu atau pengumpul debu ini dapat dipilah dalam :a. pemisahan secara mekanis,b. pemisahan dengan cara penapisanc. pemisahan dengan cara basah, dan d. pemisahan secara elektrostatik.

Debu ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas (true, apparent, bulk density), daya kohesi, sifat higroskopik dan lain-lain. Variabel ini mengakibatkan bahwa pemilihan alat dan sistem pengendalian pencemaran udara oleh debu dan gas harus sesuai sasaran dan watak kinerja alat juga penilaian ekonomik.

Tabel 6.4 menyatakan watak operasi berbagai alat pemisah debu.

Gambar 6.3 adalah sketsa gravity chamber dan prinsip pemisahan yang diterapkan adalah perbedaan densitas atau gaya gravitasi terhadap massa partikel.

Page 22: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Gambar 6.4 adalah alat pemisah debu yang menggunakan penyekat. Alat ini membutuhkan luas lantai yang lebih kecil daripada gravity chamber.

Gambar 6.5 clan 6.6 menyatakan berbagai jenis siklon kering baik dengan aliran gas secara axial atau tangensial. Efisiensi siklon ini ditentukan oleh rancangan saluran masuk dan pembangkitan vortex di dalam siklon.

Gambar 6.7 dan 6.8 merupakan jenis penapis debu yang dapat bekerja secara manual atau otomatik dalam pembersihan/ pengumpulan debu yang menempel pada kain penapis. Pembersihan ini dapat dilakukan dengan getaran, cincin yang bergerak ke bawah, atau aliran udara-tekan.

Gambar 6.10 adalah gambar suatu pengendap elektrostatik. Pembangkitan arus searah dilakukan pada unit itu sendiri.

Page 23: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 24: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 25: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 26: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 27: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 28: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 29: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 30: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 31: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 32: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 33: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 34: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Gambar 6.11 dan 6.12 menyatakan sketsa pemisah yang dapat menyerap debu dan gas yang terlarut dan merupakan pengembangan unit gravity chamber. Gambar 6.13 dan 6.14 adalah alat pencuci gas yang didasarkan atas penggunaan piringan (plafe, tray) dan packing.

Gambar 6.15 dan 6.16 adalah gambar tentang pencuci venturi dengan aliran gas kotor ke bawah dan ke atas.

Gambar 6.17 adalah pencuci aliran gas dengan aliran melintang terhadap packing yang teratur dan tetap.

Gambar 6.18 menyatakan sketsa pencuci gabungan. Penggunaan alat pengendalian pencemaran di dalam

suatu sistem produksi harus dikaji sesuai dengan watak proses, watak gas yang dibuang, kondisi operasi dan biaya.

Masalah rancangan proses pengendalian merupakan kegiatan yang menentukan dalam pemilihan sistem dan teknologi pengendalian pencemaran udara di dalam industri.

Page 35: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 36: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 37: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 38: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 39: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 40: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 41: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 42: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 43: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Teknologi Pengendalian Pencemaran Udara

Tabel 6.6 adalah tabel penggunaan alat pengendalian pencemaran udara untuk berbagai keadaan fisik senyawa pencemar.

Gambar-gambar 6.19, 6.20 dan 6.21 merupakan contoh penerapan teknologi pengendalian pencemaran dalam suatu plant.

Gambar 6.19 menyatakan penggunaan Pengendap Elektrostatik dan gambar 6.21 menyatakan sistem pengendalian pencemaran yang dihubungkan dengan perolehan kembali senyawa yang memiliki nilai ekonomik.

Page 44: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 45: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 46: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 47: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 48: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 49: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas
Page 50: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

EMISSION CONTROL TECHNOLOGIES FOR COAL-FIRED POWER PLANTS

04/18/23Waste Energy Management

50

Page 51: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Electric power industry Pollutant emissions Control technologies

04/18/23Waste Energy Management

51

Page 52: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Energy Policy Implemention

04/18/23 Waste Energy Management 52

ENERGY SOURCESENERGY

EONOMICACTIVITIES

ENVIRONMENT

POPULATION

Policy Setting

1. Price

2. TechnologyConstraint

Load

Constraint

Constraint

Load

Load

Page 53: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Proses Produksi Spent

Resources

Input Control• Dihemat• Disimpan• Substitusi

Operation Control• House Keeping • Maintenace & Repair

Energi Efisiensi• Teknologi• Harga/Biaya

Waste Treatment

Off ProductsDEFINISI

04/18/23Waste Energy Management

53

Waste/PolutionControl

Page 54: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Electric Power Industry

$250 billion in annual electricity sales in 2002; likely to have annual sales between $250 and $270 billion in 2010 to 2015

Industry operates 16,500 units and 5,700 plants

There are 3,100 electric utilities, 2,800 IPPs, 230 IOUs, and 2,000 publicly owned utilities

The industry employs 362,000 people

04/18/23Waste Energy Management

54

• In the last five years, we have seen industry spend $88 billion in new power plant investments

                                                 

Page 55: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Electricity generation illustration

04/18/23Waste Energy Management

55

Electric Generation in 2002 Historical & Projected Electric Generation

Source: 2002 and historical generation is from EIA’s Annual Energy Review. Projected generation is from EPA’s Integrated Planning Model.

Total Generation = 3,858 billion kWhs

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

1970 1980 1990 2000 2010 2020

Bill

ion

kW

h

Coal

Oil/Gas

Nuclear

Hydro

Other

Page 56: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Emissions of SO2 & NOx illustrations

04/18/23Waste Energy Management

56

NOx Emissions

-

5

10

15

20

25

30

1970 1980 1990 2000 2010 2020

SO2 Emissions

-

5

10

15

20

25

30

35

1970 1980 1990 2000 2010 2020

Source: EPA

Mill

ion

To

ns

Mill

ion

To

ns

Power Sector

Power Sector

Power Sector

Power Sector

All Other SourcesAll Other Sources

Page 57: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Waste Fired Power Plant Reno Nord Plant, Denmark

04/18/23Waste Energy Management

57

Page 58: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Technical & Environmental Data from the Reno Nord Plant, Denmark

04/18/23Waste Energy Management

58

Page 59: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

04/18/23Waste Energy Management

59

Page 60: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Pollutant Reduction

Emissions reductions possible through: Emissions control technologies

Advanced power generation technologies

Power plant upgrading options

Fuel switching

Focus on emissions control technologies

04/18/23Waste Energy Management

60

Page 61: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

NOx Control Technologies

Primary – reduce the NOx produced in the primary combustion zone. Widely used - low NOx burners (LNBs) and

overfire air (OFA)

Secondary - reduce the NOx already present in the flue gas Widely used - reburning, selective non-

catalytic reduction (SNCR), and selective catalytic reduction (SCR)

04/18/23Waste Energy Management

61

Page 62: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Low NOx Burners

Limit NOx formation by delaying complete mixing of fuel and air

Reduced oxygen in primary flame zone

Reduced flame temperature

Reduced residence time at peak temperature

Can provide reductions in excess of 50%

04/18/23Waste Energy Management

62

Page 63: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Overfire Air

5 to 20% of the total combustion air is injected through ports located downstream of the top burner level

Burners operate at lower than normal air-to-fuel ratio resulting in NOx control, OFA added to achieve complete combustion

Can be used with LNB to increase NOx reduction by 10 to 25%

04/18/23Waste Energy Management

63

Page 64: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Reburning

Reburn fuel (natural gas, coal, other fuels) is injected to provide 15-25% of total heat input

>50% NOx reduction, mercury and SO2 reduction

Low capital costs Fuels costs, availability of

adequate residence time Applications: cyclone,

wall, tangential; 33-600 MWe

04/18/23Waste Energy Management

64

Main fuel and air

Reburn zone

Burning zone

Flue gas

Superheaters

Reburn air

Reburn fuel

Main fuel and air

Page 65: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

SNCR

Urea or NH3 injection, generally between 980 to 1150 oC

30 to 60 % NOx reduction

Low capital costs Load following, NH3

slip, performance on larger boilers

Applications: cyclone, wall, tangential; 50-620 MW

04/18/23Waste Energy Management

65

Burning zone

Flue gas

Superheaters

Reagent

Main fuel and air

Page 66: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

SCR

NH3 injection, generally between 350-400 oC

More than 90 % reduction is possible, especially with LNB

Capital intensive, space requirements, NH3 slip, SO3 emissions, catalyst deactivation

Applications: More than 75 boilers;

cyclone, wall, tangential; 122 - 1300 MW

04/18/23Waste Energy Management

66

Page 67: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

SO2 Control Technologies

04/18/23Waste Energy Management

67

L im es tone F orced O xida t ionL im es tone Inhib ited O xida t ionL im eM agnes ium -E nhanced L im eS eaw ate r

W et

L im e S pray D ry ingD uc t S orbent Injec t ionF urnace S orbent Injec t ionC ircula t ing F luid ized B ed

Dry

T hrow aw ay

S od ium S ulf iteM agnes ium O xideS od ium C arbona teA m ine

W et

A ctiva ted C arbon

Dry

Regenerable

Flue G a s D esulfuriza tion

L im es tone Forced O xida t ionL im es tone Inhib ited O xida t ionJe t B ubb ling R eac to rL im eM agnes ium -E nhanced L im eD ua l A lka liS eaw ate r

W et

L im e S pray D ry ingFurnace S orbent Injec t ionL IFA CE conom ize r S orbent Injec t ionD uct S orbent Injec t ionD uct S pray D ry ingC ircula t ing F luid ized B edHypas S orbent Injec t ion

Dry

Once-through

S od ium S ulf iteM agnes ium O xideS od ium C arbona teA m ine

W et

A ctiva ted C arbon

Dry

Regenerable

Flue G a s D esulfuriza tion

Page 68: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Wet Scrubbers

04/18/23Waste Energy Management

68

FGD at Centralia Power Plant

• State-of-the-art is 95% SO2 removal

• 98 GW (33%) of coal-fired units have scrubbers

• We project 115 GW to have scrubbers by 2010 for Title IV and State regs

Page 69: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Lime Spray Drying

State of the art is 90% removal

More than 14 GW of installation

04/18/23Waste Energy Management

69

Flue Gas In

Slurry In

Recycle Tank

Recycle Loop

Disposal

Flue Gas Out

Page 70: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Performance

04/18/23Waste Energy Management

70

50

60

70

100

90

80

Wet Limestone

Spray Drying

1970s 1980s 1990s

MedianDesi

gn S

O2

R

em

oval Effi

ciency

, %

0

Page 71: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Mercury in Coal-fired Boilers

04/18/23Waste Energy Management

71

>2500 °C

Hg°

APCDInletEntrained PM

CO2

H2O

SO2

NOx

HCl N2 Hg

Coal

Mercury Speciation:

300 °F

Hgo, Hg2+ compounds, particulate mercury Hg(p)

Page 72: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Mercury Speciation

In general, speciation depends on:

Coal properties (mercury, chlorine, and ash contents)

Time/temperature profile

Flue gas composition and fly ash characteristics (carbon, calcium, iron, porosity)

Flue gas cleaning conditions

04/18/23Waste Energy Management

72

Page 73: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Mercury Capture in Existing Equipment

Removal in PM Controls Mercury can be adsorbed onto fly ash surfaces;

Hg2+ is more readily adsorbed than Hg0

Mercury can be physically adsorbed at relatively lower temperatures (hot-side ESP vs. cold-side ESP)

Capture in Wet Scrubbers Hg2+ capture depends on solubility of each

compound; Hg0 is insoluble and cannot be captured

Capture enhanced by SCR

04/18/23Waste Energy Management

73

Page 74: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

ICR Data

04/18/23Waste Energy Management

74

0

20

40

60

80

100

Hg

Rem

oval

(%

)

Bituminous

Subbituminous

• Bituminous vs subbituminous

• Hg capture for different coal-control technology combinations correlate with coal chlorine content

Page 75: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Chlorine vs. Mercury Speciation

ICR data for Hg0 at ESP & FF inlet

Hg0 oxidation appears to be independent of chlorine above 100 µg/g

Other important factors Temperature Fly ash

carbon

04/18/23Waste Energy Management

75

0%

20%

40%

60%

80%

100%

10 100 1,000 10,000

Coal Chlorine, ppm dry

%H

g0 a

t PC

D In

let

Cold-side ESP & FF

Hot-side ESP

Page 76: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

SCR and Mercury Interactions

Speciation influences emissions control Ionic Hg2+ is removed easily by wet

scrubbers Volatile elemental Hg0 is difficult to

capture SCR units are being used extensively to

meet current NOx regulations SCR can convert elemental mercury in

coal combustion flue gas into the ionic form field data in Europe and U.S. reflects

increase in Hg2+ across SCR reactor

04/18/23Waste Energy Management

76

Page 77: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

SCR-Mercury R&D

Tested 4 utility plants in the 2001 and 2 in 2002; retested 2 plants in 2002; total of 8 data points

Oxidized mercury increase across SCR: bit. - up to 71%; subbit. - 10% (one data point only)

Removal in PM control and FGD (5 data points) - ~ 85% - 90% Results from repeated tests were consistent with previous data;

impacts of SCR catalyst aging not apparent SCR systems with relatively lower catalyst volumes (space velocity

greater than 3500 hr-1) also showed significant oxidation increases Data gaps: PRB, blends Ongoing EPA bench- and pilot-scale research: HCl provides critical

chlorine source for Hg0 oxidation; NOx has a significant promotional effect; SOx has little effect under the conditions of this study

04/18/23Waste Energy Management

77

Page 78: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

PM Control Technologiesfor Power Plants

Electrostatic precipitators (ESPs)

72% of U.S. coal-fired boilers, total PM up to 99.9%, fine PM 80-95%

Baghouses

14% of U.S. coal-fired boilers, total PM up to 99.9%, fine PM 99-99.8%

04/18/23Waste Energy Management

78

Page 79: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Sometimes a picture is worth a …

04/18/23Waste Energy Management

79

Page 80: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

How Does an ESP Work?

04/18/23Waste Energy Management

80

Corona (Negative polarity)

Particulate Matter (PM)

Discharge Electrode(High Voltage Wire)

Collection Plate (Positive Polarity)

Particle Flow

Charged Particles

Collected ParticlesDust Layer

Page 81: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Emerging Technologies

04/18/23Waste Energy Management

81

Page 82: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Sorbent Injection

The extent of capture depends on:

Sorbent characteristics (particle size distribution, porosity, capacity at different gas temperatures)

Residence time in the flue gas

Type of PM control (FF vs. ESP)

Concentrations of SO3 and other contaminants

04/18/23Waste Energy Management

82

Flue Gas

Ash and Sorbent

Sorbent Injection

ESP or FF

Page 83: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Activated Carbon Injection (ACI)

ACI successfully used to reduce mercury emissions from waste-to-energy facilities. Effort underway to transfer to coal-fired power plants.

Not currently installed at any power plant, but short-term testing suggests it may eventually be able to achieve 90% control for all coal types.

04/18/23Waste Energy Management

83

Activated carbon injection system

Activated carbon storage and feed system

Page 84: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

TEKNIS PERHITUNGAN EMISI GRK

Page 85: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

TEKNIS PERHITUNGAN EMISI GRK

85

3.1 Sumber-sumber Emisi GRKBerdasarkan cakupan lokasi area terjadinya emisi :-Emisi Langsung (Direct Emission)-Emisi Tidak Langsung (Indirect Emission)-Emisi Optional (Optional Emission)

Berdasarkan proses terjadinya emisi :-Stasionery Combustion-Mobile Combustion-Emission Process-Fugitive Emission

Setiap proses produksi memiliki potensi menghasilkan emisi langsung dan tidak langsung dari satu atau lebih dari kategori sumber di atas. Seluruh hasil perhitungan berdasarkan masing-masing kelompok selanjutnya dijumlahkan sebagai emisi GRK total.

Page 86: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Langkah-langkah perhitungan karbon :

Langkah 1

Pengumpulan data penggunaan bahan bakar. Data bisa didapat dari metering data penggunaan, laporan stock bagian logistik ataupun bon pembelian bahan bakar

Langkah 2

Pengumpulan data fuel density, calorific /heating value dan konversikan pada satuan volume, massa atau energy content.

Langkah 3

Estimasi carbon content bahan bakar yang digunakan. Data bisa didapat dari analisis uji laboratorium, data dari pemasok bahan bakar, atau bisa menggunakan nilai default factor.

Langkah 4

Pengumpulan data oxidasi fraction, data bisa didapat dari analisa carbon content, saran ahli atau bisa menggunakan nilai default factor.

Langkah 5

Lakukan pengecekan untuk memastikan semua unit satuan yang akan dihitung semuanya sesuai.

Langkah 6

Lakukan perhitungan estimasi emisi CO2

86

Page 87: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Perhitungan emisi karbon dapat dilakukan dengan persamaan berikut:

E = Produksi emisi CO2 (ton/tahun)

Fuel = Kapasitas bahan bakar (kL atau Ton)Hci = Nilai kalor bahan bakar (HHV), item i (nilai kalor/kg atau persatuan volume)Ci = Kandungan karbon bahan bakar, item i (berat C/nilai kalor)CO2 = Berat molekul CO2

C = Berat atom Karbon

E = Produksi emisi CO2 (ton/tahun)

V = Kapasitas bahan bakar (mscf/tahun atau mgal/tahun) CF = Faktor emisi karbon (ton/mscf atau ton/mgal) 44/12 = Rasio berat molekul CO2 terhadap Karbon

520/T = Ratio temperatur standar terhadap temperatur bahan bakar (°R) P/14.7 = Ratio tekanan standar terhadap tekanan bahan bakar (psia)

Dapat juga menggunakan persamaan berikut (Brithis unit)

87

Page 88: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

HHV = high heating valueMCwet = kandungan air bahan bakar (wet

basis)Mcdry = kandungan air bahan bakar (dry basis)

LHH2O = Kalor laten uap air

H = Fraksi massa hydrogen bahan bakar (dry basis)

Perhitungan nilai HHV dapat menggunakan persamaan berikut:

HHV = (1 – MCwet) x LHV – LHH2O (MCdry + 9H)

Perkiraan jumlah emisi N2O dan CH4 dari proses pembakaran stasioner dapat menggunakan

panduan/nilai default yang diterbitkan oleh berbagai lembaga. Sehingga perhitungan jumlah emisi CH4 dan N2O adalah:

Emisi CH4 (ton CH4/th) = Ek x FECH4

Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Ek x FECH4 x GWPCH4

Emisi N2O (ton N2O /th) = Ek x FEN2O

Emisi N2O (ton CO2 eq/th) = Ek x FEN2O x GWPN2O

Ek = Banyaknya energi yang dikonsumsi (TJ/th)FECH4 = faktor emisi CH4 (ton CH4/th)FEN2O = faktor emisi N2O (ton N2O /th)GWPCH4 = 21CO2

GWPN2O = 310CO2

88

Page 89: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Tabel Nilai default faktor emisi CH4 dan N2O beberapa jenis bahan

bakar non fosil (massa CO2/mmBTU).

Tabel Nilai default emisi CH4 dan N2O pembangkitan listrik menurut jenis

bahan bakar (massa CO2e/mmBTU).

89

Page 90: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Jenis Bahan Bakar

NCV (Net Calorific Value) TJ/kg

MFO 41,02

HSD 42,72

Batu bara 24,0

Gas alam 48,0

Tabel Nilai NCV Bahan bakar yang dirilis pertamina 2003

Bahan BakarNilai default carbon

content (kg/GJ)Crude oil 20Natural Gas Liquids 17.5Motor Gasoline 18.9Aviation Gasoline 19.1Other Kerosene 19.6Gas/.Diesel oil 20.2Residual Fuel oil 21.1Liquified Petroleum Gases 17.2Lubricants 20Anthracite 26.8Coking coal 25.8

Tabel Nilai kandungan karbon bahan bakar, IPCC 2006

90

Page 91: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Kendaraan operasional yaitu semua kendaraan yang dipergunakan oleh pihak industri sebagai bagian dari supporting atau utilitasnya

Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan harus diperhitungkan sebagai bagian dari total emisi industri bersangkutan.

Metode perhitungan emisi pada dasarnya sama dengan metode perhitungan pada mesin-mesin stasioner.

Perhitungan dapat juga menggunakan dengan mendata total penggunaan bahan bakar fosil yang dikonsumsi oleh kendaraan operasional industri dan dikalikan dengan factor emisi CO2 dari masing-masing jenis bahan bakar

Untuk perhitungan emisi N2O dan CH4 dapat menggunakan berbagai nilai default FE (faktor emisi) yang diterbitkan oleh berbagai lembaga internasional

91

3.4 Perhitungan Emisi Dari Kendaraan Operasional

Page 92: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

3.5 Perhitungan Emisi Pembelian Energi Listrik

Seluruh energi listrik yang digunakan oleh industri baja didapat dari pembelian dari pihak ketiga (PLN, dll) dikelompokkan sebagai emisi tidak langsung, dimana produksi emisi CO2 terjadi diluar lokasi industri.

Pada prinsipnya, perhitungan emisi GRK ini sama halnya dengan perhitungan pada mesin-mesin stasioner, namun faktor emisi listrik yang dipergunakan sudah memperhitungkan faktor emisi secara keseluruhan dalam proses pembangkitan listrik

Jumlah emisi dari pembelian/penggunaan listrik:

Emisi, n = PPE x E,rate,n

Emisi, n = Emisi dari sumber GRK, n

PPE = Pembelian Penggunaan Energy listrik (MWh, kWh)

E, rate = Laju produksi emisi dari masing-masing GRK/MWh

92

Page 93: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

PT. PLN (persero) telah menerbitkan faktor emisi untuk produksi listriknya berdasarkan region Jawa, Sumatera dan rata Nasional. Average grid emission factor untuk Indonesia pada tahun 2008 adalah 0,787 kgCO2/kWh, dan target menjadi 0,741 kgCO2/kWh pada tahun 2018.

Untuk pembangkitan listrik Jawa Bali (grid emission factor) 0,798 kgCO2/kWh (2008) ditargetkan turun menjadi 0,744kgCO2/kWh.

Sedangkan untuk pembangkitan listrik di Luar Jawa Bali, grid emission factor berada pada besaran 0,745 kgCO2/kWh (2008) ditargetkan turun

menjadi 0,732kgCO2/kWh sesuai dengan target perbaikan emisi CO2 dari

PLN.

93

Page 94: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Penyelesaian1. Perhitungan emisi langsungA.Perhitungan emisi dari pembakaran bahan bakar (Pada Reheating Furnace

Dari data diketahui : Jumlah penggunaan solar (Q) = 2000 kL = 3.207 x 103 LMassa jenis solar (ρ) = 845 x 10-3 kg/L

-CO2

Dari Tabel :Ci = 20,2 kg/GJHCi = 42,72 TJ/kt CO2 = 44 molecular weightC = 12FOi = 100%

Emisi CO2 = 5347 tCO2

).(

).(2

1 wm

wmn

iiiii C

COFOCHCFuelE

12

44GJ

kg20,2101042,7210845103207 Emisi 63332 kg

ktxktGJ

LkgLCO

94

Page 95: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

Dari Tabel diperoleh :NCV = 42,72 TJ/Gg NCV = 42,72 TJ/Gg x 10-6 Gg/kg

= 42,72 x 10-6 TJ/kgFECH4 = 3 kg/TJ (Faktor emisi CH4 IPCC 2006)FEN2O = 0,6 kg/TJ (Faktor emisi N2O IPCC 2006)

- CH4

Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Ek x FECH4 x GWPCH4 Ek = (Q x ρ x NCV)Ek = (3.207 x 103 L x 845x 10-3 kg/L x 42,72 x 10-6 TJ/kg)Ek = 116 TJEmisi CH4 = 116 TJ x 3 kg/TJ Emisi CH4 = 348 kg CH4

Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = Emisi CH4 x GWPCH4 Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = 348 kg CH4 x 21Emisi CH4 (ton CO2 eq/th) = 7308 kgCO2-eq/th = 7,31 tCO2-eq/th

95

Page 96: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

- N2O Emisi N2O (ton CO2 eq/th) = Ek x FEN2O x GWPN2O Emisi N2O = 116 TJ x 0.6 kg/TJ Emisi N2O = 69,6 kg N2O Emisi N2O(ton CO2 eq/th) = 69,6 kg N2O x 310CO2

Emisi N2O(ton CO2 eq/th) = 21576 kgCO2-eq/th = 21,58 tCO2-eq/th

Total emisi pada pembakaran reheating furnace = emisi CO2 + CH4 + N2O

Total emisi = 8.575 tCO2 + 7,31 tCO2-eq/th + 21,58 tCO2-eq/th

Total emisi = 8.604 tCO2

96

Page 97: BAB-7 Pengolahan Limbah Gas

TERIMA KASIH