BAB 5 Henny

51
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) adalah sebuah rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1980. Pada awalnya rumah sakit ini merupakan sebuah klinik bersalin yang didirikan oleh seorang dokter umum yang berlokasi di jalan Bilal No. 48 Medan dengan luas tanah 600 m². Pada tahun 1982 dengan bertambah banyaknya pasien yang bersalin dan juga pasien yang berobat umum, Yayasan Imelda memperluas lahannya dengan membeli tanah yang berlokasi di jalan Bilal No. 52 Medan seluas 3000 m². Pada tanggal 25 Maret 1983 berdirilah Rumah Sakit Umum Imelda (RSU Imelda) Medan dan mendapat izin sementara sebagai rumah sakit umum. Pada tahun 1985, terjadi perubahan penggunaan lahan yang sudah ada dan Rumah Sakit Umum Imelda Medan pindah ke jalan Bilal No. 24 Medan dengan luas tanah 3244 m², dan mendapat izin Penyelenggaraan dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor YM.02..04.2.2.864 tahun 2003.

Transcript of BAB 5 Henny

Page 1: BAB 5 Henny

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia

(IPI) Medan

Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (RSU IPI) adalah sebuah

rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1980. Pada awalnya rumah sakit ini

merupakan sebuah klinik bersalin yang didirikan oleh seorang dokter umum yang

berlokasi di jalan Bilal No. 48 Medan dengan luas tanah 600 m².

Pada tahun 1982 dengan bertambah banyaknya pasien yang bersalin dan

juga pasien yang berobat umum, Yayasan Imelda memperluas lahannya dengan

membeli tanah yang berlokasi di jalan Bilal No. 52 Medan seluas 3000 m².

Pada tanggal 25 Maret 1983 berdirilah Rumah Sakit Umum Imelda (RSU

Imelda) Medan dan mendapat izin sementara sebagai rumah sakit umum. Pada

tahun 1985, terjadi perubahan penggunaan lahan yang sudah ada dan Rumah Sakit

Umum Imelda Medan pindah ke jalan Bilal No. 24 Medan dengan luas tanah 3244

m², dan mendapat izin Penyelenggaraan dari Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor YM.02..04.2.2.864 tahun 2003.

Pada tanggal 21 Mei 2004 lalu, rumah sakit yang terletak di lokasi

strategis di Medan itu ditetapkan menjadi Rumah Sakit Pekerja (RSP) di Sumatera

Utara dan berubah nama menjadi RUMAH SAKIT UMUM IMELDA PEKERJA

INDONESIA (RSU IPI) Medan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang Klasifikasi Rumah Sakit Umum

Swasta dan sesuai dengan SK Depkes RI No.

OT.01.01.III.3.2.452/Depkes/SK/IV/2008 tanggal 17 april 2008 RSU IPI Medan

diklasifikasikan sebagai rumah sakit umum tingkat utama yang memiliki

pelayanan medik umum, spesialistik, dan subspesialistik.

Page 2: BAB 5 Henny

5.1.2. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan

Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin)

Umur termuda 1 tahun, tertua 63 tahun, sex ratio 100%. Lebih lengkapnya

distribusi proporsi berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel

5.1. berikut ini:

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Kategori Umur

(tahun)

Jenis Kelamin Total

Laki-laki Perempuanf %

f % f %

1 – 8 21 21 15 15 36 369 – 16 7 7 9 9 16 1617 – 24 8 8 12 12 20 2025 – 32 2 2 6 6 8 833 – 40 8 8 7 7 15 1541 – 48 2 2 1 1 3 349 – 56 0 0 0 0 0 057 – 64 2 2 0 0 2 2Total 50 50 50 50 100 100

Dari Tabel 5.1. di atas dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan kelompok umur tertinggi pada kelompok umur 1 - 8 tahun (36%)

dengan proporsi laki-laki 21% dan perempuan 15%, dan terendah pada kelompok

umur 57 - 64 (2%) tahun dengan proporsi laki-laki 2% dan perempuan 0%.

5.1.3. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan Utama

Keluhan utama pasien Demam Tifoid berbeda-beda, tidak semua pasien

datang dengan keluhan utama demam, sehingga keluhan demam tidak semua

tercatat di dalam kartu rekam medik sebagai keluhan utama. Selain keluhan utama

demam, pasien Demam Tifoid juga memiliki keluhan utama muntah, nyeri ulu

Page 3: BAB 5 Henny

hati, diare dan lemas. Untuk lebih jelasnya distribusi proporsi berdasarkan

keluhan utama dapat dilihat pada Tabel 5.2. berikut ini:

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Keluhan Utama di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Keluhan Utama Jumlah

f Proporsi (%)1 Demam 94 942 Muntah 2 23 Nyeri Ulu Hati 2 24 Diare 1 15 Lemas 1 1

Total 100 100

Dari Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa keluhan utama pasien yang mengalami

demam 94 pasien (94%), kemudian muntah dan nyeri ulu hati sebanyak 2 pasien

(2%) dan yang mengalami diare dan lemas hanya 1 pasien (1%).

5.1.4. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Keluhan

Tambahan

Selain keluhan utama pasien Demam Tifoid juga memiliki beberapa

keluhan tambahan. Keluhan tambahan adalah gejala yang menyertai gejala utama

pada pasien Demam Tifoid seperti muntah, mual, diare, dll. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Tabel 5.3. dibawah ini:

Page 4: BAB 5 Henny

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Keluhan Tambahan (n=100)Jumlah

f Proporsi (%)1 Muntah 50 502 Mual 46 463 Diare 29 294 Batuk 28 285 Sakit Kepala 24 246 Tidak Nafsu Makan 20 207 Nyeri Otot dan Sendi 18 188 Nyeri Ulu Hati 17 179 Konstipasi 7 710 Demam 6 611 Lemas 3 312 Lidah Kotor 2 2

Dari Tabel 5.3. di atas dapat dilihat keluhan tambahan yang tertinggi

adalah muntah 50 pasien (50%) kemudian mual 46 pasien (46%), diare 29 pasien

(29%), dan terendah adalah lidah kotor 2 pasien (2%).

5.1.5. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemeriksaan

Fisik

Pada pasien Demam Tifoid dilakukan pemeriksaan fisik yaitu untuk

menemukan tanda klinis penyakit pada pasien Demam Tifoid. Dari data yang

diperoleh dari rekam medik berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan 59 yang

tercatat dan 41 tidak tercatat.

Untuk lebih jelasnya pemeriksaan fisik yang tercatat dapat dilihat pada

Tabel 5.4.

Page 5: BAB 5 Henny

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Pemeriksaan Fisik (n=59)Jumlah

f Proporsi (%)1 Nyeri Tekan Pada Epigastrium 15 25,422 Perut Kembung 13 22,033 Lidah Kotor 7 11,864 Bibir Kering dan Pecah-Pecah 5 8,475 Akral Hangat 4 6,776 Peristaltik Usus ↑ 4 6,777 Peristaltik Usus ↓ 3 5,088 Akral Dingin 3 5,089 Wajah Pucat 2 3,3810 Lemas 2 3,3811 Hepatomegali 1 1,69

Dari Tabel 5.4. di atas dapat dilihat keluhan tambahan tertinggi adalah

nyeri tekan pada epigastrium 15 pasien (25,42%), kemudian perut kembung 13

pasien (22,03%), lidah kotor 7 orang (11,86%), dan terendah hepatomegali 1

pasien (1,69%).

5.6.1. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemeriksaan

Laboratorium

Pemeriksaan darah tepi pada pasien Demam Tifoid dapat berupa

leukopenia, limfositosis, trombositopenia, eosinofilia dan anemia. Dari data yang

diperoleh dari rekam medik berdasarkan pemeriksaan darah tepi, didapatkan 79

yang tercatat dan 21 tidak tercatat.

Untuk lebih jelasnya pemeriksaan darah tepi yang tercatat dapat dilihat

pada Tabel 5.5.

Page 6: BAB 5 Henny

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Pemeriksaan Darah Tepi (n=79)Jumlah

f Proporsi (%)1 Trombositopenia 29 36,72 Anemia 22 27,843 Leukopenia 15 18,984 Eosinofilia 7 8,865 Limfositosis 6 7,59

Dari Tabel 5.5. di atas dapat dilihat pemeriksaan darah tepi tertinggi

trombositopenia 29 pasien (36,7%), anemia 22 pasien (27,84%), leukopenia 15

pasien (18,98%) dan yang terendah limfositosis 6 pasien (7,59%).

5.1.7. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Hasil

Pemeriksaan Serologis

Dari 100 pasien Demam Tifoid berdasarkan hasil pemeriksaan serologis

uji Widal (+) berjumlah 94 pasien (94%), dan uji Widal (-) berjumlah 6 pasien

(6%).

5.1.8. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Status

Komplikasi

Dari 100 pasien Demam Tifoid yang tidak mengalami komplikasi 98

pasien (98%) sedangkan yang mengalami komplikasi hanya 2 pasien (2%).

Didalam rekam medik pasien yang mengalami komplikasi tidak tuliskan jenis

komplikasi yang terjadi.

Page 7: BAB 5 Henny

5.1.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Pemberian

Cairan

Penderita Demam Tifoid harus mendapat cairan yang cukup, cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Tabel 5.6. dibawah ini:

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Pasein Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pemberian Cairan di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Pemberian CairanJumlah

f Proporsi (%)1 RL 98 982 RA 1 13 Dextro 1 1

Total 100 100

Dari Tabel 5.8. di atas dapat dilihat pemberian cairan tertinggi adalah RL

98 pasien (98%), sedangkan RA dan Dextro masing-masing 1 pasien (1%).

5.1.10. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan Jenis

Pengobatan

Pada pasien Demam Tifoid, pemberian obat terdiri dari pengobatan

antibiotik dan simtomatik. Pemberian antibiotik dapat diberikan secara oral dan

parenteral demikian juga dengan pengobatan simtomatik.

Page 8: BAB 5 Henny

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Oral di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Antibiotik (n=100)Jumlah

f Proporsi (%)

1 Sefalosporin Generasi III 33 33

2 Tiamfenikol 30 30

3 Cotrimoksazol 12 12

4 Kloramfenikol 11 11

5Golongan 4-Fluoroquinolon

(Ciprofloxacin)9 9

6 Amoxicilin/Ampisilin 8 8

Dari Tabel 5.7. di atas dapat dilihat pengobatan antibiotik secara oral

tertinggi adalah Sefalosporin Generasi III 33 pasien (33%), kemudian Tiamfenikol

30 pasien (30%), Cotrimoksazol 12 pasien (12%), dan terendah

Amoxicilin/Ampisilin 8 pasien (8%).

Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Pengobatan Antibiotik Secara Parenteral di RSU Imelda Pekerja Indonesia

(IPI) Medan Tahun 2011

Dari 100 data pasien Demam Tifoid berdasarkan pengobatan antibiotik

secara parenteral ssyaitu Sefalosporin Generasi III 28 pasien (28%), dan

Amoxicilin/ Ampisilin sebanyak 1 pasien (1%).

Page 9: BAB 5 Henny

Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Oral di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Obat (n=100)Jumlah

f Proporsi (%)

1 Analgesik - Antipiretik 99 99

2 Antiemetik 75 75

3 Antasid 52 52

4 Vitamin 34 34

5 Mukolitik & Ekspektoran 11 11

6 Antitusif 10 10

7 Elektrolit 9 9

8 Antidiare 9 9

9 Kortikosteroid 9 9

10 Suplemen 7 7

11 Antikonvulsan 3 3

Dari Tabel 5.9. di atas dapat dilihat pengobatan simtomatik secara oral

yang tertinggi adalah Analgesik - Antipiretik 95 pasien (95%), Antiemetik 75

pasien (75%), Antasid 52 pasien dan yang terendah adalah Antikonvulsan 3

pasien (3%).

Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Parenteral di

RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Obat (n=100)Jumlah

f Proporsi (%)

1 Antasid 42 42

2 Analgesik - Antipiretik 41 41

3 Antiemetik 16 16

4 Antikonvulsan 1 1

5 Kortikosteroid 1 1

Page 10: BAB 5 Henny

Dari Tabel 5.10. di atas dapat dilihat bahwa pengobatan simtomatik secara

parenteral yang terbanyak adalah Antasida 42 pasien (42%), Analgesik -

Antipiretik 41 pasien (41%), dan yang terendah adalah Antikonvulsan &

Kortikosteroid 1 pasien (1%).

5.1.11. Lama Rawatan Rata-Rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Lama rawatan merupakan lamanya pasien Demam Tifoid menjalani

perawatan di rumah sakit, dihitung sejak tanggal mulai dirawat sampai dengan

tanggal keluar seperti yang tercatat di kartu status. Untuk lebih lengkapnya dapat

dilihat pada Tabel 5.11. dibawah ini:

Tabel 5.11. Lama Rawatan Rata-Rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Lama Rawatan (Hari)

X 3,87

SD 1,993

Coefisien of Variation 51,49%

Minimum 1

Maksimum 9

Dari Tabel 5.11. di atas dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata pasien

Demam Tifoid adalah 3,87 hari (empat hari), Standar Deviasi (SD) 1,993 dan nilai

Coefficient of Variation = SDX

x 100%sebesar 51,49% yang berarti lama rawatan

rata-rata pasien Demam Tifoid bervariasi, dimana lama rawatan minimum adalah

satu hari dan lama rawatan maksimum adalah sembilan hari.

Untuk penjelasan lebih lengkap karakteristik pasien yang lama rawatan

minimum (satu hari) dapat dilihat pada Tabel 5.12. berikut ini:

Page 11: BAB 5 Henny

Tabel 5.12. Karakteristik Pasien Demam Tifoid yang Lama Rawatan

Hanya Satu Hari Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Karateristik Pasien

1.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

20 tahun

Perempuan

Demam

Mual, muntah, batuk

-

-

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Ranitidine (Antasid), PCT

(Analgesik-Antipiretik), Inj.

Metoklopramide (Antiemetik)

Tidak ada komplikasi

PBJ

2. Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

21 tahun

Perempuan

Demam

Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan,

nyeri ulu hati

Nyeri tekan pada epigastrium

-

Uji Widal (+)

IFVD RL, Inj. Metoklopramide

(Antiemetik), PCT (Analgesik-Antipiretik),

Antasida dan Ranitidine (Antasid)

Tidak ada komplikasi

PAPS

Page 12: BAB 5 Henny

3.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

24 tahun

Perempuan

Demam

Muntah, diare

Wajah pucat, Perut kembung

Anemia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Metoclopromide

(Antiemetik), B comp (Vitamin), Hufadryl

(Antitusif)

Tidak ada komplikasi

PBJ

4.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

10 tahun

Perempuan

Demam

Mual, muntah, diare, batuk

Lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah,

perut kembung

-

Uji Widal (+)

IVFD RL, PCT (Analgesik-Antipiretik),

Curcuma (Suplemen), Hufadon (Antasid)

Tidak ada komplikasi

PBJ

5. Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

22 tahun

Laki-laki

Demam

Mual, sakit kepala

-

Eosinofilia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin

Page 13: BAB 5 Henny

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

(Analgesik-Antipiretik), Neurodex

(Kortikosteroid), Lapixime dan Inj.

Cefotaxime (Sefalosporin G.III), Inj.

Ranitidin (Antasid)

Tidak ada komplikasi

PBJ

6.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

37 tahun

Laki-laki

Demam

-

Lemas, Akral hangat

-

-

IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin

(Analgesik-Antipiretik), Ambroxol

(Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid)

Tidak ada komplikasi

PAPS

7.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Status Komplikasi

Keadaan Sewaktu Pulang

19 tahun

Laki-laki

Demam

Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan,

nyeri ulu hati

Nyeri tekan pada epigastrium

Trombositopenia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Metoclopromide

(Antiemetik), Antasida, OMZ dan Inj.

Ranitidine (Antasid), PCT (Analgesik-

Antipiretik)

Tidak ada komplikasi

PAPS

Page 14: BAB 5 Henny

Dari Tabel 5.11. di atas dapat dilihat bahwa ada sembilan orang dengan

lama rawatan satu hari, dengan umur termuda 10 tahun, tertua 37 tahun.

5.1.12. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang

Keadaan sewaktu pulang merupakan keadaan atau kondisi pasien Demam

Tifoid ketika meninggalkan rumah sakit. Keadaan sewaktu pulang terdiri dari

sembuh klinis, pulang berobat jalan, pulang atas permintaan sendiri dan

meninggal dunia. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.12. dibawah

ini:

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap

Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

No. Keadaan Sewaktu PulangJumlah

f Proporsi (%)1 Sembuh 0 02 Pulang Berobat Jalan (PBJ) 91 913 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) 9 94 Meninggal Dunia 0 0

Total 100 100

Dari Tabel 5.13. di atas dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang yang

terbanyak adalah pasien yang pulang berobat jalan 91 orang (91%), pulang atas

permintaan sendiri 9 orang (9%) sedangkan keadaan sewaktu pulang sembuh dan

meninggal (0%).

Untuk penjelasan lebih lengkap mengenai PAPS dapat dilihat pada Tabel

5.14. berikut ini:

Page 15: BAB 5 Henny

Tabel 5.14. Karateristik Pasien Demam Tifoid yang Keadaan Sewaktu

Pulang PAPS Rawat Inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia

(IPI) Medan Tahun 2011

No. Karateristik Pasien

1.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

8 tahun

Perempuan

Demam

Muntah, diare, konstipasi, tidak nafsu makan

-

-

Uji Widal (+)

IVFD RL, Tiamfenikol, PCT (Analgesik-

Antipiretik), Cotrimoxazole, Zinkid

(Antidiare), Hufadril (Antitusif), Hufavit

(Vitamin), Hufadon (Antasid), Oralit

(Elektrolit)

4 hari

Tidak ada komplikasi

2.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

24 tahun

Perempuan

Demam

Mual, diare, nyeri ulu hati

Nyeri tekan pada epigastrium, peristaltik

usus ↓

Trombositopenia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Ranitidin (Antasid),

Inj. Domperidon (Antiemetik), PCT

(Analgesik-Antipiretik), Cotromoxazole

5 hari

Tidak ada komplikasi

3. Umur 21 tahun

Page 16: BAB 5 Henny

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

Perempuan

Demam

Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan,

nyeri ulu hati

Nyeri tekan pada epigastrium

-

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Metoclopromide

(Antiemetik), PCT (Anlagesik-Antipiretik),

Antasida dan Ranitidin (Antasid)

1 hari

Tidak ada komplikasi

4.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

44 tahun

Perempuan

Demam

Mual, muntah, diare, sakit kepala,

konstipasie, batuk, tidak nafsu makan

Lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah,

Perut kembung

-

-

IVFD RL, Sanmol (Analgesik-Antipiretik),

Bernovolox (Flouroquinolon)

2 hari

Tidak ada komplikasi

5. Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

37 tahun

Laki-laki

Demam

Mual, muntah, sakit kepala, tidak nafsu

makan

-

Anemia

Page 17: BAB 5 Henny

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

Uji Widal (+)

IVFD RL, PCT (Analgesik-Antipiretik),

Antasid, B comp (Vitamin), Domperidone

(Antiemetik), Lapixime dan Inj. Ceftriaxon

(Sefalosporin G.III)

2 hari

Tidak ada komplikasi

6.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

37 tahun

Laki-laki

Demam

-

Lemas, Akral hangat

-

-

IVFD RL, Sanmil dan Inj. Novalgin

(Analgesik-Antipiretik), Ambroxol

(Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid)

1 hari

Tidak ada komplikasi

7. Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

1 tahun

Laki-laki

Diare

Demam, mual, muntah

Peristaltik usus ↑

Anemia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin

(Analgesik-Antipiretik), Inj. Dexamethasone

(Kortikosteroid), San prima

(Cotrimoxazole), Stesolid (Antikonvulsan),

Zinkid (Antidiare), Tiamfenikol

3 hari

Page 18: BAB 5 Henny

Status Komplikasi Tidak ada komplikasi

8.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

37 tahun

Laki-laki

Demam

-

Lemas, akral hangat

-

-

IVFD RL, Sanmol dan Inj. Novalgin

(Analgesik-Antipiretik), Ambroxol

(Mukolitik), OMZ dan Legisil (Antasid)

1 hari

Tidak ada komplikasi

9.

Umur

Jenis Kelamin

Keluhan Utama

Keluhan Tambahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Serologis

Pengobatan

Lama Rawatan

Status Komplikasi

19 tahun

Laki-laki

Demam

Mual, muntah, diare, tidak nafsu makan,

nyeri ulu hati

Nyeri tekan pada epigastrium

Trombositopenia

Uji Widal (+)

IVFD RL, Inj. Metoclopromide

(Antiemetik), Antasida, OMZ dan Inj.

Ranitidine (Antasid), PCT (Analgesik-

Antipiretik)

1 hari

Tidak ada komplikasi

5.1.13. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang

narasi

Page 19: BAB 5 Henny

Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Keadaan

Sewaktu Pulang Berdasarkan Lama Rawatan di RSU Imelda

Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Keadaan

Sewaktu

Pulang

Lama Rawatan (Hari)

Total1 2 3 4 5 6 7 8 9

PBJ 4 18 22 16 13 5 5 6 2 91

PAPS 3 3 1 1 1 0 0 0 0 9

Dari Tabel 5.13. di atas dapat dilihat bahwa keadaan sewaktu pulang

berdasarkan lama rawatan yang tertinggi adalah PBJ dengan lama rawatan 3 hari

22 orang dan terendah lama rawatan 9 hari 2 orang. PAPS dengan lama rawatan

tertinggi 1 dan 2 hari sebanyak 3 orang.

Page 20: BAB 5 Henny

5.2. Pembahasan Penelitian

5.2.1. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Berdasarkan

Sosiodemografi (Umur dan Jenis Kelamin)

Proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan umur dan jenis kelamin yang

dirawat inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan tahun 2011 dapat

dilihat pada gambar 5.1.

1 - 8

9 - 16

17 - 24

25 - 32

33 - 40

41 - 48

49 - 56

57 - 64

25 20 15 10 5 0 5 10 15 20

15

9

12

6

7

1

0

0

21

7

8

2

8

2

0

2

Umur dan Jenis Kelamin

laki-lakiperempuan

Umur

(Tah

un)

Gambar 5.1. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid

Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSU Imelda Pekerja

Indonesia Tahun 2011

Dari gambar 5.1. dapat dilihat proporsi pasien Demam Tifoid pada laki-

laki usia 1 – 8 tahun (21%) lebih tinggi dibanding proporsi pasien Demam Tifoid

Page 21: BAB 5 Henny

pada usia 17 – 24 dan 33 – 40 tahun (8%). Proporsinya mengalami penurunan dari

8 % menjadi 1% pada usia 9 – 16 tahun, dan 6% pada usia 25 – 32 tahun.

Proporsi pada perempuan tertinggi kelompok umur 1 – 8 tahun (15%), dan

mengalami penurunan pada kelompok umur 9 – 16 tahun menjadi 9%. Pada usia

17 – 24 tahun proporsinya mengalami kenaikan 12%. Proporsi pada perempuan

terendah pada usia 41 – 48 tahun (1%).

Proporsi penderita Demam Tifoid baik laki-laki maupun perempuan

tertinggi pada kelompok umur 1 – 8 tahun dan kelompok umur 9 – 16 tahun. ini

menunjukkan bahwa pada usia tersebut adalah usia anak-anak dan remaja yang

rawan terjangkitnya Demam Tifoid. Karena pada usia tersebut adalah usia sekolah

dan biasanya mereka masih menyukai membeli makanan dan minuman di

lingkungan sekolah dan di pinggir jalan yang higienenya tidak dapat dijamin.

Lingkungan tersebut berperan besar dalam penyebaran kuman Salmonella typhi

melalui asupan makanan adan minuman yang terkontaminasi (Musnelina L, 2004

dan Davey P, 2006).

Umur pasien yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan

antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus (Sumarno, 2010). Menurut Juwono

(1999), di daerah endemik insidensi tertinggi didapatkan pada anak-anak dan usia

remaja. Insidensi penyakit ini terjadi pada pasien yang berumur 12-30 tahun

sebesar 70-80%, umur 30-40 tahun sebesar 10-20% dan umur diatas 40 tahun

hanya 5-10%.

Angka kejadian Demam Tifoid tidak berbeda antara laki-laki dan

perempuan (Rampengan, 2008).

5.2.2. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan Utama di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun

2011

Page 22: BAB 5 Henny

Demam Muntah Nyeri Ulu Hati Diare Lemas0

102030405060708090

100 94

2 2 1 1

Keluhan Utama

Prop

orsi

(%)

Gambar 5.2. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Keluhan Utama di RSU Imelda

PekerjaIndonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.2. dapat dilihat bahwa keluhan utama pasien Demam Tifoid

tertinggi adalah demam 94 orang (94%), kemudian mengalami muntah dan nyeri

ulu hati 2 orang (2%), sedangkan diare dan lemas sebanyak 1 orang (1%). Hal ini

menunjukkan bahwa demam merupakan gejala paling sensitif terhadap pasien

Demam Tifoid di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

Demam merupakan gejala utama Demam Tifoid yang terjadi karena

kuman Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan

zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang (Juwono R, 1999).

Biasanya saat masuk rumah sakit didapatkan keluhan utamanya adalah

demam, yang diderita ± 5-7 hari, yang tidak berhasil diobati dengan antipiretika.

Pada minggu pertama, serangan demam dapat mencapai 400C (Widodo D, 2009).

Tidak semua pasien datang dengan keluhan demam, sehingga keluhan

demam tidak semua tercatat di dalam kartu status rekam medik menjadi keluhan

utama.

Hal ini sesuai dengan penelitian Rani. N. F. Nainggolan di Rumah Sakit

Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar (2008) dimana pasien Demam Tifoid

berdasarkan gejala subjektif (symptom) yang terbanyak demam (100%), serta

muntah (38,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr.

Page 23: BAB 5 Henny

Pirngadi Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan keluhan utama

yang terbanyak demam (81%).

5.2.3. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Tahun 2011

Muntah

Mual

Diare

Batuk

Sakit Kepala

Tidak Nafsu Makan

Nyeri Otot dan Sendi

Nyeri Ulu Hati

Konstipasi

Demam

Lemas

Lidah Kotor

0 10 20 30 40 50 60

50

46

29

28

24

20

18

17

7

6

3

2

Keluhan Tambahan

Proporsi (%)

Gambar 5.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Keluhan Tambahan di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Page 24: BAB 5 Henny

Dari gambar 5.3. dapat dilihat bahwa keluhan tambahan pasien Demam

Tifoid tertinggi adalah muntah (50%) dan yang terendah adalah lidah kotor (2%).

Sensitivitas muntah 50% yang menunjukkan dari 100 pasien Demam

Tifoid terdapat 50 orang yang mengalami muntah, sensitivitas mual 46%,

menunjukkan dari 100 pasien Demam Tifoid terdapat 46 orang yang mengalami

mual.

Penampilan demam pada kasus Demam Tifoid mempunyai istilah khusus

yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidus,

kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir

minggu pertama (Sumarno S, 2010).

Pada minggu pertama demam bersifat bertahap makin naik setiap hari,

disertai dengan lemah badan (lesu), malas, nyeri kepala, nyeri otot punggung dan

sendi, perut kembung, konstipasi (kadang-kadang diare), mual, muntah, batuk dan

anoreksia.

Tidak semua pasien datang mengeluhkan demam, sehingga keluhan

demam tidak tecetak didalam kartu rekam medis menjadi keluhan utama dan

keluhan tambahan.

5.2.4. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Tahun 2011

Page 25: BAB 5 Henny

Nyeri Tekan Pada Epigastrium

Perut Kembung

Lidah Kotor

Bibir Kering dan Pecah-Pecah

Akral Hangat

Peristaltik Usus ↑

Peristaltik Usus ↓

Akral Dingin

Wajah Pucat

Lemas

Hepatomegali

0 5 10 15 20 25 30

25.42

22.03

11.86

8.47

6.77

6.77

5.08

5.08

3.38

3.38

1.69

Pemeriksaan Fisik

Proporsi (%)

Gambar 5.4. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pemeriksaan Fisik di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.4. dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan fisik pasien

Demam Tifoid tertinggi adalah nyeri tekan pada epigastrium 15 orang (25,42%),

perut kembung 13 orang (22,03%), dan terendah adalah hepatomegali 1 orang

(1,69%).

Pada minggu pertama, serangan demam dapat mencapai 400C, dengan nadi

antara 80 – 100 per menit denyut lemah. Pernafasan semakin cepat dengan

gambaran bronkitis. Perut kembung dan merasa tidak enak. Pada akhir minggu

pertama diare lebih sering terjadi. Lidah tampak kotor dan berkerak (furred

tounge), berwarna merah di ujung serta bergetar atau tremor (Soedarto, 1990 dan

Zulkoni A, 2010).

5.2.5. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI)

Medan Tahun 2011

Page 26: BAB 5 Henny

Trombositope-nia

Anemia Leukopenia Eosinofilia Limfositosis

% 36.7 27.84 18.98 8.86000000000001

7.59

2.5

7.5

12.5

17.5

22.5

27.5

32.5

37.5

Pemeriksaan Darah Tepi

%

Gambar 5.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pemeriksaan Darah Tepi di RSU Imelda

Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.5. dapat dilihat bahwa hasil pemeriksaan darah tepi pasien

Demam Tifoid tertinggi yaitu trombositopenia 36,7%, dan terendah yaitu

limfositosis 7,59%.

Sensitivitas trombositopenia 36,7% menunjukkan dari 100 orang pasien

Demam Tifoid terdapat 29 orang yang mengalami trombositopenia, sensitivitas

anemia 27,84% menunjukkkan dari 100 orang pasien Demam Tifoid terdapat 22

orang yang mengalami anemia, sensitivitas leukopenia 18,98% menunjukkan dari

100 orang pasien Demam TIfoid terdapat 15 orang yang mengalami leukopenia.

Sensitivitas eosinofilia 8,86% menunjukkan dari 100 orang pasien Demam Tifoid

terdapat 7 orang yang mengalami eosinofilia, dan sensitivitas limfositosis 7,59%

menunjukkan dari 100 orang pasien Demam Tifod terdapat 6 orang yang

mengalami limfositosis.

Pemeriksaan darah tepi pada pasien Demam Tifoid dapat ditemukan

leukopenia, limfositosis, trombositopenia, anemia, eosinofilia. Pada hasil

pemeriksaan darah tepi adanya leukopenia dan limfositosis menjadi dugaan kuat

diagnosis Demam Tifoid (Soegijanto, 2002).

Page 27: BAB 5 Henny

5.2.6. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Hasil Pemeriksaan Serologis di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI)

Medan Tahun 2011

94%

6%

Uji Widal

PositifNegatif

Gambar 5.6. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pemeriksaan Serologis Uji Widal di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.6. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan pemeriksaan serologis uji Widal (+) terdapat 94% dan uji Widal (-)

sebanyak 6%.

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terjadap Salmonella typhi terdapat dalam

serum pasien Demam Tifoid.

Uji Widal (+) pada pasien Demam Tifoid apabila hasil diagnosa

ditemukan titer 1/200, peningkatan titer uji Widal sebanyak 4x (selama 2-3

minggu), jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+)

pada pasien dengan gejala klinis khas, sedangkan uji Widal (-) pada pasien

Demam Tifoid dapat terjadi karena faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien

seperti pengambilan serum terlalu dini, pengobatan antibiotik sebelumnya dan

riwayat vaksinasi (Rampengan, 2008 dan Laurentz, 2007).

Page 28: BAB 5 Henny

Uji Widal sebaiknya tidak hanya satu kali saja dilakukan, melainkan perlu

dilakukan pemeriksaan berikutnya 5 – 7 hari setelah pemeriksaan pertama untuk

melihat kenaikan titer 4 kali sehingga dapat memastikan diagnosa Demam Tidoid.

Di Rumah Sakit ini tidak diketahui kapan dilakukan dilakukan

pemeriksaan pasien Demam Tifoid dengan uji Widal dan berapa kali dilakukan.

Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi

Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan pemeriksaan serologis

uji Widal dengan proporsi terbanyak uji Widal (+) (79%).

5.2.7. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Status Komplikasi di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Tahun 2011

98%

2%

Status Komplikasi

Tidak Ada Komplikasi Ada Komplikasi

Gambar 5.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Status Komplikasi di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.7. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan status komplikasi tertinggi pada yang tidak mengalami komplikasi

(98%) dan yang mengalami komplikasi (2%).

Komplikasi dapat terjadi di dalam usus (intestinal) seperti perdarahan

intestinal dan perforasi usus. komplikasi di luar usus (ekstra-intestinal) seperti

komplikasi kardiovaskular, komplikasi darah, komplikasi paru, komplikasi hepar

Page 29: BAB 5 Henny

dan kandung empedu, komplikasi ginjal, komplikasi tulang, dan komplikasi

neuropsikiatrik (Widodo D, 2009).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Siska Ishalani Hasibuan di

RS Sri Pamela PTPN 3 Tebing Tinggi tahun (2010) dengan desain case series

bahwa proporsi tertinggi pasien Demam Tifoid tanpa komplikasi (94,8%). Hasil

penelitian Rani. N. F. Nainggolan di RS Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang

Siantar tahun 2009 dengan desain case series bahwa proporsi tertinggi Demam

Tifoid tanpa komplikasi (91,5%).

Tidak dapat diketahui komplikasi yang terjadi karena didalam rekam

medik tidak tercatat.

5.2.8. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Pemberian Cairan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan

Tahun 2011

RL RA Dextro0

20

40

60

80

100

120

98

1 1

Terapi Cairan

%

Gambar 5.8. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Terapi Cairan di RSU Imelda Pekerja

Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.8. dapat dilihat bahwa pemberian cairan tertinggi yaitu RL

98 orang (98%), kemudian RA dan Dextro masing-masing 1 orang (1%).

Sebagian besar pasien Demam Tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah

baring, isolasi yang memadai, pemenuhan cairan, nutrisi serta pemberian

antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar

Page 30: BAB 5 Henny

pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan

timbul penyulit dapat dilakukan dengan seksama (Sumarno S, 2010).

Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi

Medan (2011) dimana pasien Demam Tifoid berdasarkan terapi cairan dengan

proporsi terbanyak yaitu RL (88%).

5.2.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Pengobatan di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun

2011

Sefalosporin Generasi III

Tiamfenikol

Cotrimoksazol

Kloramfenikol

Golongan 4-Fluoroquinolon (Ciprofloxacin)

Amoxicilin/Ampisilin

0 5 10 15 20 25 30 35

33

30

12

11

9

8

Antibiotik Oral

Proporsi (%)

Gambar 5.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Oral di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.9. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan pengobatan antibiotik secara oral tertinggi adalah Sefalosporin

Generasi III (33%) dan terendah Amoxicilin/Ampisilin (8%).

Obat untuk Demam Tifoid yang dapat digunakan saat ini adalah:

Kloramfenikol, Tiamfenikol, Cotrimoxazole (Trimethoprim-Sulfamethoxazole),

Ampisilin, Amoxicilin, Sefalosporin generasi III (misalnya: ceftriaxon) dan

Page 31: BAB 5 Henny

Kuinolon golongan 4-Fluoroquinolone (misalnya: Ciprofloxacin, Norvloxacin,

Ofloxacin, Pefloxacin) dan Azithromycine (Soewondo, 2002).

Pemberian antibiotik empiris yang tepat pada pasien Demam Tifoid sangat

penting karena dapat mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian

(Sidabutar S, 2010).

Pemberian cefriaxon (golongan sefalosporin generasi III) sebagai terapi

empiris pada pasien Demam Tifoid secara bermakna dapat mengurangi lama

pengobatan dibandingkan dengan pemberian jangka panjang kloramfenikol.

Perbedaan yang mendasar pada kedua antibiotik ini adalah lama demam turun

lebih cepat sehingga lama terapi lebih singkat, efek samping lebih ringan, dan

angka kekambuhan yang lebih rendah pada penggunaan cefriaxon dibandingkan

dengan kloramfenikol. Cefriaxon terbukti dapat dijadikan sebagai antibiotik

pilihan utama pada kasus multidrug resistant Salmonella typhi (MDRST)

(Sidabutar S, 2010).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD

Dr. Pirngadi Medan tahun (2011) dengan desain case series bahwa proporsi

tertinggi pasien Demam Tifoid dengan pengobatan Sefalosporin Generasi III

(42%).

Sefalosporin Generasi III Amoxicilin/ Ampisilin0

5

10

15

20

25

30 28

1

Antibiotik Parenteral

Gambar 5.10. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pengobatan Antibiotik Secara Parenteral di

RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Page 32: BAB 5 Henny

Dari gambar 5.10. di atas dapat dilihat bahwa pemberian obat antibiotik

secara parenteral pada pasien Demam Tifoid tertinggi adalah Sefalosporin

generasi III 28 orang (28%) dan Amoxicilin/Ampisilin 1 orang (1%).

Strategi terapi untuk anak-anak berbeda dengan dewasa. Fluoroquinolon

secara luas dianggap optimal untuk orang dewasa, karena obat ini tidak boleh

diberikan pada anak karena akan menyebabkan menutupnya lempeng epifisis.

Dan pada anakpun diberikan pilihan berikutnya yaitu sefalosporin, karena

kloramfenikol bukan lagi optimal melainkan alternatif terapi (WHO, 2007).

Analgesik - AntipiretikAntiemetik

AntasidVitamin

Mukolitik & EkspektoranAntitusif Elektrolit Antidiare

Kortikosteroid Suplemen

Antikonvulsan

0 20 40 60 80 100 120

Simtomatik Oral

%

Gambar 5.11. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Oral di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.11. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan pengobatan simtomatik secara oral tertinggi adalah Analgesik -

Antipiretik (95%), diikuti Antiemetik (75%) dan terendah Antikonvulsan (3%).

Analgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri

tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu

tubuh yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa

nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Rasa nyeri hanya

merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-

Page 33: BAB 5 Henny

gangguan di tubuh seperti peradangan, infeksi kuman atau kejang otot.

Berdasarkan keluhan utama demam 94 orang (94%) dan keluhan tambahan demam 4

orang (4%).

Antiemetik adalah zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah.

Berdasarkan keluhan utama muntah 2 orang (2%) dan keluhan tambahan muntah

50 orang (50%) sedangkan mual 46 orang (46%). Antasid adalah zat yang

berfungsi untuk menetralisir asam lambung. Antidiare adalah obat yang diberikan

untuk mengatasi gejala diare. Berdasarkan keluhan tambahan diare 29 orang

(29%).

Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas

dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari

sputum. Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari

saluran napas (ekspetorasi). Antitusif adalah obat yang menekan batuk dengan

mengurangi iritasi lokal di saluran napas batuk dengan meninggikan ambang

rangsang yang dibutuhkan untuk merangsang pusat batuk. Berdasarkan keluhan

tambahan batuk 28 orang (28%).

Antikonvulsan digunakan untuk mencegah kambuhnya kejang dan

mengakhiri aktivitas klinik dan elektrik kejang. Kortikosteroid adalah nama jenis

hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh

organism agar dapat bertahan mengahadapi perubahan lingkungan dan infeksi.

Vitamin adalah bahan utama bagi fungsi tubuh dan kesehatan yang dibutuhkan

dalam jumlah takaran yang lebih sedikit namun memiliki manfaat yang sangat

berguna bagi tubuh.

Suplemen adalah kombinasi dari dua atau lebih vitamin dan zat berkhasiat

sesuai dengan efek terapeutik yang diinginkan. Suplemen bisa berupa gabungan

dari berbagai macam vitamin ataupun zat lain ( non vitamin ) seperti asam amino

maupun sediaan herbal yang memiliki khasiat terapeutik yang sudah dibuktikan

khasiat dan kegunaanya.

Page 34: BAB 5 Henny

010203040

42 41

16

1 1

Simtomatik Parenteral

Prop

orsi

(%)

Gambar 5.12. Diagram Bar Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Pengobatan Simtomatik Secara Parenteral

di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Dari gambar 5.12. dapat dilihat bahwa proporsi pasien Demam Tifoid

berdasarkan pengobatan simptomatik secara injeksi tertinggi Antasid (42%)

diikuti Analgesik - Antipiretik (41%), Antiemetik 16%, Antikonvulsan dan

Kortikosteroid (1%).

Page 35: BAB 5 Henny

5.2.8. Lama Rawatan Rata-rata Pasien Demam Tifoid Rawat Inap di RSU

Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid adalah 3,87 hari (4 hari),

Standar Deviasi (SD) 1,993 dan nilai Coefficient of Variation = SDX

x 100%

sebesar 51,49% yang berarti lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid

bervariasi, dimana lama rawatan minimum adalah 1 hari dan lama rawatan

maksimum adalah 9 hari.

Hal ini sesuai dengan penelitian Hotmauli Sinaga di RSUD Dr. Pirngadi

Medan tahun (2011) bahwa lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid adalah

4,25 hari (4 hari) dan nilai Coefficient of Variation sebesar 61,34 % yang berarti

lama rawatan rata-rata pasien Demam Tifoid bervariasi.

5.2.9. Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat Inap Berdasarkan

Keadaan Sewaktu Pulang

Proporsi pasien Demam Tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang

rawat inap di RSU Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan tahun 2011 dapat dilihat

pada gambar 5.14.

91%

9%

Keadaan Sewaktu Pulang

Pulang Berobat Jalan (PBJ) Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

Gambar 5.14. Diagram Pie Distribusi Proporsi Pasien Demam Tifoid Rawat

Inap Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang di RSU Imelda

Pekerja Indonesia (IPI) Medan Tahun 2011

Page 36: BAB 5 Henny

Berdasarkan gambar 5.14. dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi keadaan

sewaktu pulang pasien Demam Tifoid adalah pulang berobat jalan (91%) dan

yang terendah adalah pulang atas permintaan sendiri (9%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Siska Ishalani Hasibuan di RS Sri Pamela

PTPN 3 Tebing Tinggi tahun (2010) bahwa proporsi tertinggi pasien Demam

Tifoid berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang tertinggi adalah pulang berobat

jalan (97,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rani. N. F.

Nainggolan di RS Tentara TK-IV 01.07.01 Pematang Siantar tahun (2009) dengan

desain case series bahwa proporsi tertinggi keadaan sewaktu pulang adalah pulang

berobat jalan (48,3%).

Page 37: BAB 5 Henny

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

6.1.1 Berdasarkan sosiodemografi umur termuda 1 tahun, umur tertua 64 tahun,

proporsi tertinggi kelompok umur 1 – 8 tahun 36%, dan sex ratio 100%.

6.1.2 Keluhan utama demam 94%, muntah dan nyeri ulu hati 2%, keluhan

tambahan muntah 50%, mual 46%, diare 29% dan terendah lidah kotor

2%. Pemeriksaan fisik nyeri tekan pada epigastrium 25,42%, perut

kembung 22,03% dan terendah hepatomegali 1,69%. Pemeriksaan

serologis uji Widal (+) 94%. Pemeriksaan darah tepi trombositopenia

36,7%, anemia 27,84%, leukopenia 18,98%, eosinofilia 8,86% dan

limfositosis 7,59%.

6.1.3. Tidak ada komplikasi 98%.

6.1.4. Pemberian cairan RL 98%, asering dan dextro 1%.

6.1.5. Pemberian obat antibiotik secara oral adalah Sefalosporin Generasi III

33%, Tiamfenikol 30%, Cotrimosazol 12%, Kloramfenikol 11%,

Golongan 4-Fluoroquinolon (Ciprofloxacin) dan Kortikosteroid 9% dan

Amoxicilin/Ampisilin 8%. Pemberian obat antibiotik secara parenteral

adalah Sefalosporin Generasi III 28% dan Amoxicilin/Ampisilin 1%.

6.1.6. Pemberian obat simtomatik secara oral adalah Analgesik - Antipiretik

95%, Antiemetik 75%, Antasid 52% dan terendah Antikonvulsan 3%.

Pemberian obat simtomatik secara parenteral adalah Antasida 42%,

Analgesik & Antipiretik 41%, Antiemetik 16%, Antikonvulsan dan

Kortikosteroid 1%.

6.1.7. Keadaan sewaktu pulang pada kasus Demam Tifoid PBJ 91% dan PAPS

9%.

6.1.8. Lama rawatan 3,87% (4 hari), dimana lama rawatan minimum 1 hari dan

lama rawatan maksimum 9 hari.

Page 38: BAB 5 Henny

6.2. SARAN

6.2.1 Di harapkan hasil penelitian ini berguna dan bermanfaat untuk ilmu

pengetahuan dan institusi lokasi penelitian.

6.2.2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengatahui faktor-faktor

yang menyebabkan pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS).