BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN … I 2082.8178... · menandatangani Surat Perjanjian...
Transcript of BAB 4 TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN … I 2082.8178... · menandatangani Surat Perjanjian...
72 Universitas Indonesia
BAB 4
TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN PEMBORONGAN
PEKERJAAN UNTUK PELAKSANAAN PEMELIHARAAN JALAN DAN
JEMBATAN MERAUKE
4.1.Kasus Posisi
Pada tanggal 25 Februari 2008, Panitia Pengadaan Barang/Jasa SNVT
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke mengumumkan atau mengundang
para penyedia jasa untuk mengikuti pelelangan pekerjaan. Sesuai dengan data
lelang yang ada, nama paket dan lingkup pelelangan pekerjaan tersebut adalah
“Pemeliharaan Berkala Sota-Erambu-Bupul Tahun Anggaran 2008”.
Kemudian tanggal 29 Februari 2008, Panitia Pengadaan Barang/Jasa SNVT
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke tersebut mengeluarkan daftar
mengenai rincian kuantitas dari harga barang/jasa yang akan dilelangkan.
Proses pelelangan dilakukan dengan pelelangan secara umum dengan
pascakualifikasi dan mereka mendaftarkan diri dan menandatangani pakta
integritas, lalu mengambil dokumen lelang.Para peserta lelang memasukkan
dokumen kualifikasi dan dokumen penawaran kepada Panitia Pengadaan
Barang/Jasa tersebut.
Pada tanggal 5 Maret 2008, Panitia Pengadaan Barang/Jasa SNVT
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke menetapkan Usulan Penetapan
Pemenang Lelang Pekerjaan Paket: Pemeliharaan Berkala Soto-Erambu-Bupul
Tahun Anggaran 2008. Dimana di dalam usulan tersebut terdapat 3 calon
penyedia barang/jasa yang diusulkan oleh panitia tersebut. Berdasarkan hal
tersebut, maka pada tanggal 10 Maret 2008, Kepala Satuan Kerja Non Vertikal
Tertentu Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke menetapkan pemenang
lelang adalah PT. Tunas Jaya. Tanggal 25 Maret dikeluarkan surat Penunjukan
Penyedia Barang/Jasa kepada PT. Tunas Jaya untuk melaksanakan pekerjaan
pemeliharan jalan dan jembatan merauke dengan dana APBN tahun anggaran
2008 sebesar Rp. 9.668.116.000 (Sembilan miliar enam ratus enam puluh
delapan juta seratus enam belas rupiah), oleh Kepala Satuan Kerja Non
Vertikal tertentu Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
73
Universitas Indonesia
Setelah Surat Penunjukan Penyedia Jasa (SPPJ) diterbitkan, Kepala Satuan
Kerja NVT Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Merauke dan PT. Tunas Jaya
menandatangani Surat Perjanjian Kontrak dan Surat Perintah Mulai Kerja
(SPMK) pada tanggal 26 Maret 2008 dengan jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari kalender sejak dikeluarkannya
Surat Perintah Mulai Kerja).
Pada hari ke 218, yakni tanggal 30 Oktober 2008, setelah diadakan
pengecekan pekerjaan oleh pihak Departemen Pekerjaan Umum Merauke,
ditemukan ternyata pekerjaan atas proyek pemeliharaan jalan dan jembatan
Merauke tersebut baru berjalan sekitar 30% (empat puluh persen) dari seluruh
total pekerjaan. Berdasarkan hal tersebut, maka pengguna barang/jasa/pemilik
dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Jacson
Wamafma (Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pemeliharaan Jalan
dan Jembatan Merauke) menyampaikan tiga surat peringatan tertulis secara
berturut-turut kepada PT. Tunas Jaya selaku penyedia barang/jasa atas proyek
tersebut.
Pemilik memanggil PT. Tunas Jaya untuk diadakan Uji Coba Kemampuan
Kontraktor melalui rapat pembuktian (show cause meeting/SCM). SCM
diadakan sebanyak 3 (tiga) kali, yang ketiganya gagal. Kemudian, PT. Tunas
Jaya menyatakan tidak sanggup untuk melakukan pekerjaan atas proyek
tersebut. Hal ini dikarenakan adanya kenaikan harga atas bahan-bahan yang
digunakan dalam proyek itu, sehingga PT. Tunas Jaya sulit sekali untuk
menyelesaikan pekerjaan pemeliharaan itu. Pemilik telah mencoba untuk
meyakinkan PT. Tunas Jaya untuk meneruskan pekerjaannya, namun, tetap
menyatakan tidak sanggup dengan alasan tidak tersedianya dana yang cukup
untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Maka, oleh Pemilik, PT. Tunas Jaya
dianggap telah melakukan wanprestasi karena telah melanggar perjanjian yang
telah mereka sepakati.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
74
Universitas Indonesia
4.2.Akibat hukum dari wanprestasi pada perjanjian pemeliharaan jalan dan
jembatan di Merauke Provinsi Papua (“Perjanjian Pemeliharaan Jalan
dan Jembatan”)
Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan di Merauke merupakan jenis
kontrak konstruksi lump sum. Menurut Pasal 30 ayat (2) Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, kontrak lump sum adalah kontrak pengadaan barang/jasa atas
penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah
harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam
proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia
barang/jasa. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) huruf k Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi, yang dimaksud kontrak lump sum adalah jenis kontrak kerja
konstruksi atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu tertentu,
denan jumlah harga yang pasti dan tetap, dan semua resiko yang mungkin
terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh
penyedia jasa.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan di
Merauke, menyatakan bahwa:
“Membayar kontraktor atas pelaksanaan, penyelesaian dan perbaikan
pekerjaan berdasarkan hasil pengukuran dan Harga Satuan Lump Sum yang
tertera dalam Daftar Kuantitas dan Harga, pada waktu dan dengan cara yang
telah ditentukan dalam Dokumen Kontrak atau dengan harga-harga yang
mungkin ditentukan secara lain berdasarkan ketentuan Kontrak.”
Maka, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan itu merupakan suatu kontrak lump sum. Hal ini dipertegas dalam
Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (2) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan. Dalam Pasal 8 ayat (2) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
dinyatakan bahwa harga satuan dalam kontrak itu adalah harga satuan tetap
dan pasti.
Melihat ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang menyatakan: “Tiap-tiap
perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”,
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
75
Universitas Indonesia
maka perikatan yang lahir dari perjanjian ini, memang dikehendaki untuk
terjadi oleh pihak pertama yakni Pemerintah yang diwakili oleh Jacson
Wamafma (Kepala Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pemeliharaan Jalan
dan Jembatan Merauke) dan pihak kedua PT. Tunas Jaya yang diwakili oleh
Direktur Utamanya Henry Kurniawan. Kedua belah pihak bermaksud supaya
antara mereka berlaku perikatan hukum atas janji yang telah mereka berikan.
Sementara itu sesuai dengan Pasal 1234 KUH Perdata mengenai macam-
macam perikatan, Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan tersebut
merupakan perikatan untuk berbuat sesuatu. Dimana baik pihak pertama
maupun pihak kedua terikat dengan prestasi yang merupakan kewajiban yang
harus dilaksanakan atau dipenuhi.
Untuk mengetahui apakah Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan telah
memenuhi syarat sahnya perjanjian, maka harus dilihat terlebih dahulu apakh
Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan itu telah memenuhi unsur-unsur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut harus bersepakat,
menyetujui hal-hal pokok atau segala sesuatu yang diperjanjikan yang
diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal pada Surat Perjanjian Kontrak Paket
Pemeliharaan Berkala Sota-Erambu-Bupul yang telah ditandatangani oleh
para pihak. Terhadap kesepakatan tersebut, telah diberikan secara bebas,
artinya tidak ada pengaruh dari pihak ketiga dan tidak ada gangguan
berupa paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Dalam perjanjian ini, tidak
ada pihak yang diancam atau ditakuti untuk menyetujui perjanjian ini. Para
pihak juga menyadari tentang hal-hal pokok yang diperjanjikan dan tidak
ada unsur penipuan dari kedua belah pihak.
b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
Para pihak yang membuat perjanjian ini merupakan orang-orang yang
mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau untuk melakukan
perbuatan hukum. Henry Kurniawan sebagai Direktur Utama persero
tersebut telah diberikan kewenangan untuk bertindak untuk dan atas nama
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
76
Universitas Indonesia
PT. Tunas Jaya berdasarkan akta notaris nomor 05 tanggal 12 Desember
2005.
c. Mengenai suatu hal tertentu;
Hal tertentu yang dimaksud adalah bahwa obyek atau prestasi yang
diperjanjikan harus jelas, dapat dihitung, dan dapat ditentukan jenisnya.132
Dalam perjanjian pemeliharaan jembatan dan jalan merauke tersebut telah
disebutkan secara jelas mengenai obyek yang diperjanjikan, yaitu
melaksanakan, menyelesaikan, dan memperbaiki pekerjaaan pemeliharaan
jalan dan jembatan Merauke dengan paket: Pemeliharaan Berkala Sota-
Erambu-Bupul (KM. 90 s/d 190) yang terletak di Kabupaten Merauke
Provinsi Papua.
d. Suatu sebab yang halal.
Sebab (oorzaak atau causa) adalah isi dari perjanjian. Berarti isi dari
perjanjian itu harus halal, tidak bertentangan dengan undang-undang,
norma kesusilaan atau ketertiban umum. Pengertian tidak boleh
bertentangan dengan Undang-undang di sini adalah Undang-undang yang
bersifat melindungi kepentingan umum, sehingga jika dilanggar dapat
membahayakan kepentingan umum133. Isi dari perjanjian pemeliharaan
jalan dan jembatan Merauke tersebut adalah untuk melaksanakan,
menyelesaikan dan memperbaiki pekerjaan berupa pemeliharaan jalan dan
jembatan di Kabupaten Merauke Provinsi Papua adalah halal, tidak
bertentangan dengan Undang-undang, norma kesusilaan atau ketertiban
umum.
Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur
yang merupakan hak dari kreditur untuk melakukan penuntutan terhadap
prestasi tersebut.134 Dalam hal Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan, prestasi yang diperjanjikan adalah PT. Tunas Jaya selaku
132Sri Soesilowati, Hukum Perdata (Suatu Pengantar), cet. 1, (Jakarta: Gitama Jaya, 2005), hal. 143. 133 Ibid, hal. 144. Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Cet. 2, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal. 99. 134 Sri Soesilowati, op. cit., hal. 150.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
77
Universitas Indonesia
Kontraktor (Debitur) akan melaksanakan, menyelesaikan dan
memperbaiki pekerjaan pemeliharaan jalan dan jembatan di Kabupaten
Merauke Provinsi Papua. Namun, PT. Tunas Jaya tidak sanggup
melaksanakan apa yang diperjanjikannya sehingga prestasi hanya dapat
terpenuhi sebagian. Maka, berdasarkan pengertian tersebut diatas, tindakan
PT. Tunas Jaya dapat dikategorikan sebagai wanprestasi.
Timbulnya wanprestasi menyebabkan pihak Kreditur dapat
menuntut si Debitur yang lalai dengan pemenuhan perjanjian atau
pembatalan disertai ganti rugi sesuai dengan perhitungan kerugian yang
diderita oleh Kreditur beserta bunganya. Hal ini dinyatakan dalam Pasal
1267 KUH Perdata yang mengatur bahwa : “Pihak terhadap siapa
perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat
dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian,
ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian
biaya kerugian dan bunga. Terhadap si Debitur yang lalai, terdapat
beberapa tindakan yang dapat dilakukan oleh Kreditur, yaitu:
a. Meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun pelaksanaan atas prestasi
yang diperjanjikan sudah terlambat,
b. Meminta penggantian kerugian saja, yakni kerugian yang diderita
olehnya karena terlambat atau tidak dilaksanakan atau dilaksanakan
tetapi tidak sebagaimana mestinya,
c. Menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian
yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan
perjanjian, dan Kreditur dapat melakukan pembatalan.135
Wanprestasi dapat menimbulkan ganti rugi. Ganti rugi merupakan
sanksi yang dijatuhkan kepada seorang Debitur yang lalai dalam bentuk
membayar sejumlah ganti rugi yang sebenarnya merupakan pengganti atas
prestasi yang tidak dilaksanakannya sehingga menimbulkan kerugian pada
pihak Kreditur. Ganti rugi dapat berupa Biaya, Rugi dan Bunga.136
Namun, penuntutan ganti rugi diberikan pembatasan, seperti yang diatur
135 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. 26, (Jakarta: Intermasa, 1994), hal. 147-148. 136 Ibid., hal. 48.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
78
Universitas Indonesia
dalam Pasal 1247 KUH Perdata yang mengatur bahwa “Si berutang hanya
diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau
sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika
hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang
dilakukan olehnya”. Dan dalam Pasal 1248 KUH Perdata yang mengatur
bahwa “Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu-
daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai
kerugian yang dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang
terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat
langsung dari tak dipenuhinya perikatan”. Berdasarkan kedua pasal
tersebut, ganti rugi hanya meliputi kerugian yang dapat diduga dan yang
merupakan akibat langsung dari wanprestasi.
Pasal 23 huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, menyatakan bahwa wanprestasi dapat
dilakukan baik oleh penyedia barang/jasa (pemborong) maupun pengguna
jasa (pemberi tugas). Bentuk wanprestasi oleh penyedia barang/jasa
(pemborong) adalah:
1. Tidak menyelesaikan tugas atau pekerjaannya
2. Tidak memenuhi mutu
3. Tidak memenuhi kuantitas
4. Tidak menyerahkan hasil pekerjaan
5. Terlambat menyelesaikan pekerjaan.
Bentuk wanprestasi oleh pengguna barang/jasa (pemberi tugas) adalah:
1. Terlambat membayar
2. Tidak membayar
3. Terlambat menyerahkan sarana pelaksanaan pekerjaan.
Terhadap tindakan wanprestasi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa
maupun Pengguna Jasa dapat dilakukan pemutusan kontrak. Berdasarkan
Pasal 35 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bahwa
“Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
79
Universitas Indonesia
dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggungjawabnya sebagaimana
diatur dalam kontrak.”
Mengenai sanksi akibat pemutusan kontrak dalam perjanjian
pemborongan pengadaan barang/jasa, terbagi atas dua, yakni sanksi dalam
pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kelalaian penyedia barang/jasa
dan sanksi pemutusan kontrak yang disebabkan oleh kesalahan pengguna
barang/jasa. Hal ini diatur dalam Pasal 35 ayat (3) dan ayat (5) Keputusan
Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Di dalam Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan, sanksi yang dapat dikenakan kepada Penyedia barang/jasa
(Kontraktor) dalam hal pemutusan kontrak, seperti yang diatur dalam pasal
12 ayat (3) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, yaitu sebagai
berikut:
a. Jaminan pelaksanaan dicairkan/ditarik untuk Pemilik (Pengguna
barang/jasa)
b. Sisa jaminan uang muka dicairkan sekaligus atau sisa uang muka harus
dilunasi sekaligus kepada Pemilik (tidak boleh dicicil)
c. Membayar denda dan ganti rugi. Pengenaan denda diatur:
- apabila kontrak diputus sebelum masa pelaksanaan berakhir
Kontraktor tidak dikenakan denda apapun
- apabila kontrak diputus setelah masa pelaksanaan berakhir, akan
tetapi belum melampaui masa untuk denda maksimum, maka
denda hanya dikenakan sampai waktu pemutusan kontrak
- apabila kontrak diputus setelah masa pengenaan denda maksimum,
maka denda dikenakan maksimum.
d. Kepada kontraktor yang diputus kontraknya dikenakan sanksi
tambahan berupa pengenaan daftar hitam.
Berdasarkan Pasal 35 ayat (5) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah,
jika pemutusan kontrak terjadi karena kesalahan pengguna barang/jasa,
maka dia dapat dikenakan sanksi berupa kewajiban mengganti kerugian
yang menimpa penyedia barang/jasa sesuai yang ditetapkan dalam kontrak
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
80
Universitas Indonesia
dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Maka, ketentuan Pasal
12 ayat (3) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan tersebut telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 35 ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Berkaitan dengan kasus dalam Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan, sebagai akibat dari tidak selesainya pekerjaan yang telah
diperjanjikan, PT. Tunas Jaya mencairkan jaminan pelaksanaan dengan
memberikan surat perintah tertulis kepada Bank Papua (selaku penjamin
pengguna barang/jasa atas sejumlah uang sebagai jaminan pelaksanaan
dari penyedia barang/jasa) untuk membayar ganti rugi kepada Pengguna
Jasa (Pemerintah yang diwakili oleh Jacson Wamafma). Jaminan
pelaksanaan yang ditarik untuk Pengguna barang/jasa (Pemerintah yang
diwakili oleh Jacson Wamafma) adalah sebesar 5% (lima persen) dari Rp.
9.668.116.000 (Sembilan miliar enam ratus enam puluh delapan juta
seratus enambelas ribu rupiah) yang merupakan Nilai kontrak Perjanjian
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan. Jadi jaminan pelaksanaan yang
diserahkan kepada Pengguna barang/jasa adalah sebesar Rp. 483.405.800
(Empat ratus delapan puluh tiga juta empat ratus lima ribu delapan ratus
rupiah).
Hak Kreditur untuk membatalkan perjanjian akibat wanprestasi
diberikan oleh Pasal 1266 KUH Perdata. Menurut ketentuan Pasal 1266
ayat (1) KUH Perdata syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam
perjanjian timbal balik, manakala salah satu pihak mengingkari. Akan
tetapi, pembatalan tersebut harus dimintakan putusan Hakim, hal ini diatur
dalam Pasal 1266 ayat (2) KUH Perdata. Mengenai hal tersebut, dalam
prakteknya, para pihak sering memperjanjikan untuk menyimpangi
ketentuan Pasal 1266 ayat (2) KUH Perdata tersebut.137 Menurut Pasal 35
ayat (7) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, suatu kontrak hanya
dapat dibatalkan apabila para pihak terbukti melakukan KKN, kecurangan, 137 Sri Soesilowati, op. cit., hal. 152.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
81
Universitas Indonesia
dan pemalsuan dalam proses pengadaan maupun pelaksanaan kontrak. Di
dalam Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, para pihak sepakat
untuk mengabaikan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata.138 Hal ini juga
disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan yang menyatakan bahwa untuk kepentingan kontrak tersebut,
kedua belah pihak sepakat untuk mengabaikan Pasal 1266 KUH Perdata.
Pasal 15 ayat (1) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan menyatkan
bahwa keadaan memaksa (force majeure) yaitu keadaan luar biasa yang
terjadi di luar kemampuan dan kesalahan kontraktor, seperti gempa, banjir
besar, dan bencana lain, kebakaran, perang, huru hara, sabutase, dan
keadaan darurat lainnya yang terhadapnya kontraktor tidak mampu
mengubah dan mengambil tindakan-tindakan pencegahan sebelumnya.
Menurut Pasal 35 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
yang dimaksud keadaan kahar (force majeure) adalah hal-hal di luar
kekuasaan para pihak untuk melaksanakan kewajiban yang ditentukan
dalam kontrak yang disebabkan oleh timbulnya perang, pemberontakan
perang saudara, kekacauan dan huru hara, serta bencana alam yang
dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam
kontrak. Berdasarkan hal ini, maka, ketentuan mengenai force majeure
dalam Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan telah memenuhi
ketentuan Pasal 35 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Di
dalam Pasal tersebut, para pihak diberi kebebasan untuk menetapkan
keadaan kahar (force majeure) sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.
Menurut Pasal 15 ayat (3) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan
Jembatan, Kontraktor harus memberitahukan secara tertulis kepada
Pemilik mengenai keadaan memaksa, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kalender setelah keadaan memaksa. Sedangkan Pasal 37 ayat (6) Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi, Penyedia Jasa harus 138 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adrinanda, pada tanggal 22 Desember 2008 pukul 13.20 WIB.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
82
Universitas Indonesia
memberitahukan kepada Pengguna Jasa mengenai keadaan kahar itu
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya keadaan
kahar. Dalam prakteknya, mengenai jangka waktu pemberitahuan tentang
keadaan kahar oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa ditentukan
berdasarkan kesepakatan para pihak.139
Mengenai yang menanggung kerugian akibat keadaan kahar,
menurut Pasal 15 ayat (2) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan,
bagian pekerjaan yang diselesaikan dan diterima baik yang kemudian
rusak oleh keadaan memaksa harus diperbaiki oleh Kontraktor atas biaya
Pemilik. Berdasarkan Pasal 37 ayat (5) Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan
Jasa Konstruksi yang menanggung kerugian akibat keadaan kahar
ditentukan berdasarkan kesepakatan dari para pihak. Maka, ketentuan
dalam Pasal 15 ayat (2) Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 37 ayat (5) Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan
Jasa Konstruksi.
Pasal 12 ayat (2) Perjanjian Pemeliharan Jalan dan Jembatan
menyatakan untuk keterlambatan waktu pelaksanaan, kepada Kontraktor
akan dikenakan denda 1/1000 (satu perseribu) dari Nilai Kontrak untuk
setiap hari kalender keterlambatan terhitung sejak jangka waktu
pelaksanaan Kontrak habis sampai dengan setingi-tingginya 5% (lima
perseratus) dari Nilai Kontrak. Apabila denda keterlambatan sudah
mencapai 5% (lima perseratus) dari Nilai Kontrak, Pemilik dapat
memutuskan Kontrak secara sepihak. Menurut Pasal 48 ayat (1) Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 43/PRT/M/2007 tentang Standar dan
Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi besarnya denda kepada Penyedia
Jasa atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan adalah 1/1000 (satu
perseribu) dari harga kontrak atau bagian kontrak untuk setiap hari
keterlambatan. Dalam prakteknya, apabila pada saat PHO (Professional
Hand Over) ternyata hanya 90% (sembilan puluh persen) fisik pekerjaan 139 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adrinanda, Kasubdit Wilayah Timur, pada tanggal 22 Desember 2008 pukul 13.20 WIB.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
83
Universitas Indonesia
yang selesai, maka Penyedia Jasa (Kontraktor) dikenakan denda 1/1000
(satu perseribu) per hari dari nilai kontrak. Jika denda keterlambatannya
melebihi 5% (lima perseratus) dari Nilai Kontrak, maka Pengguna Jasa
dapat melakukan pemutusan kontrak dan meminta agar jaminan
pelaksanaan dicairkan.140
4.3.Penyelesaian perselisihan/sengketa jasa konstruksi dalam Perjanjian
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan
Yang dimaksud dengan sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi
sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa konstruksi antara para pihak
yang tersebut dalam suatu kontrak kontrak konstruksi.141 Berdasarkan Pasal 36
ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi,
penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu:
1. Melalui pengadilan,
2. Melalui luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui luar pengadilan terbagi atas:
1. Mediasi;
2. Konsiliasi;
3. Arbitrase.
Apabila terjadi suatu sengketa dalam kontrak jasa konstruksi, maka cara
penyelesaian yang diutamakan adalah melalui cara musyawarah. Hal ini sudah
merupakan suatu hal yang lumrah dalam suatu perjanjian/kontrak konstruksi. Para
pihak dalam suatu perjanjian konstruksi lebih memilih untuk menyelesaikan
permasalahan yang timbul di antara mereka secara baik dengan cara mengadakan
pertemuan. Dimana dalam pertemuan tersebut para pihak diperbolehkan untuk
saling memberikan argumen mengenai sengketa tersebut. Penyedia barang/jasa
dan Pengguna barang/jasa diberikan kesempatan yang sama untuk saling
meluruskan permasalahan yang ada. Kemudian berusaha mencari solusi yang
140 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adrinanda, Kasubdit Wilayah Timur, pada tanggal 22 Desember 2008 pukul 13.20 WIB. 141 Nazarkhan Yasin, Mengenal Klaim Konstruksi dan Penyelesaian Sengketa Konstruksi, cet. 2, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 83.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
84
Universitas Indonesia
terbaik atas permasalahan itu, dimana sangat diusahakan agar kedua belah pihak
yang bersengketa tidak ada yang merasa dirugikan.142
Apabila jalan musyawarah yang telah ditempuh oleh para pihak dalam suatu
sengketa kontrak konstruksi tidak menemukan titik terang, maka dapat dilakukan
cara lain, yakni penyelesaian sengketa melalui arbitrase. Dimana terdapat dua
orang panitia arbitrase, yang seorang ditunjuk oleh penyedia barang/jasa
(kontraktor) dan seorang lagi ditunjuk oleh pengguna barang/jasa. Apabila dengan
arbitrase, penyelesaian atas suatu sengketa konstruksi tidak tercapai, maka dapat
ditempuh dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Dalam prakteknya,
para pihak dalam suatu sengketa kontrak konstruksi tidak menginginkan jalan
penyelesaian melalu pengadilan. Hal ini berkaitan dengan nama baik kedua belah
pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, jalan penyelesaian melalui pengadilan
sangat dihindari oleh para pihak yang bersengketa tersebut.143
Berdasarkan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi mengatur bahwa “Pemerintah berwenang untuk
mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan pekerjaan konstruksi
mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan umum.”
Berdasarkan penjelasan dari pasal tersebut, terhadap keamanan dan keselamatan
umum, Pemerintah dapat mengambil tindakan antara lain:
a. Menghentikan sementara pekerjaan konstruksi;
b. Meneruskan pekerjaan dengan syarat tertentu;
c. Menghentikan sebagian pekerjaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 43/PRT/M/2007
tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Buku 2, Bab IV Pasal
33 ayat (2) angka 1 huruf b mengatur bahwa Pengguna Jasa (Pemerintah) dapat
menetapkan pihak ketiga sebagai penyedia jasa yang akan menyelesaikan sisa
pekerjaan atau atas usulan Penyedia Jasa, apabila Penyedia Jasa tidak dapat
melanjutkan pekerjaan yang telah diperjanjikan.
142 Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adrinanda, Kasubdit Wilayah Timur, pada tanggal 22 Desember 2008 pukul 13.20 WIB. 143 Ibid.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009
85
Universitas Indonesia
Sedangkan menurut Pasal 1240 KUH Perdata yang mengatur bahwa “Dalam
pada si berpiutang itu adalah berhak menuntut akan penghapusan segala sesuatu
yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya
dikuasakan oleh Hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah
dibuat tadi atas biaya si berutang, dengan tak mengurangi hak menuntut
penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu.” Dan pasal 1241
KUH Perdata yang mengatur bahwa “Apabila perikatan tidak dilaksanakannya,
maka si berpiutang boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakan
pelaksanaaanya atas biaya si berutang.” Mengenai perjanjian macam inilah
disebutkan bahwa eksekusi riil mungkin dilakukan. Perjanjian untuk berbuat
sesuatu juga secara mudah dapat dijalankan secara riil, asal saja bagi si berpiutang
tidak penting oleh siapa perbuatan itu akan dilakukan.144
Dalam hal kasus dalam Perjanjian Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, para
pihak yang bersengketa menyelesaikan dengan jalan bermusyawarah. Para pihak
berusaha agar keputusan yang dicapai dapat menguntungkan kedua belah pihak.
Pada awalnya, Pemerintah meminta PT. Tunas Jaya untuk menunjuk kontraktor
lain untuk menggantikan posisinya dalam menyelesaikan pekerjaan pemeliharaan
jalan dan jembatan Merauke itu dimana seluruh biaya harus ditanggung oleh PT.
Tunas Jaya. Namun, PT. Tunas Jaya menyatakan bahwa ia tidak sanggup
memenuhi permintaan tersebut dikarenakan tidak memiliki dana lagi. Akhirnya
setelah diadakan musyawarah kembali, Pemerintah mengambil alih Pekerjaan
Pemeliharaan Jalan dan Jembatan itu. Sedangkan PT. Tunas Jaya diminta
membayar ganti rugi berupa jaminan pelaksanaan.
144 R. Subekti, op. cit., hal. 37.
Wanprestasi dalam..., Fauziah Fitri Iskana Pane, FHUI, 2009