BAB 4 TB PKM Sumberjambe

16
24 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Program Kerja TB Puskesmas Sumberjambe memiliki beberapa program kerja TB, yaitu: a. Penjaringan Suspek Pasien TB b. Penemuan Pasien BTA (+) c. Pengobatan dengan OAT d. Evaluasi Konversi e. Evaluasi Kesembuhan Progam kerja tersebut diatas juga didukung oleh Program Kerja Inovatif, diantaranya yaitu: a. Paguyuban TB b. Poli DOTS Berdasarkan program tersebut, pada penjaringan suspek pasien TB dilakukan pemantauan dan pencatatan pada warga yang dicurigai menderita TB di seluruh desa di Kecamatan Sumberjambe. Hal tersebut di lakukan oleh para kader TB yang telah secara sukarela membantu pelaksanaan penjaringan suspek tersebut. Pada penemuan BTA (+), dilihat dari suspek yang telah dilaporkan oleh kader TB. Suspek yang dilaporkan kemudian di periksa dahaknya oleh bagian laboratorium Puskesmas Sumberjambe.

description

m

Transcript of BAB 4 TB PKM Sumberjambe

Page 1: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

24

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Program Kerja TB

Puskesmas Sumberjambe memiliki beberapa program kerja TB, yaitu:

a. Penjaringan Suspek Pasien TB

b. Penemuan Pasien BTA (+)

c. Pengobatan dengan OAT

d. Evaluasi Konversi

e. Evaluasi Kesembuhan

Progam kerja tersebut diatas juga didukung oleh Program Kerja Inovatif,

diantaranya yaitu:

a. Paguyuban TB

b. Poli DOTS

Berdasarkan program tersebut, pada penjaringan suspek pasien TB

dilakukan pemantauan dan pencatatan pada warga yang dicurigai menderita TB di

seluruh desa di Kecamatan Sumberjambe. Hal tersebut di lakukan oleh para kader

TB yang telah secara sukarela membantu pelaksanaan penjaringan suspek

tersebut. Pada penemuan BTA (+), dilihat dari suspek yang telah dilaporkan oleh

kader TB. Suspek yang dilaporkan kemudian di periksa dahaknya oleh bagian

laboratorium Puskesmas Sumberjambe.

Untuk evaluasi konversi, di Puskesmas Sumberjambe melakukan

pemantauan hasil konversi dari tahun ke tahun melalui prosentase dari pasien TB

BTA (+) yang mengalami perubahan menjadi BTA (-) setelah menjalani masa

pengobatan intensif. Hasil konversi ini berguna untuk mengetahui secara cepat

hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan

obat dilakukan dengan benar. Hal ini tentu saja berhubungan dengan program

pengobatan dengan OAT yang dilaksanakan oleh petugas TB di Puskesmas

Sumberjambe. Program kerja inovatif terdiri dari paguyuban TB yang difungsikan

sebagai perkumpulan petugas TB, kader TB, dan penderita TB untuk saling

Page 2: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

25

bertukar informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tuberkulosis, serta

Poli DOTS untuk pelayanan pengobatan dengan OAT.

4.1.2 Data Jumlah Penduduk dan Penderita TB

Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe meningkat dari tahun ke

tahun. Data yang di peroleh yaitu dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe tahun 2012, 2013, dan 2014 dapat

dilihat pada grafik berikut ini.

Grafik 4.1 Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe tahun 2012, 2013, 2014

Dari data di atas dapat ketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan

Sumberjambe mengalami peningkatan. Pada tahun 2012 sebanyak 60.927

penduduk, tahun 2013 sebanyak 61.226 penduduk, dan tahun 2014 sebanyak

61.517 penduduk.

Angka penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe mengalami

penurunan dari tahun 2012 hingga November 2014. Jumlah penderita TB BTA (+)

di Kecamatan Sumberjambe tahun 2012, 2013, November 2014, disajikan dalam

grafik berikut ini.

Page 3: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

26

Grafik 4.2 Jumlah penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun

2012-November 2014

Grafik di atas menunjukkan jumlah penderita TB BTA (+) pada tahun

2012 sebanyak 70 orang, pada tahun 2013 sebanyak 49 orang, pada tahun 2014

hingga bulan November sebanyak 43 orang.

Untuk menilai kemajuan dan keberhasilan penanggulangan TB digunakan

beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu:

a. Angka penemuan pasien baru TB BTA (+)

b. Angka keberhasilan pengobatan.

Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator

Nasional tersebut, yaitu:

a. Angka penjaringan suspek

Page 4: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

27

b. Proporsi pasien TB Paru BTA (+) diantara suspek yang diperiksa

dahaknya

c. Proporsi pasien TB Paru BTA (+) diantara seluruh pasien TB paru

d. Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien

e. Angka notifikasi kasus

f. Angka konversi

g. Angka kesembuhan

h. Angka kesalahan laboratorium

Tabel 4.1 Hasil program kerja TB Puskesmas Sumberjambe berdasarkan indikator

penanggulangan TB nasional

Indikator 2012 2013 2014

Angka penjaringan suspek 965 955 897

Proporsi pasien TB Paru BTA (+) diantara suspek yang

diperiksa dahaknya

11,9% 8,3% 7,7%

Proporsi pasien TB Paru BTA (+) diantara seluruh

pasien TB paru

97% 92% 97%

Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien 5,6% 2,7% 6,6%

Angka notifikasi kasus 144,4 119,2 73,1

Angka konversi 97% 100% 88,3%

Angka kesembuhan 90% 97,9% 18,6%

Angka kesalahan laboratorium 5,2% 4,3% 4,5%

Angka penemuan pasien baru TB BTA (+) 112% 78% 67%

Angka keberhasilan pengobatan 90% 97% 18,6%

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa indikator program TB di

Puskesmas Sumberjambe sudah mencapai indikator nasional pada tahun 2012

sampai dengan bulan November 2014. Hal ini sesuai dengan pedoman nasional

penanggulangan Tuberkulosis tahun 2008. Pada data di atas, angka penjaringan

suspek dan proporsi pasien TB paru BTA (+) diantara suspek yang diperiksa

dahaknya terjadi penurunan dari tahun 2012–November 2014. Namun, beberapa

Page 5: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

28

angka pada tahun 2014 tidak bisa mencapai indikator program nasional, hal ini

dikarenakan penghitungan hanya sampai bulan November 2014, diantaranya

angka kesembuhan dan angka keberhasilan pengobatan.

4.1.3 Prioritas Masalah Daya Ungkit

Berdasarkan beberapa program kerja TB di puskesmas Sumberjambe,

maka dilakukan penentuan prioritas masalah dengan metode CARL, dengan

hasilnya adalah sebagai berikut.

Tabel 4.2 Hasil Skor Metode CARL

Masalah C A R L Nilai Rank

1. Penjaringan Suspek 4 4 3 5 240 1

2. Penemuan BTA(+) 2 3 2 2 24 2

3. Pengobatan dengan OAT 2 2 2 2 16 3

4. Evaluasi Konversi 1 2 2 2 8 4

5. Evaluasi Kesembuhan 2 1 1 1 2 5

6. Paguyuban TB 2 1 1 1 2 6

7. Poli DOTS 1 1 1 1 1 7

Keterangan skor:1 = Sangat tidak bermasalah.2 = Tidak bermasalah.3 = Cukup bermasalah.4 = Bermasalah.5 = Sangat bermasalah (mutlak)

Dari hasil skor di atas dapat diketahui bahwa urutan prioritas pertama

masalah adalah penjaringan suspek, kemudian untuk urutan kedua adalah

Page 6: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

29

penemuan BTA (+). Hal tersebut di dasarkan pada masalah–masalah yang ada.

Untuk penjabaran setiap masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Penjaringan Suspek

Capability: Ketersediaan sumber daya kurang. Hal ini dapat dilihat dari

dana dan sarana. Penjaringan suspek dilakukan oleh para kader TB di

tiap desa di Kecamatan Sumberjambe, dimana tidak ada dana dan

sarana untuk para kader. Tidak ada dana dilihat dari tidak adanya

hadiah ataupun semacamnya jika kader tersebut berhasil melakukan

penjaringan suspek dan penderita dinyatakan sembuh. Untuk sarana

para kader hanya menggunakan kendaraan pribadi untuk kebutuhan

operasional. Hal tersebut terjadi karena kader merupakan sukeralewan.

Selain itu, tenaga kesehatan juga berperan dalam hal pengambilan

dahak serta pemeriksaan pasien sebelum dahak dibawa ke laboratorium,

dalam kenyataannya tidak semua tenaga kesehatan melakukan hal

tersebut, tetapi kadang – kadang dahak yang di ambil diperiksa oleh

kader TB yang mana belum tentu dahak tersebut kualitasnya bagus.

Accessability: Akses para kader TB untuk menjangkau dan menjaring

supek mungkin tergolong mudah, tetapi jika dilihat dari jumlah

penduduk di Kecamatan Sumberjambe yang tinggi serta meningkat dari

tahun ke tahun maka untuk jumlah kader TB tergolong sangat kurang.

Jumlah kader tahun 2012 sampai bulan November 2014 tetap sama

yaitu sebanyak 13 orang yang terbagi ke 9 desa di Kecamatan

Sumberjambe, maka dapat diketahui bahwa tiap desa terdapat 1 – 2

kader TB. Untuk tenaga kesehatan, dalam hal pengambilan dahak

pasien, memiliki tugas untuk melihat kualitas dahak tersebut, tetapi

karena jumlah serta pekerjaan lain tenaga kesehatan tersebut, maka hal

ini dirasa kurang.

Readiness: Kesiapan maupun keahlian dalam hal tenaga dinilai cukup

bermasalah. Hal ini dapat dilihat dari pengatahuan para kader. Para

kader memperoleh pengetahuan dari pelatihan yang diadakan oleh

paguyuban TB di Puskesmas Sumberjambe. Pelatihan ini diadakan

Page 7: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

30

hanya 6 bulan sekali, padahal dahulu diadakan 3 bulan sekali, hal ini

dikarenakan kurangnya dana untuk pelatihan tersebut. Kesiapan dan

pengetahuan kader maupun tenaga kesehatan dalam kualitas dahak

kurang cukup bagus, hal ini dapat dilihat dari dahak yang diperiksakan

tidak memenuhi syarat menurut analis laboratorium Puskesmas

Sumberjambe.

Selain itu, masyarakat sebagai obyek dalam hal penjaringan suspek

kurang berperan, dalam hal ini dapat diliat dari kurangnya kesadaran

masyarakat mengenai kesehatan, seperti contohnya: masyarakat yang

batuk lama mengira bahwa itu hanya batuk biasa dan tidak

memeriksakan diri kepada tenaga kesehatan.

Leverage: Sudah sangat jelas bahwa pelaksanaan penjaringan suspek

berhubungan dengan program lainnya sepeti penemuan BTA (+).

Semakin bermasalah maka untuk program lainnya juga bermasalah.

2. Penemuan BTA (+)

Capability: Ketersediaan sumber daya dinilai cukup. Hal ini dapat

dilihat dari adanya dana untuk laboratorium di Puskesmas

Sumberjambe yang berasal dari Dinas Kesehatan dan Global fund.

Selain itu untuk sarana juga cukup, dilihat dari tersedianya mikroskop

yang berjumlah 3 buah, dan kelengkapan bahan untuk pemeriksaan,

namun masih ada kekurangan yaitu alat pengering slide yang rusak.

Accessability: Penemuan BTA (+) dilakukan oleh petugas analis

laboratorium, dalam ini dinilai agak sedikit bermasalah, hal ini dapat

dilihat dari jumlah analis yang berjumlah 1 orang yang mana analis

tersebut merangkap sebagai analis untuk pemeriksaan laboratorium

yang lain disamping untuk penemuan BTA(+) juga.

Readiness: Kesiapan serta pengetahuan analis tentang pemeriksaan

BTA(+) dinilai cukup, hal ini dapat dilihat dari angka error rate yang

berkisar 5%, dimana angka ini masih dalam taraf normal sebagai

indikator penganggulangan penyakit TB.

Page 8: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

31

Leverage: Penemuan BTA (+) yang akurat akan berdampak penting

pada program-program selanjutnya, seperti pengobatan dengan OAT

serta angka kesembuhan.

Dari penjabaran diatas, terdapat beberapa point masalah, yang dapat

diprioritaskan lagi menggunakan metode CARL, diantaranya:

Tabel 4.3 Hasil Skor Metode CARL

No. Masalah C A R L Nilai Rank

1. Kader TB 3 4 4 5 240 1

2. Tenaga Kesehatan 3 2 4 5 125 2

3. Kualitas Dahak 4 4 2 3 96 3

4. Masyarakat 2 2 2 2 16 4

5. Dana 1 2 1 3 6 5

6. Analis Lab 1 1 1 2 2 6

7. Laboratorium 1 1 1 1 1 7

Keterangan skor:1 = Sangat tidak bermasalah.2 = Tidak bermasalah.3 = Cukup bermasalah.4 = Bermasalah.5 = Sangat bermasalah (mutlak)

Dari hasil skor CARL di atas dapat diketahui bahwa kader TB menjadi

urutan pertama pada prioritas masalah, dimana peran kader TB sangat penting

dalam penjaringan suspek. Kader TB berperan sebagai langkah awal dalam

penjaringan suspek, sehingga mempengaruhi masalah lainnya.

4.2 Pembahasan

Page 9: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

32

Dengan bertambahnya jumlah penduduk, diharapkan untuk penjaringan

suspek pasien TB meningkat di Kecamatan Sumberjambe. Namun berdasarkan

data, dapat diketahui terjadi penurunan jumlah penemuan suspek BTA (+). Hal

ini jelas berkaitan dengan program kerja TB di Puskesmas Sumberjambe yang

memiliki daya ungkit yang berpengaruh terhadap penurunan jumlah penemuan

pasien dengan BTA (+) tersebut.

Kedua program yang dinilai mempunyai daya ungkit besar dari Program

Kerja TB Puskesmas Sumberjambe yaitu:

1. Penjaringan Suspek Pasien TB

2. Penemuan Pasien BTA (+)

4.2.1 Penjaringan suspek

Program penjaringan suspek memegang peranan penting dalam penurunan

jumlah penemuan BTA (+). Dana serta sarana yang tidak memadai menyebabkan

ketidak efektifan program ini. Penjaringan suspek dilakukan oleh kader TB,

sebagaimana yang kita tahu bahwa kader adalah sukarelawan sehingga dapat

dimaklumi dengan tidak adanya dana ataupun sarana yang memadai. Tetapi

sebenarnya hadiah ataupun semacamnya itu mungkin dinilai cukup penting karena

dapat memberikan motivasi bagi para kader tersebut. Selain itu pelatihan yang

rutin juga penting bagi para kader untuk mengingat kembali pengetahuan yang

mungkin sudah pernah diberikan. Tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena

pelatihan yang diadakan paguyuban TB di puskesmas Sumberjambe diadakan

hanya 6 bulan sekali, padahal dulunya diadakan 3 bulan sekali, hal ini terjadi

karena kurangnya dana menurut koordinator program kerja TB di Puskesmas

Sumberjambe.

Penjaringan suspek juga berkaitan dengan banyaknya jumlah kader yang

ada, karena dalam hal ini kader TB memegang kunci penting dalam penemuan

BTA (+). Di puskesmas Sumberjambe hanya terdapat 13 kader TB yang di bagi

ke 9 desa di Kecamatan Sumberjambe. Jumlah ini adalah sangat sedikit

dibandingkan dengan jumlah seluruh penduduk Kecamatan Sumberjambe yang

meningkat dari tahun ke tahun. Dengan jumlah kader TB yang sedikit maka dapat

diketahui bahwa cakupan ataupun jangkauan dalam rangka penjaringan suspek TB

Page 10: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

33

di nilai sangat kurang, karena dimungkinkan masih banyak penduduk Kecamatan

Sumberjambe yang tidak terjaring dalam penjaringan suspek tersebut. Biaya untuk

operasional seperti misalnya untuk bahan bakar kendaraan dan sebagainya dinilai

kurang karena dilakukan dengan biaya sendiri, padahal kader tersebut harus

mencakup dan menjangkau seluruh penduduk di satu desa.

Kualitas dahak juga sangat berpengaruh pada hasil penemuan BTA (+).

Hal ini dapat dilihat dari kualitas tenaga kesehatan yang melihat kualitas dahak

tersebut bersama dengan kader TB. Dahak yang bagus adalah dahak yang kental,

tetapi mungkin dahak yang diambil adalah dahak yang tidak kental dan hanya air

liur saja, tentu saja hal itu berpengaruh pada hasil penemuan BTA(+).

Di sisi lain, kita juga bisa melihat dari segi sasarannya, dalam hal ini

adalah masyarakat. Suatu keberhasilan program tidak lepas dari peran masyarakat.

Masyarakat ikut serta dalam pemberian dahak. Namun dalam kenyataannya,

sebagian besar masyarakat masih belum mengerti. Jika masyarakat bisa mengerti

tentang penyakit TB kemudian mengerti apa yang di nasihati oleh tenaga

kesehatan, maka akan tercipta kerja sama yang baik, tetapi jika kurang maka tidak

bisa berjalan dengan baik. Masyarakat yang awam tentang penyakit TB perlu

diberikan pengetahuan tentang penyakit TB, dalam hal ini tenaga kesehatan

berperan dalam pemberian pengetahuan tersebut.

4.2.2 Penemuan pasien TB BTA (+)

Pada program ini, laboratorium memiliki peran besar dalam penemuan TB

BTA (+), dimana laboratorium berfungsi untuk pengambilan dahak, pembuatan

sediaan dahak sampai fiksasi sediaan dahak untuk pemeriksaan TB, serta

pembacaan sediaan. Selain itu laboratorium memiliki peran untuk memastikan

semua tersangka pasien melalui pembacaan sediaan.

Laboratorium bertanggung jawab memastikan semua kegiatan

laboratorium TB berjalan sesuai prosedur tetap, termasuk mutu kegiatan dan

kelangsungan sarana yang diperlukan. Puskesmas Sumberjambe memiliki

laboratorium untuk menunjang program kerja tersebut. Kualitas laboratorium di

Puskesmas Sumberjambe dinilai cukup bagus, karena didukung dari dana yang

ada serta petugas analis yang sudah tersedia. Walaupun demikian, petugas analis

Page 11: BAB 4 TB PKM Sumberjambe

34

yang hanya satu dan merangkap sebagai petugas pemeriksaan laboratorium

lainnya dirasa kurang. Jika ada petugas analis khusus TB, maka akan lebih fokus,

walaupun itu tidak menjadi suatu masalah yang berat. Selain itu kualitas yang

cukup bagus dari laboratorium di puskesmas Sumberjambe dapat dilihat dari eror

rate yang berkisar 5% dimana angka tersebut masih dalam batas standar indikator

program penanggulangan TB nasional.