Bab 4, hal 1 4

4
Statistik Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2013 Dinas Kehutanan Kabupaten Blora IV-1 REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (RHL) Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 41, rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan : reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Didalam PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan. Kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional sedangkan kegiatan rehabilitasi di luar kawasan hutan dilakukan di semua lahan kritis. Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Kerusakan sumberdaya hutan yang terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya hutan secara berlebihan yang menyebabkan banjir, tanah longsor, kekeringan. Berdasarkan data lahan kritis di Kabupaten Blora pada tahun 2012 tercatat seluas 8.401,045 Ha. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus akan menyebabkan lahan kritis di Kabupaten Blora semakin luas dan tidak terkendali. Untuk itu diperlukan penanganan lahan kritis secara komprehensif yang melibatkan peran serta berbagai pihak. Kegiatan RHL dari sumber dana perimbangan daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi harus dilaksanakan ketika eksplorasi hutan dan lahan tidak memperhatikan aspek lingkungan, sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilaksanakan Dinas Kehutanan Kabupaten Blora dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima dari Pemerintah Pusat untuk Bidang Kehutanan. LAHAN KRITIS Lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktifitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem daerah aliran sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal. Sehubungan kriteria tersebut di atas, luas lahan kritis Kabupaten Blora pada Tahun 2013 adalah seluas ± 8.76,045 Ha yang terdiri dari : Kritis : 485,830 Ha Agak Kritis : 3.510,125 Ha Potensial Kritis : 4.080,090 Ha

Transcript of Bab 4, hal 1 4

Page 1: Bab 4, hal 1 4

Statistik Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2013

Dinas Kehutanan Kabupaten Blora IV-1

REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (RHL)

Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) adalah upaya memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 41, rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan : reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif. Didalam PP Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dapat dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan. Kegiatan rehabilitasi di dalam kawasan hutan dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional sedangkan kegiatan rehabilitasi di luar kawasan hutan dilakukan di semua lahan kritis. Rehabilitasi hutan dan lahan diprioritaskan pada lahan kritis, terutama yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai. Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Kerusakan sumberdaya hutan yang terjadi sebagai akibat pemanfaatan sumberdaya hutan secara berlebihan yang menyebabkan banjir, tanah longsor, kekeringan. Berdasarkan data lahan kritis di Kabupaten Blora pada tahun 2012 tercatat seluas 8.401,045 Ha. Keadaan ini apabila dibiarkan terus menerus akan menyebabkan lahan kritis di Kabupaten Blora semakin luas dan tidak terkendali. Untuk itu diperlukan penanganan lahan kritis secara komprehensif yang melibatkan peran serta berbagai pihak. Kegiatan RHL dari sumber dana perimbangan daerah dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi harus dilaksanakan ketika eksplorasi hutan dan lahan tidak memperhatikan aspek lingkungan, sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang dilaksanakan Dinas Kehutanan Kabupaten Blora dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diterima dari Pemerintah Pusat untuk Bidang Kehutanan.

LAHAN KRITIS

Lahan kritis adalah hutan dan lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai media pengatur tata air dan unsur produktifitas lahan sehingga menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem daerah aliran sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Penetapan lahan kritis mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal. Sehubungan kriteria tersebut di atas, luas lahan kritis Kabupaten Blora pada Tahun 2013 adalah seluas ± 8.76,045 Ha yang terdiri dari :

Kritis : 485,830 Ha Agak Kritis : 3.510,125 Ha Potensial Kritis : 4.080,090 Ha

Page 2: Bab 4, hal 1 4

Statistik Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2013

Dinas Kehutanan Kabupaten Blora IV-2

R e b o i s a s i

Reboisasi adalah upaya penanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong, alang-alang atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. Reboisasi dilaksanakan di dalam kawasan ; hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Kegiatan reboisasi di dalam kawasan hutan lindung bertujuan untuk memulihkan fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Reboisasi di dalam kawasan hutan produksi ditujukan untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan produksi. Reboisasi di dalam kawasan htuan konservasi ditujukan untuk pembinaan habitat dan peningkatan keanekaragaman hayati. Reboisasi atau rehabilitasi hutan bertujuan untuk menghutankan kembali kawasan hutan yang kritis di wilayah daerah aliran sungai (DAS) yang dilaksanakan bersama masyarakat secara partisipatif dalam periode 8 (delapan) tahun terakhir sejak Tahun 2006 sampai dengan tahun 2013. Penanganan lahan kritis di dalam kawasan hutan di Kabupaten Blora sepenuhnya dilakukan oleh Perum Perhutani selaku pemegang konsesi hutan di pulau Jawa. Kegiatan reboisasi ini dilakukan oleh tujuh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) yang memiliki areal dalam wilayah administratif Kabupaten Blora.

Penghijauan

Kegiatan penghijauan adalah upaya merehabilitasi lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan tanam menanam dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai unsur produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik serta upaya mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Pelaksanaan kegiatan penghijauan dilaksanakan kegiatan–kegiatan sebagai berikut :

1. Pembangunan Hutan / Kebun Rakyat Kegiatan diarahkan pada lahan masyarakat yang telah terdegradasi di luar kawasan hutan dengan pengadaan bibit tananaman kehutanan dan tanaman jenis serba guna atau MPTS (Multi Purpose Tree Species), buah-buahan dan tanaman penghasil kayu bakar merupakan tanaman utama. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memfasilitasi peningkatan ekonomi masyarakat setempat, produksi hutan rakyat yang lestari dengan tetap meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi lingkungan.

2. Pembangunan Kebun Bibit Desa (KBD).

Kebun Bibit Desa adalah unit persemaian yang tidak permanen berupa kebun pembibitan jenis tanaman penghijauan yang dibuat oleh kelompok tani di sekitar desa

3. Pengkayaan/ Pemeliharaan Tanaman berupa Pengkayaan Tanaman dan Pemeliharaan Tanaman Hutan.

4. Bangunan Konservasi Tanah berupa DAM Penahan/ Dam Pengendali/ Pembangunan Sumur Resapan.

Dam Penahan Tujuan bangunan Dam Penahan sebagai penampung erosi : - Terkendalinya erosi di bagian hilir. - Sebagai upaya penanggulangan laju erosi. - Terkendalinya banjir di bagian bawah / hilir.

Sumur Resapan merupakan teknik konservasi air berupa bangunan yang dibuat dengan menyerupai bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan

Tujuan sumur resapan : - Memberikan imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam tanah. - Mengurangi aliran permukaan sehingga dapat mencegah/mengurangi terjadinya banjir dan

genangan air. - Sebagai upaya penanggulangan laju erosi. - Terkendalinya banjir di bagian bawah / hilir. yang jatuh dari atas atap rumah atau daerah kedap

air dan meresapkannya ke dalam tanah.

Page 3: Bab 4, hal 1 4

Statistik Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2013

Dinas Kehutanan Kabupaten Blora IV-3

Dam Pengendali adalah bendungan kecil yang dapat menampung air (tidak lolos air), dengan konstruksi urugan tanah, urugan tanah dengan lapisan kedap air atau konstruksi beton (tipe busur) untuk mengendalikan erosi dan banjir dan dibuat pada alur jurang/ sungai kecil, dengan tinggi maksimum 8 m. Manfaat dari Dam Pengendali antara lain dapat mengendalikan endapan aliran air yang ada di permukaan tanah yang berasal dari daerah tangkapan air di bagian hulunya, dan berfungsi sebagai sumber air bagi masyarakat dan irigasi.

Pembangunan Gully Plug adalah suatu konservasi tanah teknik sipil yang berfungsi sebagai pengendali jurang berupa bendungan kecil yang lolos air yang dibuat pada parit-parit melintang alur dengan konstruksi bronjong batu, kayu/ bambu atau pemasangan batu spesi.

5. Penghijauan Lingkungan

PENGEMBANGAN HUTAN RAKYAT

Hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 Ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50 % dan/atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per- hektar. Pelaksanaan usaha hutan rakyat dilakukan melalui unit-unit usaha. Satu unit usaha merupakan unit pengelolaan usaha hutan rakyat yang terdiri dari beberapa kelompok tani dengan luas minimal 900 Ha. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya di luar kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat. Sejak tahun 1997 pemerintah telah memfasilitasi pembangunan hutan rakyat melalui Kredit Usaha Hutan Rakyat (KUHR) yang sekaligus mempercepat penanganan lahan kritis sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN LAHAN (GNRHL)

GNRHL merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong sebagai komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Sejak tahun 2008 kegiatan GNRHL, sudah tidak dilaksanakan lagi dan berganti nama menjadi kegiatan RHL dengan sumber anggaran dari Dana Alokasi Khusus Bidang Kehutanan. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon di setiap kawasan hutan dan lahan kosong sebagai komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat. Program GNRHL dilaksanakan melalui kegiatan vegetasi dan sipil teknis. Kegiatan vegetasi dilakukan dengan cara pembuatan hutan rakyat, pengkayaan tanaman, dan pembuatan Kebun Bibit Desa (KBD) maupun Kebun Bibit Rakyat (KBR)

AKSI ONE BILLION INDONESIAN TREES (OBIT)

Penanaman satu milyar pohon (One Billion Indonesian Trees) atau OBIT merupakan pelaksanaan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia Tujuan Penanaman Serentak Sejuta Pohon / OBIT adalah :

Mengurangi dampak pemanasan global. Meningkatkan absorbsi gas CO2, SO2, dan polutan lainnya. Mencegah berbagai bencana (banjir, kekeringan, dan tanah longsor). Meningkatkan upaya konservasi sumber daya genetik tanaman hutan. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam dan memelihara pohon sebagai

bagian dari hidup atau budaya bangsa.

Page 4: Bab 4, hal 1 4

Statistik Kehutanan Kabupaten Blora Tahun 2013

Dinas Kehutanan Kabupaten Blora IV-4

DATA-DATA STATISTIK

A. LAHAN KRITIS

Tabel 4.1. Sebaran Luasan Lahan Kritis di Luar Kawasan Hutan Berdasarkan Kecamatan

di Kabupaten Blora Tahun 2008 -2013

No Kecamatan LUAS LAHAN KRITIS TAHUN

2008 2009 2010 2011 2012 2013

1 Jati 301.04 290.420 195.42 170.42 145.420

2 Randublatung 1428.401 1,023.160 963.16 938.16 913.160

3 Kradenan 652.21 125.050 55.05 30.05 5.050

4 Kedungtuban 705.06 360.210 300.21 275.21 250.210

5 Cepu 876.918 7.560 7.56 5.06 5.060

6 Sambong 473.972 349.470 284.47 236.97 236.970

7 Jiken 30.448 579.280 539.28 514.28 489.280

8 Bogorejo 394.896 1,376.290 1266.29 1241.29 1216.290

9 Jepon 1223.12 861.650 796.65 771.65 746.650

10 Blora 867.667 591.420 551.42 526.42 526.420

11 Banjarejo 1269.797 772.970 632.97 607.97 582.970

12 Tunjungan 981.928 325.240 260.24 235.24 235.240

13 Japah 571.211 759.730 669.73 669.73 669.730

14 Ngawen 975.279 950.410 815.41 790.41 765.410

15 Kunduran 1283.151 1,165.320 1125.32 1125.32 1125.320

16 Todanan 556.527 544.894 362.865 262.865 162.865

JUMLAH 12,591.625 10,083.074

8,826.045 8,401.045 8,076.045

Sumber : Dinas Kehutanan, Bidang Rehabilitasi Lahan & PDAS, 2013